Anda di halaman 1dari 14

available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.

php/tgeo Jurnal Tunas Geografi


e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018

ANALISIS POTENSI PENYEBAB BANJIR SUB-DAS BABURA


DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Wandi Prima, Ali Nurman
Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Medan
Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan, 20221, Indonesia
Email: alinurman@unimed.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Besarnya nilai debit puncak di Sub DAS
Babura (2) Parameter yang berpengaruh pada debit puncak Sub DAS Babura. Penelitian
ini dilaksanakan di Sub Daerah Aliran Sungai Babura. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh wilayah Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura. Penentuan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel
disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yakni dengan mengambil titik penggunaan
lahan menurut metode cook. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
interpretasi, kerja lapangan, studi dokumenter. Teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Bahwa (1) Debit puncak
di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura dengan berbagai periode ulang 1, 2, 5, 10
adalah sebesar 49. 16 m3/detik, 95.32 m3/detik, 126. 35 m3/detik, 148. 50 m3/detik. (2)
Parameter yang berpengaruh pada debit puncak Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura
adalah kemiringan lereng. Kemiringan lereng yang ada di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS)
Babura bervariasi. Kemiringan lereng dengan konfigurasi relief perbukitan menjadi
daerah yang paling luas di Daerah Aliran Sungai Babura yakni 3164, 356 Ha (61, 09%)
dari luas keseluruhan Sub DAS Babura. Selain hal tersebut parameter yang juga
mempengaruhi pada debit puncak sub DAS Babura yakni penggunaan lahan.
Penggunaan lahan sebagian besar terdiri dari kebun campuran yaitu 2707, 484 Ha (52.
27 %) dari luas keseluruhan DAS Babura, dan banyak penduduk membangun
permukiman di sekitar Daerah Aliran Sungai Babura tersebut.
Kata kunci: Banjir, DAS, Penginderaan Jauh, SIG

PENDAHULUAN Menurut Damanik dan Restu (2011),


Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan banjir merupakan salah satu bencana alam
suatu wilayah daratan yang menjadi yang potensial terjadi di di Provinsi
kesatuan antara sungai dan anak - anak Sumatera. Setidaknya terdapat 12
sungainya yang dibatasi oleh pemisah kabupaten/kota di Sumatera Utara memiliki
topografis yang berfungsi menampung air tingkat risiko banjir sangat tinggi. Salah
dari curah hujan menyimpan dan satunya berada di sekitar Sub-DAS Babura.
mengalirkannya ke danau atau ke laut Sungai Deli merupakan salah satu induk
secara alami (Peraturan Pemerintah RI sungai pada Satuan Wilayah Sungai (SWS)
Nomor 37 Tahun 2012). Sebagai penerima, Belawan/ Belumai Ular dengan 5 (lima)
pengumpul, dan penyalur air, kondisi anak sungai, yaitu Sei Kambing, Sei Babura,
daerah aliran sungai memiliki peranan Lau Kelimut, Lau Petani, Sei Simai-mai. Sub
penting bagi keberlangsungan daur Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura secara
hidrologi yang ada didalamnya maupun administratif mencakup sebagian kecil dari
proses – proses yang terkait dengan air Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan.
hujan. Adanya daerah aliran sungai yang DAS Babura mempunyai luas kurang lebih
terawat dapat meminimalisir kerusakan 5179, 683 Ha yang terbentang dari hulu
alam, karena lingkungan yang terjaga. yaitu Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli
Banyaknya kebutuhan manusia dan kondisi Serdang hingga outletnya yaitu Kecamatan
alam yang dinamis membuat lingkungan Medan Barat Kota Medan. Luas catchment
dapat berubah sewaktu – waktu, terutama area Sungai Babura hingga pertemuan
karena bencana. Bencana sering kali Sungai Deli ialah 99 Km2. Wilayah 10 Km2 di
mengganggu struktur atau keseimbangan sekitar Sungai Babura memiliki populasi
alam yang akan mempengaruhi siklus penduduk kurang lebih sebesar 1.750.972
hidrologi, Salah satunya yaitu banjir. jiwa (0,01768 orang/m2) dan ketinggian

17|
rata-rata wilayahnya 42 meter di atas tentang faktor-faktor fisiografi DAS dapat
permukaan laut (Dominggo,2007 dalam diekstraksi dengan menggunakan teknologi
Kurniawan, 2012). penginderaan jauh. Lillesand, et al. (1999)
Secara fisik wilayah Kota Medan menyatakan bahwa teknologi penginderaan
memiliki banyak potensi. Sebagian Kota jauh belum dimanfaatkan secara optimal
Medan mempunyai potensi sumber daya air terutama dalam kajian hidrologi (DAS),
yang cukup besar berupa air permukaan dan padahal penginderaan jauh mempunyai
air tanah. Kondisi hidrologi sebagian kota keunggulan untuk ekstraksi parameter-
medan dipengaruhi oleh Sub Daerah Aliran parameter lahan dengan mudah, cepat,
Sungai (DAS) Babura dimana sebagian mencakup daerah yang luas, serta mampu
wilayah Kota Medan termasuk dalam sistem menyajikan data hidrologi secara keruangan
DAS tersebut. Sebagian Kota Medan (spatial variability). Teknik penginderaan
termasuk bagian hilir dari SubDAS Babura jauh dapat digunakan untuk menyadap data
yang umumnya digunakan sebagi daerah fisiografik melalui pendekatan kenampakan
pemanfaatan (discharge area) sehingga fisik permukaan bumi, karena pada
potensi sumber daya airnya sangat dasarnya citra, penginderaan
bergantung pada daerah hulu. Daerah hulu menggambarkan obyek-obyek yang tampak
tersebut yang berfungsi utama sebagai langsung di permukaan bumi (Sutanto,
daerah tangkapan air (rechange area) 1986).
sehingga kondisi fisik daerah hulu sangat Berdasarkan permasalahan tersebut,
berpengaruh terhadap limpahan air yang perlu dilakukan pemantauan Daerah Aliran
akan diterima di daerah hilir, yaitu Kota Sungai (DAS) secara cepat dengan
Medan (Astuti,A.J.D dkk, 2013). memanfaatkan citra landsat 8 OLI yang
Permasalahan banjir hampir setiap tahun diintegrasikan dengan sistem informasi
menjadi topik pemberitaan. Kota Medan geografi.
juga mengalami permasalahan banjir yang
sering terjadi di pinggiran daerah aliran METODE PENELITIAN
sungai. Salah satu daerah aliran sungai yang Penelitian ini dilakukan di Sub DAS
sering mengalami kenaikan debit air adalah Babura yang merupakan salah satu Sub DAS
Sungai Babura. Sungai Babura hampir setiap dari DAS Deli. Secara astronomis Sub DAS
tahun mengalami kenaikan debit puncak Babura berada di 030 08’ 03” LU – 030 16’
yang tinggi. Hal ini sebabkan oleh tingkat 07” LU dan 980 36’ 06” BT – 980 41’ 85”
curah hujan yang tinggi, topografi yang BT. Berdasarkan pertimbangan peneliti
rendah, dan penutup/penggunaanlahan di memilih lokasi tersebut adalah terjadinya
Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura . banjir di sungai Babura yang sesuai untuk
Banjir yang terjadi di kota medan pada dikaji dalam penelitian dan belum pernah
tahun 2016 merendam enam kecamatan, dilakukan penelitian tentang potensi
yaitu Kecamatan Medan Johor, Kecamatan penyebab banjir di sungai Babura.
Medan Maimun, Kecamatan Medan Populasi dalam penelitian ini adalah Sub
Selayang, Kecamatan Medan Helvetia, DAS Babura. Penentuan sampel dengan cara
Kecamatan Medan Petisah, dan Kecamatan teknik purposive sampling, yaitu penentuan
Medan Polonia (www.beritasatu.com, sampel disesuaikan dengan kriteria-kriteria
2016). tertentu. Kriteria yang digunakan dalam
Linsley, et al (1975) dalam Gunawan, pengambilan titik sampel yaitu, mengambil
(1991) mengemukakan bahwa beberapa titik berdasarkan penggunaan lahan
literatur terdahulu telah mengemukakan menurut metode cook. Pengenalan objek
pengaruh karakteristik lingkungan fisik DAS dilapangan melalui pengecekan dan
dan respon hidrologinya. Atas dasar pengamatan visual. Uji lapangan dilakukan
hubungan tersebut dapat digunakan sebagai untuk masing-masing jenis penggunaan
alat kuantitatif untuk pendugaan respon lahan.
hidrologi berdasarkan karakteristik fisik Data yang dianalisis adalah data yang di
DAS. Ketersediaan data terkait parameter peroleh dari hasil pengumpulan data.
fisik DAS masih sangat terbatas sehingga Teknik analisis data yang digunakan dalam
perlu alternatif untuk memperoleh data penelitian ini adalah deskriptif kualitatif,
tersebut. Teknologi penginderaan jauh karena penelitian ini menggunakan data
merupakan teknik yang banyak digunakan kualitatif, yang bertujuan untuk
untuk menyediakan data dan informasi menerangkan suatu keadaan secara objektif
geografis secara cepat dan akurat. Data di daerah penelitian. Dengan menganalisis

18|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018

dan menyajikan data secara sistematik ∑n1 = 1 Ci. Ai


𝐶𝐷𝐴𝑆 =
kemudian dibantu dengan pembuatan skor ∑n1 = 1 Ai
dan tabel – tabel frekuensi setiap variabel Dimana;
yang dilengkapi dengan pembagian kategori Ai =luas Sub DAS/luas lahan dengan jenis
– kategori. penutup tanah i(Ha),
Menentukan Nilai Koefisien Limpasan Ci =koefisien limpasan dengan penutup
Suripin (2004), menyatakan bahwa jika tanah I (penggunaan lahan, tekstur
DAS terdiri dari berbagai macam tanah, kemiringan lereng)
penggunaan lahan dengan koefisien aliran N =jumlah jenis parameter.
permukaan yang berbeda maka C yang Koefisien limpasan penggunaan lahan
dipakai adalah koefisisen DAS yang dapat Koefisien limpasan penggunaan lahan
dihitung. Nilai koefisien limpasan diperoleh didapat dari hasil interpretasi citra landsat
dari overlay empat parameter yaitu untuk identifikasi penggunaan lahan yang
kemiringan lereng, tekstur tanah, kerapatan dihitung dengan luas area setiap
aliran, dan penggunaan lahan, kemudian penggunaan lahan dan skor atau bobot
dikalikan dengan luas area Sub DAS. yang ada pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Penyesuaian Klasifikasi Penggunaan Lahan Dalam Metode Cook


Klasifikasi Bentuk Karakteristik Tutupan Lahan Metode Kategori nilai Harkat
Penggunaan Lahan Cook
Permukiman, Tidak ada tanaman penutup efektif Tinggi 20
permukaan diperkeras, atau sejenisnya
lahan terbuka
Sawah irigasi, sawah Tanaman penutup sedikit hingga Tinggi 15
tadah hujan, sedang. Tidak ada tanaman
semak/belukar, tegalan pertanian dan penutup alami sedikit,
< 10% DAS tertutup baik
Hutan kurang rapat, 50% DAS tertutup baik oleh Sedang 10
tutupan vegetasi sedang pepohonan dan rumput

Hutan rapat, tutupan 90% DAS tertutup baik oleh rumput, Rendah 5
vegetasi rapat hingga kayu-kayuan atau sejenisnya
sangat rapat
Sumber: modifikasi metode Linsley (1959); Meijerink (1970); Gunawan (1991) dan SCDT (2003)
dalam Pratisto (2008)

Koefisien Limpasan Kemiringan Lereng perpindahan air, hal ini tentunya akan
Kemiringan lereng memiliki peran berpengaruh pada nilai C yang akan
penting dalam jalannya air dari hulu menuju dihasilkan dari parameter kemiringan
hilir suatu DAS, yaitu semakin curang lereng lereng, Seperti pada Tabel 2 berikut.
maka akan semakin mempercepat

Tabel 2. Penyesuaian Klasifikasi Kemiringan Lereng Dalam Metode Cook


Kelas Lereng Konfigurasi Relief Kemiringan (%) Harkat
I Datar 0-5 10
II Bergelombang 5-10 20
III Perbukitan 10-30 30
IV Medan Terjal dan Kasar >30 40
Sumber: modifikasi Metode Linsley (1959); Meijerink (1970); Gunawan (1991) dan SCDT (2003)
dalam Pratisto (2008)

Koefisien Limpasan Tekstur Tanah diketahui besar kecilnya limpasan yang


Tekstur tanah termasuk dalam dihasilkan. Table skor dari penyesuaian
parameter penentuan banjir, karena klasifikasi tekstur tanah dapat dilihat pada
merupakan gambaran kemampuannya Tabel 3 berikut.
dalam menyimpan air hujan, sehingga dapat

19|
Tabel 3. Penyesuaian Klasifikasi Tekstur Tanah Dalam Metode Cook
Klasifikasi Tekstur Tanah Tingkat Infiltrasi Klasifikasi Menurut Metode Cook Harkat
Pasir, Pasir Bergeluh Tinggi Pasir dalam, tanah Teragresi baik 5
Geluh Berpasir, Geluh Normal Tanah geluh, tanah berstrutur liat 10
Berdebu, Geluh, Geluh
Berlempung
Lempung Berpasir Lambat Infiltrasi lambat, tanah lempung
15
Lempung Tidak Efektif Tidak ada penutup tanah yang 20
efektif, batuan padatan tipis
Sumber: Modifikasi Metode Linsley (1959); Meijerink (1970): Gunawan (1991) dan SCDT (2003)
dalam Pratisto (2008)

Koefisien Limpasan Timbunan Air hujan yang jatuh di setiap tempat tersimpan
Permukaan dalam lahan yang memiliki penggunaan
Timbunan air permukaan termasuk lahan yang bervariasi. Tabel skor dari
dalam parameter dalam penentuan banjir, timbunan air permukaan dapat dilihat pada
karena memberikan indikasi bahwa air Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Timbunan Air Permukaan Dalam Metode Cook


Kerapatan
aliran Kriteria Klasifikasi Metode Cook Harkat
(mil/mil2)
>5 Tinggi Permukaan dangkal, daerah pengaliran curam 20
>2 ≤ 5 Rendah Sistem drainase baik 15
>1 ≤2 Normal Ada danau, empang, rawa <2% daerah pengaliran 10
Drainase jelek, timbunan air permukaan besar
≤1 Diabaikan 5

Sumber: Modifikasi Metode Linsley (1959); Meijerink (1970): Gunawan (1991) dan SCDT (2003)
dalam Pratisto (2008)

Menghitung Intensitas Curah Hujan Cv = Koefisien variasi


Analisis Frekuensi Cs = koefisien skewness
Analisis frekuensi adalah suatu Ck = koefisien kurtosis
analisis data hidrologi dengan Untuk menghitung periode ulang
menggunakan statistika yang bertujuan T- tahunan pada distribusi normal
untuk memprediksi suatu besaran hujan mengunakan rumus:
atau debit dengan masa ulang tertentu. XT = 𝑋 + KT.s
Dalam statistik dikenal beberapa jenis Dimana:
distribusi frekuensi dan yang banyak XT = perkiraan nilai yag diharapkan terjadi
digunakan dalam hidrologi yaitu: dengan periode ulang T-tahunan
Distribusi Normal 𝑋 = nilai rata-rata hitung sampel
Untuk data hidrologi distribusi S = deviasi standard nilai sampel
normal, menggunakan rumus: KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari
1
rata-rata: X = ∑𝑛𝑖=1 Xi peluang atau ayang digunakan periode
𝑁
√∑(Xi−X)2
ulang dan tipe model matematik distribusi
Simpangan Baku: 𝑆𝑑 = peluang yang digunakan untuk analisi
n−1
Sd peluang.
Koefisien variasi: 𝐶𝑣 =
𝑋
3
n ∑n
i=1{(xi)−X} Distribusi Log Person Tipe III
Koefisien skewness: 𝐶𝑠 = (n−1)(n−2)Sd3
1 4 Untuk data hidrologi distribusi log
∑n
Koefisien kurtosisi: 𝐶𝑘 = n
i=1{(xi)−X} person tipe III, menggunakan rumus:
Sd4
Nilai rata-rata:
Dimana: 𝑛
X = nilai rata-rata Log X = ∑ Log Xi
Xi = nilai data ke - i 𝑖=1
Sd = standar deviasi

20|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018

Simpangan baku: sebaran frekuensi kumulatif dari suatu


2 sampel sebesar N pengamatan.
√∑ (𝐿𝑜𝑔 (𝑋) − 𝐿𝑜𝑔(𝑋))
𝑆= Rumus Mononobe
N−1
Koefisien kemencengan: Intensitas hujan (mm/jam) dapat
𝑛 ∑ni=0( Log Xi − 𝐿𝑜𝑔 𝑋)3 diturunkan dari data curah hujan.
𝐶𝑠 = Perhitungan intesitas hujan ini dilakukan
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)𝑆 3
Periode ulang T: untuk menghitung debit puncak dengan
Log XT = log 𝑋+K.s menggunakan rumus mononobe, yaitu:
𝑅24 24
Dimana: Rumus I = [( ) × ( )]2/3
24 𝑇𝑐
Log X = nilai rata-rata
Log Xi = nilai data ke - i Waktu Konsentrasi
S = standar deviasi Waktu konsentrasi adalah waktu
Cv = Koefisien variasi yang dibutuhkan air untuk mengalir dari
Cs = koefisien skewness titik terjauh daerah tangkapan hujan ke
Log XT=perkiraan nilai yag diharapkan saluran keluar (Outlet) atau waktu yang
terjadi dengan periode ulang T- dibutuhkan oleh air dari awal curah hujan
tahunan sampai terkumpul serempak mengalir ke
Log 𝑋 = nilai rata-rata hitung sampel saluran keluar (Outlet). Untuk menghitung
S = deviasi standard nilai sampel waktu konsentrasi menggunakan rumus
K = faktor frekuensi, merupakan fungsi yang dikembangkan oleh Kirpich:
dari peluang atau ayang digunakan Tc = 0,0195 L0.77 S0,385
periode ulang dan tipe model Dimana ;
matematik distribusi peluang yang I = intensitas hujan selama waktu
digunakan untuk analisi peluang. konsetrasi (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimun harian
Uji Kecocokan Tc = waktu konsentrasi
Uji kecocokan untuk menguji L = panjang alur utama
parameter distribusi frekuensi sampel data H = selisih ketinggian hulu dengan
terhadap distribusi peluang yang mewakili hilir sungai (m)
frekuensi. Pengujian ini dilakukan melalui S = H/L
dua tahap, yaitu:
Menghitung Debit Puncak Menggunakan
Uji Chi-Kuadrat Metode Rasional
Uji chi-kuadrat menggunakan Metode untuk pengukuran debit
rumus: puncak menggunakan metode rasional
𝐺 cocok digunakan untuk menghitung debit
(Oi − Ei)2 maksimun, rumus matematis metode
X h2 = ∑
Ei rasional yaitu:
𝑖=1 𝑄 = 0.278 x C x I x A m3 /detik
Dimana: Dimana;
𝑋ℎ2 = parameter chi − kuadrat terhitung Q = debit maksimun (m3/detik)
G = jumlah Sub Kelompok C = koefisien limpasan
Oi = jumlah nilai pengamatan pada Sub I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
kelompok i A = luas daerah pengaliran (Km2)
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub 0.278 = konstanta.
kelompok i

HASIL DAN PEMBAHASAN


Uji Smirnov-Kolmogorov Hasil Penelitian
Uji smirnov-kolmogorov menggunakan Dalam bab ini yang akan diuraikan
rumus: adalah data-data hasil penelitian yang
Dn= max {f0(x)-SN (x)} diperoleh dari lapangan melalui data
Dimana f0(x) menyatakan sebaran frekuensi deskriptif kualitatif dan juga melalui data
kumulatif yaitu sebaran frekuensi teoritik studi dokumentasi. Pemaparan hasil
berdasarkan H0. Untuk setiap harga x, f0 (x) penelitian ini pada dasarnya yaitu ingin
merupakan proporsi harapan yang nilainya melihat debit puncak di sub Daerah Aliran
sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah Sungai (DAS) Babura, parameter apa yang

21|
berpengaruh pada debit puncak sub Daerah dengan menggunakan rumus Q = 0. 278 x
Aliran Sungai (DAS) Babura, hasil penelitian C x I x A m3/detik.
ini akan dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Debit Puncak di Sub DAS Babura koefisien limpasan (C), intensitas hujan (I),
Data debit merupakan informasi yang luas DAS (A) maka dapat dihitung debit
sangat penting dalam pengelolaan sumber puncak Sub DAS Babura dengan
daya air. Data debit puncak (banjir) menggunakan metode rasional untuk
diperlukan untuk merancang bangunan berbagai kala ulang tertentu.
pengedali banjir. Debit puncak dapat dicari
Tabel 5. Debit Puncak Di Sub DAS Babura
Kala Ulang Koefisien Intensitas Luas DAS (A) Dedit Puncak
(Tahun) Limpasan (C) (mm/jam) (m3/detik)
1 0. 68 5. 02 51. 8 49. 16
2 0. 68 9. 73 51. 8 95. 32
5 0. 68 12. 90 51. 8 126. 35
10 0. 68 15. 17 51. 8 148. 50
Sumber: Hasil Perhitungan 2018

Berdasarkan perhitungan diatas dapat Sub DAS Babura. Berdasarkan interpretasi


dinyatakan bahwa pada kala ulang 1 (satu) visual penggunaan lahan di sub DAS Babura
tahun selama durasi hujan (waktu menurut metode cook dapat terbagi
konsentrasi) 9, 27 jam dengan intensitas 5, menjadi 3 (tiga) jenis, yakni 1) permukiman
02 mm/jam seluas 51, 80 km2 maka debit 20. 60 km2, permukaan diperkeras 1. 84
puncak yang diperoleh pada Sub DAS km2, lahan terbuka 0. 28 km2, 2) sawah 2
Babura sebesar 49, 16 m3/detik. Untuk km2, 3) kebun campuran 27. 07 km2.
penentuan debit puncak diperoleh melalui Penggunaan lahan secara tidak langsung
perhitungan variabel sebagai berikut ini. mengubah fungsi hidrologi daerah aliran
sungai (DAS) yaitu sebagai transmisi air
Koefisien limpasan (C) (transmit water), fungsi penyangga
Dalam penentuan debit banjir (buffering) dan fungsi pelepasan air secara
menggunakan metode rasional diperlukan bertahap (gradually release water).
nilai koefisien limpasan (run off coefficient). Indikator perubahan fungsi hidrologi daerah
Nilai koefisien limpasan ini menunjukkan aliran sungai dapat dilihat melalui
perbandingan antara besarnya air larian pengamatan komponen hidrologi yang
terhadap besarnya curah hujan. Air larian meliputi koefisien aliran permukaan,
adalah bagian dari curah hujan yang koefisien regim sungai, nisbah debit
mengalir diatas permukaan tanah menuju ke maksimun-minimun, kandungan sendimen
sungai. Pada penelitian ini, nilai koefisien laying sungai, laju frekuensi dan periode
limpasan (C) berdasarkan empat parameter banjir, serta keadaan air tanah.
DAS yakni penggunaan lahan, tanah, Peruhahan kegunaan lahan
kerapatan aliran, dan kemiringan lereng. mengakibatkan tanah semakin keras karena
Dalam menentukan nilai dari keempat adanya kegiatan oleh manusia, sehingga
parameter fisik DAS menggunakan metode kemampuan infiltrasi tanah semakin
cook. Nilai dari empat parameter tersebut berkurang. Apabila tidak dilakukan
akan dijabarkan sebagai berikut. penanganan/pencegahan akan meyebabkan
peningkatan debit puncak setiap tahunnya,
a. Penggunaan Lahan Di Sub DAS Babura sehingga daerah bagian tengah dan hilir
Interpretasi visual citra landsat dilakukan akan berpotensi terkena bencana banjir.
untuk mendapatkan penggunaan lahan di

Tabel 6. Klasifikasi Penggunaan Lahan Sub DAS Babura


No Penggunaan lahan A (Km2) C CXA
1 Permukiman, permukaan diperkeras, lahan 22.72 0.2 4.544
terbuka

2 Sawah irigasi 2. 00 0.15 0.3


3 Kebun campuran 27.07 0.1 2.707
Jumlah 51,79 7,551
Sumber: Hasil Interpretasi 2018

22|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018

Berdasarkan tabel 6 diatas diketahui nilai Sungai (DAS), dan semakin cepat aliran ke
penggunaan lahan menurut metode cooks bawah menyebabkan semakin tinggi debit
sebesar 0, 15. Hasil ini didapat dari 7, 551 teramati di permukaan. Kemiringan lereng
dibagi dengan 51, 79. Hal ini sesuai dengan merupakan salah satu parameter yang
metode yang digunakan menurut suripin. digunakan dalam penentuan nilai koefisien
aliran Daerah Aliran Sungai (DAS).
b. Kemiringan Lereng
berdasarkan metode cook, semakin besar
Lereng adalah kenampakan permukaan
kemiringan lereng suatu daerah maka akan
alam disebabkan oleh adanya beda tinggi
menyebabkan aliran permukaan semakin
apabila beda tinggi dua tempat tersebut di
besar pula sehingga pengharkatan daerah-
bandingkan dengan jarak lurus mendatar
daerah yang memiliki kemiringan lereng
sehingga akan diperoleh besarnya
yang tinggi juga akan semakin besar. Sub
kelerengan (slope).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura memiliki
Kemiringan lereng Daerah Aliran Sungai
kemiringan lereng yang bervariasi mulai dari
mempengaruhi jumlah dan waktu aliran
kemiringan lereng yang datar sampai
untuk mencapai permukaan. Pada
kemiringan lereng yang sangat curam.
umumnya, semakin miring permukaan
Perhitungan metode cook untuk parameter
tanah diatasnya, semakin miring pula
kemiringan lereng Sub Daerah Aliran Sungai
drainase alami di dalam Daerah Aliran
(DAS) Babura dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Kemiringan Lereng Sub DAS Babura
No Kemiringan Lereng A (Km2) C CxA
1 0-≤5 4. 39 0. 1 1, 868
2 >5-≤10 9. 34 0. 2 0, 439
3 >10-≤30 31. 65 0. 3 9, 495
4 >30 6. 41 0. 4 2, 564
Jumlah 51, 79 14, 366
Sumber: Hasil Penelitian 2018

Berdasarkan tabel 7 diatas dapat dilihat infiltrasi yaitu suatu proses masuknya air,
bahwa klasifikasi kemiringan lereng di Sub baik air hujan maupun air irigasi dari
Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura sangat permukaan tanah ke dalam permukaan
beragam, mulai dari kelas lereng I (Datar), tanah. Daya infiltrasi adalah laju infiltrasi
kelas lereng II (bergelombang), kelas lereng maksimun yang mungkin, yang ditentukan
III (Perbukitan), dan kelas lereng IV (medan oleh kondisi permukaan tanahnya. Laju
terjal dan kasar). Namun, kemiringan lereng infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan
kelas III (Perbukitan) memiliki kemiringan jika laju infiltrasi masih lebih kecil dari daya
lereng yang terluas di Sub Daerah Aliran infiltrasinya. Proses infiltrasi berperan
Sungai (DAS) Babura dengan luas 31, 65. penting dalam pengisian kembali lengas
Dengan melihat kondisi kemiringan lereng tanah dan air tanah. Pengisian kembali
yang didominasi oleh lereng – lereng lengas tanah sama dengan selisih antara
dengan kemiringan yang curam maka akan infiltrasi dan perkolasi (jika ada).
sangat mempengaruhi kecepatan aliran Proses peresapan air hujan dalam siklus
permukaan, karena semakin tinggi hidrologi akan mempengaruhi besarnya
kemiringan lereng maka tidak akan kapasitas air bawah tanah. Bagian pada
memberikan air untuk meresap ke dalam proses ini dikenal sebagai infiltrasi, yaitu
tanah dan akan menyebabkan koefisien proses masuknya air dari permukaan ke
aliran semakin besar. dalam tanah pada zona air tanah tidak
Berdasarkan tabel 18 diatas diketahui jenuh (unsaturated zone). Infiltrasi ini sangat
nilai kemiringan lereng menurut metode bergantung pada struktur tanah, tekstur
cook sebesar 0. 28. Hasil ini didapat dari 14, tanah, batuan, distribusi rongga (voids), dan
366 dibagi dengan 51. 79. Hal ini sesuai suplai air yang cukup. Besarnya laju infiltrasi
dengan metode yang digunakan menurut ini berguna untuk menafsirkan zona resapan
suripin. dan berhubungan dengan kapasitas air
bawah permukaan.
c. Infiltrasi Tanah
Dalam metode cook, infiltrasi
Secara umum proses resapan air tanah
merupakan salah satu parameter yang perlu
terjadi melalui 2 proses berurutan, yaitu
untuk dikaji. Infiltrasi dapat dilihat dari

23|
analisis tekstur tanah di setiap satuan tingkat infiltrasi tanah akan semakin tinggi
lahannya. Semakin kasar tekstur tanah maka (cepat). Infiltrasi tanah di Sub Daerah Aliran
tingkat infiltrasi yang ada di suatu lahan Sungai (DAS) Babura dapat dilihat pada
akan semakin rendah (lambat), begitu pula tabel 8.
sebaliknya semakin halus tekstur tanah maka
Tabel 8. Jenis Tanah dan Tekstur Tanah Sub DAS Babura
Jenis tanah Tekstur tanah Infiltrasi Harkat

Inceptisol Geluh berdebu Normal 10


Geluh berlempung Normal 10
Sumber: BPDAS Wampu Sei Ular

Berdasarkan tabel 8 diatas dapat berdasarkan klasifikasi tersebut ialah


dilihat bahwa jenis tanah yang terdapat tergolong dalam kelas rendah dengan
di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) kerapatan aliran yang memiliki harkat
Babura adalah jenis tanah inceptisol. 15. Hasil kerapatan aliran Sub DAS
Jenis tanah tersebut mempunyai tekstur Babura adalah 2. 3 mil/mil 2 . Hasil
tanah yang berbeda-beda. Tekstur tersebut didapat dari pembagian total
tanah inceptisol di Sub Daerah Aliran panjang sungai yakni 46. 180 mil
Sungai (DAS) Babura memiliki tekstur dengan luas sub DAS 20 mil 2 . Untuk
tanah geluh berlempung dan geluh melihat peta kerapatan aliran dapat
berdebu. Menurut kelas metode cook dilihat pada gambar 5 dibawah ini.
tekstur tanah berlempung dan tekstur Simpanan permukaan air rendah
tanah berdebu memberikan kontribusi berarti tanah rendah saat mengalami
yang normal terhadap koefisien aliran pengeringan saat terjadi hujan yang
Daerah Aliran Sungai (DAS), karena menjadi limpasan permukaan.
tekstur tanah geluh berlempung dan Kerapatan aliran sungai adalah suatu
geluh berdebu memberikan tingkat angka indeks yang menunjukkan
infiltrasi yang normal. banyaknya anak sungai di dalam suatu
DAS. Dari hasil perhitungan kerapatan
d. Timbunan Air Permukaan
alur Sub DAS Babura maka pemberian
Timbunan air permukaan dapat
harkat untuk indikator ini adalah 15.
didekati dengan kerapatan aliran.
Kerapatan jaringan sungai akan
Kerapatan aliran sungai merupakan
mempengaruhi banyaknya air hujan
gambaran kapasitas penyimpanan air
dialirkan secara langsung atau tertahan
permukaan dalam cekungan-cekungan
di dalam DAS. Cepat atau lambatnya air
seperti danau, rawa, dan badan sungai
hujan tersebut dialirkan atau tertahan
yang mengalir di suatu DAS. Meijerink
di dalam DAS dan waktu tempuh yang
(1970) menyatakan bahwa kerapatan
digunakan oleh air hujan yang jatuh
drainase suatu wilayah dapat
dari tempat terjauh dalam DAS menuju
digunakan untuk mewakili atau menilai
outlet (waktu konsentrasi). Dari hasil
secara numerik kondisi simpanan air
perhitungan kerapatan alur Sub DAS
permukaan yang mewakili wilayah
Babura maka dapat dianalisis bahwa air
tersebut. Linsey dkk (1975) menyatakan
hujan akan menjadi aliran yang
bahwa kerapatan drainase (Dd)
semakin besar karena nilai Dd yang
merupakan panjang total sungai
diperoleh rendah. Artinya pada saat
(satuan Mil) dibagi luas DAS (satuan
curah hujan yang tinggi maka akan
Mil 2 ). Karakteritik simpanan air
rentan menyebabkan daerah Sub DAS
permukaan di Sub DAS Babura
Babura mengalami banjir.

24|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018

Gambar 1. Peta Kerapatan Aliran

Berdasarkan data yang diperoleh dari bahwa air hujan mengalir sebagai aliran
keempat parameter diatas maka dapat permukaan. Pada DAS yang baik harga C
dihitung nilai koefisien limpasan (C). Nilai mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS
koefisien limpasan didapat melalui maka harga C semakin mendekati satu.
perhitungan metode CDAS. Dari hasil
Intensitas Curah Hujan
perhitungan didapat nilai koefisien limpasan
Sub DAS Babura merupakan salah satu
Sub DAS Babura adalah 0. 68. Dari nilai
anak sungai dari DAS Deli. Sub DAS Babura
koefisien limpasan ini dapat diketahui
melintasi sebagian wilayah Kabupaten Deli
bahwa 0, 68 dari air hujan yang turun akan
Serdang dan Kota Medan.
melimpas ke permukaan yang kemudian
Dalam penulisan ini stasiun curah hujan
akan mengalir menuju daerah hilir (outlet).
yang digunakan adalah stasiun medan
Nilai koefisien limpasan dapat juga
tuntungan yang memiliki intensitas curah
digunakan untuk menentukan kondisi fisik
hujan tertinggi dan paling mewakili curah
dari suatu DAS. Dari nilai koefisien limpasan
hujannya.
sebesar 0,68 maka dapat dinyatakan bahwa
Sub DAS Babura memiliki kondisi fisik yang
1) Penentuan Pola Distribusi Hujan
agak ekstrim. Hal ini sesuai dengan
Penentuan pola distribusi atau sebaran
pernyataan Kodoatie dan Sjarief (2005),
hujan dilakukan dengan menganalisis data
yang mengatakan bahwa angka koefisien
curah hujan harian maksimun yang
aliran permukaan itu merupakan salah satu
diperoleh dengan menggunakan analisis
indikator untuk menentukan kondisi fisik
frekuensi. Dari hasil perhitungan diperoleh
suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0-1. Nilai
nilai untuk masing-masing parameter statitik
C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan
adalah sebagai berikut:
terintersepsi dan infiltrasi ke dalam tanah,
sebaliknya untuk nilai C=1 menunjukkan
Tabel 9. Parameter Statistik Analisis Frekuensi
Parameter Normal Log Person Type III
Rata-rata 𝑋 = 132. 3 𝑋 = 132. 3
Simpangan Baku Sd = 44. 20 Sd =0.14
Koefisien Variasi Cv = 0. 3 Cv =0.06
Koefisien Skewness Cs = 0. 8 Cs = 0.35
Koefisien Kurtosis Ck = 1. 94
Sumber: Hasil Perhitungan 2018

25|
Berdasarkan hasil perhitungan mengetahui kesesuaian distribusi yang
parameter statistik yang diperoleh pada dipilih dengan empiris. Pada penelitian ini,
lampiran 1 tersebut maka ditetapkan bahwa uji statistik dilakukan dengan metode chi-
jenis distribusi yang cocok dengan sebaran Square dan Smirnov-Kolmogorov. Menurut
data curah hujan harian maksimum di Sri Harto (2000), setiap distribusi
wilayah studi adalah Log Person Type III mempunyai ciri yang khas sehingga data
untuk menghitung curah hujan rancangan curah hujan harus diuji kecocokannya
dengan berbagai kala ulang. dengan metode chi-square dan smirnov-
kolmogorov. Pemilihan distribusi yang tidak
2) Uji Kecocokan (Goodness of Fit)
benar dapat menimbulkan kesalahan yang
Dari distribusi yang telah diketahui,
cukup besar baik over estimate maupun
maka dilakukan uji statistik untuk
under estimate.

Tabel 10. Hasil Uji-Square dan Smirnov-Kolmogorov


Uji Kecocokan Nilai tabel Nilai hitung
Chi-Square 5. 991 1. 0
Smirnov-Kolmogorov 0. 41 0. 20
Sumber: Hasil Perhitungan 2018

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa Berdasarkan analisis frekuensi yang


dengan uji chi-square diperoleh nilai X2 dilakukan pada data curah hujan harian
hitung<X2 tabel sedangkan smirnov- maksimun diperoleh bahwa jenis distribusi
kolmogorov diperoleh nilai D hitung< D yang paling cocok dengan sebaran data
tabel sehingga dapat ditarik kesimpulan curah hujan harian maksimun di Sub Daerah
bahwa H0 diterima. Hal ini berarti bahwa Aliran Sungai (DAS) Babura adalah distribusi
distribusi observasi (pengamatan) dan Log Person Type III. Untuk itu, data curah
distribusi teoritis (yang diharapkan) tidak hujan harian maksimun yang diperoleh
berbeda secara nyata atau dapat dinyatakan diubah dalam bentuk logaritmik sehingga
pola distribusi yang digunakan sudah tepat parameter statistik berubah sesuai dengan
yaitu distribusi Log Person Type III. tabel 11 dibawah ini.
3) Curah Hujan Rencana
Tabel 11. Frekuensi Distribusi Log Person Type III
Parameter Nilai
Rata-rata 𝑋 = 2.10
Simpangan Baku S = 0.14
Koefisien variasi Cv = 0.06
Koefisien Skewness Cs = 0.3

Sumber: Hasil Perhitungan 2018

Setelah itu, dilakukan perhitungan curah Berdasarkan persamaan di atas dapat


hujan rancangan pada periode ulang yang dihitung hujan rancangan untuk berbagai
telah ditentukan dengan persamaan Log XT periode ulang. Hujan rancangan ini dapat
= log 𝑋+K.S sehingga: Log XT = 2. 1+K. 0. dilihat pada tabel 12 berikut.
14.
Tabel 12. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang
Kala Ulang (Tahun) Hujan Rancangan (mm)
1 63.89
2 123.87
5 164.19
10 191.98
Sumber: Hasil Perhitungan 2018

4) Intensitas Hujan harian maksimun digunakan rumus


Untuk mendapatkan intensitas hujan mononobe. Hal ini disebabkan karena data
dalam periode 1 jam dari data curah hujan curah hujan jangka pendek tidak tersedia,

26|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018

yang ada hanya data curah huja harian, dari data curah hujan harian empiris
maka intensitas curah hujan dapat dihitung menggunakan metode mononobe. Hasil
dengan rumus mononobe sesuai dengan analisis ditunjukkan dalam tabel 13 di
pernyataan Lubis (1992) bahwa intensitas bawah ini.
curah hujan (mm/jam) dapat diturunkan
Tabel 13. Intensitas Hujan
Periode Ulang Intensitas (mm/jam)
R 24 1 Tahun 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun
T (Menit) 63. 89 123. 87 164. 19 191. 98
1 22. 17 42. 98 56. 98 66. 63
5 7. 57 14. 69 19. 47 22. 77
10 4. 77 9. 25 12. 26 14. 30
15 3. 64 7. 06 9. 36 10. 90
30 2. 29 4. 44 5. 89 6. 89
60 1. 44 2. 80 3. 71 4. 34
120 0. 90 1. 76 2. 33 2. 73
180 0. 69 1. 34 1. 78 2. 08
240 0. 57 1. 11 1. 47 1. 72
360 0. 43 0. 84 1. 12 1. 31
480 0. 36 0. 69 0. 92 1. 08
720 0. 27 0. 53 0. 70 0. 82
Sumber: Hasil Perhitungan 2018

Hasil analisis berupa intensitas hujan Susrodarsono dan Takeda (1993), yang
dengan durasi dan periode ulang tertentu mengatakan bahwa lengkung intensity
dihubungkan ke dalam sebuah kurva duration frequency (IDF) ini digunakan
intensity duration frequency (IDF). Kurva dalam menghitung debit puncak dengan
IDF menggambarkan hubungan antara dua metode rasional untuk menentukan
parameter penting hujan yaitu durasi dan intensitas curah hujan rata-rata dari waktu
intensitas hujan yang selanjutnya dapat konsentrasi yang dipilih.
dimanfaatkan untuk menghitung debit Dari tabel diatas dapat dibuat intensity
puncak dengan menggunakan metode duration frequency (IDF) seperti gambar 2
rasional. Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini.

200

180

160

140

120 10 tahun 191.98 mm/jam

100 5 tahun 164.19 mm/jam


2 tahun 123.87 mm/jam
80
1 tahun 63.89 mm/jam
60

40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Gambar 2. Kurva IDF (intensity duration frequency)

Dari kurva IDF terlihat bahwa pada umumnya hujan deras berlangsung
intensitas hujan yang tinggi berlangsung dalam waktu singkat. Namun, hujan tidak
dengan durasi pendek. Hal ini menunjukkan deras (rintik-rintik) berlangsung dalam

27|
waktu lama. Interpretasi kurva IDF besar kemiringan suatu DAS, semakin cepat
diperlukan untuk menentukan debit banjir laju air larian, dan dengan demikian,
rencana mempergunakan metode rasional. mempercepat respons DAS tersebut oleh
adanya curah hujan. Bentuk topografi
5) Waktu Konsentrasi
seperti kemiringan lereng, keadaan parit,
Waktu konsentrasi digunakan
dan bentuk-bentuk cekungan permukaan
untuk menentukan lamanya air hujan
tanah lainnya akan mempengaruhi laju dan
mengalir dari hulu sungai hingga ke tempat
volume limpasan.
keluaran DAS. Waktu konsentrasi (tc)
Penggunaan lahan merupakan
dihitung dengan menggunkan rumus Kirpich
salah satu parameter dalam menentukan
(1940). Berdasarkan data pangjang dan
nilai koefisien limpasan. Penggunaan lahan
selisih ketinggian hulu dengan hilir sungai
yang selalu berubah, menunjukkan semakin
sebelumnya, diperoleh nilai waktu
banyak manusia yang bermukim pada suatu
konsentrasi sebesar 9, 27 jam. Hal ini berarti
wilayah, maka semakin besar intervensi
bahwa waktu yang diperlukan oleh air
manusia dalam mengubah fungsi lahan
sungai dari hulu sampai ke hilir DAS sebesar
untuk berbagai macam bentuk kegiatan.
9, 27 jam.
Tumbuhnya daerah permukiman dan
kegiatan baru didalam badan sungai
Luas DAS
membuat nilai koefisien limpasan semakin
Luas DAS merupakan salah satu
tinggi. Air hujan yang jatuh ke bumi tidak
faktor penting dalam pembentukan
terserap ke dalam tanah, melainkan
hidrograf aliran. Sub DAS Babura memiliki
mengalir di permukaan dan menuju ke
luas 5179, 683 Ha atau 51, 80 km2. Semakin
sungai. Hal ini menyebabkan debit air
besar luas DAS, ada kecenderungan semakin
sungai akan semakin tinggi.
besar jumlah curah hujan dan puncak
hidrograf aliran menjadi lebih lama.
KESIMPULAN
Demikian pula waktu yang diperlukan
Berdasarkan hasil penelitian dan
untuk mencapai puncak hidrograf dan lama
pembahasan, maka hasil penelitian dapat
waktu untuk keseluruhan hidrograf aliran
disimpulkan sebagai berikut :
juga menjadi lebih tinggi.
1. Debit puncak di Sub Daerah Aliran
Sungai (DAS) Babura dengan berbagai
1. Parameter Yang Berpengaruh Pada
periode ulang 1, 2, 5, 10 adalah sebesar
Debit Puncak Sub DAS Babura
49. 16 m3/detik, 95.32 m3/detik, 126.
Parameter yang berpengaruh pada
35 m3/detik, 148. 50 m3/detik.
debit puncak Sub DAS Babura dilihat dari
2. Parameter yang berpengaruh pada
fisik DAS. Karakteristik fisik Daerah Aliran
debit puncak Sub Daerah Aliran Sungai
Sungai (DAS) yang terkait adalah
(DAS) Babura adalah kemiringan
penggunaan lahan, kemiringan lereng,
lereng. Kemiringan lereng yang ada di
kerapatan aliran, dan tekstur tanah. Untuk
Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Babura
menentukan parameter fisik yang
bervariasi. Kemiringan lereng dengan
mempengaruhi dilihat dari besarnya nilai
konfigurasi relief perbukitan menjadi
koefisien limpasan yang menunjukkan
daerah yang paling luas di Daerah
perbandingan antara besarnya nilai air
Aliran Sungai Babura yakni 3164, 356
limpasan terhadap besarnya curah hujan.
Ha (61, 09%) dari luas keseluruhan Sub
Nilai koefisien limpasan sebesar 0. 68 hal ini
DAS Babura. Selain hal tersebut
berarti 68 persen curah hujan yang jatuh di
parameter yang juga mempengaruhi
sub DAS Babura akan langsung menjadi
pada debit puncak sub DAS Babura
limpasan dan hanya 32 persennya saja yang
yakni penggunaan lahan. Penggunaan
mampu meresap kedalam tanah.
lahan sebagian besar terdiri dari kebun
Nilai koefisien limpasan di sub DAS
campuran yaitu 2707, 484 Ha (52. 27
Babura didapat dari penjumlahan
%) dari luas keseluruhan DAS Babura,
penggunaan lahan dengan nilai 0. 15,
dan banyak penduduk membangun
kemiringan lereng 0. 28, kerapatan aliran 0.
permukiman di sekitar Daerah Aliran
15, dan tekstur tanah 0. 10. Berdasarkan
Sungai Babura tersebut.
nilai dari keempat parameter tersebut dapat
dilihat penyebab nilai koefisien limpasan
tinggi adalah kemiringan lereng. Kemiringan
lereng DAS mempengaruhi perilaku
hidrograf dalam hal timing. Semakin tinggi

28|
available at http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/tgeo Jurnal Tunas Geografi
e-ISSN: 2622-9528 p-ISSN: 2301-606X Vol 07 No. 01 – 2018

DAFTAR PUSTAKA Pratisto, A., 2008. The Impact of Landcover


Change on Discharge Response and
Astuti, dkk. 2013. Analisis Tingkat
Flood Hazard. A Case Studi in Gesing
Kerentanan Banjir Dengan Pendekatan
Subwatershed, Indonesia. Tesis.
Geoekosistem di Sub DAS Babura
Double Degree, Program Studi Geo-
Provinsi Sumatera Utara. Jurnal JUPIIS.
Informasi Sekolah Pascasarjana
Volume 5, Nomor 1 Tahun 2013.
Universitas Gadjah Mada dan ITC.
Medan. Jurusan Pendidikan Geografi,
Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
Fakultas Ilmu Sosial.
Sosrodarsono, S., dan Takeda. 1999.
BeritaSatu, 2016. Medan Dilanda Banjir.
Hidrologi Untuk Pengairan. P.T.
https://www.beritasatu.com/nasional/
Pradnya Paramita, Jakarta
347959/medan-dilanda-banjir diakses
29 Februari 2018. Sri Harto, 2000. Hidrologi Teori Masalah
Penyelesaian. Nafiri, Jakarta
Damanik, M. R. S., & Restu, R. (2012).
Pemetaan Tingkat Risiko Banjir dan Suripin, 2004., Sistem Drainase Perkotaan
Longsor Sumatera Utara Berbasis Yang Berkelanjutan, Andi, Yogyakarta
Sistem Informasi Geografis. JURNAL
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I.
GEOGRAFI, 4(1), 29-42.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Gunawan, T. 1991. Penerapan Teknik Press.
Penginderaan Jauh Untuk Menduga
Debit Puncak Menggunakan
Karakteristik Lingkungan Fisik DAS
(Studi Kasus Di Daerah Aliran Sungai
Bengawan Solo Hulu, Jawa Tengah).
Disertasi. Bogor. IPB
Kirpich, Z. P. (1940). Time of concentration
of small agricultural watersheds. Civil
engineering, 10(6), 362
Kodoatie, R.J., dan Roestam, S. 2005.
Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Kurniawan, Anggi. 2012. Analisi Debit
Banjir Rangcangan Sungai Babura di
Hilir Kawasan Kampus USU. Skripsi.
Medan: Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara
Lillesand T.M and Kiefer R.W. 1999.
Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Linsley, R.K., Kohler and Paulhus, J.L., 1975.
Hydrology for Engineers. Mc.Graw-
Hill/Kogakusha Ltd. Tokyo
Lubis, J., 1992. Banjir Rencana
Pembangunan Air. Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta
Meijerink, A.M.J., 1970. Photo
Interpretation in Hydrology A
Geomorphological Approach. ITC.
Delf.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

29|
30|

Anda mungkin juga menyukai