Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Umum
Drainase berasal dari kata “drain” (bhs. Inggris) yang berarti membuang
air yang menggenang. Secara umum adalah suatu ilmu yang mempelajari cara –
cara atau teknik untuk membuang air (pemutusan air) dari suatu tempat yang
dipandang berlebihan (meluap = sering disebut banjir, menggenang). Sebagai
akibat dari adanya hujan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Dalam ilmu jelas ada kaitan erat antara :
1. Terjadinya hujan yang menyebabkan meluap dan melimpasnya air (banjir)
serta menggenangnya air.
2. Cara maupun usaha manusia untuk menghilangkan, mengarahkan dan
membuang air agar tidak meluap (banjir) dan menggenang. Mengatur sistem
pembuangan air limpasan hujan.
Sedangkan drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang mengkhususkan
pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan fisik, dan lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan kota
tersebut.
Diruntut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran
penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran
pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima
(receiving waters).

1
1.2 Siklus dan Tahapam Pembangunan Sistem Drainase

Pra studi kelayakan Studi kelayakan

Identifikasi proyek Perencanaan rinci

PERENCANAAN DAN PEMOGRAMAN

EVALUASI DAN MONITORING

Persiapan konstruksi

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
konstruksi
OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Project completion report (PCR)

1.3. Prosedur Kerja Perencanaan Drainase


Dalam setiap kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan teknik,
selalu dilakukan melalui beberapa tahap dalam suatu prosedur sebagai berikut:

2
MULAI

Data:
1. Site Plan
2.Peta Topografi
3. Data Curah Hujan

Perencanaan Sistem Jaringan Drainase

Analisa Hidrologi

Analisa Hidrolika
JIKA
Q renc > Q sal
CEK
Q rencana < Q sal

SELESAI

3
BAB 2
SISTEM DRAINASE
2.1. Landasan Teori
Air hujan yang jatuh dipermukaan harus secepatnya dibuang ke saluran
agar tidak terjadi genangan-genangan dan tidak mengalir melalui permukaan
jalan-jalan yang dapat merusak permukaan badan jalan. Banyaknya air hujan
yang harus dibuang tergantung pada jumlah hujan dan jenis permukaan.
Jenis permukaan mempengaruhi jumlah air yang dapat diserap oleh
permukaan tanah, dan yang tidak dapat diserap harus dibuang melalui jaringan
drainase. Jumlah air hujan ditentukan oleh jumlah maksimum air hujan yang
turun pada duration dan return period tertentu sesuai dengan life time
bangunan yang terlindungi (dilindungi oleh penutup atap) untuk memperlancar
pembuangan maka suatu daerah harus dibagi dalam beberapa zoning yang
dituangkan dalam layout plan.
Perencanaan sistim jaringan drainasi dimaksudkan untuk menentukan
penempatan atau perletakan dari saluran drainasi sehingga secara keseluruhan
membentuk jaring – jaring (jaringan) dalam kesatuan wilayah atau daerah.
Adapun ketentuan yang perlu diperhatikan dalam membuat lay out plan
sistem antara lain:
a. Air hujan yang jatuh di suatu daerah harus secepatnya dibuang kesatu
tempat pembuangan melalui suatu system tata saluran tertentu.
b. Sedapat mungkin arah aliran pada saluran pembuang mengikuti arah aliran
yang telah ada secara alamiah (sesuai relief kontur).
c. Saluran sedapat mungkin diletakkan pada bagian terendah suatu daerah.
d. Suatu jaringan drainase yang ada harus berakhir / mempunyai out let pada
suatu sungai
e. Mengingat adanya kemiringan tanah searah, maka perlu dikembangkan sistim
blok yaitu dengan membagi daerah menjadi zone dengan sistem drainase
yang saling terpisah antara satu dengan yang lain.
f. Sedapat mungkin saluran drainase air hujan terpisah dengan saluran-
saluran yang lain yang ada.

4
g. Sedapat mungkin saluran drainase digabungkan menjadi satu dengan
saluran jalan.

2.2 Skema Klasifikasi Sistem Drainase

Alamiah
Menurut
Terbukanaya
Buatan

Permukaan Tanah
Letak Bangunan
Bawah Permukaan
Tanah
Jenis Drainase
Sigle Purpose
Menurut Fungsi
Multi purpose

Terbuka
Menurut
Konstruksi
SISTEM DRAINASE

Tertutup

Paralel atau sisir

sirip
Terbuka
garpu

Pola Jaringan Gird iron


Drainase
jaring-jaring

Tertutup Sistem Blok

Sistem Terpisah Sistem Radial

Sisten Buangan Sistem Tercampur

Sistem Kombinasi

5
2.3 Data Perancangan
Untuk memulai suatu perencanaan sistem drainase, perlu dikumpulkan
data – data penunjang agar hasil perencanaan dapat dipertanggungjawabkan.
Jenis data tersebut meliputi :
1. Peta lay out existing atau site plan
Untuk perencanaan detail, yaitu penempatan saluran-saluran
kwarter dan tersier diperlukan peta situasi atau site plan dalam skala
besar, misalnya 1 : 1000. Pada peta sudah digambarkan rumah-
rumah dan jalan serta kenampakan-kenampakan lain yang penting.
Hendaknya site plan tersebut berskala agar lebih memudahkan
dalam pengukuran atau perhitungan luasan daerah yang akan diukur.
2. Peta topografi
Peta topografi terdapat garis-garis kontur dimana digambarkan
dengan beda tinggi 0,5 m untuk lahan yang sangat datar atau 1 m
untuk lahan curam. Peta topografi sangat penting dalam melihat arah
aliran limpasan air hujan, jadi dalam perencanaan drainase terutama
dalam pembuatan saluran drainase hanya mengikuti kontur pada peta
topografi tersebut. Jika beda kontur terlalu curam hendaknya dalam
perencanaan saluran drainase menggunakan bangunan terjunan untuk
menghindari terjadinya pengikisan atau erosi pada saluran drainase.
3. Peta tata guna lahan
Data pada peta tata guna lahan ada kaitannya dengan besarnya
aliran permukaan. Besarnya aliran permukaan tergantung dari
banyaknya air hujan yang mengalir setelah dikurangi banyaknya air
hujan yang meresap. Penggunaan lahan bisa dikelompokkan dalam
berapa besar koefisien larian. Yang dimaksud dengan koefisien larian
adalah persentase besarnya air yang mengalir.
4. Data curah hujan
Yang perlu dikumpulkan minimal data curah hujan harian selama
10 tahun atau lebih. Data ini diperlukan untuk menghitung debit rencana

6
2.4 Analisa Sistem Jaringan Drainase
1. Sesuai dengan kontur peta topografi, pilihlah alternative pola sistem
jaringan drainase sesuai dengan skema klasifikasi sistem drainase diatas
untuk menentukan pola sistim jaringan drainase yang paling efisien dan
efektif dalam menjamin lancarnya limpasan air pada saluran drainase.
(tuangkan dalam peta/site plan dan dilengkapi notasi salurannya).
2. Analisalah dan berikan alasanmu! Mengapa pola jaringan drainase tersebut
dipilih, serta jelaskan apa keuntungan dan kerugiannya terhadap kondisi
peta/siteplan tersebut!
3. Hitung luasan total DAS, dan bagilah DAS tersebut menjadi beberapa sub
DAS pada peta siteplan anda.
4. Hitung luas masing-masing Sub DAS untuk masing-masing saluran dan
tuangkan dalam bentuk table.
Panjang
Luas Blok
Saluran Kemiringan
Saluran Blok (A blok)
( Ls ) Saluran ( S )
ha m
A1 0.104 65 0.00185

A2 0.072 60 0.00167
A3 0.072 60 0.00167

Saluran A4 0.045 32 0.00188


Kwarter A5 0.038 32 0.00156
(S4)
A6 0.075 50 0.00080
A7 0.075 50 0.00100
A8 0.186 110 0.00109
A9 0.068 55 0.00164
A10 0.061 45 0.00289

Saluran A6, A7,


Tersier A8, A9, 0.465 90 0.00200
(S3) A10

7
BAB 3
ASPEK HIDROLOGI
3.1 Landasan Teori
Analisis hidrologi dilakukan terhadap data hujan untuk mendapatkan
besarnnya intensitas curah hujan sebagai dasar perhitungan debit banjir
rencana pada daerah yang direncanakan untuk dibuat bangunan drainasi.
Analisis hidrologi yang dilakukan akan meliputi kegiatan :
1. Pengumpulan data hidrologi (data curah hujan)
2. Analisis data yang dilakukan dengan maksud agar data siap untuk dianalisis
selanjutnya.
3. Analisis frekwensi dilakukan terhadap data yang siap untuk mendapatkan
hasil, yaitu intensitas curah hujan.

Beberapa karakteristik hujan yang perlu ditinjau dalam analisis dan


perencanaan hidrologi meliputi:
1. Intensitas I, adalah laju hujan = tinggi air persatuan waktu, misalnya
mm/menit, mm/jam, atau mm/hari.
2. Lama waktu (durasi) t, adalah panjang waktu dimana hujan turun dalam
menit atau jam.
3. Tinggi hujan d, adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama
durasi hujan dan, dinyatakan dalam ketebalan air diatas permukaan datar ,
dalam mm.
4. Frekuensi adalah kejadian dan biasanya dinyatakan dengan kala ulang
(return period) T, misalnya sekali dalam 2 tahun.
5. Luas DAS adalah luas geografi daerah sebaran hujan.
6. Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan
antara intensitas hujan dengan durasi hujan dan dinyatakan dalam bentuk
lengkung intensitas hujan dengan kala ulang hujan tertentu.
7. Waktu konsentrasi tc adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air
dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik control yang
ditentukan di bagian hilir suatu saluran.

8
3.2 Pengukuran Curah Hujan
Curah hujan dapat diukur menggunakan alat ukur hujan yang umumnya
disebut dengan sukat hujan (rain gauge), atau sering juga disebut Pluviometer
(pluviometer) atau penakar hujan dari suatu pos hujan. Satuan untuk mengukur
curah hujan adalah 1 mm. Nilai itu menunjukkan bahwa tebal hujan menutupi ai
atas permukaan bumi setebal 1 mm, dan zat cair itu tidak meresap ke dalam
tanah (permukaan bumi dianggap kedap air) atau tidak menguap kembali ke
atmosfer.
Untuk mengukur curah hujan dapat digunakan alat ukur hujan dan
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Alat ukur hujan biasa (AUHB) (rain gauge, RG)
b. Alat ukur hujan otomatik (AUHO)(automatic rain fall recorder, ARR)
Tipe alat ukur hujan otomatis ada tiga yaitu:
 Weighting Bucket Raingauge
 Float Type Raingauge
 Tipping Bucket Raingauge

3.3 Analisis Data Hujan


Untuk mendapatkan karakteristik hujan diperlukan analisis data hujan
antara lain sebagai berikut :
1. Pengisian data kosong;
2. Pengecekan kualitas data;
3. Menentukan hujan rata-rata DAS;
4. Analisis tebal dan intensitas hujan terhadap durasi;
5. Analisis kurva massa ganda;
6. Menentukan hujan berpeluang maksimum;
7. Hubungan intensitas dan debit maksimum;
8. Uji kesamaaan jenis.

1. Pengisian Data Kosong


Data curah hujan yang hilang disebabkan oleh beberapa hal, seperti
alat ukur rusak, pengamat berhalangan, dan data pencatatan hilang. Untuk data

9
dari stasiun (selain stasiun yang datanya hilang) terdapat pencatatan hujan jangka
panjang, maka dapat dicari dengan metode Normal Ratio Kuthog dengan rumus
sebagai berikut :

Dimana :
ra = data hujan yang akan dicari.
Ra = ∑ hujan tahunan normal pada stasiun yang datanya
hilang.
R1…Rn = ∑ hujan tahunan pada stasiun 1 s/d n
r1…rn = hujan pada saat yang sama dengan hujan yang
akan dicari dari stasiun 1 s/d n.
n = jumlah stasiun hujan disekitar stasiun yang akan dicari.

2. Pengecekan Kualitas Data Hujan


Data hujan yang diperlukan harus dicek sebelum digunakan untuk
analisis hidrologi lebih lanjut. Agar tidak mengandung kesalahan dan harus
tidak mengandung data kosong (missing record), maka perlu dilakukan
pengecekan kualitas data dengan melakukan uji konsistensi yang berarti
menguji kebenaran data. Beberapa cara untuk mengecek kualitas data hujan
minimal antara lain :
1. Melaksanakan pengecekan lapangan, untuk memastikan apakah pos hujan
masih beroperasi , atau sudah terjadi perubahan, cek jenis alat, kedudukan
alat,
2. perubahan lokasi, dan perkembangan lokasi sekitar pos hujan itu.
3. Melaksanakan pengecekan ke kantor pengolahan data untuk mengetahui
sejarah operasinya pos, metode pengukuran, dan atau perhitungan.
4. Membandingkan data hujan dengan data iklim untuk lokasi yang sama.
5. Analisis kurva massa ganda.
6. Analisis statistic.
Salah satu cara untuk menguji konsistensi adalah dengan

10
menggunakan analisis kurva massa ganda (double mass curve analysis)
untuk data hujan musiman atau tahunan dari suatu DAS.

3. Tebal Hujan Rata-rata DAS


Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau
terjadi hanya bersifat setempat. Jika terjadi hujan setempat saja maka kita
hanya mendapat curah hujan di daerah itu. Sedangkan di suatu areal terdapat
beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-
rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.
Ada tiga macam metode pendekatan yang dapat digunakan untuk
menentukan tebal hujan rata-rata dari suatu DAS antara lain :
a. Metode rata-rata aritmatik

dimana :
R = curah hujan daerah (mm)
R1, R2, …, Rn = curah hujan ditiap titik pengamatan.
n = jumlah titik atau pos pengamatan.

b. Metode polygon Thiessen

dimana :
R = hujan rerata daerah (mm)
Rn = hujan pada pos penakar hujan (mm)

An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2)

A = luas total DAS (km2)


Wn = An /A

11
c. Metode Isohiet

dimana :
R = hujan rerata daerah (mm)

A1, A2, …, An = luas bagian-bagian antara garis-garis isohiet (km2)

R1, R2, …, Rn = curah hujan rata-rata pada bagian-bagian A1, A2, …, An


(mm).

4. Analisis Frekuensi Dan Probabilitas


Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan
besaran peristiwa-peristiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi
kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Analisis frekuensi ini
didasarkan pada sifat statistic data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh
probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa
sifat statistic kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistic
kejadian hujan masa lalu.
Dalam ilmu statistic dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan
empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :
1. Distribusi Normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss
2. Distribusi Log Normal
3. Distribusi Log Person III
4. Distribusi Gumbel

12
Parameter statistic yang penting dan berkaitan dengan analisa data :

5. Pengeplotan Probabilitas
Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data
hidrologi, yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah
didesain khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi
distribusi. Posisi pengeplotan data merupakan nilai probabilitas yang dimiliki
oleh masing-masing data yang diplot. Metode yang paling sering digunakan
adalah metode persamaan Weibull :

Dimana:
m = nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil
n = banyaknya data atau jumlah kejadian (event).
P = nilai probabilitas data (%)
6. Uji Kesesuaian Data Probabilitas
 Uji SMIRNOV – KOLMOGOROF
Ketentuan : Δy max < Δcr, maka data probabilitas hujan dapat
dipakai. Untuk Δy dapat dilihat pada grafik

13
pemplotan probabilitas yang telah dibuat.
Misal : Uji pada sumbu x, untuk n = 25 (dimana n adalah
banyaknya data) ; derajat kepercayaan (α)= 0,05 (5%); Δy max =
13%, maka nilai Δcr = 0,27 (lihat pada tabel smirnov –
kolmogorof).
 Uji CHI – SQUARE

Ketentuan : maka dat probabilitas hujan dapat dipakai.


Dipakai derajat kepercayaan , α = 0,05 (5%).

Cari nilai percentile (P) = (100% - α) dan nilai x2


dapat dilihat pada tabel chi – square.
Dimana : y = data curah hujan probabilitas.
Δy = jarak atau simpangan vertical terjauh dari
garis lurus grafik probabilitas.

Tabel. Nilai Kritis SMIRNOV - KOLMOGOROF

14
Tabel. Distribusi CHI – SQUARE (Sumber : Shanin, 1976 : 203)
PERCENTILE, P
v
I 0,995 0,99 0,975 0,95 0,90 0,75 0,50 0,25
7,88 6,63 5,02 3,94 2,71 1,32 0,455 0,102
1
10,6 9,21 7,38 5,99 4,61 2,77 1,39 0,575
2
12,8 11,3 9,35 7,81 6,25 4,11 2,37 1,21
3
14,9 13,3 11,1 9,49 7,78 5,39 3,36 1,92
4

5 16,7 15,1 12,8 11,1 9,24 6,63 4,35 2,67


6 18,5 16,8 14,4 12,6 10,6 7,84 5,35 3,45
7 20,3 18,5 16,0 14,1 12,0 9,04 6,35 4,25
8 22,0 20,1 17,5 15,5 13,4 10,2 7,34 5,07
9 23,6 21,7 19,0 16,9 14,7 11,4 8,34 5,90

10 25,2 23,2 20,5 18,3 16,0 12,5 9,34 6,74


11 26,8 24,7 21,9 19,7 17,3 13,7 10,3 7,58
12 28,3 26,2 23,3 21,0 18,5 14,8 11,3 8,44
13 29,8 27,7 24,7 22,4 19,8 16,0 12,3 9,30
14 31,3 29,1 26,1 23,7 21,1 17,1 13,3 10,2

15 32,8 30,6 27,5 25,0 22,3 18,2 14,3 11,0


16 34,3 32,0 28,8 26,3 23,5 19,4 15,3 11,9
17 35,7 33,4 30,2 27,6 24,8 20,5 16,3 12,8
18 37,2 34,8 31,5 28,9 26,0 21,6 17,3 13,7
19 38,6 36,2 32,9 30,1 27,2 22,7 18,3 14,6

20 40,0 37,6 34,2 31,4 28,4 23,8 19,3 15,5


21 41,4 38,9 35,5 32,7 29,6 24,9 20,3 16,3
22 42,8 40,3 36,8 33,9 30,8 26,0 21,3 17,2
23 44,2 41,6 38,1 35,2 32,0 27,1 22,3 18,1
24 45,6 43,0 39,4 36,4 33,2 28,2 23,3 19,0

25 46,9 44,3 40,6 37,7 34,4 29,3 24,3 19,9


26 48,3 45,6 41,9 38,9 35,6 30,4 25,3 20,8
27 49,6 47,0 43,2 40,1 36,7 31,5 26,3 21,7
28 51,0 48,3 44,5 41,3 37,8 32,6 27,3 22,7
29 52,3 49,6 45,7 42,6 39,1 33,7 28,3 23,6

30 53,7 50,9 47,0 43,8 40,3 34,8 29,3 24,5


40 66,8 63,7 59,3 56,8 51,8 45,6 39,3 33,7
50 79,5 76,2 71,4 67,5 63,2 56,3 49,3 42,9
60 92,0 88,4 83,3 79,1 74,4 67,0 59,3 52,3

70 104,2 100,4 95,0 90,5 85,5 77,6 69,3 61,7


80 116,3 112,3 106,6 101,9 96,6 88,1 79,3 71,1
90 128,3 124,1 118,1 113,1 107,6 98,5 89,3 80,6
100 140,2 135,8 129,6 124,3 118,5 109,1 99,3 90,1

15
7. Curah Hujan Rancangan Kala Ulang : 1; 2; 5; 10 Tahunan
Dalam perhitungan curah hujan rancangan kala ulang, terlebih dahulu
harus mengenal periode ulang dalam perencanaan drainase. Suatu data hidrologi
(bisa data hujan, debit sungai dll) adalah (x) akan mencapai suatu harga tertentu
atau disamai (xi) atau kurang dari (xi) atau lebih atau dilampaui dari (xi) dan
diperkirakan terjadi sekali dalam kurun waktu T tahun, maka T tahun ini
dianggap sebagai periode ulang dari (xi)
Contoh : R2 tahun = 115 mm
Dalam perencanaan saluran drainasi periode ulang yang dipergunakan
tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkap hujan yang akan dikeringkan.
Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang adalah :
1. untuk perencanaan saluran kwarter (periode ulang 1 th)
2. untuk perencanaan saluran tersier (periode ulang 2 th)
3. untuk perencanaan saluran sekunder (periode ulang 5 th)
4. untuk perencanaan saluran primer (periode ulang 10 th)
Penentuan periode ulang juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi.
Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus :

XT = curah hujan rancangan kala ulang T tahun.


X = rata – rata hitung data hujan
K = variabel standart untuk x yang besarnya tergantung
koefisien kemencengan, G. (lihat pada tabel Nilai K
untuk distribusi Log Person III).
Si = harga simpangan baku
Hitung hujan atau banjir kala ulang T dengan menghitung antilog dari Log XT.

8. Waktu Konsentrasi (tc)


Dalam analisis intensitas hujan perlu memahami karakteristik hujan
seperti durasi hujan dan waktu konsentrasi terlebih dahulu. Durasi hujan adalah
lama kejadian hujan (menit, jam) durasi hujan diperoleh dari pencatatan alat
pengukur hujan baik manual (sederhana) maupun dengan alat penakar hujan

16
otomatik.
Dalam perencanaan drainasi durasi hujan ini sering dikaitkan
dengan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan
untuk mengalirkan air dari titik paling jauh ke titik yang ditentukan
dibagian hilir suatu saluran. Untuk mencari waktu konsentrasi terdapat
tiga alternative rumus : (1) waktu konsentrasi (tc) ditinjau dari 2 komponen
(t0 + td); (2) waktu konsentrasi (tc) dari rumus distribusi hujan jam –
jaman dengan menggunakan model “MONONOBE”; (3) waktu konsentrasi
untuk DAS kecil di daerah pertanian.
A. Waktu konsentrasi (tc) ditinjau dari 2 komponen (t0 + td)
Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dihitung menjadi 2 (dua)
komponen :
1. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir
diatas permukaan tanah menuju kesaluran drainasi terdekat.
2. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran.
tc = to + td
to = 2/3 x 3.28 x L x

n/S1/2 td = Ls/60 V
Dimana:
n = angka kekasaran manning
S = kemiringan lahan
L = panjang lintasan aliran di atas permukaanlahan (m)
Ls = panjang lintasan aliran diatas saluran drainasi (m)
V = kecepatan aliran air pada saluran drainasi (m/dt)

Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh


berbagai faktor, yaitu :
1. Luas daerah pengaliran
2. Panjang saluran drainasi
3. Kemiringan dasar aliran
4. Debit dan kecepatan aliran

17
Dalam perencanaan drainasi waktu konsentrasi sering dikaitkan
dengan durasi hujan, karena air yang melimpas mengalir dipermukaan
tanah dan selokan drainasi (sebagai akibat adanya hujan) selama t waktu,
maka dianggap hujan yang terjadi berlangsung selama t waktu.

Hujan terjadi selama t

A t0 = 0
t1 = x1 t2 = x2

Waktu utk mengalir = t = t1 + t2


Anggapan lama hujan = waktu konsentrasi

B. Waktu konsentrasi (tc) dari rumus distribusi hujan jam – jaman


dengan menggunakan model “MONONOBE”.
Dalam perhitungan waktu konsentrasi, alternative lain selain
menggunakan rumus tc di atas bisa juga menggunakan rumus distribusi hujan
jam – jaman dengan menggunakan model “MONONOBE” dengan rumus :

Dimana:
RT = Rerata Intensitas hujan dari awal sampai jarak ke T
(mm/jam) R24 = CH efektif dalam 1 hari (mm)
T = Waktu dari awal hujan sampai ke T (jam)
t = Lamanya hujan terpusat = 6 jam
Rumus distribusi jam – jaman model MONONOBE dilihat
berdasarkan pengamatan di Indonesia, lamanya hujan terpusat (t) tidak
lebih dari 7 jam, maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat 6
jam sehari.

18
Langkah selanjutnya, menghitung nisbah hujan jam – jaman :

Dimana :
RT = Rerata Intensitas hujan dalam T jam
Rt = Curah hujan pada jam ke T
t = Waktu konsentrasi atau lamanya hujan terpusat
R(t-1) = Intensitas hujan dalam (t-1)
Selanjutnya menghitung hujan netto. Hujan netto adalah bagian dari
hujan total yang menghasilkan limpasan langsung. Untuk mencari hujan
netto digunakan rumus :
Rn = C.R
Dimana :
Rn = Hujan Netto (mm)
C = Koefisien Pengaliran (lihat tabel)
R = Curah hujan rancangan kala ulang T (mm)
Lalu hitung hujan netto jam – jaman dengan
mengalikan hujan netto dengan nisbah hujan jam – jaman.

B. Waktu konsentrasi untuk DAS kecil di daerah pertanian.


Rumus waktu konsentrasi untuk DAS kecil di daerah pertanian adalah

tc = 0,00025 (L/S0,5)0,80

Dimana :
tc= Waktu konsentrasi dalam jam
L = Panjang Saluran (m)
S = Kemiringan DAS

9. Koefisien Pengaliran Permukaan (C)


Jika daerah aliran saluran (DAS) terdiri dari berbagai macam penggunaan
lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai
adalah koefisien DAS yang dihitung dengan rumus:

19
Dimana:
Ai = Luas lahan dengan jenis penutup tanah i,
Ci = Koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i
n = Jumlah jenis penutup lahan
Tabel. Koefisien limpasan untuk metode Rational
Diskripsi lahan/karakter Koefisien Aliran, C
Bisnis :
permukaan
 Perkotaan 0.70 – 0.95
 Pinggiran 0.50 – 0.70
Perumahan :
 rumah tunggal 0.30 – 0.50
 multiunit, terpisah 0.40 – 0.60
 multiunit, tergabung 0.60 – 0.75
 perkampungan 0.25 – 0.40
 apartemen 0.50 – 0.70
Industri :
 ringan 0.50 – 0.80
 berat 0.60 – 0.90
Perkerasan :
 aspal dan beton 0.70 – 0.95
 batu-bata, paving 0.50 – 0.70
Atap 0.75 – 0.95
Halaman, tanah berpasir :
 datar 2% 0.05 – 0.10
 rata-rata 2-7% 0.10 – 0.15
 curam, 7% 0.15 – 0.20
Halaman, tanah berat :
 datar 2% 0.13 – 0.17
 rata-rata 2-7% 0.18 – 0.22
 curam, 7% 0.25 – 0.35

20
Halaman kereta api 0.10 – 0.35
Taman Tempat bermain 0.20 – 0.35
Taman, perkuburan 0.10 – 0.25
Hutan :
 datar 0-5% 0.10 – 0.40
 bergelombang, 5-10% 0.25 – 0.50
 berbukit 10-30% 0.30 – 0.60
Sumber: Mc. Guen, 1989

10. Analisis Intensitas Hujan


Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam
tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu.

Dimana :
It = Intensitas CH persatuan waktu t dalam (mm/jam)
Rt = Tinggi hujan selama t (dalam mm)
t = Satuan waktu : jam, menit, dan detik
Besarnya intensitas CH berbeda – beda tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas CH diperoleh dengan cara,
melakukan analisis hidrologi baik secara statistik maupun secara empiris.

LANGKAH – LANGKAH MENCARI INTENSITAS HUJAN :


A. Jika yang tersedia data curah hujan jangka pendek atau
berdurasi. Rumus yang digunakan :

 Rumus TALBOT (1881)


Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
T = lamanya hujan (jam)
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang
terjadi di DAS.

21
 Rumus SHERMAN (1905), cocok untuk jangka waktu curah
hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.

Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
n = konstanta

 Rumus ISHIGURO (1953)

Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya
hujan (jam) a dan b =
konstanta

Dimana :
[] = jumlah angka – angka dalam tiap suku
N = banyaknya data

1. Tentukan besarnya curah hujan yaitu dari perkalian antara tinggi hujan

22
dengan 60 menit dibagi durasi hujan yang bersangkutan.
2. Lakukan perhitungan probabililitas sesuai hasil distribusi frekuensi
untuk periode ulang yang dikehendak (periode ulang 1; 2; 5; 10).
3. Menghitung harga tiap suku dalam persamaan Intensitas (suku
persamaan lihat rumus di atas).
4. Menghitung konstanta – konstanta untuk persamaan intensitas.
5. Pemeriksaan untuk mendapatkan rumus yang paling cocok. Dilakukan
dengan menelaah deviasi antara data terukur, dimana deviasi terkecil
dianggap sebagai rumus yang paling cocok.
6. Lakukan perhitungan dengan cara yang sama untuk masing – masing
periode ulang.
7. Gambar kurva atau lengkung Intensitas curah hujan yang menyatakan
hubungan Intensitas (mm/menit) terhadap durasi (menit).
Lengkung intensitas CH adalah grafik yang menyatakan hubungan antara
intensitas CH (It) dengan durasi hujan t, hubungan tersebut dinyatakan dalam
bentuk lengkung intensitas CH untuk kala ulang tertentu

Terjadi 1x dlm 10 th
Intensitas CH Terjadi 1x dlm 5 th 10 th
Satuan :
 mm/jam Terjadi 1x dlm 2 th 5 th
 m3/det/km2
Terjadi 1x dlm 1 th 2 th
 l/det/ha
1 th

30 60 menit durasi hujan (t) 120 menit

B. Jika yang tersedia data hujan harian atau tahunan

23
Rumus yang digunakan :
 Rumus MONONOBE

Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)

1. Cari curah hujan rata – rata daerah maksimum (bila lebih dari
1 stasiun curah hujan).
2. Lakukan perhitungan probabilitas sesuai dengan hasil uji
distribusi frekuensi untuk periode ulang yang dikehendaki (
periode ulang 1; 2; 5; 10).
3. Lakukan perhitungan waktu konsentrasi (tc) untuk masing –
masing sub DAS.
4. Lakukan perhitungan dengan cara yang sama untuk masing
– masing periode ulang.
Ket : Untuk rumus MONONOBE dicari terlebih dahulu waktu
konsentrasinya (tc).

11. Debit Rencana


Debit banjir rencana dapat ditentukan melalui berbagai metode,
salah satu metode yang sering digunakan adalah metode rasional dengan
rumus:
Q =0,002778.C.I.A
Dimana :

Q = debit puncak banjir untuk periode ulang T tahun (m3/det)


A = luas daerah tangkap hujan (ha)
I = Intensitas curah hujan untuk durasi hujan t ( mm/jam)
C = Koefisien Aliran permukaan (0<C<1)

24
Tentukan nilai C, jika DAS terdiri dari bermacam – macam penggunaan
lahan, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS dengan persamaan :

Pertimbangan penggunaan metode ini dalam perencanaan drainase di


daerah perkotaan dengan luasan tidak begitu luas, sehingga diasumsikan tidak
ada kehilangan-kehilangan (semua curah hujan menjadi limpasan permukaan)
dan waktu konsentrasi hujan relatif kecil sehingga keseimbangan mudah
dicapai

25
BAB 4
ASPEK HIDROLIKA
4.1 Landasan Teori
Analisis hidraulika dalam teknik drainasi terutama diarahkan pada
penentuan kapasitas saluran drainasi (kemampuannya) dalam menerima beban
drainasi (limpasan air akibat terjadinya hujan) pada suatu daerah tangkap
hujan. Analisis yang dilakukan akan meliputi :
 Penentuan atau pemilihan bentuk saluran drainasi (terbuka, tertutup atau
pipa)
 Penentuan batas kecepatan aliran rata – rata pada saluran
 Penentuan besarnya kemiringan dasar saluran drainasi
 Penentuan besarnya koefisien kekasaran dinding saluran
 Penentuan besarnya dimensi saluran yang dapat menampung beban
drainasi
Besarnya kriteria (ketentuan) yang digunakan dalam analisis hidraulika :
a. Kecepatan aliran
Apabila dipilih kecepatan aliran dalam saluran drainasi terlalu besar maka
akan terjadi pengikisan terhadap dinding saluran (terjadi erosi).
Apabila dipilih kecepatan aliran terlalu kecil atau rendah maka akan terjadi
pengendapan dari butiran atau partikel lumpur yang terbawa air (terjadi
sedimentasi) oleh karenanya dipilih kecepatan yang sedang, yaitu berkisar
antara 0,6 – 2 m/det akan lebih baik apabila kecepatan yang dipilh sesuai
dengan jenis materi antara lain dinding salurannya, seperti diuraikan dalam
tabel berikut :
Batas
Jenis material dinding saluran kecepatan
Min Max
Beton 0.6 3
Aspal 0.6 1.5
Pasangan batu pecah dan batu bata 0.6 1.8
Campuran kerikil dan lempung 0.6 1.0
Campuran pasir kasar, kerikil dan 0.3 0.6
Campuran pasir halus dan tanah 0.1 0.2

26
b. Kemiringan dasar saluran
Penentuan kemiringan dasar saluran diusahakan mengikuti kemiringan
permukaan tanah (kontur tanah) di daerah rencana.
Apabila kemiringan terlalu terjal maka harus dibuat konstruksi pemecah
gaya terjun (bangunan terjun) pada tempat – tempat tertentu yang
memungkinkan, sehingga dinding dan dasar saluran tidak cepat rusak.

Kemiringan saluran (S) merupakan perbandingan antara beda tinggi


saluran (H) terhadap panjang saluran (L) dengan rumus:
S = H/L
c. Untuk menentukan besarnya kekasaran Koefisien kekasaran dinding
dinding digunakan koefisien – koefisien yang dibuat oleh Manning.
Besarnya koefisien tersebut dipengaruhi oleh jenis dinding salurannya seperti
diuraikan dalam tabel berikut :
Jenis dinding saluran Koefisien
Pipa plastik 0.010
Manning
Lapisan beton 0.015 – 0.20
Batu kali diplester 0.25
Batu kali kosongan (tidak 0.035 – 0.45
Saluran alam 0.040 – 0.50

d. Dimensi saluran drainasi (Debit Saluran)


Untuk menentukan dimensi saluran drainasi digunakan rumus
umum, yaitu :

Q = Debit aliran dalam saluran (m3/det)

A = Penampang basah saluran (m2)

27
V = Kecepatan aliran dalam saluran (m/det)
Rumus tersebut kemudian berkembang sesuai dengan penggunaan
koefisien kekasaran dindingnya.
UNTUK MANNING :

Dimana :
V = Kecepatan aliran dalam saluran (m/det)
n = Koefisien kekasaran dinding saluran (Manning)
S = Kemiringan dasar saluran (% = m/det)

Dimana :
R = Radius hidraulik (m)

A = Luas penampang basah (m2)


P = Keliling basah (m)
e. Kontrol desain saluran
Pada prinsipnya perencanaan detail saluran drainasi adalah
menentukan besar dimensi atau saluran yang dapat menampung air
limpasan akibat terjadi hujan pada suatu daerah tangkap hujan tertentu.
Dari uraian diatas persamaan sbb:
Kapasitas saluran drainasi = debit banjir rencana

4.2 Pemilihan Bentuk Saluran Ekonomis


Persamaan – persamaan yang digunakan untuk perhitungan penampang
saluran berbentuk trapesium yang ekonomis dirumuskan sebagai berikut :

28
Luas penampang melintang (A); keliling basah (P); Saluran dengan
penampang melintang yang berbentuk trapesium dengan lebar dasar (B);
kedalaman aliran (h); dan kemiringan dinding l : m.
Penampang trapesium yang paling efisien jika kemiringan dindingnya,

1
m= atau ө = 60o. Penurunan rumus untuk mencari tinggi air,
3
h:

Tinggi jagaan (F) = 25% . h


Maka, tinggi saluran (H) =h+F
= h + 25%. H
= 125/100. h (m)

4.3 Bangunan Air Gorong – Gorong (Culvert)


Bangunan gorong – gorong dimaksudkan untuk meneruskan aliran air
buangan yang melintas di bawah jalan raya. Dalam merencanakan gorong –

29
gorong perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
 Harus cukup besar untuk melewatkan debit air maksimum dari daerah
pengaliran secara efisien.
 Kemiringan dasar gorong – gorong dibuat lebih besar dari saluran
pembuangannya, dimaksudkan agar dapat menggelontorkan sediment.
 Keadaan aliran pada gorong – gorong.

Dikenal ada 2 keadaan aliran gorong – gorong yakni :


1. Kendali inlet
Besarnya debit yang melalui gorong – gorong dapat dihitung dari
persamaan berikut (HENDERSON 1966) :
PEMASUKAN TIDAK TENGGELAM atau H < 1,2 D

Dimana :
B = Lebar gorong – gorong
C = Koefisien Konstraksi pada sisi – sisi
pemasukan. Apabila ujungnya persegi maka C =
0,9 ; sedangkan jika ujungnya dibulatkan maka C
= 1.
D = Tinggi gorong – gorong (m)

Q = Debit air maksimum (m3/dtk)


H = Elevasi muka air di hulu gorong – gorong
dikurangi elevasi dasar gorong – gorong.
Asumsi :
o Dimisalkan kecepatan air dalam gorong – gorong diambil
1,5 m/dtk dengan dinding gorong – gorong dari beton.
o Ketebalan tanah penutup di atas gorong – gorong
minimm 0,6 m diambil 0,8 m.
o Elevasi muka air hulu 1m di bawah muka jalan.

30
o Lebar jalan lingkungan tergantung pada site plan anda.

PEMASUKAN TENGGELAM atau H > 1,2 D

Dimana :
B = Lebar gorong – gorong
C = Koefisien Konstraksi pada sisi – sisi
pemasukan. Apabila ujungnya persegi maka C =
0,6 ; sedangkan jika ujungnya dibulatkan maka C
= 0,8.
D = Tinggi gorong – gorong (m)

Q = Debit air maksimum (m3/dtk)


H = Elevasi muka air di hulu gorong – gorong
dikurangi elevasi dasar gorong – gorong.
2. Kendali outlet
Pada gorong-gorong bertekanan tinggi tekanan air ditentukan
dengan menggunakan persamaan energi antara hulu dan hilir:

Dimana :

Zu = elevasi muka air hulu (upstream) diukur dari datum.

31
Zd = elevasi muka air hilir (downstream) diukur dari
datum.
Hf = total kehilangan energi antara hulu dan hilir gorong
–gorong.
Kehilangan tinggi tekan melalui gorong – gorong adalah jumlah
kehilangan pada inlet, sepanjang gorong – gorong dan pada outlet. Diasumsikan
kehilangan inlet dan outlet disini adalah sebesar 0,2 dan 0,1.
Rumus umum :

Dimana : n = angka kekasaran Manning


L = panjang jalan lingkungan (m) (lihat site
plan)
R = jari – jari hidrolis pada saluran yang
menampung debit maksimum.
V = kecepatan pada gorong – gorong (m/dt)

g = percepatan gravitasi (m2/dt)

Elevasi pada muka air hilir dapat diketahui dengan menambahkan


elevasi muka air di hulu yaitu 1 m dibawah muka jalan dengan nilai yang
diperoleh dari perhitungan kehilangan tekanan diatas.

32
BAB 5
PERENCANAAN DRAINASE PERUMAHAN

5.1 Analisa Hidrologi Perencanaan Debit Rencana Tiap Blok Pada Masing-
Masing Saluran
Dalam desain drainase ini diterapkan di perumahan yang
berdekatan dengan sungai dan langsung disalurkan ke sungai.
Perencanaan penampang saluran drainase berbentuk trapesium
dan menggunakan konstruksi beton. Berikut adalah tahapan
analisa hidrologi perencanaan debit tiap blok pada masing-
masing saluran.

5.1.1 Saluran Kwarter (S4)


Saluran kwarter pada perumahan direncanakan pada blok A1, A2, A3,
A4, A5, A6, A7, A8, A9 dan A10. Berikut adalah contoh analisa hidrologi
perencanaan debit rencana tiap blok pada masing-masing saluran di perumahan
tersebut :
a. Blok A1
 Luas blok A1 = 1035 m2 = 0.1035 ha
 Curah hujan rencana (R) = 13 (2 digit angka belakang pada NIM
mahasiswa)
 Kemiringan saluran (S)
Diketahui : panjang lahan (L) = 20 m
Panjang saluran (Ls) = 65 m
elevasi atas pada blok−elevasi bawah pada blok
S =
panjang saluran ( Ls)
400.11−399.99
= = 0.00185
65
= √S = √0.00185 = 0.04
 Koefisien manning (n)
Dalam perencanaan drainase ini menggunakan lapisan beton.
Berdasarkan pada tabel dibawah maka di dapat koefisien manning (n)
yaitu

33
0.015+0.20
n= = 0.1075
2

 Kecepatan rencana (V)


Berdasarkan pada tabel dibawah maka dapat ditentukan kecepatan
rencana aliran saluran (V) jika menggunakan jenis material bangunan
dinding beton adalah sebagai berikut :
0.6+3
V= = 1.8
2

 Menghitung waktu konstentrasi (tc) dengan rumus sebagai berikut :

Dengan :
tc = Waktu konsentrasi (menit)
t0 = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan
sampai saluran terdekat (menit)

34
td = Waktu perjalanan dari pertama kali masuk saluran sampai di titik
keluaran (outlet) (menit)
n = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 3) disesuaikan dengan material
konstruksi saluran
S = Kemiringan lahan / beda elevasi kontur
L = Panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m)
Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran (m)

2 0,1075
Jadi, t0 = { x 3,28 x 20 x } = 109,42 menit
3 0.04
65
td = = 0,60 menit
60 x 1,8
tc = 109,42 + 0,60 = 110.02 menit

 Koefisien pengaliran (C)


Karena perencanaan drainase menggunakan karakter permukaan
multiunit, tergabung maka, berdasarkan tabel dibawah didapat koefisien

0.60+0.75
pengaliran (C) sebagai berikut : C = = 0.675
2

35
36
 Intensitas hujan (I)
Untuk mencari intensitas hujan digunakan rumus MONONOBE sebagai
berikut :

Dengan, R24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm) = 52


tc = lama waktu konsentrasi (jam) = 110,02 menit = 1.83 jam
I = intensitas hujan (mm/jam)
66 24 2/ 3
jadi, I = ⌈ ⌉ = 15,27 mm/jam
24 1.83

 Debit rencana (Qo)

Dengan, CDAS = koefisien pengaliran (0<C<1) = 0,675


I = intensitas hujan (mm/jam) = 12,03 mm/jam
A = luas DAS (ha) = 0.1035 ha
Jadi, Q = 0,002778 x 0,675 x 15,27 x 0,1035
= 0,0029642 m3/det

5.1.2. Saluran Tersier (S3)


Saluran kwarter pada perumahan direncanakan pada blok A6, A7, A8, A9 dan
A10. Untuk penyelesaian daripada analisa hidrologi perencanaan debit rencana
tiap blok pada saluran tersier ini sama seperti contoh perhitungan saluran kwarter
diatas.

37
5.2 Analisa Hidrolika Perencanaan Dimensi Saluran Dan Debit Saluran Pada
Tiap Blok
Berikut adalah tahapan analisa hidrologi perencanaan debit
tiap blok pada masing-masing saluran.
5.2.1. Saluran Kwarter (S4)
Saluran kwarter pada perumahan direncanakan pada blok
A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9 dan A10. Berikut adalah
contoh analisa hidrolika perencanaan dimensi saluran dan debit
saluran pada tiap blok di perumahan tersebut adalah sebagfai
berikut :
a. Blok A1
 Luas blok A1 = 1035 m2 = 0.1035 ha
 Curah hujan rencana (R) = 52 (2 digit angka belakang pada NIM
mahasiswa)
 Debit rencana (Qo) = 0,0029642 m3/det
 Dimensi saluran
1. Tinggi air (h)
Untuk mencari lebar dasar saluran harus mencari Tinggi air (h) terlebih
dahulu dengan rumus. Berikut adalah rumus dari penurunan rumus :

Dengan : h = Tinggi air


Q = debit aliran dalam saluran (m3/dt) = 0,0023354
n = koefisien kekasaran dinding saluran ( Manning )
= 0,1075
S = kemiringan dasar saluran (%) = 0,00184615 %
Jadi,
0,375
0,002 9642
h=
[
( √ 3 x 3 x 0,1075−1 x 2−2 /3 x 0,001846151 /2 ) ]
h = 0,15386 m

38
2. Lebar dasar (B)
Mencari lebar dasar saluran (B) digunakan rumus sebagai berikut :

39
2
Jadi, B= x 0,15386 √ 3
3
B = 0,17766 m
3. Tinggi jagaan (F)
Mencari tinggi jagaan (F) digunakan rumus sebagai berikut :
F = 25% x h
F = 0,25 x 0,15386 = 0,03846 m
4. Tinggi saluran (H)
Mencari tinggi saluran (F) digunakan rumus sebagai berikut :
H=h+F
H = 0,15386 + 0,03846 = 0,19232 m
5. Luas penampang (A)
Mencari luas penampang melintang pada saluran (A) menggunakan
rumus sebagai berikut :

A = 0,153862 x √ 3
A = 0,04100052 m2
6. Keliling basah (P)
Mencari keliling basah (P) menggunakan rumus sebagai berikut :

P = 2 x 0,15386 x √ 3
P = 0,53297 m

7. Jari-jari hidrolik (R)


Mencari jari-jari hidrolik (R) menggunakan rumus sebagai berikut :
A 0,0 4100052
R= = = 0,07693 m
P 0,53297

40
 Debit saluran
1. Koefisien manning = 0,1075
2. Kemiringan saluran (S) = 0,0018462
3. Kecepatan aliran (V)
Mencari kecepatan aliran (V) menggunakan rumus sebagai berikut :
1
V = . R2 /3. S1 /2.
n
1
V= x 0,076932 /3 x 0,00184621/2
0,1075
V = 0,0722961 m/det
4. Debit saluran (Qs)
Mencari debit saluran (Qs) menggunakan rumus sebagai berikut :
Qs = A.V
Qs = 0,04100052 x 0,0722961
Qs = 0,00296 m2/det

 ∆ Q = 0 (Qs > Qo)

5.2.2. Saluran Tersier (S3)


Saluran kwarter pada perumahan direncanakan pada blok
A6, A7, A8, A9 dan A10. Untuk penyelesaian daripada analisa
hidrolika perencanaan dimensi saluran dan debit saluran Tersier
ini sama seperti contoh perhitungan saluran Kwarter diatas.

41
A. Hasil Perhitungan Analisa Hidrologi
Kecepatan Debit
Luas Blok Luas Blok Curah Hujan Panjang Panjang Koefisien Koefisien Intensitas
Kemiringan Aliran (V) t0 td tc Rencana
Saluran Blok (A) (A) Rencana √S Lahan (L) Saluran (Ls) Manning (n) Pengaliran ( C ) Hujan ( I )
Saluran ( S ) (Tabel 2) (Qo)
(Tabel 3) (Tabel 1)
m2 ha mm m m m/det menit menit menit mm/jam m3/det
A6b 580 0.0580 46.64 0.000313 0.01768 9 64 0.1075 1.8 119.676 1.92 121.596 0.675 10.0966 0.0011
A6a 839 0.0839 46.64 0.000323 0.01796 13 62 0.1075 1.8 170.143 1.86 172.003 0.675 8.0124 0.0013
A5b 839 0.0839 46.64 0.000359 0.01896 13.5 64 0.1075 1.8 167.398 1.92 169.318 0.675 8.0969 0.0013
A5a 704 0.0704 46.64 0.000532 0.02307 11 62 0.1075 1.8 112.079 1.86 113.939 0.675 10.5441 0.0014
A4b 730 0.0730 46.64 0.000419 0.02048 12 62 0.1075 1.8 137.747 1.86 139.607 0.675 9.2084 0.0013
A4a 730 0.0730 46.64 0.000373 0.019310 12 59 0.1075 1.8 146.079 1.77 147.849 0.675 8.8629 0.0012
Saluran
A3b 732 0.0732 46.64 0.000390 0.019744 13 59 0.1075 1.8 154.773 1.77 156.543 0.675 8.5316 0.0012
Kuarter
A3a 732 0.0732 46.64 0.000632 0.025131 13 57 0.1075 1.8 121.596 1.71 123.306 0.675 10.0030 0.0014
(S.4)

TAMAN 1 1103 0.1103 46.64 0.000818 0.028604 35 55 0.1075 1.8 287.630 1.65 289.280 0.275 5.6656 0.0005
A2 1074 0.1074 46.64 0.000714 0.026726 14 63 0.1075 1.8 123.135 1.89 125.025 0.675 9.9111 0.0020

TAMAN 2 138 0.0138 46.64 0.001176 0.034300 3 17 0.1075 1.8 20.560 0.51 21.070 0.275 32.4848 0.0003
A1 1105 0.1105 46.64 0.000235 0.015339 14 85 0.1075 1.8 214.543 2.55 217.093 0.675 6.8606 0.0014

Saluran A6-A3+A2 6421.15 0.6421 121.64 0.003081 0.055505 65 198 0.1075 1.8 275.278 5.94 281.218 0.754 15.0572 0.0203
Tersier
(S.3) T1, A2 2176 0.2176 121.64 0.000250 0.015811 57 80 0.1075 1.8 847.415 2.4 849.815 0.472 7.2037 0.0021

Saluran
Sekunder Total DPS 8597.15 0.8597 171.64 0.001313 0.036228 85 32 0.1075 1.8 551.519 0.96 552.479 1.356 13.5448 0.0439
(S.2)

B. Hasil Perhitungan Analisa Hidrolika

42
Dimensi Saluran Drainase Debit Saluran ∆Q
Debit
Luas Blok Luas Blok Luas
Rencana Lebar Tinggi Air Tinggi Tinggi Keliling Jari-Jari Koefisien Kemiringan Kecepatan Debit Saluran Syarat :
Saluran Blok (A) (A) Penampang
(Qo) Dasar (B) (H) Jagaan (F) Saluran (H) Basah (P) Hidrolis ( R ) Manning (n) Saluran (S) Saluran (V) (Qs) (Qs > Qo)
(A)
m2 ha m3/det m m m m m2 m m m/det m3/det
A6b 580 0.0580 0.0011 0.171 0.148 0.037 0.185 0.038 0.512 0.074 0.1075 0.00031 0.02897 0.00110 0.00000
A6a 839 0.0839 0.0013 0.179 0.155 0.039 0.194 0.042 0.536 0.077 0.1075 0.00032 0.03035 0.00126 0.00000
A5b 839 0.0839 0.0013 0.176 0.152 0.038 0.190 0.040 0.528 0.076 0.1075 0.00036 0.03168 0.00127 0.00000
A5a 704 0.0704 0.0014 0.169 0.146 0.037 0.183 0.037 0.507 0.073 0.1075 0.00053 0.03754 0.00139 0.00000
A4b 730 0.0730 0.0013 0.170 0.147 0.037 0.184 0.038 0.511 0.074 0.1075 0.00042 0.03349 0.00126 0.00000
A4a 730 0.0730 0.0012 0.172 0.149 0.037 0.186 0.038 0.515 0.074 0.1075 0.00037 0.03174 0.00121 0.00000
Saluran
A3b 732 0.0732 0.0012 0.168 0.145 0.036 0.182 0.037 0.504 0.073 0.1075 0.00039 0.03199 0.00117 0.00000
Kuarter
A3a 732 0.0732 0.0014 0.163 0.141 0.035 0.176 0.034 0.488 0.070 0.1075 0.00063 0.03989 0.00137 0.00000
(S.4)

TAMAN 1 1103 0.1103 0.0005 0.104 0.090 0.023 0.113 0.014 0.313 0.045 0.1075 0.00082 0.03375 0.00048 0.00000
A2 1074 0.1074 0.0020 0.183 0.158 0.040 0.198 0.043 0.549 0.079 0.1075 0.00071 0.04586 0.00200 0.00000

TAMAN 2 138 0.0138 0.0003 0.086 0.074 0.019 0.093 0.010 0.258 0.037 0.1075 0.00118 0.03556 0.00034 0.00000
A1 1105 0.1105 0.0014 0.198 0.172 0.043 0.215 0.051 0.595 0.086 0.1075 0.00024 0.02779 0.00142 0.00000

Saluran A6-A3+A2 6421.15 0.6421 0.0203 0.332 0.287 0.072 0.359 0.143 0.995 0.144 0.1075 0.00308 0.14165 0.02026 0.00000
Tersier
(S.3) T1, A2 2176 0.2176 0.0021 0.225 0.195 0.049 0.244 0.066 0.676 0.098 0.1075 0.00025 0.03118 0.00206 0.00000

Saluran
Sekunder Total DPS 8597.15 0.8597 0.0439 0.520 0.450 0.113 0.563 0.352 1.561 0.225 0.1075 0.00131 0.12476 0.04385 0.00000
(S.2)

43
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan analisa hidrolika pada masing-masing saluran dapat
disimpulakn bahwa luasan blok pada saluran kwarter A8 adalah yang terbesar.
Jadi data hasil analisa kwarter A8 adalah yang dapat kita pakai untuk rencana
dimensi drainase di perumahan tersebut. Berikut adalah data hasil analisa
hidrolika saluran kwarter, saluran tersier dan sekunder :
Saluran kwarter :
B = 0.198 m n = 0.1075  
H = 0.215 m S = 0.00118  
F = 0.043 m V = 0.04586 m/s
Q
R = 0.086 m rencana = 0.0020 m3/s
        Q saluran = 0.00200 m3/s

Saluran tersier :
B = 0.332 m n = 0.1075  
H = 0.359 m S = 0.00308  
F = 0.072 m V = 0.1416 m/s
Q
R = 0.144 m rencana = 0.0203 m3/s
        Q saluran = 0.02026 m3/s

Saluran sekunder :
B = 0.520 m n = 0.1075  
H = 0.563 m S = 0.00131  
F = 0.113 m V = 0.1248 m/s
Q
R = 0.225 m rencana = 0.0439 m3/s
        Q saluran = 0.04385 m3/s

6.2 Saran
Diharapkan pembaca tidak hanya berdasarkan pada laporan ini, diperlukan
reverensi lain dalam perhitungan sistem drainase.

44

Anda mungkin juga menyukai