Anda di halaman 1dari 7

IJGC 1 (1) (2012)

Indonesian Journal of Guidance and Counseling:


Theory and Application
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jbk

PENANGANAN KASUS LOW SELF-ESTEEM DALAM BERINTERAKSI SOSIAL


MELALUI KONSELING RATIONAL EMOTIF TEKNIK REFRAMING

Aldila F. R. N. Maynawati 

Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan , Universitas Negeri Semarang, Indo-
nesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Self-esteem atau harga diri merupakan hal yang penting bagi terciptanya pribadi yang
Diterima Januari 2012 baik. Harga diri merupakan evaluasi individu dari perbedaan antara citra diri dan
Disetujui Februari 2012 ideal diri. Namun demikian, low self-esteem sering dialami oleh beberapa individu
Dipublikasikan Agustus 2012
dalam berinteraksi sosial yang terjadi di SMP Negeri 2 Ungaran. Tujuan dari pe-
Keywords: nelitian ini adalah mengetahui apakah kasus low self-esteem dalam berinteraksi sosial
Counseling rational emotive pada siswa kelas VIII dapat dientaskan melalui konseling rational emotif teknik
Self-esteem reframing. Penelitian ini menggunakan penelitian penanganan kasus. Metode pen-
Social interaction gumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dan observasi. Sedangkan dalam
menganalisis data, peneliti menggunakan teknik analisis komparatif, analisis isi,
dan analisis logic. Setelah pemberian konseling pada tiga siswa dapat dilihat bahwa
siswa yang mengalami low self-esteem dalam berinteraksi sosial sudah mengalami pe-
rubahan dengan memiliki keyakinan yang rasional, ketika bertemu dengan teman-
temannya tidak lagi menundukkan pandangan, intensitas klien menyendiri di kelas
ketika jam istirahat pun sudah berkurang, terlihat lebih percaya diri bila bergaul
dengan teman-temannya, serta sikapnya yang sudah tidak malu dan takut lagi bila
berkumpul bersama teman-temannya. Dapat disimpulkan bahwa kasus low self-
esteem dapat dientaskan melalui konseling rational emotif dengan teknik reframing

Abstract
Self-esteem is the most important thing for creating a good personality. Self-esteem is an in-
dividual evaluation from the differentiation between self-image and ideal-self. However, low
self-esteem is often experienced by several individuals in sosial interaction which happened
at SMP Negeri 2 Ungaran. The aim of this research is to know whether the case low self-
esteem in social interaction of VIII grade students could be solved through rational emotive
counseling by using reframing technique. This research used case handling approach. In ad-
dition, the method that used are interview and observation. In analising data, the researcher
used comparative analysis, content analysis, and logic analysis. After giving treatment to three
students, can be seen that students who had low self-esteem had changed with had rational
beliefe, when meeting with his friends no longer beat the view, the intensity of the client alone
in a classroom when recess was already reduced, it looks more confident when interact with his
friends, and his was not ashamed and afraid when hanging out with friends. The research can
be concluded that low self-esteem can be solved through rational emotive counseling by using
reframing technique
© 2012 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6374
Gedung A2, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229
E-mail: journalbkunnes@yahoo.com
Aldila Fitri Radite Nur Maynawati,dkk/Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application1 1(1) (2012)

Pendahuluan masalahan-permasalahan tersebut tidak ditanga-


ni, maka akan mengganggu kehidupan efektif
Manusia sebagai makhluk sosial tidak da- sehari-harinya terutama dalam belajar. Salah
pat hidup tanpa orang lain. Manusia dalam ke- satu cara yang dapat ditempuh untuk membantu
hidupannya saling berinteraksi antara manusia mengatasi berbagai permasalah tersebut yaitu
dengan yang lainnya. Dalam interaksinya dengan dengan konseling perorangan. Peneliti mengang-
orang lain, terdapat hubungan timbal balik. Pro- kat permasalahan mengenai low self-esteem dalam
ses interaksi inilah yang membentuk manusia berinteraksi sosial. Hal ini dikarenakan sangat
dengan karakternya masing-masing. Sunarto dan menganggu kehidupan efektif sehari-harinya di
Hartono (2002) mengemukakan bahwa ������ “�����
ling- sekolah. Siswa yang merasa low self-esteem men-
kungan sosial memberikan banyak pengaruh jadi tidak memiliki teman, merasa malu untuk
terhadap pembentukan berbagai aspek kehidu- membuka diri dengan teman-temannya. Hal ini
pan, terutama sosio-psikologis”. Lingkungan se- terbukti dari beberapa kali pengamatan serta wa-
kolah adalah salah satu lingkungan yang dapat wancara langsung dengan siswa yang mengalami
menumbuhkan rasa sosial. Dalam berinteraksi low self-esteem. Berdasarkan pengamatan, siswa ti-
dengan teman, siswa tak banyak pula yang memi- dak memiliki banyak teman, ia cenderung malu,
liki masalah, karena sejatinya manusia memang tidak mau bergabung dengan teman-teman di se-
makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa kolahnya khusunya di kelasnya, dan cenderung
orang lain. Siswa dalam berinteraksi sosial mem- menarik diri dari pergaulan. Salah satu faktor low
butuhkan keharmonisan dengan orang lain, bila self-esteem yaitu rasa malu.
tidak maka akan berdampak pada hal-hal yang Dalam ketiga kasus yang dialami oleh ke-
tidak diinginkan. Santrock (2002) mengemuka- tiga klien, dapat disimpulkan bahwa siswa yang
kan bahwa “harga diri (self-esteem) ialah dimensi mengalami low self-esteem dalam berinteraksi
evaluatif global dari diri. Harga diri juga diacu sosial memiliki alasan dan dengan gejala-gejala
sebagai nilai diri atau citra diri”. Selain itu, men- yang berbeda maka peneliti berasumsi bahwa
urut Lawrence (2006) “harga diri adalah evaluasi dengan menggunakan konseling rational emotif
individu dari perbedaan antara citra diri dan ideal siswa mampu untuk menghilangkan pemikiran
diri”. Self-esteem atau harga diri merupakan hal irasional tentang low self-esteem dalam berinter-
yang penting dalam berinteraksi sosial. Dengan aksi sosial. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adanya harga diri ini, maka individu akan me- adalah dengan membantu mengubah pemikiran
rasa percaya diri dalam berkomunikasi, dan tidak irasionalnya menjadi pemikiran yang rasional.
minder dalam berteman. Apabila rasa low self-esteem ini terus ada, maka
Pada kenyataannya, low self-esteem atau akan menganggu kegiatan belajarnya di sekolah.
rendah harga diri sering dialami oleh beberapa Siswa juga menjadi tidak dapat bersosialisasi dan
individu dalam berinteraksi sosial. Perasaan tidak memiliki teman.
ini sering muncul ketika individu berinteraksi Konseling rational emotif memandang ba-
dengan individu lainnya. Individu merasa tidak hwa manusia adalah makhluk yang berpotensi.
mampu akan kemampuan yang dimilikinya, Manusia memiliki pemikiran yang rasional dan
terutama kelemahannya. Padahal selain memi- irasional. Dari rasional inilah manusia mampu
liki kelemahan, individu juga memiliki kelebihan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
yang dapat dikembangakan. Akibat dari rasa low Dari dasar konseling rational emotif ini yang
self-esteem inilah, individu menjadi terganggu ke- mendasari peneliti untuk menangani rasa low
hidupan efektif sehari-harinya. Individu menjadi self-esteem karena dilihat dari alasannya yang ira-
tidak memiliki teman dalam pergaulannya di se- sional dapat diarahkan menjadi rasional. Dengan
kolah, dan menjadi suka menyendiri. demikian, siswa mampu mengoptimalkan po-
Berbagai permasalahan yang dialami oleh tensi yang dimilikinya dalam berinteraksi sosial
siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Ungaran di an- tanpa berpikiran irasional. Hal ini sejalan dengan
taranya siswa sulit berkonsentrasi dalam belajar, tujuan umum dan khusus dari konseling ratio-
siswa sulit berkomunikasi, tidak mampu menga- nal emotif. Fauzan (2009) menyebutkan tujuan
tur waktu, sulit menyesuaikan diri, bahkan ada konseling REBT (Rational Emotif Behavior Terapy)
beberapa siswa yang mengalami low self-esteem adalah �������������������������������������
“������������������������������������
memperbaiki dan mengubah sikap, per-
atau merasa rendah harga dirinya dalam berin- sepsi, cara bepikir, keyakinan dan pandangan
teraksi sosial. Masalah-masalah tersebut harus yang irasional menjadi rasional”. Sejalan dengan
segera ditangani, baik oleh sekolah, wali kelas, tujuan konseling tersebut, peneliti akan menggu-
guru mata pelajaran, guru BK maupun oleh nakan salah satu teknik dalam metode kognitif
yang lebih ahli dalam bidangnya. Apabila per- yaitu teknik reframing. Capuzzi dan Gross (nd)

17
Aldila Fitri Radite Nur Maynawati,dkk/Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application1 1(1) (2012)

mengemukakan bahwa “teknik reframing yakni dengan tujuan konseling yang merupakan lawan
di mana konselor dan terapis mengubah situasi dari konsekuensi negatif atau bentuk dari kon-
negatif dan menyajikan dari perspektif positif ”. sekuensi positif, (4) Menjelaskan prinsip ABC
Ciri khas dari konseling rational emotif kepada klien yaitu mengajarkan prinsip ABC
yaitu memperbaiki, mengubah pandangan yang (Activating event, Belief, Consequences) kepada kli-
irasional menjadi rasional. Ellis (2007) menge- en, peneliti memberi contoh prinsip ABC dalam
mukakan bahwa “keyakinan rasional (Rational kasus sehari-hari, tak lupa peneliti menanyakan
Beliefs-rBs) adalah berbagai pikiran (dan perasaan pada klien pemahaman mengenai keterkaitan
serta tindakan) yang membantu Anda untuk me- keyakinan irasional dengan gangguan perilaku
rasakan secara sehat dan bersikap secara efektif- dan emosi, (5) Menunjukkan keyakinan irasional
yang memungkinkan Anda untuk mendapatkan klien, pada tahap ini peneliti menunjukkan keya-
lebih dari yang Anda inginkan dan mengurangi kinan irasional yang diyakini klien, peneliti juga
hal yang tidak Anda inginkan”. Keyakinan rasio- menunjukkan bahwa keyakinan yang diyakininya
nal inilah salah satu dari potensi manusia yang tidak rasional, dan tidak logis, (6) Menunjukkan
mampu mengantarkan ke dalam sikap serta pe- kepada klien bahwa dia memelihara gangguan
rilaku seorang individu. perilaku dan emosi dengan menjaga pemikiran
Tujuan yang ingin diperoleh dalam pene- irasional. Hal ini dilakukan dengan menelaah
litian ini adalah untuk mengetahui apakah kasus pola bahasa yang didasari keyakinan irasional
low self-esteem dalam berinteraksi sosial pada sis- dan peneliti memberi contoh pola bahasa klien
wa kelas VIII SMP Negeri 2 Ungaran dapat dien- yang didasari pemikiran irasional, (7) Memper-
taskan melalui konseling rational emotif dengan tentangkan dan menyerang keyakinan irasional
teknik reframing. klien. Di sinilah peneliti mengimplementasikan
teknik reframing untuk mengubah keyakinan
Metode irasional klien, peneliti memastikan perubahan
keyakinan irasional klien, (8) Mengajarkan cara
Penelitian ini dilakukan dengan meng- berpikir logis dan empiris, yaitu dengan mem-
gunakan pendekatan penanganan kasus. Subyek berikan tugas rumah (PR) untuk mempraktikan
dalam penelitian ini yaitu tiga orang siswa yang keyakinan rasional klien dalam kehidupan seha-
memiliki low self-esteem dalam berinteraksi sosial ri-hari. Selanjutnya peneliti mendiskusikan hasil
di SMP Negeri 2 Ungaran. Metode yang diguna- PR dan melihat perkembangan atau perubahan
kan dalam pengumpulan data pada penelitian ini yang terjadi dari diri klien, (9) Mendiskusikan
yaitu observasi dan wawancara. Peneliti meng- keyakinan irasional yang terdapat di masyarakat,
gunakan wawancara bebas, Arikunto (2006) pada tahap ini peneliti mendorong klien mengi-
menyebutkan “wawancara bebas yakni di mana dentifikasi keyakinan irasional yang ada di masy-
pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi arakat, serta mengalisis dasar logika dan empiris
juga mengingat akan data apa yang akan dikum- keyakinan di masyarakat. Dalam menganalisis
pulkan”. Supriyo (2008) menyebutkan beberapa data, peneliti menggunakan teknik analisis kom-
langkah dalam penanganan kasus, yaitu (1) iden- paratif, analisis isi dan analisis logic (Bungin,
tifikasi kasus, (2) analisis dan diagnosis, (3) prog- 2007).
nosis, (4) treatment, (5) dan follow up atau tindak
lanjut. Hasil dan Pembahasan
Peneliti menggunakan tahap-tahap dalam
konseling rational emotif teknik reframing yaitu: Gambaran low self-esteem dalam berinterak-
(1) Membina hubungan baik (rapport) dengan kli- si sosial pada klien pertama (KS) sebelum dilaku-
en. Tahap ini dilakukan agar klien �����������
merasa�����
nya- kan layanan konseling perorangan yaitu (1) ragu
man dengan peneliti saat melakukan konseling, dalam bertindak, (2) menarik diri dari pergaulan,
sehingga klien dapat dengan leluasa dan terbuka (3) malu bila ingin bergabung dengan teman-te-
dalam mengungkapkan masalahnya, (2) Mengi- mannya, (4) menyendiri di kelas, (5) bila bertemu
dentifikasi masalah, yaitu mengidentifikasi kon- dengan teman cenderung untuk menghindari
sekuensi negatif pada emosi dan perilaku, mengi- kontak mata, dan (6) memiliki keyakinan yang
dentifikasi activating event, serta mengidentifikasi irasional ”Saya harus pintar, dan jika tidak, saya
kemungkinan keyakinan klien, (3) Mencanang- akan menjadi orang yang benar-benar bodoh
kan tujuan. Pada tahap ini, peneliti mereview yang tidak pernah mampu untuk mendapatkan
ulang konsekuensi negatif pada perilaku dan apa yang benar-benar saya inginkan”.
emosi, mendialogkan dengan klien hasil konse- Dilihat dari gejala-gejala yang muncul
ling yang diinginkan klien, dan merumuskan pada diri klien KS, maka kasus ini termasuk da-

18
Aldila Fitri Radite Nur Maynawati,dkk/Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application1 1(1) (2012)

lam kasus pribadi dan sosial. Dari hasil identifi- serta kelebihan yang dimilikinya, (7) Membantu
kasi masalah klien, maka nama kasus ini adalah mengubah keyakinan klien yang irasional men-
low self-esteem dalam berinteraksi sosial. Untuk jadi keyakinan yang rasional melalui konseling
memperoleh data tentang diri klien, maka peneli- rational emotif teknik reframing.
ti melakukan wawancara langsung kepada klien, Selama proses konseling, klien sudah da-
guru pembimbing, teman klien dan observasi ke- pat mengungkapkan masalahnya secara terbuka.
pada klien. Sampai-sampai klien sering menceritakan ma-
Berdasarkan isi permasalahan yang diala- salah keluarganya. Namun, peneliti membatasi
mi klien, bahwa inti permasalahan klien yaitu low pembahasan masalah dalam proses konseling
self-esteem dalam berinteraksi sosial yang penga- yaitu dengan membahas masalah yang dialami
ruh besarnya karena penilaian dirinya rendah klien saja tentang low self-esteem dalam berinter-
atau biasa disebut citra diri rendah. Klien merasa aksi sosial.
kekurangan fisiknya yang membuatnya menjadi Setelah diberikan konseling selama empat
low self-esteem dalam berinteraksi sosial. Klien kali pertemuan, KS merasa lebih percaya diri
memiliki keyakinan irasional ”Saya����������������
harus pin- sehingga tidak ragu dalam bertindak. Ketika is-
tar, dan jika tidak, saya akan menjadi orang yang tirahat berlangsung, kini KS lebih sering bersama
benar-benar bodoh yang tidak pernah mampu teman-temannya dan bergabung bercengkerama
untuk mendapatkan apa yang benar-benar saya bersama-sama. Frekuensi KS bila bertemu dengan
inginkan”. teman-temannya sudah tidak terlalu sering untuk
Dalam permasalahan klien ini, jika dili- menghindari kontak mata, ia cenderung bertemu
hat klien memiliki banyak potensi yang bisa di- dan berhadapan dengan teman-temannya dengan
kembangkan agar memiliki penilaian diri yang sikap yang lebih baik. Keyakinan irasional klien
tinggi sehingga dapat membuat harga dirinya me- sudah berubah menjadi keyakinan rasional yaitu
ningkat. Klien memiliki kelebihan di bidang olah- ”Tanpa saya menjadi pintar dan cantik, saya buk-
raga voli. Namun, karena penilaian orang lain anlah orang yang bodoh, karena saya akan beru-
tentang klien yang rambutnya berkutu sehingga saha mendapatkan apa yang saya inginkan”.
klien sulit menghilangkan low self-esteem dalam Setelah pemberian treatment atau kon-
berinteraksi sosial. Berdasarkan keterangan yang seling selesai, peneliti mengadakan pertemuan
diperoleh dari klien dan hasil observasi, dapat di- kembali untuk mengevaluasi hasil treatment dan
katakan bahwa memang gejala yang muncul dari bersama-sama dengan klien membuat rencana
klien sesuai keterangan yang diperoleh melalui follow up atau tindak lanjut. Tindak lanjut yang
sumber lain. Menurut keterangan yang dipero- direncanakan dengan klien adalah mengadakan
leh bahwa klien sering menyendiri di kelas, tidak konseling lanjutan jika masalah tersebut dirasa
mau bergabung dengan teman-temannya, malu bagi klien masih menggangu kehidupan klien.
bila bicara di depan teman-temannya. Hal ter- Tindak lanjut yang sudah dilaksanakan pene-
sebut dibenarkan oleh informasi yang diperoleh liti adalah peneliti bersama guru pembimbing
dari guru pembimbing dan teman klien bahwa memantau perkembangan klien dalam berinter-
klien suka menyendiri di kelas dan klien memi- aksi sosialnya. Selain itu, peneliti bekerja sama
liki low self-esteem dalam berinteraksi sosial. Jadi, dengan teman klien untuk memotivasi klien agar
memang benar bahwa klien mengalami low self- mau untuk berinteraksi sosial.
esteem dalam berinteraksi sosial. Peneliti menanyakan pada klien perihal
Upaya bantuan untuk mengatasi kasus ter- hasil yang sudah klien rasakan setelah mengik-
sebut antara lain: (1) Membangkitkan dorongon uti proses konseling. Klien menyatakan bahwa ia
dengan memberikan perhatian maksimal pada merasa mendapatkan pemahaman baru menge-
klien, dalam hal ini peneliti bekerjasama dengan nai pemikiran yang tidak logis, klien mendapat
guru pembimbing klien di sekolah, (2) Membe- dorongan untuk meningkatkan belajar dan harga
ri dorongan positif melalui teman klien, teman dirinya. Klien merasa nyaman dan ingin mengu-
klien diharapkan dapat memberikan kondisi bah pemikiran negatif yang sering muncul men-
yang positif seperti yang diharapkan klien, (3) jadi pemikiran positif, meningkatkan belajarnya,
Memantau kondisi klien, sehingga klien menda- berusaha lebih percaya diri dengan demikian ia
pat perhatian lebih dan dapat termotivasi untuk akan memiliki self-esteem dan memiliki banyak
memiliki harga diri yang tinggi dalam berinter- teman.
aksi sosial, (4) Memberikan obat kutu rambut, Gambaran low self-esteem dalam berinter-
(5) Membantu klien untuk selalu mensyukuri aksi sosial pada klien kedua (DW), yaitu (1) suka
apa yang dimilikinya, (6) Membantu mendorong menyendiri, (2) menarik diri dari teman-teman-
klien untuk terus mengembangkan bakat, potensi nya, (3) memiliki keyakinan irasional ”Saya ha-

19
Aldila Fitri Radite Nur Maynawati,dkk/Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application1 1(1) (2012)

rus memiliki banyak teman, jika tidak maka saya lui konseling rational emotif teknik reframing.
merasa menjadi orang yang bodoh sekali”, (4) Selama proses konseling (treatment), klien
merasa tidak mampu akan kemampuan dirinya dalam mengungkapkan masalahnya sangat baik.
sendiri, dan (5) merasa curiga dengan teman- Ia menceritakan masalahnya secara mendalam.
temannya karena takut dianggap buruk oleh te- Setelah mengikuti proses empat kali pertemuan
man-temannya. konseling, DW sudah tidak suka menyendiri lagi
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketika jam istirahat, ia lebih sering berkumpul
klien, teman klien dan guru pembimbing serta dengan teman-temannya ketika istirahat ber-
observasi terhadap klien bahwa isi permasala- langsung. DW juga tidak menarik diri lagi dari
han yang dialami klien yaitu low self-esteem dalam teman-temannya, dengan bergabung dengan
berinteraksi sosial yang pengaruh besarnya ka- teman-temannya, ia merasa memiliki banyak te-
rena citra diri rendah dengan memiliki keyakinan man. Keyakinan yang DW miliki sekarang yaitu
yang irasional ”Saya harus pintar, dan jika tidak, keyakinan yang rasional ”Walaupun saya belum
saya akan menjadi orang yang benar-benar bo- memiliki banyak teman, namun saya akan terus
doh yang tidak pernah mampu untuk mendapat- berusaha memiliki banyak teman dengan meng-
kan apa yang benar-benar saya inginkan”. Klien gali kelebihan yang saya miliki, dan saya bukan-
merasa kurang bisa berkomunikasi dengan baik lah orang yang bodoh”. Perasaan DW saat ini
pada teman-temannya. Dalam permasalahan kli- adalah optimis, ia yakin akan kelebihan yang
en, jika dilihat klien memiliki potensi yang bisa ia miliki. DW sudah tidak merasa curiga lagi
dikembangkan agar memiliki citra diri yang ting- dengan teman-temannya, ia menyadari bahwa
gi sehingga memiliki self-esteem yang tinggi. Klien berpikiran negatif terhadap orang lain dapat
memiliki kelebihan di bidang agama. Namun, ka- mengakibatkan hal buruk.
rena citra diri klien yang sulit untuk dihilangkan Setelah pemberian treatment selesai, pe-
tentang dirinya yang sulit untuk berkomunikasi neliti mengadakan pertemuan kembali untuk
dengan teman-temannya. mengevaluasi hasil treatment dan bersama-sama
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dengan klien membuat rencana tindak lanjut.
dari klien dan hasil observasi, dapat dikatakan Tindak lanjut atau follow up yang direncana-
bahwa memang gejala yang muncul dari klien se- kan dengan klien adalah mengadakan konseling
suai keterangan yang diperoleh melalui sumber lanjutan jika masalah tersebut dirasa bagi klien
lain. Menurut keterangan yang diperoleh, bahwa masih menggangu kehidupan efektif sehari-hari
klien sering menyendiri di kelas, sulit berkomu- klien. Tindak lanjut yang sudah dilaksanakan pe-
nikasi dengan teman-temannya, dan cenderung neliti adalah peneliti bersama guru pembimbing
tertutup dengan teman-temannya. Hal tersebut memantau perkembangan self-esteem klien dalam
dibenarkan oleh informasi yang diperoleh dari berinteraksi sosialnya. Selain itu, peneliti bekerja
guru pembimbing dan teman klien bahwa klien sama dengan teman klien untuk memotivasi klien
suka menyendiri di kelas dan klien memiliki low agar mau untuk berinteraksi sosial.
self-esteem dalam berinteraksi sosial. Dapat disim- Klien menyatakan bahwa ia merasa
pulkan, memang benar bahwa klien mengalami mendapatkan pemahaman baru untuk terus be-
low self-esteem dalam berinteraksi sosial. rusaha menggali kelebihan yang dimiliki, klien
Upaya bantuan yang akan diberikan pada mendapat dorongan untuk lebih percaya diri
klien DW antara lain: (1) Membangkitkan do- dengan memiliki harga diri dalam berinteraksi
rongon dengan memberikan perhatian maksimal sosial. Klien merasa tidak terbebani lagi karena
pada klien, dalam hal ini peneliti bekerjasama bisa mengeluarkan beban dari masalahnya ter-
dengan guru pembimbing klien di sekolah, (2) sebut. Klien akan berusaha membangun self-es-
Memberi dorongan positif melalui teman klien, teem harga diri dengan penilaian diri yang baik,
teman klien diharapkan dapat memberikan kon- membangun rasa percaya diri, dan berusaha me-
disi yang positif seperti yang diharapkan klien, (3) nyesuaikan diri dengan teman-teman.
Memantau kondisi klien, sehingga klien menda- Pada klien ketiga (RH), gambaran awal
pat perhatian lebih dan dapat termotivasi untuk low self-esteem dalam berinteraksi sosial, yaitu
memiliki harga diri yang tinggi dalam berinter- (1) malu, (2) takut, (3) suka menyendiri, (4) tidak
aksi sosial, (4) Membantu klien untuk selalu yakin akan kemampuan yang dimiliki, (5) me-
mensyukuri apa yang dimilikinya, (5) Membantu miliki keyakinan yang irasional ”Saya harus bisa
mendorong klien untuk terus mengembangkan mengerjakan soal ilmu pengetahuan alam, jika
bakat, potensi serta kelebihan yang dimilikinya, tidak maka saya tidak akan memiliki teman, dan
(6) Membantu mengubah keyakinan klien yang saya merasa hina sekali”.
irasional menjadi keyakinan yang rasional mela- Dilihat dari permasalahan yang dialami

20
Aldila Fitri Radite Nur Maynawati,dkk/Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application1 1(1) (2012)

klien ketiga (RH), bahwa inti permasalahan klien klien bahwa klien sekarang sudah tidak terlalu
yaitu low self-esteem dalam berinteraksi sosial malu bila bersama teman-temannya.
yang pengaruh besarnya karena citra diri rendah Setelah mengikuti konseling, terjadi peru-
dengan memiliki keyakinan yang irasional “Saya bahan pada diri RH, yaitu ia menjadi tidak malu
harus bisa mengerjakan soal ilmu pengetahuan lagi bila berhadapan dengan teman-temannya. Ti-
alam, jika tidak maka saya tidak memiliki teman dak merasa takut juga terhadap orang lain, khus-
dan saya merasa hina sekali”. Klien merasa malu usnya pada teman-temannya. Terkadang masih
dan takut jika melakukan kesalahan di depan suka menyendiri di waktu istirahat berlangsung,
teman-temannya. Dalam permasalahan klien, namun ia sudah berani untuk bergabung bersama
jika dilihat klien memiliki potensi yang bisa di- teman-temannya. Lebih optimis akan kemam-
kembangkan agar memiliki citra diri yang tinggi puan yang dimilikinya, yaitu mengembangkan
sehingga harga diri pun tinggi. Klien memiliki ke- kelebihannya di bidang ilmu sosial terutama
lebihan di bidang mata pelajaran PPKn. Namun, mata pelajaran PPKn. Keyakinan irasional yang
karena citra diri klien yang sulit untuk dihilang- sebelumnya ia yakini, saat ini sudah menjadi key-
kan tentang dirinya yang malu dan takut jika akinan yang rasional, yaitu ”Saya tidak terlalu
melakukan kesalahan di depan teman-temannya. pandai dalam ilmu pengetahuan alam, namun
Berdasarkan keterangan yang diperoleh saya bisa mengembangkan kelebihan yang saya
dari klien dan hasil observasi, dapat dikatakan miliki yaitu pada mata pelajaran PPKn, dan saya
bahwa memang gejala yang muncul dari klien se- tidak merasa hina, saya akan memiliki banyak
suai keterangan yang diperoleh melalui sumber teman”.
lain. Menurut keterangan yang diperoleh bahwa Peneliti mengadakan pertemuan kembali
klien sering menyendiri di kelas, merasa malu untuk mengevaluasi hasil treatment dan bersa-
dan takut jika melakukan kesalahan di depan ma-sama dengan klien membuat rencana tindak
teman-temannya. Hal tersebut dibenarkan oleh lanjut. Tindak lanjut yang direncanakan dengan
informasi yang diperoleh dari guru pembimbing klien adalah mengadakan konseling lanjutan jika
dan teman klien bahwa klien suka menyendiri di masalah tersebut dirasa bagi klien masih meng-
kelas, malu dan klien memiliki low self-esteem gangu kehidupan efektif sehari-hari klien. Tindak
dalam berinteraksi sosial. Jadi, memang benar lanjut yang sudah dilaksanakan peneliti adalah
bahwa klien mengalami low self-esteem dalam peneliti bersama guru pembimbing memantau
berinteraksi sosial. perkembangan klien self-esteem-nya dalam berin-
Upaya bantuan yang akan diberikan untuk teraksi sosialnya. Selain itu, peneliti bekerja sama
klien RH antara lain: (1) Memberi dorongan po- dengan teman klien untuk memotivasi klien agar
sitif melalui teman klien, teman klien diharapkan mau untuk berinteraksi sosial.
dapat memberikan kondisi yang positif seperti Setelah mengikuti empat kali pertemuan
yang diharapkan klien, (2) Membangkitkan do- konseling, klien menyatakan bahwa ia merasa
rongon dengan memberikan perhatian maksimal mendapatkan pemahaman baru akan kelebihan
pada klien, dalam hal ini peneliti bekerjasama yang dimiliki. Klien merasa tidak terbebani oleh
dengan guru pembimbing klien di sekolah, (3) pemikiran yang tidak logis. Klien akan berusaha
Memantau kondisi klien, sehingga klien menda- membangun self-esteem dengan penilaian diri
pat perhatian lebih dan dapat termotivasi untuk yang baik dengan terus mengembangkan kele-
memiliki harga diri yang tinggi dalam berinter- bihannya dalam bidang ilmu sosial khususnya
aksi sosial, (4) Membantu mendorong klien un- mata pelajaran PPKn dan berlatih untuk terus
tuk terus mengembangkan bakat, potensi serta berpikiran rasional,
kelebihan yang dimilikinya (5) Membantu klien Peneliti sudah berusaha semaksimal
untuk selalu mensyukuri apa yang dimilikinya, mungkin melakukan konseling sesuai dengan
(6) Membantu mengubah keyakinan klien yang prosedur yang ada. Namun, terdapat beberapa
irasional menjadi keyakinan yang rasional mela- kekurangan dalam penelitian ini, yaitu keterba-
lui konseling rational emotif teknik reframing. tasan waktu yang ada untuk kegiatan konseling.
Pada awal proses konseling, klien dalam Peneliti menggunakan waktu rata-rata 30 menit
menceritakan masalahnya masih malu. Hingga untuk setiap pertemuan konseling. Hal ini dirasa
ia tidak mau menjawab pertanyaan wawancara sangat kurang bagi klien, karena klien harus di-
konseling dari peneliti. Hanya diam saja, perasa- pantau terus perkembangannya, khususnya me-
an malu dan takut klien masih terbawa. Namun, lalui konseling tersebut. Penelitian ini juga hanya
pada pertemuan ketiga klien mampu menunjuk- terbatas pada tiga siswa kelas VIII SMP Negeri
kan sikapnya yang sudah tidak malu dan tidak 2 Ungaran, dan hanya menggunakan satu teknik
takut lagi. Hal ini juga dibenarkan oleh teman yaitu teknik reframing.

21
Aldila Fitri Radite Nur Maynawati,dkk/Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application1 1(1) (2012)

Simpulan Konseling; (4) Dr. Supriyo, M.Pd Pembimbing I;


(5) Dra. M.Th. Sri Hartati, M.Pd Pembimbing
Berdasarkan penelitian yang telah dila- II; (6) Prof. Dr. Sugiyo, M.Si Penguji Utama;
kukan, maka dapat disimpulkan bahwa ��������
dari ke- (7) Ayah dan Ibu tercinta; (8) Subardiyati, S.Pd
tiga klien yang mengalami �������������������
low self-esteem da- Guru Pembimbing SMP Negeri 2 Ungaran; (9)
lam berinteraksi sosial dapat dientaskan melalui Klien KS, DW dan RH.
konseling rational emotif dengan teknik refram-
ing. Hal ini dapat dilihat dari perubahan ketiga Daftar Pustaka
klien. Klien pertama (KS) mengalami perubahan
dengan memiliki keyakinan yang rasional, ke- Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
tika bertemu dengan teman-temannya tidak lagi
Bungin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kuali-
menundukkan pandangan, intensitas klien untuk tatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
menyendiri di kelas ketika jam istirahat pun su- Capuzzi, David dan Douglas R. Gross. nd. Counsel-
dah berkurang. Pada klien kedua (DW) terjadi ing and Psychotherapy. New Jersey: Merrill, an
perubahan lebih terlihat percaya diri bila dergaul imprint of Prentice Hall.
dengan teman-temannya serta memiliki keya- Ellis, Albert. 2007. Terapi REB Agar Hidup Bebas De-
kinan yang rasional. Perubahan pada klien (RH) rita. Terjemahan Mahyuddin, Ikramullah. Yo-
dengan tidak memiliki keyakinan irasional dan gyakarta, B first.
sikapnya yang sudah tidak malu dan takut lagi Fauzan, Lutfi. 2009. Rational Emotive Behavior Coun-
seling in Action: Verbatim Konseling Albert El-
bila berkumpul bersama teman-temannya.
lis. Malang, Universitas Negeri Malang.
Lawrence, Denis. 2006. Enhancing Self-Esteem in The
Ucapan Terimakasih Classroom. London, Paul Champman Publish-
ing.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas lim- Santrock, John W. 2002. Life-Span Development
pahan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneli- Perkembangan Masa Hidup Jilid 1. Translated
ti mampu menyelesaikan penelitian ini. Peneliti by Chusairi, Achmad dan Juda Damanik. Ja-
mengucapkan terimakasih kepada: (1) Prof. Dr. karta: Erlangga.
Sudijono Sastroatmodjo, M.Si Rektor Universi- Sunarto dan A. Hartono. 2002. Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta, Rineka Cipta.
tas Negeri Semarang; (2) Drs. Hardjono, M.Pd
Supriyo. 2008. Studi Kasus Bimbingan dan Konseling.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan; (3) Drs. Eko Semarang, CV. Nieuw Setapak.
Nusantoro, M.Pd Ketua Jurusan Bimbingan dan

22

Anda mungkin juga menyukai