Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Besarnya nilai debit puncak di Sub DAS
Babura (2) Parameter yang berpengaruh pada debit puncak Sub DAS Babura. Penelitian
ini dilaksanakan di Sub Daerah Aliran Sungai Babura. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh wilayah Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura. Penentuan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel
disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yakni dengan mengambil titik penggunaan
lahan menurut metode cook. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
interpretasi, kerja lapangan, studi dokumenter. Teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Bahwa (1) Debit puncak
di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura dengan berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10
adalah sebesar 49. 16 m3/detik, 95.32 m3/detik, 126. 35 m3/detik, 148. 50 m3/detik. (2)
Parameter yang berpengaruh pada debit puncak Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura
adalah kemiringan lereng. Kemiringan lereng yang ada di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS)
Babura bervariasi. Kemiringan lereng dengan konfigurasi relief perbukitan menjadi
daerah yang paling luas di Daerah Aliran Sungai Babura yakni 3164, 356 Ha (61, 09%)
dari luas keseluruhan Sub DAS Babura. Selain hal tersebut parameter yang juga
mempengaruhi pada debit puncak sub DAS Babura yakni penggunaan lahan.
Penggunaan lahan sebagian besar terdiri dari kebun campuran yaitu 2707, 484 Ha (52.
27 %) dari luas keseluruhan DAS Babura, dan banyak penduduk membangun
permukiman di sekitar Daerah Aliran Sungai Babura tersebut.
Kata kunci: Banjir, DAS, Penginderaan Jauh, SIG
17|
rata-rata wilayahnya 42 meter di atas tentang faktor-faktor fisiografi DAS dapat
permukaan laut (Dominggo,2007 dalam diekstraksi dengan menggunakan teknologi
Kurniawan, 2012). penginderaan jauh. Lillesand, et al. (1999)
Secara fisik wilayah Kota Medan menyatakan bahwa teknologi penginderaan
memiliki banyak potensi. Sebagian Kota jauh belum dimanfaatkan secara optimal
Medan mempunyai potensi sumber daya air terutama dalam kajian hidrologi (DAS),
yang cukup besar berupa air permukaan dan padahal penginderaan jauh mempunyai
air tanah. Kondisi hidrologi sebagian kota keunggulan untuk ekstraksi parameter-
medan dipengaruhi oleh Sub Daerah Aliran parameter lahan dengan mudah, cepat,
Sungai (DAS) Babura dimana sebagian mencakup daerah yang luas, serta mampu
wilayah Kota Medan termasuk dalam sistem menyajikan data hidrologi secara keruangan
DAS tersebut. Sebagian Kota Medan (spatial variability). Teknik penginderaan
termasuk bagian hilir dari SubDAS Babura jauh dapat digunakan untuk menyadap data
yang umumnya digunakan sebagi daerah fisiografik melalui pendekatan kenampakan
pemanfaatan (discharge area) sehingga fisik permukaan bumi, karena pada
potensi sumber daya airnya sangat dasarnya citra, penginderaan
bergantung pada daerah hulu. Daerah hulu menggambarkan obyek-obyek yang tampak
tersebut yang berfungsi utama sebagai langsung di permukaan bumi (Sutanto,
daerah tangkapan air (rechange area) 1986).
sehingga kondisi fisik daerah hulu sangat Berdasarkan permasalahan tersebut,
berpengaruh terhadap limpahan air yang perlu dilakukan pemantauan Daerah Aliran
akan diterima di daerah hilir, yaitu Kota Sungai (DAS) secara cepat dengan
Medan (Astuti,A.J.D dkk, 2013). memanfaatkan citra landsat 8 OLI yang
Permasalahan banjir hampir setiap tahun diintegrasikan dengan sistem informasi
menjadi topik pemberitaan. Kota Medan geografi.
juga mengalami permasalahan banjir yang
sering terjadi di pinggiran daerah aliran METODE PENELITIAN
sungai. Salah satu daerah aliran sungai yang Penelitian ini dilakukan di Sub DAS
sering mengalami kenaikan debit air adalah Babura yang merupakan salah satu Sub DAS
Sungai Babura. Sungai Babura hampir setiap dari DAS Deli. Secara astronomis Sub DAS
tahun mengalami kenaikan debit puncak Babura berada di 030 08’ 03” LU – 030 16’
yang tinggi. Hal ini sebabkan oleh tingkat 07” LU dan 980 36’ 06” BT – 980 41’ 85”
curah hujan yang tinggi, topografi yang BT. Berdasarkan pertimbangan peneliti
rendah, dan penutup/penggunaanlahan di memilih lokasi tersebut adalah terjadinya
Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura . banjir di sungai Babura yang sesuai untuk
Banjir yang terjadi di kota medan pada dikaji dalam penelitian dan belum pernah
tahun 2016 merendam enam kecamatan, dilakukan penelitian tentang potensi
yaitu Kecamatan Medan Johor, Kecamatan penyebab banjir di sungai Babura.
Medan Maimun, Kecamatan Medan Populasi dalam penelitian ini adalah Sub
Selayang, Kecamatan Medan Helvetia, DAS Babura. Penentuan sampel dengan cara
Kecamatan Medan Petisah, dan Kecamatan teknik purposive sampling, yaitu penentuan
Medan Polonia (www.beritasatu.com, sampel disesuaikan dengan kriteria-kriteria
2016). tertentu. Kriteria yang digunakan dalam
Linsley, et al (1975) dalam Gunawan, pengambilan titik sampel yaitu, mengambil
(1991) mengemukakan bahwa beberapa titik berdasarkan penggunaan lahan
literatur terdahulu telah mengemukakan menurut metode cook. Pengenalan objek
pengaruh karakteristik lingkungan fisik DAS dilapangan melalui pengecekan dan
dan respon hidrologinya. Atas dasar pengamatan visual. Uji lapangan dilakukan
hubungan tersebut dapat digunakan sebagai untuk masing-masing jenis penggunaan
alat kuantitatif untuk pendugaan respon lahan.
hidrologi berdasarkan karakteristik fisik Data yang dianalisis adalah data yang di
DAS. Ketersediaan data terkait parameter peroleh dari hasil pengumpulan data.
fisik DAS masih sangat terbatas sehingga Teknik analisis data yang digunakan dalam
perlu alternatif untuk memperoleh data penelitian ini adalah deskriptif kualitatif,
tersebut. Teknologi penginderaan jauh karena penelitian ini menggunakan data
merupakan teknik yang banyak digunakan kualitatif, yang bertujuan untuk
untuk menyediakan data dan informasi menerangkan suatu keadaan secara objektif
geografis secara cepat dan akurat. Data di daerah penelitian. Dengan menganalisis
18|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018
Hutan rapat, tutupan 90% DAS tertutup baik oleh rumput, Rendah 5
vegetasi rapat hingga kayu-kayuan atau sejenisnya
sangat rapat
Sumber: modifikasi metode Linsley (1959); Meijerink (1970); Gunawan (1991) dan SCDT (2003)
dalam Pratisto (2008)
Koefisien Limpasan Kemiringan Lereng perpindahan air, hal ini tentunya akan
Kemiringan lereng memiliki peran berpengaruh pada nilai C yang akan
penting dalam jalannya air dari hulu menuju dihasilkan dari parameter kemiringan
hilir suatu DAS, yaitu semakin curang lereng lereng, Seperti pada Tabel 2 berikut.
maka akan semakin mempercepat
19|
Tabel 3. Penyesuaian Klasifikasi Tekstur Tanah Dalam Metode Cook
Klasifikasi Tekstur Tanah Tingkat Infiltrasi Klasifikasi Menurut Metode Cook Harkat
Pasir, Pasir Bergeluh Tinggi Pasir dalam, tanah Teragresi baik 5
Geluh Berpasir, Geluh Normal Tanah geluh, tanah berstrutur liat 10
Berdebu, Geluh, Geluh
Berlempung
Lempung Berpasir Lambat Infiltrasi lambat, tanah lempung
15
Lempung Tidak Efektif Tidak ada penutup tanah yang 20
efektif, batuan padatan tipis
Sumber: Modifikasi Metode Linsley (1959); Meijerink (1970): Gunawan (1991) dan SCDT (2003)
dalam Pratisto (2008)
Koefisien Limpasan Timbunan Air hujan yang jatuh di setiap tempat tersimpan
Permukaan dalam lahan yang memiliki penggunaan
Timbunan air permukaan termasuk lahan yang bervariasi. Tabel skor dari
dalam parameter dalam penentuan banjir, timbunan air permukaan dapat dilihat pada
karena memberikan indikasi bahwa air Tabel 4.
Sumber: Modifikasi Metode Linsley (1959); Meijerink (1970): Gunawan (1991) dan SCDT (2003)
dalam Pratisto (2008)
20|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018
21|
berpengaruh pada debit puncak sub Daerah dengan menggunakan rumus Q = 0. 278 x
Aliran Sungai (DAS) Babura, hasil penelitian C x I x A m3/detik.
ini akan dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Debit Puncak di Sub DAS Babura koefisien limpasan (C), intensitas hujan (I),
Data debit merupakan informasi yang luas DAS (A) maka dapat dihitung debit
sangat penting dalam pengelolaan sumber puncak Sub DAS Babura dengan
daya air. Data debit puncak (banjir) menggunakan metode rasional untuk
diperlukan untuk merancang bangunan berbagai kala ulang tertentu.
pengedali banjir. Debit puncak dapat dicari
Tabel 5. Debit Puncak Di Sub DAS Babura
Kala Ulang Koefisien Intensitas Luas DAS (A) Dedit Puncak
(Tahun) Limpasan (C) (mm/jam) (m3/detik)
1 0. 68 5. 02 51. 8 49. 16
2 0. 68 9. 73 51. 8 95. 32
5 0. 68 12. 90 51. 8 126. 35
10 0. 68 15. 17 51. 8 148. 50
Sumber: Hasil Perhitungan 2018
22|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018
Berdasarkan tabel 6 diatas diketahui nilai Sungai (DAS), dan semakin cepat aliran ke
penggunaan lahan menurut metode cooks bawah menyebabkan semakin tinggi debit
sebesar 0, 15. Hasil ini didapat dari 7, 551 teramati di permukaan. Kemiringan lereng
dibagi dengan 51, 79. Hal ini sesuai dengan merupakan salah satu parameter yang
metode yang digunakan menurut suripin. digunakan dalam penentuan nilai koefisien
aliran Daerah Aliran Sungai (DAS).
b. Kemiringan Lereng
berdasarkan metode cook, semakin besar
Lereng adalah kenampakan permukaan
kemiringan lereng suatu daerah maka akan
alam disebabkan oleh adanya beda tinggi
menyebabkan aliran permukaan semakin
apabila beda tinggi dua tempat tersebut di
besar pula sehingga pengharkatan daerah-
bandingkan dengan jarak lurus mendatar
daerah yang memiliki kemiringan lereng
sehingga akan diperoleh besarnya
yang tinggi juga akan semakin besar. Sub
kelerengan (slope).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura memiliki
Kemiringan lereng Daerah Aliran Sungai
kemiringan lereng yang bervariasi mulai dari
mempengaruhi jumlah dan waktu aliran
kemiringan lereng yang datar sampai
untuk mencapai permukaan. Pada
kemiringan lereng yang sangat curam.
umumnya, semakin miring permukaan
Perhitungan metode cook untuk parameter
tanah diatasnya, semakin miring pula
kemiringan lereng Sub Daerah Aliran Sungai
drainase alami di dalam Daerah Aliran
(DAS) Babura dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Kemiringan Lereng Sub DAS Babura
No Kemiringan Lereng A (Km2) C CxA
1 0-≤5 4. 39 0. 1 1, 868
2 >5-≤10 9. 34 0. 2 0, 439
3 >10-≤30 31. 65 0. 3 9, 495
4 >30 6. 41 0. 4 2, 564
Jumlah 51, 79 14, 366
Sumber: Hasil Penelitian 2018
Berdasarkan tabel 7 diatas dapat dilihat infiltrasi yaitu suatu proses masuknya air,
bahwa klasifikasi kemiringan lereng di Sub baik air hujan maupun air irigasi dari
Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura sangat permukaan tanah ke dalam permukaan
beragam, mulai dari kelas lereng I (Datar), tanah. Daya infiltrasi adalah laju infiltrasi
kelas lereng II (bergelombang), kelas lereng maksimun yang mungkin, yang ditentukan
III (Perbukitan), dan kelas lereng IV (medan oleh kondisi permukaan tanahnya. Laju
terjal dan kasar). Namun, kemiringan lereng infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan
kelas III (Perbukitan) memiliki kemiringan jika laju infiltrasi masih lebih kecil dari daya
lereng yang terluas di Sub Daerah Aliran infiltrasinya. Proses infiltrasi berperan
Sungai (DAS) Babura dengan luas 31, 65. penting dalam pengisian kembali lengas
Dengan melihat kondisi kemiringan lereng tanah dan air tanah. Pengisian kembali
yang didominasi oleh lereng – lereng lengas tanah sama dengan selisih antara
dengan kemiringan yang curam maka akan infiltrasi dan perkolasi (jika ada).
sangat mempengaruhi kecepatan aliran Proses peresapan air hujan dalam siklus
permukaan, karena semakin tinggi hidrologi akan mempengaruhi besarnya
kemiringan lereng maka tidak akan kapasitas air bawah tanah. Bagian pada
memberikan air untuk meresap ke dalam proses ini dikenal sebagai infiltrasi, yaitu
tanah dan akan menyebabkan koefisien proses masuknya air dari permukaan ke
aliran semakin besar. dalam tanah pada zona air tanah tidak
Berdasarkan tabel 18 diatas diketahui jenuh (unsaturated zone). Infiltrasi ini sangat
nilai kemiringan lereng menurut metode bergantung pada struktur tanah, tekstur
cook sebesar 0. 28. Hasil ini didapat dari 14, tanah, batuan, distribusi rongga (voids), dan
366 dibagi dengan 51. 79. Hal ini sesuai suplai air yang cukup. Besarnya laju infiltrasi
dengan metode yang digunakan menurut ini berguna untuk menafsirkan zona resapan
suripin. dan berhubungan dengan kapasitas air
bawah permukaan.
c. Infiltrasi Tanah
Dalam metode cook, infiltrasi
Secara umum proses resapan air tanah
merupakan salah satu parameter yang perlu
terjadi melalui 2 proses berurutan, yaitu
untuk dikaji. Infiltrasi dapat dilihat dari
23|
analisis tekstur tanah di setiap satuan tingkat infiltrasi tanah akan semakin tinggi
lahannya. Semakin kasar tekstur tanah maka (cepat). Infiltrasi tanah di Sub Daerah Aliran
tingkat infiltrasi yang ada di suatu lahan Sungai (DAS) Babura dapat dilihat pada
akan semakin rendah (lambat), begitu pula tabel 8.
sebaliknya semakin halus tekstur tanah maka
Tabel 8. Jenis Tanah dan Tekstur Tanah Sub DAS Babura
Jenis tanah Tekstur tanah Infiltrasi Harkat
24|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018
Berdasarkan data yang diperoleh dari bahwa air hujan mengalir sebagai aliran
keempat parameter diatas maka dapat permukaan. Pada DAS yang baik harga C
dihitung nilai koefisien limpasan (C). Nilai mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS
koefisien limpasan didapat melalui maka harga C semakin mendekati satu.
perhitungan metode CDAS. Dari hasil
Intensitas Curah Hujan
perhitungan didapat nilai koefisien limpasan
Sub DAS Babura merupakan salah satu
Sub DAS Babura adalah 0. 68. Dari nilai
anak sungai dari DAS Deli. Sub DAS Babura
koefisien limpasan ini dapat diketahui
melintasi sebagian wilayah Kabupaten Deli
bahwa 0, 68 dari air hujan yang turun akan
Serdang dan Kota Medan.
melimpas ke permukaan yang kemudian
Dalam penulisan ini stasiun curah hujan
akan mengalir menuju daerah hilir (outlet).
yang digunakan adalah stasiun medan
Nilai koefisien limpasan dapat juga
tuntungan yang memiliki intensitas curah
digunakan untuk menentukan kondisi fisik
hujan tertinggi dan paling mewakili curah
dari suatu DAS. Dari nilai koefisien limpasan
hujannya.
sebesar 0,68 maka dapat dinyatakan bahwa
Sub DAS Babura memiliki kondisi fisik yang
1) Penentuan Pola Distribusi Hujan
agak ekstrim. Hal ini sesuai dengan
Penentuan pola distribusi atau sebaran
pernyataan Kodoatie dan Sjarief (2005),
hujan dilakukan dengan menganalisis data
yang mengatakan bahwa angka koefisien
curah hujan harian maksimun yang
aliran permukaan itu merupakan salah satu
diperoleh dengan menggunakan analisis
indikator untuk menentukan kondisi fisik
frekuensi. Dari hasil perhitungan diperoleh
suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0-1. Nilai
nilai untuk masing-masing parameter statitik
C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan
adalah sebagai berikut:
terintersepsi dan infiltrasi ke dalam tanah,
sebaliknya untuk nilai C=1 menunjukkan
Tabel 9. Parameter Statistik Analisis Frekuensi
Parameter Normal Log Person Type III
Rata-rata 𝑋 = 132. 3 𝑋 = 132. 3
Simpangan Baku Sd = 44. 20 Sd =0.14
Koefisien Variasi Cv = 0. 3 Cv =0.06
Koefisien Skewness Cs = 0. 8 Cs = 0.35
Koefisien Kurtosis Ck = 1. 94
Sumber: Hasil Perhitungan 2018
25|
Berdasarkan hasil perhitungan mengetahui kesesuaian distribusi yang
parameter statistik yang diperoleh pada dipilih dengan empiris. Pada penelitian ini,
lampiran 1 tersebut maka ditetapkan bahwa uji statistik dilakukan dengan metode chi-
jenis distribusi yang cocok dengan sebaran Square dan Smirnov-Kolmogorov. Menurut
data curah hujan harian maksimum di Sri Harto (2000), setiap distribusi
wilayah studi adalah Log Person Type III mempunyai ciri yang khas sehingga data
untuk menghitung curah hujan rancangan curah hujan harus diuji kecocokannya
dengan berbagai kala ulang. dengan metode chi-square dan smirnov-
kolmogorov. Pemilihan distribusi yang tidak
2) Uji Kecocokan (Goodness of Fit)
benar dapat menimbulkan kesalahan yang
Dari distribusi yang telah diketahui,
cukup besar baik over estimate maupun
maka dilakukan uji statistik untuk
under estimate.
26|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018
yang ada hanya data curah huja harian, dari data curah hujan harian empiris
maka intensitas curah hujan dapat dihitung menggunakan metode mononobe. Hasil
dengan rumus mononobe sesuai dengan analisis ditunjukkan dalam tabel 13 di
pernyataan Lubis (1992) bahwa intensitas bawah ini.
curah hujan (mm/jam) dapat diturunkan
Tabel 13. Intensitas Hujan
Periode Ulang Intensitas (mm/jam)
R 24 1 Tahun 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun
T (Menit) 63. 89 123. 87 164. 19 191. 98
1 22. 17 42. 98 56. 98 66. 63
5 7. 57 14. 69 19. 47 22. 77
10 4. 77 9. 25 12. 26 14. 30
15 3. 64 7. 06 9. 36 10. 90
30 2. 29 4. 44 5. 89 6. 89
60 1. 44 2. 80 3. 71 4. 34
120 0. 90 1. 76 2. 33 2. 73
180 0. 69 1. 34 1. 78 2. 08
240 0. 57 1. 11 1. 47 1. 72
360 0. 43 0. 84 1. 12 1. 31
480 0. 36 0. 69 0. 92 1. 08
720 0. 27 0. 53 0. 70 0. 82
Sumber: Hasil Perhitungan 2018
Hasil analisis berupa intensitas hujan Susrodarsono dan Takeda (1993), yang
dengan durasi dan periode ulang tertentu mengatakan bahwa lengkung intensity
dihubungkan ke dalam sebuah kurva duration frequency (IDF) ini digunakan
intensity duration frequency (IDF). Kurva dalam menghitung debit puncak dengan
IDF menggambarkan hubungan antara dua metode rasional untuk menentukan
parameter penting hujan yaitu durasi dan intensitas curah hujan rata-rata dari waktu
intensitas hujan yang selanjutnya dapat konsentrasi yang dipilih.
dimanfaatkan untuk menghitung debit Dari tabel diatas dapat dibuat intensity
puncak dengan menggunakan metode duration frequency (IDF) seperti gambar 2
rasional. Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini.
200
180
160
140
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Dari kurva IDF terlihat bahwa pada umumnya hujan deras berlangsung
intensitas hujan yang tinggi berlangsung dalam waktu singkat. Namun, hujan tidak
dengan durasi pendek. Hal ini menunjukkan deras (rintik-rintik) berlangsung dalam
27|
waktu lama. Interpretasi kurva IDF besar kemiringan suatu DAS, semakin cepat
diperlukan untuk menentukan debit banjir laju air larian, dan dengan demikian,
rencana mempergunakan metode rasional. mempercepat respons DAS tersebut oleh
adanya curah hujan. Bentuk topografi
5) Waktu Konsentrasi
seperti kemiringan lereng, keadaan parit,
Waktu konsentrasi digunakan
dan bentuk-bentuk cekungan permukaan
untuk menentukan lamanya air hujan
tanah lainnya akan mempengaruhi laju dan
mengalir dari hulu sungai hingga ke tempat
volume limpasan.
keluaran DAS. Waktu konsentrasi (tc)
Penggunaan lahan merupakan
dihitung dengan menggunkan rumus Kirpich
salah satu parameter dalam menentukan
(1940). Berdasarkan data pangjang dan
nilai koefisien limpasan. Penggunaan lahan
selisih ketinggian hulu dengan hilir sungai
yang selalu berubah, menunjukkan semakin
sebelumnya, diperoleh nilai waktu
banyak manusia yang bermukim pada suatu
konsentrasi sebesar 9, 27 jam. Hal ini berarti
wilayah, maka semakin besar intervensi
bahwa waktu yang diperlukan oleh air
manusia dalam mengubah fungsi lahan
sungai dari hulu sampai ke hilir DAS sebesar
untuk berbagai macam bentuk kegiatan.
9, 27 jam.
Tumbuhnya daerah permukiman dan
kegiatan baru didalam badan sungai
Luas DAS
membuat nilai koefisien limpasan semakin
Luas DAS merupakan salah satu
tinggi. Air hujan yang jatuh ke bumi tidak
faktor penting dalam pembentukan
terserap ke dalam tanah, melainkan
hidrograf aliran. Sub DAS Babura memiliki
mengalir di permukaan dan menuju ke
luas 5179, 683 Ha atau 51, 80 km2. Semakin
sungai. Hal ini menyebabkan debit air
besar luas DAS, ada kecenderungan semakin
sungai akan semakin tinggi.
besar jumlah curah hujan dan puncak
hidrograf aliran menjadi lebih lama.
KESIMPULAN
Demikian pula waktu yang diperlukan
Berdasarkan hasil penelitian dan
untuk mencapai puncak hidrograf dan lama
pembahasan, maka hasil penelitian dapat
waktu untuk keseluruhan hidrograf aliran
disimpulkan sebagai berikut :
juga menjadi lebih tinggi.
1. Debit puncak di Sub Daerah Aliran
Sungai (DAS) Babura dengan berbagai
1. Parameter Yang Berpengaruh Pada
periode ulang 1, 2, 5, 10 adalah sebesar
Debit Puncak Sub DAS Babura
49. 16 m3/detik, 95.32 m3/detik, 126.
Parameter yang berpengaruh pada
35 m3/detik, 148. 50 m3/detik.
debit puncak Sub DAS Babura dilihat dari
2. Parameter yang berpengaruh pada
fisik DAS. Karakteristik fisik Daerah Aliran
debit puncak Sub Daerah Aliran Sungai
Sungai (DAS) yang terkait adalah
(DAS) Babura adalah kemiringan
penggunaan lahan, kemiringan lereng,
lereng. Kemiringan lereng yang ada di
kerapatan aliran, dan tekstur tanah. Untuk
Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura
menentukan parameter fisik yang
bervariasi. Kemiringan lereng dengan
mempengaruhi dilihat dari besarnya nilai
konfigurasi relief perbukitan menjadi
koefisien limpasan yang menunjukkan
daerah yang paling luas di Daerah
perbandingan antara besarnya nilai air
Aliran Sungai Babura yakni 3164, 356
limpasan terhadap besarnya curah hujan.
Ha (61, 09%) dari luas keseluruhan Sub
Nilai koefisien limpasan sebesar 0. 68 hal ini
DAS Babura. Selain hal tersebut
berarti 68 persen curah hujan yang jatuh di
parameter yang juga mempengaruhi
sub DAS Babura akan langsung menjadi
pada debit puncak sub DAS Babura
limpasan dan hanya 32 persennya saja yang
yakni penggunaan lahan. Penggunaan
mampu meresap kedalam tanah.
lahan sebagian besar terdiri dari kebun
Nilai koefisien limpasan di sub DAS
campuran yaitu 2707, 484 Ha (52. 27
Babura didapat dari penjumlahan
%) dari luas keseluruhan DAS Babura,
penggunaan lahan dengan nilai 0. 15,
dan banyak penduduk membangun
kemiringan lereng 0. 28, kerapatan aliran 0.
permukiman di sekitar Daerah Aliran
15, dan tekstur tanah 0. 10. Berdasarkan
Sungai Babura tersebut.
nilai dari keempat parameter tersebut dapat
dilihat penyebab nilai koefisien limpasan
tinggi adalah kemiringan lereng. Kemiringan
lereng DAS mempengaruhi perilaku
hidrograf dalam hal timing. Semakin tinggi
28|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018
29|
30|