Keterangan,
Q = Laju perpindahan panas yang dipindahkan
kW CP = Kapasitas panas aliran, kW/oC
Ts = Suhu supply, oC
Tt = Suhu target, oC
Dengan slope kurva aliran adalah:
dT 1
=
dQ Cp
Gambar VI.1 Skema proses data menjadi composite curves
E. Energi Eksternal
Penggunaan proses energi yang efektif dalam industri proses memiliki permintaan
meningkat dan saat ini, para sarjana teknik menghadapi tantangan untuk mencari jawaban atas
pertanyaan proses pola energi. Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan, yaitu:
a. Apakah proses yang ada memiliki efisiensi energi yang optimal.
b. Bagaimana proyek baru dapat dievaluasi sehubungan dengan kebutuhan energi eksternal.
c. Apa investasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi energi.
d. Apa jenis utilitas yang paling tepat untuk proses tersebut.
Semua pertanyaan diatas dapat dijawab dengan pemahaman penuh tentang pinch
technology sebagaimana dijelaskan dalam Gambar VI.2. Peralatan penukar panas di banyak
industri ditetapkan berdasarkan setidaknya dua alasan sebagai berikut;
a. Seringkali diperlukan dalam proses untuk mengubah kondisi termal,
b. Untuk meminimalkan konsumsi energi eksternal.
Hasil yang dicapai adalah memaksimalkan pemulihan energi (recovery energy) dalam
proses atau untuk meminimalkan penggunaan sumber energi eksternal.
(a) (b)
Gambar VI.2 (a) Proses dengan sumber energi eksternal saja; (b) Proses
dengan sumber energi eksternal dan internal
Gambar VI.2 (a) panas ditambahkan hanya dengan sumber eksternal (pemanas dan
pendingin) sementara proses yang sama dapat ditingkatkan dengan menggunakan pertukaran
panas internal pada Gambar VI.2 (b). Kebutuhan sumber energi eksternal dapat dikurangi
menggunakan pertukaran panas internal antara aliran dingin dan panas, sehingga proses yang
lebih efisien dapat dicapai (M. Rokni, 2016).
F. Retrofit Design
Menurut Febriana, dkk (2019), setelah mengidentifikasi jaringan berdasarkan pinch
technology, yang dapat dilakukan menurut Asante dan Zhu adalah mengidentifikasi empat
pendekatan yang memnungkinkan, seperti:
a. Resequencing, urutan dua heat exchanger dapat dibalik dan memungkinkan mendapat heat
recovery yang lebih baik.
b. Repiping, mirip dengan resequencing tetapi satu atau kedua aliran fluida match dapat
berbeda dengan situasi saat ini.
c. Adding a new match, dapat digunakan untuk mengubah beban di satu aliran dalam pinch
match.
d. Splitting, membagi aliran fluida dapat digunakan untuk mengubah beban di satu aliran dalam
pinch match.
Secara umum, setidaknya satu dari empat kemungkinan akan terpilih. Retrofit design
digunakan untuk mengeliminasi cross pinch yang terdapat pada heat exchanger network, atau
lebih diaharpkan baik heating maupun cooling duty sesuai dengan target optimum. Selain itu,
retrofit design juga berfungsi sebagai pengurangan jumlah heat exchanget jika jumlah heat
exchanger melebihi jumlah minimum yang ditetapkan pada target (I.C., Kemp, 2007).
VI.2.2 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan untuk memodelkan jaringan penukar panas adalah metode
analisis atau problem table yang tersusun atas lima langkah, sebagai berikut:
1. Mengelompokkan data kedalam dua bagian, aliran fluida proses dan aliran fluida
utilitas.
2. Membuat grafik composite curve untuk mencari energi eksternal.
3. Memodelkan heat exchanger network
4. Mengevaluasi heat exchanger network yang telah dimodelkan.
5. Mengevaluasi retrofit design dan dilajutkan dengan optimasi.
Metode yang digunakan untuk memodelkan jaringan penukar panas adalah metode
analisis atau problem table yang tersusun atas empat langkah. Langkah pertama,
mengelompokan data kedalam dua bagian, aliran fluida proses dan aliran fluida utilitas seperti
ditunjukkan pada Tabel VI.1 dan Tabel VI.2. Langkah kedua, mencari ΔTmin yang optimum.
Tujuan mencari range target adalah untuk meminimalkan capital dan operating cost. Gambar
VI.4 menunjukkan ΔTmin 1-16°C merupakan range terbaik. Kemudian pada range ΔTmin
optimum tersebut dicari total cost index target (cost/s) yang paling rendah. Insufficient adalah
kondisi di mana heat load utilities tidak mampu mencakup keseluruhan heat load data proses
sehingga proses tidak layak. ΔTmin optimum yang dipilih adalah 16°C, karena setelah
diterapkan dalam software tercapai status cooling dan heating sufficient.
Tabel VI.1 Data Stream Proses
Ts Tt ∆T Cp m
Nama Tipe No.
No. kJ/kg.
Stream Stream Stream oC oC oC kg/jam
oC
Gambar VI.3 Grafik Basic Economic Parameter Berdasarkan Waktu Terhadap Tmin
Langkah ketiga, membuat heat cascade untuk mencari suhu pinch dan heating cooling
duty. Pembuatan heat cascade terdiri dari empat langkah, sebagai berikut:
1. Membuat tabel shifted temperature, di mana suhu ditambah ΔTmin/2 pada aliran
fluida proses dingin dan suhu operasi pada fluida proses panas dikurangi ΔTmin/2.
2. Membuat daerah stream dan temperature intervals dengan membagi daerah sesuai
suhu fluida proses dan di susun berurutan sesuai suhu interval.
3. Membuat tabel interval suhu dan heat loads pada streams di mana terdapat
kesetimbangan entalpi setiap daerah yang ditentukan.
4. Membuat heat cascade.
Heat cascade adalah dimanfaatkan sebagai dasar perhitungan heating dan cooling duty dari
target minimum sebesar 0 kJ/h dan 1,407 x 108 kJ/h, suhu pinch sebesar 184,22°C.
Gambar VI.4 Diagram Cascade
Langkah keempat yaitu memasangkan aliran fluida panas dan dingin. Untuk matching
aliran dalam jaringan heat exchanger menggunakan Software Aspen Energy Analyzer V.10
terdapat empat langkah. Langkah pertama yaitu memasukan data suhu fluida proses baik panas
maupun dingin, kapasitas aliran panas (CP), dan aliran massa fluida proses (m). Langkah kedua
yaitu memasukkan data kapasitas panas fluida dan/atau suhu fluida utilitas, berupa water.
Langkah ketiga yaitu melihat option energy target untuk melihat suhu pinch dan energi target
minimum baik heating dan cooling duty. Langkah keempat yaitu memasangkan aliran fluida
panas dan dingin sesuai dengan diagram proses yang ditunjukkan pada Gambar VI.6 sebagai
berikut.
Gambar VI.5 Matching Aliran dalam Jaringan (Diagram Grid) Kondisi Existing
A. Heat Exchanger Network’s
Jaringan Heat Exchanger menggunakan diagram grid ditunjukkan pada Gambar VI.6.
Jaringan Heat Exchanger telah sepenuhnya dikerjakan dengan seluruh aliran utilitas yang
memuaskan. Analisis dari jaringan heat exchanger menetapkan target (kebutuhan energi
eksternal, kebutuhan luasan heat exchanger, jumlah desain heat exchanger, dan target biaya)
berdasarkan data aliran proses dan data aliran utilitas (Febriana, dkk., 2019). Target dihasilkan
berdasarkan pada composite curves dan pendekatan beda suhu minimum, ΔTmin. Opsi range
targeting pada software digunakan untuk menetapkan pendekatan beda suhu minimum ΔTmin
pada desain. Pendekatan ini menghasilkan kesetimbangan antara capital cost dengan operating
cost. Composite curves ditunjukkan pada Gambar VI.7.
Target energi minimum untuk proses dihitung menggunakan composite curves adalah
cooling sebesar 0 kJ/h dikarenakan kebutuhan pendingin pada proses sudah terpenuhi.
Sedangkan kebutuhan heating sebesar 5,407 x 106 kJ/h dengan target luasan untuk shell and
tube heat exchanger sebesar 1.376 m2. Perhitungan menunjukkan diperlukan tujuh unit untuk
mendesain jaringan heat exchanger yang optimum.
Performa jaringan heat exchanger dievaluasi berdasarkan target pada Gambar VI.8.
Perbandingan target dengan performa jaringan heat exchanger ditunjukkan pada Tabel VI.3.
Jaringan heat exchanger kondisi existing membutuhkan energi eksternal yang sama dengan
energi target.
Tabel VI.3 Performa Data Jaringan Heat Exchanger Kondisi Exsisting
Network Performance
Parameter Existing Target % of Target
Heating value (kJ/h) 1,678 x 107 5,407 x 106 310
Cooling value (kJ/h) 3,805 x 107 0 0
Number of Units 6 7 85,7
Number of Shells 27 8 337,5
Total area 10.090 1.376 733,3
Heating (cost/s) 1,478 x 10-2 0,1240 11,9
Cooling (cost/s) 3,352 x 10-2 0 0
Operating (cost/s) 4,830 x 10-2 4,763 x 10-3 1014
Capital (cost/s) 2,519 x 106 4,726 x 105 533
Total Cost 6,937 x 10-2 8,716 x 10-3 795,9
Tabel VI.3 menunjukkan biaya dan nilai dari heating dan cooling dari target sebesar
0% dan 100% yang disebabkan adanya cross pinch. Dampak dari cross pinch adalah
peningkatan heat duty dari utilities pemanas dan/atau pendinginan (Febriana, dkk., 2019). Pada
Tabel VI.4, suhu pinch dalam rentang 189.2°C/173.2°C, terdapat kapasitas cross pinch sebesar
5.656.614,5 kJ/h.
Tabel VI.4 Performa Data Jaringan Heat Exchanger Kondisi Exsisting
HEN Design Cross Pinch
Heat Exchanger 117°C/105°C
E-120 5.656.614,5 kJ/h
E-132 0
E-133 0
E-134 0
Gambar VI.8 Matching Aliran dalam Jaringan (Diagram Grid) Retrofit Design
Tabel VI.5 menunjukkan perbandingan performa jaringan retrofit design tanpa adanya
cross pinch dengan kondisi target. Terlihat jelas bahwa ada penambahan antara jumlah heat
exchanger pada retrofit design sebanyak tujuh unit dibandingkan dengan kondisi existing
sebanyak enam unit. Total luasan meningkat dari 10.090 m2 kondisi exisiting menjadi 783.3
m2 .
VI.3 Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan di atas, HEN’s dari pabrik Urea dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Dari kondisi existing terdapat cross pinch yang dapat memperngaruhi kondisi retrofit design
dengan suhu pinch untuk hot dan cold sebesar 189.2oC dan 173.2oC.
2. Adanya cross pinch pada kondisi existing pada pabrik Urea dapat mempengaruhi luas area
heat exchanger, operating dan capital cost, jumlah shells dan penambahan satu buah alat
heat exchanger terhadap kondisi retrofit design. Untuk luas area kondisi existing dan retrofit
sebesar 10.090 m2 dan 733.2 m2 terhadap target sebesar 1.376 m2. Total shells dari target
optimum kondisi operasi sebesar 8 unit heat exchanger, sedangkan pada kondisi existing dan
retrofit sebesar 6 dan 7 unit heat exchanger.
3. Harga capital cost untuk existing design sebesar 2,519 x 106, sedangkan untuk retrofit design
sebesar 3,053 x 105. Harga operating cost untuk existing design sebesar 4,830 x 10-2,
sedangkan retrofit design sebesar 4,763 x 10-3.
Dengan pertimbangan di atas, dengan adanya Heat Exchanger Network penggunaan
utilitas dapat ditekan. Steam yang harganya mahal dapat dikurangi dengan adanya HEN’s ini.
Capital expenditure (CAPEX) akan lebih mahal namun biaya operational expenditure (OPEX)
dapat dikurangi. Maka berdasarkan analisa kami lebih baik digunakan retrofit design sebagai
optimasi heat exchanger yang optimal pada pabrik Urea.