Anda di halaman 1dari 16

PENYELESAIAN HUKUM PRAKTIK RANGKAP JABATAN REKTOR UNIVERSITAS

INDONESIA SEBAGAI WAKIL KOMISARIS BUMN

Mohamad Taufiqurrahman1, Anna Erliyana Chandra2


Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Jl. Prof. Mr Djokosoetono, Kota Depok
Email: taufiqurrahman.adv@gmail.com, annaerliyana@gmail.com

Abstrak

Pengisian jabatan Pemerintahan merupakan salah satu unsur penting dalam hukum
Administrasi negara. tanpa diisi oleh pejabat, maka fungsi-fungsi jabatan negara tidak
dapat diselenggarakan. Pejabat merupakan orang yang menduduki jabatan publik dalam
pemerintahan, yang terdiri dari jabatan birokrasi dan jabatan politik. setiap jabatan
melekat kekuasaan dan wewenang yang dapat menentukan segala urusan sesuai
jabatannya. dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan setiap terjadi rangkap jabatan
publik sehingga menimbulkan konflik kepentingan antar jabatan. Prinsip demokrasi
memungkinkan setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam sistem tata negara
Indonesia digunakan prinsip demokrasi konstitusional. Praktik rangkap jabatan memang
tidak diatur dalam konstitusi, namun dalam lingkungan Universitas Indonesia larangan
rangkap jabatan diatur pada Pasal 35 Huruf C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia. Penulisan ini akan fokus
membahas tentang penyelesaian hukum terhadap dugaan Rektor Universitas Indonesia
melakukan Praktik Rangkap Jabatan dengan menduduki jabatan sebagai Wakil Komisaris
BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Kata Kunci: Rangkap Jabatan, Statuta UI, Rektor, Komisaris, BUMN

Abstract

The assignment of a state position is an important element in constitutional law. without


being filled in by officials, then state office functions cannot be carried out. Officials are
people who occupy public positions in government, which consist of bureaucratic positions
and political positions. every position is inherent in power and authority that can determine
all matters according to their position. in the practice of state administration, every
occurrence of a dual public office results in a conflict of interest between positions. The
principle of democracy allows everyone to have the same opportunity in the Indonesian
state administration system to use the principle of constitutional democracy. The practice
of dual position is not stipulated in the constitution, but in the University of Indonesia
environment, the dual position ban is regulated in Article 35 Letter C of the Republic of
Indonesia Government Regulation No. 68 of 2013 concerning the Statutes of the University
of Indonesia. This writing will focus on discussing whether the Chancellor of the University
of Indonesia conducts Dual Position Practices by holding positions as Deputy Commissioner
at SOEs (State-Owned Enterprises).

Keywords: Multiple Positions, Statute of UI, Rector, Commissioner, State-Owned Enterprises

1
Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Indonesia
2
Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia
1
A. PENDAHULUAN
A. 1. Latar Belakang
Polemik seputar rangkap jabatan dalam konteks praktik ketatanegaraan di
Indonesia memang masih menjadi topik yang terus diperdebatkan. Bukan hanya
terbatas pada persoalan belum banyaknya aturan perundang-undangan yang
mengatur perihal rangkap jabatan, tetapi juga menyangkut etika moral dan kultur
birokrasi di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Hal tersebut dikarenakan
rangkap jabatan kerap memberikan dampak yang luas pada perubahan budaya kerja
di dalam sistem birokrasi. Rangkap jabatan berpotensi melahirkan konflik
kepentingan yang mendorong terjadinya tindak pidana korupsi.
Beberapa bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi dan dihadapi oleh
Penyelenggara Negara salah satunya adalah adanya rangkap jabatan di beberapa
lembaga/ instansi/ perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak
langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu
jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya. 3 Jika dilihat dari penyebabnya, paling
tidak ada lima sumber utama terjadinya konflik kepentingan di Indonesia, yaitu
rangkap jabatan 4 , hubungan afiliasi, penerimaan gratifikasi, kepemilikan aset dan
penggunaan diskresi yang melebihi batas 5. Berdasarkan sumber-sumber penyebab
tersebut, terdapat berbagai jenis pelanggaran konflik kepentingan seperti
menentukan gaji sendiri, pekerjaan sampingan sampai memiliki saham di perusahaan
yang dapat mengganggu objektivitas pengawasan. 6
Penyebab dan modus konflik kepentingan dalam hal rangkap jabatan memang
belum mendapatkan perhatian serius dalam banyak peraturan perundang-undangan.
Seyogyanya setiap pejabat publik tidak lagi merangkap jabatan sehingga lebih
mengedepankan kepentingan rakyat daripada mengutamakan kepentingan pribadi

3
Komisi Pemberantasan Korupsi, Konflik Kepentingan, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2009),
hal. 3-4
4
Perangkapan jabatan di beberapa lembaga/ instansi/perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau
tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan
jabatan lainnya. Lihat Komisi Pemberantasan Korupsi, Konflik Kepentingan, (Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi, 2009), hal. 4-5.
5
Konflik kepentingan yang disebabkan karena penggunaan diskresi diatur di dalam Pasal 42 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara
6
Eko Prasojo, “Rangkap Jabatan dan Konflik Kepentingan” Opini Harian Seputar Indonesia, Selasa 27
Oktober 2009
2
dan keluarganya. Melihat situsi yang sedemikian rupa, menjadi hal yang urgen
perlunya memformulasikan norma etika penyelenggara negara dalam sebuah
kebijakan/politik hukum negara.
Tuntutan pejabat publik untuk menghindarkan diri dari konflik kepentingan,
secara khusus dalam hal ini menyangkut rangkap jabatan, sebenarnya juga
merupakan bagian dari etika pemerintahan 7 . Jika peraturan perundang-undangan
tidak mengatur suatu hal boleh dan tidak boleh atau pantas dan tidak pantasnya suatu
perbuatan dan/atau keputusan pejabat publik, biasanya asas-asas umum
pemerintahan yang baik (AAUPB) dan etika pemerintahan dijadikan sebagai
pedoman. 8 MPR pernah mengeluarkan Ketetapan MPR No.X/MPR/1998 yang
mengamanatkan penyiapan sarana dan prasarana, program aksi, dan pembentukan
peraturan perudang-undangan bagi tumbuh dan tegaknya etika usaha, etika profesi,
dan etika pemerintahan. MPR juga pernah mengeluarkan Ketetapan
No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa yang diantaranya
mengamanatkan perlunya mengaktualisasi etika pemerintahan yang pada intinya
menjunjung tinggi integritas berbangsa dan bernegara dengan mengedepankan nilai
kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap
toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan, serta martabat diri
sebagai warga negara9
Dalam pandangan Weber tipe ideal sebuah birokrasi dijelaskan bahwa suatu
birokrasi atau administrasi mempunyai suatu bentuk yang pasti dimana semua fungsi
dijalankan dengan cara yang rasional. Tipe ideal itu menurutnya bisa dipergunakan
untuk membandingkan birokrasi antara organisasi yang satu dengan organisasi yang
lain. Menurut Max Weber tipe ideal birokrasi yang rasional dilakukan dalam cara-cara
antara lain bahwa individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh
jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam
jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan
kepentingan pribadinya termasuk keluarganya. Selain itu setiap pejabat sama sekali
tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan resources instansinya untuk

7
May Lim Charity, Ironi Praktik Rangkap Jabatan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Irony
Practices Of The Double Duty In The Indonesian State System), Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 13 N0. 01 - Maret
2016, Hal. 7
8
Ibid
9
Eka Martiana Wulansari, “Pengaturan tentang Etika Penyelenggara Negara dalam Rancangan Undang-
Undang” Jurnal Rechtvinding, hal. 4
3
kepentingan pribadi dan keluarganya. Pejabat juga berada di bawah pengendalian
dan pengawasan suatu system yang dijalankan secara disiplin. 10
Secara etimologis istilah pejabat publik terdiri dari dua suku kata yakni pejabat
dan publik. Merujuk pada pengertian Kamus Besar Bahasa Indonsia, kata pejabat
memiliki arti pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting (unsur) pimpinan,
dan “publik” memiliki arti orang banyak atau umum. Sementara kata “jabatan”
diartikan sebagai pekerjaan atau tugas di pemerintahan atau organisasi. 11
Penulisan ini dilatarbelakangi oleh adanya kondisi dimana Rektor
Universitas Indonesia periode 2019 – 2024 juga menduduki jabatan sebagai Wakil
Komisaris di salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Universitas Indonesia
adalah Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum atau biasa disingkat PTN-bh.
Perguruan Tinggi Negeri – Badan Hukum atau PTN-BH adalah perguruan tinggi yang
didirikan oleh pemerintah yang berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom.
Sebagai Universitas yang berstatus PTN-BH maka memiliki Statuta yang diatur oleh
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas
Indonesia yang harus dipatuhi oleh seluruh unsur yang ada dilingkungan Univeristas
Indonesia. Penulisan ini akan fokus kepada pembahasan penyelesaian hukum
terhadap dugaan Rektor Universitas Indonesia melakukan Praktik Rangkap Jabatan
dengan menduduki jabatan sebagai Wakil Komisaris di salah satu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).

10
Menurut Max Weber bahwa tipe ideal birokrasi yang rasional tersebut dilakukan dalam cara-cara sebagai
berikut: Pertama, individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia
menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas menggunakan
jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya. Kedua, jabatan-jabatan itu disusun
dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan
ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil. Ketiga, tugas dan fungsi masing-masing
jabatan dalam hiearki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya. Keempat, setiap pejabat mempunyai kontrak
jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-masing pejabat merupakan domain yang
menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan sesuai dengan kontrak. Kelima, setiap pejabat
diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya hal tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif.
Keenam, setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki
jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai
dengan keinginannya dan kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu. Ketujuh, terdapat struktur pengembangan
karier yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang obyektif.
Kedelapan, setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan resources instansinya untuk
kepentingan pribadi dan keluarganya. Kesembilan, setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan
suatu sistem yang dijalankan secara disiplin. Lihat Ali Abdul Wakhid, “Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber
dalam Reformasi Birokrasi di Indonesia” Jurnal Jurnal TAPIs Vol.7 No.13 Juli-Desember 2011, hal. 128-129 lihat
juga Miftah Thoha, Perspektif Perilaku Birokrasi. (Jakarta: Rajawali Press, 1991), hal.75.
11
Hussein Abri, ” Tahun Politik, Jokowi Ijinkan Menteri Rangkap Jabatan di Partai?”,
https://fokus.tempo.co/read/1053823/tahun-politik-jokowi-ijinkan-menteri-rangkap-jabatan-di-partai (Diakses
Pada 11 Mei 2020, Pukul 15.42).
4
A. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas terdapat 2 (dua) pokok permasalahan dari latar
belakang tersebut, diantaranya:
1. Mengapa Rektor Universitas tidak dapat menduduki Jabatan sebagai Wakil Komisaris
di salah satu BUMN jika dikaitkan dengan Statuta Universitas Indonesia?
2. Bagaimanakah Penyelesaian Hukum terhadap dugaan praktik rangkap jabatan
dilingkungan Universitas Indonesia jika dikaitkan dengan Statuta Universitas
Indonesia?

A. 3. Metode Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif (Legal Research),
yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau
norma-norma dalam hukum positif yang berlaku.12 Tipe penelitian yuridis normatif
dilakukan dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal
seperti peraturan perundang-undangan, referensi yang bersifat konsep teoritis yang
kemudian dihubungkan dangan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan.13
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan yakni pendekatan undang-
undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang
dibahas. Pendekatan konseptual (conceptual approach) merupakan pendekatan
dengan cara mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu
hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang
sedang dibahas.14
Metode pengumpulan data didapatkan melalui penelitian kepustakan
(library research) terhadap bahan hukum primer seperti Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 68 Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia dan Undang-Undang
No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahan hukum sekunder
bersumber dari buku, jurnal, laporan, dan media elektronik yang memiliki keterkaitan
dengan konsep-konsep negara hukum, pengawasan dan pertanggungjawaban pejabat
publik.

12
Johny Ibrahim, Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Banyu Media, 2008) hlm. 295
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010). hlm. 29
14
Ibid. hlm. 136.
5
B. PEMBAHASAN
1. Landasan Hukum Rektor Universitas Indonesia Tidak dapat Menduduki
Jabatan Wakil Komisaris Di Salah Satu BUMN
Konsep konflik kepentingan dalam system hukum administrasi dan hukum
pidana di Indonesia memang belum cukup kuat mengakar. Sejarah
kepemerintahan Indonesia membuktikan bahwa praktik konflik kepentingan
merupakan suatu hal yang biasa dan lazim. Praktik-praktik konflik kepentingan
dianggap sebagai warisan sejarah dan hal yang wajar dalam pemerintahan
meskipun hal ini dapat memengaruhi kinerja dan keputusan yang dibuat oleh
seorang pejabat publik. Demikian pula kajian mengenai konflik kepentingan dan
dampaknya terhadap tindak pidana korupsi juga masih sangat miskin. Padahal,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, Indonesia telah meratifikasi
United Nation ConventionAnti- Corruption (UNCAC) yang salah satu pasalnya
adalah penanganan konflik kepentingan sebagai langkah pemberantasan
korupsi.15
Rangkap jabatan memunculkan masalah konflik kepentingan yang serius di
kalangan pejabat negara. Ada beberapa hal yang menimbulkan konflik kepentingan
antaralain (1) situasi yang menyebabkan penggunaan aset jabatan/instansi untuk
kepentingan pribadi/golongan, perangkapan jabatan di beberapa lembaga
instansi/perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung,
sejenis ataupun tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan
untuk kepentingan jabatan lain, (2) situasi dimana seorang penyelenggara negara
memberikan akses khusus kepada pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen
pegawai tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya, (3) situasi dimana adanya
kesempatan penyalahgunaan jabatan 16. Di Indonesia budaya korupsi masih begitu
sangat kuat dan belum pulihnya institusi-institusi demokrasi dan pengawasan.
Oleh karena itu dikhawatirkan rangkap jabatan akan menimbulkan konflik
kepentingan. Memang tidak ada peraturan atau Undang-undang yang fokus

15
Menurut Eko Prasojo, pada umumnya konsep konflik kepentingan memiliki empat unsur, yaitu (1)
adanya situasi atau keadaan, (2) adanya kepentingan pribadi (baik perseorangan, kelompok maupun institusi),
(3)adanya tugas-tugas publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara, dan (4) dapat memengaruhikinerja tugas-
tugas serta tanggungjawab publik. Eko Prasojo, “Rangkap Jabatan dan Konflik Kepentingan” Opini Harian Seputar
Indonesia 27 Oktober 2009
16
ACCH, Rangkap Jabatan berpotensi Korupsi https://acch.kpk.go.id/id/artikel/amatan/rangkap-jabatan-
berpotensi-korupsi diakses pada tanggal 11 Mei 2020, Jam 20.18.
6
membahas rangkap jabatan tapi ini sudah jadi kesadaran masing-masing termasuk
instansi-instansi atau partai politik itu sendiri.
Praktik rangkap jabatan merupakan keadaan yang biasa terjadi dilingkungan
rumpun kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif seperti adanya pejabat-pejabat
kementerian atau anggota-anggota DPR maupun anggota DPRD yang juga memiliki
jabatan penting di suatu BUMN ataupun BUMD dan banyak juga ditemukan Pejabat
– pejabat yang memiliki jabatan penting di perusahaan-perusahaan swasta tetapi.
secara factual, juga ditemukan dugaan praktik rangkap jabatan terjadi dilingkungan
Pendidikan yaitu Universitas Indonesia. Dalam hal ini Prof. Dr. Ari Kuncoro, S.E.,
M.A, Ph.D., yang menjabat sebagai Rektor Universitas Indonesia Periode Tahun
2019 - 2024 berdasarkan Keputusan Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas
Indonesia No. 020/SK/MWA/UI/2019 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan
Rektor Universitas Indonesia, diduga telah melakukan praktik rangkap jabatan
dengan juga menduduki Jabatan sebagai Wakil Komisaris di Bank BRI yang
merupakan Badan Usaha Milik Negara.17
Ketentuan mengenai larangan rangkap jabatan yaitu jabatan Rektor
Universitas Indonesia yang juga menduduki jabatan Wakil Komisaris di Bank BRI,
dapat dilihat dari dua ketentuan. Ketentuan pertama adalah Pasal 35 Huruf c
Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia
mengatur Rektor dan Wakil Rektor dilarang merangkap sebagai Pejabat pada
Badan Usaha Milik Negara/Daerah maupun swasta. Ketentuan kedua adalah Pasal
33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan
Usaha Milik Negara yang berbunyi : Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan
rangkap sebagai18:
(1) anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik
swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau
(2) jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang
Badan Usaha Milik Negara memang tidak secara ekplisit menyebutkan larangan
rangkap jabatan yang dimaksud adalah termasuk Jabatan Rektor di Universitas
Indonesia, yang notabene sebagai PTN-BH. Namun Pada ayat (2) Pasal 33 Undang-

17
Finanscial Bisnis.com “Ini Susunan Komisaris dan Direksi BRI Usai RUPST
https://finansial.bisnis.com/read/20200218/90/1203024/ini-susunan-komisaris-dan-direksi-bri-usai-rupst dikakses
pada tanggal 11 Mei 2020, Jam 21.00
18
Republik Indonesia, undang-undang Nomor 19 Tahuin 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
7
Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara menyebutkan bahwa Agggota Komisaris dilarang memangku jabatan lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Penulis berpendapat
bahwa ketentuan tersebut menjelaskan bahwa Anggota komisaris tidak boleh
memangku jabatan lain yang bertentangan atau yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan yang lain. Pada Pasal 35 Huruf c Peraturan Pemerintah No.
68 Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia mengatur Rektor dan Wakil
Rektor dilarang merangkap sebagai Pejabat pada Badan Usaha Milik
Negara/Daerah maupun swasta. Oleh karena Statuta Universitas Indonesia
dibentuk melalui Peraturan Pemerintah yang berdasarkan Undang – undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan
Pemerintah merupakan jenis Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.
Dapatlah disimpulkan bahwa Pasal 33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara tersebut menjelaskan bahwa
Jabatan Rektor Universitas Indonesia adalah termasuk jabatan yang dilarang untuk
dirangkap oleh Anggota Komisaris di suatu BUMN.
2. Upaya Penyelesaian Hukum Terhadap Dugaan Praktik Rangkap Jabatan
Rektor Universitas Indonesia Sebagai Wakil Komisaris Di Salah Satu BUMN
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara maupun Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun
2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia tidak mengatur secara tegas tentang
sanksi apabila ditemukan adanya dugaan pelanggaran Satuta Universitas Indonesia
yaitu Dugaan Pelanggaran beruapa rangkap Jabatan. Didalam Pasal 55 (1) Warga UI
yang melakukan tindakan dan/atau kegiatan yang bertentangan dengan Statuta UI
dan/atau peraturan/keputusan yang berlaku di lingkungan UI dikenakan sanksi
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan MWA.
Apabila mengacu pada dua peraturan perundang-undangan tersebut
pelanggaran mengenai rangkap Jabatan Rektor Universitas Indonesia tidak
ditemukan bagaimana mekanisme sanksi terhadap Rektor Universitas Indonesia
yang melakukan rangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris di Bank BRI. Namun
penulis berpendapat bahwa setiap pelanggaran peraturan perundang-undangan
harus dapat dimintai pertanggung jawaban. Upaya – upaya adminitrasi terlebih

8
dahulu dapat dilakukan sebagaimana daitur dalam Peraturan Pemerintah No. 68
Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia adalah pihak-pihak yang
memiliki Legal Standing, dalam hal ini pihak yang masuk dalam kategori sebagai
Warga Universitas Indonesia dapat menyampaikan keberatan kepada MWA (Majelis
Wali Amanat) agar dapat ditindak lanjuti dengan melakukan Control sebagaimana
tugas dan kewajibannya yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun
2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia.
Jika upaya penyampain keberatan tidak memperoleh hasil, dan Rektor
Univesritas Indonesia masih juga menjabat sebagai Wakil Komisaris di salah satu
Bank milik BUMN, maka dapat ditempuh upaya hukum lain seperti Gugatan Perdata
Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal
1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berbunyi: “Tiap
perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut.”19
Dasar pijakan dari perbuatan melawan hukum perdata adalah Pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Indonesia), yang secara historis memiliki
kesamaan makna dengan Pasal 1401 Burgerlijk Wetboek (lama) Negeri Belanda.
Menurut L.C. Hoffmann, dari bunyi Pasal 1401 ini dapat diturunkan setidaknya
empat unsur, yaitu: (1) harus ada yang melakukan perbuatan, (2) perbuatan itu
harus melawan hukum, (3) perbuatan itu harus menimbulkan kerugian pada orang
lain, dan (4) perbuatan itu karena kesalahan yang dapat dicelakakan kepadanya. 20
Jika mengacu terhadap unsur perbuatan tersebut jika dikaitkan dengan dugaan
Praktik rangkap jabatan yang dilakukan oleh Rektor Universitas Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. Ada yang melakukan perbuatan
Unsur ini telah terpenuhi karena perbuatan pelanggaran Peraturan Perundang-
udangan berupa praktik rangkap jabatan dilakukan oleh Rektor Unveristas
Indonesia.
2. Perbuatan itu harus melawan hukum

19
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2002) hal.73.
20
Agustina, Rosa. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, hal 49
9
Perbuatan yang dilakukan oleh Rektor Universitas Indonesia merupakan
perbuatan melawan hukum karena Praktik Rangkap Jabatan yang dilakukan oleh
Rektor Universitas Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik maupun Peraturan
Pemerintah No. 68 Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia.
3. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian pada orang lain
Praktik Rangkap Jabatan yang dilakukan oleh Rektor Univeristas Indonesia
menimbulkan kerugian bagi Warga Universitas Indonesia. Rektor Universitas
Indonesia yang memiliki Jabatan di Institusi lain maka patut diduga konsentrasi
Rektor akan terpecah atau tidak fokus dalam memimpin Universitas Indonesia.
4. Perbuatan itu karena kesalahan yang dapat dicelakakan kepadanya
Perbuatan Rangkap Jabatan yang dilakukan oleh Rektor Universitas Indonesia
dapat dimintai ganti kerugian baik secara materiel maupun imateriel.
Upaya Hukum lain yang dapat ditempuh adalah melalui pengajuan Gugatan
melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Di Indonesia kewenangan untuk menguji
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hak warga negara ini diletakkan di dalam
satu lembaga peradilan tersendiri, yaitu Peradilan Tata Usaha Negara. Keberadaan
PTUN ini tidak lepas dari komitmen bangsa Indonesia untuk mendirikan negara hukum
dan melindungi kepentingan warga negaranya. Kedudukan Peradilan Tata Usaha
Negara (PTUN) dalam UUD Negara RI 1945 pasca amandemen telah diatur secara tegas,
Khususnya dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, yang berisi:
”Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungaan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Pengaturan secara tegas kedudukan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam
konstitusi tersebut dipengaruhi oleh gagasan mengenai perlunya peningkatan kualitas
pengawasan terhadap pemerintah. Karena potensi untuk terjadinya penyalahgunaan
wewenang dari pejabat pemerintah semakin besar yang jelas merugikan masyarakat
umum. 21 Untuk memperluas perlindungan hukum kepada masyarakat agar tidak

21
W. Riawan Tjandra, Peradilan Tata Usaha Negara; Mendorong Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih
dan Berwibawa, Yogyakarta, Universitas Atma Jaya, 2009, hlm. 1.
10
menjadi korban kesewenang-wenangan pemerintah, pada tahun 2014 disahkan UU No
30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. 22
Kompetensi absolut dari PTUN terdapat dalam Pasal 47 UU No 5 Tahun 1986
yang menentukan bahwa pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus
dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara menurut
Pasal 1 angka 4 adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di
pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. 23 Undang-undang Administrasi Pemerintahan memberikan kewenangan
kepada PTUN untuk menilai ada atau tidaknya unsur penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh badan atau pejabat pemerintahan.
Merujuk ketentuan Pasal 21 UU No. 30 Tahun 2014 dapat menguji Realitas yang
terjadi di lingkungan Universitas Indonesia, karena Rektor Universitas Indonesia yang
dalam waktu bersamaan menduduki jabatan sebagai Wakil Komisaris pada Bank BRI
yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah suatu perbuatan yang
sewenang-wenang, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2013
Tentang Statuta Universitas Indonesia. Lebih lanjut dalam mekanisme Pemilihan
Rektor UI mengatur syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh Calon Rektor
Universitas Indonesia termasuk memenuhi Pasal 5 ayat 7 Peraturan Majelis Wali
Amanat Universitas Indonesia Nomor 002/Peraturan/MWA-UI/2019 Tentang Tata
Tertib Pemilihan Rektor Universitas Indonesia Periode 2019-2024 yang berbunyi :
“Menandatangani surat kesanggupan untuk menjadi Rektor, memberikan
komitmen bekerja penuh waktu, dievaluasi secara berkala dalam jabatannya
sebagai Rektor, mundur atau menerima diberhentikan jika dinilai oleh MWA
tidak sanggup memenuhi tanggungjawabnya”
Ketentuan tersebut diatas secara implisit menginginkan bahwa Rektor yang
terpilih adalah Rektor yang sanggup memberikan seluruh waktu, tenaga dan pikiran
secara paripurna untuk kepentingan Universitas Indonesia, tanpa adanya kepentingan
lain yang memiliki potensi mengganggu konsentrasi Rektor Universitas Indonesia
untuk memangku jabatan sebagai Rektor Indonesia. Undang Undang Administrasi

22
Ridwan Dkk, “Perluasan Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Undang-Undang
Administrasi Pemerintahan” JH Ius Quia Iustutum, Volume 25, Mei 2018, Hlm. 342
23
R Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cetakan Peratama, Jakarta, Sinar Grafika,
2007, hlm.
5
11
Pemerintahan memberikan batasan yang cukup detail dalam undang-undang ini.
Namun cakupan penyalahgunaan wewenang dalam Undang-undang Administrasi
Pemerintahan berbeda dengan apa yang diatur di dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b UU
No 5 Tahun 1986 yaitu badan atau pejabat tata usaha negara pada waktu mengeluarkan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya
untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut. Alasan tersebutlah
yang dimaknai sebagai penyalahgunaan wewenang.
Dalam undang-undang Administrasi Pemerintahan memperluas dan
membedakan tiga bentuk penyalahgunaan wewenang sebagaimana tertuang di dalam
Pasal 17 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang.
(2) Larangan Penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. larangan melampaui Wewenang;
b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
c. larangan bertindak sewenang-wenang.
Kriteria dari melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang, dan
bertindak sewenang-wenang diatur lebih lanjut di dalam Pasal 18 sebagai berikut:
(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui Wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a apabila Keputusan dan/atau
Tindakan yang dilakukan:
a. melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang;
b. melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau
c. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan
Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila
Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
a. di luar cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan; dan/atau
b. bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan.
(3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau
Tindakan yang dilakukan:
a. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau
b. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

12
Kontstruksi Hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30
Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan berkenaan dengan perbuatan
penguasa yang melanggar hukum (onrechmatige overheidsdaad) menurut Pasal
1365 KUH Perdata tidak lagi menjadi kompetensi absolut Peradilan Umum tetapi
telah menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 85 UU Nomor
30/2014) Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan telah
memperluas kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang – undag Adminitrasi Pemerintahan memperluas cakupan peran
subjek hukum yang dapat mengajukan Gugatan atau Permohonan dan Tergugat atau
Termohon. Subjek Hukum Penggugat atau Termohon antara lain Masyarakat, lebih
luas cakupannya atas pemaknaan orang dan badan hukum perdata yang selama ini
hanya terkait perannya sebagai pihak yang mengajukan gugatan. Pasal 1. Angka 15
UU Nomor 30/2014 merumuskan Warga Masyarakat adalah seseorang atau badan
hukum perdata yang terkait dengan Keputusan dan/atau Tindakan. Pasal 7. Ayat (2),
huruf f dan g UU Nomor 30/2014 mewajibkan Pejabat Pemerintahan memberikan
ruang kepada Masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat
Keputusan dan/atau Tindakan serta wajib memberitahukan kepada Masyarakat
yang berkaitan dengan Keputusan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 hari
kerja terhitung sejak Keputusan dan/atau Tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan.

Penutup
1. Kesimpulan
a. Perbuatan yang dilakukan oleh Prof. Dr. Ari Kuncoro, S.E., M.A, Ph.D., yang
menjabat sebagai Rektor Universitas Indonesia Periode Tahun 2019 - 2024
berdasarkan Keputusan Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Indonesia
No. 020/SK/MWA/UI/2019 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan
Rektor Universitas Indonesia dengan juga menduduki jabatan sebagai Wakil
Komisari di Bank BRI meruapakan suatu pelanngaaran hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara maupun Peraturan Pemerintah No. 68
Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia. Terhadap pelanngaran
tersebut seyogyanya Prof. Dr. Ari Kuncoro, S.E., M.A, Ph.D menentukan akan

13
memilih salah satu jabatan antara sebagai Rektor Univeristas Indonesia atau
Wakil Komisaris BRI.
b. Apabila Prof. Dr. Ari Kuncoro, S.E., M.A, Ph.D tetap memilih untuk tetap
menduduki dua jabatan tersebut secara bersamaan atau rangkap jabatan,
maka dapat dilakukan upaya – upaya dengan cara menyampaikan keberatan
melalui Majelis Wali Amanat dan atau melakukan upaya hukum dengan
mengajukan Gugatan perdata dan mengajukan Gugatan melalui PTUN.

14
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agustina, Rosa. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Program Pascasarjana


Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Johny Ibrahim, Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Banyu Media,
2008)

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer, (Bandung : PT.


Citra Aditya Bakti, 2002)

Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group

R Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cetakan Peratama, Jakarta, Sinar
Grafika, 2007

W. Riawan Tjandra, Peradilan Tata Usaha Negara; Mendorong Terwujudnya


Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa, Yogyakarta, Universitas Atma
Jaya, 2009

Jurnal

Eka Martiana Wulansari, “Pengaturan tentang Etika Penyelenggara Negara dalam


Rancangan Undang-Undang” Jurnal Rechtvinding

Eko Prasojo, “Rangkap Jabatan dan Konflik Kepentingan” Jurnal Administrasi Negara,
2010

Komisi Pemberantasan Korupsi, Konflik Kepentingan, (Jakarta: Komisi Pemberantasan


Korupsi) 2009

Ridwan Dkk, “Perluasan Kompetensi Absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dalam
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan” JH Ius Quia Iustutum, Volume
25, Mei 2018

May Lim Charity, Ironi Praktik Rangkap Jabatan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
(Irony Practices Of The Double Duty In The Indonesian State System), Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 13 N0. 01

15
Website
Finanscial Bisnis.com “Ini Susunan Komisaris dan Direksi BRI Usai RUPST
https://finansial.bisnis.com/read/20200218/90/1203024/ini-susunan-
komisaris-dan-direksi-bri-usai-rupst
ACCH, Rangkap Jabatan berpotensi Korupsi
https://acch.kpk.go.id/id/artikel/amatan/rangkap-jabatan-berpotensi-
korupsi
Hussein Abri, ” Tahun Politik, Jokowi Ijinkan Menteri Rangkap Jabatan di Partai?”,
https://fokus.tempo.co/read/1053823/tahun-politik-jokowi-ijinkan-
menteri-rangkap jabatan-di-partai

Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahuin 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan
Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2013 Tentang Statuta Universitas Indonesia

16

Anda mungkin juga menyukai