PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Umum
Drainase berasal dari kata “drain” (bhs. Inggris) yang berarti membuang
air yang menggenang. Secara umum adalah suatu ilmu yang mempelajari cara –
cara atau teknik untuk membuang air (pemutusan air) dari suatu tempat yang
dipandang berlebihan (meluap = sering disebut banjir, menggenang). Sebagai
akibat dari adanya hujan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Dalam ilmu jelas ada kaitan erat antara :
1. Terjadinya hujan yang menyebabkan meluap dan melimpasnya air (banjir)
serta menggenangnya air.
2. Cara maupun usaha manusia untuk menghilangkan, mengarahkan dan
membuang air agar tidak meluap (banjir) dan menggenang. Mengatur sistem
pembuangan air limpasan hujan.
Sedangkan drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang mengkhususkan
pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan fisik, dan lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan kota
tersebut.
Diruntut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran
penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran
pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima
(receiving waters).
1
1.2 Siklus dan Tahapam Pembangunan Sistem Drainase
Persiapan konstruksi
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
konstruksi
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
2
MULAI
Data:
1. Site Plan
2.Peta Topografi
3. Data Curah Hujan
Analisa Hidrologi
Analisa Hidrolika
JIKA
Q renc > Q sal
CEK
Q rencana < Q sal
SELESAI
3
BAB 2
SISTEM DRAINASE
2.1. Landasan Teori
Air hujan yang jatuh dipermukaan harus secepatnya dibuang ke saluran
agar tidak terjadi genangan-genangan dan tidak mengalir melalui permukaan
jalan-jalan yang dapat merusak permukaan badan jalan. Banyaknya air hujan
yang harus dibuang tergantung pada jumlah hujan dan jenis permukaan.
Jenis permukaan mempengaruhi jumlah air yang dapat diserap oleh
permukaan tanah, dan yang tidak dapat diserap harus dibuang melalui jaringan
drainase. Jumlah air hujan ditentukan oleh jumlah maksimum air hujan yang
turun pada duration dan return period tertentu sesuai dengan life time
bangunan yang terlindungi (dilindungi oleh penutup atap) untuk memperlancar
pembuangan maka suatu daerah harus dibagi dalam beberapa zoning yang
dituangkan dalam layout plan.
Perencanaan sistim jaringan drainasi dimaksudkan untuk menentukan
penempatan atau perletakan dari saluran drainasi sehingga secara keseluruhan
membentuk jaring – jaring (jaringan) dalam kesatuan wilayah atau daerah.
Adapun ketentuan yang perlu diperhatikan dalam membuat lay out plan
sistem antara lain:
a. Air hujan yang jatuh di suatu daerah harus secepatnya dibuang kesatu
tempat pembuangan melalui suatu system tata saluran tertentu.
b. Sedapat mungkin arah aliran pada saluran pembuang mengikuti arah aliran
yang telah ada secara alamiah (sesuai relief kontur).
c. Saluran sedapat mungkin diletakkan pada bagian terendah suatu daerah.
d. Suatu jaringan drainase yang ada harus berakhir / mempunyai out let pada
suatu sungai
e. Mengingat adanya kemiringan tanah searah, maka perlu dikembangkan sistim
blok yaitu dengan membagi daerah menjadi zone dengan sistem drainase
yang saling terpisah antara satu dengan yang lain.
f. Sedapat mungkin saluran drainase air hujan terpisah dengan saluran-
saluran yang lain yang ada.
4
g. Sedapat mungkin saluran drainase digabungkan menjadi satu dengan
saluran jalan.
Alamiah
Menurut
Terbukanaya
Buatan
Permukaan Tanah
Letak Bangunan
Bawah Permukaan
Tanah
Jenis Drainase
Sigle Purpose
Menurut Fungsi
Multi purpose
Terbuka
Menurut
Konstruksi
SISTEM DRAINASE
Tertutup
sirip
Terbuka
garpu
Sistem Kombinasi
5
2.3 Data Perancangan
Untuk memulai suatu perencanaan sistem drainase, perlu dikumpulkan
data – data penunjang agar hasil perencanaan dapat dipertanggungjawabkan.
Jenis data tersebut meliputi :
1. Peta lay out existing atau site plan
Untuk perencanaan detail, yaitu penempatan saluran-saluran
kwarter dan tersier diperlukan peta situasi atau site plan dalam skala
besar, misalnya 1 : 1000. Pada peta sudah digambarkan rumah-
rumah dan jalan serta kenampakan-kenampakan lain yang penting.
Hendaknya site plan tersebut berskala agar lebih memudahkan
dalam pengukuran atau perhitungan luasan daerah yang akan diukur.
2. Peta topografi
Peta topografi terdapat garis-garis kontur dimana digambarkan
dengan beda tinggi 0,5 m untuk lahan yang sangat datar atau 1 m
untuk lahan curam. Peta topografi sangat penting dalam melihat arah
aliran limpasan air hujan, jadi dalam perencanaan drainase terutama
dalam pembuatan saluran drainase hanya mengikuti kontur pada peta
topografi tersebut. Jika beda kontur terlalu curam hendaknya dalam
perencanaan saluran drainase menggunakan bangunan terjunan untuk
menghindari terjadinya pengikisan atau erosi pada saluran drainase.
3. Peta tata guna lahan
Data pada peta tata guna lahan ada kaitannya dengan besarnya
aliran permukaan. Besarnya aliran permukaan tergantung dari
banyaknya air hujan yang mengalir setelah dikurangi banyaknya air
hujan yang meresap. Penggunaan lahan bisa dikelompokkan dalam
berapa besar koefisien larian. Yang dimaksud dengan koefisien larian
adalah persentase besarnya air yang mengalir.
4. Data curah hujan
Yang perlu dikumpulkan minimal data curah hujan harian selama
10 tahun atau lebih. Data ini diperlukan untuk menghitung debit rencana
6
2.4 Analisa Sistem Jaringan Drainase
1. Sesuai dengan kontur peta topografi, pilihlah alternative pola sistem
jaringan drainase sesuai dengan skema klasifikasi sistem drainase diatas
untuk menentukan pola sistim jaringan drainase yang paling efisien dan
efektif dalam menjamin lancarnya limpasan air pada saluran drainase.
(tuangkan dalam peta/site plan dan dilengkapi notasi salurannya).
2. Analisalah dan berikan alasanmu! Mengapa pola jaringan drainase tersebut
dipilih, serta jelaskan apa keuntungan dan kerugiannya terhadap kondisi
peta/siteplan tersebut!
3. Hitung luasan total DAS, dan bagilah DAS tersebut menjadi beberapa sub
DAS pada peta siteplan anda.
4. Hitung luas masing-masing Sub DAS untuk masing-masing saluran dan
tuangkan dalam bentuk table.
Panjang
Luas Blok
Saluran Kemiringan
Saluran Blok (A blok)
( Ls ) Saluran ( S )
ha m
A1 0.104 65 0.00185
A2 0.072 60 0.00167
A3 0.072 60 0.00167
7
BAB 3
ASPEK HIDROLOGI
3.1 Landasan Teori
Analisis hidrologi dilakukan terhadap data hujan untuk mendapatkan
besarnnya intensitas curah hujan sebagai dasar perhitungan debit banjir
rencana pada daerah yang direncanakan untuk dibuat bangunan drainasi.
Analisis hidrologi yang dilakukan akan meliputi kegiatan :
1. Pengumpulan data hidrologi (data curah hujan)
2. Analisis data yang dilakukan dengan maksud agar data siap untuk dianalisis
selanjutnya.
3. Analisis frekwensi dilakukan terhadap data yang siap untuk mendapatkan
hasil, yaitu intensitas curah hujan.
8
3.2 Pengukuran Curah Hujan
Curah hujan dapat diukur menggunakan alat ukur hujan yang umumnya
disebut dengan sukat hujan (rain gauge), atau sering juga disebut Pluviometer
(pluviometer) atau penakar hujan dari suatu pos hujan. Satuan untuk mengukur
curah hujan adalah 1 mm. Nilai itu menunjukkan bahwa tebal hujan menutupi ai
atas permukaan bumi setebal 1 mm, dan zat cair itu tidak meresap ke dalam
tanah (permukaan bumi dianggap kedap air) atau tidak menguap kembali ke
atmosfer.
Untuk mengukur curah hujan dapat digunakan alat ukur hujan dan
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Alat ukur hujan biasa (AUHB) (rain gauge, RG)
b. Alat ukur hujan otomatik (AUHO)(automatic rain fall recorder, ARR)
Tipe alat ukur hujan otomatis ada tiga yaitu:
Weighting Bucket Raingauge
Float Type Raingauge
Tipping Bucket Raingauge
9
dari stasiun (selain stasiun yang datanya hilang) terdapat pencatatan hujan jangka
panjang, maka dapat dicari dengan metode Normal Ratio Kuthog dengan rumus
sebagai berikut :
Dimana :
ra = data hujan yang akan dicari.
Ra = ∑ hujan tahunan normal pada stasiun yang datanya
hilang.
R1…Rn = ∑ hujan tahunan pada stasiun 1 s/d n
r1…rn = hujan pada saat yang sama dengan hujan yang
akan dicari dari stasiun 1 s/d n.
n = jumlah stasiun hujan disekitar stasiun yang akan dicari.
10
menggunakan analisis kurva massa ganda (double mass curve analysis)
untuk data hujan musiman atau tahunan dari suatu DAS.
dimana :
R = curah hujan daerah (mm)
R1, R2, …, Rn = curah hujan ditiap titik pengamatan.
n = jumlah titik atau pos pengamatan.
dimana :
R = hujan rerata daerah (mm)
Rn = hujan pada pos penakar hujan (mm)
11
c. Metode Isohiet
dimana :
R = hujan rerata daerah (mm)
12
Parameter statistic yang penting dan berkaitan dengan analisa data :
5. Pengeplotan Probabilitas
Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data
hidrologi, yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah
didesain khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi
distribusi. Posisi pengeplotan data merupakan nilai probabilitas yang dimiliki
oleh masing-masing data yang diplot. Metode yang paling sering digunakan
adalah metode persamaan Weibull :
Dimana:
m = nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil
n = banyaknya data atau jumlah kejadian (event).
P = nilai probabilitas data (%)
6. Uji Kesesuaian Data Probabilitas
Uji SMIRNOV – KOLMOGOROF
Ketentuan : Δy max < Δcr, maka data probabilitas hujan dapat
dipakai. Untuk Δy dapat dilihat pada grafik
13
pemplotan probabilitas yang telah dibuat.
Misal : Uji pada sumbu x, untuk n = 25 (dimana n adalah
banyaknya data) ; derajat kepercayaan (α)= 0,05 (5%); Δy max =
13%, maka nilai Δcr = 0,27 (lihat pada tabel smirnov –
kolmogorof).
Uji CHI – SQUARE
14
Tabel. Distribusi CHI – SQUARE (Sumber : Shanin, 1976 : 203)
PERCENTILE, P
v
I 0,995 0,99 0,975 0,95 0,90 0,75 0,50 0,25
7,88 6,63 5,02 3,94 2,71 1,32 0,455 0,102
1
10,6 9,21 7,38 5,99 4,61 2,77 1,39 0,575
2
12,8 11,3 9,35 7,81 6,25 4,11 2,37 1,21
3
14,9 13,3 11,1 9,49 7,78 5,39 3,36 1,92
4
15
7. Curah Hujan Rancangan Kala Ulang : 1; 2; 5; 10 Tahunan
Dalam perhitungan curah hujan rancangan kala ulang, terlebih dahulu
harus mengenal periode ulang dalam perencanaan drainase. Suatu data hidrologi
(bisa data hujan, debit sungai dll) adalah (x) akan mencapai suatu harga tertentu
atau disamai (xi) atau kurang dari (xi) atau lebih atau dilampaui dari (xi) dan
diperkirakan terjadi sekali dalam kurun waktu T tahun, maka T tahun ini
dianggap sebagai periode ulang dari (xi)
Contoh : R2 tahun = 115 mm
Dalam perencanaan saluran drainasi periode ulang yang dipergunakan
tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkap hujan yang akan dikeringkan.
Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang adalah :
1. untuk perencanaan saluran kwarter (periode ulang 1 th)
2. untuk perencanaan saluran tersier (periode ulang 2 th)
3. untuk perencanaan saluran sekunder (periode ulang 5 th)
4. untuk perencanaan saluran primer (periode ulang 10 th)
Penentuan periode ulang juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi.
Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus :
16
otomatik.
Dalam perencanaan drainasi durasi hujan ini sering dikaitkan
dengan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan
untuk mengalirkan air dari titik paling jauh ke titik yang ditentukan
dibagian hilir suatu saluran. Untuk mencari waktu konsentrasi terdapat
tiga alternative rumus : (1) waktu konsentrasi (tc) ditinjau dari 2 komponen
(t0 + td); (2) waktu konsentrasi (tc) dari rumus distribusi hujan jam –
jaman dengan menggunakan model “MONONOBE”; (3) waktu konsentrasi
untuk DAS kecil di daerah pertanian.
A. Waktu konsentrasi (tc) ditinjau dari 2 komponen (t0 + td)
Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dihitung menjadi 2 (dua)
komponen :
1. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir
diatas permukaan tanah menuju kesaluran drainasi terdekat.
2. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran.
tc = to + td
to = 2/3 x 3.28 x L x
n/S1/2 td = Ls/60 V
Dimana:
n = angka kekasaran manning
S = kemiringan lahan
L = panjang lintasan aliran di atas permukaanlahan (m)
Ls = panjang lintasan aliran diatas saluran drainasi (m)
V = kecepatan aliran air pada saluran drainasi (m/dt)
17
Dalam perencanaan drainasi waktu konsentrasi sering dikaitkan
dengan durasi hujan, karena air yang melimpas mengalir dipermukaan
tanah dan selokan drainasi (sebagai akibat adanya hujan) selama t waktu,
maka dianggap hujan yang terjadi berlangsung selama t waktu.
A t0 = 0
t1 = x1 t2 = x2
Dimana:
RT = Rerata Intensitas hujan dari awal sampai jarak ke T
(mm/jam) R24 = CH efektif dalam 1 hari (mm)
T = Waktu dari awal hujan sampai ke T (jam)
t = Lamanya hujan terpusat = 6 jam
Rumus distribusi jam – jaman model MONONOBE dilihat
berdasarkan pengamatan di Indonesia, lamanya hujan terpusat (t) tidak
lebih dari 7 jam, maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat 6
jam sehari.
18
Langkah selanjutnya, menghitung nisbah hujan jam – jaman :
Dimana :
RT = Rerata Intensitas hujan dalam T jam
Rt = Curah hujan pada jam ke T
t = Waktu konsentrasi atau lamanya hujan terpusat
R(t-1) = Intensitas hujan dalam (t-1)
Selanjutnya menghitung hujan netto. Hujan netto adalah bagian dari
hujan total yang menghasilkan limpasan langsung. Untuk mencari hujan
netto digunakan rumus :
Rn = C.R
Dimana :
Rn = Hujan Netto (mm)
C = Koefisien Pengaliran (lihat tabel)
R = Curah hujan rancangan kala ulang T (mm)
Lalu hitung hujan netto jam – jaman dengan
mengalikan hujan netto dengan nisbah hujan jam – jaman.
tc = 0,00025 (L/S0,5)0,80
Dimana :
tc= Waktu konsentrasi dalam jam
L = Panjang Saluran (m)
S = Kemiringan DAS
19
Dimana:
Ai = Luas lahan dengan jenis penutup tanah i,
Ci = Koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i
n = Jumlah jenis penutup lahan
Tabel. Koefisien limpasan untuk metode Rational
Diskripsi lahan/karakter Koefisien Aliran, C
Bisnis :
permukaan
Perkotaan 0.70 – 0.95
Pinggiran 0.50 – 0.70
Perumahan :
rumah tunggal 0.30 – 0.50
multiunit, terpisah 0.40 – 0.60
multiunit, tergabung 0.60 – 0.75
perkampungan 0.25 – 0.40
apartemen 0.50 – 0.70
Industri :
ringan 0.50 – 0.80
berat 0.60 – 0.90
Perkerasan :
aspal dan beton 0.70 – 0.95
batu-bata, paving 0.50 – 0.70
Atap 0.75 – 0.95
Halaman, tanah berpasir :
datar 2% 0.05 – 0.10
rata-rata 2-7% 0.10 – 0.15
curam, 7% 0.15 – 0.20
Halaman, tanah berat :
datar 2% 0.13 – 0.17
rata-rata 2-7% 0.18 – 0.22
curam, 7% 0.25 – 0.35
20
Halaman kereta api 0.10 – 0.35
Taman Tempat bermain 0.20 – 0.35
Taman, perkuburan 0.10 – 0.25
Hutan :
datar 0-5% 0.10 – 0.40
bergelombang, 5-10% 0.25 – 0.50
berbukit 10-30% 0.30 – 0.60
Sumber: Mc. Guen, 1989
Dimana :
It = Intensitas CH persatuan waktu t dalam (mm/jam)
Rt = Tinggi hujan selama t (dalam mm)
t = Satuan waktu : jam, menit, dan detik
Besarnya intensitas CH berbeda – beda tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas CH diperoleh dengan cara,
melakukan analisis hidrologi baik secara statistik maupun secara empiris.
21
Rumus SHERMAN (1905), cocok untuk jangka waktu curah
hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
n = konstanta
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya
hujan (jam) a dan b =
konstanta
Dimana :
[] = jumlah angka – angka dalam tiap suku
N = banyaknya data
1. Tentukan besarnya curah hujan yaitu dari perkalian antara tinggi hujan
22
dengan 60 menit dibagi durasi hujan yang bersangkutan.
2. Lakukan perhitungan probabililitas sesuai hasil distribusi frekuensi
untuk periode ulang yang dikehendak (periode ulang 1; 2; 5; 10).
3. Menghitung harga tiap suku dalam persamaan Intensitas (suku
persamaan lihat rumus di atas).
4. Menghitung konstanta – konstanta untuk persamaan intensitas.
5. Pemeriksaan untuk mendapatkan rumus yang paling cocok. Dilakukan
dengan menelaah deviasi antara data terukur, dimana deviasi terkecil
dianggap sebagai rumus yang paling cocok.
6. Lakukan perhitungan dengan cara yang sama untuk masing – masing
periode ulang.
7. Gambar kurva atau lengkung Intensitas curah hujan yang menyatakan
hubungan Intensitas (mm/menit) terhadap durasi (menit).
Lengkung intensitas CH adalah grafik yang menyatakan hubungan antara
intensitas CH (It) dengan durasi hujan t, hubungan tersebut dinyatakan dalam
bentuk lengkung intensitas CH untuk kala ulang tertentu
Terjadi 1x dlm 10 th
Intensitas CH Terjadi 1x dlm 5 th 10 th
Satuan :
mm/jam Terjadi 1x dlm 2 th 5 th
m3/det/km2
Terjadi 1x dlm 1 th 2 th
l/det/ha
1 th
23
Rumus yang digunakan :
Rumus MONONOBE
Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
1. Cari curah hujan rata – rata daerah maksimum (bila lebih dari
1 stasiun curah hujan).
2. Lakukan perhitungan probabilitas sesuai dengan hasil uji
distribusi frekuensi untuk periode ulang yang dikehendaki (
periode ulang 1; 2; 5; 10).
3. Lakukan perhitungan waktu konsentrasi (tc) untuk masing –
masing sub DAS.
4. Lakukan perhitungan dengan cara yang sama untuk masing
– masing periode ulang.
Ket : Untuk rumus MONONOBE dicari terlebih dahulu waktu
konsentrasinya (tc).
24
Tentukan nilai C, jika DAS terdiri dari bermacam – macam penggunaan
lahan, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS dengan persamaan :
25
BAB 4
ASPEK HIDROLIKA
4.1 Landasan Teori
Analisis hidraulika dalam teknik drainasi terutama diarahkan pada
penentuan kapasitas saluran drainasi (kemampuannya) dalam menerima beban
drainasi (limpasan air akibat terjadinya hujan) pada suatu daerah tangkap
hujan. Analisis yang dilakukan akan meliputi :
Penentuan atau pemilihan bentuk saluran drainasi (terbuka, tertutup atau
pipa)
Penentuan batas kecepatan aliran rata – rata pada saluran
Penentuan besarnya kemiringan dasar saluran drainasi
Penentuan besarnya koefisien kekasaran dinding saluran
Penentuan besarnya dimensi saluran yang dapat menampung beban
drainasi
Besarnya kriteria (ketentuan) yang digunakan dalam analisis hidraulika :
a. Kecepatan aliran
Apabila dipilih kecepatan aliran dalam saluran drainasi terlalu besar maka
akan terjadi pengikisan terhadap dinding saluran (terjadi erosi).
Apabila dipilih kecepatan aliran terlalu kecil atau rendah maka akan terjadi
pengendapan dari butiran atau partikel lumpur yang terbawa air (terjadi
sedimentasi) oleh karenanya dipilih kecepatan yang sedang, yaitu berkisar
antara 0,6 – 2 m/det akan lebih baik apabila kecepatan yang dipilh sesuai
dengan jenis materi antara lain dinding salurannya, seperti diuraikan dalam
tabel berikut :
Batas
Jenis material dinding saluran kecepatan
Min Max
Beton 0.6 3
Aspal 0.6 1.5
Pasangan batu pecah dan batu bata 0.6 1.8
Campuran kerikil dan lempung 0.6 1.0
Campuran pasir kasar, kerikil dan 0.3 0.6
Campuran pasir halus dan tanah 0.1 0.2
26
b. Kemiringan dasar saluran
Penentuan kemiringan dasar saluran diusahakan mengikuti kemiringan
permukaan tanah (kontur tanah) di daerah rencana.
Apabila kemiringan terlalu terjal maka harus dibuat konstruksi pemecah
gaya terjun (bangunan terjun) pada tempat – tempat tertentu yang
memungkinkan, sehingga dinding dan dasar saluran tidak cepat rusak.
27
V = Kecepatan aliran dalam saluran (m/det)
Rumus tersebut kemudian berkembang sesuai dengan penggunaan
koefisien kekasaran dindingnya.
UNTUK MANNING :
Dimana :
V = Kecepatan aliran dalam saluran (m/det)
n = Koefisien kekasaran dinding saluran (Manning)
S = Kemiringan dasar saluran (% = m/det)
Dimana :
R = Radius hidraulik (m)
28
Luas penampang melintang (A); keliling basah (P); Saluran dengan
penampang melintang yang berbentuk trapesium dengan lebar dasar (B);
kedalaman aliran (h); dan kemiringan dinding l : m.
Penampang trapesium yang paling efisien jika kemiringan dindingnya,
1
m= atau ө = 60o. Penurunan rumus untuk mencari tinggi air,
3
h:
29
gorong perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
Harus cukup besar untuk melewatkan debit air maksimum dari daerah
pengaliran secara efisien.
Kemiringan dasar gorong – gorong dibuat lebih besar dari saluran
pembuangannya, dimaksudkan agar dapat menggelontorkan sediment.
Keadaan aliran pada gorong – gorong.
Dimana :
B = Lebar gorong – gorong
C = Koefisien Konstraksi pada sisi – sisi
pemasukan. Apabila ujungnya persegi maka C =
0,9 ; sedangkan jika ujungnya dibulatkan maka C
= 1.
D = Tinggi gorong – gorong (m)
30
o Lebar jalan lingkungan tergantung pada site plan anda.
Dimana :
B = Lebar gorong – gorong
C = Koefisien Konstraksi pada sisi – sisi
pemasukan. Apabila ujungnya persegi maka C =
0,6 ; sedangkan jika ujungnya dibulatkan maka C
= 0,8.
D = Tinggi gorong – gorong (m)
Dimana :
31
Zd = elevasi muka air hilir (downstream) diukur dari
datum.
Hf = total kehilangan energi antara hulu dan hilir gorong
–gorong.
Kehilangan tinggi tekan melalui gorong – gorong adalah jumlah
kehilangan pada inlet, sepanjang gorong – gorong dan pada outlet. Diasumsikan
kehilangan inlet dan outlet disini adalah sebesar 0,2 dan 0,1.
Rumus umum :
32
BAB 5
PERENCANAAN DRAINASE PERUMAHAN
5.1 Analisa Hidrologi Perencanaan Debit Rencana Tiap Blok Pada Masing-
Masing Saluran
Dalam desain drainase ini diterapkan di perumahan yang
berdekatan dengan sungai dan langsung disalurkan ke sungai.
Perencanaan penampang saluran drainase berbentuk trapesium
dan menggunakan konstruksi beton. Berikut adalah tahapan
analisa hidrologi perencanaan debit tiap blok pada masing-
masing saluran.
33
0.015+0.20
n= = 0.1075
2
Dengan :
tc = Waktu konsentrasi (menit)
t0 = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan
sampai saluran terdekat (menit)
34
td = Waktu perjalanan dari pertama kali masuk saluran sampai di titik
keluaran (outlet) (menit)
n = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 3) disesuaikan dengan material
konstruksi saluran
S = Kemiringan lahan / beda elevasi kontur
L = Panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m)
Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran (m)
2 0,1075
Jadi, t0 = { x 3,28 x 20 x } = 109,42 menit
3 0.04
65
td = = 0,60 menit
60 x 1,8
tc = 109,42 + 0,60 = 110.02 menit
0.60+0.75
pengaliran (C) sebagai berikut : C = = 0.675
2
35
36
Intensitas hujan (I)
Untuk mencari intensitas hujan digunakan rumus MONONOBE sebagai
berikut :
37
5.2 Analisa Hidrolika Perencanaan Dimensi Saluran Dan Debit Saluran Pada
Tiap Blok
Berikut adalah tahapan analisa hidrologi perencanaan debit
tiap blok pada masing-masing saluran.
5.2.1. Saluran Kwarter (S4)
Saluran kwarter pada perumahan direncanakan pada blok
A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9 dan A10. Berikut adalah
contoh analisa hidrolika perencanaan dimensi saluran dan debit
saluran pada tiap blok di perumahan tersebut adalah sebagfai
berikut :
a. Blok A1
Luas blok A1 = 1035 m2 = 0.1035 ha
Curah hujan rencana (R) = 52 (2 digit angka belakang pada NIM
mahasiswa)
Debit rencana (Qo) = 0,0029642 m3/det
Dimensi saluran
1. Tinggi air (h)
Untuk mencari lebar dasar saluran harus mencari Tinggi air (h) terlebih
dahulu dengan rumus. Berikut adalah rumus dari penurunan rumus :
38
2. Lebar dasar (B)
Mencari lebar dasar saluran (B) digunakan rumus sebagai berikut :
39
2
Jadi, B= x 0,15386 √ 3
3
B = 0,17766 m
3. Tinggi jagaan (F)
Mencari tinggi jagaan (F) digunakan rumus sebagai berikut :
F = 25% x h
F = 0,25 x 0,15386 = 0,03846 m
4. Tinggi saluran (H)
Mencari tinggi saluran (F) digunakan rumus sebagai berikut :
H=h+F
H = 0,15386 + 0,03846 = 0,19232 m
5. Luas penampang (A)
Mencari luas penampang melintang pada saluran (A) menggunakan
rumus sebagai berikut :
A = 0,153862 x √ 3
A = 0,04100052 m2
6. Keliling basah (P)
Mencari keliling basah (P) menggunakan rumus sebagai berikut :
P = 2 x 0,15386 x √ 3
P = 0,53297 m
40
Debit saluran
1. Koefisien manning = 0,1075
2. Kemiringan saluran (S) = 0,0018462
3. Kecepatan aliran (V)
Mencari kecepatan aliran (V) menggunakan rumus sebagai berikut :
1
V = . R2 /3. S1 /2.
n
1
V= x 0,076932 /3 x 0,00184621/2
0,1075
V = 0,0722961 m/det
4. Debit saluran (Qs)
Mencari debit saluran (Qs) menggunakan rumus sebagai berikut :
Qs = A.V
Qs = 0,04100052 x 0,0722961
Qs = 0,00296 m2/det
41
A. Hasil Perhitungan Analisa Hidrologi
Kecepatan Debit
Luas Blok Luas Blok Curah Hujan Panjang Panjang Koefisien Koefisien Intensitas
Kemiringan Aliran (V) t0 td tc Rencana
Saluran Blok (A) (A) Rencana √S Lahan (L) Saluran (Ls) Manning (n) Pengaliran ( C ) Hujan ( I )
Saluran ( S ) (Tabel 2) (Qo)
(Tabel 3) (Tabel 1)
m2 ha mm m m m/det menit menit menit mm/jam m3/det
A6b 580 0.0580 46.64 0.000313 0.01768 9 64 0.1075 1.8 119.676 1.92 121.596 0.675 10.0966 0.0011
A6a 839 0.0839 46.64 0.000323 0.01796 13 62 0.1075 1.8 170.143 1.86 172.003 0.675 8.0124 0.0013
A5b 839 0.0839 46.64 0.000359 0.01896 13.5 64 0.1075 1.8 167.398 1.92 169.318 0.675 8.0969 0.0013
A5a 704 0.0704 46.64 0.000532 0.02307 11 62 0.1075 1.8 112.079 1.86 113.939 0.675 10.5441 0.0014
A4b 730 0.0730 46.64 0.000419 0.02048 12 62 0.1075 1.8 137.747 1.86 139.607 0.675 9.2084 0.0013
A4a 730 0.0730 46.64 0.000373 0.019310 12 59 0.1075 1.8 146.079 1.77 147.849 0.675 8.8629 0.0012
Saluran
A3b 732 0.0732 46.64 0.000390 0.019744 13 59 0.1075 1.8 154.773 1.77 156.543 0.675 8.5316 0.0012
Kuarter
A3a 732 0.0732 46.64 0.000632 0.025131 13 57 0.1075 1.8 121.596 1.71 123.306 0.675 10.0030 0.0014
(S.4)
TAMAN 1 1103 0.1103 46.64 0.000818 0.028604 35 55 0.1075 1.8 287.630 1.65 289.280 0.275 5.6656 0.0005
A2 1074 0.1074 46.64 0.000714 0.026726 14 63 0.1075 1.8 123.135 1.89 125.025 0.675 9.9111 0.0020
TAMAN 2 138 0.0138 46.64 0.001176 0.034300 3 17 0.1075 1.8 20.560 0.51 21.070 0.275 32.4848 0.0003
A1 1105 0.1105 46.64 0.000235 0.015339 14 85 0.1075 1.8 214.543 2.55 217.093 0.675 6.8606 0.0014
Saluran A6-A3+A2 6421.15 0.6421 121.64 0.003081 0.055505 65 198 0.1075 1.8 275.278 5.94 281.218 0.754 15.0572 0.0203
Tersier
(S.3) T1, A2 2176 0.2176 121.64 0.000250 0.015811 57 80 0.1075 1.8 847.415 2.4 849.815 0.472 7.2037 0.0021
Saluran
Sekunder Total DPS 8597.15 0.8597 171.64 0.001313 0.036228 85 32 0.1075 1.8 551.519 0.96 552.479 1.356 13.5448 0.0439
(S.2)
42
Dimensi Saluran Drainase Debit Saluran ∆Q
Debit
Luas Blok Luas Blok Luas
Rencana Lebar Tinggi Air Tinggi Tinggi Keliling Jari-Jari Koefisien Kemiringan Kecepatan Debit Saluran Syarat :
Saluran Blok (A) (A) Penampang
(Qo) Dasar (B) (H) Jagaan (F) Saluran (H) Basah (P) Hidrolis ( R ) Manning (n) Saluran (S) Saluran (V) (Qs) (Qs > Qo)
(A)
m2 ha m3/det m m m m m2 m m m/det m3/det
A6b 580 0.0580 0.0011 0.171 0.148 0.037 0.185 0.038 0.512 0.074 0.1075 0.00031 0.02897 0.00110 0.00000
A6a 839 0.0839 0.0013 0.179 0.155 0.039 0.194 0.042 0.536 0.077 0.1075 0.00032 0.03035 0.00126 0.00000
A5b 839 0.0839 0.0013 0.176 0.152 0.038 0.190 0.040 0.528 0.076 0.1075 0.00036 0.03168 0.00127 0.00000
A5a 704 0.0704 0.0014 0.169 0.146 0.037 0.183 0.037 0.507 0.073 0.1075 0.00053 0.03754 0.00139 0.00000
A4b 730 0.0730 0.0013 0.170 0.147 0.037 0.184 0.038 0.511 0.074 0.1075 0.00042 0.03349 0.00126 0.00000
A4a 730 0.0730 0.0012 0.172 0.149 0.037 0.186 0.038 0.515 0.074 0.1075 0.00037 0.03174 0.00121 0.00000
Saluran
A3b 732 0.0732 0.0012 0.168 0.145 0.036 0.182 0.037 0.504 0.073 0.1075 0.00039 0.03199 0.00117 0.00000
Kuarter
A3a 732 0.0732 0.0014 0.163 0.141 0.035 0.176 0.034 0.488 0.070 0.1075 0.00063 0.03989 0.00137 0.00000
(S.4)
TAMAN 1 1103 0.1103 0.0005 0.104 0.090 0.023 0.113 0.014 0.313 0.045 0.1075 0.00082 0.03375 0.00048 0.00000
A2 1074 0.1074 0.0020 0.183 0.158 0.040 0.198 0.043 0.549 0.079 0.1075 0.00071 0.04586 0.00200 0.00000
TAMAN 2 138 0.0138 0.0003 0.086 0.074 0.019 0.093 0.010 0.258 0.037 0.1075 0.00118 0.03556 0.00034 0.00000
A1 1105 0.1105 0.0014 0.198 0.172 0.043 0.215 0.051 0.595 0.086 0.1075 0.00024 0.02779 0.00142 0.00000
Saluran A6-A3+A2 6421.15 0.6421 0.0203 0.332 0.287 0.072 0.359 0.143 0.995 0.144 0.1075 0.00308 0.14165 0.02026 0.00000
Tersier
(S.3) T1, A2 2176 0.2176 0.0021 0.225 0.195 0.049 0.244 0.066 0.676 0.098 0.1075 0.00025 0.03118 0.00206 0.00000
Saluran
Sekunder Total DPS 8597.15 0.8597 0.0439 0.520 0.450 0.113 0.563 0.352 1.561 0.225 0.1075 0.00131 0.12476 0.04385 0.00000
(S.2)
43
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan analisa hidrolika pada masing-masing saluran dapat
disimpulakn bahwa luasan blok pada saluran kwarter A8 adalah yang terbesar.
Jadi data hasil analisa kwarter A8 adalah yang dapat kita pakai untuk rencana
dimensi drainase di perumahan tersebut. Berikut adalah data hasil analisa
hidrolika saluran kwarter, saluran tersier dan sekunder :
Saluran kwarter :
B = 0.198 m n = 0.1075
H = 0.215 m S = 0.00118
F = 0.043 m V = 0.04586 m/s
Q
R = 0.086 m rencana = 0.0020 m3/s
Q saluran = 0.00200 m3/s
Saluran tersier :
B = 0.332 m n = 0.1075
H = 0.359 m S = 0.00308
F = 0.072 m V = 0.1416 m/s
Q
R = 0.144 m rencana = 0.0203 m3/s
Q saluran = 0.02026 m3/s
Saluran sekunder :
B = 0.520 m n = 0.1075
H = 0.563 m S = 0.00131
F = 0.113 m V = 0.1248 m/s
Q
R = 0.225 m rencana = 0.0439 m3/s
Q saluran = 0.04385 m3/s
6.2 Saran
Diharapkan pembaca tidak hanya berdasarkan pada laporan ini, diperlukan
reverensi lain dalam perhitungan sistem drainase.
44