Anda di halaman 1dari 10

PAPER

PERTEMUAN 6
TEST TRANSAKSI
(TEST OFRECORDED TRANSACTION)

MATA KULIAH : PENGAUDITAN


DOSEN PENGAMPU : FITRI YANI PANGGABEAN, S.E., M.SI

DISUSUN OLEH :
NAMA : DEANA SARI BR. HASIBUAN
NPM : 2015100343
KELAS : REGULER I CLUSTER II 5C
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
FAKULTAS SOSIAL DAN SAINS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI


MEDAN
2022
1. Sifat Bukti Audit
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri atas data akuntansi
dan semua informasi penguat yang tersedia bagi auditor.
Jurnal, buku besar dan buku pembantu, dan buku pedoman akuntansi yang
berkaitan, serta catatan seperti lembaran kerja (work sheet) dan spread sheet yang
mendukung alokasi biaya, perhitungan, dan rekonsiliasi keseluruhannya
merupakan bukti yang mendukung laporan keuangan. Data akuntansi ini
seringkali dalam bentuk elektronik. Data akuntansi saja tidak dapat dianggap
sebagai pendukung yang cukup bagi suatu laporan keuangan; di pihak lain, tanpa
cukup perhatian atas kewajaran dan kecermatan data akuntansi yang
melandasinya, pendapat auditor atas laporan keuangan tidak akan terjamin.
Bukti audit penguat meliputi baik informasi tertulis maupun elektronik,
seperti cek, catatan electronic fund system; faktur; surat kontrak; notulen rapat;
konfirmasi dan representasi tertulis dari pihak yang mengetahui; informasi yang
diperoleh auditor melalui permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi dan
pemeriksaan fisik; serta informasi lain yang dikembangkan oleh atau tersedia bagi
auditor yang memungkinkannya menarik kesimpulan berdasarkan alasan yang
kuat.
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit harus sah dan relevan.
Keabsahan sangan tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemrolehan
bukti tersebut. Bukti ekstern yang diperoleh dari pihak independen di luar
perusahaan dianggap lebih kuat, dalam arti dapat lebih diandalkan/dipercaya
keabsahannya daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri
(bukti intern). Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang
diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan. Pengetahuan
auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik,
pengamatan, dan inspeksi, lebih bersifat menyimpulkan (persuasive evidence)
daripada bukti yang bersifat meyakinkan (convicing evidence).
Menurut Konrath (2002: 114 & 115) ada enam tipe bukti audit, yaitu:
1. Physical evidence
Physical evidence, terdiri atas segala sesuatu yang bisa dihitung,
dipelihara, diobservasi atau diinspeksi, dan terutama berguna untuk
mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan. Contohnya adalah
bukti-bukti fisik yang diperoleh dari kas opname, observasi dari
perhitungan fisik persediaan, pemeriksaan fisik surat beharga dan
inventarisasi aset tetap.
2. Evidence obtain through confirmation
Confirmation Evidence, adalah bukti yang diperoleh mengenai
eksistensi, kepemilikan atau penilaian, langsung dari pihak ketiga
diluar klien. Contohnya adalah jawaban konfirmasi piutang, utang,
barang konsinyasi, surat beharga yang disimpan biro administrasi efek
dan konfirmasi dari penasihat hukum klien.
3. Documentary evidence
Documentary Evidence, terdiri atas catatan-catatan akuntansi dan
seluruh dokumen pendukung transaksi. Contohnya adalah faktur
pembelian, copy faktur penjualan, journal voucher, general ledger,
dan sub ledger. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen mengenai
completeness dan eksistensi dan berkaitan dengan audit trail yang
memungkinkan auditor untuk mentrasir dan melakukan vouching atas
transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen ke buku besar
dan sebaliknya.
4. Mathematical evidence
Mathematical Evidence, merupakan perhitungan, perhitungan kembali
dan rekonsiliasi yang dilakukan auditor. Misalnya footing, cross
footing dan extension dari rincian persediaan, perhitungan dan alokasi
beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi penarikan aset
tetap, PPh dan accruals. Untuk rekonsiliasi misalnya pemeriksaan
rekonsiliasi bank, rekonsiliasi saldo piutang usaha dan utang menurut
buku besar dan sub buku besar, rekonsiliasi inter company accounts
dan lain-lain.
5. Analytical evidence
Analytical Evidence, bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis
terhadap informasi keuangan klien. Penelaahan analitis ini harus
dilakukan pada waktu membuat perencanaan audit, sebelum
melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan (audit
field work). Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk:
a) Trend (Horizontal) Analysis, yaitu membandingkan angka-angka
laporan keuangan tahun berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya
dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang signifikan baik dalam
jumlah rupiah maupun persentase.
b) Common Size (Vertical) Analysis.
Ratio Analysis, misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio
profitabilitas, rasio leverage dan rasio manajemen aset.
6. Hearsay evidence
Hearsay (oral) Evidence, merupakan bukti dalam bentuk jawaban
lisan dari klien atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan auditor.
Misalnya pertanyaan-pertanyaan auditor mengenai pengendalian
intern, ada tidaknya contigent liabilities, persediaan yang bergerak
lambat atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca dan lain-
lain.

2. Compliance Test dan Subtantive Test

Test Ketaatan (Compliance Test) atau test of recorded transactions adalah


tes terhadap bukti-bukti pembukuan yang mendukung transaksi yang dicatat
perusahaan untuk mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah diproses
dan dicatat sesuai dengan sistem dan prosedur yang ditetapkan manajemen. Jika
terjadi penyimpangan dalam pemrosesan dan pencatatan transaksi, walaupun
jumlah (rupiah) nya tidak material, auditor harus memperhitungkan pengaruh dari
penyimpangan tersebut terhadap efektivitas pengendalian intern.
Juga harus dipertimbangan apakah kelemahan dalam salah satu aspek
pengendalian intern bisa di atasi dengan suatu “compensating control”.
Misalnya:

Kesalahan yang Kelemahan I/C Compensating Control


ditemukan

1. Bukti pengeluaran kas Timbul kemungkinan 1. Subledger utang selalu di update


dan bukti-bukti bukti pendukung dan setiap akhir bulan direconcile
pendukung tidak di digunakan untuk dengan saldo utang dibuku besar.
cap lunas. pembayaran yang 2. Perusahaan memiliki bagian
kedua kalinya. internal audit yang cukup kuat dan
setiap bulan memeriksa
kelengkapan bukti-bukti
pengeluaran kas.

2. Bukti pengeluaran kas Timbul kemungkinan Perusahaan menggunakan imprest


tidak bernomor urut penyalahgunaan bukti fund system untuk pengeluaran
tercetak. tersebut untuk <Rp.750.000,- untuk jumlah
keuntungan pribadi. >Rp.750.000,- dibayar dengan giro,
yang urutan nomornya selalu diawasi.

Compliance tets biasanya dilakukan untuk transaksi berikut ini:


Jenis Transaksi Jenis Compiance Test Sampel yang digunakan

 Penjualan Sales Test Faktur penjualan


 Penerimaan kas Cash Receipts Test Kwitansi

 Pengeluaran kas Cash Disbursements Test Monor Check/giro

 Pembelian Purchase Test Purchase Order


Payrol Test Daftar Gaji
 Pembayaran gaji dan upah
Journal Voucher Test Jurnal Voucher
 Journal koreksi/penyesuaian
Dalam melaksanakan compliance test, auditor harus memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Kelengkapan bukti pendukung (supporting documents)
b. Kebenaran perhitungan mathematis (footing, cross footing, extension)
c. Otorisasi dari pejabat perusahaan yang berwenang
d. Kebenaran nomor perkiraan yang didebit/dikredit
e. Kebenaran posting ke buku besar dan sub buku besar

Compliance test bisa dilakukan pada waktu interim audit dan dilanjutkan
setelah perusahaan melakukan penutupan buku pada akhir tahun.
Substantive test adalah tes terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan
laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi).
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan dalam substantive test antara lain:
1. Inventarisasi aset tetap
2. Observasi atas stock opname
3. Konfirmasi piutang, utang dan bank
4. Subsequent collection dan subsequent payment
5. Kas opname
6. Pemeriksaan rekonsiliasi bank dan lain-lain

Jika pada waktu melakukan substantive test, auditor menemukan


kesalahan-kesalahan, harus dipertimbangkan apakah kesalahan tersebut jumlahnya
material atau tidak. Jika kesalahannya material, auditor harus mengusulkan audit
adjustment secara tertulis (dalam bentuk daftar audit adjustment). Jika usulan
adjustment tidak disetujui klien, dan auditor yakin usulan adjustment tersebut
benar, maka auditor tidak boleh memberikan unqualified opinion.
Untuk kesalahan yang jumlahnya tidak material (immaterial), auditor tetap
perlu mengajukan usulan adjustment, tetapi tidak perlu dipaksakan karena tidak
akan mempengaruhi opini akuntan publik. Dalam melakukan substantive test,
auditor perlu membuat kertas kerja dalam bentuk Working Balance Sheet,
Working Profit and Loss, Top Schedule dan Supporting Schedule.
Contoh Compliance Test dan Substantive Test

3. Cara Pemilihan Sampel


Dalam melakukan pemeriksaanya, akuntan publik biasanya tidak
memeriksa keseluruhan transaksi dan bukti-bukti yang terdapat dalam perusahaan.
Karena kalau seluruhnya diperiksa, tentunya akan memerlukan waktu yang lama
dan memakan biaya yang besar.
Karena itu transaksi-transaksi dan bukti-bukti diperiksa secara “test basis”
atau secara sampling. Dari keseluruhan “universe” diambil beberapa sampel untuk
ditest, dan dari hasil pemeriksaan sampel, auditor akan menarik kesimpulan
mengenai “universe” secara keseluruhan.
Cara pemilihan sampel tidak boleh seenaknya, karena sampel tersebut
haruslah mewakili universe secara tepat, karena jika sampel yang dipilih tidak
tepat, akan sangat mempengaruhi kesimpulan yang ditarik.
Sampel harus dipilih dengan cara tertentu yang bisa
dipertanggungjawabkan, sehingga sampel tersebut betul-betul representative.
Menurut PSA No.26:
“Sampling audit adalah penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur
suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang kurang dari seratus persen dengan
tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi
tersebut.”
“Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit: nonstatistik dan
statistik, Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor menggunakan
pertimbangan profesionalnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari sampel
dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun kelompok
transaksi yang berkaitan”.
“Kedua pendekatan sampling audit di atas, jika diterapkan dengan
semestinya, dapat menghasilkan bukti audit yang cukup”.
Metode sampling apa pun yang digunakan, auditor dianjurkan untuk
terlebih dahulu menyusun “sampling plan”. Beberapa cara pemilihan sampling
yang sering digunakan adalah:
a. Random/Judgement Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan menggunakan
judgement si akuntan publik.
Salah satu cara, misalnya: dalam melakukan tes transaksi atas
pengeluaran kas auditor menentukan bahwa semua pengeluaran kas
yang lebih besar atau sama dengan Rp 5.000.000 harus di vouching,
ditambah dua setiap bulan yang berjumlah di bawah Rp 5.000.000
Cara lainnya auditor bisa menggunakan random sampling table dalam
memilih sampel. Pemilihan sampel bisa juga dilakukan dengan
menggunakan komputer.
b. Block Sampling
Dalam hal ini auditor memilih transaksi di bulan-bulan tertentu sebagai
sampel, misalnya bulan Januari, Juni dan Desember.
Keberhasilan kedua cara di atas walaupun paling mudah, tetapi sangat
tergantung pada judgement si auditor, semakin banyak pengalaman
auditor, semakin baik hasilnya, dalam arti sampel yang dipilih betul-
betul representative. Tetapi jika auditor kurang pengalaman, sampel
yang dipilih akan kurang representative.
c. Statistical Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara ilmiah, sehingga walaupun lebih
sulit namun sampel yang terpilih betul-betul representative. Karena
memakan waktu yang lebih banyak, statistical sampling lebih banyak
digunakan dalam audit di perusahaan yang sangat besar dan
mempunyai internal control yang cukup baik.

4. Latihan Soal
1. Dalam pelaksanaan audit, auditor harus memperhatikan ‘subsequent events’.
Jelaskan dua jenis subsequent event dan apa tanggungjawab auditor terhadap
subsequent event tersebut?

2. Apa tujuan yang ingin dicapai auditor dengan meminta ‘representation letter
dari client? Apa pengaruhnya apabila client tidak bersedia memberikan
representation letter?

3. Dalam mengaudit saldo kas/bank, auditor harus waspada dengan kemungkinan


adanya kiting. Apa yang dimaksud denga kiting dan buat prosedur audit untuk
mendeteksikannya.

4. Prosentase saldo rekening kas dalam suatu neraca perusahaan biasanya kecil
dibandingkan dengan nilai seluruh asset perusahaan. Mengapa auditor biasanya
berusaha melakukan pengujian pengendalian (test of control) dan pengujian
transaksi (substantive test of transaction) dengan lebih mendalam pada saat
mengaudit rekening kas/bank?

5. Ketika auditor melakukan audit terhadap rekening “Utang Jangka Panjang”,


terdapat paling tidak 3 substantive test yang harus dilakukan. Sebutkan dan
jelaskan ke 3 substantive test tersebut.

6. Untuk menguji asersi “existence & occurrence” dan “completeness” rekening


stock holder equities, prosedur audit apa yang harus dilakukan oleh auditor?
7. Bambang mengatakan:” Prosedur analitis mempunyai kegunaan yang terbatas
pada audit terhadap saldo rekeking Kas/Bank.” Bagaimana dengan pendapat
saudara? Jelaskan.

8. Uraikan apa yang dimaksud dengan ‘attest engagement’ dan termasuk d


dalamnya harus saudara jelaskan mengenai 3 kegiatan utamanya.

9. Inherent risk (risiko bawaan) rekening ‘Biaya dibayar di Muka’ biasanya


ditetapkan cukup rendah. Mengapa untuk rekening ‘Beban yang Ditangguhkan’
dan ‘Aktiva tak Berwujud’ risiko bawaannya ditetapkan cukup tinggi? Apa yang
membedakannya?

10. Bandingkan tanggungjawab auditor dalam melakukan audit terhadap saldo


awal aktiva tetap pada saat audit pertama kali dan pada saat melakukan audit
tahun ke dua (repeat audit)

Anda mungkin juga menyukai