Anda di halaman 1dari 88

Standar Nasional Indonesia

SNI 01-2782-1998/Rev.1992

Metoda pengujian susu segar

Badan Standardisasi Nasional - BSN


Berdasarkan usulan dari Departemen Pertanian
standar ini disetujui oleh Badan Standardisasi Nasional
menjadi Standar Nasional Indonesia dengan nomor :

SNI 01-2782-1998/Rev.1992

Penerbitan standar ini dilakukan setelah memperhatikan semua data


dan masukan dari berbagai pihak. Kritik dan saran untuk penyempurnaan
standar ini, dapat disampaikan kepada :

BADAN STANDARDISASI NASIONAL - BSN

Gedung Manggala WanabaktiBlok IV Lantai 4


Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270
Telepon 62 - 21 - 5747043, 5747044 Fax. 62 - 21 - 5747045
E-mail : bsn-std@rad.net.id
PUSAT STANDARDISASI DAN AKREDITASI
BADAN AGRIBISNIS, DEPARTEMEN PERTANIAN
Kantor Pusat Departemen Pertanian Gedung D
Jalan Harsono RM No. 3 Ragunan - Pasar Minggu
Jakarta 12550
Tlp./Fax. (021) 7815880
Edisi 1999
Metoda pengujian susu segar
Pendahuluan
Standar ini merupakan Revisi SNI 01-2782-1992 mengenai Cara Uji Susu
Segar untuk menyempurnakan standar serta metoda pengujian susu segar
sehingga diperoleh adanya keseragaman dalam keakuratan, ketelitian,
spesifisitas dan sensitifitas hasil serta keberulangan yang stabil.

Standar ini disusun sebagai hasil pembahasan Rapat-rapat Teknis,


Prakonsensus dan terakhir dirumuskan dalam Rapat Konsensus Nasional.

Hadir dalam rapat-rapat tersebut wakil-wakil dari lembaga penelitian,


perguruan tinggi, produsen, konsumen dan instansi yang terkait lainnya.

Sebagai acuan Cara Uji Susu Segar ini diambil dari:

1) AOAC, Official Methods of Analysis (1995)

2) Compendium of Methods for the Microbiological Examination of Food


(1992)

3) Bundesegestzblatt, Jahrgang (1995)

4) Hasil - hasil penelitian pengujian


Metoda pengujian susu segar

Uji penetapan berat jenis

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk mengukur berat jenis (B.J) susu segar.

2 Prinsip

Benda padat yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan
ke atas seberat volume cairan yang dipindahkan. Berat jenis diukur di antara
suhu 20 - 300C kemudian disesuaikan pada :

27,50 76 cm Hg.
BJ.
27,50

3 Pereaksi

Tidak diperlukan.

4 Peralatan

a) Satu Laktodensimeter yang ditera pada suhu 27,5oC (harus ditera ulang
tiap tahun)

b) Dua buah gelas piala berukuran 500 ml untuk menghomogenkan susu

c) Satu tabung besar

d) Termometer.

1 dari 82
5 Prosedur pengujian

5.1 Pengukuran B.J dilakukan minimum 3 (tiga) jam setelah pemerahan.

5.2 Homogenkan susu dengan sempurna (dituangkan dari gelas piala satu
ke gelas piala lainnya), kemudian dengan hati-hati dituangkan kedalam tabung
tanpa menimbulkan buih.

5.3 Dengan hati-hati laktodensimeter dicelupkan ke dalam susu dalam


tabung tadi, biarkan timbul dan tunggu sampai diam.

5.4 Baca skala yang ditunjukkan dan angka yang terbaca menunjukkan
angka ke-2 dan ke-3 dibelakang koma, sedangkan desimal ke-4 dikira-kira.

Contoh :

Bila skala yang terbaca adalah 28, maka angka yang didapat adalah 1,0280

5.5 Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali berturut-turut, masing-masing


dilakukan setelah membenamkan kembali laktodensimeter.

5.6 Temperatur susu diukur dengan ketelitian 0,5oC dan tandon Hg dari
termometer haruslah berada di dalam susu pada waktu pengukuran dilakukan.

6 Hasil Uji

6.1 Untuk laktodensimeter yang ditera pada 27,50C, bila temperatur susu
adalah 29oC sedangkan skala rata-rata adalah 28 maka yang dicatat adalah :

290 C
BJ. 76 cm Hg = 1,0280
27,50 C

6.2 Untuk setiap kelebihan atau kekurangan suhu sebesar 10C dilakukan
penyesuaian berat jenis sebesar koefisien muai susu setiap derajat Celcius
yakni 0,0002

27,50
BJ. 76 cm Hg =
0
27,5
= 1,0280 + (29 - 27,5) x 0,0002
= 1,0280 + 0,0003
= 1,0283.

2 dari 82
6.3. Bila laktodensimeter yang digunakan ditera pada 150C, maka perhitungan
harus disesuaikan sebagai berikut:

27,50 76 cm Hg
BJ. = 1,0280
150

27,50 76 cm Hg
BJ. = 1,0280 + (29-27,5) x 0,0002
150

= 1,0280 + 0,003

= 1,0283

27,50 76 cm Hg 0
1,0283 x BJ air pada 15 C
BJ. =
27,50 BJ air pada 27,50C

27,50 76 cm Hg
BJ. = 1,0280 + (29-27,5) x 0,0002
150

= 1,0280 + 0,003

= 1,0283

6.4 Tabel 1 memperlihatkan berat jenis dan volume air pada beberapa suhu.

3 dari 82
Tabel 1

Berat jenis dan volume air pada beberapa suhu

Suhu BJ Volume Suhu BJ Volume


(0C) (0C)

4 1,000000 1,0000 25 0,997069 1,0029

15 0,999126 1,0009 26 0,996808 1,0032

17,5 0,998710 1,0013 27 0,996538 1,0035

20 0,998229 1,0018 27,5 0,9966538 1,0036

21 0,998017 1,0020 28 0,996258 1,0038

22 0,997795 1,0022 29 0,995969 1,0040

23 0,997663 1,0024 30 0,995672 1,0043

24 0,997321 1,0027

4 dari 82
Pengukuran kadar lemak dengan metoda Gerber

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda pemeriksaan rutin penentuan kadar lemak susu
penuh, susu yang sebagian lemaknya diambil, susu yang tidak dihomogenisasi
dan susu yang dihomogenisasi menggunakan metoda Gerber.

2 Definisi

Metoda Gerber adalah prosedur empiris untuk menentukan nilai kadar lemak
susu dalam satuan gram lemak per 100 ml susu.

3 Prinsip

Asam sulfat pekat merombak dan melarutkan kasein dan protein lainnya,
sehingga menyebabkan hilangnya bentuk dispersi lemak. Pemisahan lemak
dipercepat dengan penambahan amil alkohol yang akan mencairkan lemak
dengan panas yang ditimbulkannya. Dengan sentrifugasi akan menyebabkan
lemak terkumpul dibagian skala dari butirometer.

4 Pereaksi

a) Asam sulfat (H2SO4) 90 - 91% (BJ pada 200 C = 1.818 + 0,003 g/ml)

Penampakan: tidak berwarna atau lebih terang dari warna kuning pucat serta
tidak mengandung endapan.

b) Amil alkohol (BJ pada 200 C = 0,811 + 0,002 g/ml)

Penampakan: jernih dan tidak berwarna.

5 Peralatan

a) Butirometer yang dilengkapi sumbatnya.

b) Penangas air (650C + 20C).

c) Sentrifus (1100 + 50 rpm).

5 dari 82
d) Pipet otomat 1 ml + 0,05 ml (amil alkohol).

e) Pipet otomat 10 ml (asam sulfat pekat), dapat juga digunakan pipet


biasa yang dilengkapi bola karet (untuk penghisap) pada ujungnya.

f) Pipet khusus 10,75 ml.

6 Prosedur

6.1 Metoda ini berlaku untuk 3 jenis susu: susu penuh, susu yang sebagian
lemaknya diambil dan susu yang tidak dihomogenisasi.

6.1.1 Masukkan 10 ml asam sulfat pekat ke dalam butirometer.

6.1.2 Tambahkan 10,75 ml contoh susu dan 1 ml amil alkohol. Urutan dari
pemasukan bahan ke dalam butirometer harus runtut seperti cara di atas.

6.1.3 Butirometer disumbat sampai rapat, kemudian dikocok sehingga


bagian-bagian di dalamnya tercampur rata.

6.1.4 Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan (terbentuk


karamel), masukkan butirometer ke dalam sentrifus dan disentrifusi pada 1200
rpm selama 5 menit.

6.1.5 Kemudian masukkan butirometer ke dalam penangas air dengan suhu


650 C selama 5 menit.

6.1.6 Setelah itu, bacalah skala yang tertera pada butirometer. Skala tersebut
menunjukkan kadar lemak.

6.2 Untuk susu yang dihomogenisasi

6.2.1 Cara pengerjaan contoh sama dengan di atas, hanya setelah pembacaan
skala, butirometer kembali disentrifusi dan dimasukkan ke dalam penangas air
(650 C), lalu skala dibaca kembali.

6.2.2 Ulangi cara tersebut sebanyak dua sampai tiga kali.

6.2.3 Apabila perbedaan hasil pembacaan skala antara 2 dan 3, antara 3 dan 4
lebih dari 0.05%, maka pengukuran ini dianggap salah.

7 Hasil Uji

Kadar lemak adalah angka yang ditunjukkan oleh skala dinyatakan dalam
persen.

6 dari 82
Perhitungan kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL)

Metoda 01 : Dengan menggunakan Rumus Fleischmann

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk perhitungan kadar bahan kering tanpa
lemak dalam susu segar dengan cepat.

2 Prinsip

Untuk tujuan ini diperlukan persentase kadar lemak dan berat jenis susu.

BK = 1,311 x L + 2,738 100 (BJ - 1)

BJ

dimana : BK = Kadar Bahan Kering

L = Kadar Lemak susu

BJ = Berat Jenis susu

Penetapan Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak berdasarkan rumus :

BKTL = BK - L

dimana : BKTL = Bahan Kering Tanpa Lemak

BK = Kadar Bahan Kering

L = Kadar Lemak susu.

7 dari 82
3 Prosedur

3.1 Setelah angka kadar lemak, dan BJ didapatkan, maka angka-angka


tersebut dimasukkan ke dalam rumus, kemudian dihitung secara biasa, atau

3.2 Masukkan angka-angka tersebut kedalam tabel-tabel.

4 Hasil Uji

Hasil uji Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak susu dinyatakan dalam persen (%).

8 dari 82
Tabel 2

Penyesuaian untuk lemak

Lemak 1,31 L Lemak 1,31 L Lemak 1,31 L Lemak 1,31 L Lemak 1,31 L

1,0 1,31 2,5 3,28 4,0 5,24 5,4 7,07 6,8 8,91

1,1 1,44 2,6 3,41 4,1 5,37 5,5 7,21 6,9 9,04

1,2 1,57 2,7 3,54 4,2 5,50 5,6 7,34 7,0 9,17

1,3 1,70 2,8 3,67 4,3 5,64 5,7 7,47 7,1 9,30

1,4 1,83 2,9 3,80 4,4 5,76 5,8 7,60 7,2 9,43

1,5 1,97 3,0 3,93 4,5 5,90 5,9 7,73 7,3 9,56

1,6 2,10 3,1 4,06 4,6 6,03 6,0 7,86 7,4 9,69

1,7 2,23 3,2 4,19 4,7 6,16 6,1 8,00 7,5 9,83

1,8 2,36 3,3 4,32 4,8 6,29 6,2 8,12 7,6 9,96

1,9 2,49 3,4 4,45 4,9 6,42 6,3 8,25 7,7 10,09

2,0 2,62 3,5 4,59 5,0 6,55 6,4 8,38 7,8 10,22

2,1 2,75 3,6 4,72 5,1 6,68 6,5 8,51 7,9 10,35

2,2 2,88 3,7 4,85 5,2 6,81 6,6 8,65 8,0 10,48

2,3 3,01 3,8 4,98 5,3 6,94 6,7 8,78

9 dari 82
Tabel 3

Penyesuaian untuk BJ

BJ 100(B-1) BJ 100(B-1) BJ 100(B-1)


2,738 2,738 2,738
B B B

1,0220 5,89 1,0270 7,20 1,0320 8,49

1,0225 6,02 1,0275 7,33 1,0325 8,62

1,0230 6,16 1,0280 7,46 1,0330 8,75

1,0235 6,29 1,0285 7,59 1,0335 8,87

1,0240 6,42 1,0290 7,72 1,0340 9,00

1,0245 6,55 1,0295 7,85 1,0345 9,13

1,0250 6,68 1,0300 7,97 1,0350 9,26

1,0255 6,81 1,0305 8,10 1,0355 9,39

1,0260 6,94 1,0310 8,23 1,0360 9,51

1,0265 7,07 1,0315 8,36

Metode 02: Dengan menggunakan metoda pengeringan

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk perhitungan kadar BKTL pada susu
segar, krim, buttermilk dan susu kental tawar (tanpa gula).

2 Prinsip

Sejumlah contoh susu dikeringkan pada suhu yang tetap (konstan) sampai berat
kering yang konstan tercapai. Berat setelah pengeringan adalah berat bahan
kering.

10 dari 82
3 Peralatan

a) Timbangan analitik, skala 0:1 mg.

b) Oven

c) Eksikator

d) Cawan dari bahan anti karat (alumunium, nikel, gelas) yang dilengkapi
dengan tutup, mempunyai dasar rata, tinggi sekitar 3 cm dengan garis tengah 6-
8 cm.

e) Penangas air

4 Prosedur

4.1 Keringkan cawan dan tutupnya dalam oven dengan suhu 102 + 20C
selama 30 menit.

4.2 Setelah itu masukkan cawan beserta tutupnya ke dalam eksikator


sampai suhunya sama dengan suhu kamar, kemudian timbang (G1).

4.3 Masukkan 3 ml contoh susu ke dalam cawan dan timbang kembali


beserta tutupnya (G2).

4.4 Letakkan cawan di atas penangas air (mendidih) selama 30 menit.


Untuk mencegah terbentuknya kulit, teteskan etanol sebanyak 5 - 10 tetes.

4.5 Masukkan kembali cawan ke dalam oven (suhu 102 + 20C) selama 1
jam dan letakkan tutup cawan disamping cawan.

4.6 Tutup kembali cawan dan masukkan ke dalam eksikator dan biarkan
hingga suhu cawan sama dengan suhu kamar.

4.7 Timbang cawan beserta tutupnya (G3.1.).

4.8 Masukkan kembali cawan ke dalam oven selama 1 jam dan setelah itu
masukkan kembali ke dalam eksikator hingga suhunya sama dengan suhu
kamar, kemudian timbang lagi (G3.2.).

4.9 Lakukan prosedur tersebut sampai tercapai berat konstan (G3.1=G3.2)


atau selisih hasil pengukuran sebelum dan sesudahnya tidak melebihi 0,5 mg.

5 Cara Perhitungan

11 dari 82
Kadar Bahan Kering (%) = 100 x (G3 - G1)

G2 - G1

Dimana : G1 = berat cawan dan penutupnya

G2 = berat cawan, penutupnya dan contoh

G3 = berat cawan, penutupnya dan bahan kering

Beda pengukuran ulang susu = 0,05 %.

6 Hasil Uji

Hasil uji kadar BKTL dinyatakan dalam persen (%).

12 dari 82
Uji protein menurut Kjeldahl

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda penentuan kadar protein susu segar dengan
metoda Kjeldahl.

2 Prinsip

Pemanasan contoh susu dalam asam sulfat pekat mengakibatkan terjadinya


destruksi protein menjadi unsur-unsurnya. Untuk mempercepat proses
destruksi tersebut sering ditambahkan kalium sulfat bersamaan dengan cupri
sulfat (sebagai indikator) sehingga gugusan N (organik) akan berubah menjadi
gugusan amonium sulfat.

Melalui penambahan natrium hidroksida dan pemanasan terjadilah proses


destilasi dimana amonium sulfat akan dipecah menjadi amonia. Selanjutnya
amonium yang dibebaskan akan ditangkap oleh asam borat, sedangkan sisa
asam borat yang tidak bereaksi dengan amonia akan dititrasi dengan asam
klorida o,1 N. Selisih jumlah titrasi contoh dengan blanko merupakan jumlah
ekivalen nitrogen.

3 Pereaksi

a) Asam sulfat pekat (H2SO4) (BJ 1,84 pada 20o C)

b) Cupri sulfat (CuSO4.5H2O)

c) Kalium sulfat (K2SO4)

d) Larutan natrium hidroksida (NaOH) 33% (500 gram NaOH dilarutkan


dalam 1.000 ml aquades)

e) Larutan asam klorida (HCl) 0,1 N

f) Asam borat 4% (40 gram asam borat dilarutkan dalam 1.000 ml


aquades)

g) Larutan indikator Kjeldahl (2 gram methyl red dan 1 gram methylen


blue dilarutkan dalam 1.000 ml etanol 96%).

13 dari 82
4 Peralatan

a) Labu Kjeldahl 500 ml

b) Timbangan skala 0,1 mg

c) Labu erlenmeyer 500 ml

d) Buret skala 0,05 ml

e) Alat pelengkap lain untuk analisa protein (pemanas, alat destilasi,


sumbat penghubung)

f) Pendingin Liebig

g) Gelas ukur 25 ml, 50 ml, 100 ml, 250 ml

h) Butir gelas, batu didih

5 Prosedur

5.1 Masukkan ke dalam labu Kjeldahl 5 gram contoh susu, batu didih, 10
gram K2SO4 dan 0,25 gram CuSO4. Kemudian tambahkan 20 ml H2SO4 dan
campur dengan baik.

5.2. Panaskan hingga tidak ada uap, teruskan pemanasan sampai mendidih
dan sekali-sekali labu diputar.

5.3. Setelah cairan dalam labu terlihat jernih dan tak berwarna, teruskan
pemanasan selama 90 menit, kemudian didinginkan.

5.4 Setelah mencapai suhu kamar, tambahkan 150 ml aquades serta


beberapa butir batu gelas, campur dan biarkan hingga dingin.

5.5. Di dalam erlenmeyer terpisah masukkan 50 ml asam borat, 4 tetes


indikator dan campurkan. Kemudian tempatkan di bawah pendingin (Leibig)
sehingga ujung pipa mengenai asam borat.

5.6. Melalui dinding, masukkan secara perlahan-lahan dan hati-hati 80 ml


larutan NaOH ke dalam labu Kjeldahl sehingga NaOH tidak tercampur dengan
isi dari labu tersebut.

5.7. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan
labu Kjeldahl, mula-mula secara perlahan-lahan sampai dua lapisan cairan
tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih. Atur panasnya
sampai terjadi proses destilasi (waktu pemanasan minimum 20 menit).

14 dari 82
5.8. Menjelang berakhirnya proses destilasi letakkan erlenmeyer pada
tempat yang lebih rendah sehingga ujung pipa tidak menyentuh larutan asam
borat lagi.

5.9. Dinginkan hasil destilasi (destilat) dan jaga agar larutan asam borat
tidak turut panas.

5.10. Titrasi destilat dengan HCl 0,1 N.

5.11. Lakukan prosedur diatas terhadap 5 ml aquades sebagai blanko/kontrol.

6 Cara Penghitungan

1,4 x N x (A - B) x 6,38
Kandungan protein (%) =
C

Keterangan : N = Normal HCl

A = Jumlah HCl yang digunakan untuk titrasi


contoh (ml)

B = Jumlah HCl yang digunakan untuk titrasi


blanko (ml)

1,4 = berat dari N (secara analitik), ekivalen


untuk 1 ml HCl 0,1 N

C = Berat contoh susu yang digunakan (gram)

7 Hasil Uji

Hasil uji kadar protein dinyatakan dalam persen (%).

15 dari 82
Uji warna, bau, rasa dan kekentalan

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda uji warna, bau, rasa dan kekentalan pada susu
segar secara organoleptik.

2 Definisi

Uji organoleptik adalah pengujian warna, bau, rasa dan kekentalan suatu
produk makanan dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama
untuk mengetahui kelainan-kelainan pada produk makanan tersebut.

3 Prinsip

Susu dapat berubah warna, bau, rasa, dan kekentalannya oleh sebab-sebab di
bawah ini:

3.1 Warna

3.1.1 Menjadi kebiruan bila ditambah dengan air ataupun dikurangi


lemaknya.

3.1.2 Menjadi kemerahan bila mengandung darah dari sapi yang menderita
mastitis.

3.2 Bau

Lemak susu amat mudah menyerap bau dari sekitarnya.

3.3 Rasa

3.3.1 Susu menjadi terasa pahit oleh kuman pembentuk pepton.

3.3.2 Susu memiliki rasa lobak disebabkan oleh kuman coli.

3.3.3 Susu memiliki rasa sabun disebabkan oleh Bacillus lactis saponacei.

3.3.4 Susu memiliki rasa tengik disebabkan oleh kuman-kuman asam


mentega.

3.3.5 Susu memiliki rasa anyir oleh kuman-kuman tertentu lainnya.

16 dari 82
3.4 Kekentalan

Susu akan berlendir bila terkontaminasi oleh kuman-kuman kokki yang berasal
dari air, sisa makanan atau dari alat-alat susu.

4 Pereaksi

Tidak diperlukan.

5 Peralatan

a) Tabung reaksi

b) Kertas putih sebagai latar belakang.

6 Prosedur

6.1. Uji warna

6.1.1 Masukkan kurang lebih 5 ml susu ke dalam tabung reaksi.

6.1.2 Dengan latar belakang putih amati kelainan pada warna susu.

6.2. Uji bau

6.2.1 Masukkan ke dalam tabung reaksi kurang lebih 5 ml susu, atau dapat
pula dipakai susu dalam tabung yang telah diuji warnanya pada butir 5.1. di
atas, kemudian dicium baunya.

6.2.2 Dipanaskan sampai mendidih, kemudian dicium baunya lagi.

6.3. Uji rasa

6.3.1 Untuk pertimbangan kesehatan pemeriksa, maka susu harus dididihkan


dahulu sebelum dilakukan uji rasa.

6.3.2 Tuangkan sejumlah susu di telapak tangan kemudian dicicipi dan


rasakan adanya perubahan rasa susu.

6.4. Uji kekentalan

17 dari 82
6.4.1 Masukkan kurang lebih 5 ml susu ke dalam tabung reaksi.

6.4.2 Miringkan tabung, kemudian tegakkan kembali.

6.4.3 Pada saat menegakkan tabung kembali perhatikan bagian susu yang
membasahi dinding terhadap kecepatan turunnya susu serta adanya butiran,
lendir dan sebagainya.

7 Hasil uji

Susu dianggap baik bila tidak dijumpai perubahan atau penyimpangan dalam
warna, bau, rasa maupun kekentalannya.

18 dari 82
Uji titrasi keasaman Soxhlet Henkel

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda pengukuran derajat asam susu dengan cara
titrasi.

2 Definisi

Yang dimaksud dengan derajat asam Soxhlet Henkel adalah jumlah ml NaOH
0,25 N yang diperlukan untuk menetralisasi asam yang berada dalam 100 ml
susu dengan phenolphthalein sebagai indikator.

3 Pereaksi

a) Larutan 0,25 N NaOH.

b) Larutan Phenolphthalein 2% (2 g phenolphtalein dilarutkan dalam 100


ml ethanol 96%).

c). Larutan Cobalt Sulfat (5 gram CoSO4. 7H2O, dilarutkan dalam


aquadest sampai 100 ml) sebagai zat warna standar (kontrol) untuk memastikan
bahwa reaksi pengikatan asam dalam susu oleh NaOH telah mencapai titik
netral.

4 Peralatan

a) Buret dengan skala 0,05 - 0,1 ml.

b) Dua buah labu erlenmeyer 50 ml.

c) Pipet berskala.

5 Prosedur

5.1. Ke dalam labu erlenmeyer masing-masing diisikan 50 ml susu.

5.2. Tambahkan 2 ml phenolphthalein.

19 dari 82
5.3. Salah satu dari labu erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan 0,25 N
NaOH hingga terbentuk warna merah muda yang tetap bila dikocok.

5.4. Sebagai warna pembanding, susu di dalam labu erlenmeyer kedua


ditambah dengan 1 ml larutan cobalt sulfat (CoSO4. 7H2O). Warna standar ini
hanya dapat dipakai maksimum 3 jam. Setelah 3 jam harus diganti yang baru.

6 Cara Penghitungan

Derajat Soxhlet (0SH) adalah jumlah 0,25 N NaOH yang digunakan dikalikan
nilai dua. Misalnya dalam titrasi diperlukan 3,5 cc 0,25 N NaOH untuk
menetralkan 50 ml susu, maka derajat keasamannya adalah:

3,5 x 100 ml = 70 SH
50ml

7 Hasil Uji

Hasil uji titrasi keasaman susu segar dinyatakan dalam derajat Soxhlet (0SH).

20 dari 82
Uji alkohol

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk memeriksa dengan cepat derajat


keasaman susu segar.

2 Prinsip

Kestabilan sifat koloidal protein-protein susu tergantung pada selubung air


yang menyelimutinya. Hal ini terutama pada kasein. Bila susu dicampur dengan
alkohol yang mempunyai sifat dehidrasi maka protein tersebut akan
terkoagulasi sehingga susu tersebut akan pecah. Semakin tinggi derajat
keasaman susu yang diperiksa, maka akan semakin rendah jumlah alkohol
dengan kepekatan tertentu yang diperlukan untuk memecahkan susu dengan
volume yang sama. Percobaan mulai positif pada derajat asam 8 - 90 SH.

3 Pereaksi

Alkohol 70% (tambahkan 74 ml alkohol 96% dengan 26 ml aquadest)

4 Peralatan

a) Tabung reaksi.

b) Gelas ukur 10 ml.

5 Prosedur

5.1. Masukkan 5 ml susu ke dalam tabung reaksi.

5.2. Tambahkan alkohol 70% dalam jumlah yang sama.

5.3. Amati terhadap adanya gumpalan dan atau pemisahan bagian-bagian


protein susu.

21 dari 82
6 Hasil uji

Adanya butiran atau gumpalan susu menunjukkan reaksi positif.

22 dari 82
Uji katalase

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk menentukan adanya sel-sel radang


(leukosit), kuman dan adanya bahan organis seperti santan di dalam susu segar.

2 Prinsip

Di dalam susu terdapat enzim katalase yang dibentuk oleh sel-sel leukosit,
kuman-kuman, reruntuhan sel ambing dan zat organis yang membebaskan
oksigen (O2) dari larutan peroksidanya (H2O2).

3 Pereaksi

Larutan H2O2 0,5 % (larutkan 1 ml H202 35% dengan 69 ml aquadest).

4 Peralatan

a) Pipet steril 5 , 10 ml

b) Tabung katalase

c) Inkubator dengan suhu 37oC.

5 Prosedur

5.1. Isi tabung katalase steril dengan 10 ml susu.

5.2. Tambahkan 5 ml larutan H2O2 0,5 % ke dalamnya.

5.3. Aduk dengan cara membalik-balikkan tabung, kemudian tempatkan


campuran susu tersebut di bagian tabung yang vertikal dan berskala dan jaga
agar jangan ada gelembung udara di puncaknya.

5.4. Sumbat tabung dengan kapas, kemudian masukkan ke dalam inkubator


370 C.

23 dari 82
5.5. Tetapkan volume gas O2 yang terkumpul di dalam puncak tabung
setelah 3 jam.

6 Hasil Uji

Angka katalase adalah jumlah cc gas oksigen yang terkumpul di dalam puncak
tabung. Angka katalase maksimum adalah 3,0.

24 dari 82
Penentuan titik beku

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda penentuan titik beku susu segar untuk
mengetahui kemungkinan adanya pemalsuan susu dengan air.

2 Prinsip

Kenaikan atau penurunan titik beku susu adalah selisih antara titik beku air
dengan standar titik beku susu. Kenaikan titik beku menyatakan adanya
indikasi penambahan air, sedangkan penurunan titik beku menyatakan adanya
indikasi penambahan susu bubuk atau tepung.

4 Pereaksi

4.1. Cairan pendingin dengan suhu kira-kira -40 C yang terbuat dari 2 gr
NaCl yang telah ditumbuk halus di dalam 200 cc air dan kemudian dimasukkan
kedalamnya 400 gr es.

5 Peralatan

a) Kryoskop yang dilengkapi thermometer Beckmann dengan pembagian


skala hingga 0,0010 C.

b) Tabung gelas yang kedua ujungnya terbuka.

c) Tabung reaksi yang berdiameter 2,5 cm.

d) Tabung reaksi berdiameter 5 cm.

e) Bak cairan pendingin.

f) Batang pengaduk terbuat dari logam yang tidak bereaksi terhadap susu,
berdiameter antara 1 - 1,5 mm.

25 dari 82
6 Prosedur

6.1 Dalam tabung reaksi berdiameter 2,5 cm dimasukkan 30 cc


aquadestilata yang telah dimasak dan didinginkan, kemudian tabung disumbat
dengan gabus yang mempunyai dua lubang.

6.2 Pada lubang pertama masukkan/tanamkan kristal es dan aduk cairan


dengan alat pengaduk, sedang lubang yang satu lagi dimasukkan thermometer
Beckmann dengan ujungnya tepat berada di pertengahan cairan.

6.3 Masukkan tabung ini ke dalam cairan pendingin berisolasi dengan suhu
-2 sampai -60 C sambil diaduk terus secara teratur dan perlahan-lahan sampai
suhu dalam tabung mencapai 10 C dibawah titik beku air.

6.4 Masukkan tabung ke dalam tabung reaksi berdiameter 5 cm sehingga


mantel pendingin dan tabung pembeku tidak bersentuhan.

6.5 Kemudian masukkan keduanya ke dalam cairan pendingin kembali


dimana cairan pendingin harus kira-kira 4 cm lebih tinggi dari permukaan air di
dalam tabung pertama.

6.6 Ke dalam cairan pendingin dimasukkan kristal es murni kecil dan


diaduk secara merata. Penaikan tiang raksa harus diperhatikan hingga kira-kira
selama 1 menit tiang raksa tidak bergerak lagi.

6.7 Bila hal ini sudah tercapai, ketuk thermometer perlahan-lahan dan
tingginya tiang air raksa diperiksa dengan loupe hingga 0,0010 C. Bila es yang
terbentuk sudah meleleh lagi, ulangi lagi cara kerja ini dengan catatan
perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,0050 C.

6.8 Dengan cara yang serupa dilakukan perlakuan terhadap 30 cc susu.


Akan tetapi cairan hanya didinginkan sampai 1,50 C dibawah titik beku air dan
yang dimasukkan/ditanamkan adalah sepotong kecil susu beku. Perbedaan
antara dua kali penentuan tidak boleh lebih dari 0,0050 C.

6.9 Bila menggunakan thermometer yang tidak ditera lebih dahulu,


hendaknya dengan thermometer ini kita menentukan titik beku larutan 10 gr
NaCl murni dalam 1 liter air, dimana titik ini harus -0,6030 C.

7 Hasil uji

Hasil uji titik beku susu dinyatakan dalam derajat Celcius (0 C). Titik beku susu
yang memenuhi syarat mutu adalah -0,5200 C sampai -0,5600 C.

26 dari 82
Pengukuran angka refraksi metoda Ackermann

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk mengetahui kemungkinan adanya


penyimpangan terhadap susu.

2 Prinsip

Angka refraksi ditetapkan dari serum kalsium khlorida (CaCl2) susu yang
disesuaikan pada suhu 27,5o C, dan dihitung angka refraksinya.

3 Pereaksi

Serum CaCl2 20% (20 gr CaCl2 dilarutkan dalam 100 ml aquades) dengan
BJ = 1,1375.

Bila larutan CaCl2 diencerkan dengan aquades (1:10) pada suhu 17,50C, maka
refraktometer harus menunjukkan angka 26.

4 Peralatan

a) Refraktometer celup (Zeiss)

b) Penangas air

c) Corong

d) Kertas saring

e) Labu Erlenmeyer 50 ml/100 ml dilengkapi sumbat karet dengan pipa


gelas yang panjangnya + 22 cm.

5 Prosedur

5.1. Masukkan 30 ml contoh susu ke dalam labu Erlenmeyer.

5.2. Tambahkan 0,25 ml larutan CaCl2 20%.

27 dari 82
5.3. Labu Erlenmeyer disumbat dengan sumbat yang dilengkapi gelas untuk
menghindari kehilangan cairan akibat penguapan.

5.4. Letakkan labu Erlenmeyer dalam penangas air (mendidih) selama 15


menit.

5.5. Dinginkan sampai terlihat ada pemisahan serum dengan endapan.

5.6. Pisahkan serum dengan endapan melalui saringan.

5.7. Serum dituang ke dalam cuvet sampai batas yang tertera.

5.8. Celupkan refraktometer ke dalam cuvet dan baca skala yang tertera.
Setelah itu ukur suhu serum tersebut dengan termometer.

5.9. Koreksi suhu serum yang didapat ke 27,50 C yang merupakan rata-rata
suhu kamar di Indonesia (Tabel 4).

6 Cara pengukuran

Cara pengukuran angka refraksi adalah seperti contoh di bawah ini:

6.1 Jika pada suhu 30o C didapatkan angka 18,0, maka kalau dikembalikan
pada 27,5o C akan menjadi : 18,0 + 0,75 = 18,75.

6.2 Jika pada suhu 20o C didapatkan angka 45,0, maka kalau dikembalikan
pada 27,5o C akan menjadi : 45,0 - 2,55 = 42,45.

28 dari 82
Tabel 4

Tabel Koreksi Untuk Pembacaan Refraktometer yang dicelupkan pada


suhu antara 20o C - 30o C terhadap suhu koreksi 27,5o C

12,55 17,6 22,5 27,35 32,2 37,1 41,9 46,7

300 +0,75 +0,75 +0,75 +0,75 +0,75 +0,75 +0,80 +0,80

290 +0,40 +0,40 +0,45 +0,45 +0,45 +0,45 +0,45 +0,45

280 +0,10 +0,10 +0,15 +0,15 +0,15 +0,15 +0,15 +0,15

27,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

270 -0,15 -0,15 -0,15 -0,15 -0,15 -0,15 -0,15 -0,15

260 -0,45 -0,45 -0,45 -0,45 -0,45 -0,45 -0,50 -0,50

250 -0,70 -0,70 -0,70 -0,75 -0,75 -0,75 -0,85 -0,55

240 -0,90 -0,95 -0,95 -1,05 -1,05 -1,05 -1,15 -1,20

230 -1,20 -1,20 -1,20 -1,30 -1,35 -1,35 -1,45 -1,55

220 -1,45 -1,45 -1,45 -1,55 -1,65 -1,65 -1,80 -1,0

210 -1,65 -1,65 -1,70 -1,80 -1,90 -1,95 -2,05 -2,25

200 -1,90 -1,90 -1,95 -2,05 -2,15 -2,25 -2,35 -2,55

29 dari 82
Uji reduktase

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk menentukan adanya kuman-kuman di


dalam susu segar dalam waktu cepat dengan menggunakan pereaksi warna
indikator.

2 Prinsip

Di dalam susu segar terdapat enzim reduktase yang dibentuk oleh kuman yang
mereduksi zat warna indikator menjadi larutan yang tidak berwarna.

Metoda 01 : Uji reduksi biru metilen (Methylen blue reduction test)

3 Pereaksi

Larutan biru metilen yang dibuat dengan cara :

a) Masukkan 10 mg methylen blue DAB7 ke dalam labu erlenmeyer steril.

b) Tambahkan 100 ml aquades steril.

c) Campur dengan baik dan simpan dalam temperatur 4-80 C dan


terlindung dari cahaya. Larutan ini dapat bertahan selama 4 minggu.

4 Peralatan

a) Pipet steril 1, 25 ml.

b) Tabung reduktase dengan batas melingkar pada 21 ml dilengkapi


penyumbat karet atau parafin untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi.

c) Labu erlenmeyer.

d) Inkubator atau penangas air dengan suhu 37o C yang terlindung dari
cahaya.

30 dari 82
5 Prosedur

5.1. Masukkan ke dalam tabung reduktase steril 1 ml larutan biru metilen.

5.2. Tambahkan contoh susu sampai batas lingkar.

5.3. Tutup tabung tersebut dengan sumbat, lalu campurkan biru metilen
dengan contoh susu dengan cara membolak-balikkan tabung (+ 3 kali) sampai
warna biru tersebar merata.

5.4. Masukkan tabung ke dalam penangas air (37 + 10 C) selama 4 - 4,5 jam.
Letakkan penangas air di tempat yang terlindung dari cahaya. Bila
menggunakan inkubator, masukkan dulu tabung dalam penangas air (37 + 10
C) selama 5 menit untuk menghangatkan baru dimasukkan ke dalam inkubator.

6 Cara Membaca Hasil

Pembacaan hasil dapat dimulai minimal setelah 2/3 dari warna sudah berubah
menjadi putih. Sebaiknya reaksi ditunggu sampai seluruh warna biru hilang.

7 Hasil Uji

Hasil uji dinyatakan dalam satuan waktu, dimana waktu reduksi (angka
reduktase) menunjukkan waktu yang dibutuhkan sejak saat memasukkan
tabung kedalam inkubator/penangas air bersuhu 37o C sampai seluruh warna
biru hilang.

31 dari 82
Tabel 5

Kualitas susu segar berdasarkan lamanya waktu reduksi

Waktu Reduksi Kualitas Susu

0 menit - 20 menit Jelek

20 menit - 2 jam Kelas III

2 jam - 4,5 jam Kelas II

4,5 jam - 5,5 jam Kelas I

lebih dari 6 jam Susu dicurigai telah mengalami perlakuan


(dididihkan, ditambah atau mengandung
antibiotika, ditambah desinfektan).

32 dari 82
Metoda 02 : Uji resazurin

1 Pereaksi

Larutan resazurin yang dibuat dengan cara :

1.1 Masukkan 1 ampul resazurin (Fa. Retorte) ke dalam labu erlenmeyer


steril.

1.2 Larutkan dengan air panas, kemudian dengan aquades bersuhu 600 C.
Setiap ampul dapat dilarutkan dengan 250, 500 atau 1000 ml.

1.3 Larutan disimpan dalam tempat yang terlindung dari cahaya.


Pembuatan larutan jangan lebih dari 3 jam sebelum pemeriksaan dilaksanakan.

2 Peralatan

a) Tabung reduktasi dengan batas lingkar 11 ml steril.

Sterilisasi tabung tidak boleh lebih dari 48 jam sebelum uji dilaksanakan.

b) Sumbat karet steril.

Sterilisasi sumbat karet dilakukan dalam autoklaf selama 10 menit atau dalam
air mendidih selama 0,5 jam.

c) Pipet steril 1, 10 ml

d) Inkubator atau penangas air dengan suhu 37 + 1o C.

e) Kartu standar warna.

3 Prosedur

3.1 Masukkan 1 ml zat warna dalam tabung reduktasi steril dan tambahkan
10 ml susu.

3.2 Tutuplah tabung dengan sumbat karet dan dibolak-balik minimal 3 kali.

3.3 Masukkan tabung ke dalam penangas air (37 + 10 C) selama 1 jam. Bila
akan menggunakan inkubator, maka tabung terlebih dahulu harus dimasukkan
ke dalam penangas air (37 + 10 C) selama 5 menit kemudian dimasukkan ke
dalam inkubator selama 55 menit.

33 dari 82
3.4 Pembacaan dapat dilakukan 1 jam setelah tabung reduktase tadi
dikeluarkan dari penangas air atau inkubator dan sebelum pembacaan dimulai
hendaknya tabung dimiringkan atau dibalikkan dahulu 1 kali.

4 Hasil uji

Cocokkan warna yang terbentuk dengan standar warna yang tersedia setelah
lewat waktu yang ditetapkan.

34 dari 82
Uji sedimen

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk mengetahui adanya kemungkinan


penanganan susu yang tidak higienis.

2 Prinsip

Kadar sedimen susu ditentukan dengan cara memusingkan susu dengan


kecepatan tinggi.

3 Pereaksi

Tidak diperlukan

4 Peralatan

a) Tabung sentrifus Tromsdorf.

b) Sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm/menit.

5 Prosedur

5.1 Susu yang belum disaring dipanaskan hingga 60o C selama 5 menit.

5.2 Isi tabung Tromsdorf dengan susu yang telah dipanaskan tadi sampai
garis 10 ml.

5.3 Susu tersebut disentrifusi selama 10 menit dengan putaran 3000 rpm/
menit.

5.4 Tabung dikosongkan dan dicuci dengan aquades steril.

5.5 Letakkan tabung terbalik diatas rak untuk beberapa waktu kemudian
kadar sedimen dibaca.

6 Hasil Uji

Hasil uji sedimen dinayatakan dalam persen (%).

35 dari 82
Pengujian cemaran mikroba

1 Pendahuluan

Pengujian cemaran mikroba dalam susu segar adalah bertujuan sebagai


indikator sanitasi dalam roses produksi atau penanganan susu serta sebagai
indikator kesehatan dan keamanan susu.

Berbagai macam uji mikrobiologi dapat dilakukan, meliputi uji kuantitatif


mikroba untuk menentukan kualitas, uji kualitatif bakteri patogen untuk
menentukan tingkat keamanannya, serta uji bakteri indikator untuk menentukan
tingkat sanitasi susu tersebut.

2 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda pengujian kuantitatif

3 Peralatan Umum

Catatan: Seluruh peralatan yang mengalami kontak langsung dengan contoh


susu yang diuji, pelarut maupun media biakan harus steril.

a) Pipet yang disumbat dengan kapas dengan ukuran 1 ml, 5 ml atau 10


ml.

b) Cawan petri, terbuat dari gelas atau plastik, berdiameter 90 - 100 mm.

c) Tabung reaksi dengan kapasitas 20, 50 ml.

d) Labu erlenmeyer.

e) Inkubator.

f) Pembakar Bunsen.

g) Penangas air.

h) Tube shaker/pengocok mekanis.

i) Rak tabung reaksi.

j) Penghitung koloni atau “Hand Tally Counter”.

k) Ose.

36 dari 82
l) Timbangan

m) Spreader dari batang gelas/logam bengkok (hockey stick, spatel)

01- Penentuan Angka Lempeng Total pada 350C

1 Prinsip

Angka lempeng total (Total Plate Count) dimaksudkan untuk menunjukkan


jumlah mikroorganisma yang terdapat dalam susu dengan metoda hitungan
cawan.

Jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel
mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat
dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop.

2 Media

Plate Count Agar (Standard Method Agar).

3 Prosedur

Umum : selama pengerjaan penuangan, beberapa hal yang perlu diperhatikan


adalah sebagai berikut:

a) Jaga agar tutup cawan tetap berada pada tempatnya kecuali pada saat
akan menambahkan larutan contoh atau media PCA tutup cawan jangan dibuka
terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi dari luar.

b) Jarak waktu antara memipet larutan contoh hingga penuangan media


PCA ke cawan petri dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 10 menit.

c) Waktu antara dimulainya pengenceran sampai penuangan media pada


cawan petri terakhir tidak boleh lebih dari 20 menit.

d) Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang, maka semua pekerjaan


dilakukan di dekat nyala api Bunsen dan mulut segala bejana harus disterilkan
sebelumnya dengan nyala api Bunsen.

3.1 Pemupukan dan penuangan media pada cawan

37 dari 82
3.1.1 Siapkan contoh susu secara aseptis.

3.1.2 Lakukan pengenceran contoh susu secara desimal (menjadi


pengenceran 1:10, 1:100, 1:1000, dan seterusnya).

3.1.3 Letakkan labu erlenmeyer secara berderet dan masing-masing diberi


tanda 1:10, 1:100, 1:1.000, dan seterusnya serta 1 (satu) labu erlenmeyer
lainnya dengan tanda K (Kontrol).

3.1.4 Deretkan pula cawan petri di depan labu erlenmeyer seperti dimaksud
pada butir 3.1.3 disesuaikan dengan pengencerannya. Untuk meningkatkan
ketepatan pengujian, sebaiknya pemupukan dilakukan secara duplo. Dengan
mengetahui sejarah contoh susu serta berdasarkan pengalaman, maka cemaran
mikroba dalam susu dapat diperkirakan jumlahnya secara kasar, sehingga
pemupukan pada cawan petri dapat diambil dari 3 atau 4 konsentrasi tertentu
yang berurutan.

3.1.5 Bila diharapkan jumlah cemaran susu adalah 105, maka contoh susu
dikocok dengan shaker/pengocok mekanis dan dengan menggunakan pipet
steril pindahkan 0,1 ml ke dalam cawan petri bertanda 10-1 dan sebanyak 1 ml
ke dalam Buffered Peptone Water 0,1% dalam labu erlenmeyer I bertanda 1 :
10.

3.1.6 Kocok labu erlenmeyer (I) ini dengan shaker/pengocok mekanis,


kemudian dengan pipet steril dipindahkan 0,1 ml ke dalam cawan petri
bertanda 10-2, dan 1 ml ke dalam labu Erlenmeyer II bertanda 1:100.

3.1.7 Lakukan prosedur yang sama untuk mempersiapkan pemupukan


selanjutnya.

3.1.8 Dengan pipet steril, pindahkan 1 ml Buffered Peptone Water dari labu
Erlenmeyer bertanda K ke dalam cawan petri bertanda K.

3.1.9 Sementara itu tabung reaksi yang berisi 12 - 15 ml PCA dipanaskan


dalam penangas air sampai mencair, kemudian didinginkan sampai suhunya
mencapai 40 - 50oC.

3.1.10 Tuangkan tiap 12 - 15 ml PCA tadi ke masing-masing cawan petri yang


sudah berisi larutan contoh.

3.1.11 Supaya larutan contoh dan media PCA dapat tercampur dengan baik,
maka lakukan gerakan searah gerakan jarum jam yang dilanjutkan dengan
gerakan berlawanan dengan arah jarum jam, atau dengan gerakan seperti angka
delapan, masing-masing sebanyak 5 kali. Selama pencampuran, jaga jangan
sampai tutup cawan terkena campuran larutan contoh dan media tersebut.
Biarkan cawan-cawan tersebut pada posisi horisontal sampai mengeras.

38 dari 82
3.2. Inkubasi

3.2.1 Segera setelah media mengeras, cawan-cawan petri tersebut dibalik


hingga posisi tutupnya berada di bawah, dan masukkan ke dalam inkubator
35oC selama 48 jam

3.2.2 Cawan-cawan harus diatur sedemikian rupa sehingga inkubator tidak


terlalu penuh, dan tidak ada cawan yang menyentuh dinding inkubator. Cawan
boleh diatur bersusun yang tingginya tidak lebih dari 6 cawan.

4 Penghitungan koloni

4.1 Pilihlah cawan yang ditumbuhi oleh koloni yang jumlahnya antara 25 -
250. Bila cawan dari tingkat pengenceran berbeda memiliki jumlah koloni pada
kisaran tersebut di atas, maka pilihlah cawan dengan koloni yang lebih banyak.

4.2 Gunakanlah tally counter untuk menghitung koloni, dan berilah tanda
koloni yang sudah dihitung untuk menghindari penghitungan ulang.

4.3 Bila ada koloni yang menyebar, maka dihitung sebagai satu koloni.
Akan tetapi bila lebih dari 25% koloni yang tumbuh pada suatu cawan adalah
koloni yang menyebar, maka cawan tersebut tidak perlu dihitung.

5 Interpretasi Hasil/Perhitungan

Jumlah koloni per ml susu dihitung dengan mengalikan jumlah rata-rata koloni
dari pengenceran yang dipilih dengan kebalikan dari faktor pengenceran

Contoh:

Misalnya, jika setelah diinkubasi diperoleh 60 dan 64 koloni pada masing-


masing cawan duplo yang mengandung pengenceran 10-4, maka jumlah koloni
dapat dihitung sebagai berikut (1 ml larutan pengencer dianggap mempunyai
berat 1 gram):

Faktor pengenceran = Pengenceran x Jumlah yang ditumbuhkan

= 10-4 x 1,0

= 10-4

Jumlah koloni = Jumlah koloni x 1/faktor pengenceran per cawan

= (60 + 64)/2 x 1/10-4

39 dari 82
= 6.2 x 105

6 Pelaporan

6.1 Untuk melaporkan hasil analisa mikrobiologi digunakan suatu standar


yang disebut Standard Plate Count (SPC) dengan satuan colony-forming units
(CFU) per mililiter atau per gram, dan hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari
dua angka, yaitu angka pertama di depan koma dan angka kedua di belakang
koma. Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, maka
dilakukan pembulatan satu angka lebih tinggi dari angka kedua.

6.2 Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan


angka kurang dari 25 koloni, maka hanya jumlah koloni pada pengenceran
terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 25 dikalikan
dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus
dicantumkan dalam tanda kurung.

Jumlah koloni per SPC Keterangan


pengenceran

10-2 10-3 10-4

16 1 0 < 2,5 x 103 Hitung pengenceran

(1,6 x 103 10-2

6.3 Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan


lebih dari 250 koloni, maka hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi
yang dihitung, misalnya dengan cara menghitung jumlahnya pada 1/4 bagian
cawan petri, kemudian hasilnya dikalikan empat. Hasilnya dilaporkan sebagai
lebih dari 250 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang
sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.

Jumlah koloni per SPC Keterangan


pengenceran

40 dari 82
10-2 10-3 10-4

TBUD*) TBUD 355 < 2,5 x 106 Hitung pengenceran

(1,6 x 106 10-4

TBUD 325 20 < 2,5 x 105 Hitung pengenceran

(1,6 x 105 10-3

*) TBUD = Terlalu banyak untuk dihitung

6.4 Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran, maka data
yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh hanya dari salah
satunya, meskipun salah satu dari cawan duplo tersebut.

7 Hasil Uji

Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dengan Colony Forming Units (CFU)
per ml.

02- Penghitungan Coliform dan Escherichia coli

1 Prinsip

Kristal violet dan garam empedu yang ada di media akan menghambat bakteri
Gram positif lainnya sehingga hanya organisme coliform yang tumbuh. Selama
pertumbuhannya, coliform akan mengubah laktosa menjadi asam dan
perubahan ini akan dideteksi oleh indikator neutral red yang akan berubah
warnanya menjadi merah. Selain itu keadaan asam akan menyebabkan
presipitasi asam empedu.

2 Media, pereaksi dan kuman uji

a) Peptone Water (PW) 0,1%

41 dari 82
b) Violet Red Bile Agar (VRBA)

c) Violet Red Bile Dextrose Agar (VRBDA)

d) Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB)

e) Lauryl tryptose (LST) broth

f) EC broth

g) Levine's eosin-methylene blue (L-EMB) agar

h) Tryptone (tryptophane) broth

i) MR-VP broth

j) Koser's citrate broth

k) Plate count agar (PCA) (standard method)

l) Reagen Kovac

m) Reagent Voges-Proskaeur (VP)

3 Peralatan

a) Tabung reaksi berkapasitas 20 ml dilengkapi tabung Durham

4 Prosedur

4.1. Penghitungan Jumlah Presumtif Coliform Dengan Metoda Hitungan


Cawan

4.1.1 Lakukan pengenceran contoh secara desimal seperti metoda hitungan


cawan. Untuk pengenceran pertama dianjurkan mengambil 25 ml contoh yang
dimasukkan ke dalam 225 ml larutan PW 0,1% steril.

4.1.2 Masukkan 0,1 ml atau 1,0 ml contoh ke dalam cawan petri steril.
Pengujian sebaiknya dilakukan secara duplo. Kemudian tuangkan 10 - 15 ml
media VRBA (suhu antara 45 - 480C). Supaya larutan contoh dan media agar
dapat tercampur dengan baik, maka putarlah cawan dengan gerakan searah
gerakan jarum jam yang dilanjutkan dengan gerakan berlawanan dengan arah
jarum jam, atau dengan gerakan seperti angka delapan, masing-masing
sebanyak 5 kali. Selama pencampuran, jaga jangan sampai tutup cawan terkena
campuran larutan contoh dan media tersebut.

42 dari 82
4.1.3 Setelah memadat tuangkan kembali 3-4 ml VRBA cair (overlay) di atas
permukaan agar.

4.1.4 Segera setelah media mengeras, cawan-cawan petri tersebut dibalik


hingga posisi tutupnya berada di bawah, dan masukkan ke dalam inkubator
350C selama 18-24 jam.

4.1.5 Cawan-cawan harus diatur sedemikian rupa sehingga inkubator tidak


terlalu penuh, dan tidak ada cawan yang menyentuh dinding inkubator. Cawan
boleh diatur bersusun yang tingginya tidak lebih dari 6 cawan.

4.1.6 Hitung semua koloni berwarna merah keunguan yang dikelilingi zona
merah (diameter koloni pada umumnya 0,5 mm atau lebih). Pilihlah cawan
yang ditumbuhi oleh koloni yang jumlahnya antara 25 - 250. Bila cawan dari
tingkat pengenceran berbeda memiliki jumlah koloni pada kisaran tersebut di
atas, maka pilihlah cawan dengan koloni yang lebih banyak. Gunakanlah tally
counter untuk menghitung koloni, dan berilah tanda koloni yang sudah
dihitung untuk menghindari penghitungan ulang.

4.1.7 Hasil yang diperoleh adalah jumlah presumtif coliform per ml/gram
contoh. Untuk mendapatkan jumlah coliform sebenarnya perlu dilanjutkan ke
uji konfirmasi coliform.

4.2 Konfirmasi Coliform

4.2.1 Pilihlah koloni-koloni yang mewakili semua jenis koloni yang tumbuh.
Ambillah 10 koloni dengan ose steril, dan pindahkan masing-masing ke dalam
10 ml BGLBB steril dalam tabung-tabung reaksi yang telah dilengkapi dengan
tabung durham.

4.2.2 Inkubasikan tabung-tabung reaksi tersebut pada suhu 350C selama 24-
48 jam, amati terbentuknya gas dalam tabung durham sebagai reaksi positif.

4.2.3 Hitunglah tabung yang berisi gas. Untuk meyakinkan pertumbuhan


coliform, buatlah preparat ulas dari tabung positif yang diwarnai pewarnaan
Gram.

4.3 Interpretasi Hasil

43 dari 82
Tabung positif (%) = Jumlah tabung positif x 100 %
10

Jumlah coliform per ml/gram = % tabung positif x jumlah (seluruh) koloni


dalam cawan petri x faktor pengenceran cawan petri tersebut.

4.4 Uji konfirmasi Escherichia coli dengan metoda the Most Probable
Number (MPN)

4.4.1 Siapkan beberapa seri (seri 3 atau 5) tabung yang berisi EC broth yang
dilengkapi dengan tabung Durham.

4.4.2 Pilihlah tabung BGLB positif sedikitnya dari tiga pengenceran yang
berurutan. Goyangkan secara hati-hati tabung positif tersebut dan dengan ose
steril pindahkan suspensi ke masing-masing seri tabung reaksi berisi EC broth,
disesuaikan dengan pengencerannya.

4.4.3 Inkubasikan tabung rekasi tersebut pada suhu 45,50C selama 48 jam.
Amati terbentuknya gas sebagai reaksi positif setelah diinkubasikan selama 24
jam. Bila belum terbentuk gas, inkubasi dilanjutkan dan amati reaksi positif
pada 48 jam.

4.4.4 Jumlah tabung yang positif dari masing-masing seri dicocokkan dengan
tabel statistik untuk mengetahui jumlah fecal coliform, dan dinyatakan dengan
MPN per unit sampel.

4.4.5 Dengan ose steril pindahkan suspensi dari masing-masing tabung


positif ke Levine's eosin-methylen blue (L-EMB) agar dan goreskan ke
permukaan agar beberapa kali agar dapat diperoleh koloni tunggal. Inkubasikan
cawan pada suhu 350C selama 18-24 jam dan amati adanya koloni berwarna
gelap dan datar dengan atau tanpa warna metal.

4.4.6 Pindahkan 2 koloni yang dicurigai dari tiap cawan L-EMB ke agar
miring PCA untuk pengujian morfologi dan biokimia, kemudian inkubasikanh
pada suhu 350C selama 18-24 jam.

4.4.7 Lakukan pewarnaan Gram, amati adanya bakteri coccus atau cocoid,
Gram negatif. Uji konfirmasi E. coli dilanjutkan ke uji biokimia IMViC (Indol-
Voges Proskauer-Methyl red-Citrat) sebagai berikut:

a) Produksi Indole.

44 dari 82
Inokulasi tabung berisi tryptone broth dan inkubasikan pada suhu 350C selama
24 jam. Tambahkan 0,2 - 0,3 reagent Kovacs untuk menguji adanya
pembentukan indole yang ditunjukkan dengan adanya warna merah yang jelas
di bagian atas.

b) Voges-Proskauer.

Inokulasi tabung berisi MRVP broth dan inkubasikan pada suhu 350C selama
48 jam. Pindahkan 1 ml suspensi ke dalam tabung berukuran 13 x 100 mm.
Tambahkan 0,6 larutan alpha-naphthol dan 0,2 ml KOH 40%, kemudian
kocok. Setelah itu tambahkan beberapa kristal kreatin, kocok lagi dan diamkan
selama 2 jam. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna pink eosin.

c) Methyl red.

Setelah test VP, inkubasikan lagi tabung MRVP pada suhu 350C selama 48
jam. Tambahkan 5 tetes larutan methyl red ke masing-masing tabung. Positif
test ditunjukkan dengan adanya warna merah yang jelas. Sedangkan reaksi
negatif ditunjukkan dengan adanya warna kuning.

d) Citrate.

Inokulasi secara ringan tabung yang berisi Koser citrate broth; hindari adanya
kekeruhan yang dapat terdeteksi dengan jelas. Inkubasikan pada suhu 350C
selama 9 jam. Adanya kekeruhan yang jelas menunjukkan reaksi positif.

e) Pembentukan gas dari fermentasi laktosa.

Inokulasi tabung berisi LST broth dan inkubasikan pada suhu 350C selama 48
jam. Reaksi positif ditunjukkan dengan berpindahnya media dari tabung bagian
dalam atau timbulnya busa setelah dilakukan agitasi secara halus.

f) Interpretasi.

Semua kultur yang 1) memfermentasikan laktosa dengan produksi gas pada


suhu 350C dalam 48 jam, 2) muncul sebagai bakteri coccus, Gram negatif, dan
3) mempunyai pola ++-- (biotipe 1) atau -+-- (biotipe 2) pada uji IMViC
dinyatakan sebagai E. coli. Hitung MPN E. coli berdasarkan tabung-tabung EC
yang mengandung E. coli yang berasal dari 3 konsentrasi yang berurutan.

45 dari 82
03. Penghitungan Staphylococcus aureus dengan metoda hitungan
cawan

Metoda ini digunakan untuk menghitung jumlah S. aureus lebih besar dari 100
sel S. aureus per ml/gram contoh. Metoda yang biasa digunakan adalah metoda
sebar/permukaan.

1 Prinsip

Manitol akan diubah oleh Staphylococcus yang tumbuh menjadi asam dan
susuana asam ini akan mengubah indikator phenol red menjadi kuning.
Tellurite yang ada akan menjadi tellurite yang berwarna hitam.

2 Media, pereaksi

a) Baird Parker Agar (BPA) (tambahkan 5 ml egg yolk tellurite ke dalam


95 ml agar cair

b) Trypticase Soy Agar (TSA)

c) Brain Heart Infusion (BHI) broth

d) Coagulase plasma kelinci mengandung EDTA 0,1%

e) Buffered Peptone Water (BPW) 0,1%

3 Prosedur

3.1 Isolasi dan enumerasi S. aureus

a) Buat pengenceran desimal terhadap contoh seperti metoda hitungan


cawan.

b) Pindahkan 0,1 ml suspensi contoh dari masing-masing pengenceran ke


dalam cawan petri berisi BPA.

c) Dengan spreader sebarkan suspensi contoh di atas permukan agar


secara merata dan biarkan suspensi contoh terserap ke dalam media agar
dengan mendiamkan cawan-cawan tersebut sekitar 10 menit.

46 dari 82
3.2 Inkubasi

3.2.1 Inkubasikan cawan-cawan tersebut dengan posisi tutup berada di bawah


pada suhu 35-370C selama 45-48 jam.

3.2.2 Cawan-cawan harus diatur sedemikian rupa sehingga inkubator tidak


terlalu penuh, dan tidak ada cawan yang menyentuh dinding inkubator. Cawan
boleh diatur bersusun yang tingginya tidak lebih dari 6 cawan.

3.3 Penghitungan jumlah presumtif S. aureus

3.3.1 Pilihlah cawan yang ditumbuhi oleh koloni tipikal S. aureus yang
jumlahnya antara 20 - 200 koloni. Bila cawan dari tingkat pengenceran berbeda
memiliki jumlah koloni pada kisaran tersebut di atas, maka pilihlah cawan
dengan koloni yang lebih banyak. Koloni khas S. aureus adalah bulat, licin
halus, cembung, basah dan berdiameter 2-3 mm jika koloni tidak padat,
berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dikelilingi zona opak, dengan atau tanpa
zona luar yang jelas.

3.3.2 Gunakanlah tally counter untuk menghitung tipikal koloni, dan berilah
tanda koloni yang sudah dihitung untuk menghindari penghitungan ulang. Bila
ditemukan adanya beberapa jenis koloni, hitung dan catat jenis koloni. Uji
konfirmasi dapat dilakukan dengan uji koagulase, clumping faktor dan
pewarnaan Gram.

3.4 Uji konfirmasi S. aureus dengan uji koagulase

3.4.1 Pindahkan koloni yang diduga S. aureus ke dalam tabung berisi 0,2-0,3
ml BHI broth dan larutkan dengan seksama.

3.4.2 Tambahkan 0,5 ml coagulase plasma yang mengandung 0,1 5 EDTA ke


dalam kultur BHI dan campur dengan seksama. Kemudian inkubasikan pada
suhu 350C dan periksa secara periodik adanya penggumpalan setiap 6 jam
sekali. Reaksi positif S. aureus ditunjukkan bila terjadi gumpalan yang kokoh
dan lengkap dan apabila tabung dijentikkan atau dibalik, gumpalan tadi akan
tetap berada ditempat semula. Penggumpalan parsial, dinyatakan dengan reaksi
koagulase 2+ dan 3+, harus dilanjutkan dengan uji lebih lanjut.

3.4.3 Bila reaksi koagulase dari kultur yang diduga tidak dapat dipastikan
berasal dari S. aureus, maka inokulasikan kultur tersebut pada kultur yang
sudah diketahui positif dilanjutkan pada kultur yang sudah diketahui negatif S.
aureus.

47 dari 82
3.4.4 Lakukan pewarnaan Gram terhadap semua kultur yang diduga S. aureus
dan periksa di bawah mikroskop.

4 Interpretasi Hasil/Perhitungan

Jumlah S. aureus per ml susu dihitung dengan mengalikan jumlah rata-rata


koloni dari pengenceran yang dipilih dengan kebalikan dari faktor pengenceran

04 Pengujian Salmonellae

1 Prinsip

Dalam metoda ini dilakukan penggunaan gabungan larutan untuk


pemulihan/resusitasi (liquid resuscitation), larutan pre-enrichment dan media
solid selektif untuk mengisolasi presumtif salmonellae, sedangkan konfirmasi
salmonellae harus dilanjutkan dengan uji konfirmasi secara biologi dan
serologi.

2 Media, pereaksi, antiserum dan uji

2.1 Media dan pereaksi

2.1.1 Buffered Peptone Water (BPW) (0,1%)

2.1.2 Mannitol selenite cystine broth (MSCB)

2.1.3 Rappaport-Vassiliadis (RV) media

2.1.4 Xylose Lysine desoxycholate (XLD) agar

2.1.5 Bismuth sulfite (BS) agar

2.1.6 Lysine decarboxylase broth

2.1.7 ONPG broth

2.2 Kuman uji

48 dari 82
2.2.1 Kultur dari Salmonella hadar

2.2.2 Kultur dari Citrobacter freundii

3 Prosedur

3.1 Resusitasi (Pre-enrichment)

3.1.1 Masukkan 25 ml contoh susu ke dalam 225 ml BPW dan campur


hingga benar-benar merata, kemudian inkubasikan pada suhu 370 C selama 24
jam.

3.1.2 Sebagai kontrol, inokulasi BPW dalam 2 tabung reaksi dengan masing-
masing kuman uji dan inkubasikan pada suhu 370 C selama 24 jam.

3.2 Enrichment pada media selektif

3.2.1 Inokulasikan 1 ml suspensi dari masing-masing larutan resusitasi ke 10


ml MSCB dan inkubasikan pada suhu 370 C selama 18-24 jam., serta 0,1 ml
lainnya ke 10 ml RV media dan kemudian diinkubasikan pada suhu 420C
selama 18-24 jam.

3.3 Isolasi presumtif Salmonellae pada media agar selektif

3.3.1 Dengan menggunakan ose steril inokulasikan suspensi dari masing-


masing media enrichment ke cawan yang berisi XLD agar dan BS agar dengan
cara goresan kuadran, kemudian inkubasikan pada suhu 370 C selama 18-24
jam untuk cawan XLD serta 24-48 jam untuk cawan BS. Amati terbentuknya
koloni-koloni yang diduga sebagai Salmonellae.

3.3.2 Pada XLD agar, koloni Salmonellae berbentuk bulat dan berwarna
hitam mengkilat, sedangkan pada media BS koloni Salmonellae berwarna
hitam.

3.3.3 Pilihlah tiga koloni tipikal Salmonellae dari tiap cawan dan
inokulasikan masing-masing koloni ke tabung reaksi berisi 2,5 ml larutan
pepton 1% kemudian inkubasikan pada suhu 370 C selama 4 jam atau hingga
terjadi adanya kekeruhan.

3.4 Konfirmasi biokimia

49 dari 82
3.4.1 Dengan ose steril inokulasikan suspensi dari masing-masing tabung
reaksi berisi larutan pepton ke Lysine-Decarboxylase broth (sebagai kontrol),
ONPG broth dan media agar CLED.

3.4.2 Interpretasi hasil. Suspensi dipastikan mengandung Salmonellae apabila


pada media Lysine-Decarboxylase terjadi reaksi positif dengan adanya
perubahan warna menjadi kuning, pada media ONPG terjadi reaksi negatif
ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan warna.

50 dari 82
Penghitungan jumlah sel radang

Metoda langsung
1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metoda langsung penghitungan jumlah sel radang


dalam susu segar dengan menggunakan metoda Breed.

2 Prinsip

Untuk menetapkan jumlah sel radang dalam susu, maka dihitung jumlah sel
radang dalam 0,01 ml susu yang disebarkan di atas gelas objek hingga
mencapai luas 1 cm2 dan kemudian diwarnai.

3 Pereaksi

a) Larutan alkohol ether (ana)

b) Larutan alkohol 96%

c) Larutan methylen blue Loeffler

4 Peralatan

a) Gelas objek bersih yang bebas dari lemak

b) Pipet Breed steril

c) Bunsen

d) Mikroskop

e) Ose siku

5 Prosedur

5.1 Siapkan sebuah gelas objek yang telah dibersihkan dan bebas dari
lemak, kemudian diberi tanda yang menunjukkan asal contoh susu.

51 dari 82
5.2 Letakkan gelas objek tersebut di atas kertas yang sudah berisi gambar
kotak seluas 1 cm2.

5.3 Pipet sejumlah 0,01 ml contoh susu dengan pipet Breed ke daerah yang
dibatasi kotak, dan dengan bantuan ose siku contoh susu tadi disebarkan
sehingga menutupi seluruh gambar kotak (luas 1 cm2).

5.4 Keringkan di udara sampai kering (sekitar 5 - 10 menit), kemudian


difiksasi di atas nyala api.

5.5 Lakukan pewarnaan dengan cara:

a) Celupkan preparat tadi ke dalam larutan alkohol-ether (ana) selama 2


menit,

b) Masukkan preparat tadi ke dalam larutan methylen blue Löffler selama


1 menit,

c) Bilas secara hati-hati dengan air,

d) Celupkan ke dalam alkohol 96% (untuk membersihkan bahan pulasan


yang tidak terikat),
e) Preparat dikeringkan di udara atau dengan kertas pengisap.

5.6 Penetapan jumlah sel radang dilakukan dengan bantuan mikroskop


(pembesaran 100x) dengan menggunakan lensa minyak imersa.

5.7 Hitung jumlah sel radang dalam 20 lapangan pandang, kemudian dirata-
ratakan.

6 Cara Perhitungan

Tentukan luas lapang penglihatan dengan cara menghitung diameter lapangan


penglihatan dari mikroskop yang digunakan dengan rumus:  r2.

Diketahui pada bidang 1 cm2 disebarkan 0,01 ml susu, maka jumlah sel radang
pada luas lapang penglihatan adalah:

 r2 X 0,01 ml
100
7 Hasil Uji

Hasil uji dinyatakan dengan jumlah sel per ml.

52 dari 82
Pengujian residu antibiotik

I Skrining residu antibiotika

Pendahuluan

Pada dasarnya cara pengujian residu antibiotika dibedakan antara uji skrining
dan uji konfirmasi. Tujuan dilakukannya skrining residu antibiotika pada susu
segar adalah untuk mengetahui kemungkinan adanya residu antibiotika dalam
susu secara kualitatif atau semi kuantitatif. Dengan demikian dengan cara ini
hanya dapat diketahui ada/tidak adanya suatu residu antibiotika serta golongan
dari antibiotika yang ditemukan dari contoh susu yang diperiksa, sedangkan
untuk mengetahui jenis dan konsentrasi residu antibiotika secara pasti harus
dilanjutkan dengan uji konfirmasi.

Metoda -1

1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metode untuk skrining residu antibiotika pada air susu
dengan batas kepekaan adalah antara konsentrasi 0.04 µg/ml sampai 1 µg/ml
tergantung dari jenis antibiotika, sedangkan angka perolehan kembali antara
75% - 95%.

2 Prinsip

Sampel susu dihomogenisasi. Tetesi kertas cakram dengan sampel susu, lalu
letakkan kertas cakram tersebut di atas permukaan media agar yang telah
dicampur dengan biakan bakteri uji dan diinkubasikan pada suhu 370 C selama
16-18 jam. Contoh susu dinyatakan positif mengandung residu antibiotika bila
terbentuk zone hambatan di sekitar kertas cakram.

3 Bahan

a) Media Agar NV- 4, NV-8, MX.

b) Larutan dapar fosfat pH 7,0 ± 0,1 dan pH 8,0 ± 0,1.

53 dari 82
c) Kuman uji :

1) Micrococcus luteus ATCC 9341 - untuk golongan Makrolida.

2) Bacilus subtilis ATCC 6633 - untuk golongan Amino-glikosida.

3) Bacillus cereus ATCC 11778 - untuk golongan Tetrasiklin.

4) Bacillus calidolactis - untuk golongan Penisilin.

d) Larutan stok baku pembanding untuk antibiotika penisilin (PC),


kanamisin (KM), tilosin (TS) dan oksitetrasiklin (OTC).

e) Larutan baku kerja.

f) Kultur media (inokulasikan sebanyak 1% kuman uji pada media agar:


Bacillus subtilis pada media NV-4, Micrococcus luteus pada media NV-8 dan
Bacillus cereus pada media MX).

g) Kurva baku

4 Peralatan

a) Cawan petri steril 100 x 12 mm

b) Inkubator 370 C dan 300 C

c) Tabung sentrifus 50 ml, tabung reaksi 50 ml.

d) Kertas cakram steril berdiameter 8-10 mm, silinder cakram 0,3 ml.

e) Ultra turax.

f) Sentrifus.

g) Mikro pipet.

5 Prosedur

5.1 Persiapan media agar

5.1.1 Media NV-4 : Larutkan 5 gr pepton, 3 gr beef extract dan 16 gr agar


dalam 1.000 ml air suling, lalu ukur pH 8,5 ± 0.1, dan kemudian didihkan.
Media disterilisasi dengan memasukkannya ke dalam otoklaf pada suhu 1210C,
15 psi selama 15 menit.

54 dari 82
5.1.2 Medium NV-8: Larutkan 6 gr pepton, 1,5 gr beef extract, 3 gr yeast
extract, 1 gr D(+) Glucose dan 16 gr agar dalam 1.000 ml air suling, ukur pH
8.5 ± 0.1, didihkan, kemudian sterilisasi dengan otoklaf pada suhu 1210C, 15
psi selama 15 menit.

5.1.3 Medium MX: Larutkan 6 gr pepton, 1,5 gr beef extract, 3 gr Yeast


extract, 1,35 gr kalium dihidrogen fosfat dan 15 gr agar dalam 1.000 ml air
suling dengan pH 5,7 ± 0.1, didihkan dan dilakukan sterilisasi dengan otoklaf
pada suhu 1210 C, 15 psi selama 15 menit

5.2. Persiapan larutan dapar fosfat

5.2.1 Dapar fosfat pH 7.0± 0.1: Campuran 6,4 gr kalium dihidrogen fosfat,
18,9 gr dinatrium hidrogen fosfat dalam 1.000 ml air suling, otoklaf pada suhu
1210C, 15 psi selama 15 menit

5.2.2 Dapar fosfat pH 8.0±0.1: Campuran 13,3 gr kalium dihidrogen fosfat


dan 6,2 gr kalium hidroksida dalam 1.000 ml air suling, otoklaf pada suhu
1210C, 15 psi selama 15 menit.

5.3 Larutan stok baku pembanding : Timbang 20 mg masing-masing baku


pembanding penisilin (PC), kanamisin (KM), tilosin (TS) dan oksitetrasiklin
(OTC), kemudian larutkan masing-masing dengan larutan dapar fosfat pH 7.0.

5.4 Larutan baku kerja : Untuk masing-masing antibiotika buat 6 serial


pengenceran larutan stok baku kerja dengan air atau larutan dapar fosfat hingga
konsentrasi 0,05 IU/ml atau 1 µg/ml.

5.5 Kultur media :

5.5.1 Cairkan media agar (NV-4, NV-8, MX) dengan pemanasan pada suhu
1000 C, kemudian dinginkan dan simpan dalam penangas air bersuhu 560 C.

5.5.2 Inokulasikan 1% kuman uji Bacillus subtilis pada media agar NV-4,
Micrococcus luteus pada media NV-8 dan Bacillus cereus pada media MX
dan campur secara seksama sehingga kuman uji dan media dapat tercampur
rata. Tuangkan sebanyak 7 ml masing-masing kultur media tersebut ke dalam
cawan petri steril dan biarkan menjadi beku.

55 dari 82
5.6 Kurva baku

5.6.1 Siapkan tabung reaksi berisi 9 ml susu

5.6.2 Tambahkan masing-masing larutan baku kerja dari tiap konsentrasi ke


dalam susu (hitung konsentrasi akhir dalam susu).

5.6.3 Siapkan media agar NV-4, NV-8 dan MX masing-masing sebanyak 5


cawan petri untuk setiap konsentrasi pengenceran.

5.6.4 Ambil kertas cakram steril dengan pinset steril dan letakkan masing-
masing 4 buah kertas cakram di atas permukaan media agar.

5.6.5 Teteskan 30 µl setiap pengenceran ke kertas cakram. Inkubasikan 35-


370 C selama 16-18 jam. Ukur diameter zona hambatan.

5.6.6 Buat kurva semilogaritmik dari rata-rata diameter zona hambatan yang
terbentuk dengan konsentrasi antibiotika. Respon point (RP) diambil
darimasing-masing antibiotika dengan zona hambatan berdiameter antara 1,2 -
1,5 mm.

5.7 Pengujian contoh susu

5.7.1 Siapkan kultur media untuk masing-masing kelompok antibiotika.


Pengujian contoh susu dilakukan secara triplet.

5.7.2 Letakkan kertas cakram steril di atas permukaan kultur media. Tiap
cawan petri kultur media berisi 4 buah kertas cakram. Dengan menggunakan
pipet steril, tetesi kertas cakram steril dengan contoh susu.

5.7.3 Inkubasikan pada suhu 37o C selama 16-18 jam. Ukur diameter zona
hambatan dengan kaliper atau jangka sorong.

5.7.4 Sesuaikan dengan kurva baku

6 Cara menyatakan hasil

Sampel susu dinyatakan positif mengandung residu apabila terbentuk zona


hambatan di sekitar kertas cakram, minimal 1 mm lebih besar dari diameter
kertas cakram.

56 dari 82
Metode-2

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda skrining residu antibiotika dari susu segar,
terutama residu antibiotika golongan penisilin dan golongan tetrasiklin. Batas
kepekaan antara 0,1 µg/ml sampai 20 µg/ml tergantung jenis antibiotika.

2 Prinsip

Kultur Bacillus stearothermophillus var calidolactis diinokulasi pada media


agar. Teteskan contoh susu pada kertas cakram, letakkan pada media agar,
kemudian diinkubasikan pada 550 C selama 2 jam 30 menit. Untuk memastikan
adanya residu golongan penisilin, maka penisilinase ditambahkan pada contoh
susu sebelum diteteskan pada kertas cakram. Tidak terbentuknya zona
hambatan menunjukkan indikasi adanya penisilin karena antibiotika tersebut
telah diinaktifkan oleh penisilinase.

3 Bahan Media

a) Skim Milk: Larutkan 100 gr skim milk dalam 1.000 ml air dengan suhu
0
45-50 C, bagikan ke dalam tabung-tabung reaksi 50 ml, tutup dan otoklaf
selama 20 menit pada suhu 1150 C, simpan dalam lemari pendingin hingga saat
akan digunakan.

b) Nutrient broth: Larutkan 20 gr tryptone, 10 gr yeast extract, 0,5 gr


dextrose dalam air 1.000 ml dengan suhu 45-500 C, masukan ke dalam tabung
masing-masing 15 ml, tutup dan otoklaf dengan suhu 1210 C selama 15 menit.

c) Stok kultur media : Larutkan masing-masing 5 gr pepton, 2 gr yeast


extract dehydrated, 1 gr beef extract, 5 gr natrium klorid dan 12,18 gr agar
dalam 1.000 ml air, ukur agar pH 7,4 kemudian didihkan. Masukkan sejumlah
10 ml kultur media ke dalam tabung, tutup dan otoklaf dengan suhu 1210 C
selama 15 menit.

d) Media agar difusi : Larutkan masing-masing 5 gr tryptone, 2,5 gr yeast


extract dehydrated, 1 gr dextrose dan 12,18 gr agar dalam 1.000 ml air, ukur
agar pH 7,0. Otoklaf dengan suhu 1210 C selama 15 menit.

57 dari 82
e) Larutan stok baku pembanding :

1) Larutan baku penisilin : Larutkan 100 mg benzil-penisilin dengan 100


ml dapar fosfat pH 6 + 0,1. Simpan dalam lemari pendingin (Tahan 2 minggu)

2) Larutan baku penisilin dalam air susu: Encerkan stok baku penisilin
dengan air susu sampai konsentrasi 0.006 µg/ml, setara dengan 0,01 IU/ml.

4 Peralatan

a) Cawan petri 100 mm x 12 mm

b) Labu erlenmeyer 125 ml

c) Glass beads 5 mm

d) Inkubator 37-65 oC

e) Labu ukur 125 ml dengan tutup

f) Gelas piala 100 ml dan 1000 ml

g) Otoklaf

h) Kertas cakram 8-10 mm

i) Wire-loop

j) Tabung pembiak 5 ml, 10 ml, 20 ml

k) Tangas air 45-100 oC

l) Vortex - mixer

5 Prosedur

5.1 Persiapan biakan Bacillus stearothermophillus var calidolactis C 953

5.1.1 Aktivasi ulang biakan (Reactivation culture).

Dengan menggunakan wire loop, tambahkan biakan dalam bentuk freeze dried
ke dalam 3 tabung nutrient broth yang masing-masing berisi 10 ml,
inkubasikan pada suhu 550 C selama 16 jam.

58 dari 82
5.1.2 Stok biakan.

Inokulasikan biakan yang telah diaktivasi ulang tadi ke atas permukaan media,
inkubasikan pada suhu 550 C selama 48 jam. Simpan di lemari pendingin (0 -
50 C).

5.1.3 Biakan uji.

Inokulasikan stok biakan menggunakan wire loop ke dalam 10 ml nutrient


broth, inkubasikan pada suhu 550 C selama 6-16 jam .

5.2 Persiapan kultur media agar

5.2.1 Inokulasikan biakan uji ke dalam 5 bagian media agar pada suhu 550 C.
Pindahkan 6 ml media agar ke dalam cawan petri, dinginkan.

5.2.2 Persiapan kultur media agar dilakukan pada hari akan dilakukan uji.

5.3 Persiapan cuplikan

5.3.1 Pindahkan 2 ml contoh susu ke dalam tabung 10 ml, masukkan ke


dalam penangas air yang bersuhu 800 C selama 10 menit, kemudian dinginkan
sampai 400 C.

5.3.2 Celupkan kertas cakram ke dalam contoh susu, letakkan di atas


permukaan media agar. Inkubasikan pada suhu 550 C selama 2 jam 30 menit,
amati zona hambatan yang terbentuk.

5.3.3 Proses yang sama lakukan terhadap kontrol negatif dan kontrol posistif
(Air susu standar tidak dipanaskan ).

5.4 Penetapan

Diameter zona hambatan yang terbentuk tidak boleh kurang dari 12 mm untuk
konsentrasi 0.01 IU/ml.

6 Cara menyatakan hasil

Contoh susu dinyatakan positif mengandung residu, bila rata-rata diameter


zona hambatan tidak kurang dari 12 mm.

Metoda -3

59 dari 82
1 Ruang lingkup

Metode ini digunakan untuk skrining residu kloramphenikol, nitrofuran dan


sulfonamida dengan batas kepekaan berturut-turut 10, 5 dan 100 µg/kg.

2 Prinsip

Cuplikan dihomogenisasi dengan etil asetat, supernatan dimurnikan pada


kolom silika. Ekstrak ditotolkan pada lempeng kromatografi lapis tipis kinerja
tinggi (KLKT), dan setelah dikembangkan maka adanya golongan nitrofuran
dapat diketahui dengan pewarna pyridin di bawah UV 366 nm, sedangkan
adanya golongan sulfonamida dan khloramfenikol dapat diketahui dengan
pewarna stannum klorida dan fluoresamina.

3 Pereaksi

a) Asam asetat, asam borat.

b) Asetonitril, dimetilformamid, dioksana, etil asetat, heksana, metanol.

c) Fenolftalein.

d) Piridin, fluoresamina.

e) Kalium klorida, natrium klorida, stannum klorida, natrium sulfat


anhidrat.

f) Larutan pereduksi khloramfenikol : Larutkan 0,4 gr stannum klorida


dengan 10 ml asam asetat (5%, v/v), tambahkan 1 ml larutan 5% fenolftalein
dalam dioksan. Larutan ini tidak stabil sehingga harus dibuat segar setiap kali
hendak dipergunakan.

g) Larutan dapar pH 8,3 : Larutkan 19 gr asam borat dan 19,75 gr kalium


klorida dalam 800 ml air. Tepatkan pH dengan larutan natrium hidroksida
pekat dan himpitkan hingga volume 1.000 ml.

h) Larutan pewarna (pendeteksi): Larutkan 50 mg fluoresamina dalam 500


ml aseton. Larutan akan dapat stabil selama 12 bulan apabila disimpan pada
suhu -180C.

i) Gas nitrogen.

j) Larutan baku pembanding :

60 dari 82
1) Larutan stok baku kloramfenikol (CP) : Larutkan 10 mg khloramfenikol
baku dalam 10 ml metanol, simpan dalam lemari pendingin.

2) Larutan baku kerja khloramfenikol : Buat seri pengenceran dengan


metanol dari larutan stok baku hingga konsentrasi 10 ng/ml.

3) Larutan stok baku nitrofuran (furazolidon, furaltaldon, nitrofurazon atau


nitrofurantoin): larutkan 10 mg baku nitrofuran dalam 10 ml dimetilformamida,
kemudian himpit hingga volume menjadi 100 ml dengan penambahan metanol.
Simpan pada suhu -180 C.

4) Larutan baku kerja nitrofuran : Buat seri pengenceran dengan metanol


dari larutan stok baku hingga konsentrasi 0,5 ug/ml.

Catatan: Golongan nitrofuran sangat sensitif terhadap sinar, sehingga harus


dihindari kontak langsung dengan sinar. Oleh karena itu semua larutan baku
harus dipersiapkan dalam botol berwarna coklat. Seandainya dipergunakan
botol berwarna putih, maka botol itu harus dibungkus dengan alumunium foil.

5) Larutan stok baku sulfonamida (sulfametasin, sulfadimetoksin,


sulfamonometoksin, sulfonamida atau sulfadiasin): Larutkan 10 mg baku
sulfonamida dalam 100 ml metanol. Simpan pada suhu -180 C.

6) Larutan baku kerja sulfonamida : Buat seri pengenceran dengan


metanol dari larutan stok baku hingga konsentrasi 1 µg/ml.

k) Kontrol positif: Tambahkan masing-masing 1 ml larutan baku kerja


kedalam 1 gram bahan asal hewan.

l) Cartridge Silika Sep Pak Vac 1 ml.

m) Larutan pengembang : campuran etil asetat dan heksana (2:1)

4 Peralatan

a) Pipet otomatis (Finpipette).

b) Bejana kromatograf dan alat penyemprot.

c) Lempeng Si-60 kromatograf lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT), tanpa


fluorescen 10 x 10 cm atau 20 x 10 cm (Merck).

d) Kotak lampu UV.

e) Catridge Seppak Sil(Waters).

f) Syringe 50 mikroliter untuk KLT (Hamilton) atau pipa kapiler.

61 dari 82
g) Sentrifus berpendingin.

h). Tabung sentrifus 20 ml.

i) Oven.

j) Vortex-mixer.

5 Prosedur

5.1 Persiapan cuplikan

5.1.1 Masukkan 1 ml susu kedalam tabung sentrifuse 10 ml.

5.1.2 Tambah 0,25 ml etil asetat, campur selama 1 menit diatas vortex /
mixer. Tambah secara perlahan-lahan 1,75 ml etil asetat, sonikasi selama 10
menit.

5.1.3 Sentrifus 3500 rpm selama 10 menit, buang sedimen dan tambahkan
15 ml heksana pada fase etil asetat. Sentrifuse 3500 rpm selama 10 menit.
pindahkan fase etil asetat ke dalam tabung 5 ml dan buang sedimen.

5.1.4 Alirkan fasa etil asetat-heksana kedalam Catridge Seppak Sil. Cuci
cartridge dengan 2 ml campuran etil asetat dan heksana (3:1). Cuci kembali
dengan 2 ml campuran 95 bagian asetonitril dan 5 bagian metanol.

5.1.5 Elusi cartridge dengan 2 ml campuran aseton dan heksana (2:1).


Tampung eluat pada labu pemekat (labu evaporator)

5.1.6 Keringkan eluat dan larutkan residu dengan 50 µl metanol.

5.2 Penetapan

Totolkan 10 µl ekstraks dengan syringe pada KLT. Teteskan juga setiap larutan
baku kerja pada lempeng yang sama. Keringkan pada suhu kamar. Masukkan
ke dalam larutan pengembang dalam bejana kromatograf yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Biarkan larutan pengembang naik hingga sekitar 2
cm dari sisi atas lempeng. Keringkan lempeng pada suhu kamar.

6 Cara menyatakan hasil

6.1 Untuk mengetahui adanya nitrofuran

Semprot lempeng dengan piridin, amati di bawah lampu UV 366 nm. Adanya
nitrofuran akan terlihat sebagai bercak atau noda berwarna kuning dengan latar
belakang warna ungu. Pada konsentrasi rendah, noda akan terlihat berwarna

62 dari 82
biru. Bandingkan dengan noda dari larutan baku kerja. Waktu tambat (retention
time/RF) dari golongan nitrofuran sekitar 0,2.

6.2 Untuk mengetahui adanya sulfonamida atau khloramphenikol

6.2.1 Masukkan lempeng tersebut di atas ke dalam oven selama 10 menit


untuk menghilangkan piridin, lalu dinginkan.

6.2.2 Setelah itu semprot dengan larutan stannum klorida hingga lempeng
berwarna abu-abu. Biarkan 15 menit dalam ruang gelap, kemudian masukkan
ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 1100C, dinginkan.

6.2.3 Secara hati-hati semprot dengan larutan natrium hidroksida hingga


lempeng berwarna sedikit merah muda.

6.2.4 Semprot dengan larutan dapar borat hingga lempeng sedikit keabu-
abuan. Keringkan dalam oven, dinginkan.

6.2.5 Semprot dengan larutan fluoresamina.

6.2.6 Adanya khloramfenikol atau sulfonamida akan terlihat sebagai noda


berwarna kuning dengan latar belakang ungu di bawah UV 366 nm.
Bandingklan dengan noda dari larutan baku kerja. Waktu tambat
khloramfenikol adalah sekitar 0,4 sedangkan sulfonamida adalah sekitar 0,7.

II Identifikasi dan Kuantifikasi Residu Antibiotika

Pendahuluan

Identifikasi dan kuantifikasi residu antibiotika dilakukan untuk mengetahui


adanya residu secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif dapat
mengetahui jenis residu antibiotika dan secara kuantitatif dapat diketahui
tingkat kandungan (konsentrasi) residu antibiotika dengan menggunakan
standar pembanding.

A Residu Khloramfenikol

1 Ruang lingkup

Metode ini digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi residu kloramfenikol


dalam air susu dengan batas kepekaan 0,01 mg/kg.

63 dari 82
2 Prinsip

Cuplikan diekstraksi, dihilangkan kandungan lemak, protein dan airnya.


Dimurnikan melalui kolom silika dan dianalisa mempergunakan Kromatograf
Kinerja Tinggi (KCKT) dengan UV detektor pada panjang gelombang 270 nm.

3 Pereaksi

a) Asam asetat 0,2 M: larutkan 11,5 ml asam asetat glasial dalam 1 liter
air.

b) Asetonitril, etil asetat, heksana, kloroform dan metanol.

c) Larutan dapar asetat pH 4,6: atur pH dengan penambahan natrium


asetat.

d) Natrium sulfat anhidrat.

e). Eluen untuk kolom silika : campuran khloroform dan metanol (9:1).

f) Larutan stok baku: larutkan 10 mg khloramfenikol baku pembanding


dengan 10 ml air.

g) Larutan baku kerja: buat seri pengenceran larutan stok baku sampai
konsentrasi 1 µg/ml.

h) Fase gerak untuk KCKT: campuran asetonitril dan air (3:7).

4 Peralatan

a) Silika kolom: Catridge Seppak Sil (Waters)

b). Wol kaca

c) Homogeniser

d) Kromatograf Cair kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor UV-Vis,


kolom fase terbalik C-18.

e) Kertas saring Whatman no.4 dan kertas saring 0,45 Fm.

f) Rotavapor dan labu rotavapor 50 ml.

g) Labu pisah.

64 dari 82
h) Sentrifus dan tabung sentrifus 100 ml.

i) Tangas ultra sonnnik.

5 Prosedur

5.1 Persiapan cuplikan

5.1.1 Timbang 10 gram cuplikan, masukan ke dalam tabung sentrifus 100 ml,
tambah 100 ml etil asetat dan homogenisasi. Sentrifus 300 rpm selama 10
menit.

5.1.2 Ambil 50 ml supernatan dan keringkan melalui natrium sulfat anhidrat

5.1.3 Keringkan dan larutkan ekstraks dengan 50 ml larutan asam asetat


0,2 M Pindahkan ke dalam labu pisah 300 ml. Ekstraksi dengan 100 ml n-
heksana. Buang lapisan n-heksana.

5.1.4 Ekstraksi fase dengan 2 x 40 ml etil asetat, kocok, biarkan terpisah.


Tampung lapisan etil asetat dan evaporasi sampai kering. Larutkan residu
dengan 10 ml kloroform. Alirkan ke silika kolom. Cuci cartridge dengan 10
ml kloroform. Elusi dengan eluen dan tampung eluat pada labu rotavapor.

5.1.5 Keringkan dengan rotavapor di atas penangas air, larutkan ekstraks


dalam 0,5 ml fase gerak dan saring.

5.2 Penetapan

5.2.1 Suntikkan 50 µl ke dalam KCKT yang dilengkapi dengan kolom


analitik C-18, menggunakan fase gerak campuran asetonitril dan air (3:7), laju
aliran 1 ml/menit, detektor UV 270 nm.

5.2.2 Amati waktu tambat dan puncak atau area kromatogram cuplikan dan
larutan baku.

6 Cara menyatakan hasil

6.1 Secara kualitatif: adanya puncak dalam kromatogram yang mempunyai


waktu tambat (waktu retensi/retention time) yang sama dengan baku (standar)
antibiotika menunjukkan adanya residu.

65 dari 82
6.2 Secara kuantitatif:

6.2.1 Dengan membandingkan tinggi puncak atau luas area di bawah puncak
dari larutan ekstrak cuplikan dengan larutan baku standar.

6.2.2 Menggunakan kurva kalibrasi larutan baku kerja:

a) Buat minimal 6 konsentrasi larutan baku kerja.

b) Buat kurva kalibrasi atau persamaan linear dari tinggi puncak atau luas
area di bawah puncak terhadap konsentrasi pada kertas semilogaritma.

c) Hitung konsentrasi cuplikan dari tinggi puncak cuplikan atau luas area
di bawah puncak ke dalam kurva kalibrasi atau persamaan yang diperoleh.

Catatan :

Tinggi puncak atau luas area di bawah puncak dalam kromatogram dapat
diukur secara otomatis dengan mempergunakan integrator/komputer atau
secara manual.

B Residu tetrasiklin (TC)

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk identifikasi dan kuantifikasi residu


tetrasiklin dalam susu dengan batas kepekaan 0,01 - 0,05 mg/kg.

2 Prinsip

Cuplikan diekstraksi, dipisahkan dari lemak, protein dan air. Ekstrak yang
diperoleh dianalisa menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
dengan UV detektor pada panjang gelombang 350 nm.

3 Pereaksi

a) Etylen diamine tetraacetic acid (EDTA).

b) Asetonitril

66 dari 82
c) Hexana

d) Etylacetat

e) Natrium sulfat (Na2SO4) anhidrat

f) Natrium dihidrogen fosfat

g) Larutan stok baku: larutkan 20 mg dari masing-masing baku


oksitetrasiklin, klortetrasiklin dan doksisiklin dalam 20 ml metanol

h) Larutan baku kerja: buat seri pengenceran larutan stok baku hingga
konsentrasi 10 µg/ml

i) Fase gerak untuk KCKT yaitu campuran metanol, asetonitril dan asam
oksalat 0,02 M (1:1:8)

4 Peralatan

a) Labu erlenmeyer 250 ml

b) Corong pisah 250 ml

c) Rotavapor dan labu rotavapor 100 ml

d) Kromatograf Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan kolom U Bondapak,


detektor UV

e) Corong

f) Kertas saring Whatman no. 41

g) Sentrifuse

5 Prosedur

5.1 Persiapan cuplikan

5.1.1 Masukkan 20 ml contoh susu ke dalam erlenmeyer 250 ml

5.1.2 Tambahkan 2 gr EDTA, kocok

5.1.3 Saring dengan kertas saring hingga diperoleh 10 ml filtrat

67 dari 82
5.1.4 Masukkan filtrat ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, tambahkan 15 ml
hexana dan kocok. Buanglah lapisan hexana dan ambillah lapisan air. Lakukan
penambahan hexana sebanyak 2 kali.

5.1.5 Tambahkan 20 ml etilasetat pada lapisan air lalu kocok. Buang lapisan
air dan kumpulkan lapisan etilasetat. Lakukan penambahan etilasetat sebanyak
2 kali.

5.1.6 Tambahkan natrium sulfat anhydrat pada lapisan etilasetat, kemudian


saring dengan kertas saring.

5.1.7 Uapkan filtrat dengan rotavapor hingga kering, kemudian tambahkan 1


ml fase gerak pada sisa penguapan, lalu kocok.

5.1.8 Sentrifus pada kecepatan tinggi (10.000 rpm). Pisahkan larutan yang
jernih dari kotoran.

5.1.9 Larutan siap dianalisa pada KCKT.

5.2 Penetapan

5.2.1 Suntikkan 50 µI larutan ke dalam KCKT dengan mempergunakan


kolom fase terbalik C-18. Fase gerak campuran metanol, asetonitril dan asam
oksalat 0,02 M (1:1:8), kecepatan aliran 1 ml/menit. Dengan UV detektor pada
panjang gelombang 350 nm.

5.2.2 Amati waktu tambat dan puncak atau area kromatogram cuplikan dan
larutan baku.

6 Cara menyatakan hasil

Lihat cara menyatakan hasil dalam residu khloramfenikol.

C Residu penisilin (PC)

68 dari 82
1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk identifikasi dan kuantifikasi residu


penisilin dalam susu dengan batas kepekaan 0,01 - 0,05 mg/kg.

2 Prinsip

Cuplikan diekstraksi, dipisahkan dari lemak, protein dan air. Ekstrak yang
diperoleh dianalisa menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
dengan UV detektor pada panjang gelombang 350 nm.

3 Pereaksi

a) Asam fosfat (H3PO4) pekat

b) Acetonitril

c) NaCl

d) Dichlorometana (CH2Cl2)

e) Fase gerak untuk KCKT yaitu: KH2PO4 0.01M : Metanol : CH3CN


(50:20:30)

4 Peralatan

a) Labu erlenmeyer 250 ml

b) Corong pisah 250 ml

c) Labu florentine 100 ml

d) Corong

e) Glasswool

f). Kertas saring Whatman no. 41

g) Rotavapor

h). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan kolom U Bondapak,


Detektor UV

69 dari 82
5 Prosedur

5.1 Masukkan 20 ml contoh susu ke dalam labu erlenmeyer 250 ml.

5.2 Tambahkan 7 tetes asam fosfat (H3PO4) pekat, lalu kocok.

5.3 Tambahkan 40 ml acetonitril dan kocok selama 30 menit.

5.4 Saring dengan glasswool dan ambil 30 ml filtrat.

5.5 Masukkan filtrat ke dalam labu kocok 250 ml.

5.6 Tambahkan 3 gram NaCl dan ekstrak 2 kali dengan dichlorometan


(CH2Cl2) kemudian kocok.

5.7 Kumpulkan fase CH2Cl2 ke dalam labu florentine, kemudian uapkan


dengan rotavapor hingga hampir kering.

5.8 Tambahkan 1 ml fase gerak pada sisa penguapan.

5.9 Larutan siap diinjeksikan pada KCKT.

70 dari 82
Uji kebersihan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metode pengujian kebersihan penanganan susu di


perusahaan atau di tempat produksinya apakah telah dilakukan dengan cara
yang baik dan benar.

2 Prinsip

Kotoran dan benda asing yang terdapat di dalam susu akan tertinggal di kertas
saring atau saringan yang akan tampak dengan mata telanjang.

3 Perekasi

Tidak diperlukan.

4 Peralatan

a) Botol susu khusus (tidak memiliki dasar) berkapasitas 500 ml yang


dilengkapi dengan alat penjepit penyaring pada bagian leher botol.

b) Labu erlenmeyer.

c) Corong berdiameter 15 cm.

d) Kapas penyaring khusus.

5 Prosedur

Catatan: untuk pengujian ini diperlukan minimal 500 ml susu dan jumlah ini
harus seragam dalam satu seri pemeriksaaan.

5.1 Atur posisi “botol susu” dengan bagian leher yang dilengkapi kapas
penyaring berada di bawah. Letakkan corong pada dasar botol susu.

5.2 Tuangkan contoh susu ke dalam “botol susu” secara perlahan-lahan


melalui dinding dengan bantuan corong dan hasil penyaringan tersebut
ditampung dalam labu erlenmeyer.

71 dari 82
5.3 Setelah semua susu melalui saringan, saringan diambil dan dikeringkan
di udara atau diinkubasikan kemudian dibandingkan dengan kapas penyaring
khusus yang belum dipakai.

6 Hasil uji

Hasil positif ditunjukkan dengan adanya kotoran yang tersangkut dalam


saringan, dan dapat berupa bulu sapi, rumput, sisa makanan, tinja dan lain-lain.

72 dari 82
Uji pemalsuan

1 Uji terhadap penambahan susu masak

1.1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metode pengujian kemungkinan adanya pemalsuan


pada susu segar berupa penambahan susu yang telah mengalami pemanasan
dengan uji Storch.

1.2 Prinsip

Di dalam susu segar terdapatenzim peroksidase yang akan terurai/musnah oleh


pemanasan di atas 750C. Enzim ini akan membebaskan oksigen dari larutan
peroksida yang ditambahkan ke dalam susu. Oksigen akan bersenyawa dengan
zat pemulas sehingga warnanya berubah.

1.3 Pereaksi

a) Larutan paraphenildiamin 2% dalam air

b) Larutan hidrogen peroksida (H2O2) 0,2 - 1 %

1.4 Peralatan

Tabung reaksi

1.5 Prosedur

1.5.1 Masukkan 5 ml contoh susu ke dalam tabung reaksi, kemudian


tambahkan 2 tetes larutan paraphenildiamin 2%.

1.5.2 Tambahkan 1-4 tetes larutan H2O2 (0,2 - 1 %) dan amati terjadinya
perubahan warna.

73 dari 82
1.6 Hasil uji

Hasil uji dinyatakan dengan hasil positif atau negatif. Hasil positif ditunjukkan
dengan terbentuknya warna biru.

2 Uji terhadap penambahan gula

2.1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda pengujian kemungkinan adanya pemalsuan


susu dengan penambahan gula yang bisa berasal dari gula pasir, sakarin, air
kelapa atau susu kental manis dengan cara uji Conradi.

2.2 Prinsip

Uji ini digunakan untuk membuktikan adanya sakarosa. Gula akan terhidrolisa
oleh HCl pekat menjadi 4-hidroksi metil furfural. Furfural dan turunannya akan
bereaksi dengan resorsin membentuk warna merah jambu.

2.3 Pereaksi

a). Resorsin

b) Asam khlorida (HCl) pekat (min. 37%).

2.4 Peralatan

a) Cawan porselin

b) Pengaduk kaca

c). Bunsen dan kawat asbes

d). Gelas ukur10 ml.

2.5 Prosedur

2.5.1 Masukkan 100 mg resorsin ke dalam cawan porselin.

74 dari 82
2.5.2 Tambahkan 25 ml contoh susu, kemudian dengan menggunakan gelas
ukur tambahkan 2,5 ml HCl pekat.

2.5.3 Panaskan campuran tersebut sampai mendidih di atas bunsen dengan


dialasi asbes sambil terus diaduk dengan pengaduk gelas.

2.5.4 Angkat cawan porselin dari pemanas dan tunggu selama 5 menit.

2.5.5 Amati terbentuknya warna merah jambu.

2.6 Hasil uji

Hasil uji dinyatakan dengan hasil positif atau negatif. Hasil positif ditunjukkan
dengan terbentuknya warna merah jambu.

3 Uji terhadap penambahan pati

3.1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda pengujian kemungkinan adanya pemalsuan


susu dengan penambahan pati yang bisa berasal dari penambahan tepung kanji,
air pencuci beras dan larutan tepung beras.

Metoda 01: Pemeriksaan secara kimiawi

3.2 Prinsip

Dengan penambahan larutan lugol, adanya pati/amilum di dalam contoh susu


akan dibuktikan dengan terbentuknya warna biru.

3.3 Pereaksi

a) Larutan asam asetat

b) Larutan lugol.

75 dari 82
3.4 Peralatan

a) Tabung reaksi

b) Corong

c) Kertas saring

d) Pipet 1 ml, 10 ml

e) Bunsen.

3.5 Prosedur

a) Masukkan 10 ml contoh susu ke dalam tabung reaksi.

b) Tambahkan 0,5 ml asam asetat.

c) Panaskan tabung kemudian contoh susu disaring.

d) Teteskan 4 tetes lugol ke filtrat yang diperoleh dan amati terjadinya


perubahan warna.

3.6 Hasil Uji

Hasil uji dinyatakan dengan hasil positif atau negatif. Hasil positif ditunjukkan
dengan terbentuknya warna biru.

4 Uji terhadap penambahan bahan pengawet

4.1 Formaldehida (formalin)

4.1.1 Pereaksi

Larutan asam klorida (HCl) mengandung besi

Cara membuat: campurkan 100 ml HCl (BJ = 1.124 - 1.126 g/ml pada suhu
200C) dengan 0,2 ml larutan FeCl3 10%.

76 dari 82
4.1.2 Peralatan

a) Tabung reaksi

b) Penangas air

c) Pipet.

4.1.3 Prosedur

a) Masukkan 2 ml contoh susu ke dalam tabung reaksi.

b) Tambahkan 10 ml larutan asam klorida mengandung besi, kemudian


panaskan.

c) Biarkan mendidih selama 1 menit dan amati perubahan warna yang


terjadi.

4.1.4 Hasil Uji

Hasil uji dinyatakan dengan hasil positif atau negatif. Hasil positif ditunjukkan
dengan terbentuknya warna ungu.

4.2 Hidrogen peroksida

Metoda 01

4.2.1 Pereaksi

Larutan titanil sulfat

Cara membuat : larutkan 2 gram titandioksida dalam 100 ml asam sulfat yang
diperoleh dari pengenceran asam sulfat pekat dengan aquades (1:3).

4.2.2 Peralatan

a). Pipet tetes

b) Tabung reaksi.

77 dari 82
4.2.3 Prosedur

a) Ke dalam 10 ml susu ditambahkan 10 tetes larutan titanilsulfat.

b) Amati perubahan warna yang terjadi.

4.2.4 Hasil Uji

Hasil uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning hingga merah
jingga.

Metoda 02

4.2.1 Pereaksi

a) Asam sulfat pekat (d=1.19)

b) Kertas Jodkalium (KI)

c) Larutan formalin.

4.2.2 Peralatan

a) Pipet tetes

b) Tabung reaksi.

c) Penangas air.

4.2.3 Prosedur

a) Masukkan contoh susu dan asam sulfat pekat dengan perbandingan


yang sama ke dalam tabung reaksi.

b) Tambahkan 1 tetes larutan formalin encer, kocok dan hangatkan pada


suhu 600C.

c) Celupkan kertas Jodkalium dan amati terbentuknya warna yang terjadi


pada kertas Jodkalium.

78 dari 82
4.2.4 Hasil Uji

Hasil uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru keunguan atau
biru pada kertas Jodkalium.

4.3 Sublimat

4.3.1 Pereaksi

Amoniak

4.3.2 Peralatan

Labu erlenmeyer

4.3.3 Prosedur

a) Msukkan 100 ml contoh susu ke dalam labu erlenmeyer, kemudian


tambahkan 100 ml amoniak.

b) Amati perubahan warna yang terjadi.

4,3.4 Hasil Uji

Hasil uji dinyatakan dalam hasil positif atau negatif. Hasil uji positif
ditunjukkan dengan terbentuknya warna abu-abu.

79 dari 82
5 Uji residu desinfektan dalam susu

5.1 Uji Quartenarium Amonium Sulfat (QAS)

5.1.1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda pengujian dengan cara biologis adanya residu
quartenarium amonium sulfat (QAS) pada susu segar dengan metoda Kluyver.

5.1.2 Prinsip

Mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae akan memfermentasi glukosa dan


membentuk gas. Adanya desinfektan akan menghambat proses fermentasi dan
proses pembentukan gas.

5.1.3 Bahan

a) Glukosa

b) Biakan Saccharomyces cerevisiae atau ragi roti.

5.1.4 Peralatan

a) Tabung reaksi

b) Inkubator

5.1.3 Prosedur

a) Tambahkan 2-2,5% glukosa ke dalam contoh susu.

80 dari 82
Uji peroksidase dengan metoda Storch

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda pengujian enzim peroksidase yang terdapat


dalam susu segar untuk mengetahui adanya indikasi susu telah mengalami
pemanasan atau terjadi penambahan susu yang telah dipanaskan di atas 800C.

2 Prinsip

Enzim peroksidase yang terdapat dalam susu segar/mentah akan terurai dan
menjadi tidak aktif apabila susu tersebut dipanaskan pada suhu 70 - 800C.
Enzim akan membebaskan oksigen dari larutan H2O2 yang akan dibubuhkan
ke dalam susu. Oksigen akan bereaksi dengan zat pemulas dan menyebabkan
perubahan warna.

3 Pereaksi

a) Larutan H2O2 0,2 - 1%.

b) Larutan paraphenildiamide 2%.

4 Peralatan

Tabung reaksi.

5 Prosedur

5.1 Masukkan 5 ml contoh susu ke dalam tabung reaksi.

5.2 Tambahkan 2 tetes larutan paraphenildiamide 2%.

5.3 Tambahkan 1 - 4 tetes larutan H2O2 0,2 - 1%.

5.4 Amati perubahan warna yang terjadi.

81 dari 82
6 Hasil Uji

Hasil uji dinyatakan dengan hasil positif atau negatif. Hasil positif ditunjukkan
dengan terbentuknya warna biru. Sedangkan hasil negatif apabila susu tetap
berwarna putih, menunjukkan adanya indikasi susu telah mengalami
pemanasan atau dicampur dengan susu yang telah dipanaskan di atas suhu
800C.

82 dari 82
Daftar isi

Halaman

Pendahuluan

Daftar isi i

Judul 1

Uji penetapan berat jenis 1

Pengukuran kadar lemak dengan metoda Gerber 5

Perhitungan kadar bahankering tanpa lemak (BKTL) 7

Metoda : 01 Dengan menggunakan rumus Fleischmann 7

Metoda : 02 Dengan menggunakan metoda pengeringan 10

Uji protein menurut Kjeldahl 13

Uji warna, bau, rasa dan kekentalan 16

Uji titrasi keasaman Soxhlet Henkel 19

Uji alkohol 21

Uji katalase 23

Penentuan titik beku 25

Pengukuran angka refraksi metoda Ackermann 27

Uji reduktase 30

Metoda : 01 Uji reduksi biru metilin (Methylen blue reduction tes) 30

Metoda : 02 Uji resazurin 33

Uji sedimen 35

Pengujian cemaran mikroba 36

i
01 - Penentuan angka lempeng total pada 350 C 37

02 - Perhitungan Coliform dan Escherichia coli 41

03 - Perhitungan Staphylococcus aureus dengan metoda hitungan 46


cawan

04 - Pengujian Salmonellae 48

Perhitungan jumlah sel radang 51

Metoda langsung 51

Pengujian residu antibiotik 53

I Skrining residu antibiotika 53

Metoda - 1 53

Metoda - 2 57

Metoda - 3 60

II Identifikasi dan kuantifikasi residu antibiotika 63

A Residu Khloramfenikol 64

B Residu tetrasiklin (TC) 66

C Residu Peniciline 69

Uji kebersihan 71

Uji pemalsuan 73

1 Uji terhadap penambahan susu masak 73

2 Uji terhadap penambahan gula 74

3 Uji terhadap penambahan pati 75

4 Uji terhadap penambahan bahan pengawet 76

5 Uji residu desinfektan dalam susu 80

Uji peroksidase dengan metoda Storch 81

ii

Anda mungkin juga menyukai