Anda di halaman 1dari 7

REKAPITULASI DATA OBAT NARKOTIKA DI INDONESIA

NO NAMA PRODUK NAMA PRODUSEN


1. Clopedin 50mg Kimia Farma
2. Codein 10 mg (tab) Kimia farma
3. Codein 15 mg (tab) Kimia Farma
4. Codein 20 mg (tab) Kimia Farma
5. Codicaf 10 mg (tab) Kimia Farma
6. Codicaf 15 mg (tab) Kimia Farma
7. Codicaf 20 mg (tab) Kimia Farma
8. Codipront cum ekspektoran (kapsul) Kimia Farma
9. Codipront cum ekspektoran (sirup) Kimia Farma
10. Codipront (Kapsul) Kimia Farma
11. Oxynorm 20mg (Kapsul) Mundi Farma
12. Oxynorm 5mg (Kapsul) Mundi Farma

REKAPITULASI DATA OBAT PSIKOTROPIKA DI INDONESIA

NO NAMA PRODUK NAMA PRODUSEN


1. Acetazolam 0,5 mg (Tablet) Actavis
2. Acetazolam 1 mg (Tablet) Actavis
3. Esilgan (Alena 1 mg) (Tablet) PT. Takeda Indonesia
4. Esilgan (Alena 2 mg) (Tablet) PT. Takeda Indonesia
5. Alganax 0,25 mg (tablet) Guardian pharmatama
6. Alganax 1 mg (tablet) Guardian pharmatama
7. Alprazolam 0,25 mg (tablet) Dexa medica
8. Alprazolam 0,5 mg (tablet) Desa medica
9. Alprazolam 1 mg (tablet) Dexa medica
10. Alvize 0,25 mg (tablet) Pharos Indonesia
11. Alviz 0,5 mg (tablet) Pharos Indonesia
12. Alviz 1 mg (Tablet) Pharos Indonesia

REKAPITULASI DATA OBAT PREKURSOR DI INDONESIA

NO NAMA PRODUK NAMA PRODUSEN


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

FORMAT PENCATATAN NARKOTIKA DI SARANA


PRODUKSI, DISTRIBUSI, DAN PELAYANAN KEFARMASIAN

Pencatatan Dan Pelaporan NPP


Pencatatan (PerMenKes no 3 tahun 2015)
 Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Puskesmas, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau
dokter praktik perorangan yang melakukan produksi, Penyaluran, atau Penyerahan
Narkotika,Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat pencatatan
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi.
 Toko Obat yang melakukan penyerahan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi.
 Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit terdiri
atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
b. Jumlah persediaan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. Jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
f. jumlah yang disalurkan/diserahkan;
g. nomor batchdan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran/penyerahan; dan
h. paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
 Pencatatan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
dibuat sesuai dengan dokumen penerimaan dan dokumen penyaluran termasuk
dokumen impor, dokumen ekspor dan/atau dokumen penyerahan.

Pelaporan (Permenkes no 3 tahun 2015)


 Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan produksi dan penyaluran
produk jadi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi setiap bulan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
 BF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan
dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat
jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala
Badan/Kepala Balai.
 Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan
laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
dalam bentuk obat jadi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
 Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
atau Kabupaten/Kota setempatdengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.
 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) paling sedikit
terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f. jumlah yang disalurkan; dan
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan
awal dan akhir
 Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan
Psikotropika, setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan Kepala Balai setempat.
 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. jumlah yang diterima; dan
d. jumlah yang diserahkan
 Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dan ayat (6)
dapat menggunakan sistem pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi secara elektronik.
 Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4 ) dan ayat (6)
disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya.

Produksi
UU 35 tahun 2009
 Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi
tertentu yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan setelah dilakukan auditoleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
 Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan rencana
kebutuhan tahunan Narkotika
 Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku,
proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana
kebutuhan tahunan .
 Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
 Pengawasan produksi Narkotika Golongan I untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dilakukan secara ketat oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

Distribusi (Penyaluran )
(Permenkes no 3 tahun 2015)
 Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib memenuhi Cara
Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
 Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan
berdasarkan: a. surat pesanan; atau b.Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan
Obat (LPLPO) untuk pesanan dari Puskesmas.
 Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat berlaku
untuk masing-masing Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi.
 Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika.
 Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk
1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
 Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus terpisah
dari pesanan barang lain.

Pelayanan Kefarmasian
PP 35 tahun 2014 (Pelayanan Kefarmasian di Apotek)
A. Sumber Daya Manusia
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat
Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria:


1. Persyaratan administrasi

a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi

b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku d.Memiliki Surat Izin


Praktik Apoteker (SIPA)
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.

3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional Development


(CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik
melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang
undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar
pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku.

B. Sarana dan prasarana


Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat
menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta
kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan Kefarmasian di


Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
1. Ruang penerimaan Resep Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri
dari tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set
komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan
mudah terlihat oleh pasien.,

2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)


Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas
meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan
sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum
(air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari
pendingin, termometer ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat.
Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat
dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).

3. Ruang penyerahan
Obat Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.

4. Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling,
lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku
catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.

5. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet,
pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus
narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu
dan kartu suhu.

6. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta
Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.

Anda mungkin juga menyukai