Anda di halaman 1dari 8

20

ISSN : 2580 - 3010

STRATEGI TEKNIK REFRAMING UNTUK MENGURANGI RASA RENDAH DIRI SISWA


KELAS VIII DI SMP NEGERI 5 TARAKAN
Oleh
Siti Rahmi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Email: rahmisitirahmi441@gmail.com

ABSTRAK

Rasa rendah diri siswa harus diungkap dan diberi penanganan sejak dini, agar tidak
mengendap dan menjadi lebih bermasalah ketika sudah berusia lebih dewasa. Rasa rendah diri
muncul karena ketidakmampuan psikologis atau sosial, maupun karena keadaan jasmani yang
kurang sempurna. Akibat dari munculnya rasa rendah diri adalah munculnya rasa tidak aman,
cemas, takut untuk bertindak, ragu-ragu dan akhirnya akan menghambat perkembangan
psikologis maupun sosial. Permasalahan rendah diri siswa di sekolah yaitu sulit
mengembangkan diri dan menggapai prestasi seperti sejawatnya yang lain. Permasalahan
yang muncul dalam rendah diri ini adalah terkait pertemanan, menarik diri, tidak percaya diri,
tidak berani maju kedepan kelas, malu ketika di luar kelas dan gejala kompleks superioritas.
Salah satu teknik dalam pendekatan konseling perilaku-kognitif dengan strategi reframing.
Reframing bisa membuat seseorang melihat masalah yang sebelumnya tidak dapat diatasi
sebagai sesuatu yang bisa diatasi atau tidak melihatnya sebagai masalah sama sekali. Strategi
reframing dianggap mampu untuk mengubah persepsi negatif siswa mengenai dirinya,
sehingga memungkinkan untuk terjadi perubahan pada perasaan rendah diri yang dialami
siswa, dari yang semula tinggi menjadi sedang atau rendah. Berdasarkan hasil penelitian
sebelum dan sesudah pemberian perlakuan, diperoleh hasil perhitungan uji hipotesis dengan
pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas diperoleh nilai asymp sig = 0.018 < α = 0,05
yang berarti bahwa Ho ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa ada penurunan skor rasa
rendah diri sebelum dan sesudah diberikan strategi reframing pada siswa kelas VIII SMP
Negeri 5 Tarakan.

Kata Kunci : Rasa Rendah Diri, Strategi Reframing

1. PENDAHULUAN rendah diri ini adalah masalah yang lazim


muncul pada remaja, hal ini disebabkan
Rasa rendah diri muncul karena oleh terjadinya pertumbuhan dan
ketidakmampuan psikologis atau sosial perkembangan yang terjadi secara cepat
maupun karena keadaan jasmani yang dan drastis pada masa remaja yang
kurang sempurna. Akibat dari munculnya menyebabkan keraguan, perasaan tidak
rasa rendah diri adalah munculnya rasa mampu, dan tidak aman (Hurlock, 2010).
tidak aman, cemas, takut untuk bertindak, Menurut Hurlock (2010) remaja ialah
ragu-ragu dan akhirnya akan menghambat yang berada pada usia 12-18 tahun,
perkembangan psikologis maupun sosial dimana pada masa itu remaja menempuh
anak. Sarastika (2014) mengungkapkan pendidikan sekolah menengah, salah
bahwa rendah diri adalah perasaan satunya yaitu di SMP Negeri 5 Tarakan.
menganggap dirinya terlalu rendah pada SMPN 5 Tarakan adalah sekolah yang
diri sendiri. Orang yang rendah diri memiliki banyak prestasi dalam bidang
menganggap diri sendiri tidak mempunyai intrakulikuler dan terlebih dalam bidang
kemampuan yang berarti. Yusuf dan ekstrakulikuler, hal ini menunjukkan
Nurihsan (2009) mengemukakan bahwa bahwa siswa di SMP tersebut adalah
rasa rendah diri atau inferioritas dapat siswa-siswi yang berprestasi. Namun
diartikan sebagai perasaan atau sikap disamping itu, terdapat juga siswa yang
yang pada umumnya tidak disadari yang mengalami permasalahan rendah diri,
berasal dari kekurangan diri, baik secara sehingga sulit mengembangkan diri dan
nyata maupun maya (imajinasi). Perasaan menggapai prestasi seperti sejawatnya

Reform, Vol. 2, No. 3. Januari - Mei 2020 HAMJAH DIHA FOUNDATION


21
ISSN : 2580 - 3010

yang lain. Permasalahan yang muncul konstruktif dan positif (Erford, 2016).
dalam rendah diri ini adalah terkait Terdapat dua macam reframing yaitu
pertemanan, menarik diri, tidak percaya meaning reframing, mencari arti lain dari
diri, tidak berani maju kedepan kelas, sebuah peristiwa yang dianggap buruk,
malu ketika di luar kelas dan gejala dan context reframing, mengubah konteks
kompleks superioritas. tanpa merubah peristiwa, keduanya dapat
Rasa rendah diri siswa harus diungkap digunakan sebagai bagian integral dari
dan diberi penanganan sejak dini agar proses terapi reframing (Nursalim, 2013).
tidak mengendap dan menjadi lebih Berdasarkan teori tersebut, strategi
bermasalah ketika sudah berusia lebih reframing dianggap mampu untuk
dewasa. Hal ini sesuai dengan yang mengubah persepsi negatif siswa
dikemukakan Ramadani, (2013) bahwa mengenai dirinya, sehingga
hasil dari rendah diri adalah penyakit memungkinkan untuk terjadi perubahan
psikosomatik, ketidakmampuan pada perasaan rendah diri yang dialami
mengembangkan kehidupan sehari-hari siswa, dari yang semula tinggi menjadi
dan secara tetap diliputi oleh kegagalan. sedang atau rendah. Berdasarkan latar
Boeree (2013) menambahkan bahwa belakang yang telah dikemukakan
dampak rendah diri adalah individu tersebut maka peneliti tertarik untuk
mengalami inferioritas kompleks, dan juga melakukan penelitian secara eksperimen
kompleks superioritas, yaitu menutup- dengan judul "Penerapan Strategi
nutupi kelemahan dengan berpura-pura Reframing untuk Mengurangi Rasa
memiliki kelebihan, mengintimidasi orang Rendah Diri Siswa kelas VIII SMP Negeri
lain, ataupun melampiaskan ke hal negatif 5 Tarakan , dengan tujuan untuk
lain seperti alkohol dan narkoba. Salah mengetahui penurunan skor rasa rendah
satu pendekatan yang dapat diberikan diri siswa sebelum dan sesudah diberikan
ialah dengan konseling yang berorientasi strategi reframing terhadap siswa kelas
pada perilaku-kognitif. Hal ini diperkuat VIII SMP Negeri 5 Tarakan.
oleh pandangan bahwa individu dengan
perasaan rendah diri tinggi disebabkan Pengertian Rendah Diri
oleh keyakinan, pemikiran dan juga
persepsi negatif individu, sehingga Rendah diri atau inferioritas adalah
individu tersebut mengalami kegagalan perasaan bahwa seseorang lebih rendah
dalam menciptakan kepribadian yang dari orang lain dalam satu atau lain hal.
sehat serta dalam mengoptimalkan Perasaan demikian dapat timbul akibat
kecerdasan dan penyesuaian diri dengan sesuatu yang nyata atau hasil imajinasi
lingkungannya (Agustina & Lukitaningsih, (Wikipedia, 2016). Adler (dalam Prawira,
2014). Salah satu teknik dalam 2013) mengemukakan pengertian rasa
pendekatan konseling perilaku-kognitif rendah diri mencakup segala rasa kurang
dengan strategi reframing. Reframing bisa berharga yang timbul karena
membuat seseorang melihat masalah ketidakmampuan psikologis atau sosial
yang sebelumnya tidak dapat diatasi yang dirasa secara subjektif ataupun
sebagai sesuatu yang bisa diatasi atau karena keadaan jasmani yang kurang
tidak melihatnya sebagai masalah sama sempurna. Yusuf & Nurihsan (2009)
sekali (Erford, 2016). berpendapat bahwa rendah diri dapat
Reframing merupakan strategi dalam diartikan sebagai perasaan atau sikap
konseling yang berlandaskan pada asumsi yang pada umumnya tidak disadari yang
bahwa dengan mengubah perspektif berasal dari kekurangan diri, baik secara
tentang suatu pola perilaku, perilaku baru nyata maupun maya (imajinasi). Sarastika
akan berkembang, yang mengakomodasi (2014) mengungkapkan bahwa rendah diri
interpretasi ini (Erford, 2016). Reframing adalah perasaan menganggap terlalu
mengambil sebuah situasi problematik rendah kepada diri sendiri. Orang yang
dan menyuguhkannya dengan cara baru rendah diri berarti menganggap diri sendiri
yang memungkinkan konseli untuk tidak mempunyai kemampuan yang
mengadopsi perspektif yang lebih berarti. Berdasarkan pendapat para ahli,

Reform, Vol. 2, No. 3. Januari - Mei 2020 HAMJAH DIHA FOUNDATION


22
ISSN : 2580 - 3010

maka dapat disimpulkan bahwa rendah orang lain dengan hati-hati, mereka
diri adalah suatu perasaan yang dialami tidak terlalu sadar diri, mereka terlalu
oleh individu yang disebabkan karena memandang unsur-unsur negatif
penilaian terhadap diri yang rendah, rasa dalam dirinya. Rosjidan (dalam
kurang berharga terhadap keadaan diri Ramadani, 2013) mengungkapkan
sendiri dalam hal fisik, psikologi maupun bahwa hasil dari rendah diri adalah
sosial dibanding dengan orang lain. penyakit psikosomatik,
ketidakmampuan mengembangkan
Dampak Negatif Rasa Rendah Diri kehidupan sendiri dan secara tetap
diliputi oleh perasaan kegagalan.
Boeree (2013) mengungkapkan Alwisol (2016) berpendapat bahwa
dampak negatif dari rasa rendah diri atau ada tiga kecenderungan dalam
inferioritas, yaitu: kompensasi untuk melindungi diri dari
perasaan rendah diri yang umum
1) Inferioritas kompleks dipakai, yakni:
Apabila seseorang terlalu diliputi
oleh begitu banyak kekuatan 1) Sesalan (excuses)
inferioritas, maka kecenderungan a) "Ya tetapi" orang pertama
orang tersebut akan mengalami mengatakan apa yang
inferioritas kompleks. Seseorang sesungguhnya mereka senang
menjadi malu dan takut, tidak nyaman, kerjakan, sesuatu yang terdengar
ragu-ragu, pengecut, terlalu patuh, bagus untuk orang lain kemudian
mengalah, dan seterusnya. Individu diikuti dengan pernyataan sesalan.
tersebut akan begitu bersandar dan Sesalan "ya tetapi" ini dipakai
bergantung pada orang lain, bahkan untuk mengurangi bahaya harga diri
memanipulasi orang lain untuk selalu yang jatuh karena melakukan hal
mendukungnya (Boeree, 2013). yang berbeda dengan orang lain.

2) Kompleks superioritas b) "Sesungguhnya kalau (if-only)"


Kompleks superioritas berarti sesalan ini dinyatakan dengan cara
menutup-nutupi kelemahan dan berbeda. Sesalan ini digunakan
keinferioran dengan cara berpura-pura untuk melindungi perasaan lemah
memiliki kelebihan atau superior. dari harga diri dan menipu orang
Orang dengan tubuh yang terlalu kecil, lain untuk percaya bahwa mereka
salah satu cara untuk berpura-pura sesungguhnya lebih superior dari
besar adalah dengan mengangap kenyataan yang ada sekarang.
orang lain bertubuh kecil dari dirinya.
Contoh lainnya adalah seorang 2) Agresi
diktator dan orang yang senang Penggunaan agresi untuk
mengintimidasi, orang yang berlagak pengamanan kompleks superior yang
sok pahlawan, orang yang berlebihan, melindungi harga dirinya
memandang rendah orang lain yang rentan. Ada tiga macam agresi,
berdasarkan ras, etnis, agama, yaitu:
orientasi seksual, postur tubuh dan a) Merendahkan, yaitu kecenderungan
seterusnya. Bahkan beberapa orang menilai rendah prestasi orang lain dan
menyembunyikan kelemahan atau menilai tinggi prestasinya sendiri.
rasa rendah dirinya dengan terlibat Kecenderungan perilaku ini tampak
alkohol dan narkoba (Boeree, 2013). pada tingkah laku agresi sadis, gosip,
Centi (2009) menambahkan bahwa kecemburuan, dan tidak toleran.
individu dengan perasaan rendah diri Maksud dibalik merendahkan ini
tidak dapat memenuhi ketepatannya adalah untuk mengecilkan orang lain
mencapai kepenuhan dalam sehingga kalau dibandingkan dengan
pergaulan, diterima, diakui, dicintai orang lain dirinya akan merasa lebih
oleh orang lain, mereka mendekati baik.

Reform, Vol. 2, No. 3. Januari - Mei 2020 HAMJAH DIHA FOUNDATION


23
ISSN : 2580 - 3010

b) Menuduh, yaitu kecenderungan cara efektif pengamanan dalam


menyalahkan orang lain atas membuang waktu, sehingga masalah
kegagalan dirinya, dan kecenderungan tidak perlu lagi dihadapi. Melangkah
untuk mencari pembalasan dendam, bolak-balik, sikap sangat teratur,
sehingga mengamankan kelemahan merusak pekerjaan yang baru dimulai,
harga dirinya. meninggalkan pekerjaan yang belum
c) Menuduh diri sendiri, ditandai selesai adalah contoh ragu-ragu.
dengan menyiksa diri dan perasaan d) Membangun penghalang,
berdosa, menyiksa diri terjadi pada merupakan bentuk menarik diri paling
penderita masokisme, depresi, dan ringan, mirip sesalan. Orang
bunuh diri, yang maknanya mengkhayal suatu penghalang dan
mengamankan agar kekuatan neurotik keberhasilan mengatasi sebagian dari
tidak menyakiti orang lain yang dekat hambatan itu sudah melindungi harga
dengan penderita dan tujuannya diri dan prestise dirinya.
adalah membebaskan penderitaan
orang lain kepada dirinya untuk Aspek Rendah Diri dan Faktor-
melindungi harga dirinya. Faktor yang Menyebabkan Rasa
Rendah Diri
3) Menarik diri (withdrawal)
Kecenderungan untuk melarikan Adler (dalam Boeree, 2013)
diri dari kesulitan, pengamanan mengemukakan dua bentuk inferioritas
melalui mengambil jarak. Ada empat atau rendah diri, yakni:
jenis menarik diri yang terjadi yaitu
mundur, diam ditempat, ragu-ragu dan 1) Inferioritas organ, yaitu fakta bahwa
membuat hambatan. Semua ini setiap kita memiliki bagian-bagian
dimaksudkan agar dirinya tidak bagian anatomi atau fisiologis yang
mengalami inflasi. lemah, dan juga lebih kuat; sebagian
a) Mundur, didesain untuk terlahir dengan jantung yang
memperoleh simpati, sikap yang bermasalah, paru-paru yang lemah,
umumnya muncul dari anak yang atau ginjal dan liver yang bermasalah
dimanjakan. Percobaan bunuh diri sejak awal, sebagian orang gagap
adalah usaha untuk menarik perhatian atau pendek lidah, sebagian orang
orang lain, memaksa orang lain mengidap penyakit seperti diabetes
mengasihani dan melindungi dirinya. asma atau polio, sebagian orang
b) Diam ditempat, orang yang diam memiliki mata yang lemah,
ditempat tidak bergerak kemanapun, pendengaran yang buruk,
menolak bertanggung jawab dengan kecenderungan gemuk atau terlalu
menarik diri dari semua ancaman kurus, terlahir pendek atau terlalu tingi,
kegagalan. Mereka mengamankan sebagian orang menderita kelainan
aspirasi fisiknya dengan tidak mental, cacat dan seterusnya (Boeree,
melakukan apapun agar tidak terbukti 2013).
bahwa mereka tidak dapat mencapai 2) Inferioritas psikologis, yaitu
tujuan itu. Contohnya adalah orang keyakinan seseorang terhadap dirinya
yang tidak pernah mengikuti ujian bahwa ia adalah orang yang tidak
perguruan tinggi, tidak akan pernah mampu, terbelakang, lemah, cacat dan
merasakan kegagalan tes, anak yang sebagainya. Beberapa orang dicap
malu dan menjauhi temannya tidak sebagai bodoh, nakal dan lemah,
pernah mengalami ditolak temannya, sehingga ia meyakini bahwa dirinya
dengan tidak mengerjakan apapun, adalah orang yang seperti itu.
orang mengamankan harga dirinya Beberapa orang bahkan meyakini
dan melindungi diri dari kegagalan. bahwa ia tidak mampu melakukan hal-
c) Ragu-ragu. Banyak orang ragu-ragu hal yang positif. Atau perasaan terkucil
ketika menghadapi masalah yang sulit. karena sering dilecehkan karena
Mengulur waktu, kompulsi, menjadi tampang yang jelek sehingga menarik

Reform, Vol. 2, No. 3. Januari - Mei 2020 HAMJAH DIHA FOUNDATION


24
ISSN : 2580 - 3010

diri dari pergaulan. Berdasarkan selalu ditolong dalam setiap kerjanya.


contoh tersebut, dapat dikatakan Hal tersebut menyebabkan anak tidak
bahwa itu bukanlah inferioritas organ, memiliki kekuatan atau kemampuan
karena seseorang itu bukan benar- yang baik dalam menyelesaikan
benar cacat atau lemah, melainkan pekerjaan dan tugasnya. Kemudian ia
karena ia belajar percaya bahwa ia akan selalu menggantungkan dirinya
memang seperti itu (Boeree, 2013). pada orang lain dan menganggap
Prawira (2013) mengemukakan dunia sekitarnya harus meladeninya.
seseorang dapat memiliki rasa rendah Sementara dalam bermasyarakat,
diri atau rasa harga diri yang kurang antar-anggota masyarakat harus
disebabkan oleh cacat jasmani, cacat saling tolong menolong dan bekerja
rohani, dan pendidikan yang salah. sama. Akibatnya, orang seperti itu
menjadi tidak berani bergaul dan
1) Cacat Jasmani menjauhkan dirinya dari masyarakat
sekitarnya. Adapun dengan pola
Seseorang yang menjadi didikan yang disertai kekerasan, anak
sasaran ejekan karena kekurangan akan selalu merasa dimusuhi,
jasmani menimbulkan perasaan tidak tertekan, hingga ia tidak dapat
enak dari dirinya sendiri terhadap mengembangkan rasa
orang lain. Orang dengan kecacatan kemasyarakatan (Prawira, 2013).
tubuh tersebut akan merasa seolah
dunia memusuhinya. Perasaan Pengertian Strategi Reframing dan
tersebut bertolak belakang dengan Tujuannya
perasaan seseorang yang dikaruniai
anggota tubuh yang tidak cacat alias Reframing merupakan salah satu
lengkap (Prawira, 2013). teknik yang didasarkan pada pendekatan
perilaku kognitif. Pada dasarnya strategi
2) Cacat Rohani reframing bekerja berdasarkan premis
bahwa masalah perilaku dan emosi bukan
Cacat rohani yang terjadi disebabkan oleh kejadian-kejadian tetapi
selama masa anak-anak dapat pula oleh bagaimana kejadian-kejadian itu
menyebabkan seseorang merasa dilihat. Masalah timbul karena kejadian di
rendah diri ketika berada ditengah pandang sebagai penghalang tujuan atau
masyarakat dan pergaulan. Sejak mengintervensi nilai-nilai, keyakinan, atau
anak lahir memandang disekitarnya tujuan (Erford, 2016). Nursalim (2013)
bahwa ia dikelilingi orang-orang yang mengungkapkan bahwa reframing adalah
besar, sempurna, dan dapat upaya untuk membingkai ulang sebuah
mengerjakan segala sesuatu yang kejadian, dengan mengubah sudut
diluar kemampuan anak yang pandang tanpa mengubah kejadian itu
bersangkutan. Hal itu menyebabkan sendiri. Selanjutnya, Wiwoho (2011)
perasaan kurang pada diri anak. Tidak mengungkapkan bahwa reframing adalah
percaya diri pada anak semakin pencarian makna baru dari sesuatu yang
menjadi-jadi manakala orang-orang sebelumnya dimaknai secara tertentu.
dewasa yang ada disekelilingnya tidak Senada dengan yang dikemukakan
dapat mengerti atau menyadari dunia Cormier (dalam Nursalim, 2013) reframing
anak dan tidak menghargai eksistensi atau yang disebut pelabelan ulang adalah
anak (Prawira, 2013). suatu pendekatan yang mengubah atau
menyusun kembali persepsi konseli atau
3) Pendidikan yang Salah cara pandang terhadap masalah atau
tingkah laku. Asumsi yang mendasari
Dalam pendidikan ada dua strategi reframing adalah bahwa
kemungkinan, yaitu terlalu keyakinan, pemikiran, dan persepsi
memanjakan dan mendidik dengan seseorang itu bisa menciptakan kesulitan
kekerasan. Memanjakan artinya anak emosional dan juga emosi yang salah.

Reform, Vol. 2, No. 3. Januari - Mei 2020 HAMJAH DIHA FOUNDATION


25
ISSN : 2580 - 3010

Proses ini membantu konseli untuk Bentuk-Bentuk Reframing


menentukan hubungan antara persepsi, Cormier (dalam Nursalim, 2013)
kognisi, dan emosi. Sedangkan fokus menyebutkan ada dua macam reframing
reframing terletak pada alasan yang salah yaitu Meaning reframing dan Context
dan keyakinan serta kesimpulan yang reframing, yang keduanya dapat
tidak logis. Tujuannya adalah untuk digunakan sebagai bagian integral dalam
membedakan keyakinan irasional atau proses terapi reframing.
pernyataan diri yang negatif (Nursalim,
2013). 1) Meaning Reframing
Erford (2016) juga mengungkapkan Meaning reframing (susunan
bahwa asumsi reframing adalah bahwa makna) menekankan pada proses untuk
orang memiliki semua sumber daya yang memberi istilah baru perilaku tertentu yang
dibutuhkan untuk membuat perubahan kemudian diikuti dengan perubahan
yang diinginkan. Reframing menerima makna. Ada cara untuk memandang
pandangan konseli tentang dunia dan sebuah persoalan dari perspektif yang
bekerja pada kerangka kerja ini untuk berbeda yaitu dengan mencari arti lain
menciptakan suatu solusi. Reframing dari sebuah perilaku yang sebelumnya
khususnya berguna ketika situasinya dianggap buruk. Melalui meaning
melibatkan meredefinisi motif atau reframing ini, seseorang yang
perilaku ofensif sebagai problematika mendapatkan musibah yang tragis, maka
tetapi benar-benar diniatkan. ia mampu memaknai apa yang terjadi
Berdasarkan dari pengertian para ahli, secara positif sehingga tetap merasa
dapat disimpulkan bahwa strategi bahagia. Contohnya, seorang yang
reframing adalah pendekatan dalam memiliki bos yang cerewet, dia memaknai
konseling yang membantu konseli dalam dengan persepsi alternatif bahwa bosnya
mengubah aspek kognitif dan perilaku adalah seseorang yang sangat perhatian
dalam membingkai ulang sebuah situasi dan sangat jelas dalam memberikan
problematik atau persepsi yang perintah (Nursalim, 2013).
sebelumnya irasional dengan mengambil
sebuah alternatif cara pandang baru yang 2) Context Reframing
lebih rasional dan efektif. Context reframing (susunan konteks)
Corey (2015) menyatakan bahwa menekankan pada proses yang
tujuan reframing adalah untuk membantu memberikan kemampuan individu untuk
konseli melihat situasinya dari sudut melihat perilaku sebagai sesuatu yang
pandang lain, yang membuatnya tampak dapat diterima atau diinginkan dalam satu
tidak terlalu bermasalah dan lebih normal, situasi, tetapi tidak pada situasi lain.
dan demikian lebih terbuka kepada solusi. Konteks itu akan ketahuan kalau kita
Reframing juga bertujuan agar konseli menjabarkan apa, siapa, dimana, dan
mempu mengadopsi dan membangun bagaimana persisnya suatu kejadian.
perspektif yang lebih konstruktif dan positif Konteks tertentu akan menentukan suatu
(Erford, 2016). Dari pendapat di atas tindakan itu boleh atau tidak boleh, baik
dapat disimpulkan bahwa reframing buruk, pantas dan tidak pantas. Context
bertujuan untuk membantu konseli reframing didasarkan pada asumsi bahwa
menyadari pemikiran, keyakinan, cara semua perilaku berguna, namun tidak
pandang yang salah dari dirinya, dan pada semua konteks atau kondisi
membantu konseli membangun suatu (Nursalim, 2013).
alternatif cara pandang baru yang lebih
konstruktif dan efektif tanpa harus 2. METODE PENELITIAN
mengubah kejadian, sehingga konseli
mampu mengubah maknanya dan Penelitian ini menggunakan jenis
mendapatkan solusi dari sebuah situasi penelitian kuantitatif dengan rancangan
yang dianggap bermasalah. Pre-experimental design dalam bentuk
One-Group Pretest- Posttest Design.
Populasi pada penelitian ini adalah

Reform, Vol. 2, No. 3. Januari - Mei 2020 HAMJAH DIHA FOUNDATION


26
ISSN : 2580 - 3010

seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 5 pretest dan posttest sama sama berjumlah
Tarakan yang berjumlah 315 orang. 0.
Pengambilan sampel menggunakan teknik Setelah dilakukan pengolahan
Nonprobability Sampling dengan jenis data dengan menggunakan SPSS
Purposive Sampling, yang kemudian 24.0 for windows, maka hasil analisis
didapatkan sampel berjumlah 7 orang uji wilcoxon dengan rumus two related
siswa yang diambil berdasarkan samples tests dapat dilihat pada tabel
pertimbangan dari hasil rekomendasi dan berikut:
skor yang tinggi pada pengisian skala rasa Tabel 2. Hasil Anailisis
rendah diri. Teknik pengumpulan data Test Statistics
yang digunakan dalam penelitian ini ialah Posttest-Pretest
dengan skala rasa rendah diri. analisis Z -2.366b
statistik inferensial menggunakan Two Asymp. Sig. (2- .018
Related Samples Test dengan Uji tailed)
Wilcoxon. Analisis ini termasuk analisis
Nonparametris sehingga tidak Berdasarkan tabel diatas bahwa
mensyaratkan data berdistribusi normal. nilai asymp sig = 0,018 < p=0,05 artinya
Penggunaan uji Wilcoxon mengacu pada ada perbedaan sebelum dan sesudah
jenis data yang diperoleh dari skala likert penerapan strategi reframing dalam
berupa data ordinal untuk menguji mengurangi rasa rendah diri siswa atau
hipotesis penelitian mengenai pengaruh terdapat penurunan skor rasa rendah diri
teknik kontrak perilaku terhadap perilaku siswa sesudah diberikan strategi
tidak disiplin yang akan diberikan kepada reframing. Rasa rendah diri merupakan
subjek pada penelitian ini dengan perasaan menganggap rendah terhadap
menggunakan bantuan SPSS 24.0 for diri sendiri (Sarastika, 2014). Hal ini bisa
windows. disebabkan karena perasaan atau sikap
yang pada umumnya tidak disadari yang
3. HASIL PENELITIAN DAN berasal dari kekurangan diri, secara nyata
maupun imajinasi (Yusuf & Nurihsan,
PEMBAHASAN
2009). Anggapan, perasaan dan sikap
diasumsikan mampu diintervensi melalui
Hasil penelitian menunjukkan konseling dengan pendekatan perilaku-
bahwa terdapat perubahan pada rasa kognitif yang berfokus pada perubahan
rendah diri siswa dengan menggunakan persepsi negatif yang
strategi reframing. Berikut ini distribusi melatarbelakanginya. Reframing sebagai
frekuensinya. salah satu strategi dalam pendekatan
konseling perilaku-kognitif memiliki tujuan
Tabel 1. Distribusi Frekuensi agar konseli mampu mengadopsi dan
Pretest Posttes
Kategori membangun perspektif yang lebih
F % F %
konstruktif dan efektif (Erford, 2016).
Sangat Tinggi 4 57% 0 0%
Tinggi 3 42% 4 57%
Sedang 0 0% 3 43% 4. SIMPULAN
Rendah 0 0% 0 0 Berdasarkan hasil penelitian dan
Sangat Rendah 0 0% 0 0 pembahasan, strategi reframing
berpengaruh signifikan dalam mengurangi
Berdasarkan tabel diatas, siswa rasa rendah diri siswa. Hal ini dibuktikan
yang termasuk dalam kategori sangat dari perbedaan skor rasa rendah diri pada
tinggi pada pretest berjumlah 4 dan pada tiap indikator rasa rendah subjek
posttest berjumlah 0, jumlah siswa pada penelitian, yaitu siswa kelas VIII SMP
kategori tinggi pada pretest berjumlah 3 Negeri 5 Tarakan. Perubahan skor
dan pada posttest berjumlah 4, kategori tersebut menunjukkan terjadinya
sedang pada pretest berjumlah 0 dan penurunan skor rasa rendah diri siswa. Itu
pada posttest berjumlah 3, kemudian pada artinya bahwa setelah diberikan perlakuan
kategori rendah dan sangat rendah pada strategi reframing, rasa rendah diri konseli

Reform, Vol. 2, No. 3. Januari - Mei 2020 HAMJAH DIHA FOUNDATION


27
ISSN : 2580 - 3010

berkurang daripada sebelum diberikan reframing dalam mengurangi rasa rendah


perlakuan. Berdasarkan hal tersebut, diri siswa kelas VIII SMP Negeri 5
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan Tarakan.
sebelum dan sesudah penerapan strategi

Daftar Pustaka
Boeree, C George. (2013). General Psychology: Psikologi Kepribadian, Persepsi, Kognisi,
Emosi, & Perilaku. Jogjakarta: Prismashopie
Sarastika, Pradipta. (2014). Buku Pintar Tampil Percaya Diri. Yogyakarta: Araska
Yusuf, Syamsu & Nurihsan, A. Juntika. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling Kelompok.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Hurlock, E. B. (2010). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Agustina, Ida & Lukitaningsih, Retno. (2014). Penerapan Strategi Reframing Untuk Mengurangi
Perasaan Rendah Diri Siswa Kelas VII-H SMP Negeri 1 Jogorogo Ngawi. Jurnal BK
Volume 04 Nomor 03 Tahun 2014
Erford, Bradley T. (2016). 40 Teknik yang Harus Diketahui Setiap Konselor Edisi Kedua.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nursalim, Mochammad. (2013). Strategi & Intervensi Konseling. Jakarta: Akademia Permata

Reform, Vol. 2, No. 3. Januari - Mei 2020 HAMJAH DIHA FOUNDATION

Anda mungkin juga menyukai