Anda di halaman 1dari 11

PAPER

ANALISIS KELEMBAGAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM


PROGRAM KELURAHAN SIAGA AKTIF "JUMANTIK" DI KECAMATAN
WONOKROMO KOTA SURABAYA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Dan Pengorganisasian Masyarakat
Dosen Pengampu Mata Kuliah : Vivien Dwi Purnama Sari, S,KM., M.Kes

Disusun Oleh
Kelompok 2 :

1. Olievia Dewi Trisnawati 10319045


2. Ragil Putri Praswi Aji 10319047
3. Tika Wati Pujiastuti 10319056
4. Titin Anis Purwanti 10319057
5. Triska Nashinatul Afifah 10319058
6. Tusiana Fitra Romadoni 10319060
7. Wanda Melin Anggraeny 10319065

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
TAHUN 2021
PEMBAHASAN

1. Definisi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan merupakan suatu proses dalam membuat seseorang mampu


meningkatkan kontrol atas keputusan dan tindakan yang mempengaruhi kesehatan
masyarakat, yang bertujuan untuk memobilisasi individu dan kelompok rentan dengan
memperkuat keterampilan dasar hidup dan meningkatkan pengaruh dalam dasar kondisi
sosial dan ekonomi. Selain itu, pemberdayaan juga diartikan sebagai upaya untuk
membangun daya atau kemampuan masyarakat, dengan mendorong, memotivasikan, dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota
masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti
kerja keras, hemat, keterbukaan, dan tanggung jawaban adalah bagian pokok dari upaya
pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan Masyarakat merupakan metode yang dikembangkan dalam praktik


pekerjaan sosial yang salah satu tujuannya adalah mengatasi permasalahan yang ada dalam
masyarakat. Menurut Pemerintah RI dan United Nations Internasional Childern’s Emergency
Funds Pemberdayaan Masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat noninstruktif
untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi
masalah, merencanakan, dan melakukan pemecahnya dengan memanfaatkan potensi setempat
dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektor maupun dan tokoh masyarakat.

Visi pada Pembangunan Nasional tahun 2005-2025 yaitu Indonesia yang Mandiri,
Maju, Adil dan Makmur. Sehingga guna mendukung tercapainya visi tersebut, Kementrian
kesehatan telah menetapkan visi pembangunan kesehatan tahun 2010-2014 yaitu
“Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Upaya dalam mencapai visi dan misi
tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan suatu strategi, salah satunya adalah
pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan
melalui kerjasama nasional dan global. Pengembangan Desa atau Kelurahan Siaga
merupakan salah satu bentuk strategi untuk mewujudkan Indonesia sehat, mandiri dan
Berkeadilan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Desa/Kelurahan Siaga merupakan gambaran tentang masyarakat yang sadar, mau dan
mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai masalah kesehatan yang terjadi pada
masyarakat seperti kondisi kurang gizi, munculnya penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), bencana alam, kecelakaan dan
lainnya. Adanya peran masyarakat dalam memanfaatkan potensi setempat, hingga terjalin
budaya gotong royong. Pengembangan Desa/Kelurahan Siaga mencakup upaya untuk lebih
mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat yang ada di desa/kelurahan,
dalam menjadikan masyarakat siap siaga dalam menghadapi masalah kesehatan,
meningkatkan kemandirian masyarakat dalam melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Terdapat beberapa komponen yang dimiliki oleh desa/kelurahan siaga aktif yaitu; (1)
Adanya Pelayanan kesehatan dasar, (2) Penerapan Pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan Unit Kesehatan Berbasis Mayarakat (UKBM) dan mendorong upaya
survailans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta
penyehatan lingkungan, (3) Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Berbagai
kegiatan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif ini melibatkan peran kader sebagai penyelenggara
kegiatan, dibantu oleh tenaga kesehatan yang berpedoman pada petunjuk teknis Pedoman
Umum Pelaksanaan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif (Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Kelurahan Siaga Aktif merupakan upaya pemberdayaan kesehatan yang dilakukan
pemerintah agar masyarakat mau dan mampu hidup sehat secara mandiri. Peran Kader
Pemberdayaan Masyarakat terdapat pada peraturan Permendageri No.7 tahun 2007 yaitu
Kader Pemberdayaan Masyarakat yang kemudian disingkat KPM yaitu anggota masyarakat
Desa atau Kelurahan yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan dalam
menggerakkan dan mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pemberdayaan
masyarakat dan pembangunan partisipatif.
Desa/ kelurahan siaga termasuk dalam model pembangunan kesehatan masyarakat
desa (PKMD) dimana Kemajuan yang dilihat dari sebuah bangsa akan bergantung pada
perkembangan masyarakatnya. Maka dari itu semua pemerintah membuat rancangan suatu
organisasi pemerintah dan juga rancangan non-pemerintah yang telah membuat sebuah
program pembangunan masyarakat yang akan berbeda di komunitas mereka semua. Dalam
melakukan pekerjaannya masyarakat harus memilik sebuah kerangka tentang teoritis agar
semua pekerjaan akan berjalan dengan lancar. Dalam hal ini Penting adanya peran serta
terhadap masyarakat. Pada departemen kesehatan telah membuat kegiatan partisipan untuk
masyarakat yang disebut sebagai Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).
Dilihat dari perkembangan PKMD dapat dinyatakan bahwa pada pendekatan yang telah
mencapai tujuan jangka panjang untuk pembangunan pada kesehatan nasional. PKMD juga
telah dikenal sebagai julukan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Dimana
dalam kegiatan pembangunan ini masyarakat sudah termasuk perwujudan pendekatan dari
UKBM seperti posyandu, kegiatan tersebut lebih dikenal dikarenakan dapat membantu dan
memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Kelembagaan Lokal

Menurut Koentjaraningrat (1997) menjelaskan bahwa lembaga adalah suatu pemapanan


perilaku (ways) yang hidup pada suatu kelompok orang, sehingga kelembagaan merupakan
sesuatu yang stabil, mantab, dan berpola yang berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam
masyarakat yang ditentukan dalam sistem sosial tradisional dan modern sehingga dapat
mengefisiensikan kehidupan sosial.

Kelembagaan hadir di masyarakat karena kondisi masyarakat dipenuhi oleh berbagai aturan
dan perilaku dengan melihat aturan-aturan tersebut. Kelembagaan hadir dalam mengatur
perilaku manusia sehingga kelembagaan dapat dijadikan suatu wadah dalam membentuk
pola-pola yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. Manusia akan berusaha untuk
memaksimalkan keuntungan dengan menggunakan aturan-aturan yang telah dibentuk melalui
kelembagaan.

Kelembagaan lokal merupakan serangkaian kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang bersifat tradisional dan diberdayakan oleh masyarakat lokal. Secara
sederhana kelembagaan lokal dapat diartikan sebagai aturan main (rule of the
game).kelembagaan lokal dengan pemberdayaan masyarakat dalam upaya peningkatan
kesehatan merupakan salah satu upaya dalam pengembangan desa untuk meningkatkan
kualitas desa. Kelembagaan lokal dalam pemberdayaan masyarakat berperan dalam
menggerakkan perubahan masyarakat dalam membangun sikap dan perilaku masyarakat
untuk menjadi masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi
berbagai masalah kesehatan.

3. Peran Kelembagaan Lokal Pemberdayaan Masyarakat

Kehadiran lembaga masyarakat sebagai perwujudan hak warga untuk mengorganisir diri
dan berpartisipasi dalam urusan publik, sesungguhnya belum diakui dalam kerangka legal
formal seperti undang-undang maupun peraturan lainnya. Salah satu masalah yang dihadapi
lembaga masyarakat adalah pengakuan yang belum merata, khususnya dari pemerintah.
Akibatnya, berbagai upaya yang dilakukan forum lembaga masyarakat misalnya untuk
melakukan pertemuan / komunikasi rutin dengan pemerintah atau meminta informasi dari
pemerintah, seringkali ditanggapi kurang serius bahkan ditolak.

1. Menyusun rencana pembangunan yang partisipatif


2. Menggerakkan swadaya gotong-royong
3. Melaksanakan dan mengendalikan pembangunan
4. Menanamkan dan memupukkan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat lokal
5. Pengkoordinasian perencanaan lembaga kemasyarakatan
6. Perencanaan kegiatan pembangunan secara partisipatif dan terpadu
Pembangkit dan mediasi aspirasi dan partisipasi masyarakat

4. Pengertian Masyarakat
Menurut Alexis de Tocqueville, masyarakat warga merupakan wilayah kehidupan sosial
yang terorganisasikan dan bercirikan antara lain : kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan
(self-generating), dan keswadayaan (self-supporting), dan mempunyai kemandirian yang
tinggi bila berhadapan dengan negara, serta mempunyai ketertarikan dengan norma-norma
atau nilai-nilai hukum yang diikuti.

Sebagai sebuah ruang politik, masyarakat warga merupakan suatu tempat yang
menjamin berlangsungnya perilaku, tindakan dan refleksi mandiri, serta tidak terkungkung
oleh kondisi kehidupan material, dan yang paling penting ia tidak di dalam jaringan
kelembagaan politik resmi (negara). Di dalamnya tersirat pentingnya suatu ruang publik yang
bebas, tempat dimana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh masyarakat.
Sejalan dengan itu, masyarakat warga merupakan bagian kunci dalam menentukan
terwujudnya masyarakat demokratis yang efektif. Dengan demikian, masyarakat warga
mungkin ada tanpa demokrasi, tetapi demokrasi tidak bisa ada tanpa masyarakat warga yang
kuat.

A. Ciri utama dari masyarakat warga


1. Adanya kesetaraan, dimana masyarakat terbentuk sebagai himpunan warga yang
setara.
2. Tiap anggota atau warga berhimpun secara proaktif, yaitu telah
mempertimbangkan berbagai aspek sebelum bertindak, karena adanya ikatan
kesamaan (common bond) seperti persamaan kepentingan, persoalan, tujuan dan
sebagainya.
3. Tiap anggota atau warga berhimpun secara sukarela dan bukan karena terpaksa
atau adanya paksaan.
4. Membangun semangat saling percaya.
5. Bekerjasama dalam kemitraan.
6. Secara damai memperjuangkan berbagai hal termasuk dalam hal ini
menanggulangi kemiskinan.
7. Selalu bersikap menghargai keragaman dan hak asasi manusia sebagai dasar
membangun sinergi.
8. Menjunjung nilai-nilai demokrasi dalam setiap keputusan yang diambil.
9. Selalu mempertahankan otonomi atau kemerdekaan dari berbagai pengaruh
kepentingan.
10. Mampu bekerja secara mandiri.

Kelurahan Wonokromo yang berada pada strata mandiri mendapat prestasi sebagai
Kelurahan Siaga Aktif terbaik di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015. Salah satu faktor
yang mempengaruhi yaitu adanya paguyuban kader yang sudah ada sebelum adanya
Kelurahan Siaga Aktif Wonokromo. Peran kader dalam pengembangan Desa/Kelurahan
Siaga sangat dibutuhkan terutama dalam menggerakkan dan mendorong masyarakat
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, mengenali masalah kesehatan di desa,
melakukan upaya kesehatan lingkungan, meningkatkan kesehatan ibu, bayi dan balita,
memasyarakatan kadarzi, dan menyiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana alam.
Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa/Kelurahan Siaga Aktif adalah keaktifan
kader. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pengembangan pembinaan untuk memenuhi
kebutuhan kader sehingga tidak terjadi drop out.

Kader kesehatan yang tergabung dalam Kader Kelurahan Siaga Aktif Wonokromo
memiliki berbagai peran dalam pandangan masyarakat. Peran kader kesehatan dalam
melaksanakan kegiatan UKBM memiliki esensi yang tidak dapat dilepaskan dengan
pelayanan kesehatan. Peran kader yaitu sebagai pedamping dan penggerak masyarakat untuk
melakukan hidup sehat. Selain itu, kader memiliki peran untuk memberikan memotivasi dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan kesehatan yang diadakan di
wilayah Kelurahan Wonokromo. Adapun peran kader selain dibidang kesehatan yaitu,
menjadi tempat untuk berbagi cerita mengenai permasalahan yang dihadapi masyarakat
seperti masalah mendidik anak.
5. Penerapan Program Pemberdayaan Masyarakat

Desa atau Kelurahan Siaga merupakan gambaran tentang masyarakat terhadap


kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi berbagai masalah
kesehatan yang terjadi pada masyarakat seperti kondisi kurang gizi, munculnya penyakit
menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), bencana
alam, kecelakaan. Pengembangan Desa atau Kelurahan Siaga merupakan upaya untuk lebih
mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat yang ada di desa/kelurahan,
menjadikan masyarakat siap siaga dalam menghadapi masalah kesehatan, meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (Kementerian
Kesehatan RI, 2010). Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki komponen antara lain :

1. Adanya pelayanan kesehatan dasar


2. Penerapan pemberdayaan masyarakat melalui Unit Kesehatan Berbasis Mayarakat
(UKBM) dan mendorong upaya surveilans berbasis masyarakat, kedaruratan
kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan
3. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Berbagai kegiatan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif ini melibatkan peran kader sebagai
penyelenggara kegiatan, dibantu oleh tenaga kesehatan yang berpedoman pada petunjuk
teknis Pedoman Umum Pelaksanaan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif (Kementerian
Kesehatan RI, 2010).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2016, Seluruh
Kelurahan yang ada di Kota Surabaya telah menjadi Kelurahan Siaga Aktif. Terdapat 154
Kelurahan Siaga Aktif dengan rincian, 20 kelurahan berada pada tahap pratama, 117
kelurahan berada pada tahap madya, 10 kelurahan berada pada tahap purnama dan 7
Kelurahan berada pada tahap mandiri. Terdapat 7 Kelurahan yang sudah berada pada tahap
mandiri yaitu Kelurahan Kebonsari, Kelurahan Balas Klumprik, Kelurahan Wonokromo,
Kelurahan Menur, Kelurahan Tenggilis, Kelurahan Medokan Ayu, Kelurahan Gundih (Dinas
Kesehatan Kota Surabaya, 2017). Pemberdayaan masyarakat melalui keberadaan kader di
Kelurahan Wonokromo sudah aktif selama 34 tahun. Terbentuknya Kelurahan Siaga Aktif
Wonokromo berawal dari adanya Paguyuban kader balita yang ada sejak tahun 1983,
kemudian pada tahun 2006 terbentuk kader Bumantik (Ibu Pemantau Jentik), tahun 2009
terbentuk kader lansia, dan tahun 2010 perkumpulan kader ini diberi nama Paguyuban Kader
Kesehatan. Terbentuknya paguyuban kader kesehatan menjadi awal terbentuknya kader
Kelurahan Siaga Aktif setelah adanya informasi dari pihak Dinas Kesehatan Provinsi kepada
pihak Puskesmas Wonokromo dan Pengurus Desa Wonokromo serta Kader Kesehatan
Wonokromo mengenai Program Kelurahan atau Desa Siaga Aktif.

Program kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan contoh nyata


program kegiatan pemberdayaan masyarakat yang ada di Kelurahan Wonokromo khususnya
RW 07. Alasanya program tersebut berada di RW 07 karena jumlah penduduk yang sangat
padat dan beberapa penduduk pernah terjangkit penyakit DB. Dengan dukungan Djarum
Foundation Bakti Sosial program ini merupakan program Sumbangsih Sosial sebagai salah
satu dari pilar, diharapkan agar para Jumantik dapat berperan aktif dalam rangka
menanamkan kesadaran pada warga untuk juga secara aktif berperan serta dan berpartisipasi
dalam pemberantasan nyamuk Aedes Aegypti melalui kegiatan 3M, yakni menutup tempat-
tempat penampuangan air, mengubur barang-barang rongsokan yang dapat menjadi sarang
nyamuk, serta menguras Bak mandi serta tempat-tempat penampungan air. Kegiatan ini
melibatkan masyarakat secara aktif sebagai kader. Sebanyak 101 juru pemantau jentik atau
Jumantik, serta 340 warga dari 17 RT di RW 07 Kelurahan Wonokromo turut berpartisipasi
dan siap siaga melaksanakan rangkaian kegiatan PSN bersama panitia Djarum Foundation
Bakti Sosial. Program yang dilaksanakan hari itu adalah program sebagai pemicu gerakan
masal masyarakat dalam mencegah dan penanggulangan DB, kegiatan ini akan berlangsung
selama 1 tahun penuh dan akan ditindak lanjuti secara konsisten berdampingan dengan
Yayasan Bakti Sosial Indonesia (YBSI).

6. Kelemahan Dan Kelebihan Program Pemberdayaan Masyarakat

A. Kelemahan
a) Berjalan nya program masih didominasi oleh pihak kader tanpa ada gerakan
mandiri dari masyarakat
b) Sering terjadinya bentrok jadwal karena banyak kegiatan lain yang dilakukan
akibat adanya peran ganda dari kader
c) Masih banyak para kader yang ragu atas kemampuannya

B. Kelebihan program
a) Membantu masyarakat untuk lebih aktif dan memberi kesadaran pada warga
dalam pentingnya melakukan kegiatan 3M
b) Mengajarkan masyarakat untuk peduli, tanggap dan mengatasi masalah
kesehatan yang dihadapi
c) Adannya dukungan dari pihak luar terhadap gerakan PSN yang dilaksanakan
d) Menggerakkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pemberdayaan
masyarakat
KESIMPULAN

Kelurahan dan Desa Siaga Aktif merupakan program pemberdayaan masyarakat di


bidang kesehatan yang memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat desa atau
kelurahan yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri. Keberhasilan dari program ini
dipengaruhi oleh partisipasi kader dan masyarakat. Kader memiliki peran sebagai
pedamping dan penggerak, pemercepat perubahan (enabler), perantara (mediator),
pendidik, perencana,melakukan advokasi, pelaksana teknis dan motivator bagi
masyarakat. Peran kader ini dapat dilakukan dengan baik karena adanya motivasi dari
para kader.
DAFTAR PUSTAKA

Sulaeman, E. S., Karsidi, R., Murti, B., Kartono, D. T., Waryana, W., & Hartanto, R. (2012).
Model Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan, Studi Program Desa Siaga.
Kesmas: National Public Health Journal, 7(4): 186-192.
Wibowo, Agung Pramono. (2011). Pengembangan Kelembagaan Lokal. Jakarta:
Management Studio and Clinic.

S Anwar, M Buchari. (2013). Peran Kelembagaan Lokal Dalam Meningkatkan Keberdayaan


Masyarakat: SOCIUS.

Sulili, Anwar., Buchari Mengge. (2013). PERAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM


MENINGKATKAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT Studi Kasus Peran Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di Kota Makassar. Jurnal Socius, Vol. XII, hal : 1-
18.

Masruroh, S. D., & Hargono, R. (2015). KELURAHAN SIAGA AKTIF WONOKROMO


SURABAYA THE ROLE AND MOTIVATION OF CADRES IN IMPLEMENTATION
OF ACTIVE ALERT VILLAGE IN WONOKROMO , SURABAYA. 129–141.

Susianti, N. (2019). Strategi Pemerintah dalam Program Pemberantasan Demam Berdarah


Dengue (DBD) di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan, 22(1), 34-43.

Anda mungkin juga menyukai