Diagnosis Hematemesis Melena Pada Pasien Sirosis Hepatis
Diagnosis Hematemesis Melena Pada Pasien Sirosis Hepatis
Hipotensi ( 90/60 atau MAP ( 70 mHg ) dengan frekuensi nadi > 100x/menit
Tekanan diastolik orthostatic turun > 10 mmHg atau ssistolik turun >20
mmHg
Frekuensi nadi orthostatic meningkat > 15 x/menit
Akral dingin
Kesadaran menurun
Anuria atau oliguria ( produksi urin < 30 mL/ jam )
2. Stabilitas hemodinamik
3. Pemeriksaan lanjut
Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas hemodinamik, lengkapi
anamnesa. Pemeriksaaan fisik, pemeriksan – pemeriksaan lain yang diperlukan.
Dalam anamnesa perlu ditekankan :
Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
Riwayat perdarahan sebelumnya
Riwayat perdarahan dalam keluarga
Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
Penggunaan obat – obatan terutama NSAID dan antikoagulan
Kebiasaan minum alkohol
Cari kemungkinan penyakit - penyakit yang mendasarinya
Riwayat tranfusi sebelumnya ( 3 )
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan :
Stigmata sirosis hepatis
Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
Tanda – tanda kulit dan mukosa, pada penyakit sistemik yang bisa disertai
perdarahan saluran cerna, misalnya sindroma Peutz- Jeger.
Pemeriksaan dermatologi akan bisa mengungkapkan penyakit lain yang turut bisa
menyebabkan hematemesis melena, seperti pigmentasi peroral pada sindroma Peutz-
Jeghers, fibroma pada neurofibromatosis, kista sebasea serta tumor – tumor tulang
pada sindroma Gardner, pupura yang teraba sering pada vaskulitis, atau pigmentasi
difus pada hemokromatosis.
Pemeriksaan kelenjar limfe yang signifikan atau massa intra abdomen dapat
mencerminkan kelainan signifikan intra abdomen sebagai penyebab perdarahn
tersebut. Pemeriksaan rektum yang cermat sangat penting untuk menyingkirkan
kelainan patologi setempat di samping untuk melihat warna tinja.
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaaan pendahuluan harus mencakup hematokrit, hemoglobin, pemeriksaan
morfologi sel darah merah yang teliti ( eritrosit hipokromik mikrositik menunjukkan
bahwa kehilangan darah secara kronik ), jumlah tromboplastin parsial dan
peemriksaan koagulasi lainnya diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya kelainan pembekuan primer atau sekunder. Peemriksaan labor selanjutnya
didasari diagnosa kerja dan diagnosa banding yang ditegakkan.
Diagnosis pasti sirosis hepatis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati
yang didapatkan melaui biosi hepar.
Tatalaksana hematemesis melena pada pasien sirosis hepatis, terutama yang disebabkan oleh
varises esofagus terdiri atas :
a. Profilaksis primer
b. Kontrol perdarahan aktif
c. Pencegahan terjadinya perdarahan berulang setelah episode perdarahan pertama
a. Tindakan Umum
1. Resusitasi
Pasien dengan perdarahan 500 – 1000 cc perlu diberi infus Dextrose 5 %,
Ringer laktat atau Nacl 0,9 %. Pada penderita sirosis hepatis dengan
ascites / edema tungkai sebaiknya diberi infus dextrose 5 %
Pasien dengan perdarahan yang masif lebih dari 1000 cc dengan Hb
kurang dari 8 % perlu segera ditranfusi
Pada hipovolemik ringan diberi tranfusi sebesar 25 % dari volume normal,
sebaiknya dalam bentuk darah segar
Pada hipovolemik berat / syok, kadang diperlukan tranfusi sampai 40 – 50
% dari volume normal. Kecepatan tranfusi berkisar pada 80 – 100 tetes
atau dapat lebih cepat bila perdarahan masih terus berlangsung, sebaiknya
di bawah pengawasan tekanan vena sentral.
Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu difikirkan adanya DIC,
defisiensi faktor pembekuan pada sirosis hepatis yang lanjut atau
fibrinolisis primer.
Jika darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal
1000 cc, selang seling dengan Dextrose 5 %, karena plasma ekspander
mempenharuh agregasi trombosit.
Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v.
untuk mecegah terjadinya keracunan asam sitrat.
3. Hemostatika
Yang dianjurkan adalah pemberian vitamin K dalam dosis 10 – 40 mg sehari
parenteral, karena bermanfaat untuk memperbaiki defisiensi kompleks
protrombin. Pemberian asam traneksamat dan karbazokrom dapat pula diberikan.
b. Tindakan khusus
1. Medik intensif
Sterilisasi usus dan lavement usus
Terutama pada penderita sirosis hepatis dengan perdarahan varises
esofagus perlu dilakukan tindakan pencegahan terjadinya koma
hepatikum / ensefalopati hepatik yang disebabkan antara lain oleh
peningkatan produksi amoniak pada pemecahan protein darah oleh bakteri
usus.
Hal ini dapat dilakukan dengan jalan :
o Strerilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap
misalnya Neomisin 4 X 1 gram atau kanamycin 4 X 1 gram per
hari, sehingga pembuatan amoniak oleh bakteri berkurang
o Dapat diberikan laktulosa atau sorbitol 200 gram / hari dalam
bentuk larutan 400 cc yang bersifat laksansia ringan atau
magnesiumsulfat 15 g/400 ccmelalui pipa nasogastrik. Selain itu
perlu dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12 – 24 jam.
Untuk pencegahan ensefalopati hepatik dapat diberi infus
Aminofusin hepar 1000 – 1500 cc per hari. Bila pasien telah berada
dalam keadaan prekoma atau koma hepatikum, dianjurkan
pemberian infus Comafusin Hepar 1000 – 1500 cc per hari.
Beta Blocker
Golongan obat ini akan menyebabkan penurunan curah jantung sehingga
aliran darah ke hati dan gastrointestinal akan berkurang, sehingga tekanan
vena portal dapat berkurang.
Infus Vasopresin
Vasopresor mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem
vaskuler sehingga terjadi penurunan aliran darah di aderah splanknik, yang
selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan portal. Karena pembuluh
darah arteri gastrika dan mesentrika ikut mengalami kontraksi, mka selain
di esofagus, perdarahan di lambung dan duodenum juga ikut berhenti.
Vasopresin terutaam diberikan pada peradarahan varises esofagus yang
perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dengan air es.
Cara pemberian vasopresin ialah 20 unit dilarutkan dalam 100 – 200 cc
Dextrose 5 %, diberikan dalam 10 – 20 menit intravena. Efek samping
pada pemberian secara cepat ini yang pernah dilaporkan adalah angina
pektoris, infark miokard, fibrilasi ventrikel dan henti jantung pada
penderita jantung koroner dan usia lanjut, karena efek vasokontriksi dari
vasopresin pada arteri koroner. Kadang juga dikeluhkan kolik
abdomenm ,mual, dan diare. Beberapa ahli lain menganjurkan pemberian
infus vasopresin dengan dosis rendah , yaitu 0,2 unit vasopresin per menit
untuk 16 jam pertama dan bila perdarahan berhenti setelah itu, dosis
diturunkan 0,1 unit per menit untuk 8 jam berikutnya. Pada cara pemnerian
vasopresin dosis rendah lebih sedikit efek samping yang ditemukan. Efek
vasopresin dalam menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas
berkisar anatra 35 – 100 %, perdarahn berulang timbul pada 21 – 80 %,
dan mortalitas berkisar anatra 21 – 80 %. Tamponade dengan balon jenis
Sengstaken Blakemore Tube atau Linton Nachlas Tube diperlukan pada
pasien varises esofagus yang perdarahannya tetap berlangsung setelah
lavas lambung dan infus vasopresin. Prinsipnya adalah mengembangkan
balon di daerah kardia dan esofagus yang aakn menekan dan
menghentikan perdarahan. SB tube terdiri atas 2 balon, masing – masing
untuk labung dan esofagus, sedangkan LN tube terdiri hanya dari 1 balon
yang mengkompresi daerah distal esofagus dan cardia.
Tranfusi darah PRC ( sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb ). Pada kasus varises tranfusi
sampai dengan Hb 10 gr%, sedangkan pada kasus non varises tranfusi sampai dengan Hb 12
gr %. Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma ( misalnya dekstran –
hemacel ) atau NaCl 0,9 % atau RL.
Komplikasi dari sirosis hepatis dapat terjadi secara fungsional, anamtomi maupus neoplastik.
Kelainan fungsi hepatoseluler disebabkan gangguan kemampuan sintesis , detoksifikasi
maupun kelainan sistemik yang sering melibatkan organ ginjal dan endokrin. Kelainan
anatomis terjadi perubahan bentuk parenkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan
menyebabkan hipertensi porta, dengan perubahan alur pembuluh darah balik yang menuju
viseral berupa pirau baik intra maupun ekstra hepatal. Sirosis dapat dibiarkan berlanjut
dengan proses degeneratif yang neoplastik dan dapat menjadi karsinoma hepato seluler. Bisa
juga berupa kelainan ginjal berupa sindrom hepatorenal, nekrosis tubuler akut. Ensefalopati
porto – sistemik, perdarahan varises, peritonitis bakterialis spontan juga dapat terjadi.
Daftar Pustaka :
Sumber : majalah kedokteran Andalas No.2 Vol 31 Juli – Desember 2007, “Sirosis hepatis
Dengan Hipertensi Portal dan Pecahnya Varises esofagus. Yusri Dianne Jurnalis, Yoparva
Sayoeti, Hernofiald
Referensi : sutadi, Sri Mulyani, USU Digitalized library, Sirosis Hepatis dari Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara, 2003