Anda di halaman 1dari 23

METALURGI LAS

Pengetahuan tentang metalurgi las merupakan faktor kunci atas berhasilnya implementasi teknologi
las modern , terutama dengan diketemukannya bahan paduan dengan sifat kemanis yang unggul (
sangat ulet / tough dan kuat ) . Metalurgi las mengendalikan pelaksanaan , kondisi serta sifat mekanis
las.

Prinsip dasar metalurgi las adalah struktur mikro dari sambungan las yang menentukan sifat mekanis dan
variabel seperti saikel termal , reaksi kimia didalam cairan metal , perpaduan , flux , komposisi , dan zat
kontaminan yang sangat mempengaruhi sona terimbas panas.

Dalam tulisan ini disajikan pengenalan secara umum untuk dapat memberikan penjelasan tentang prinsip
dasar dan beberapa terminologi dalam metalurgi las.

Fenomena metalurgis yang sangat penting dalam pengelasan seperti : pekerjaan dingin ( cold working ) ,
rekristalisasi , pertumbuhan kristal , penuaan ( aging ) dan tempering , akan dibahas termasuk
penggunaan

diagram fase equilibrium dan transformasi suhu-waktu non equilibrium (


time-temperature trasformation / TTT ) , serta diagram transformasi pendinginan
berkelanjutan ( continuous cooling transformation / CCT ) . Akan dijelaskan pula beberapa
hal seperti , solidifikasi , aliran panas ( heat flow ) , struktur mikro , sifat mekanis las , dan pemanasan
awal serta perlakuan panas paska las .

METALURGI UMUM. FASE FASE METAL


Metal dengan fase tunggal yang sangat umum didalam sistim stuktur metalurgi , memiliki struktur kristal
yang sama dalam suhu berapa saja hingga titik leburnya . Pada umumnya metal murni memiliki fase
tunggal , seperti misalnya : tembaga , nikel , aluminium , timbal, platina , emas dan perak yang struktur
molekulya merupakan face centre cubic ( fcc ) , serta chromium , niobium , molybdenum , tungsten dan
vanadium yang struktur molekulnya body centre cubic ( bcc) , kemudian beryllium , cadmium ,
magnesium . seng dan rhenium yang memeiliki struktur molekul hexagonal close pack ( hcp ) .
Metal yang memiliki lebih dari satu struktur kristal memiliki sifat allotropis atau polytropis . Misalnya
titanium berbentuk hcp dibawah 1621 F dan menjadi bcc diatas 1621 F. Besi dibawah 1674 F dan
diatas

2541 F bersifat bcc , namun pada suhu diantara kedua suhu diatas bersifat fcc. Metal lain yang bersifat
allotropis adalah cobalt , zirconium , timah putih , dan uranium.

Ada kalanya dua jenis metal fase tunggal dicairkan dan dipadu menjadi bahan paduan , yang ternyata juga
memiliki fase tunggal pula , seperti misalnya tembaga dan nikel menjadi copper nickel ( lihat diagram
isomorphous G 5-1) . Diagram ini memperlihatkan daerah suhu dan komposisi dimana fase cair dan padat
terjadi dalam kondisi paduan dibawah tekanan atmosferis yang tetap. Nikel memiliki ttik lebur 2647 F
dan tembaga 1981 F , namun paduannya memiliki titik lebur dan titik beku yang bervariasi dalam sutu
cakupan shuh ( temperature range ). Apabila nikel dan tembaga dilebur-padukan , suatu fase tungga
( L ) terjadi pada suhu diatas garis yang menunjukkan sifat cair ( liquidus ) , sedangkan suatu fcc
fase tunggal ( ) akan terjadi pada suhu suhu dibawah garis padat ( solidus ) . Berbeda dengan elemen
murni , suatu daerah fase yang bersifat cair dan padat berada pada cakupan suhu dan komposisi diantara
sifat liquidus dan solidus untuk sistim paduan berfase tunggal.

Untuk menujukkan formasi padat-cair yang tidak terbatas , suatu sistim paduan harus memenuhi
persyaratan hukum Hume – Pothery yang mempersyaratkan kedua elemen memiliki :

• Radius atom tidak boleh berbeda satu dengan lainnya melebihi 15%.
• Struktur kristal yang sama
• Memiliki nilai elektronegativitas sama ( elemen harus dekat satu dengan lainnya dalam tabel periodik
).
• Memiliki valensi sama.
Terdapat banyak dipasaran paduan nickel copper berfase tunggal yang berkisar dari monel kaya nikel
hingga paduan kaya tembaga yang berkonduktivitas tinggi.

Terdapat banyak sistim paduan isomorphous yang berbasis pada besichromium , besi-vanadium ,
tungsten – molybdenum , chromium molybdenum , dan lain lain. Walaupun paduan isomorphous tidak
terbatas pada sistim dua komponen , namun jenis paduan ini cukup dikenal .
Sistim paduan binary eutectic memiliki komponen yang tidak tunduk pada hukum Hume- Rothery ,
karenanya paduan ini tidak menujukkan sifat cair-padat yang tak terbatas pada suhu kamar , namun
berada dalam kondisi campuran antara dua fase padat , sebagai contoh misalnya paduan aluminium –
tembaga , aluminium-silika , aluminium-magnesium , timbal-timah putih dan nikel - titanium.
G.1 DIAGRAM FA SE ISOMORPHOUS PADUAN

2700

L 2651 F

2500

LIQUIDUS
L+
2300

SOLIDUS ( Cu.Ni )

2100

1900
Cu 20 40 60 80 Ni
TEMBAGA-NIKEL
NIKEL , % berat

Didalam gambar G.2 ( diagram fase aluminium tembaga , suhu liquidus menurun hingga minimum pada
33.2% Cu dimana proses pembekuan ( solidivication ) terjadi pada suhu tunggal ( 1018 F ) seolah olah
paduan tersebut sebagai metal murni. Reaksi eutectic yang terjadi pada saat pemanasan dan pendinginan
memotong garis eutectic isotherm ( garis datar ) pada 1018 F diantara batas batas komposisi 5.65 dan
52.5% Cu adalah :

PENDINGINAN
L ( 33.2% Cu ) ( 5.65% Cu ) + ( 52.5% Cu )
PEMANASAN
1250

L 53.5%
L+

( Al ) 1018 F L+
1000
5.65% 33.2%
52.5%

750

( Cu Al 2 )
+

500
Al 10 20 30 40 50 Cu
TEMBAGA , % berat

G. 2 DIAGRAM FASE EUTECTIC DARI SISTIM

PADUAN ALUMINIUM TEMBAGA


Paduan padat yang dihasilkan terdiri dari dua fase yang sangat berbeda ( , ) , dimana adalah fcc dan
adalah body centered tetragonal ( bct ). Pada semua kompossi didalam sistim aluminiumtembaga
kecuali aluminium murni , pada 53.5 % dan 33.2 % berat Cu , cairan metal membeku dalam satu cakupan
suhu (temperature range ). Paduan yang titik cairnya rendah pada 33.2% Cu disebut komposisi eutectic.

Contoh lain dari komposisi eutectic dapat dilihat pada diagram besi carbon ( G. 3 ) pada suhu 2098 F
antara batas batas komposisi 2.11 dan 6.69% C dimana :
PENDINGINAN
L ( 4.3%C ( 2.11 % C ) + Fe3C ( 6.69% C ).
PEMANASAN
G. 3 REAKSI ISOTHERMIS PERITECTIC , EUTECTIC DAN
CARBON , % berat

Campuran eutectic yang terjadi pada suhu kamar disebut ledeburite . Paduan eutectic biasanya memiliki
daya guna yang cukup luas dalam pengecoran bentuk rumit.

Reaksi peritectic terjadi dalam banyak sistim paduan engineering yang ditandai dengan pembekuan
serentak dari cairan dan padat membentuk paduan padat lain . Reaksi ini terjadi pada suhu 2723 F
diantara persentase carbon 0.09 hingga 0.53. dalam sistim besi-carbon ( gambar G. 4 ) , dan
merupakan tipe peritectic dimana austenite ( ) dalam baja terbentuk dari cairan dan ferrite
pada pendinginan , atau :

DIDINGINKAN
( 0.09%C ) + L ( 0.53% C ) ( 0.17%C ).
DIPANASKAN
Banyak sistim paduan binary seperti misalnya besi-carbon , besi-nikel, besi-mangamese, tembaga-seng ,
dan perak – platina mengandung reaksi pertectic . Dalam beberapa sistim , reaksi trasformasi padat
terjadi manakala suatu komposisi padat tertentu yang berfase tunggal bertransformasi menjadi
campuran dari dua buah fase lain sewaktu mendingin. Proses ini disebut reaksi eutectoid yang terlibat
dalam semua komposisi baja. Sistim paduan besi-carbon memperlihatkan ketiga trasformasi fase tersebut
diatas , yakni reaksi peritectic , eutectic dan eutectoid . Reaksi eutectic terjadi pada suhu 1340 F diantara
persentase carbon 0.0218 hingga 6.69% C dimana setelah didinginkan perlahan lahan menjadi :

AUSTENITE ( 0.77%C ) FERRITE ( 0.0218%C +

Fe3C ( 6.69%C).

Eutectoid lamellar ( lempengan ) ( ferrite dan Fe3C ) yang terjadi pada 0.77%C disebut pearlite.
G. 4 BAGIAN PERITECTIC DARI SISTIM BESI - CARBON
2800 2800 F

0.09%
L+ L
( + Fe )

0.17% 0.53%
2723 F
2700

+
L+

2600

+ Fe
AUSTENITE
2541 F

2500
Fe 0.20 0.40 0.60 0.80
CARBON , % berat

Gambar G. 5 menggambarkan struktur mikro yang didapat apabila baja 0.02% C dan 0.77%C didinginkan
perlahan lahan dari daerah austenite . Besi ( 0% C ) yang tidak mengandung carbon sama sekali merupakan
bcc ferrite murni ( terang ). Baja 0.2%C mengandung sekitar 25% pearlite ( gelap ) dan 75% ferrite ( terang
). Baja 0.77%C mengandung 100% pearlite.

KERJA DINGIN ( COLD WORKING )

Proses fabrikasi yang mengurangi penampang metal , memperkuat metal tersebut dengan fenomena
disebut kerja pengerasan ( work hardening ) juga dikenal sebagai kekang pengerasan ( strain hardening )
yang biasanya mengurangi daya muai ( elongation ) , disebut kerja dingin ( cold working ) .

Proses seperti ekstrusi ( pemencetan ), penempaan , pengerolan dan pengecilan ( swaging ) , membentuk
sekaligus memperkuat material yang terlibat. Beberapa dari proses ini menggunakan kenaikan suhu ,
sebagian lainnya dilaksanakan dalam suhu kamar.

Istilah kerja dingin biasanya digunakan untuk menunjukkan proses mekanisasi ( fabrikasi ) , asalkan suhu
pelaksanaan tidak merubah struktur material.

Tujuan dari kerja dingin adalah memperkuat material yang biasanya sangat lemah dan daktil ( mudah
dibentuk ) , seperti misalnya aluminium murni atau tembaga murni. Keja dingin menghasilkan material
dengan struktur kristal terdistorsi dibandingkan dengan struktur kristal dalam kondisi teranil ( tersepuh
).
Berat ringannya kondisi distorsi berbanding lurus dengan persentasi pengecilan penampang benda kerja.
Pekerjaan dingin yang berlebihan akan mengurangi daya daktilitas . Untuk mendapatkan daya daktilitas
kembali , benda kerja dipanaskan hingga struktur mikronya berubah . Pengaruh suhu terhadap pekerjaan
dingin terdiri dari dua tahap , yakni rekristalisasi ( recrytalization ) dan pertumbuhan kristal ( grain growth
/ crystal growth ).

PROSES REKRISTALISASI ( RECRYSTALIZATION ).

Proses ini dimulai manakala material yang dikerja-dinginkan dipanaskan pada suhu yang dikehendaki ,
yakni suhu rekristalisasi. Pada proses rekristalisasi kristal yang terdistorsi diganti dengan kristal baru , lebih
kecil , bebas regangan yang disebut equiaxed grain yang memiliki daya daktilitas yang lebih tinggi. Makin
besar tenaga yang diperlukan untuk membuat kerja dingin , suhu rekristalisasi makin rendah dan struktur
kristal yang terjadi semakin kecil. Semakin berkurang suhu rekristalisasi , waktu rekristalisasi bertambah
lama sehingga batas suhu tercapai , dimana proses rekristalisasi tidak akan terjadi lagi dibawah suhu
tersebut.

PERTUMBUHAN KRISTAL ( GRAIN GROWTH )

Dengan menahan suatu benda kerja pada suhu diatas suhu rekristalisasi menghasilkan pertumbuhan
kristal . Pertumbuhan kristal ini terjadi karena kristal cenderung mengurangi energi permukaannya .
Kristal besar memiliki perbatasan area ( grain boundary area ) yang lebih kecil dalam setiap unit volume
dan karenanya juga memiliki energi permukaan yang lebih kecil. Berhubung berkembangnya kristal besar
mengorbankan kristal kecil , maka energinya tersimpan. Proses pertumbuhan kristal secara besar besaran
terjadi pada suhu Tm / 2 dimana Tm adalah titik cair metal pada Kelvin , misalnya Tm / 2 aluminium =
872 F. Proses aniling metal dilaksanakan pada suhu diatas Tm/2 untuk menghasilkan daktilitas yang baik.

1.3 AGE HARDENING & TEMPERING PRECIPITATION

( PENGERASAN USIA & PENGENDAPAN TEMPER )

Walaupun prosedur kedua proses ini sama dan melibatkan pemanasan paduan larutan padat yang
sangat kenyang hingga tingkat suhu yang ditentukan secara hati hati sehingga reaksi pengendapan
terjadi , maksud pengerasan usia dan pengendapan temper sangat berlawanan. Pengaruh
pengerasan usia yang terbaik untuk komposisi paduan terjadi pada diagram fase dimana terjadi
larutan padat yang maksimum . Sebagai contoh pada gambag G. 2 , komposisi untuk precipitation
hardening terjadi pada 4 hingga 6% Cu. Paduan seperti ini biasanya dipanaskan pada suhu sedikit
dibawah suhu reaksi eutecic hingga 950 F untuk melarutkan semua ( hampir semua ) tembaga
didalam larutan padat. Paduan ini kemudian didinginkan mendadak ( quenched ) didalam air untuk
mendapatkan larutan padat yang sangat kenyang pada suhu kamar. Pada kondisi sebagaimana
didinginkan ( as quenched ) , paduan menjadi lunak dan mudah dibentuk ( ductile ). Setelah paduan
tersebut di tuakan ( aging ) pada suhu antara , sekitar 375 F , kekuatannya bertambah dengan cepat
selaras dengan berjalannya waktu aging karena mengendapnya partikel yang sangat kecil (
microscopic ) mendekati komposisi . Sertelah kekuatan maksimum tercapai , proses aging
selanjutnya mengurangi tingkat kekuatan , proses ini disebut overaging . Hal ini disebabkan oleh
berlebihannya pengendapan fase yang berukuran besar. Proses tempering sebaliknya hanya
berlaku untuk metal yang bertransformasi setelah quenching menjadi struktur martensit.

Walaupun reaksi martensi terjadi pada beberapa sistim paduan , hanya pada baja saja yang dapat diambil
manfaatnya yang secara komersil menguntungkan. Martensit tidak tampak dalam diagram besi-carbon
karena merupakan fase yang non equilibrium yang hanya terjadi apabila terjadi pendinginan mendadak
dari daerah austenit. Berhubung martensit dalam kondisi sebagaimana didinginkan mendadak , terlalu
getas untuk struktur engineering , diperlukan tempering pada suhu 390 hingga 1200 F untuk
mendapatkan kekuatan ideal , daktilitas , dan keuletan yang dikehendaki untuk tujuan tertentu. Jika suhu
tempering dinaikkan , kekuatan material akan menurun dan sifat daktilitas dan keuletannya akan
meningkat , kecuali jika terjadi tempered martensite embrittlement ( penggetasan martensit temper ) ,
dan penggetasan temper ( temper embrittlement ) , yang dapat terjadi secara berturut turut diantara
suhu 570 hingga 750 F dan antara 750 hingga 1000 F.

Perlakuan panas baja menjadi faktor yang sangat penting untuk semua penggunaan struktural sehingga
dibuat diagram , TTT dan CCT untuk lebih mendayagunakan sifat baja melalui transformasi fase non
equilibrium.
Gambar G. 7 menggambarkan kurva CCT untuk baja eutectoid. Gambar G. 7 juga mewakili secara kualitatif
proses quencing dengan air , minyak dan udara dengan berbagai laju pendinginan yang menghasilkan
struktur mikro dan kekerasan yang bervariasi pula.

Misalnya batang baja eutectoid ( 0.77%C) dengan diameter ½ “ dipanaskan , kemudian ditahan pada suhu
austenisasi yang sesuai , yakni kira kira 1600 F, dan kemudian didinginkan dengan air . Sesuai dengan
diagram CCT pada gambag G. 7 baja ini memiliki struktur mikro martensit sebagaimana tertera pada
gambar G. 8 (a) dengan kekerasan sebesar 840 HV. Apabila batang yang sama didinginkan dengan udara
, keseluruhan struktur mikronya mungkin berubah menjadi pearlite sebagaimana tertera pada gambar G.
5 (c) dengan kekerasan sebesar 270 HV. Selanjutnya apabila suatu kawat baja yang telah teraustenisasi
dengan diameter 0.06” didinginkan dengan udara pada suhu kamar , maka struktur mikronya akan
berubah menjadi struktur mikro yang terdiri dari bainite ( gelap ) dan martensit ( terang ) sebagai tertera
pada gambar G. 8 (b) dengan kekerasan sebesar 560 HV. Jadi disini dapat dikatakan bahwa apabila baja
dengan komposisi yang telah ditentukan diberi perlakuan panas melalui quencing dan tempering atau
didinginkan secara terkendali, dapat berubah menjadi beberapa jenis struktur mikro dengan sifat mekanis
yang berbeda beda.

3. DIFINISI SAMBUNGAN LAS


Pengelasan adalah suatu proses penyambungan dua jenis metal atau lebih dengan menggunakan panas
atau tekanan atau kedua duanya , dengan atau tanpa bahan penambah , untuk menghasilkan suatu
sambungan melalui fusi atau rekristalisasi antar permukaan.

Idealnya mengelas suatu paduan dengan menggunakan bahan penambah yang tepat akan memberikan
beberapa keuntungan , yakni :

• Komposisi kimia yang uniform diseluruh sambungan las.


• Gabungan yang tepat dari sifat sifat fisik seperti warna , kepadatan ( density ) dan konduktivitas
listrik serta thermal.
• Sifat mekanis yang merata diseluruh sambungan las dan bahan induk setelah perlakuan paska las.
Didalam kehidupan praktis , pelat baja dengan satu jenis komposisi seperti A242 , A441 , A588 , API –5LX
dapat dilas dengan elektroda dengan komposisi kimiawi yang berbeda seperti E-7018 atau ER70S-3.
Demikian juga bahan non ferrous termasuk paduan aluminium 3004 , 5005 , 6061 , 6070 dan A 357.0 biasa
dilas dengan bahan penambah ER4043 menggunakan proses las gas metal arc atau gas tungsten arc.
Apabila bahan pengisi dan sifat distribusi panas tidak sesuai , sambungan las akan mengandung komposit
yang secara kimiawi bersifat heterogen dan terdiri dari paling banyak 6 daerah yang secara metalurgis
berbeda mencolok , seperti (1) sona komposit , (2) sona tidak tercampur ( unmix ) , (3) antar muka las ,
(4) sona yang mencair sebagian , (5) daerah terimbas panas ( HAZ ), dan (6) bahan induk yang tidak
terimbas ( lihat gambar G.5-9 ).

Sona komposit ( composite zone ).


Campuran dari bahan pengisi dengan bahan induk yang mencair berupa daerah fusi yang homogen disona
komposit , sebagai contoh misalnya apabila besi tuang abu abu dilas dengan elektroda nikel , daerah
komposit berasal dari kolam cair yang homogen dari bahan filler nikel yang terdilusi kedalam cairan bahan
induk besi tuang abu abu . Demikian pula apabila bahan elektroda E10018 digunakan untuk mengelas baja
HY-80 , komposisi kimiawi dari sona komposit merupakan berat rata rata dari elemennya , yakni carbon ,
nikel ,atau mangan baik dari bahan filler maupun bahan induk. Bahkan bahan yang sama sekali berbeda
seperti tembaga dan nikel dapat dilas dengan menggunakan las GTAW tanpa menggunakan bahan
penambah dan ternyata komposisi bahan didalam sona kompositnya uniform. Proses pencampuran yang
baik diperlancar oleh konveksi paksa didalam kolam las yang terpadu dengan reduksi tambahan yang
berasal dari energi bebas sebagai hasil dari bertambah banyaknya entropy percampuran.

Sona tidak tercampur ( unmixed zone )


Daerah sempit yang mengelilingi sona komposit disebut sona tidak tercampur ( lihat gambar G. 9 ) yang
terdiri dari lapisan perbatasan ( boundary layer ) dari cairan bahan induk yang membeku sebelum
mengalami percampuran didalam sona komposit cair. Lapisan ini berkomposisi sama dengan bahan induk
dengan ketebalan sekitar 0.05 hingga 0.10 “, tergantung pada jenis proses las dan laju pendinginan.
Walaupun sona tidak tercampur selalu berada pada semua jenis las fusi , hanya akan tampak pada jenis
SONA TIDAK
TERCAMPUR

SONA ANTAR MUKA LAS


SEBAGIAN
MENCAIR
SONA KOMPOSIT

SONA TERIMBAS
PANAS

BAHAN INDUK YANG TIDAK TERIMBAS

las yang menggunakan bahan paduan yang komposisi kimiawinya sangat berbeda dengan bahan induk
sebagai bahan filler.

GAMBAR G. 9 SONA METALURGIS

DALAM SAMBUNGAN LAS

Sebagai contoh pengelasan besi tuang abu abu kelas 30 yang dilas dengan filler metal yang kaya dengan
nikel menggunakan proses SMAW , sona tidak tercampur tampak jelas ( lihat gambar G.5-10 ) , karena
besi tuang abu abu yang mencair membeku sebagai struktur besi putih ( dengan F3C eutectic ditambah
) , sedangkan sona kompositnya mengandung sebagian besar bahan filler nikel , yang membeku sebagai
austenite.

Lain halnya dengan pengelasan nikel murni dengan bahan filler nikel menggunakan proses las GTAW ,
sona tidak tercampur tidak tampak karena komposisi cairan disona komposite dan kondisi mendingin
tidak berbeda dengan cairan disona tidak tercampur.

Antar muka las ( weld interface )


Daerah ketiga dalam sambungan las adalah antar muka las ( weld interface ) . Permukaan ini dengan jelas
menandai antara bahan induk yang tidak tercairkan disatu sisi dan bahan las yang membeku disisi lain.
Pada metal murni atau metal paduan yang sangat terpadu , jika dilas dengan menggunakan bahan filler
yang sangat tepat , batas transisi dari bahan induk kebahan las sulit untuk ditengarai secara metalurgis ,
namun dapat ditandai setelah melalui proses etsa ( etching ) . Pada umumnya ketika kandungan bahan
paduan dan cakupan solidifikasi antara liquidus dan solidus suatu pengelasan bertambah , struktur
solidifikasi akan tampak jelas setelah dietsa.
Sona pencairan sebagian ( partially melted zone ).
Bagian bahan induk yang berhimpitan dengan antar muka las , dimana terjadi beberapa pencairan lokal
, tampak sona pencairan sebagian ( partially melted zone ) . Dibanyak bahan paduan yang
mengandung kotoran yang bertitik cair rendah atau segregasi bahan paduan dibatas butir , akan
terjadi proses liquasi ( pemisahan cair ) dari zat mikroskopis yang bertitik lebur rendah dibeberapa
lokasi pada antar muka las kedalam sona pencairan sebagian . Kedalaman penetrasi proses liquasi
kedalam bahan induk tergantung pada suhu solidus dari cairan , contohnya adalah pengelasan baja
HY-80 , dimana liquasi bahan kotoran mangan sulfida dapat mengakibatkan retak panas atau fissure
mikro yang berkembang dari sona tidak tercampur menyeberang antarmuka las kedaerah pencairan
sebagian.

Sona terimbas panas ( heat affected zone ).


Sona terimbas panas yang sebenarnya ( lihat gambar G. 9 ) adalah bagian dari sambungan las yang
mengalami suhu tertinggi yang mampu menghasilkan perubahan struktur mikro dalam keadaan padat
namun terlalu rendah untuk suatu pencairan , misalnya HAZ ini pada paduan wrought ( lunak ) fase
tunggal , tampak sebagai bagian diluar HAZ yang mengandung kristal yang terus menerus membesar dan
menjadi maksium pada daerah antar muka las ( gambar G. 11 ).

Bahan induk yang tidak terimbas ( unaffected base metal ).


Akhirnya bagian dari sambungan las yang tidak mengalami perubahan metallurgis disebut bahan induk
yang tidak terimbas. Walaupun secara metallurgis tidak berubah , bahan induk yang tidak terimbas dan
bagian sambungan las lainnya sangat mungkin berada dalam pengaruh regangan sisa trasversal dan
pengkerutan ( shrinkage ) longitudinal , tergantung pada kekangan ( restrain ) yang mengenai sambungan
las tersebut.

SOLIDIFIKASI ( PEMBEKUAN ) LAS .

Pertumbuhan epitaxial
Mekanisme pembekuan yang mendasar yang direkayasa untuk metal tuangan telah diterapkan dengan
berhasil untuk solidifikasi pengelasan. Perbedaan yang masih ada antara solidifikasi bahan tuangan
dengan solidifikasi pengelasan adalah adanya fenomena pertumbuhan epitaxial pada jalur las. Pada metal
tuangan pembentukan kristal padat dari cairan memerlukan nukleasi heterogin dari partikel padat yang
berada pada dinding cetakan ( mold ) yang kemudian diikuti dengan oertumbuhan kristal . Sebaliknya
proses nukleasi pada jalur las terhapus pada awal terjadinya proses solidifikasi disebabkan oleh
mekanisme pertumbuhan epitaxial dimana atom dalam kolam las secara cepat terdeposisi pada lokasi
lattice yang paling awal terbentuk dekat bahan induk padat. Akibatnya struktur dan orientasi
crystallografis kristal HAZ dalam antar muka las , berlanjut kedalam daerah fusi las sebagaimana tampak
pada pengelasan nikel asli ( gambar G.5-11 ) . Pada kenyataannya lokasi antar muka las yang tepat sangat
sulit untuk ditentukan pada deposit las metal murni yang menggunakan bahan filler yang sangat sesuai .
Bahkan bentuk struktur mikro seperti annealing twins yang berada dalam HAZ akan selalu tumbuh secara
epitaxial kedalam bahan las sewaktu pembekuan. Demikian juga dengan bahan filler yang tidak sesuai
juga akan membeku secara epitaxial , khususnya apabila bahan filler dan bahan induk memiliki struktur
kristal yang sama sewaktu pembekuan , misalnya pengelasan monel ( fcc ) dengan nikel ( fcc ) sebagai
bahan filler.

Bentuk kolam las


Kolam las , karena mengendalikan struktur kristal sambungan las , bentuknya merupakan faktor penting
dalam pengelasan. Misalnya apabila metal dengan fase tunggal dilas dengan GTAW pada kecepatan yang
rendah , bentuk kolam las akan eliptikal ( hampir bundar ) sebagai tertera pada gambar G. 12 (a) . Butir
butir columnar ( memanjang ) terbentuk searah dengan tingkatan ( gradient ) thermal yang dihasilkan
dari sumber panas yang bergerak ( busur nyala ) . Butir butir tersebut tumbuh secara epitaxial dari bahan
induk kearah busur nyala. Berhubung arah tingkatan thermal maksimum selalu berubah mulai dari sekitar
90 keantar muka las pada posisi A hingga hampir sejajar dengan sumbu jalur las pada posisi B , butir
butir akan tumbuh dari posisi A dan secara terus menerus berputar kearah busur nyala yang bergerak .
Proses tanding perkembangan ( competitive growth ) memberikan sarana untuk menyeleksi metal yang
pertumbuhan butir butirnya tidak sebagaimana diharapkan . ( 001 ) dan ( 1010 ) merupakan arah
pertumbuhan kristal yang digemari dalam metal fcc , bcc dan hcp .

G.12 PERBANDINGAN BENTUK KOLAM LAS


A

Bentuk kolam las cenderung memanjang selaras dengan bertambah cepatnya pengelasan. Pada
gambar G.5-12 (b) tingkatan suhu maksimum hampir tegak lurus dengan antar muka las A B ,
namun karena kolam las memanjang dibelakang busur nyala tingkat suhu pada titik B tidak lagi
mengarah keelektroda.

HEAT AFFECTED ZONE & HEAT TREATMENT


I . UMUM
Sebagai telah diuraikan diatas , salah satu dari enam sona didalam sambungan las adalah sona terimbas
panas atau heat affected zone ( HAZ ) . Walaupun tidak sampai mengalami pencairan , namun sona
ini telah mengalami suhu tertinggi diluar suhu pencairan sehingga menyebabkan perubahan struktur
mikro yang secara rinci akan dijelaskan dibawah ini. Untuk bahan yang mengandung unsur carbon
cukup tinggi dan pendinginan yang cukup cepat akan menghasilkan martensit yang bersifat getas .
Kondisi ini ditambah dengan keberadaan kotoran didalam logam las seperti mangan sulfida dan lain lain
akan mengawali terjadinya retak panas.

II . STRUKTUR MIKRO LAS DAN H.A.Z


Melalui proses perkembangan epitaxial , lebar kristal columnar ( panjang ) dizona fusi ditentukan
oleh ukuran bahan induk yang berdekatan dengan antar muka las. Berhubung suhu puncak HAZ
meningkat dengan semakin dekatnya dengan lokasi antar muka las , sedangkan pengembangan kristal
meruakan fungsi suhu , ukuran maksiumu kristal didalam HAZ selalu terjadi disepanjang antar muka las.
Kristal dengan ukuran maksimum inilah yang ditransmit kedalam zona fusi.

Ukuran butir ( grain size ).


Hubungan yang digunakan untuk mengukur butiran kristal diHAZ adalah :

- Q / 2RTp n
D -- Do = b e ( t’ )

Dimana : D = diameter final butir kristal.

Do = diameter asli butir e = 2.718 , dasar alami untuk


logarithma. Tp = suhu puncak ( suhu solidus digaris fusi ) t’ = waktu
pada suhu terkait.
Q = energi aktivasi untuk pertumbuhan butir. R = konstanta gas universal b
dan n = konstanta yang ditentukan oleh jenis material.
Suhu dan waktu pada suhu menentukan pertumbuhan butir didalam HAZ , dan sebagaimana telah
diutarakan didepan butir dengan ukuran maksimu m selalu berada dibatas antar muka las . Berhubung
semua jenis pengelasan mengalami hal serupa yakni spektrum suhu puncak mulai dari To hingga suhu
solidus , maka tinggal waktu tinggal ( residence time ) t’ saja yang merupakan variabel penting .
Dengan berkurangnya laju pendinginan , menaikkan waktu tunggu , dan membesarkan ukuran butir butir
kristal dalam HAZ.

Proses pertumbuhan kristal yang berlangsung dapat menyebabkan pertumbuhan lateral dari butir kristal
bahan las. Pada pengelasan bahan nikel murni , lebar butir butir columnar yang berkembang dari HAZ
berlanjut melebar kesona fusi. Sama halnya dimetal baja lebar butir butir columnar akan beberapa kali
lebih besar dari ukuran butir maksimum didalam HAZ. Lebar butir columnar hanya dapat dibatasi oleh
ukuran jalur las dan masukan energi busur nyala , misalnya suatu hal yang tidak mungkin untuk
mendeteksi HAZ dari nyala GTAW pada permukaan tembaga tuang kasar. Hal ini disebabkan oleh waktu
tinggal yang terlalu singkat sehingga tidak sempat terbentuk pengembangan kristal .

Banyak logan yang tidak dapat diperkuat melalui perlakuan panas dapat diperkuat melalui rolling dingin ,
misalnya logam paduan aluminium , paduan tembaga seri 1xxx , 3xxx dan 5xxx.
MENGENDALIKAN KEULETAN ( TOUGHNESS ) DALAM H.A.Z.

Tidak seperti halnya logam fcc yang selalu daktil dalam segala suhu , metal bcc seperti baja akan
mengalami kondisi transisi dari daktil ke getas ( brittle ) pada suhu yang sangat dipengaruhi oleh faktor
metallurgis seperti struktur mikro , ukuran butir , kandungan carbon dan paduan , serta kandungan inklusi
oksida . Kegetasan akibat transisi ini dapat menyebabkan kegagalan yang membawa bencana

( catastrophick ). 0.4

0.6

G. 13

0.8

1.0
50 75 100 125 150 175
Struktur mikro.
Keuletan metal las baja dapat dicapai manakala struktur mikronya banyak mengandung acicCHARPY IMPACT
TOUGHNESS ,
ular ferrite dengan sedikit sekali ferrite batas ft/lb butir. , bainite dalam jumlah minimum , dan
tidak terdapat martensite. Kecuali apabila jumlah carbon sangat sedikit sekali , struktur yang sepenuhnya
bainite dan atau martensite harus dihindarkan. Ukuran butir dan jumlah inklusi kotoran harus serendah
mungkin . Pada gambar G.5-13 menggambarkan makin sedikit inklusi kotoran , makin tinggi keuletan
bahan.

Proses pengelasan
Karena mengandung austenite awal ( prior austenite ) dan acicular ferrite yang butirnya berukuran kecil
, dan inklusi kotoran yang amat sedikit sekali hingga dapat dikatakan dapat diabaikan , maka sambungan
las yang dilaksanakan dengan proses GTAW , SMAW dan

GMAW bermutu baik dengan tingkat keuletan yang tinggi

( sebagaimana dilaskan ) . Keuletan HAZ nya biasanya cukup baik karena butir butirnya kecil disebabkan
oleh masukan panas ( heat input ) yang tidak terlalu tinggi.

Bahan filler
Bahan pemadu didalam bahan filler seperti mangan , nikel , molydenum , chromium dan vanadium sangat
bermanfaat dalam mendorong terbentuknya acicular ferrite dalam cakupan laju
pendinginan las yang lebih luas. Untuk mendapatkan keuletan maksimum diperlukan jumlah bahan
paduan yang optimum . Jika jumlahnya berlebihan justru akan memberi pengaruh buruk terhadap
daktilitas bahan.
Sarana meningkatkan keuletan
Masalah serius yang dihadapi dalam menggunakan proses pengelasan yang murah , berheat input tinggi
seperti misalnya electroslag dan submerged arc welding adalah kehilangan yang cukup besar daya
keuletan materialnya terutama pada sumbu jalur las dan pada HAZ yang berbutir kasar didaerah
antarmuka las.

Ada beberapa cara untuk menaikkan keuletan produk las dari kedua proses tersebut diatas , yakni :

• Perpaduan yang tepat dan kandungan carbon rendah Flux khusus.


• Alat yang menghasilkan konveksi tinggi.
• Gunakan getaran
• Teknik celah sempit
• Pemberian suplemen bubuk metal.
Cara yang paling praktis untuk menaikkan keuletan material adalah dengan menggunakan low carbon ,
bahan filler paduan untuk merangsang terjadinya acicular ferrite , dan melambatkan ( retart ) terjadinya
polygonal dan ferrite batas butir , serta mengupayakan agar inklusi kotoran rendah dengan menggunakan
flux semibasic atau basic. Keuletan HAZ jauh lebih sulit dikendalikan karena HAZ termasuk bahan induk .
Sedikit perbaikan pada keuletan HAZ dihasilkan dengan menggunakan teknik pengelasan dengan masukan
panas kecil termasuk penggunaan celah sempit , kecepatan las tinggi dan tambahan serbuk metal.
Kemungkinan terbaik untuk menaikkan keuletan HAZ adalah penggunaan jenis baja baru dengan
masukan panas tinggi . Baja paduan khusus yang mengandung titanium dan tambahan nitrogen diciptakan
untuk melawan pembesaran butir dalam HAZ.

Perlakuan panas terhadap ESW dan SAW menghasilkan perbaikan yang cukup memuaskan dalam
menaikkan keuletan baik bahan las maupun HAZ. Normalizing menghasilkan struktur butir halus diseluruh
sambungan las.

PEMANASAN AWAL ( PREHEATING )


Pemanasan awal suatu sambungan las merupakan sarana yang paling effektif yang biasa digunakan
untuk mengurangi ( 1 ) laju pendinginan las dan HAZ , ( 2 ) besarnya distorsi dan regangan
pengkerutan sisa ( residual shrinkage stress ) , ( 3 ) keperluan masukan energi busur nyala untuk
mendeposisikan bahan las . Dua faktor pertama penting untuk menghindarkan terjadinya
keretakan dalam baja yang dapat mengeras ( hardenable). Faktor ketiga biasa diperlukan untuk
mengelas bagian yang tebal dari bahan yang konduktif seperti tembaga atau aluminium.

Dari laju pendinginan Adam dan persamaan puncak suhu HAZ , jelas bahwa pemanasan awal dapat
mengurangi laju pendinginan las dan memperlebar HAZ . Perubahan ikutan dari pemanasan awal
terhadap struktur mikro dan kekerasan sambungan las dapat merupakan hal yang patut diperhitungkan.

Pemanasan awal terhadap pengelasan baja kandungan carbon tinggi 1080 dapat menghasilkan struktur
pearlite yang bebas retakan di HAZ , sedangkan pengelasan tanpa menggunakan pemanasan awal dari
bahan ini dapat menghasilkan martensite yang getas di HAZnya.

Perhitungan pemanasan awal


Metoda untuk menentukan pemanasan awal yang tepat untuk pengelasan baja biasa atau baja paduan
rendah adalah (1) konsultasi dengan ASME Boiler Code Section IX , AWS D 1.1 Structural Welding Code ,
API atau AASHTO Code ( American Association of State Highway and Transportation Officials ) . (2)
perhitungan carbon equivalent (3) referensi literatur yang diterbitkan , (4) menggunakan kurva CCT yang
dipublikasikan . Dibawah ini adalah contoh dari suatu pengelasan berdasarkan suatu standard code
dimana dipersyaratkan pemanasan awal untuk pengelasan suatu gradasi baja dan ketebalan , misalnya
AWS D1.1 Code menentukan bahwa pengelasan baja A588 yang tebalnya 2” harus menggunakan proses
SAW dengan pemanasan awal minimum 150 F.

Dengan meningkatnya kandungan carbon , bahan paduan , dan ketebalan pelat , keperluan akan
pemanasan awal menjadi sangat menentukan untuk mencegah terjadinya keretakan. Untuk baja dengan
komposisi tertentu , pemanasan awal dapat dihitung berdasarkan carbon equivalent dibawah ini :

% Mn % Ni % Mo % Cr % Cu
C.E = %C + ------ + ------- + -------- + -------- + ---------
6 15 4 4 13

Dengan menggunakan nilai yang didapat dari persamaan diatas , persyaratan untuk cakupan suhu
pemanasan awal untuk mencegah terjadinya keretakan adalah sebagai berikut :

• CE < 0.45% , pemanasan awal opsional CE > 0.45% atau <


0.60% , p.a = 200 ~ 400 ºF.
• CE > 0.60% p.a = 400 ~ 700ºF.

Asalkan tersedia diagram CCT yang sesuai untuk pelat baja yang harus dilas dan bahan paduan yang
diharapkan terjadi setelah pengelasan , metoda untuk menghitung suhu pemanasan awal ini sangat
berguna dan dapat dimanfaatkan hampir diseluruh komposisi bahan paduan . Secara umum baja
struktural harus dilas dengan pemanasan awal secukupnya untuk mencegah terbentuknya martensite
yang getas. Dengan mempelajari diagram CCT pelat baja yang akan dilas dan komposisi bahan las , laju
pendinginan maksimum yang dibolehkan dapat dihitung.

Pengurangan distorsi dan regangan sisa ( residual stress ).


Tujuan berikutnya dari pemanasan awal untuk pengelasan bahan ferrous dan non ferrous adalah untuk
mengurangi distorsi dan regangan sisa. Ketika sambungan las baja mendingin melalui cakupan austenite
, dan akan halnya metal non ferrous , melewati suhu yang dinaikkan , metal metal tersebut memiliki
kekuatan yang rendah dan daya plastis yang baik. Karenanya bahan metal dan HAZ berubah secara plastis
untuk menyesuaikan perubahan dimensi yang diakibatkan oleh pengkerutan las. Sewaktu pendinginan
mencapai suhu kamar , regangan sisa terus bertambah , hal ini disebabkan oleh proses pengkerutan
berlanjut . Bagi pengelasan yang tidak diberi pemanasan awal , tingkat distorsi dan regangan sisa menjadi
jauh lebih besar dan sulit diukur.

Dalam praktek , tingkat pengukuran penurunan distorsi dan regangan sisa sulit diprakirakan karena
tergantung pada banyak faktor seperti misalnya besarnya kekangan ( restrain ) , suhu pemanasan awal ,
penyiapan kampuh dan masukan panas.

PERLAKUAN PANAS PASKA LAS ( POST WELD HEAT TREATMENT ).

Banyak sekali obyek metallurgis yang dapat dicapai melalui proses perlakuan panas paska las ( PWHT
) , misalnya pembebasan regangan ( stress relief ) , stabilitas dimensi , ketahanan terhadap retak
karat regangan ( stress corrosion cracking ) , peningkatan keuletan ( toughness ) dan
kekuatan mekanis.

PWHT yang paling umum untuk baja adalah pembebasan stress subkritis , normalizing , dan quench &
temper. Perlakuan panas yang biasa dilakukan untuk bahan non ferrous , seperti paduan aluminium ,
adalah pembebasan stress paska las , perlakuan panas larutan penuh dan penuaan ( full solution heat
treatment & aging ) , aging saja , dan anilisasi.

Pembebasan stress mungkin merupakan salah satu perlakuan panas yang paling sering dilaksanakan
untuk mengurangi stress sisa pengelasan pada sambungan las yang mengalami pengekangan berat
( heavy restrain ) atau yang peka terhadap keretakan. Mekanisme yang dominan dalam pembebasan
regangan adalah relaksasi regangan dan temperisasi martensite atau penuaan lanjut ( overaging )
dari paduan precipitation hardening ( pengerasan setelah dilaskan ) . Dalam hal baja , cakupan suhu
pembebasan regangan berkisar dari 895 hingga 1240ºF yang sebenarnya berada dibawah suhu
transformasi eutectoid selama paling sedikit 1 jam per inci tebal .

Sering dilaksanakan orang , deposit las pada baja yang sangat mudah dikeraskan ( high
hardenability ) seperti misalnya baja 4130 dimasukkan kedalam dapur pembebas regangan
sebelum sempat mendingin hingga dibawah suhu pemanasan awal atau suhu antar pass ,
akibatnya struktur mikronya tidak mengandung martensite , karena struktur austenite yang tersisa
setelah pengelasan ditransformasikan kebainite sewaktu pembebasan regangan sesuai diagram
TTT baja 4130 tersebut. Apabila pengelasan baja ini menghasilkan martensite , hal ini disebabkan
oleh kurangnya pemanasan awal , untuk mengatasi hal tersebut dilaksanakan proses pembebasan
regangan yang akan menemper struktur martensite kestruktur yang kekerasannya lebih rendah
namun meningkatkan keuletan dan daktilitasnya.

Pembebasan regangan paska las dapat menghapuskan retak karat regangan caustic ( caustic stress
corrosion cracking ) yang terjadi di HAZ dari baja ASTM A 516 gr. 70.

Kombinasi antara regangan sisa dan perbedaan galvanis diantara bahan las , HAZ dan bahan induk ,
memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada ketahanan terhadap karat regangan yang dihasilkan
dari pengelasan pengelasan tersebut diatas.

Normalizing paska las


Proses normalizing paska las berlaku terutama untuk bahan baja. Perlakuan ini secara umum sama dengan
pada proses penuangan , yakni meningkatkan keuletan dan menghilangkan struktur butir yang kasar .
Proses ini menguntungkan bagi electrode slag welding ( ESW ) . Karena masukan panas yang cukup tinggi
, 2286 kJ / inci untuk pengelasan setebal 2” , HAZ yang luas dan ukuran butir yang besar / kasar, ESW
mengalami penurunan keuletan yang luar biasa . Beberapa standard pengelasan mengijinkan penggunaan
electro slag welding pada bagian yang mengalami tegangan awal , namun dengan syarat asalkan setelah
pengelasan dinormaize terlebih dahulu. Masalahnya adalah bahwa normalizing merupakan proses yang
cukup mahal dibanding pembebasan regangan. Normalizing memerlukan pemanasan yang cukup tinggi (
antara 1600 hingga 1700ºF untuk jangka waktu 1 jam per inci tebal ) . Suhu ini memaksa pelaksana
membawa komponen atau equipment yang dinormalize kedalam dapur pemanas.

Keuntungan normalizing paska las adalah : 1) menghilangkan struktur butir columnar yang kasar dan
kristal yang besar diHAZ , 2) peningkatan keuletan pada sumbu las dan HAZ. Ciri khas struktur mikro lasan
yang dinormalize adalah campuran butir halus antara pearlite dan polygon ferrite. Misalnya pengelasan
electroslag pada baja A588 , normalizing paska las akan menaikkan keuletan CVN dari 7 ft.lb menjadi 50
ft.lb. pada 0ºF.
1500
WAKTU RENDAM
1240

1000

500

KENAIKAN & PENURUNAN SUHU 300ºF / JAM

0 4 6 10
WAKTU , JAM

DIAGRAM PEMBEBASAN REGANGAN BAJA CARBON TEBAL 2 INCI


Normalizing biasanya tidak terlalu menguntungkan bagi GTAW , SMAW atau GMAW dibanding SAW dan
ESW , karena struktur mikro pada HAZnya tidak terlalu kasar berhubung masukan panasnya tidak terlalu
tinggi dan ukuran jalur yang kecil. Namun bukan berarti normalizing kurang baik untuk ketiga jenis proses
las yang terdahulu. Normalizing baik untuk semua jenis las karena merubah struktur mikro menjadi kecil
yang merupakan gabungan antara pearlite dan polygon ferrite.

Quench dan temper


Proses quench & temper sangat mahal , oleh karenanya dikhususkan hanya untuk pengelasan baja 4130 ,
4140 , 4340 , H – 11 dan baja dengan kekuatan tinggi lainnya yang harus diberi perlakuan panas serta
yang digunakan untuk kekerasan yang tinggi.

Baja quench & temper seperti A514 , A517 ( T-1 ) dan A508 ( HY-80 ) , yang dapat diberi perlakuan panas
, mengandung carbon dan bahan paduan yang cukup tinggi untuk mendapatkan sifat kekerasan tinggi
dan sifat dapat diperkeras yang dikehendaki setelah quench dan temperisasi paska las .

Perlakuan solusi dan penuaan ( aging )


Perlakuan solusi dan penuaan adalah proses perlakuan panas paska las ( PWHT ) yang diterapkan pada
bahan paduan yang mengeras setelah dilaskan ( precipitation hardening alloy ) untuk mendapatan
kekuatan yang merata antara bahan induk , bahan las dan HAZ. Apabila

pendinginan las cepat sebagaimana halnya pada electron beam welding ( EBW ) , maka hanya
dengan proses penuaan saja ( aging ) akan dapat menghasilkan kekuatan bahan yang cukup signifikan.
Pada kasus yang terakhir ini bahan las dan HAZ yang berkristal besar perlu diberi perlakuan solusi setelah
pengelasan.

Anda mungkin juga menyukai