DISUSUN OLEH :
NPP : 31.0345
KELAS : H-4
TAHUN 2021
A. REVOLUSI MENTAL
3. Ketiga mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim.
4. Keempat mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera.
2) Kedua, membuat 213 Hal yang sama dilakukan pula misalnya oleh Lembaga
Pemilih Indonesia (LPI) dalam Seminr Nasional, Dari Trisaksi Melalui
Nawacita Menuju Revolusi Mental, Minggt, 22 Mffiet 2Ol 5 di Jakarta.
pemerintah tidak absen den gan memb angu n tata kelola pemerintah an y ang
bersih, efektil demokratis, dan terpercaya.
Namun, pada saat yang sama, dengan menyadari kelemahan itu, maka pemerintah
dapat hadir secara spirit dimana saja tanpa hadir secara fisik. Untuk mewujudkan peran kedua
itu, pemerintah harus mampu membangun kepercayaan (trust) sebagai modal utama, sehingga
tanpa kehadiran pemerintah secara fisik sekalipun, masyarakat akan merasa bahwa
pemerintah hadir memberi perlindungan.
Sebagai contoh, polisi dapat saja tak berada di lokasi lampu merah pada tengah
malam ketika seorang warga negara berkenderaan lewat, namun atas spirit tadi, setiap warga
negara dengan sendirinya berhenti, sebagai bentuk ke sadaran adany apemerintah, sekalipun
nyata-nyatanya tak tampak secara fisual. Menanamkan kesadaran sedemikian rupa mulai dari
tingkat muda praja hingga wasana praja dapat menjadi investasi yang mahal dan langka,
dimana setiap kader pemerintahan menyadari diri sebagai pengatur sekaligus spirit di tengah-
tengah masyarakat.
Dengan kesadaran itu, setiap kader pemerintahan harus mampu menjaga diri agar
kepercayaan masyarakat dapat dipertahankan.Jika konsep ilahiah ini dapat ditanamkan iewat
aspek pengasuhan, maka setiap kader pemerintahan yang akan datang dapat menjadi simbol
penggerak, dan sumber inspirasi hadirnya pemerintahan dimanapun masyarakat berada.
Inilah makna hakiki dari asas omnipresence guna menj awab problem naw acita pertama,
yaitu hilangnya ruh pemerintahan yang mengakibatkan masyarakat merasa hilangnya peran
pemerintah dalam berbagai persoalan yang dihadapi dewasa ini.
2. Mernbangun Pemerintahan yang Baik, Menjawab Nawacita 2
Tidak saja melakukan perubahan struktur, tetapi jauh lebih penting adalah perubahan
kultur birokrasi. oleh karena itu, menjadi penting meletakkan kaderpamongpraja IPDN
sebagai objekperubahan kultur untuk memasuki ruang struktur yang kini sedang mengalami
perubahan evolutif melalui reformasi birokrasi. Dengan demikian, kita percaya bahwa kultur
dapat mengubah struktur secara rasional, sekalipun dalam realitasnya struktur terkadang
melenyapkan semua idealisme pemerintah, termasuk idealisme kader pemerintahan di
lingkungan masy ar akat tempat bertugas.
Menyadari masalah itu, sebenarnya sejak awal 1994, srPDN menyiapkan kader
pemerintahan yang ditempatkan di pelosok desa terpencil sebagai Kasubag Pemerintahan
Desa. Sampai hari ini, sebagian besar alumni IPDN memulai karier sebagai pamong desa,
baik sebagai sekretaris desa maupun staf kelurahan untuk menjawab persoalan yang dihadapi
masyarakat pada unit pemerintahan terendah. Pertanyaannya, bagaimanakah memperkuat
peran tersebut dalam sistem pemerintahan desa yang bersifat otonom penuh sebagaimana
gambaran UU Nomor 6/201+ dan PP +3/2014?
Jika IPDN dapat mengambil peran dalam konteks ini maka sebaiknya mereka
dipersiapkan menjadi pendamping dalam penyusunan RPJM desa, APB desa, administrasi
desa, peraturan desa, hingga Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LppD). peran
ini penting dilakukan dimana desa saat ini sedang mempersiapkan diri untuk mengelola dana
desa guna mewujudkan desa yang b erdaya,mandiri, kreatil inovatif dalam kerangka otonom
desa.
4.Mernperkuat Fungsi Negara, Mencegah Negara Gagal, Menjawab Nawacita 4
Oleh karena pemerintah adalah personifikasi paling konkret negara, maka fungsi
pemerintahan, menurut Rasyid (l 999), meliputi pelayanan (pubk seruice),pengaturan
(regulation),pembangunan(dnelopmmt),danpemberdayaan (empowerm ent).217 Pelayanan
merupakan akar utama dari fungsi pemerintahan itu sendiri. Semua fungsi berikutnya pada
dasarnya bermakna pelayanan, atau dengan kata lain pelayanan dalam arti luas mencakup
keseluruhan fungsi pemerintahan.
Thnpa itu, pemerintahan tak lebih dari segerombolan bandit yang sewaktu-waktu
dapat menipu rakyatnya sendiri. Pamongpraja dalam konteks ini menjadi examplar2 center,
yaitu pusat percontohan dari rnoralitas dan kebersihan diri. Otoritatif bermakna bahwa setiap
pamongpraja selayaknya memiliki kemampuan mengelola kewenangan yang diberikan sesuai
aturan yang berlaku sehingga tak menjadi ancaman bagi masyarakat luas lewatperilaku
diktatorial. Generatif bermakna bahwa setiap pamongpraja semestinya memiliki visi
bernegara sebagai suatu bentuk peradaban yang membutuhkan keberlanjutan. Dengan
kesadaran inilah diperlukan regenerasi IPDN untuk melanjutkan tanggung jawab dalam
bermasyarakat, berbangsa, berpemerintahan dan bernegara.
Fungsi pemberdayaan pada dasarnya diorientasikan pada aspek politik, ekonomi dan
sosial (kerangka revoluasi mental). Aspek politik berhubungan dengan kemampuan
pemerintah memampukan masyarakat guna memahami negara dan tujuan dibentuknya
pemerintahan sehingga setiap warga negara memiliki tanggungjawab atas masa depan
negaranya.
Sedangkan kesadaran terhadap persamaan atas mahluk ciptaan Tuhan serta pengh
argaanterhadap kelompok-kelompok tertentu yang memperjuangkan kepentingan patut
dihargai sebagai wujud kebebasan dalam negara demokrasi. Terhadap keseluruhan fungsi
pemerintah tersebut negara patut hadir untuk melindungi serta memastikan tercapainya tujuan
bersama sebagaimana termaktub dalam konstitusi. Bagi IPDN, peran penting yang dapat
dikonstruksikan adalah bagaimana menggali lebih banyak problem masyarakat di level
terbawah (lewat blusukan kualitatif) agar dapat diformulasikan secara konkret lewat Lembaga
Pengabdian Masyarakat (LPM) sehingga upaya pemberdayaan di bidang politik, ekonomi
dan sosial dapat diwujudkan. Sejauh ini, peran LPM IPDN baru sebatas menyelenggarakan
program dan kegiatan, belum menyentuh akar persoalan yang kini dihadapi oleh masyarakat
di level terendah.
6. Meningkatkan Kualitas Bangsa Menjawab Nawacita 6
Kualitas bangsa ditentukan oleh kualitas individu. Bangsa pada dasarnya merupakan
puncak perkembangan suatu masyarakat. Kualitas individu tercermin dari nilai-nilai yang
ditanamkan. Nilai-nilai tersebut membutuhkan aehicle sehingga dapat dirasakan oleh orang
lain (Ndraha: 1999).Jika IPDN menyangga dua nilai utama sebagai pemersatu dan pelayan
masyarakat, maka kualitas pamongpraja hendaknya memiliki dua hal utama, yntu: patamq
kekuatan pengikat berbagai masyarakat, sosok pengintegrasi bangsa, serta mediator atas
berbagai perbedaan dalam masyarakat.
Kekuatan pemersatu juga harus diimbangi dengan kesadaran akan perbedaan sebagai
rahmat yang dapat dirajut menjadi modal bagi kekuatan bangsa, bukan sumber perpecahan
dan disintegrasi bangsa. Oleh sebab itu, perbedaan tidaklah mesti semata-mata diikat oleh
nilai persatuan, demikian pula nilai perbedaan agar membentuk semacamjaring fiala)yang
terikat di atas (center) dan terjalinjuga di bawah (copenferal).
Selama ini, yang terikat hanya di atas, namun tercerai di bawah seperti sapu lidi.
Kedua, nllar input dalam proses budaya (nation building) seharusnya adalah nilai-nilai faktual
kebhinekaan masyarakat yang dapat dikelola menjadi nilai ideal, yaitu tungalikn (p:ersatuan).
Ironisnya, yang dijadikan nlla:input selama ini bukan realitas kebhinekaan dimaksud, namun
m2thos.
Akibatnya, yang terjadi bukan proses budaya, namun pros es m2thicifing. Pada
keyakinan sebagian elite di IPDN, siklus kekerasan dan pelanggaran kehidupan praja masih
dianggap sebagai 'siklus lima tahunan'. Ini contoh kegagalan melihat perbedaan IPDN
sebagai miniatur kebhinekaan) guna membangun kecerdasan untuk mencari solusi sebagai
proses budaya dalam dunia akademik, namun yang muncul adalah kepasrahan pada mitos.
Simpelnya, IPDN harus mampu melakukan revolusi mental pada aspek budaya akademik,
bukan strategi politikpraktis yang dapat menjebak dirinya tak lebih dari sekedar kantor
pendidikan dan pelatihan.
Dalam konteks itulah diperlukan aturan pemerintah, dan untuk menegakkan aturan
diperlukan kekuasaan. Kekuasaan dalam bentuk formal adaiah kewenangan (authoiE).
Kewenangan tak dapat disangkal adalah modal utama pemerintah dalam menjalankan
fungsinya guna mewujudkan kesejahteraan ekonomi. Peran IPDN berkenaan dengan hal di
atas adalah bagaimana menanamkan nilai kekuasaan ftewenangan) dalam hal ini
(pamongpraja) agar dapat digunakan untuk memberikan akses seluas mungkin pada
masyarakat sehingga aktivitasnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada lingkup
mikro guna membebaskan dirinya dari lingkaran setan kemiskinan.
Dalam banyak realitas menggambarkan bahwa kekuasaan sering dan menjadi jamak
digunakan untuk memberi akses pada aktor pemerintahan dan kelompoknya untuk
memperkaya diri, bukan membebaskan masyarakat dari problem ekonomi.2re Nilai ini
penting ditanamkan agar kekuasaan tak digunakan untuk kepentingan dirinya sendiri,
sebagaimana orientasi umum masyarakat ketika menjadi PNS yang ingin menj adi kaya,
bukan melayani rakyat.
Kualitas sosial budaya yang ingin diwujudkan adalah lahirnya kepedulian, kesadaran
dan kebera nian (huoisme) individu sebanyak mungkin dalam masyarakat. Indikasi paling
mudah ditemukan adalah semakin sulit menemukan individu berani dalam kasus
pemberantasan korupsi. Selain itu, terkait realitas dewasa ini tantangan terberat adalah
bagaimana mengurangi budaya konsumeristik.
Jika kesadaran individu lahir sebaguir.rurra dikemukakan, maka pada ujungnya lahir
pula kesadaran kolektif (collectiue action). Bangsa-bangsa besar dan maju hari-hari ini
memiliki kesadaran kolektif yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsanya di
mata dunia international. Kesadaran kolektif semacam itu hanya mungkin jika terbentuk
kesadaran individu. Kesadaran individu terbentuk mulai dari lingkungan keluarga,
pendidikan dan sistem bernegara (contoh kepemimpinan)yang akan membentuk kualitas
budaya suatu bangsa (van Poeltje, 1953: 2B). Dalam relasi itu, peran IPDN sebagai institusi
pendidikan harus mampu membentuk kesadaran individu pada semua civitas dan alumni
tentang kepedulian, kesadaran diri, keberanian dan kemampuan mengurangi hidup
konsumeristik. Kesadaran kolektif IPDN akan menjadi simbol bagi perubahan sebagian
agenda bangsa. Nilai-nilai kepemimpinan pamongpraja yang selama ini ditanamkan melalui
asthabhrata setidaknya menjadi modal untuk menggerakkan secara kolektif dalam interaksi di
lapangan tugas.
Seluruh fasilitas yang dihadirkan untuk praja dalam praktiknya harus mampu
menjamin hilangnya diskriminasi sehingga tak muncul perbedaan menyolok antarayang kaya
dan miskin, mulai bangun pagi hingga tidur kembali. Penanaman nilai ini penting mulai dari
pembatasan kumpul kontingen (kedaerahan) guna menghindari dominasi kesukuan,
pemberian *urrg bugi ekspresi kehidupan beragama (perayaan agama), serta pemberian k.r.-
puiun bagi upaya mengembangkan kemampuan yang sekalipun berbeda menjadi modal bagi
upaya pencapain tujuan bersama. Inilah sejumlah penting nilai dan mungkin saja beberapa
bentuk uehicle yang muncrrl se.a.a luk sengaja sehingga membutuhkan diskusi yang lebih
intensif guna memperoleh formulasi yang sistematik dan bentuk yang lebih konkret bags
roadmap IPDN sebagai Pelopor Revolusi Mental.
KESIMPULAN
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya
memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan
konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum
yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.