Emma LP Abses-Dikonversi
Emma LP Abses-Dikonversi
Emma LP Abses-Dikonversi
Disusun oleh:
1. Definisi
Infeksi bakteri pada kulit dan jaringan lunak mempunyai morfologi spesifik yang dapat diin
Abses adalah penumpukan nanah di dalam rongga di bagian tubuh setelah terinfeksi bakteri.
Nanah adalah cairan yang mengandung banyak protein dan sel darah putih yang telah mati.
Nanah berwarna putih kekuningan (Craft, 2012; James et al., 2016).
Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yangterakumulasi disebuah
kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanyaoleh bakteri atau parasit) atau karena
adanya benda asing (serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi kebagian tubuh
yanglain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
2. Etiologi
Abses pada umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, walaupun bisa disebabkan
oleh bakteri lain, parasite, atau benda asing.
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara;
- Bakteri masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
- Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
- Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan
gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses
Penyebab lain dari peningkatan insidensi adalah makin banyaknya pemakaian obat-obatan
imunosupresi, keganasan, transplantasi organ, tindakan intervensi medis, dan infeksi luka
operasi (Tognetti et al., 2012: Esposito et al., 2017)
3. Tanda dan Gejala
Abses tergantung lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ atau saraf, karena abses
merupakan salah satu manifestasi peradangan maka manifestasi lain yang mengikuti abses
dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, gejalanya bisa berupa;
a) Nyeri (Dolor)
Nyeri merupakan respon yang bersifat subyektif terhadap adanya stressor fisik dan
psikologik. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan. Nyeri
disebabkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama karena tekanan
pus di dalam rongga abses. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut termasuk
bradikinin, prostaglandin, dan serotinin, diketahui juga dapat mengakibatkan nyeri.
b) Nyeri tekan
Nyeri yang timbul bila ditekan di daerah yang terjadi kerusakan jaringan.
c) Pembengkakan (Tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema merupakan suatu akumulasi cairan di dalam
rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat dan dalam jumlah
sedikit, kelompok sel radang yang masuk dalam daerah tersebut.
d) Kemerahan (Rubor)
Jaringan yang mengalami radang akut tampak merah, sebagau contoh kulit yang terkena
sengatan matahari. Warna kemerahan ini terjadi akibat adanya dilatasi pembuluh darah
kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.
e) Panas (Calor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer/tepi tubuh, seperti pada kulit.
Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh peningkatan aliran darah (hiperemia) yang hangat
pada daerah tersebut, mengakibatkan sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang
hangat pada daerah tersebut. Demam sistemik sebagai hasil dari beberapa mediator kimiawi
proses radang juga ikut meningkatkan temperatur lokal.
f) Hilangnya Fungsi
Kehilangan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu nproses radang.
Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara
reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit. Pembengkakan yang hebat secara fisik
mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan.
4. Komplikasi
Beberapa abses bisa sembuh Ketika pecah dan nanah mengering. Tetapi Sebagian besar abses
memerlukan pengobatan dan intervensi berupa tusukan jarum (pungsi) bahkan insisi atau
operasi.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium pada abses terdiri atas (Craft, 2012; James et al., 2016; Barbic et
al., 2016):
a. Leukositosis bisa terjadi terutama saat kondisi akut
b. Pemeriksaan gram dari pus menunjukkan kumpulan kokus Gram positif
c. Kultur didapatkan pertumbuhan S. aureus
d. Ultrasonografi bisa dilakukan jika diagnose klinis meragukan.
6. Penatalaksanaan
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun
demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen dan kuretase
untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan
dikeluarkan isinya. Salah satu pembedahannya yaitu dengan laparatomi eksplorasi. Suatu
abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, terutama apabila
disebabkan oleh benda asing karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak
disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan
dengan pemberian obat analgesic dan mungkin juga antibiotik. Drainase abses dengan
menggunakan pembedahan biasanya di indikasikan apabila abses telah berkembang dari
peradangan serosa yang keras menjadi tahap pus yang lebih lunak. Apabila menimbulkan
resiko tinggi, misalnya pada area yang kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau
dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan.
BAB II
WOC ABSES KULIT
Terjadi proses
peradangan
Faktor predisposisi
Panas
Defisit Pengetahuan
Hipertermia
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Asuhan keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia
terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan
dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan
mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi/mengatasi masalah-masalah
kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu: pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Identitas klien: nama, jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan dan alamat.
Data Subjektif:
i. Pernapasan
Anlisa data
Analisa data adalah kemampuan menghubungkan data tersebut dengan
konsep, teori dan prinsip relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan klien.
2. Diagnosa Keperawatan
a. D.0130 Hipertermia berhubungan dengan Proses Penyakit Infeksi (Abses)
b. D.0129 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Perubahan Sirkulasi
(Luka Insisi)
c. D.0077 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis (Inflamasi) Agen
Pencedera Fisik (Prosedur Operasi)
d. D.0080 Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional, Kurang Terpapar Informasi
(Prognosis Penyakit, Menghadapi Tindakan Operasi)
e. D.0111 Defisit Pengetahuan berhubungan dengan Krisis Situasional, Kurang
Terpapar Informasi
f. D.0142 Resiko infeksi berhubungan denganKetidakadekuatan pertahanan tubuh
primer (Kerusakan Integritas Kulit)
1. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
1 D.0130 Hipertermia L. 14134 Termoregulasi I.15506 Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan Tujuan: Setelah dilakukan 1. Observasi:
Proses Penyakit Infeksi tindakan keperawatan 1x8 jam
- Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan
(Abses) diharapkan suhu tubuh tetap berada inkubator)
pada rentang normal - Monitor suhu tubuh
Kriteria Hasil: - Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
Menggigil Menurun
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
Suhu tubuh Membaik 2. Terapeutik:
Suhu kulit Membaik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Hindari pemberian antipiretik atau asprin
- Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
3 D.0077 Nyeri akut L.08066 Luaran utama: tingkat I. 08238 Manajeme nyeri
Faktor penyebab: nyeri 1. Observasi
- Agen pencendera Luaran tambahan: - lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fisiologi (mis, - Fungsi gastro interstinal - Identifikasi skala nyeri
inflamasi, iskemik, - Kontrol nyeri - Identifikasi respon nyeri non verbal
neoplasma) - Mobilisasi fisik - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Agen pencendera fisik - Penyembuhan luka - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(mis abses, prosedur - Perfusi parefer - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
operasi) - Status kenyamanan - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Tingkat cidera - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
Setelah dilakukan tindakan - Monitor efek samping penggunaan analgetik
keparawatan selama 3x24 jam 2. Terapeutik
diharapkan nyeri akut dapat teratasi - Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
dengan kriteria hasil: akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
- Keluhan nyeri menurun terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Meringis menurun - Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
- Gelisah menurun kebisingan)
- Kesulitan tidur menurun - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Tekanandarah normal - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
- Frekuensi nadi sedang 3. Edukasi
Pola nafas sedang - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Edukasi
- Persepsi yang keliru terhadap - Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
masalah Menurun
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat Menurun - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
- Perilaku Menurun sehat
Amin Huda Nurarif. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan. Nanda Nic-Noc. Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction.
Damayanti, R.., I., & Wiyono, J. (2019). Differences Pain Intensity Between Back Massage
Therapy And Finger Hold Relaxation In Patien Post Laparatomy. Jurnal Keperawatan
Terapan (E-Journal), 5(1), 10 - 21. doi:10.31290/jkt.v5i1.671
Esposito S, Basseti M, Concia E, De Simone G, De Rosa FG, Grossi P, et al. 2017. Diagnosis
and Management of Skin and Soft Tissue Infections (SSTI) a Literature Review and
Consensus Statement: An Update. J of Chemother. 1-18.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
James WD, Berger TG, and Elston DM. 2016. Bacterial Infection. In:Andreas` Disease of the
skin. Clinical Dermatology. 12th Ed. Philadelphia: Elsevier. 254-5.
Mardana, I, K, R, P., & Aryasa, T. (2017). Penilaian Nyeri. SMF/Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar
Novita, K. R., Rompas, S., & Bataha, Y. (2017). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
terhadap Respon Nyeri Pada Ibu Inpartu Kala I Fase Aktif di Puskesmas Bahu Kota
Manad0. E-Journal Keperawatan, 5, 1–4.
Nurarif.A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Rasubala, G. F., & Mulyadi, L. T. K. (2017). PENGARUH TEKNIK RELAKSASI BENSON
TERHADAP SKALA. E-Journal Keperawatan(e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017, 5.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia\
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia