Anda di halaman 1dari 14

BAB VI

EFISIENSI DAN OPTIMASI PROSES

VI.1 Tinjauan Umum Efisiensi dan Optimasi Proses


Efisiensi merupakan salah satu cara perusahaan dalam mengelola sumber keuangan,
material, proses, peralatan, tenaga kerja maupun biaya secara efektif (Sadikin, 2005). Efisiensi
bisa diartikan sebagai keadaan dimana manfaat yang sebesar-besarnya bisa dicapai dari suatu
pengorbanan tertentu, dimana untuk memperoleh suatu manfaat tertentu diperlukan
pengorbanan sekecil mungkin (Mubyarto & Hamid, 1987).
Efisiensi adalah usaha mencapai prestasi yang sebesar-besarnya dengan menggunakan
kemungkinan-kemungkinan yang tersedia (material, mesin, dan manusia) dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya, di dalam keadaan yang nyata (sepanjang keadaan itu bisa berubah) tanpa
mengganggu keseimbangan antara faktor-faktor tujuan, alat, tenaga, dan waktu. Efisiensi
adalah perbandingan terbaik antara suatu hasil dengan usahanya. Perbandingan ini dapat dilihat
dari dua segi berikut ini:
a. Hasil
Suatu kegiatan dapat disebut efisien, jika suatu usaha memberikan hasil yang maksimum.
Maksimum dari segi mutu atau jumlah satuan hasil.
b. Usaha
Suatu kegiatan dapat dikatakan efisien, jika suatu hasil tertentu tercapai dengan usaha yang
minimum, mencakup lima unsur, seperti pikiran, tenaga jasmani, waktu, ruang, dan benda
(termasuk uang).
Menurut Ghiselli & Brown, yang dikutip oleh Ibnu Syamsi, istilah efisiensi mempunyai
pengertian yang sudah pasti, yaitu menunjukkan adanya perbandingan antara keluaran (output)
dan masukan (input) (Syamsi, 2001)
Perusahaan dengan operasi yang efisien tidak akan membuang sumber daya. Sebuah
operasi yang efisien jika perusahaan mengeluarkan sumber daya melebihi dari jumlah yang
diperlukan (Blocher, 2001).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, optimasi merupakan upaya atau
cara untuk memperoleh hasil yang terbaik. Menurut Yuni (2015), optimasi adalah suatu cabang
ilmu dalam matematika untuk memaksimalkan atau meminimumkan fungsi tujuan dengan
mempertimbangkan beberapa kendala yang diberikan. Menurut Rao (2009), optimasi dapat
didefinisikan sebagai proses untuk menemukan kondisi yang memberikan nilai maksimum dan
minimum dari suatu fungsi. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa optimasi adalah suatu proses atau cara untuk memperoleh nilai maksimum atau
minimum sari sebuah fungsi dengan mempertimbangkan beberapa kendala yang diberikan.

VI.2 Efisiensi dan Optimasi Proses pada Pabrik Urea


Urea yang memiliki rumus kimia (NH2)2CO, merupakan salah satu senyawa organik
yang terbentuk dari senyawa anorganik (CO2 dan NH3). Urea banyak digunakan sebagai pupuk
pertanian, bahan campuran pakan ternak, dan juga bahan pelengkap produk cetak. Pada
umumnya Urea berbentuk prill atau granul. Kandungan nitrogen pada Urea sebesar 46%,
menjadikannya senyawa yang paling besar mengandung nitrogen.
Pada proses produksi Urea, perubahan suhu dan tekanan menjadi kunci dalam
menghasilkan produk yang terbaik. Heat Exchanger berperan penting dalam merubah suhu
untuk memenuhi kondisi operasi, baik menaikkan maupun menurunkan suhu. Heat Exchanger
memerlukan utilitas berupa cooling water dan steam. Oleh karena itu, process integration
direkomendasikan untuk diterapkan. Process integration pada prinsipnya sama dengan exergy
analysys. Exergy analysys dilakukan untuk meminimalkan kehilangan energi lingkungan,
sedangkan process integration dilakukan untuk memanfaatkan panas yang dikeluarkan oleh
peralatan proses untuk digunakan pada peralatan proses lainnya (Shabgard dan Faghri, 2019).
Diharapkan, metode process integration ini dapat memberikan efisiensi energi keseluruhan
yang lebih tinggi dari sebelumnya.

VI.2.1 Heat Exchanger Network’s


Heat Integration merupakan metode yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi
energi pada suatu rangkaian proses yaitu dengan memanfaatkan potensi energi dari unit proses
lainnya. Pemanfaatan potensi energi dari unit proses lainnya dapat dilakukan dengan
pemasangan jaringan alat penukar panas Heat Exchanget Network (HEN). Heat Exchanger
Network merupakan suatu cara pemanfaatan panas yang tersedia dalam suatu proses dengan
pertukaran antara aliran panas (sebagai sumber panas) dan aliran dingin (sebagai penyerap
panas), sehingga dapat menghemat penggunaan utilitas baik berupa steam maupun air
pendingin, dan biaya produksi dapat diminimalkan (Ramadhanti, dkk., 2015).
Analisis jaringan terpadu dibutuhkan apabila ada perubahan di salah satu atau beberapa
jalur dalam jaringan penukar panas. Desain dan optimasi HEN telah dipelajari secara ekstensif
selama bertahun-tahun dan kemajuan signifikan telah dicapai dalam pengembangan metode
desain jaringan hemat biaya. Pada sekitar tahun 1982, Prof. Bodo Linnhof menemukan konsep
pinch dalam mendesain suatu sistem yang optimum dengan pemakaian energi eksternal yang
minimum. Penggunaan metode ini menghasilkan desain sistem yang optimal. Sementara itu,
penggunaan metode konvensional membutuhkan percobaan berulang kali serta memerlukan
waktu yang lama untuk mendapatkan desain sistem yang optimal. Meskipun demikian hasl
yang didapat dari metode konvensional belum mampu menyamai hasil desain dari metode pinch
(KA, Lempoy, 2010).
A. Pemanfaatan Energi
Energi merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi proses industri.
Pengoperasian suatu industri selalu menggunakan energi namun energi tersebut tidak
dimanfaatkan seluruhnya, sehingga ada energi terbuang tanpa dimanfaatkan. Pemanfaatan
energi panas yang terbuang merupakan salah satu upaya untuk menghemat energi. Upaya yang
tepat yaitu melakukan integrasi proses untuk penggunaan energi yang efisien, sehingga
didaptkan Maximum Energy Recovery (MER). Salah satu teknologi untuk menentukan MER
pada kilang baru atau modifikasi adalah pinch technology. Analisis pinch technology juga dapat
memberi gambaran kondisi suhu, tekanan, dan jumlah energi yang digunakan maupun
terbuang. Upaya yang dilakukan adalah mengatur ulang jaringan penukar panas atau HEN
(Febriana, dkk., 2019).
Untuk merancang jaringan sistem penukar panas diperlukan analisis beban pemanasan
dan beban pendinginan terhadap fluida dingin yang akan dipanaskan dan fluida panas yang
akan didinginkan. Utilitas yang tersedia digunakan sebagai pertimbangan dalam menetapkan
jumlah dan kapasitas alat penukar panas. Jumlah dan kapasitas alat penukar panas akan
menentukan biaya kapital (capital cost) (I.C., Kemp, 2007).
B. Technology Pinch
Dalam pemanfaatan energi thermal yang terbuang pada heat exchanger digunakan suatu
teknologi yaitu pinch technology. Pinch technology adalah suatu metode yang didasarkan pada
prinsip-prinsip termodinamika untuk pemanfaatan energi thermal yang terbuang pada suatu
proses. Pinch technology digunakan untuk merancang jaringan alat penukar panas dengan
mengintegrasikan hot stream dengan cold stream. Tujuan yang ingin dicapai adalah
pemanfaatan panas yang ada di dalam aliran proses semaksimal mungkin atau penggunaan
energi seminimal mungkin. Pada setiap analisis pinch diperlukan prosedur dan langkah
pengerjaan yang berkesinambungan. Secara umum, tahap-tahap analisis pinch adalah sebagai
berikut:
1. Identifikasi aliran pada proses.
Aliran fluida didalam proses dibagi menjadi tiga yaitu aliran fluida panas (hot stream),
aliran fluida dingin (cold stream), dan aliran fluida utilitas.
2. Mengolah data-data termodinamika.
Untuk analisis pinch, data-data termodinamika yang paling penting adalah suhu fluida
(T), entalpi (h) dan kapasitas aliran panas (CP).
3. Pemilihan beda suhu pertukaran panas minimum ( Tmin) antara fluida panas dan fluida
dingin.
4. Pembuatan diagram cascade. Diagram cascade menggunakan alokasi entalpi pada
setiap aliran sehingga menghasilkan kebutuhan utilitas panas atau utilitas dingin yang
ada dalam proses.
5. Pembuatan kurva composite dan grand composite.
Kurva composite adalah kurva antara suhu dengan entalpi. Kurva ini terdiri dari suhu
pada sumbu ordinat dan entalpi pada sumbu absis. Profil kurva ini menggambarkan panas yang
ada di dalam proses (QH) dan panas yang diperlukan pada proses (QC). Kurva ini juga didapat
suhu pinch yang menunjukkan tidak adanya perpindahan panas dari fluida panas dengan fluida
dingin pada suhu fluida yang berhubungan. Untuk memahami prinsip pinch itu sendiri, maka
ada hal hal yang perlu diperhatikan yaitu pembagian sistem oleh titik pinch, composite curve,
dan jumlah minimum heat exchanger (I.C., Kemp, 2007).
C. Pembagian Sistem oleh Titik Pinch
Titik pinch atau garis pinch membagi sistem menjadi dua bagian, bagian atas pinch dan
bagian bawah pinch. Masing-masing bagian mempunyai neraca entalpi serta utilities panas dan
dingin. Di atas pinch proses berada dalam keseimbangan panas dengan QH minimum:
1. Panas diterima dari utilites panas dan tidak ada panas terbuang.
2. Proses berkelakuan sebagai penerima panas (heat sink). Di bawah pinch keseimbangan
panas dengan QC minimum.
3. Panas dibuang ke utilities dingin.
4. Tidak ada panas yang diterima dari utilities panas.
5. Proses berkelakuan sebagai sumber panas.
Perpindahan panas menyebrangi pinch hanya mungkin dari aliran panas di atas pinch
ke aliran dingin di bawah pinch. Perpindahan panas dalam aliran panas di bawah pinch ke aliran
dingin di atas tidak dimungkinkan. Perpindahan panas menyebrangi pinch ke bagian bawah
pinch akan menimbulkan defisit panas pada bagian atas pinch dan ada kelebihan panas dibagian
bawah pinch. Selanjutnya melakukan pemasangan matching antara aliran panas dan dingin
dengan paduan sebagai berikut:
1. Di atas suhu pinch CPH << CPC
2. Dibawah suhu pinch CPH >> CPC. (B. Linhoff, 1983).
D. Composite Curve
Dari keseluruhan tahapan dalam analisis pinch salah satu hal penting yang menjadi
kunci utama teknologi pinch adalah kurva composite. Kurva ini menampilkan kebutuhan
pemanasan untuk aliran dingin (hot utility) dan kebutuhan pendinginan untuk aliran panas (cold
utility). Selain itu kurva ini menampilkan kebutuhan panas yang digunakan untuk kedua jenis
aliran dan mendapatkan perbedaan suhu minimum (ΔTmin) diantara aliran panas dan aliran
dingin. Area paling kiri dari suhu pinch yang tidak terhimpit oleh kurva aliran panas dan dingin
adalah cold utility yang ditunjukkan pada Gambar VI.1. Menurut Linhoff besarnya panas yang
dipindahkan sama dengan perubahan entalpi aliran fluida (B. Linhoff, 1983).
𝑇𝑡

Q = ∫ 𝐶𝑃𝑑𝑇 = 𝐶𝑃(𝑇𝑡 − 𝑇𝑠) = ∆𝐻


𝑇𝑠

Keterangan,
Q = Laju perpindahan panas yang dipindahkan
kW CP = Kapasitas panas aliran, kW/oC
Ts = Suhu supply, oC
Tt = Suhu target, oC
Dengan slope kurva aliran adalah:
dT 1
=
dQ Cp
Gambar VI.1 Skema proses data menjadi composite curves

E. Energi Eksternal
Penggunaan proses energi yang efektif dalam industri proses memiliki permintaan
meningkat dan saat ini, para sarjana teknik menghadapi tantangan untuk mencari jawaban atas
pertanyaan proses pola energi. Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan, yaitu:
a. Apakah proses yang ada memiliki efisiensi energi yang optimal.
b. Bagaimana proyek baru dapat dievaluasi sehubungan dengan kebutuhan energi eksternal.
c. Apa investasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi energi.
d. Apa jenis utilitas yang paling tepat untuk proses tersebut.
Semua pertanyaan diatas dapat dijawab dengan pemahaman penuh tentang pinch
technology sebagaimana dijelaskan dalam Gambar VI.2. Peralatan penukar panas di banyak
industri ditetapkan berdasarkan setidaknya dua alasan sebagai berikut;
a. Seringkali diperlukan dalam proses untuk mengubah kondisi termal,
b. Untuk meminimalkan konsumsi energi eksternal.
Hasil yang dicapai adalah memaksimalkan pemulihan energi (recovery energy) dalam
proses atau untuk meminimalkan penggunaan sumber energi eksternal.
(a) (b)
Gambar VI.2 (a) Proses dengan sumber energi eksternal saja; (b) Proses
dengan sumber energi eksternal dan internal

Gambar VI.2 (a) panas ditambahkan hanya dengan sumber eksternal (pemanas dan
pendingin) sementara proses yang sama dapat ditingkatkan dengan menggunakan pertukaran
panas internal pada Gambar VI.2 (b). Kebutuhan sumber energi eksternal dapat dikurangi
menggunakan pertukaran panas internal antara aliran dingin dan panas, sehingga proses yang
lebih efisien dapat dicapai (M. Rokni, 2016).
F. Retrofit Design
Menurut Febriana, dkk (2019), setelah mengidentifikasi jaringan berdasarkan pinch
technology, yang dapat dilakukan menurut Asante dan Zhu adalah mengidentifikasi empat
pendekatan yang memnungkinkan, seperti:
a. Resequencing, urutan dua heat exchanger dapat dibalik dan memungkinkan mendapat heat
recovery yang lebih baik.
b. Repiping, mirip dengan resequencing tetapi satu atau kedua aliran fluida match dapat
berbeda dengan situasi saat ini.
c. Adding a new match, dapat digunakan untuk mengubah beban di satu aliran dalam pinch
match.
d. Splitting, membagi aliran fluida dapat digunakan untuk mengubah beban di satu aliran dalam
pinch match.
Secara umum, setidaknya satu dari empat kemungkinan akan terpilih. Retrofit design
digunakan untuk mengeliminasi cross pinch yang terdapat pada heat exchanger network, atau
lebih diaharpkan baik heating maupun cooling duty sesuai dengan target optimum. Selain itu,
retrofit design juga berfungsi sebagai pengurangan jumlah heat exchanget jika jumlah heat
exchanger melebihi jumlah minimum yang ditetapkan pada target (I.C., Kemp, 2007).
VI.2.2 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan untuk memodelkan jaringan penukar panas adalah metode
analisis atau problem table yang tersusun atas lima langkah, sebagai berikut:
1. Mengelompokkan data kedalam dua bagian, aliran fluida proses dan aliran fluida
utilitas.
2. Membuat grafik composite curve untuk mencari energi eksternal.
3. Memodelkan heat exchanger network
4. Mengevaluasi heat exchanger network yang telah dimodelkan.
5. Mengevaluasi retrofit design dan dilajutkan dengan optimasi.
Metode yang digunakan untuk memodelkan jaringan penukar panas adalah metode
analisis atau problem table yang tersusun atas empat langkah. Langkah pertama,
mengelompokan data kedalam dua bagian, aliran fluida proses dan aliran fluida utilitas seperti
ditunjukkan pada Tabel VI.1 dan Tabel VI.2. Langkah kedua, mencari ΔTmin yang optimum.
Tujuan mencari range target adalah untuk meminimalkan capital dan operating cost. Gambar
VI.4 menunjukkan ΔTmin 1-16°C merupakan range terbaik. Kemudian pada range ΔTmin
optimum tersebut dicari total cost index target (cost/s) yang paling rendah. Insufficient adalah
kondisi di mana heat load utilities tidak mampu mencakup keseluruhan heat load data proses
sehingga proses tidak layak. ΔTmin optimum yang dipilih adalah 16°C, karena setelah
diterapkan dalam software tercapai status cooling dan heating sufficient.
Tabel VI.1 Data Stream Proses
Ts Tt ∆T Cp m
Nama Tipe No.
No. kJ/kg.
Stream Stream Stream oC oC oC kg/jam
oC

1 E-120 Hot H1 185.79 173.94 -11.85 6.485 73608.55


2 E-130 Hot H2 189.22 173.94 -15.28 6.322 73608.55
3 E-130 Cold C1 134.03 151.77 17.74 3.663 21450.26
4 E-142 Cold C2 35.13 73.71 38.58 5.128 32490
5 E-412 Cold C3 92.7 112.52 19.82 2.244 90000
6 E-413 Cold C4 112.52 135.45 22.93 2.328 90000
7 E-421 Cold C5 133.78 143 9.66 2.069 77327.7
Tabel VI.2 Data Stream Utilitas
Ts Tt ∆T Cp m
Nama Tipe No.
No. kJ/kg
Stream Stream Stream oC oC oC kg/jam
. oC
1 E-120 Cold C6 167 287.8 120.8 1.982 32880
2 E-142 Hot H3 100 52 -48 4.195 28303.59
3 E-412 Hot H4 130 100 -30 4.249 28303.59
4 E-413 Hot H5 162.27 130 -32.27 2.158 18569.71
5 E-421 Hot H6 162.27 130 -32.27 2.249 2781.11

Gambar VI.3 Grafik Basic Economic Parameter Berdasarkan Waktu Terhadap Tmin

Langkah ketiga, membuat heat cascade untuk mencari suhu pinch dan heating cooling
duty. Pembuatan heat cascade terdiri dari empat langkah, sebagai berikut:
1. Membuat tabel shifted temperature, di mana suhu ditambah ΔTmin/2 pada aliran
fluida proses dingin dan suhu operasi pada fluida proses panas dikurangi ΔTmin/2.
2. Membuat daerah stream dan temperature intervals dengan membagi daerah sesuai
suhu fluida proses dan di susun berurutan sesuai suhu interval.
3. Membuat tabel interval suhu dan heat loads pada streams di mana terdapat
kesetimbangan entalpi setiap daerah yang ditentukan.
4. Membuat heat cascade.
Heat cascade adalah dimanfaatkan sebagai dasar perhitungan heating dan cooling duty dari
target minimum sebesar 0 kJ/h dan 1,407 x 108 kJ/h, suhu pinch sebesar 184,22°C.
Gambar VI.4 Diagram Cascade

Langkah keempat yaitu memasangkan aliran fluida panas dan dingin. Untuk matching
aliran dalam jaringan heat exchanger menggunakan Software Aspen Energy Analyzer V.10
terdapat empat langkah. Langkah pertama yaitu memasukan data suhu fluida proses baik panas
maupun dingin, kapasitas aliran panas (CP), dan aliran massa fluida proses (m). Langkah kedua
yaitu memasukkan data kapasitas panas fluida dan/atau suhu fluida utilitas, berupa water.
Langkah ketiga yaitu melihat option energy target untuk melihat suhu pinch dan energi target
minimum baik heating dan cooling duty. Langkah keempat yaitu memasangkan aliran fluida
panas dan dingin sesuai dengan diagram proses yang ditunjukkan pada Gambar VI.6 sebagai
berikut.

Gambar VI.5 Matching Aliran dalam Jaringan (Diagram Grid) Kondisi Existing
A. Heat Exchanger Network’s
Jaringan Heat Exchanger menggunakan diagram grid ditunjukkan pada Gambar VI.6.
Jaringan Heat Exchanger telah sepenuhnya dikerjakan dengan seluruh aliran utilitas yang
memuaskan. Analisis dari jaringan heat exchanger menetapkan target (kebutuhan energi
eksternal, kebutuhan luasan heat exchanger, jumlah desain heat exchanger, dan target biaya)
berdasarkan data aliran proses dan data aliran utilitas (Febriana, dkk., 2019). Target dihasilkan
berdasarkan pada composite curves dan pendekatan beda suhu minimum, ΔTmin. Opsi range
targeting pada software digunakan untuk menetapkan pendekatan beda suhu minimum ΔTmin
pada desain. Pendekatan ini menghasilkan kesetimbangan antara capital cost dengan operating
cost. Composite curves ditunjukkan pada Gambar VI.7.

Gambar VI.6 Kurva Composite Berdasarkan Pinch Technology

Target energi minimum untuk proses dihitung menggunakan composite curves adalah
cooling sebesar 0 kJ/h dikarenakan kebutuhan pendingin pada proses sudah terpenuhi.
Sedangkan kebutuhan heating sebesar 5,407 x 106 kJ/h dengan target luasan untuk shell and
tube heat exchanger sebesar 1.376 m2. Perhitungan menunjukkan diperlukan tujuh unit untuk
mendesain jaringan heat exchanger yang optimum.

Gambar VI.7 Energy Targets Berdasarkan Pinch Technology

Performa jaringan heat exchanger dievaluasi berdasarkan target pada Gambar VI.8.
Perbandingan target dengan performa jaringan heat exchanger ditunjukkan pada Tabel VI.3.
Jaringan heat exchanger kondisi existing membutuhkan energi eksternal yang sama dengan
energi target.
Tabel VI.3 Performa Data Jaringan Heat Exchanger Kondisi Exsisting
Network Performance
Parameter Existing Target % of Target
Heating value (kJ/h) 1,678 x 107 5,407 x 106 310
Cooling value (kJ/h) 3,805 x 107 0 0
Number of Units 6 7 85,7
Number of Shells 27 8 337,5
Total area 10.090 1.376 733,3
Heating (cost/s) 1,478 x 10-2 0,1240 11,9
Cooling (cost/s) 3,352 x 10-2 0 0
Operating (cost/s) 4,830 x 10-2 4,763 x 10-3 1014
Capital (cost/s) 2,519 x 106 4,726 x 105 533
Total Cost 6,937 x 10-2 8,716 x 10-3 795,9

Tabel VI.3 menunjukkan biaya dan nilai dari heating dan cooling dari target sebesar
0% dan 100% yang disebabkan adanya cross pinch. Dampak dari cross pinch adalah
peningkatan heat duty dari utilities pemanas dan/atau pendinginan (Febriana, dkk., 2019). Pada
Tabel VI.4, suhu pinch dalam rentang 189.2°C/173.2°C, terdapat kapasitas cross pinch sebesar
5.656.614,5 kJ/h.
Tabel VI.4 Performa Data Jaringan Heat Exchanger Kondisi Exsisting
HEN Design Cross Pinch
Heat Exchanger 117°C/105°C
E-120 5.656.614,5 kJ/h
E-132 0
E-133 0
E-134 0

Hal tersebut menunjukkan pinch technology tidak diterapkan selama mendesain


jaringan heat exchanger, sehingga desain berdasarkan retrofit dibutuhkan. Retrofit design dapat
membantu menghilangkan kapasitas cross pinch dan mengoptimasi energi utilitas (Febriana,
dkk., 2019).
B. Retrofit Design
Beberapa pendekatan digunakan untuk memastikan performa dari jaringan heat
exchanger efisien. Pendekatan Beberapa pendekatan digunakan untuk memastikan performa
dari jaringan heat exchanger efisien. Pendekatan yang memenuhi syarat untuk memastikan
performa heat exchager adalah repiping. Hal ini dengan berarti menambah jumlah heat
exchanger dalam jaringan dan/atau mengurangi aliran utilitas. Bersamaan dengan itu
didapatkan peningkatan efisiensi dari model jaringan. Penambahan heat exchanger diterapkan
pada daerah atas dan bawah pinch yang ditunjukkan pada Gambar VI.9 tanpa kondisi cross
pinch.

Gambar VI.8 Matching Aliran dalam Jaringan (Diagram Grid) Retrofit Design

Tabel VI.5 menunjukkan perbandingan performa jaringan retrofit design tanpa adanya
cross pinch dengan kondisi target. Terlihat jelas bahwa ada penambahan antara jumlah heat
exchanger pada retrofit design sebanyak tujuh unit dibandingkan dengan kondisi existing
sebanyak enam unit. Total luasan meningkat dari 10.090 m2 kondisi exisiting menjadi 783.3
m2 .

Tabel VI.5 Performa Data Jaringan Heat Exchanger Retrofit Design


Network Performance
Parameter Target Existing % of Target Retrofit % of Target
Heating value (kJ/h) 5,407 x 106 1,678 x 107 310 5,407 x 106 100
Cooling value (kJ/h) 0 3,805 x 107 0 0 0
Number of Units 7 6 85,7 7 100
Number of Shells 8 27 337,5 7 87,5
Total area 1.376 10.090 733,3 783.3 56,92
Heating (cost/s) 0,1240 1,478 x 10-2 11,9 4,763 x 10-3 3,84
Cooling (cost/s) 0 3,352 x 10-2 0 0 0
Operating (cost/s) 4,763 x 10-3 4,830 x 10-2 1014 4,763 x 10-3 100
Capital (cost/s) 4,726 x 105 2,519 x 106 533 3,053 x 105 64,6
Total Cost 8,716 x 10-3 6,937 x 10-2 795,9 7,316 x 10-3 83,93

VI.3 Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan di atas, HEN’s dari pabrik Urea dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Dari kondisi existing terdapat cross pinch yang dapat memperngaruhi kondisi retrofit design
dengan suhu pinch untuk hot dan cold sebesar 189.2oC dan 173.2oC.
2. Adanya cross pinch pada kondisi existing pada pabrik Urea dapat mempengaruhi luas area
heat exchanger, operating dan capital cost, jumlah shells dan penambahan satu buah alat
heat exchanger terhadap kondisi retrofit design. Untuk luas area kondisi existing dan retrofit
sebesar 10.090 m2 dan 733.2 m2 terhadap target sebesar 1.376 m2. Total shells dari target
optimum kondisi operasi sebesar 8 unit heat exchanger, sedangkan pada kondisi existing dan
retrofit sebesar 6 dan 7 unit heat exchanger.
3. Harga capital cost untuk existing design sebesar 2,519 x 106, sedangkan untuk retrofit design
sebesar 3,053 x 105. Harga operating cost untuk existing design sebesar 4,830 x 10-2,
sedangkan retrofit design sebesar 4,763 x 10-3.
Dengan pertimbangan di atas, dengan adanya Heat Exchanger Network penggunaan
utilitas dapat ditekan. Steam yang harganya mahal dapat dikurangi dengan adanya HEN’s ini.
Capital expenditure (CAPEX) akan lebih mahal namun biaya operational expenditure (OPEX)
dapat dikurangi. Maka berdasarkan analisa kami lebih baik digunakan retrofit design sebagai
optimasi heat exchanger yang optimal pada pabrik Urea.

Anda mungkin juga menyukai