Anda di halaman 1dari 11

BUKTI AUDIT DAN TES TRANSAKSI

Sesi VI
Menurut SA 500 (IAPI, 500.2, 500.4, 500.5, 500.6)
Auditor harus merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tepat sesuai dengan
kondisi untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat.

Bukti audit diperlukan untuk mendukung opini dari laporan auditor. Bukti audit ini memiliki
sifat kumulatif dan terutama diperoleh dari prosedur audit yang dilaksanakan selama
proses audit mengandung baik informasi yang mendukung dan menguatkan mendukung
dan menguatkan asersi manajemen maupun informasi yang bertentangan dengan asersi
tersebut.

Prosedur audit untuk memperoleh bukti audit dapat mencangkup inspeksi, observasi,
konfirmasi, perhitungan kembali, pelaksanaan ulang (reperformance) dan prosedur
analitis, dan sering kali memadukan beberapa prosedur permintaan keterangan dari
manajemen.

Kecukupan dan ketepatan bukti audit saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Kecukupan
adalah ukuran kuantitas bukti audit. Kuantitas bukti audit yang dibutuhkan dipengaruhi oleh
penialaian auditor atas risiko kesalahan penyajian material (makin tinggi risiko, makin banyak
bukti audit yang dibutuhkan), namun, pemerolehan bukti audit tersebut.
Prosedur untuk Memperoleh Bukti Audit
Seperti diisyaratkan dan dijelaskan lebih lanjut salam SA 315 dan SA 330, bukti audit untuk menarik
kesimpulan memadai sebagai basis opini auditor dapat diperoleh dengan melaksanakan:
A. Prosedur penilian risiko; dan
B. Prosedur audit lanjutan, yang terdiri atas:
1. Pengujian pengendalian, ketika diisyaratkan oleh SA atau ketika auditor telah memilih untuk melakukan
hal tersebut; dan
2. Prosedur substantive, termasuk pengujian rinci dan prosedur analitis substantive.

Sebagian besar pengerjaan dalam rangka memberikan pendapat atas lapora keuangan terdiri atas usaha
untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (vadility) bukti tersebut untuk
tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor indenpenden. Dalam hal ini bukti audit (audit
evidence) berbeda dengan bukti hukum ( legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang
ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor
independent dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuanga yang diauditnya. Relevansi,
objektivitas, ketepatan waktu dan keberadaan bukti audit lain yan menguatkan kesimpulan, seluruhnya
berpengaruh terhadap kompetensi bukti
Untuk membuktikan efektif tidaknya pengendalian intern disuatu perusahaan, akuntan public harus
melakukan compliance test atau test of recorded transaction.
Untuk membuktikan kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan posisi keuangan (neraca) dan laba rugi,
akuntan public harus melakukan substantive test dan analytical review.
1 SIFAT BUKTI AUDIT (AUDIT EVIDENCE)
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri atas akuntansi dan semua informasi penguasa yang tersedia bagi
auditor.
Jurnal, buku besar dan buku pembantu, dan buku pedoman akuntansi yang berkaitan, serta catatan seperti
lembaran kerja (work sheet) dan spreed sheet yang mendukung alokasi biaya, perhitungan dan rekonsiliasi keseluruhannya
merupakan bukti yang mendukung laporan keuangan. Data akuntansi ini seringkali dalam bentuk elektronik. Data akuntansi
saja tidak dapat dianggap sebagai pendukung yang cukup bagi suatu laporan keuangan; di pihak lain, tanpa cukup perhatian
atas kewajaran dan kecermatan data akuntansi yang melandasinya, pendapatan auditor atas laporan keuangan tidak terpilih.
Bukti audit penguat meliputi baik informasi tetulis maupun elektronik, seperti cek; catatan electonic fund system; faktur; surat
kontrak; notulen rapat; konfirmasi dan representasi tertulis dari pihak yan mengetahui; informasi yang diperoleh auditor melalui
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan fisik; serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau
tersedia bagi auditor yang memungkinkannya menarik kesimpulan berdasarkan alas an yang kuat.
Ada sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut. Bukti ekstern yang diperoleh dari
pihak independent diluar perusahaan dianggap lebih kuat, dalam arti dapat lebih diandalkan / dipercaya keabsahannya
daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri (bukti intern). Semakin efektif, pengendalian intern, semakin
besar jaminan yan diberikan menganai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan. Pengetahuan auditor secara pribadi
dan langsung yan diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi, lebih bersifat menyimpulkan
(persuasive evidence) daripada bukti yan bersifat menyakinkan (convoicing evidence).

Menurut Konrath (2002:114 & 115) ada enam tipe bukti audit, yaitu:
1. Physical evidence
2. Evidence obtain through confirmation
3. Documentary evidence
4. Mathematical evidence
5. Analyticsl evidence
6. Hearsay evidence
Cnfirmation evidence, adalah bukti
yang diperoleh mengenai eksistensi, Documentary evidence, terdiri atas catatan-catatan akuntansi dan seluruh dokumen
kepemilikan atau penilaian, langsung pendukung transaksi. Contohnya adalah faktur pembelian, copy faktur penjualan, journal
voucher, general ledger, dan sub ledger. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen
dari pihak ketiga di luar klien.
mengenai completeness dan eksistensi dan berkaitan dengan audit trail yang
Contohnya adalah jawaban konfirmasi memungkinkan auditor untuk mentrasir dan melakukan vouching atas transaksi-transaksi
piutang, utang, barang konsinyasi, dan kejadian-kejadian dari dokumen ke buku besar dan sebaliknya.
surat berharga yang disimpan biro
admisnistrasi dari penasihat dari
penasihat hukum klien.
Physical evidence terdiri atas segala sesuatu yang
bisa dihitung, dipelihara, diobsevasi atau inspeksi, dan
terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi
atau keberadaan. Contohnya adalah bukti-bukti fisik
yang diperoleh dari kas opname, observasi dari
perhitungan fisik persediaan, pemeriksaan fisik surat
berharga dan invertarisasi asset yang tetap.

Mathematical evidence, merupakan perhitungan , perhitungan kembali dan rekonsiliasi yang dilakuka auditor:
misalnya footing, cross footing, dan extension dari rincian persediaan, perhitungan dan alokasi beban
penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi penarikan asset tetap, PPh dan accruals. Untuk rekonsiliasi
misalnya pemeriksaan rekonsiliasi bank, rekonsiliasi saldo piutang usaha dan utang menurut buku besar dan sub
buku besar, rekonsiliasi intercompany accounts dan lain-lain.
Analytical evidence, bukti yang diperoleh melalui penelaahan
analitis ini harus dilakukan pada waktu membuat perencanaan
audit, sebelum melakukan substantive test pada akhir pekerjaan
lapangan (audit field work). Prosedur analitis bisa dilakukan
dalam bentuk:
1. Trend (Horizontal) Analysis, yaitu membandingkan angka-
angka laporan keuangan tahun berjalan dengan tahun-tahun
sebelumnya dan menyelidiki kenaikan . penurunan yang
signifikan baik dalam jumlah rupiah maupun persentase.
2. Common Size (Vertical) Analysis
3. Ratio Analysis, misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio
profitabilitas, rasio leverage dan rasio manajemen asset.

Hearsay (oral) Evidence, merupakan bukti dalam bentuk


jawaban lisan dai klien atas pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan auditor. Misalnya pertanyaan - pertanyaan auditor
mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contigent
lialibiities, persediaan yang bergerak lambat atau rusak,
kejadian penting sesudah tanggal laporan posisi keuangan
(neraca) dan lain-lain.

6
fCOMPLIANCE TEST DAN SUBTANTIVE TEST
Tes Ketaatan (Compliance Test) atau test of recorded transaction adalah tes terhadap bukti-bukti pembukuan yang mendukung
transaksi yan dicatat perusahaan untuk mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat sesuai dengan
system dan prosedur yang ditetapkan manajemen. Jika terjadi penyimpangan dalam pemrosesan dan pencatatan transaksi, walaupun
jumlah (rupiah)nya tidak material, audiotor harus memprhitungkan pengaruh dari penyimpangan tersebut terhadap efektivitas
pengendalian intern.
Juga harus dipertimbangkan apakah harus kelemahan dalam salah satu aspek pengendalian intern bisa diatasi dengan suatu
“compensating control”.
Dalam melakasanakan compliance test, auditor harus memperhatikan hal-hal berikut:

A. Kelengkapan bukti pendukung (supporting documents)


B. Kebenaran perhitungan matematis (footing, cross footing,extension)
C. Otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang
D. Kebenaran nomor perkiraan yang didebit / dikredit
E. Kebeneran posting ke buku besar dan sub buku besar

Compliance test bisa dilakukan pada waktu interim audit dan dilanjutkan setelah perusahaan melakukan penutupan buku pada akhir
tahun.
Substantive Test adala tes terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan keuangan (Laporan Posisi Keuangan [neraca] dan
Laporan laba Rugi).
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan dan substantives test antara lain:
√ Inventaris asset tetap
√ Observasi atas stock opname
√ Konfirmasi piutang, utang dan bank
√ Subsequent collection dan subsequent payment
√ Kas opname
√ Pemeriksaan rekonsiliasi bank dan lain-lain
Jika pada waktu melakukan substantive test, auditor menemukan kesalahan-kesalahan, harus dipertimbangkan apakah kesalahan
tersebut jumlahnya material atau tidak. Jika kesalahannya material, auditor harus mengusulkan audit adjustment secara tertulis
(dalam bentuk daftar audit adjustment). Jika usulan adjustment tidak disetujui klien, dan auditor yakin usulan adjustment tersebut
benar, maka auditor tidak boleh meberikan unqualified opinion.
Untuk kesalahan yang jumlahnya tidak material (immaterial), auditor tetap perlu mengajukan usulan adjustment, tetapi
tidak perlu dipaksakan karena tidak akan mempengaruhi opini akuntan public. Dalam melakukan substantive test, auditor perlu
membuat kertas kerja dalam bentuk Working Balance Sheet, Working Profit and Loss, Top Schedule dan Supporting Schedule.
3. CARA PEMILIHAN SAMPEL
Dalam melakukan pemeriksaannya, akuntan public biasanya tidak memeriksa keseluruhan transaksi dan bukti-bukti yang terdapat dalam
perusahaan. Karena kalua seluruhnya diperiksa, tentunya akan memerlukan waktu yang lama dan memakan biaya yang besar.
Karena itu transaksi-transaksi dan bukti-bukti diperiksa secara “test basis” atau secara sampling. Dari keseluruhan “universe”
diambil beberapa sampel untuk ditest, dan dari hasil sampel, auditor aka menarik kesimpulan menganai “universe” secara keseluruhan.
Cara pemilihan sampel tidak boleh seenaknya, karena sampel tersebut haruslah mewakili universe secara tepat, karena jika sampel yang diiplih
tidak tepat, akan sangat mempengaruhi kesimpulan yang ditarik.
Sampel harus dipilih dengan cara tertentu yang bisa dipertanggung jawabkan, sehingga sampel tersebut betul-betul
representative.

8
Menurut SA 530.2
Sampling audit (sampling): penerapan prosedur audit terhadap kurang dari 100% unsur dalam suatu
populasi audit yang relevan sedemikian rupa sehingga semua unit sampling memiliki peluang yang
sama untuk dipilih untuk memberikan basis memadai bagi auditor untuk menarik kesimpulan tentang
populasi secara keseluruhan.

Risiko sampling : Risiko bahwa kesimpulan auditor yang didasarkan pada suatu sampel dapat
berbeda dengan kesimpulan jika prosedur audit yang sama diterapkan pada keseluruhan populasi.

Risiko nonsampling : Risiko bahwa auditor mencapai suatu kesimpulan yang salah dengan alasan
apapun yang terkait dengan risiko sampling.

“ Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit : nonstatistik dan statistik.
Pendekatan tersebut mengharuskan auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian sampel, serta dalam menghubungkan kesimpulan atau
saldo akun kelompok transaksi yang berkaitan”.
“Kedua pendekatan sampling audit diatas, diterapkan dengan semestinya, dapat menghasilkan bukti
yang cukup”.
Menurut SA530.3
Sampling statistik : suatu pendekatan sampling yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
I. Pemilihan unsur-unsur sampel dilaksanakan secara acak; dan
II. Penggunaan teori probabilitas untuk menilai hasil sampel, termasuk untuk mengukur risiko sampling.
Pendekatan sampling yang tidak memiliki karakteristik-karakteristik (i) dan (ii) dianggap sebagai sampling nonstatistik.
Menurut SA 530.7 dan 530.8
Keputusan untuk menggunakan pendekatan statistic atau nonstatstik dalam sampling membutuhkan pertimbangan auditor; namun, ukuran
sampel bukan merupakan kriteria yang tepat untuk membedakan antara pendekatan statistic dan nonstatistik.

Menurut SA 530.10
Pengevalusian Hasil Sampling Audit
Untuk Pengujian pengendalian, suatu tingkat penyimpangan sampel yang tinggi tidak diharapkan dapat meningkatkan risiko
kesalahan penyajian material yang telah ditentukan, kecuali jika diperoleh bukti audit tambahan yang memperkuat penilaian awal risiko tersebut.
Untuk pengujian rinci, suatu jumlah kesalahan penyajian yang tinggi yang tidak diharapkan dalam suatu sampel dapat menyebabkan auditor
menyakini bahwa terdapat kesalahan penyajian material dalam suatu golongan transaksi atau saldo akun, kecuali bukti audit tambahan
membuktikan tidak ada kesalahan penyajian material.

Metode sampling apa pun yang digunakan, auditor dianjurkan untuk terlebih dahulu menyusun “sampling plan”. Beberapa cara pemilihan
sampling yang digunakan adalah:
A. Random / Judgement Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan menggunakan judgement si akuntan publik.
Salah satu cara, misalnya: dalam melaksanakan tes transaksi atas pengeluaran kas auditor menentukan bahwa semua pengeluaran kas yang
lebih besar atau sama dengan Rp 5.000.000 harus di-voiching, ditambah dua setiap setiap bulan yang berjumlah dibawah Rp 5.000.000.
Cara lainnya auditor
Bisa menggunakan random sampling table dalam memilih sampel. Pemilihan sampel bisa juga digunakan dengan menggunkan computer.
B. Block Sampling
Dalam hal ini auditor memilih transaksi di bulan-bulan tertentu sebagai sampel, misalnya bulan
januari, Juni, dan Desember.
Keberhasilan kedua cara diatas walaupun paing mudah, tetapi sangat tergantung pada
judgement si auditor, sebanyak pengalaman auditor, semakin baik hasilnya, dalam arti sampel
yang dipilih betul betul representative. Tetapi jika auditor kurang pengalaman, sampel yang
dipilih akan kurang representative.
C. Statistical Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara ilmiah, sehingga walaupun lebih sulit namun sampel yang
terpilih betu-betul representative. Karena memakan waktu yang banyak , ststustical sampling
lebih banyak digunakan di dalam audit di perusahaan yang sangat besar dan mempunyai
internal control yang cukup baik.

Anda mungkin juga menyukai