Analisis Jurnal Gangguan Oksigenasi Tasya
Analisis Jurnal Gangguan Oksigenasi Tasya
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
penyempitan ini bersifat sementara ( Wahid & Suprapto, 2013). Asma merupakan
penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, bersifat reversibel dimana trakea dan
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008). Menurut Murphy dan Kelly (2011) Asma
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas, yang reversibel dan kronis, dengan
karakteristik adanya mengi. Asma disebabkan oleh spasme saluran bronkial atau
a. Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi ini
penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan faktor
pencetus.
a. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan
d. Lingkungan kerja
asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayum polisi lalu lintas, penyapu
jalanan.
e. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila sedang
bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan asma.
f. Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu juga
dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stres harus diberi nasehat untuk
C. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial adalah batuk, dispnea,
dan wheezing. Serangan seringkali terjadi pada malam hari. Asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan
lambat, wheezing. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang
mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori
pernpasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Serangan asma dapat
berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus’, kondisi ini mengancam hidup ( Smeltzer
Menurut (Padila, 2013) adapun manifestasi klinis yang dapat ditemui pada
a. Stadium dini
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
2) Wheezing
b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
7) Sianosis
8) BGA PaO2 kurang dari 80%
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan sputum
eosinopil
bronkus.
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2) Pemeriksaan darah
a) Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan
manifestasi klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium (
dilakukan adalah :
(inhaler atau nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari
2) Pemeriksaan Radiologi
bertambah
Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif pada
4) Elektrodiografi
c) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardia, SVES, VES, atau terjadi depresi
segmen ST negatif
5) Scanning paru
pengobatannya.
1) Pengobatan farmakologi
golongan, yaitu:
1) Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), misalnya terbutalin/bricasama.
b) Kromalin
anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti asma dan efeknya
c) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam dosis dua
a) Memberikan penyuluhan
c) Pemberian cairan, anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000ml per hari
bb per 24 jam
(Padila, 2013)
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kasus
2. Pertanyaan Klinis
Apakah terdapat pengaruh terhadap pemberian terapi oksigenasi untuk
mengatasi gangguan pernapasan dengan posisi semi fowler dan fowler pada klien
Ny. A ?
3. PICO
P : Pasien Ny. A berumur 32 tahun
I : Terapi Oksigenasi
C : Tidak ada pembanding
O : Memberikan terapi oksigen dengan posisi semi fowler untuk mengatasi yang
menyebabkan gangguan pernafasan
KESIMPULAN
Asma merupakan suatu penyakit peradangan kronis pada saluran pernapasan dengan
kerakteristik berupa hipersensitivitas, edema mukosa dan produksi mukus (Smeltzer, et al,
2010). Hal ini dapat menyebabkan peradangan dan penyempitan yang sifatnya berulang
namun reversible (Price dan Wilson, 2006). Pada pasien yang mengalami serangan asma
bronkial, dapat mengakibatkan timbulnya gejala seperti sesak nafas, nafas cepat, (> 24 kali
permenit) dan dad terasa berat. Dengan adanya manifestasi klinis sesak serta dada terasa
berat, pasien asma diindikasikan untuk mendapatkan terapi oksigen (Setyohadi, dkk, 2015).
Efek pemberian terapi oksigen dapat dilihat melalui nilai saturasi oksigen. Saturasi
oksigen merupakan kemampuan hemoglobin mengikat oksigen yang ditujukan sebagai
derajat kejenuhan atau saturasi (SaO2) (Wahyuningsih, 2015). Metode yang paling sederhana
untuk mengurangi risiko penurunan pengembanga dinding dada yaitu dengan pengaturan
posisi saat istirahat. Posisi fowler merupakan posisi tempat tidur dimana posisi kepala dan
tubuh ditinggikan 45o hingga 60o dimana posisi lutut mungkin/mungkin tidak dalam posisi
tertekuk, sedangkan posisi semi fowler merupakan posisi tempat tidur dimana posisi kepala
dan tubuh ditinggikan 15o hingga 45o .
DAFTAR PUSTAKA
http://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/JKep/article/view/278
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-
sitiistian-6715-2-
babii.pdf&ved=2ahUKEwi5htSWsbrsAhVv73MBHdfPA3MQFjADegQIARAB&usg=AOv
Vaw2hBtwnZ6AVv3MB93u2hVIk
https://www.nerslicious.com/posisi-pasien/