Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)


ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT PADA PASIEN
ABSES
Tanggal 21 – 27 Februari 2022

Oleh:
Muhammad Khairul Fikri, S.Kep.
NIM. 212093120005

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT PADA PASIEN ABSES

Oleh:
Muhammad Khairul Fikri, S.Kep.
NIM. 212093120005

Banjarbaru, Februari 2022

Mengetahui,

Clinical Teacher Clinical Instructor

Agianto, Ns., M.N.S., Ph.D Siti Mariam, S.Kep., Ns.


NIP.19820818 200812 1 003 NIP.19790719 200604 2 022
ABSES

A. Definisi
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrfoil yang telah mati)
yang terakumulasi disebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parasite) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan perlindungan oleh jaringan untuk
mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain (1).

B. Etiologi
Abses diakibatkan oleh beberapa penyebab. Penyebab tersebut antara lain (2):
1. Infeksi microbial : virus menyebabkan kematian sel dengan cara
multiplikasi intraseluler, bakteri melepaskan eksotoksin unnutk proses radang lalu
melepaskan endotoksin yang berhubungan dengan didinding sel
2. Reaksi hipersensitivitas : perubahan imunologi mengakibatkan kerusakan
jaringan karena reaksi tidak sesuai
3. Agen fisik : seperti trauma fisik, ultraviolet, terbakar, dingin
berlebih
4. Bahan kimia iritan dan korosif : seperti bahan oksidan, asam, basa yang dapat
merusak jaringan
5. Nekrosis jaringan : aliran darah tak cukup mengakibatkan oksigen
dan nutrisi berkurang.

C. Patofisiologi (3)
Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain tubuh. Cedera jaringan yang
disebabkan oleh Infeksi Microbial, Reaksi Hipersentivitas, Agen Fisik, Bahan kimia
iritan dan korosif dan Nekrosis menyebabkan peradangan atau inflamasi. Sehingga oleh
jaringan dilepaskan histamin, bradikinin, serotinin ke cairan sekitarnya. Zat-zat ini
khususnya histamin meningkatkan aliran darah lokal dan juga meningkatkan
permeabilitas kapiler, vena dan vanula, memungkinkan sejumlah besar cairan dan
protein, termasuk fibrinogen, bocor masuk kedalam jaringan. Terjadi edema eksternal
lokal serta cairan ekstrasel dan cairan limfe keduanya membeku karena efek koagulasi
eksudat jaringan atas fibrinogen yang bocor. Jadi terjadi edema hebat dalam ruang
sekitar sel yang cedera. Hal ini mengakibatkan regangan dan distorsi jaringan yang
menyebabkan nyeri (dolor) dan memperlihatkan tanda rubor dan kalor. Masalah
keperawatan yang muncul adalah gangguan pemenuhan kebutuhan kenyamanan
(Nyeri).
Setalah peradangan dimulai area yang radang diinvasi oleh neutrofil dan
makrofag serta memulai melakukan fungsi skavengernya membersihkan jaringan dari
agen infeksi atau toksik. Makrofag yang telah berada dalam jaringan mulai kerja
fagositiknya. Akibatnya leukosit dalam darah meningkat dan mengeluarkan pirogen.
Pirogen endogen akan mengalir dalam darah dan akan bergerak dari tempat
produksinya menuju pusat termoregulator di hipotalamus. Pirogen endogen yang sudah
berada pada hipotalamus, akan merangsang sel-sel hipotalamus untuk mensekresikan
asam arakhidonat. Pensekresian asam arakhidonat akan menstimulasi pengeluaran
prostaglandin E2 yang menyebabkan demam. Masalah keperawatan yang muncul
adalah Hipertermi.
Makrofag dapat mengfagositosis jauh lebih banyak bakteri dari pada neutrofil
dan mereka dapat juga memakan banyak jaringan nekrotik. Bila neutrofil dan makrofag
menelan bakteri dan jaringan nekrotik dalam jumlah besar maka neutrofil dan makrofag
akan mati, menyebabkan terbentuknya rongga dalam jaringan yang meradang yang
berisi berbagai bagian jaringan nekrotik, neutrofil yang mati dan makrofag yang mati.
Campuran ini disebut nanah. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya
akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas abses, nekrosis jaringan dan kulit menyebabkan abses pecah dan
menyebabkan kerusakan pada kulit. Masalah keperawatan yang muncul Kerusakan
Integritas Kulit

(4)
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri 4. Kemerahan
2. Nyeri tekan 5. Panas
3. Pembengkakan 6. Hilangnya fungsi

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratoriu : jumlah sel leukosit
2. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen,
ultrasonography, CT Scan, dan magnetic resonance imaging.
GANGGUAN INTEGRITAS KULIT

A. Definisi
Ganggaun integritas kulit adalah kerusakan yang terjadi pada kulit (dermis
dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,
tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament) (5,6). Sedangkan, risiko gangguan
kulit adalah dimana keadaan seseorang baru berpotensi / rentan mengalami kerusakan
jaringan epidermis dan/atau dermis pada lapisan kulit belum terjadi perubahan, namun
dapat mengganggu Kesehatan (5).

B. Faktor Risiko
Adapun faktor risiko gangguan integritas kulit, antara lain (6):
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kekurangan atau kelebihan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Faktor mekanis (misalnya penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor
elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
8. Terapi radiasi
9. Kelembapan
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Penekanan pada tonjolan tulang
15. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas
jaringan

C. Tanda dan Gejala


Tanda gejala pada pasien yang mengalami gangguan integritas kulit antara lain
(5,6):
1. Tanda dan gejala mayor
a. Subjektif : (tidak tersedia)
b. Objektif : kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit, benda asing menusuk
permukaan kulit
2. Tanda dan gejala minor
a. Subjektif : (tidak tersedia)
b. Objektif : nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma, area panas lokal

D. Kondisi Klinis
Pada beberapa kondisi klinis pasien dapat meningkatkan kejadian gangguan
integritas kulit. Berikut beberapa kondisi klinis tersebut (5,6):
1. Gangguan metabolisme 9. Agens farmaseutika
2. Gangguan pigmentasi 10. Terapi radiasi
3. Gangguan sensasi 11. Trauma vascular
4. Gangguan turgor kulit 12. Imobilisasi
5. Pungsi arteri 13. Gagal jantung kongestif
6. Perubahan hormonal 14. Gagal ginjal
7. Imunodefisiensi (mis. AIDS) 15. DM
8. Gangguan sirkulasi 16. Kateterisasi jantung
PATHWAY (5)

Faktor predisposisi Bakteri melakukan Tubuh bereaksi untuk


• Infeksi bakteri multiplikasi dan merusak perlindungan terhadap
• Benda asing jaringan yang ditempati penyebaran infeksi
menyebabkan luka
• Reaksi hypersensitive
• Agen fisik

Terjadi proses peradangan

Nyeri Akut Abses terbentuk dan


terlokasi (dari matinya
jaringan nekrotik, bakteri,
dan sel darah putih)

Risiko infeksi Penyebaran infeksi

Operasi Dilepasnya zat pyrogen Kurang informasi


leukosit pada jaringan

Ansietas Suhu tubuh meningkat Defisien pengetahuan

Risiko perdarahan Hipertemi

Kerusakan integritas
jaringan
Asuhan Keperawatan Gangguan Integritas Jaringan pada Pasien dengan Abses (5,7,8)

Diagnosis dan Perencanaan Keperawatan


No Diagnosis Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1. Kerussakan integritas kulit NOC Perawatan luka (3660)
(00046) berhubungan dengan 1. Integritas jaringan: kulit dan 1. Anjurkan pasien menggunakan pakaian longgar
trauma jaringan membrane mukosa (1101) 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
2. Penyembuhan luka : primer 3. Mobilisasi pasien
dan sekunder (1102-1103) 4. Monitor kulit adanya kemerahan
5. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan
Kriteria hasil 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
1. Perfusi jaringan terlihat 7. Monitor dan tingkatkan status nutrisi pasien
membaik 8. Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka
2. Tidak ada tanda-tanda 9. Observasi luka secara berkala
infeksi 10. Kolaborasi ahli gizi pemberian gizi
3. ketebalan dan tekstur 11. Lakukan Teknik perawatan luka dengan steril
jaringan normal 12. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
4. Menunjukkan 13. Hindari kerutan pada tempat tidur
perkembangan dalam proses
perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cidera
berulang
5. Menunjukkan terjadinya
proses penyembuhan luka
2. Nyeri akut (00132) NOC Manajemen nyeri (1400)
berhubungan dengan agen 1. Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif (PQRST)
cidera fisik 2. Kontrol nyeri (1605) 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyaman
3. Tingkat ketidaknyamanan 3. Gunakan Teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
(2109) 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
5. Evaluasi bersama ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Kriteria hasil 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
1. Mampu mengontrol nyeri 7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri (suhu, ruangan, pencahayaan, dan
(tau penyebab nyeri, kebisingan)
menggunakan Teknik 8. kurangi faktor presipitasi nyeri pasien
nonfarma, mencari bantuan) 9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri seperti farmakologi dan nonfarmakologi (nafas
2. Melaporkan nyeri berkurang dalam, relaksasi, aktivitas pengalih, massage)
3. mampu mengenali nyeri 10. Ajarkan Teknik nonfarmakologi
(skala, intensitas, frekuensi, 11. Berikan analgetic mengurangi nyeri
dan tanda nyeri) 12. Tingkatkan istirahat
4. Menyatakan rasa nyaman 13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
setelah nyeri berkurang 14. Kolaborasi tenkes lain jika ada keluhan dan Tindakan nyeri tak berhasil

3. Hipertermi (00007) NOC Perawatan demam (3740)


berhubungan dengan penyakit 1. Termoregulasi (0800) 1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
Kriteria hasil 3. Monitor warna dan suhu kulit
1. Suhu tubuh dalam rentang 4. Monitor TD, N, RR
normal 5. Monitor penurunan tingkat kesadaran
6. Monitor intake dan output
2. Nadi dan RR dalam rentang 7. Berikan antipiretik
normal 8. Selimuti pasien
3. Tidak ada perubahan warna 9. Kolaborasi pemberian cairan IV
kulit dan tidak ada pusing 10. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
11. Tingkatkan sirkulasi udara
12. Berikan pengobatan untuk mencegah menggigil
4. Risiko infeksi (00004) dengan NOC Kontrol infeksi (6540)
faktor risiko kurang 1. Status imunitas (0702) 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
pengetahuan menghindari 2. Kontrol risiko: proses infeksi 2. Pertahankan Teknik isolasi
pemajanan patogen area luka (1924) 3. Batasi pengunjung bila perlu
insisi 4. Intruksikan pada pengunjung untuk cuci tangan saat dan setelah berkunjung
Kriteria hasil 5. Gunakan antiseptic untuk cuci tangan
1. Tidak ada tanda gejala 6. Cuci tangan setiap, sebelum dan sesudah Tindakan keperawatan
infeksi 7. Gunakan APD saat Tindakan
2. Mendeskripsikan proses 8. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
penularan penyakit, faktor 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
yang mempengaruhi, dan 10. Tingkatkan intake nutrisi
penatalaksanaannya 11. Berikan terapi antibiotic bila perlu
3. Menunjukkan mampu untuk
mencegah timbulnya infeksi Perlindungan infeksi (6550)
4. Jumlah leukosit normal 1. Monitor tanda gejala infeksi sistemik dan local
5. Menunjukkan perilaku hidup 2. Monitor hitung granulosit, WBC
sehat 3. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
4. Pertahankan Teknik aseptic pada klien yang berisiko
5. Pertahankan Teknik isolasi
6. Berikan perawatan kulit pada area epidema
5. Risiko perdarahan (00206) NOC Pencegahan perdarahan (4010)
dengan faktor risiko kurang 1. Keparahan kehilangan darah 1. Monitor ketat tanda perdarahan
pengetahuan tentang (0413) 2. Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah perdarahan
kewaspadaan perdarahan 2. Koagulasi darah (0409) 3. Kolaborasi dalam pemberian produk darah
4. Hindari mengukur suhu lewat rectal
Kriteria hasil 5. Hindari pemberian aspirin dan atikoagulan
1. Tidak ada hematuria dan 6. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makan mengandung vit.K
hematemesis 7. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Kehilangan darah yang 8. Monitor status cairan
terlihat 9. Pertahankan potensi IV line
3. Tekanan darah dalam batas 10. Lakukan preasure dressing
normal 11. Tinggikan ekstremitas perdarahan
4. Tidak dada perdarahan 12. Intruksikan pasien untuk membatasi aktivitas
5. Tidak ada distensi
abdominal Pengurangan perdarahan: gastrointestinal (4022)
6. Hb dan Ht dalam batas 1. Observasi adanya darah sekresi cairan tubuh (emesis, feses, urine, residu lambung, dan
normal drainase luka
2. Monitor komplit blood count dan leukosit
3. Kolaborasi dengan pemberian terapi: lactulose dan vasopressin
4. Hindari antikoagulan, aspirin, dan ibuprofen
5. Perhatikan jalan napas
6. Berikan cairan IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar CJP. Farmasi Rumah Sakit. Jakarta: EGC; 2004.


2. Adila R, Nurmiati, Agustien A. Uji Antimikroba Curcuma spp . Terhadap Pertumbuhan
Candida albicans , Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. J Biol Univ Andalas.
2013;2(1):1–7.
3. Guyton. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Revisi. Jakarta: Buku Kedokteran;
2012.
4. Suzanne SC, Bare BG. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. 8th ed. Jakarta: EGC;
2001.
5. Herdman TH, Kamitsuru S. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. 11th ed. Keliat BA, Mediani HS, Tahlil T, editors. Jakarta: EGC; 2017.
6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI; 2017.
7. Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. Nursing Outcomes Classification
(NOC). 5th ed. Nurjannah I, Tumanggor RD, editors. Singapura: CV. Mocomedia; 2013.
8. Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM, Wagner CM. Nursing Interventions
Classification (NIC). 6th ed. Nurjannah I, Tumanggor RD, editors. Singapura: CV.
Mocomedia; 2013.

Anda mungkin juga menyukai