Anda di halaman 1dari 2

Nama : Darsini

NIM : 181111035

Derah Asal : Bojonegoro, Jawa Timur

Hari Raya idul fitri di Dusun Tawang RT 008/RW 003

Desa Luwihaji, Kecamatan Ngraho, Kabupatean Bojonegoro, Jawa Timur

Hari raya idul Fitri merupakan hari besar bagi umat Islam dimanapun berada. Setiap daerah memiliki
tradisi Idul Fitri masing-masing. Di Indonesia terdapat tradisi khas yang telah dilakukan secara turun menurun
menjelang hari raya idul fitri, yaitu tradisi mudik. Ringkasnya mudik bisa diartikan sebagai pulang ke kampung
halaman. Hari raya Idul Fitri menjadi ajang bagi perantau untuk berkumpul bersama sanak keluarga di kampung
halamannya. Begitu juga bagi masyarakat bukan perantau, Idul Fitri menjadi momen bertemu dan berkumpul
bersama anggota keluarga yang jauh dan lama tidak berjumpa.

Setiap masyarakat memiliki pandangan masing-masing dalam memaknai hari raya idul fitri. Penulis
telah melakukan wawancara terhadap beberapa informan, yang terdiri dari golongan pemudik dan non-
pemudik mengenai makna idul fitri bagi mereka. Dari golongan pemudik terdapat tiga informan, yaitu: 1)
Badi’atul Akhlak, 20 tahun, mahasiswi (Solo), 2) Sri Lestari, 22 tahun,ibu rumah tangga+usaha online shop
(Lampung), 3) Anis Khofifah Khotim, 22 tahun, Mahasiswi (Solo). Menurut Badi’atul Akhlaq, Idul Fitri lebih dari
sekedar hari kemenangan setelah sebulan berpuasa, hari raya Idul Fitri menjadi kesempatan untuk berkumpul
bersama keluarga, menyambung silaturahmi dengan kerabat dan saling memaafkan satu sama lain. Menurut
Sri Lestari, hari raya adalah saatnya bersuka cita menyambut hari kemenangan. Sebagai seorang perantau
mudik menjadi hal yang sangat saya nantikan agar bisa berkumpul bersama keluarga. Berkumpul bersama
keluarga di hari raya Idul Fitri sangatlah istimewa karena hanya satu tahun sekali, rasanya berbeda dengan
pulang kampung saat tidak hari raya. Terakhir menurut Anis Khofifah Khotim, Idul Fitri sangat bermakna bagi
saya sebagai seorang perantau. Di mana kita bisa berkumpul bersama keluarga. Namun karena dampak covid-
19 kondisi menjadi sulit. Mudik dilarang oleh pemerintah. Diperbolehkan mudik dengan persyaratan yang
harus dipenuhi seperti tes dan lain-lain yang membutuhkan ongkos banyak.

Selanjutnya dari golongan non-pemudik terdapat tiga informan, yaitu 1) Ibu Parinah, berusia 50 tahun,
bekerja sebagai petani, 2) Wasi, berusia 56 tahun, petani, 3) Ahmad Syafi’I, 25 tahun, staf Tata Usaha. Menurut
Ibu Parinah makna Idul Fitri adalah kembali suci, saling memaafkan, berkumpul bersama keluarga, makan
bersama, bersilaturahmi dengan saudara-saudara, serta menjalin ukhuwah Islamiyah. Menurut Ahmad Syafi’I,
Idul Fitri bermakna hari kemenangan setelah sebulan penuh berjuang menahan hawa nafsu, idul fitri juga
sebagai ajang untuk saling menjalin silaturahmi antar umat Islam. Menurut bapak Wasi, Idul fitri adalah hari
dimana dosa-dosa terampuni, namun beriringan dengan dosa yang diampuni, saat itu manusia disudo cahaya
lan kekuatane (dikurangi cahaya juga kekuatannya), sehingga terkadang setelah hari raya banyak orang yang
mengeluh badannya capek, lesu, dan wajahnya pucat.
Hari raya Idul Fitri bagi setiap orang memiliki makna yang berbeda-beda. Masyarakat di setiap daerah
pun memiliki traidisi perayaan Idul Fitri yang berbeda-beda pula. Misalnya Di Dusun Tawang RT 008/RW 003
Desa Luwihaji, Kecamatan Ngraho, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Perayaan Idul Fitri di daerah ini dimulai
seiring dengan masuknya waktu maghrib. Setelah adzan yang biasanya diisi dengan puji-pujian diganti dengan
kumandang takbir. Malam hari raya diisi dengan takbiran, yakni mengumandangkan takbir diiringi dengan
tabuhan bedug oleh para muda mudi masjid hingga semalam penuh. Di sisi lain para orang tua khususnya ibu-
ibu berbondong-bondong menunaikan zakat, kemudian dilanjutkan dengan pembagian zakat kepada
masyarakat yang berhak pada malam itu juga. Keesokan harinya, para warga melaksanakan sholat Idul Fitri di
masjid. Pelaksanaan sholat Id di daerah sini sudah dilakukan seperti biasa, artinya sudah tidak ada jaga jarak,
dan hanya beberapa yang masih memakai masker, dikarenakan kondisi daerah yang terhitung aman dan tidak
ada kasus covid-19.

Setelah pelaksanaan Sholat Id terdapat tradisi kondangan/ambengan, yakni doa dan makan bersama.
Ambengan dilakukan di serambi masjid, doa dipimpin oleh kyai pengasuh masjid dan diamini oleh para jamaah,
baru kemudian ambeng dibuka dan makan bersama-sama. Setelah itu para warga kembali ke rumah masing-
masing dan melakukan sungkeman dengan anggota keluarga. Tidak lama setelahnya para warga akan saling
berkunjung ke rumah masing-masing untuk halal bi halal (di sini disebut dengan istilah bahal) saling meminta
maaf lahir dan batin satu sama lain, serta menikmati hidangan yang telah disajikan tuan rumah. Setelah
kegiatan bahal selesai, banyak dari warga yang pergi berkunjung ke rumah kerabat-kerabat nya. Bisa dikatakan
bahwa Hari Raya Idul Fitri di Dusun Tawang, Desa Luwihaji pada tahun ini sudah kembali normal seperti sedia
kala, seperti sebelum datangnya covid-19.

Tradisi ambengan dan tradisi bahal merupakan fenomena sosial kegamaan yang menjadi bagian dalam
kehidupan dan terus dilestarikan oleh masyarakat Dusun Tawang, Desa Luwihaji. Dilihat dari teori
fungsionalisme, kedua tradisi ini selain memiliki fungsi untuk merayakan hari raya Idul Fitri, juga berfungsi
sebagai sarana untuk saling berbagi dan menyambung silaturahmi antar umat Islam. Terdapat juga unsur
akulturasi Islam dan Budaya Jawa dalam Perayaan Idul Fitri di daerah ini. seperti Tradisi takbiran yang diiringi
tabuhan bedug. Dimana mengumandangkan takbir adalah ajaran Islam sedangkan tabuhan bedug merupakan
budaya lokal Jawa, yakni alat musik tradisional yang dahulunya untuk mengiringi tarian dan ritual keagamaan.

Kesan Idul Fitri tahun ini menurut saya sangat berharga. Di tengah kondisi dunia yang masih dihantui
pandemi covid-19, bisa merayakan hari raya bersama keluarga merupakan hal yang sangat saya syukuri. Di
tahun ini saya dan keluarga merasa lebih antusias dan bahagia merayakan Idul Fitri daripada tahun kemarin.
Dimana bulan Ramadhan dan hari raya tahun kemarin berada dalam kondisi pandemi yang sedang parah-
parahnya. Sholat di masjid harus jaga jarak, tidak boleh bersalaman, wajib memakai masker, serta kontak sosial
yang sangat terbatas. Tahun kemarin bisa dibilang kondisinya sangat mencekam. Berbeda dengan tahun ini,
yang meskipun kondisi pandemi secara umum masih belum bisa dikatakan reda, akan tetapi di daerah sini
kondisi sudah membaik dan kembali seperti sedia kala. Hanya saja, karena adanya larangan mudik dari
pemerintah, dalam rangka pencegahan penularan covid-19, banyak dari kerabat-kerabat yang jauh tidak bisa
pulang kampung untuk merayakan hari raya di rumah. Tetapi tidak masalah, semua itu demi kebaikan seluruh
masyarakat. Yang terpenting dari hari Raya idul Fitri menurut saya adalah kita semua umat Muslim bisa kembali
mencapai fitrahnya, yakni kembali suci setelah satu bulan penuh melebur dosa dengan berpuasa dan
meningkatkan kuantitas juga kualitas ibadah, serta saling memaafkan kesalahan satu dengan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai