Pada anak usia sekolah mempunyai perbedaan citra tubuh dengan seorang bayi,
salah satu perbedaan yang menyolok adalah kemampuan untuk berjalan, dimana
hal ini bergantung pada kematangan fisik. Pada masa remaja dengan adanya
perubahan hormonal akan mempengaruhi citra tubuhnya misalnya menopause.
Pada masa usia lanjut sebagai akibat dari proses penuaan terjadi perubahan
penurunan penglihatan, pendengaran, dan mobilitas sehingga hal ini dapat
mempengaruhi citra tubuh seorang lansia.
Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah
aspirasi, cita – cita, nilai – nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita
– cita dan harapan, nilai – nilai yang ingin dicapai berdasarkan norma sosial
( keluarga, budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan.
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap
peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi
yang tidak mungkin dilaksanakan ( keliat, 1992 ).
1. e. Identitas ( Identity )
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Mempunyai
konotasi otonomi dan meliputi persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan
identitas dimulai pada masa bayi dan seterusnya berlangsung sepanjang kehidupan
tapi merupakan tugas utama pada masa remaja (Stuart dan Sundeen, 1998)
Pada masa anak- anak , untuk membentuk identitas dirinya, anak harus mampu
membawa semua perilaku yang di pelajari kedalam keutuhan yang koheren ,
konsisten dan unik ( Erikson, 1963 ). Rasa identitas ini secara kontiniu timbul dan di
pengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.
Pada masa remaja , banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif dan social.
Dimana dalam masa ini apabila tidak dapt memenuhi harapan dorongan diri pribadi
dan social yang membantu mendefinisikan tentang diri maka remaja ini dapat
mengalami kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan
merasa terintegrasi bukan terbelah ( Ericson, 1963).
PROFIL KEMENTERIAN KESEHATAN
Visi
Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan
Misi
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat,
termasuk swasta dan masyarakat madani.
Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan
yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
“Nilai-Nilai”
Pro Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kemenkes selalu
mendahulukan kepentingan rakyat dan harus menghasilkan yang terbaik untuk
rakyat.
Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang
adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan,
agama dan status sosial ekonomi.
Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak,
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kemenkes saja.
Seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas
sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, masyarakat
madani dan masyarakat akar rumput.
Responsif
Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi
setempat, sosial budaya dan kondisi geografis.
Faktor-faktor tersebut menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan
kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda
pula.
Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang
telah ditetapkan dan bersifat efisien.
Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel.
Nawa Cita
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
Nawa Cita atau Nawacita adalah istilah umum yang diserap dari
bahasa Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda, keinginan). Dalam konteks
perpolitikan Indonesia menjelang Pemilu Presiden 2014, istilah ini merujuk kepada visi-misi yang
dipakai oleh pasangan calon presiden/calon wakil presiden Joko Widodo/Jusuf Kalla berisi
agenda pemerintahan pasangan itu.[1]Dalam visi-misi tersebut dipaparkan sembilan agenda
pokok untuk melanjutkan semangat perjuangan dan cita-cita Soekarno yang dikenal dengan
istilah Trisakti, yakni berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam
kebudayaan[2].
Adapun intisari dari Program Nawa Cita tersebut adalah [3]:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan
nasional yang tepercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang
dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan tepercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya
memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan
konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga
perwakilan.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan
dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan
masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan
mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah
kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk
rakyat pada tahun 2019.
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum
pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang
menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara
dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui
kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog
antarwarga.
Revolusi mental[sunting | sunting sumber]
Salah satu agenda dalam Nawa Cita yang paling banyak dibahas bahkan diperdebatkan oleh
publik adalah poin nomor 8 yakni, revolusi karakter bangsa atau lazim disebut revolusi mental [4].
Pembahasan hangat tentang revolusi mental berlangsung sejak masa
kampanye Pemilu Presiden 2014, bahkan sempat menjadi trending topic di jejaring sosial[5].
Dalam sebuah tulisan di harian nasional, Jokowi menjelaskan bahwa arti dari revolusi mental
yang dia gagas adalah menggalakkan pembangunan karakter untuk mempertegas kepribadian
dan jadi diri bangsa sesuai dengan amanat Trisakti Soekarno. Untuk mencapai tujuan tersebut,
menurut Jokowi, sistem pendidikan harus diarahkan untuk membantu membangun identitas
bangsa Indonesia yang berbudaya dan beradab, yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral agama
yang hidup Indonesia. Akses ke pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat yang
terprogram, terarah dan tepat sasaran oleh negara dapat membantu membangun kepribadian
sosial dan budaya Indonesia[6].