Anda di halaman 1dari 47

Modul 6 Morfologi Sungai

MODUL 06

MODUL MORFOLOGI SUNGAI

PELATIHAN PERENCANAAN TEKNIK SUNGAI

2017
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI

Balai Uji Coba Sistem Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-
Modul 6 Morfologi Sungai

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
pengembangan Modul Morfologi Sungai sebagai materi inti/substansi dalam
Pelatihan Perencanaan Teknik Sungai. Modul ini disusun untuk memenuhi
kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang sumber daya
air.

Modul morfologi sungai terpadu disusun dalam 3 (tiga) bagian yang terbagi atas
Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis
diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami dan
menerapkan materi morfologi air. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul
ini lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang SDA.

Bandung, Oktober 2017


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi

Ir. K. M. Arsyad, M.Sc.


NIP. 19670908 199103 1 006

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi i


Modul 6 Morfologi Sungai

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL....................................................................iv
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang...............................................................1
B. Deskripsi Singkat...........................................................1
C. Tujuan Pembelajaran.....................................................1
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok..............................2
E. Estimasi Waktu..............................................................2
MATERI POKOK 1 PROSES FLUVIAL DAN PEMBENTUKAN SUNGAI.............3
1.1 Proses Fluvial dan Pembentukan Sungai...................................................3
1.1.1 Zona 1 : Zona Pemasok Sedimen........................................................3
1.1.2 Zona 2 : Zona Transportasi Sedimen...................................................4
1.1.3 Zona 3 : Zona pengendapan.................................................................4
1.2 Bentuk Sungai.............................................................................................4
1.3 Dataran Banjir dan Formasi Delta.............................................................11
1.4 Lensa Pasir/ Kipas Aluvial.........................................................................12
1.5 Bentuk Alur Sungai....................................................................................12
1.5.1 Alur Bercabang (Braided Stream).......................................................12
1.5.2 Sungai Bermeander............................................................................15
1.5.3 Proses Meandering.............................................................................16
1.5.4 Tanggul dan Rawa Alamiah................................................................18
1.6 Latihan.......................................................................................................18
1.7 Rangkuman................................................................................................19
MATERI POKOK 2 STABLE CHANNEL...............................................................20
2.1 Kestabilan Alur Sungai..............................................................................20
4.1 Latihan.......................................................................................................26
4.2 Rangkuman................................................................................................26
MATERI POKOK 3 PENGARUH KEGIATAN MANUSIA DAN BANGUNAN
TERHADAP SUNGAI 27

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi ii


Modul 6 Morfologi Sungai

3.1 Pengaruh Kapasitas Palung/ Kanalisasi/ Normalisasi..............................27


3.2 Sudetan......................................................................................................29
3.3 Galian Komoditas tambang ( galian C )....................................................29
3.4 Jembatan...................................................................................................30
3.5 Latihan.......................................................................................................32
3.6 Rangkuman................................................................................................32
PENUTUP 41
A. Simpulan.....................................................................41
B. Tindak Lanjut..............................................................41
EVALUASI FORMATIF 42
A. Soal..............................................................................42
B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut...............................43
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
KUNCI JAWABAN

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iii
Modul 6 Morfologi Sungai

DAFTAR GAMBAR

3
4
4
5
11
12
14
15
16
16
17
18
1
2
22
23
28
28
0
1

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iv


Modul 6 Morfologi Sungai

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Deskripsi
Modul morfologi sungai ini terdiri dari 3 (tiga) materi pokok. Materi pokok pertama
membahas proses fluvial dan pembentukan sungai. Materi pokok kedua
membahas stable channel. Materi pokok ketiga membahas pengaruh kegiatan
manusia dan bangunan terhadap sungai.

Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang


berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk memahami
dan menerapkan morfologi sungai dalam kaitannya dengan perencanaan
pemanfaatan sungai dalam skala besar. Setiap materi pokok dilengkapi dengan
latihan yang menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah
mempelajari materi pada materi pokok.

Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak
dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dan
menerapkan dengan baik materi yang merupakan materi inti/substansi dari
Pelatihan Perencanaan Teknik Sungai. Untuk menambah wawasan, peserta
diharapkan dapat membaca terlebih dahulu materi yang berkaitan dengan
morfologi sungai dari sumber lainnya.

Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan
kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Pengajar/Widyaiswara/Fasilitator,
adanya kesempatan diskusi, tanya jawab dan peragaan.

Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat
Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board
dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan
ajar.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi v


Modul 6 Morfologi Sungai

Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan mampu
memahami dan menerapkan morfologi sungai dalam kaitannya dengan
perencanaan pemanfaatan sungai dalam skala besar.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vi


Modul 6 Morfologi Sungai

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelatihan Perencanaan Teknik Sungai adalah hal yang relevan dan penting untuk
dilaksanakan demi keberhasilan dan menjaga agar Perencanaan Pemanfaatan
Sungai dilakukan dengan baik dan benar, sehingga sarana dan prasarana dapat
berhasil guna dan berdaya guna. Bentang alam sebagai tempat sungai berada
merupakan sebuah sistem yang terbuka. Ada beberapa input energi yang sangat
variatif yang bekerja di bentang alam ini antara lain : energi potensial (gravitasi)
energi panas (sinar matahari) energi kinetic (gerakan mekanis) energi kimia (air
atmosfir dan kerak bumi). Energi-energi itu secara terus menerus bekerja
terhadap sungai dan bentang alamnya baik sungai sebagai wadah air maupun
seluruh komponen lingkungannya dan menimbulkan perubahan terhadap bentuk
morfologi sungai.

B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan mengenai morfologi
sungai dan khususnya pemahaman mengenai pengaruh fluvial, pembentukan
sungai, stable channel dan pengaruh kegiatan manusia dan bangunan terhadap
sungai yang disajikan dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab,
diskusi serta peragaan.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan
mampu memahami dan menerapkan materi morfologi sungai.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan mampu:
a. Menjelaskan dan menerapkan proses fluvial dan pembentukan sungai,
b. Menjelaskan dan menerapkan stable channel,
c. Menjelaskan dan menerapkan pengaruh kegiatan manusia dan bangunan
terhadap sungai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 1


Modul 6 Morfologi Sungai

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Dalam modul hidrologi sungai ini akan membahas materi:
1. Proses Fluvial dan Bentuk Sungai
a. Proses fisik morfologi sungai,
b. Bentuk sungai,
c. Dataran banjir dan formasi delta,
d. Lensa Pasir/ Kipas Aluvial (Aluvial Fans),
e. Bentuk alur sungai,
a. Alur bercabang,
f. Sungai bermeander,
g. Proses meandering,
h. Tanggul dan rawa alamiah.
2. Stable Channel
a. Kestabilan alur sungai
3. Pengaruh Kegiatan Manusia dan Bangunan Terhadap Sungai
a. Peningkatan kapasitas palung/ kanalisasi/ normalisasi,
b. Sudetan,
c. Galian komoditas tambang ( galian C ),
d. Jembatan.

E. Estimasi Waktu
Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
mata pelatihan “Morfologi sungai” ini adalah 5 (lima) jam pelajaran (JP) atau
sekitar 225 menit.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 2


Modul 6 Morfologi Sungai

MATERI POKOK 1
PROSES FLUVIAL DAN PEMBENTUKAN SUNGAI

Indikator keberhasilan : setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan


mampu menjelaskan dan menerapkan proses fluvial dan pembentukan sungai
secara benar.

1.1 Proses Fluvial dan Pembentukan Sungai


Beberapa faktor alam mempengaruhi proses fisik morfologi sungai. Sejalan
dengan aliran air mengalir ke hilir energi bergerak mengikuti transport air dan
material di dalam palung sungai dan dataran banjir. Schumm (1977) membagi 3
zona interaksi air dan lahan dalam system fluvial sbb :

1.1.1 Zona 1 : Zona Pemasok Sedimen


Merupakan bagian hulu DAS memiliki lembah berbentuk v yang langsung
merupakan tebing sungai. Sungai memiliki kemiringan memanjang yang curam
serta butiran sedimen yang besar. Aliran air mengalir deras dengan kecepatan
tinggi. Banyak terjadi aktifitas erosi dari tebing dan dasar sungai.

Gambar I.1 – Zona pemasok

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 3


Modul 6 Morfologi Sungai

1.1.2 Zona 2 : Zona Transportasi Sedimen

Letaknya di hilir zona 1 sungai mulai


membentuk dataran banjir. Di zona
ini sedimen dari hulu yang berasal
dari hasil erosi tebing dan dasar
sungai didistribusi ke hilir. Sedimen
bervariasi dari batu kerikil dibagian
hulu sampai lumpur dan lempung di
bagian hilir semua bergerak ke
bawah. Meander mulai bergerak
lateral, setelah banjir sedimen halus
mengisi dataran banjir.
Gambar I.2 – Zona transportasi sedimen

1.1.3 Zona 3 : Zona pengendapan


Zona ini terletak paling bawah dekat
dengan muara. Semua yang berasal dari
zona 1 dan 2 terkumpul di sini. Di sungai
alami zona ini merupakan daerah
kehidupan satwa liar yang amat potensial.

Gambar I.3 – Zona pengendapan

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 4


Modul 6 Morfologi Sungai

1.2 Bentuk Sungai


Sungai juga dapat diklasifikasi menurut usianya. Ada beberapa metode yang
digunakan untuk menentukan umur sungai, salah satu metode yang digunakan
adalah mempertimbangkan sungai dari sudut geomorfologi. Sungai diklasifikasi
menjadi sungai tua, dewasa dan sungai muda.

Sungai muda adalah bentuk awal alur sungai. Alur terbentuk di permukaan tanah
oleh aliran air. Biasanya bentuk alur seperti “huruf V”, alur tidak beraturan dan
terdiri dari beberapa bagian, bagian tertentu mudah tererosi dan bagian lain tidak
mudah tererosi. Sebagai contoh sungai muda adalah sungai-sungai yang terletak
di pegunungan beserta anak-anak sungai yang terbentuk oleh aliran permukaan.

Sungai dewasa adalah perkembangan selanjutnya dari sungai muda, dengan sifat-
sifat lembah sungai yang cukup lebar, kemiringan dasar sungai relatif flat/datar,
dan formasi tebing terbentuk dari hasil longsoran tebing sebelah hulu. Material
dasar sungai terbentuk dari material bergradasi hasil dari endapan angkutan
sedimen. Sungai dewasa mempunyai bantaran yang relatif sempit, dan biasanya
meander sungai sudah terbentuk. Dataran sungai dewasa biasanya sudah
mempunyai lebar yang cukup, sehingga ditempat tersebut lahannya sudah banyak
yang dimanfaatkan oleh masyarkat, baik untuk pertanian maupun pemukiman.
Untuk mencegah labilnya alur sungai dewasa, maka ditempat-tempat tertentu
banyak dilakukan usaha stabilisasi sungai dan perlindungan tebing sungai untuk
mencegah perubahan/ perpindahan alur sungai.

Sungai tua merupakan perkembangan selanjutnya dari sungai dewasa. Sebagai


akibat dari proses erosi dan sedimentasi yang terus menerus, lembah sungai
terbentuk dengan lebar sungai menjadi lebih lebar dan kemiringan dasar sungai
menjadi lebih landai. Meander dan panjang meander yang terbentuk masih lebih
sempit dari lembah sungainya. Ciri lain dari sungai tua adalah di kanan-kiri sungai
terbentuk tanggul alam dan banyak terbentuk rawa-rawa. Banyak terjadi anak

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 5


Modul 6 Morfologi Sungai

sungai yang terbentuk sejajar dengan induk sungainya pada jarak yang cukup
panjang sebelum bermuara kembali ke induk sungainya.

Rawa yang terbentuk Tanggul Alam

Dataran banjir Palung Sungai

Gambar I.4 – Bentuk sungai

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 6


Modul 6 Morfologi Sungai

1.3 Dataran Banjir dan Formasi Delta


Dengan berjalannya waktu, proses erosi berjalan terus baik melalui proses erosi
permukaan maupun erosi yang terjadi di badan sungai, disertai longsoran-
longsoran tebing, maka material hasil erosi tersebut akan terangkut ke arah hilir,
sehingga terbentuk tebing-tebing sungai yang berfungsi sebagai batas alur sungai
dan pembentukan meander sungai. Dengan banyaknya angkutan sedimen yang
terbawa arus sungai, maka seterusnya sedimen tersebut akan diendapkan di
daerah yang relatif rendah dan selanjutnya akan terbentuk dataran banjir.

Pada tempat-tempat tertentu di hilir dekat muara dimana kemiringan sungai relatif
datar dan turbulensi aliran kecil akan terjadi endapan sungai yang selanjutnya
akan membentuk “delta” sungai.

Hal lain yang akan terjadi adalah alur sungai akan menjadi lebih panjang dan
kemiringan dasar sungai akan mengecil. Dasar sungai sebelah hulu akan
bertambah tinggi akibat sedimentasi dan elevasi muka air banjir rata-rata akan
lebih tinggi. Apabila ditinjau lebih lanjut maka makin lama akan terlihat bahwa
dataran banjir akan bertambah tinggi.

Gambar I.5 – Dataran banjir dan formasi delta

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 11


Modul 6 Morfologi Sungai

1.4 Lensa Pasir/ Kipas Aluvial


Hal lain yang banyak terjadi di sungai, adalah lensa pasir/kipas aluvial (alluvial
fans). Lensa pasir terbentuk pada tempat dimana terjadi peralihan dasar sungai
yang curam ke dasar sungai yang datar. Dengan adanya perubahan dasar sungai
yang sekonyong-konyong dari curam ke dasar sungai yang datar, akan terjadi
proses pengendapan terhadap beban sedimen yang cukup banyak, dan
selanjutnya akan terjadi lensa-lensa pasir. Proses terjadinya lensa pasir hampir
sama dengan proses terjadinya delta, dan keduanya akan memperkecil
kemiringan dasar sungai beserta kecepatannya.

Gambar I.6 – Kipas alluvial

1.5 Bentuk Alur Sungai


Apabila kita akan mempelajari mengenai morfologi sungai, hal yang sangat
membantu adalah melakukan studi terhadap profil dan situasi sungai secara
keseluruhan. Dari situasi sungai secara keseluruhan akan nampak sejarah
terjadinya sungai sebagai satu proses yang berkembang dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh dengan adanya rekayasa perubahan terhadap sungai akan
terlihat pengaruhnya terhadap sistem sungai secara keseluruhan.

1.5.1 Alur Bercabang (Braided Stream)


Alur sungai bercabang adalah alur sungai yang terdiri dari beberapa alur dengan
alur satu dan lainnya saling berhubungan. Penyebab utama terjadinya alur
bercabang adalah tingginya beban sedimen dasar, sehingga arus sungai tidak

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 12


Modul 6 Morfologi Sungai

mampu untuk mengangkut. Banyaknya sedimen lebih berpengaruh dibandingkan


dengan besar butir terhadap pembentukan alur sungai bercabang.

Apabila beban sedimen terlalu banyak, maka proses pengendapan akan terjadi,
sehingga dasar sungai akan naik dan berakibat kemiringan dasar sungai juga
bertambah dan selanjutnya akan terjadi keseimbangan. Dengan bertambahnya
kemiringan dasar, maka kecepatan air akan naik dan selanjutnya akan terbentuk
beberapa alur (alur bercabang), sehingga secara keseluruhan sungai akan
menjadi lebih lebar. Hal lain yang terjadi pada alur bercabang adalah tebing yang
relatif mudah tererosi. Apabila tebing alur sungai mudah tererosi, maka pada saat
muka air tinggi lebar sungai akan menjadi lebih lebar dan pada saat air rendah
endapan akan menjadi stabil dan terbentuk pulau-pulau.

Pada umumnya alur bercabang (braided channel) mempunyai kemiringan dasar


yang cukup besar, beban sedimen dasar lebih besar dibandingkan dengan beban
sedimen melayang, dan kandungan lumpur dan lempung relatif kecil.Tidak mudah
melakukan kegiatan pekerjaan di daerah sungai yang bercabang, karena kondisi
sungainya relatif tidak stabil, alinyemen alur sewaktu-waktu berubah dengan
cepat, angkutan sedimen yang cukup besar, dan keadaan sungainya sulit dapat
diperkirakan.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 13


Modul 6 Morfologi Sungai

Gambar I.7 – Sungai bercabang-cabang (braided river)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 14


Modul 6 Morfologi Sungai

1.5.2 Sungai Bermeander


Sungai bermeander dapat didefinisikan sebagai sungai yang mempunyai alur
berbelok-belok, sehingga hampir menyerupai huruf “S” berulang. Sungai
bermeander terbentuk oleh adanya pergerakan menyamping akibat arus sungai
terhadap formasi dan perubahan bentuk lengkungan sungai. Arus yang berbelok-
belok juga akan terjadi pada sungai yang relatif lurus. Pada kenyataannya, hampir
sebagian besar pada sungai yang lurus akan terjadi arus yang berbelok-belok dan
akan terjadi endapan setempat-setempat yang selanjutnya dalam
perkembangannya dapat terbentuk meander.

Keterangan:
: panjang meander
A Wm
rc Wm: lebar meander
m
rc: jari-jari meander
A: Amplitudo
: sudut arah lengkungan

Gambar I.8 - Skema meander

Meander sungai terdiri dari lubuk (“pool”) dan alur silang (“crossing”). Thalweg
atau palung/alur utama, alur dari satu lubuk ke lubuk berikutnya membentuk
sungai dengan Tipe “S”. Di tempat lubuk bentuk tampang lintang alurnya
berbentuk segitiga. Endapan akan terjadi di lengkungan dalam. Di tempat alur
silang sungai, tampang lintangnya berbentuk segiempat dengan kedalamannya
lebih dangkal. Pada saat air rendah, kecepatan air tempat ini lebih cepat
dibandingkan kecepatan air di lubuk.

Dari beberapa penelitian diperoleh kesimpulan bahwa panjang meander kira-kira


antara 10 – 14 kali lebar sungai pada kondisi bankfull, atau dapat dinyatakan
dalam debit bankfull L = 46Q0.39

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 15


Modul 6 Morfologi Sungai

Palung/Thalweg

Palung

Alur silang
(crossing) Palung
Lubuk
(Pool)

Gambar I.9 - Skema bentuk meander

Gambar I.10 - Sungai bentuk meander

1.5.3 Proses Meandering


Pada umumnya, sungai alluvial tidak berbentuk sungai yang lurus. Palung sungai
akan meliuk-liuk dan membentuk formasi lengkungan. Pada sungai yang lurus,
endapan sungai dan palung sungai selalu berubah-rubah posisinya, sehingga arus
sungai tidak dapat menyebar rata pada seluruh tampang lintang, tetapi berbelok
arah ke tebing yang satu dan tebing lainnya. Pada proses selanjutnya, akan terjadi

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 16


Modul 6 Morfologi Sungai

proses gerusan pada tebing yang disertai dengan longsoran-longsoran dan di


tempat arah yang berlawanan yaitu pada kengkungan dalam dari palung akan
terjadi pengendapan. Pada umumnya, lengkungan alur terbentuk oleh proses
erosi dan pengendapan.

A B Endapan
tengah
Alur silang
Endapan
pinggir
A C
B
Endapan di
sudut dalam

Endapan di
sudut dalam
Endapan di
tengah
Potongan A – A Potongan B – B

Potongan C – C
Gambar I.11 - Proses meandering

Proses pembentukan alur sungai sebagai akibat proses erosi dan pengendapan
tersebut akan berjalan terus, sehingga alur sungai akan terbentuk berupa alur
yang menyerupai huruf “S” dan selanjutnya disebut Sungai Bermeander
(Meandering River). Apabila proses erosi dan pengendapan terus berjalan dalam
waktu yang cukup panjang, proses pembentukan meander berjalan terus dan
pada kondisi tertentu lengkungan meander akan terputus dan terbentuk alur
meander baru. Bekas meander tersebut lama kelamaan akan terisi oleh endapan
sungai dan terbentuk lengkungan-lengkungan danau (“oxbow”), dimana
pengendapan akan lebih banyak terjadi pada posisi dekat alur aktif.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 17


Modul 6 Morfologi Sungai

Gambar I.12 – Danau oxbow

1.5.4 Tanggul dan Rawa Alamiah


Tanggul alamiah (‘natural levee’) merupakan gambaran dari kondisi sistem sungai
tua. Tanggul alamiah terbentuk dekat dengan alur sungai sebagai proses
pengendapan material sungai akibat luapan banjir yang membawa sedimen.
Material yang kasar akan terendapkan lebih dekat dengan palung sungai yang
halus akan terendapkan agak jauh dari palung. Material kasar lama kelamaan
membentuk tanggul alam, dan biasanya mempunyai kemiringan yang cukup
curam, dan terjadi perbedaan elevasi dengan lokasi yang lebih jauh dari palung
sungai dan terbentuklah rawa alami.

1.6 Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan secara singkat masing-masing zona interaksi air dan
lahan dalam sistem fluvial!
2. Jelaskan proses terjadinya dataran banjir!
3. Sebutkan bentuk-bentuk alur sungai!

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 18


Modul 6 Morfologi Sungai

1.7 Rangkuman
Beberapa faktor alam mempengaruhi proses fisik morfologi sungai. Schumm
(1977) membagi 3 zona interaksi air dan lahan dalam sistem fluvial yaitu zona
pemasok sedimen, zona transportasi sedimen, zona pengendapan. Sungai juga
dapat diklasifikasi menurut usianya. Ada beberapa metode yang digunakan untuk
menentukan umur sungai, salah satu metode yang digunakan adalah
mempertimbangkan sungai dari sudut geomorfologi. Sungai diklasifikasi menjadi
sungai tua, dewasa dan sungai muda.

Dataran banjir terbentuk karena proses erosi berjalan terus baik melalui proses
erosi permukaan maupun erosi yang terjadi di badan sungai, disertai longsoran-
longsoran tebing, maka material hasil erosi tersebut akan terangkut ke arah hilir,
sehingga terbentuk tebing-tebing sungai yang berfungsi sebagai batas alur sungai
dan pembentukan meander sungai. Dengan banyaknya angkutan sedimen yang
terbawa arus sungai, maka seterusnya sedimen tersebut akan diendapkan di
daerah yang relatif rendah.Pada tempat-tempat tertentu di hilir dekat muara
dimana kemiringan sungai relatif datar dan turbulensi aliran kecil akan terjadi
endapan sungai yang selanjutnya akan membentuk “delta” sungai. Selain itu
dalam sungai terdapat juga lensa pasir yang terbentuk pada tempat di mana
terjadi peralihan dasar sungai yang curam ke dasar sungai yang datar.

Apabila kita akan mempelajari mengenai morfologi sungai, hal yang sangat
membantu adalah melakukan studi terhadap profil dan situasi sungai secara
keseluruhan. terdapat beberapa bentuk alur sungai, yaitu alur bercabang (braided
stream), sungai bermeander, proses meandering, tanggul dan rawa alamiah.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 19


Modul 6 Morfologi Sungai

MATERI POKOK 2
STABLE CHANNEL

Indikator keberhasilan : setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan


mampu menjelaskan dan menerapkan stable channel.

2.1 Kestabilan Alur Sungai


Secara kuantitatif, prediksi sungai perubahan sungai dapat dilakukan apabila
jumlah data mencukupi dengan ketelitian yang memadai. Biasanya dalam praktek,
jumlah data yang diperlukan kurang memadai, sehingga analisa yang dipakai
adalah analisa kualitatif.

Sebagai contoh studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti dengan estimasi
kualitatif adalah sbb:
1. Lane (1955)
Studi dilakukan dalam rangka mempelajari perubahan sungai dengan
perubahan debit air dan debit sedimen.
2. Studi yang serupa juga dilakukan oleh peneliti lain, seperti yang dilakukan
oleh Leopold dan Muddock (1953), Schumn (1971) dan Santos-Cayado
(1972).

Hasil studi yang dilakukan menghasilkan rumusan, sbb:


a. Kedalaman aliran berbanding langsung dengan debit air dan berbanding
terbalik dengan debit sedimen.
b. Lebar alur berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen.
c. Bentuk alur, dinyatakan dalam nilai banding lebar dan kedalaman
dipengaruhi langsung oleh debit sedimen.
d. Panjang meander, adalah berbanding langsung dengan debit air dan debit
sedimen.
e. Kemiringan dasar alur sungai berbanding terbalik dengan debit air, tetapi
berbanding langsung oleh debit sedimen dan besaran butir.
f. Sinuositas alur sungai adalah berbanding langsung dengan kemiringan
dasarnya dan berbanding terbalik dengan debit sedimen.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 20


Modul 6 Morfologi Sungai

Perlu diketahui bahwa hasil rumusan tersebut hanya berlaku pada sungai-sungai
alamiah, dan tidak berlaku pada alur-alur buatan dengan material tebing yang
tidak berasal dari hasil sedimentasi.

Gambar II.1 - Channel evolution model

Sebagai contoh, sebuah anak sungai dengan beban sedimen yang cukup besar,
maka akan mempengaruhi sungai utamanya, yaitu beban sedimen akan
bertambah (Qs+).
Untuk memudahkan gambaran, anggap pertambahan debit tidak begitu besar,
sehingga debit Q dianggap konstan, maka hal yang terjadi adalah kemiringan
dasar sungainya akan bertambah (I+).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 21


Kond
keseimbangan
awal
Modul 6 Morfologi Sungai

C’
Kondisi keseimbangan akhir
Gambar II.2 - Perubahan kemiringan dasar sungai akibat pertambahan
sedimen
A
Garis CA (kemiringan dasar awal) akan berubah menjadi C’A. Hulu muara sungai
Base awal

akan terpengaruh, dan menyesuaikan dengan proses agradasi yang terjadi di hilir
muaranya.

Kejadian sebaliknya terjadi apabila di sungai dibangun bendungan. Adanya


bendungan akan mempengaruhi pola debit air dan debit sedimen. Debit air keluar
dari bendungan bisa lebih kecil atau sama dengan debit sungai semula, tetapi
debit sedimen yang keluar dari bendungan dapat dikatakan mendekati nol.

Kondisi keseimbangan
awal
C
Kondisi keseimbangan akhir Degradasi di hilir bendungan
C’
Base awal

Gambar II.3 - Perubahan kemiringan dasar sungai di hilir bendungan

Alur sungai alluvial memiliki 9 derajat kebebasan :


1) average bankfull width (W),
2) depth (d),
3) maximum depth (dm),
4) height and wave length of bedforms,
5) slope (S),
6) velocity (V),
7) sinuosity (p),
8) meander length (Z).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 22


Modul 6 Morfologi Sungai

Ke 9 variabel ini mengalami perubahan menerus dengan gerusan dan


pengendapan.
Jika ruas sungai mencapai regime, variabel ini jadi dependent variabel.
a) Ruas sungai dalam kondisi regime artinya untuk waktu yang relatif lama
dimensi alur tidak berubah. Pada ruas sungai tersebut tidak ada gerusan
dan/atau pengendapan, sediment load yang datang sama dengan yang
pergi
b) Variabel yang kemudian menentukan kondisi regime sungai adalah:
discharge (Q), sedimen load (Qs), ukuran bed and bank material (D), valley
slope (S) dan bank vegetation. Ke 5 variabel ini adalah independent
variabel.

Dalam setiap kejadian, hubungan antara pengaruh angkutan sedimen dasar dapat
digambarkan, sbb:

Q.I ~ Qs.D50
…………………………… (3.1.3)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 23


Modul 6 Morfologi Sungai

Gambar II.4 - Lane’s equation


Setiap perubahan aliran dan dimensi karena rekayasa akan merubah
keseimbangan (regime), karena akan memicu terjadinya gerusan dan
pengendapan menuju ke regime yang baru.

Gerusan terjadi jika gaya gesek (tractive force) yang terjadi > shear stress ijin
Gerusan akan terus terjadi sampai sediment transport capacity tercapai. Ketika
debit mengecil sediment mulai dilepas dan mengendap di suatu tempat di hilir.

Sungai alluvial tidak pernah mempunyai bentuk geometri yang permanen, karena
tampang melintang dan slopenya selalu berubah
• The engineer who alters natural equilibrium relations by diversion or
damming or channel improvement measures will often find that he has
the bull by the tail and is unable to let go, as he continues to correct or
suppress undesirable phases of the chain reaction of the stream to the
initial ‘stress’.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 24


Modul 6 Morfologi Sungai

• He will necessarily place increasing emphasis on study of the genetic


aspect of the equilibrium in order that he may work with rivers, rather
than merely on them. ( Concept of the graded river – J. Hoover Mackin,
1937).

• Too often the net result of river improvement is a greater departure from
equilibrium than in the original situation. Good engineering must always
try to improve the tendency of the stream toward equilibrium. Predicting
the response of the river is a complex task in view of the large number of
parameters involved that are interrelated ( River Dynamics – H.N.C
Breusers, 1988).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 25


Modul 6 Morfologi Sungai

4.1 Latihan
1. Jelaskan prediksi perubahan sungai secara kuantitatif!
2. Sebutkan tiga hasil studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti dengan
estimasi kualitatif!
3. Sebutkan derajat kebebasan Alur sungai alluvial!

4.2 Rangkuman
Secara kuantitatif, prediksi sungai perubahan sungai dapat dilakukan apabila
jumlah data mencukupi dengan ketelitian yang memadai. Biasanya dalam praktek,
jumlah data yang diperlukan kurang memadai, sehingga analisa yang dipakai
adalah analisa kualitatif. Terdapat contoh studi yang dilakukan oleh beberapa
peneliti dengan estimasi kualitatif yaitu oleh Lane (1955), Leopold dan Muddock
(1953), Schumn (1971) dan Santos-Cayado (1972) Studi dilakukan dalam rangka
mempelajari perubahan sungai dengan perubahan debit air dan debit sedimen.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 26


Modul 6 Morfologi Sungai

Hasil studi yang dilakukan menghasilkan rumusan kedalaman aliran berbanding


langsung dengan debit air dan berbanding terbalik dengan debit sedimen, lebar
alur berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen, bentuk alur
dinyatakan dalam nilai banding lebar dan kedalaman dipengaruhi langsung oleh
debit sedimen, panjang meander adalah berbanding langsung dengan debit air
dan debit sedimen, kemiringan dasar alur sungai berbanding terbalik dengan debit
air tetapi berbanding langsung oleh debit sedimen dan besaran butir, sinuositas
alur sungai adalah berbanding langsung dengan kemiringan dasarnya dan
berbanding terbalik dengan debit sedimen. Perlu diketahui bahwa hasil rumusan
tersebut hanya berlaku pada sungai-sungai alamiah, dan tidak berlaku pada alur-
alur buatan dengan material tebing yang tidak berasal dari hasil sedimentasi.

Alur sungai alluvial memiliki 9 derajat kebebasan yaitu average bankfull width (W),
depth (d), maximum depth (dm), height and wave length of bedforms, slope (S),
velocity (V), sinuosity (p), meander length (Z). Sungai alluvial tidak pernah
mempunyai bentuk geometri yang permanen, karena tampang melintang dan
slopenya selalu berubah.

MATERI POKOK 3
PENGARUH KEGIATAN MANUSIA DAN BANGUNAN TERHADAP SUNGAI

Indikator keberhasilan : setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan


mampu menjelaskan dan menerapkan pengaruh kegiatan manusia dan
bangunan terhadap sungai .

3.1 Pengaruh Kapasitas Palung/ Kanalisasi/ Normalisasi


Peningkatan kapasitas palung sungai paling lazim dilakukan untuk pengendalian
banjir yaitu dengan memperbesar kapasitas pengaliran. Cara ini termasuk jenis
cara “hard engineering’ yang jika dilakukan secara sembarangan dapat
mengakibatkan efek yang merugikan antara lain mengalirnya banjir secara cepat
ke hilir, dan terjadinya pengendapan pada saat debit kecil. Untuk itu peningkatan
kapasitas palung sungai sebaiknya dilakukan cukup untuk mengembalikan kepada

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 27


Modul 6 Morfologi Sungai

posisi yang pernah ada (re-section), membuka penyempitan dan tidak merubah
dimensi palung sungai secara drastis.

Peningkatan kapasitas palung akan merubah salah satu atau beberapa variable
dimensi palung sungai (kemiringan,lebar palung, kedalaman, diameter butiran
sedimen). Perubahan ini membawa pengaruh besar pada keseimbangan fisik
sungai dengan adanya perubahan satu atau lebih variable hidrolik menuju ke
keseimbangan baru. Tergantung variabel yang diubah dan perubahan yang terjadi
umumnya pekerjaan normalisasi memunculkan warisan kepada generasi
berikutnya suatu pekerjaan baru berupa pekerjaan perkuatan dan/atau
perlindungan tebing atau pekerjaan operasi pemeliharaan yang menerus. Selain
itu kanalisasi juga cenderung memutus hubungan antara dataran banjir dengan
sungai, sehingga kemampuan menampung banjir menjadi berkurang justru dibuat
segera mengalir ke hilir sehingga puncak banjir di hilir semakin tinggi.

Kanalisasi juga berpengaruh besar terhadap hilangnya tetumbuhan di sempadan


(riparian) mengakibatkan temperature air sungai lebih panas, oksigen terlarut
berkurang dan berkurangnya keanekaragaman hayati.

Gambar III.1 – Sungai terputus dari hasil dataran banjir

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 28


Modul 6 Morfologi Sungai

Gambar III.2 – Sungai dengan dataran banjir yang bagus

3.2 Sudetan
Dengan adanya sudetan maka terjadi perubahan kemiringan dasar sungai di
lokasi sudetan. Hal ini akan memicu terjadinya degradasi dasar sungai di hulu
sudetan karena meningkatnya kecepatan di hulu sudetan. Hal sebaliknya akan
terjadi di hilir sudetan yaitu terjadi agradasi. Sudetan sering dipakai sebagai cara
konvensional dalam pengendalian banjir yaitu dapat menurunkan elevasi muka
air di hulu sudetan, tapi sebaliknya membuat tingginya elevasi muka air di hilir
sudetan. Pengaruh sudetan untuk mengendalikan banjir sebenarnya mirip dengan
normalisasi yaitu mempercepat puncak banjir bergerak ke hilir dengan kata lain
sebenarnya hanya memindahkan masalah banjir dari hulu ke hilir.

3.3 Galian Komoditas tambang ( galian C )


Galian C banyak dilakukan di sungai-sungai yang mengandung bahan-bahan
pasir batu dan kerikil. Pengambilan bahan ini di banyak tempat karena tidak
dilakukan secara terrencana telah banyak menimbulkan pengaruh yang
merugikan berupa longsornya bangunan-bangunan di hulu dan di hilir lokasi
pengambilan.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 29


Modul 6 Morfologi Sungai

Secara garis besar dapat disampaikan bahwa menyertai kegiatan pengambilan


bahan komoditas tambang di suatu tempat akan terjadi 2 akibat simultan yaitu
tergerusnya dasar sungai ke arah hulu disebut ‘head cutting’ dan tergerusnya
dasar sungai ke arah hilir disebut degradasi. Keduanya dapat mengakibatkan
kerugian yang cukup besar meliputi antara lain turunnya muka air tanah (sumur-
sumur kering) matinya tetumbuhan di tepi sungai, runtuhnya tanggul, runtuhnya
pondasi bangunan jembatan, perkuatan tebing dan bangunan umum lainnya.
Dalam pemberian izin dan rekomtek semua kerugian yang secara potensi dapat
muncul menyertai kegiatan pengambilan komoditas tambang di sungai harus
diperhitungkan secara analisis ekonomi (B/C ratio).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 30


Modul 6 Morfologi Sungai

Gambar III.3 – Headcutting

3.4 Jembatan
Pengaruh konstruksi jembatan terhadap sungai dapat terjadi secara sangat
kompleks, sehingga perlu dicermati benar dalam upaya memahami pengaruhnya
secara jangka panjang dalam rangka kegiatan rekomtek. Secara skematis
pengaruh timbal balik ke arah hulu dan hilir digambarkan sebagai berikut :

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 31


Modul 6 Morfologi Sungai

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 32


Modul 6 Morfologi Sungai

Gambar III.4 – Tabel respon sungai


3.5 Latihan
1. Apa yang terjadi jika “hard engineering’ dilakukan secara sembarangan?
2. Apa pengaruh dari adanya sudetan untuk mengendalikan banjir?
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari dilakukannya head cutting dan degradasi
secara terus menerus?

3.6 Rangkuman
Terdapat beberapa kegiatan manusia dan bangunan yang berpengaruh terhadap
sungai, kegiatan–kegiatan tersebut yaitu pengaruh kapasitas palung, sudetan,
galian komoditas tambang (galian C), dan jembatan. Peningkatan kapasitas
palung sungai paling lazim dilakukan untuk pengendalian banjir yaitu dengan
memperbesar kapasitas pengaliran. Cara ini termasuk jenis cara “hard
engineering’ yang jika dilakukan secara sembarangan dapat mengakibatkan efek
yang merugikan antara lain mengalirnya banjir secara cepat ke hilir, dan terjadinya
pengendapan pada saat debit kecil. Peningkatan kapasitas palung akan merubah
salah satu atau beberapa variable dimensi palung sungai (kemiringan,lebar
palung, kedalaman, diameter butiran sedimen).

Dengan adanya sudetan maka terjadi perubahan kemiringan dasar sungai di


lokasi sudetan. Sudetan sering dipakai sebagai cara konvensional dalam
pengendalian banjir yaitu dapat menurunkan elevasi muka air di hulu sudetan,

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 33


Modul 6 Morfologi Sungai

tapi sebaliknya membuat tingginya elevasi muka air di hilir sudetan. Galian C
banyak dilakukan di sungai-sungai yang mengandung bahan-bahan pasir batu
dan kerikil. Pengambilan bahan ini di banyak tempat karena tidak dilakukan
secara terrencana telah banyak menimbulkan pengaruh yang merugikan berupa
longsornya bangunan-bangunan di hulu dan di hilir lokasi pengambilan.Pengaruh
konstruksi jembatan terhadap sungai dapat terjadi secara sangat kompleks,
sehingga perlu dicermati benar dalam upaya memahami pengaruhnya secara
jangka panjang dalam rangka kegiatan rekomtek.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 34


Modul 6 Morfologi Sungai

PENUTUP

A. Simpulan
Di dalam modul ini peserta dapat mempelajari, mendalami dan memahami
mengapa morfologi sungai sangat diperlukan dalam melakukan pengelolaan
sumber daya air dalam wilayah sungai. Peserta juga dapat memahami dan
menerapkan materi mengenai proses fluvial dan pembentukan sungai, stable
channel, pengaruh kegiatan manusia dan bangunan terhadap sungai.

Beberapa faktor alam mempengaruhi proses fisik morfologi sungai. Sejalan


dengan aliran air mengalir ke hilir energi bergerak mengikuti transport air dan
material di dalam palung sungai dan dataran banjir. Apabila kita akan mempelajari
mengenai morfologi sungai, hal yang sangat membantu adalah melakukan studi
terhadap profil dan situasi sungai secara keseluruhan. Terdapat beberapa bentuk
alur sungai, yaitu alur bercabang (braided stream), sungai bermeander, proses
meandering, tanggul dan rawa alamiah. Secara kuantitatif, prediksi sungai
perubahan sungai dapat dilakukan apabila jumlah data mencukupi dengan
ketelitian yang memadai. Biasanya dalam praktek, jumlah data yang diperlukan
kurang memadai, sehingga analisa yang dipakai adalah analisa kualitatif.Terdapat
beberapa kegiatan manusia dan bangunan yang berpengaruh terhadap sungai,
kegiatan–kegiatan tersebut yaitu pengaruh kapasitas palung, sudetan, galian
komoditas tambang (galian C), dan jembatan.

Selain itu juga modul ini dapat memberikan gambaran yang jelas dalam
mengimplementasikan kegiatan di atas dalam modul ini juga disertakan ilustrasi
yang berupa gambar/ foto pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

B. Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas
lanjutan untuk dapat memahami dan menerapkan detail perencanaan teknik
sungai dan ketentuan pendukung terkait lainnya, sehingga memiliki pemahaman
yang komprehensif mengenai perencanaan teknik sungai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 41


Modul 6 Morfologi Sungai

EVALUASI FORMATIF

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan diakhir pembahasan modul


morfologi sungai pada Pelatihan Perencanaan Teknik Sungai. Evaluasi ini
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta pelatihan
terhadap materi yang disampaikan dalam modul.

A. Soal
Anda diminta untuk memilih salah satu jawaban yang benar dari petanyaan-
pertanyaan di bawah ini!
1. Schumm (1977) membagi 3 zona interaksi air dan lahan dalam sistem fluvial
di antaranya…..
a. Zona pemasok, zona transportasi, zona endapan
b. Zona pemasok, zona penerima, zona endapan
c. Zona pengangkut sedimen, zona penerima, zona pengendapan
d. Zona pemasok sedimen, zona transportasi sedimen, zona pengendapan
e. Semua benar

2. Berikut ini merupakan klasifikasi sungai berdasarkan umur sungai adalah …..
a. Geomorfologi
b. Sungai muda
c. Sungai anak-anak
d. Sungai bermeander
e. Sungai bercabang

3. Berikut ini merupakan hasil studi yang dilakukan oleh beberapa peneliti
dengan estimasi kualitatif, kecuali …..
a. Kedalaman aliran berbanding langsung dengan debit air dan berbanding
terbalik dengan debit sedimen.
b. Lebar alur berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen.
c. Bentuk alur, dinyatakan dalam nilai banding lebar dan kedalaman
dipengaruhi langsung oleh debit sedimen.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 42


Modul 6 Morfologi Sungai

d. Kemiringan dasar alur sungai berbanding terbalik dengan debit air, tetapi
berbanding langsung oleh debit sedimen dan besaran butir.
e. Panjang meander, adalah tidak berbanding langsung dengan debit air dan
debit sedimen.

4. Adanya bendungan dalam sungai akan mempengaruhi ….


a. Pola debit air dan debit sedimen
b. Pola debit sungai dan debit bendungan
c. Pola debit alir sungai dan debit sedimen
d. Debit sungai dan debit alir sungai
e. Debit air dan debit sungai

5. Berikut ini merupakan kerugian dari head cutting dan degradasi, kecuali .....
a. Turunnya muka air tanah (sumur-sumur kering)
b. Matinya tetumbuhan di tepi sungai
c. Membentuk tanggul
d. Runtuhnya pondasi bangunan jembatan
e. Perkuatan tebing dan bangunan umum lainnya

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta pelatihan terhadap materi yang
dipaparkan dalam materi pokok, gunakan rumus berikut :

Jumlah Jawaban Yang Benar


Tingkat Penguasaan= × 100 %
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan :


90 - 100 % : baik sekali
80 - 89 % : baik
70 - 79 % : cukup
< 70 % : kurang

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 43


Modul 6 Morfologi Sungai

Diharapkan dengan materi yang diberikan dalam modul ini, peserta dapat
memahami dan menerapkan morfologi sungai. Proses berbagi dan diskusi dalam
kelas dapat menjadi pengayaan akan materi morfologi sungai. Untuk
memperdalam pemahaman terkait materi morfologi sungai, diperlukan
pengamatan pada beberapa modul-modul mata pelatihan terkait atau pada modul-
modul yang pernah Anda dapatkan serta melihat variasi-variasi modul-modul yang
ada pada media internet. Sehingga terbentuklah pemahaman yang utuh akan
perencanaan teknik sungai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 44


Modul 6 Morfologi Sungai

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 6 Morfologi Sungai

GLOSARIUM

Air : Semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun


di bawah permukaan tanah, seperti air
permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang
berada di darat.

Aliran Sungai : Daerah sekitar sungai, yang melebar sampai ke


punggung bukit (gunung) yang merupakan
daerah sumber air, tempat semua curahan air
hujan yang jatuh di atasnya mengalir ke dalam
sungai.
Alur sungai : Dasar sungai yang lekuknya dalam dan
memanjang.

DAS : Daerah Aliran Sungai.

Daerah Aliran Sungai : Suatu wilayah daratan yang merupakan satu


kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal
dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas
daratan.
Endapan : Sesuatu yang bercampur dengan barang cair
yang telah turun ke bawah dan bertimbun di
dasar.
Erosi : Hal menjadi aus (berlubang) karena geseran air
(tentang batu).

Kanalisasi : Perihal pembuatan kanal (terusan).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 6 Morfologi Sungai

Palung : Tanah yang berlekuk dalam dan berisi air; paluh.

Rawa : Tanah yang rendah (umumnya di daerah pantai)


dan digenangi air, biasanya banyak terdapat
tumbuhan air.
Sedimentasi : Pengendapan atau hal mengendapkan benda
padat karena pengaruh gaya berat.

Sumber Daya Air Air, sumber air, dan daya air yang dikandung di
dalamnya.

Sungai Aliran
: air yang besar (biasanya buatan alam).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 6 Morfologi Sungai

KUNCI JAWABAN

Berikut ini merupakan kumpulan jawaban atau kata kunci dari setiap butir
pertanyaan yang terdapat di dalam modul. Kunci jawaban ini diberikan dengan
maksud agar peserta pelatihan dapat mengukur kemampuan diri sendiri.

Adapun kunci jawaban dari soal latihan pada setiap materi pokok, sebagai berikut:

Latihan Materi Pokok 1


1. Schumm (1977) membagi 3 zona interaksi air dan lahan dalam sistem
fluvial, yaitu:
a. Zona pemasok sedimen merupakan bagian hulu das memiliki lembah
berbentuk v yang langsung merupakan tebing sungai.
b. Zona transportasi sedimen letaknya di hilir zona 1 sungai mulai
membentuk dataran banjir. Di zona ini sedimen dari hulu yang berasal dari
hasil erosi tebing dan dasar sungai didistribusi ke hilir.
c. Zona pengendapan zona ini terletak paling bawah dekat dengan muara.
Semua yang berasal dari zona 1 dan 2 terkumpul di sini. Di sungai alami
zona ini merupakan daerah kehidupan satwa liar yang amat potensial.
2. Dataran banjir terbentuk karena proses erosi berjalan terus baik melalui
proses erosi permukaan maupun erosi yang terjadi di badan sungai, disertai
longsoran-longsoran tebing, maka material hasil erosi tersebut akan terangkut
ke arah hilir, sehingga terbentuk tebing-tebing sungai yang berfungsi sebagai
batas alur sungai dan pembentukan meander sungai. Dengan banyaknya
angkutan sedimen yang terbawa arus sungai, maka seterusnya sedimen
tersebut akan diendapkan di daerah yang relatif rendah.
3. Bentuk-bentuk alur sungai terdiri dari alur bercabang, sungai bermeander,
proses meandering, tanggul dan rawa alamiah.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 6 Morfologi Sungai

Latihan Materi Pokok 2


1. Secara kuantitatif prediksi perubahan sungai dapat dilakukan apabila
jumlah data mencukupi dengan ketelitian yang memadai. Biasanya dalam
praktek, jumlah data yang diperlukan kurang memadai, sehingga analisa yang
dipakai adalah analisa kualitatif.
2. Hasil studi yang dilakukan menghasilkan rumusan, sbb:
a. Kedalaman aliran berbanding langsung dengan debit air dan berbanding
terbalik dengan debit sedimen.
b. Lebar alur berbanding langsung dengan debit air dan debit sedimen.
c. Bentuk alur, dinyatakan dalam nilai banding lebar dan kedalaman
dipengaruhi langsung oleh debit sedimen.
d. Panjang meander, adalah berbanding langsung dengan debit air dan
debit sedimen.
e. Kemiringan dasar alur sungai berbanding terbalik dengan debit air, tetapi
berbanding langsung oleh debit sedimen dan besaran butir.
f. Sinuositas alur sungai adalah berbanding langsung dengan kemiringan
dasarnya dan berbanding terbalik dengan debit sedimen.
3. Jenis formasi penyimpanan air tanah/akuifer terdiri dari : Akuifer bebas tak
tertekan (Unconfine aquifer); Akuifer tertekan (Confine aquifer); Akuifer semi
tertekan (Semi Confine aquifer) dan Auifer semi bebas (Semi unconfined
Aquifer).
4. Alur sungai alluvial memiliki 9 derajat kebebasan:
a. average bankfull width (W),
b. depth (d),
c. maximum depth (dm),
d. height and wave length of bedforms,
e. slope (S),
f. velocity (V),
g. sinuosity (p),
h. meander length (Z).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 6 Morfologi Sungai

Latihan Materi Pokok 3


1. Hard engineering jika dilakukan secara sembarangan dapat
mengakibatkan efek yang merugikan antara lain mengalirnya banjir secara
cepat ke hilir, dan terjadinya pengendapan pada saat debit kecil.
2. Pengaruh sudetan untuk mengendalikan banjir sebenarnya mirip dengan
normalisasi yaitu mempercepat puncak banjir bergerak ke hilir dengan kata
lain sebenarnya hanya memindahkan masalah banjir dari hulu ke hilir.
3. Head cutting dan degradasi dapat mengakibatkan kerugian yang cukup
besar meliputi antara lain turunnya muka air tanah (sumur-sumur kering)
matinya tetumbuhan di tepi sungai, runtuhnya tanggul, runtuhnya pondasi
bangunan jembatan, perkuatan tebing dan bangunan umum lainnya.

Adapun kunci jawaban dari soal evaluasi formatif, sebagai berikut :


1. d (zona pemasok sedimen, zona transportasi sedimen, zona pengendapan)
2. b (sungai muda)
3. e (panjang meander, adalah tidak berbanding langsung dengan debit air dan
debit sedimen)
4. a (pola debit air dan debit sedimen)
5. c (membentuk tanggul)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi

Anda mungkin juga menyukai