Anda di halaman 1dari 12

Pemetaan Kondisi Tutupan Lahan di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Tolak Ukur Tata Ruang…………………(Nurrohman &

Adlina)

PEMETAAN KONDISI TUTUPAN LAHAN


DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
SEBAGAI TOLOK UKUR PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH
Studi Kasus: Sub DAS Citarum yang ada di Kawasan Bandung Utara
(Mapping of Landcover Conditions in Sub Watershed
as the Base for Regional Spatial Planning)

Arif Nurrohman dan Alin Adlina


Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat
Jalan Naripan No. 25 Kota Bandung 40111
E-mail: arifmap08@gmail.com

ABSTRAK
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan antara sungai
dengan anak-anak sungainya. DAS mempunyai fungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air
dari hulu hingga ke hilir. Sub DAS merupakan bagian wilayah kecil dari suatu DAS. Dewasa ini kondisi
tutupan lahan di setiap wilayah administrasi Kabupaten / Kota mengalami degradasi, terutama untuk
tutupan lahan hutan yang selalu mengalami penurunan luasan atau perubahan sebarannya yang tidak
sesuai. Selain itu kejadian banjir di beberapa wilayah perkotaan mengalami intensitas yang sering. Kawasan
Bandung Utara (KBU) merupakan daerah dataran tinggi yang ada di wilayah Cekungan Bandung, KBU
adalah salah satu hulu dari DAS Citarum yang memiliki peranan penting terhadap keberlanjutan pelestarian
lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran kondisi tutupan lahan Sub DAS Citarum
yang ada di KBU. Metodologi yang dilaksanakan diantaranya adalah deliniasi batas Sub DAS Citarum yang
ada di KBU, perhitungan luas tutupan lahan dan proporsi sebaran tiap Sub DAS, analisis perbandingan
tutupan lahan hutan dengan kawasan hutan, dan analisis banjir eksisting serta kondisi limpasan air.
Terdapat sembilan sub DAS Citarum yang sudah terdeliniasi dengan kondisi tutupan lahannya yang saat ini
kian memprihatinkan. Berdasarkan hasil anlisis, kondisi tutupan lahan di sembilan Sub DAS Citarum tersebut
sebagian masih kurang dari 30% ketersediaan hutannya. Artinya ±70% dari area Sub DAS adalah berupa
kawasan budidaya seperti permukiman, industri, semak belukar, lahan kosong, tegalan, kebun dan lain
sebagainya. Salah satunya adalah Sub DAS Cidurian, terdapat tutupan hutan sebesar 949,07 ha dengan
koefisien limpasan air ketika terjadi hujan tinggi sebesar 63%.

Kata kunci: sub daerah aliran sungai, tutupan lahan, rencana tata ruang wilayah, hutan, banjir

ABSTRACT
Watershed is a land area constituting rivers and its streams. Watershed has function to catch, store and
distribute water from upstream to downstream area. Sub-watersheds are small parts of the watershed.
Nowadays, land cover condition in every Regency/City has been degraded, especially the forest land cover
which its total area has always been decreased and its coverage distribution founded on unsuitable
locations. Meanwhile, several flooding events also have been often occurring in some urban areas. The
North Bandung Area (NBA) is a highland area in the Bandung Basin, North Bandung Area is one upstream of
the Citarum Watershed. The purpose of this study is to provide an overview of the condition of the Citarum
Sub-watershed land cover at NBA. The methodology carried out included delineation of the boundaries of
the Citarum Sub-watershed at NBA, the calculation of land cover area and the proportion of distribution of
each sub-watershed, analysis of the comparison of forest land cover with forest area, and description of
existing floods and water runoff conditions. There are nine sub-watersheds of the Citarum Watershed that
have been delineated with the condition of land cover which is currently increasingly alarming. Based on
results of the analysis condition of land cover in nine sub-watersheds of Citarum, it is founded that the forest
area only existed less than 30%. Which means that 70% of the watershed are cultivated area such as
housing, industry, thicket, bare ground, dry agriculture, and others. One of the is Cidurian Sub-watershed
that has forest coverage 949,07 ha and runoff coefficient during high rain period is 63%.

Keywords: sub-watershed, landcover, regional spatial planning, forest, flood

269
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

PENDAHULUAN
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
antara sungai dengan anak-anak sungainya (PP No. 37, 2012). Daerah Aliran Sungai (DAS) secara
umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas
topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara
serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.
DAS mempunyai fungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air dari hulu hingga ke
hilir. Sub DAS merupakan bagian wilayah kecil dari suatu DAS. Hulu DAS memiliki peran dan fungsi
konservasi serta sebagai penyangga bagi kawasan di bawahnya, tentu dengan syarat keberadaan
hutannya tetap proporsional. Kelestarian DAS memiliki manfaat penting untuk optimalisasi daerah
tangkapan air hujan, menjaga kualitas air, mencegah banjir dan kekeringan saat musim hujan dan
kemarau, dan mengurangi aliran muatan tanah dari hulu ke hilir atau erosi saat hujan. Karena itu
setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya
(Asdak C, 2010).
DAS Citarum adalah salah satu DAS yang ada di Provinsi Jawa Barat yang memiliki susunan
hulu sungai yang memanjang. Hulu di ujung paling timur terdapat di Situ Cisanti, Kabupaten
Bandung dan hulu yang berada di ujung paling barat bagian bawah berada di Gunung Gede dan
Gunung Pangrango hingga deretan perbukitan di Gunung Hambalang Kabupaten Bogor.
Sedangkan untuk hulu paling barat bagian atas berada di Gunung Bongkok, Kabupaten
Purwakarta. DAS Citarum memiliki banyak Sub DAS di dalamnya, salah satunya yang berada di
Kawasan Bandung Utara (KBU).
KBU adalah salah satu kawasan strategis provinsi Jawa Barat yang berfungsi menjadi wilayah
konservasi air, KBU memiliki fungsi dan peranan penting dalam menjamin keberlanjutan kehidupan
dan keseimbangan lingkungan hidup di Cekungan Bandung (Bandung Basin). Pemanfaatan ruang
di KBU yang tidak terkendali akan mengancam keberlangsungan fungsi konservasi kawasan
sebagai daerah tangkapan air (Perda Prov. Jabar No. 2, 2016).
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten atau kota adalah salah satu dokumen teknis
yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan atau pemanfaatan ruang di suatu daerah. Dalam
persetujuan penyusunan dokumen RTRW atau sejenisnya selalu rawan dengan kepentingan yang
bersifat politis. Saat ini pada umumnya rencana tata ruang lebih cenderung mengacu pada segi
kebutuhan ruang serta nilai ekonomis, dan sebaliknya nilai-nilai lingkungan diabaikan (Mardi
Wibowo, 2006). Seperti daerah Cekungan Bandung yang sifat fisik alamnya merupakan dataran
tinggi dengan pegunungan yang berlembah maka untuk daerah hulunya tidak seharusnya
dikembangkan secara masif menjadi kawasan budidaya, artinya harus ada upaya untuk melindungi
kawasan resapan air agar tetap berfungsi sebagai pencegah banjir bagi kawasan di bawahnya.
Dewasa ini, kondisi tutupan lahan di setiap wilayah administrasi Kabupaten atau Kota
mengalami degradasi, terutama untuk tutupan lahan hutan yang selalu mengalami penurunan
luasan atau perubahan sebarannya yang tidak sesuai. Saat curah hujan tinggi, kejadian banjir di
beberapa wilayah perkotaan salah satunya di Kota Bandung mengalami intensitas yang sering,
seperti banjir lokal karena kapasitas saluran drainase yang kurang memadai ataupun banjir
bandang dari kawasan hulu sungai. Sebagai upaya pencegahan dan pemulihan kerusakan tatanan
siklus hidrologi di setiap daerah, maka pemetaan kondisi tutupan lahan di Sub DAS sudah
seharusnya menjadi syarat awal untuk penentuan kebutuhan alokasi rencana tata ruang wilayah.

METODE
Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April - Agustus 2018. Lokasi penelitian berada di hulu DAS
Citarum bagian utara tepatnya berada di Kawasan Bandung Utara (KBU). Secara administratif KBU
merupakan wilayah gabungan dari 4 (empat) daerah diantaranya adalah Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi. Wilayah KBU merupakan daerah
dataran tinggi dengan batas terendah berada pada ketinggian 750 mdpl (Perda Prov. Jabar No. 2,

270
Pemetaan Kondisi Tutupan Lahan di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Tolak Ukur Tata Ruang…………………(Nurrohman & Adlina)

2016). Lokasi acuan Sub DAS Citarum dapat dilihat pada Gambar 1 yang berwarna garis merah
(batas KBU), sedangkan untuk area yang berwarna hijau muda adalah batas DAS Citarum secara
keseluruhan mulai dari hulu Situ Cisanti sampai ke muara sungai di Pantai Muara Gembong Bekasi,
dan untuk garis yang berwarna abu adalah batas administratif kabupaten/kota.

Gambar 1. Peta lokasi acuan penelitian berada di DAS Citarum (Kawasan Bandung Utara).

Lokasi acuan di atas selanjutnya akan didetilkan ke dalam batas Sub DAS Citarum, terdapat 9
(sembilan) Sub DAS diantaranya adalah Sub DAS Cidurian, Cihaur, Cikapundung, Cikeruh,
Cilember, Cimahi, Cimeta, Cisomang, dan Citepus. Nama Sub DAS tersebut yang selanjutnya
menjadi batas wilayah penelitian.

Pelakasanaan Penelitian

Inventarisasi Ground
Analisis dan
Data Processing Data Check Kesimpulan
Pembahasan
Sekunder Survey

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai dari tahap inventarisasi data sekunder diantaranya data yang
telah dikumpulkan adalah: Data tutupan lahan tahun 2016, sumber data dari BAPPEDA Provinsi
Jawa Barat; Batas DAS Citarum, sumber data dari DLH Provinsi Jawa Barat; Batas wilayah KBU
sebagai acuan lokasi yang nanti akan digunakan dalam deliniasi atau penentuan batas Sub DAS
Citarum, sumber data dari DISKIMRUM Provinsi Jawa Barat; Batas Administratif Kabupaten atau
Kota, Sumber data Bappeda Provinsi Jawa Barat; Data sungai dan data kontur dari Peta RBI digital
skala 1:25.000, dan data DEM (digital elevation model) resolusi 30m yang digunakan untuk
membantu deliniasi batas Sub DAS, sumber Badan Informasi Geospasial; Data kawasan hutan,
sumber data dari RTRW Kabupaten Kota yang ada dalam cakupan Sub DAS dan wilayah KBU; Data
curah hujan harian (digunakan khusus untuk Sub DAS Cidurian sebagai studi kasus lokasi banjir
bandang), sumber data dari website Jaxa Global Rainfall Watch.
Tahap pemrosesan data dilaksanakan dalam beberapa tahap, diantaranya yaitu: Deliniasi batas
Sub DAS Citarum. Metode yang digunakan dalam proses deliniasi batas Sub DAS yaitu dengan
digitasi on screen, dibantu dengan referensi data sungai skala 1:25.000 yang ditampalkan dengan
data kontur dan data hillshade sebagai dasar untuk melihat bentukan relief permukaan bumi yang
notabene menjadi batas alami dari daerah Sub DAS; Overlay analysis, data tutupan lahan tahun
2016 di-overlay dengan batas Sub DAS, dari proses overlay tersebut maka dihasilkan data luasan
tutupan lahan tiap Sub DAS; Analisis perbandingan antara jumlah hutan eksisting tahun 2016
dengan data kawasan hutan. Analisis ini bertujuan untuk mengukur kesesuaian proporsi luasan
hutan tiap Sub DAS, dari analisis tersebut dapat diketahui berapa persen rasio jumlah hutan
eksisting terhadap kawasan hutan yang sudah ditetapkan dalam peraturan daerah; Analisis studi

271
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

kasus banjir bandang. Analisis ini dilakukan dalam rangka mengukur pengaruh proporsi tutupan
lahan eksisting terhadap proses peresapan air hujan dan limpasan air.
Atas dasar banjir eksisting yang terjadi pada tanggal 20 Maret 2018, lokasi analisis khusus
dilaksanakan hanya di salah satu Sub DAS yaitu di Sub DAS Cidurian, detailnya berada di salah
satu anak sungai dari Sub DAS tersebut. Dalam tahap ini dilakukan perhitungan volume curah
hujan yang turun pada hari terjadinya banjir bandang. Setelah itu dihitung juga berapa besar
curah hujan yang meresap dan melimpas. Rumus untuk menghitung volume curah hujan yang
turun menggunakan Persamaan 1, Persamaan 2 dan Persamaan 3:

V = h x A .......................................................................................................................... (1)

dimana:
V = Volume curah hujan (m3)
h = curah hujan (m)
A = luas penampang/ luas Sub DAS (m2)
Setelah menghitung volume curah hujan selanjutnya dihitung berapa besar air hujan yang
meresap dan terlimpas. Rumus (Shaban, 2006) yang digunakan adalah:

W = V x C ......................................................................................................................... (2)

dan

C = Σ(Ci x Ai) ................................................................................................................... (3)


ΣA

dimana:
W = Volume limpasan air hujan
V = Volume curah hujan
C = Koefisien limpasan tertimbang
Ci = Koefisien limpasan tutupan lahan
A = Luas daerah tangkapan air
Ai = persentase luas area tiap tutupan lahan

Survey lapangan dilaksanakan di salah satu Sub DAS Citarum, survey tersebut khusus
dilakukan untuk mendukung analisis banjir bandang yang terjadi di Sub DAS Cidurian, tepatnya di
anak Sungai Cicabe yang berada di dekat Terminal Cicaheum, Kec. Kiaracondong, Kota Bandung.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deliniasi Batas Sub DAS Citarum

Deliniasi batas Sub DAS Citarum yang ada di KBU menghasilkan 9 (sembilan) wilayah sub
DAS. Secara angka bahwa sub das terluas adalah Sub DAS Cikeruh, namun Sub DAS dengan
proporsi luas terbesar di wilayah KBU adalah Sub DAS Cikapundung. Dari Tabel 1 dapat dilihat
pula bahwa sebaran Sub DAS paling banyak terdapat di Kabupaten Bandung Barat, mengingat
bahwa ±65% luas KBU adalah berada di wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat.

Tabel 1. Sub DAS Citarum di Kawasan Bandung Utara.


Luas Sub DAS Terhadap Kabupaten / Kota di KBU (Hektar)
No Nama SUB DAS Luas Sub DAS Kota Kota Kabupaten Kabupaten
(Hektar) Bandung Cimahi Bandung Bandung Barat
1 Sub DAS Cidurian 10.180,39 153,85 4.474,26
2 Sub DAS Cihaur 4.423,41 582.60 1.985,00
3 Sub DAS Cikapundung 14.825,80 1.293,36 1.152,81 8.024,04
4 Sub DAS Cikeruh 19.321,27 620.02 3.615,50 2,15
5 Sub DAS Cilember 5.790,31 46.34 304.38 970,61
6 Sub DAS Cimahi 4.917,71 607.57 2.886,69
7 Sub DAS Cimeta 13.987,38 6.801,25

272
Pemetaan Kondisi Tutupan Lahan di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Tolak Ukur Tata Ruang…………………(Nurrohman & Adlina)

Luas Sub DAS Terhadap Kabupaten / Kota di KBU (Hektar)


No Nama SUB DAS Luas Sub DAS Kota Kota Kabupaten Kabupaten
(Hektar) Bandung Cimahi Bandung Bandung Barat
8 Sub DAS Cisomang 1.778,55 996,88
9 Sub DAS Citepus 7.588,68 1.241,94 35,40 2.904,79
Jumlah 3.355,51 1.529,94 9.242,57 24.571,41

Overlay Analysis
Proses overlay analysis bertujuan untuk menumpang susunkan antara peta tutupan lahan
tahun 2016 dengan batas Sub DAS yang dibuat. Proses tersebut menghasilkan data berupa tabel
luas tutupan lahan tahun 2016 di masing-masing sub das. Hasil overlay disajikan dalam bentuk
peta di Gambar 3. Adapun untuk hasil rekapitulasi luas tutupan lahan tahun 2016 tiap Sub DAS
disajikan dalam Tabel 2 berikut ini.

Gambar 3. Peta Tutupan Lahan Tahun 2016 Sub DAS Citarum di Kawasan Bandung Utara.

Tabel 2. Luas tutupan lahan tahun 2016 Sub DAS Citarum.


Tutupan Luas Tutupan Lahan Sub DAS Citarum Tahun 2016 (Hektar)
Lahan Cidurian Cihaur Cikapundung Cikeruh Cilember Cimahi Cimeta Cisomang Citepus
Bandara - - - - 111,06 - - - 106,09
Hutan 949,07 - 2.809,84 3.034,01 0,24 1.727,17 736,14 551,88 618,10
Industri 183,98 - 183,76 404,26 467,97 74,81 - - 244,79
Kebun/
Perkebunan 709,63 574,86 1.659,19 1.796,21 197,00 254,70 3.229,30 345,41 373,49

Ladang/
Tegalan 1.801,90 1.273,97 2.788,76 2.325,08 294,71 539,75 3.721,84 85,81 847,24

Sawah 1.935,03 732,88 1.296,00 5.840,59 816,82 312,44 1.749,18 499,53 296,09
Semak
142,57 49,74 410,19 485,97 84,30 226,92 2.403,80 214,22 191,80
Belukar
Sungai/
Danau/ 11,34 31,57 15,65 10,11 30,19 9,23 1,34 - 17,07
Waduk/Situ
Tambak/
Empang 3,33 - 14,02 - - - - - -

Terbangun 4.443,54 1.760,40 5.648,39 5.425,05 3.788,04 1.772,70 2.145,77 81,69 4.894,01
Jumlah 10.180,39 4.423,41 14.825,80 19.321,27 5.790,31 4.917,71 13.987,38 1.778,55 7.588,68
Sumber: Tutupan Lahan Bappeda Provinsi Jabar (2016)

Hasil rekapitulasi luas tutupan lahan memberikan gambaran bahwa ketersediaan hutan di
masing-masing sub das persentasenya masih sangat minimal. Sub DAS Cidurian memiliki

273
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

persentase hutan sebesar 9,32% dari luas total Sub DAS sebesar 10.180,39 ha. Selanjutnya Cihaur
sama sekali tidak memiliki hutan, padahal luas sub DAS tersebut cukup besar yaitu seluas 4.423,41
ha. Sub DAS Cikapundung memiliki luas hutan sebesar 18,95% dari total luas sub das sebesar
14.825,80 ha. Sub DAS Cikeruh memiliki luas hutan sebesar 15,70% dari total luas hutan sebesar
19.321,27 ha. Sub DAS Cilember hanya memiliki hutan sebesar 0,004% dari total luas sub das
4.917,71 ha. Sub DAS Cimahi memiliki luas hutan sebesar 35,12% dari total luas sub das 4.917
ha. Sub DAS Cimeta memiliki luas hutan sebesar 5,26%, Sub DAS Cisomang memiliki luas hutan
31,03%. Sub DAS Citepus memiliki luas hutan sebesar 8,15% dari total luas sub das 7.588,68 ha.

Analisis Perbandingan

Analisis perbandingan merupakan suatu langkah untuk menghasilkan angka antara jumlah
luas hutan eksisting tahun 2016 terhadap luas kawasan hutan. Analisis ini dilakukan guna
mengukur kesesuaian proporsi luasan hutan tiap Sub DAS, sebagaimana yang tertuang dalam
Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa “luas kawasan hutan
yang harus dipertahankan adalah minimal 30% dari luas DAS”. UU No. 26 tahun 2007
menyebutkan pula bahwa dalam rangka pelestarian lingkungan, dalam RTRW ditetapkan proporsi
luas kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas DAS. Dalam Perda No. 22 Tahun 2010 tentang
RTRW Provinsi Jawa Barat menyebutkan bahwa luas kawasan hutan minimal 30% dari luas DAS.
Walaupun di aturan tersebut menyebutkan bawha proporsi luas hutan itu adalah untuk kawasan
DAS, namun dalam penelitian ini menegaskan bahwa guna terciptanya kelestarian lingkungan
kawasan maka untuk langkah pencegahan, rehabilitasi dan pengawasan harus dimulai dari
kawasan kecil seperti Sub DAS. Dari analisis ini juga nantinya akan diketahui berapa persen rasio
jumlah hutan eksisting terhadap kawasan hutan yang sudah ditetapkan dalam peraturan daerah
Kabupaten Kota. Dalam Gambar 4 berikut ini adalah hasil dari perbandingan antara peta kawasan
hutan dengan peta hutan eksisting. Kawasan hutan yang didapat terbagi ke dalam 5 (lima) kelas,
diantaranya adalah cagar alam hutan lindung, taman hutan raya, taman wisata alam dan hutan
produksi. Tabel 3 menyajikan bagaimana kondisi luas kawasan hutan setiap sub das beserta
berapa besar capaian hutannya.

Gambar 4. Peta hutan eksisting tahun 2016 (kiri), peta kawasan hutan (kanan).

Tabel 3. Luas Kawasan Hutan Dalam Sub DAS


Ketersediaan Kawasan Hutan (hektar) Capaian
Luas Sub Hutan
Nama Sub Taman Taman
DAS Cagar Hutan Hutan Jumlah Total Eksisting
DAS Hutan Wisata
(Hektar) Alam Lindung Produksi Kaw. Hutan tahun 2016
Raya Alam (Hektar)
Cidurian 10180,39 - 873,33 82,29 - - 955,62 949,07
Cihaur 4423,41 - - - - - 0,00 0,00
Cikapundung 14825,80 7,43 3375,79 446,10 36,52 - 3865,85 2809,84
Cikeruh 19321,27 - 3624,28 - - - 3624,28 3034,01
Cilember 5790,31 - - - - 0,11 0,11 0,24

274
Pemetaan Kondisi Tutupan Lahan di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Tolak Ukur Tata Ruang…………………(Nurrohman & Adlina)

Ketersediaan Kawasan Hutan (hektar) Capaian


Luas Sub Hutan
Nama Sub Taman Taman
DAS Cagar Hutan Hutan Jumlah Total Eksisting
DAS Hutan Wisata
(Hektar) Alam Lindung Produksi Kaw. Hutan tahun 2016
Raya Alam (Hektar)
Cimahi 4917,71 9,32 1757,10 - 19,80 104,76 1890,98 1727,17
Cimeta 13987,38 38,61 1152,69 - - 78,70 1269,99 736,14
Cisomang 1778,55 290,67 359,94 - - - 650,61 551,88
Citepus 7588,68 - 682,34 - 42,07 - 724,41 618,10

Persentase luas kawasan hutan di Sub DAS Cidurian masih di angka 9,38% sedangkan untuk
capaian hutan eksisting berada di angka 9,32%. Angka proporsi luas hutan ini sangat kecil
mengingat Sub DAS Cidurian merupakan salah satu Sub DAS yang cukup besar luasnya dan masuk
ke wilayah perkotaan Kota Bandung. Daerah tersebut sangat rentan terjadi banjir bandang,
berdasarkan data historis (wawancara masyarakat lokal, 2018) bahwa kejadian banjir di daerah
terminal Cicaheum telah mengalami periode ulang tahun yang dulu pernah terjadi pada tahun
1982, 2002, dan sekarang 2018 pada bulan maret lalu. Sub DAS Cihaur tidak memiliki kawasan
hutan dan hutan eksisting, seharusnya untuk di kawasan hulu perlu dilaksanakan reboisasi agar
daerah hulu sebagai kawasan resapan dapat berfungsi maksimal. Wilayah administratif yang ada
di DAS Cihaur adalah Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi, sehingga sangat diharapkan
bahwa kedua daerah tersebut memperhatikan kondisi dari Sub DAS Cihaur.
Persentase luas kawasan hutan di Sub DAS Cikapundung sebesar 26,08% sedangkan untuk
capaian hutan eksisting berada di angka 18,95%. Untuk Sub DAS Cikapundung masih
membutuhkan upaya reboisasi di kawasan hulunya. Di samping itu agar tercapai angka persentase
hutan 30% dalam kawasan Sub DAS maka untuk Kabupaten Bandung Barat dan Kota Bandung
sebagai wilayah administratif yang berada di Sub DAS Cikapundung diusahakan agar menambah
kawasan lindung hutan. Persentase luas kawasan hutan di Sub DAS Cikeruh adalah sebesar
18,76% sedangkan untuk capaian hutan eksisting berada di angka 15,70%. Sub DAS Cikeruh
merupakan sub DAS dengan luas terbesar diantara yang lainnya, sub DAS ini memiliki peranan
penting bagi keberlanjutan kawasan industri di Kec. Rancaekek Kab. Bandung, selain itu sub DAS
ini merupakan daerah penyangga bagi kawasan pengembangan perumahan di Rancaekek. Saat ini
kawasan Industri atau bahkan perumahan di daerah Rancaekek sering terlanda banjir akibat
luapan dari beberapa anak sungai di Sub DAS Cikeruh. Selain itu kondisi sistem drainase di jalan
provinsi di kawasan Rancaekek masih belum cukup baik, sehingga ketika sungai meluap air dari
jalan tak mampu tertampung di dalam drainase yang memang tidak lebar dan dalam. Permasalah
lain pula terjadi di kawasan hulunya yang saat ini banyak dikembangkan perumahan subsidi,
sehingga terus mengikis keberadaan hutan yang ada. Pemerintah Kabupaten Bandung sebagai
wilayah administratif yang berada di hulu sungai perlu memperhatikannya, selain itu perlu ada
penegasan dan penambahan kawasan hutan sebagai upaya awal reboisasi.
Persentase luas kawasan hutan di Sub DAS Cilember adalah sebesar 0,001% sedangkan untuk
capaian hutan eksisting berada di angka 0,004%. Angka proporsi hutan di Sub DAS Cilember
sangat memprihatinkan. Perlu dilakukan upaya reboisasi di kawasan hulu yang berada di
Kabupaten Bandung Barat. Sehingga Kota Cimahi yang berada di wilayah tengah tidak terdampak
oleh kritisnya kawasan hulu sub das. Beberapa tahun lalu anak sungai dari Sub DAS Cilember
sering meluap di perkotaan Kota Cimahi (wawancara Dinas PUPR Kota Cimahi). Persentase luas
kawasan hutan di Sub DAS Cimahi adalah sebesar 38,45% sedangkan untuk capaian hutan
eksisting berada di angka 35,12%. Angka prosentase luas hutan di Sub DAS ini sudah memenuhi
target minimal angka 30%. Kabupaten Bandung barat sebagai daerah yang memiliki hulu sub das
tersebut perlu menjaga kondisi hutannya. Salah satu hulu dari Sub DAS Cimahi adalah di bagian
barat Kawah Gunung Tangkuban Parahu. Persentase luas kawasan hutan di Sub DAS Cimeta
adalah sebesar 9,07% sedangkan untuk capaian hutan eksisting berada di angka 5,26%. Sub DAS
Cimeta adalah salah satu sub das yang bermuara langsung ke Waduk Cirata, angka prosentase
hutan yang sangat minimal ini perlu mendapat perhatian lebih dari Pemerintah Kabupaten
Bandung Barat sebagai wilayah yang berada di hulu sub das. Angka Persentase hutan tersebut

275
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

berpotensi menyumbang angka sedimentasi yang tinggi bagi Waduk Cirata yang semakin lama
tentu akan menimbulkan pendangkalan waduk. Persentase luas kawasan hutan di Sub DAS
Cisomang adalah sebesar 36,58% sedangkan untuk capaian hutan eksisting berada di angka
31,03%. Sub DAS Cisomang adalah salah satu sub das terkecil dari sub das lainnya yang berada di
wilayah KBU. Hulu sub das ini berada di Kabupaten Bandung Barat dan sebagiannya lagi ada di
Kabupaten Purwakarta. Angka prosentase hutan di atas perlu dijaga oleh kedua daerah tersebut
agar kondisi sub das tetap lestari.
Persentase luas kawasan hutan di Sub DAS Citepus adalah sebesar 9,55% sedangkan untuk
capaian hutan eksisting berada di angka 8,15%. Sub DAS Citepus adalah salah satu sub das yang
sering mengakibatkan banjir di daerah permukiman warga yang dekat ke bantaran atau muara
sungai yang ada di Kabupaten Bandung (BBWS Citarum, 2011). Hulu sungai dari sub das ini
berada di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung, dengan angka persentase tersebut sangat perlu
dilakukannya upaya reboisasi di kawasan hulunya, salah satunya dengan penambahan kawasan
hutan sebagai upaya awal reboisasi.

Analisis Studi Kasus Banjir Bandang

Analisis studi kasus terkait banjir bandang yang terjadi di daerah Cicaheum, Kota Bandung
tanggal 20 maret 2018 merupakan salah satu representatif ketidakmampuan daerah hulu sebagai
kawasan yang menjadi daerah resapan dalam meresapkan air hujan. Lokasi analisis ini berada di
Sub DAS Cidurian, detailnya berada di Sungai Cicabe yang menjadi salah satu anak sungai dari
Sub DAS tersebut.

Gambar 5. Peta Daerah Tangkapan Air Sungai Cicabe.

276
Pemetaan Kondisi Tutupan Lahan di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Tolak Ukur Tata Ruang…………………(Nurrohman & Adlina)

Sebagaimana tercantum dalam Gambar 5 bahwa garis yang berwarna biru adalah daerah
tangkapan air Sungai Cicabe, sedangkan titik yang berwarna hijau adalah lokasi genangan banjir
itu sendiri sebagai batas bawahnya. Dalam pelaksanaan analisis ini data yang digunakan adalah
curah hujan harian. Data curah hujan ini berguna untuk melihat berapa besar curah hujan yang
terjadi saat banjir bandang itu terjadi dan bagaimana sifat tren curah hujan dalam beberapa hari
sebelumnya. Data curah hujan yang didapatkan adalah dari tanggal 14-20 Maret 2018. Dalam
tahap ini dilakukan perhitungan besaran volume curah hujan yang turun pada tanggal 20 Maret
2018 (tanggal terjadinya banjir bandang). Hasil perhitungan volume curah hujan kemudian
dikalikan dengan koefisien limpasan tiap tutupan lahan maka dapat diketahui berapa besar curah
hujan yang meresap dan berapa besar curah hujan yang melimpas (tidak meresap ke dalam
tanah).

Tabel 4. Data curah hujan akumulasi harian (24 jam) di daerah tangkapan air Sungai Cicabe.
Tanggal Curah Hujan
(Maret) Harian (mm)
14 5,05
15 4,76
16 25,14
17 8,28
18 11,92
19 31,95
20 68,35
Sumber: Jaxa Global Rainfall Watch

Gambar 6. Grafik Curah Hujan di Daerah Tangkapan Air Sungai Cicabe.

Jika dilihat dalam Gambar 6, grafik curah hujan pada 6 (enam) hari sebelum tanggal banjir
bandang terjadi ternyata mengalami peningkatan angka curah hujan yang ekstrem. Pada tanggal
14 dan 15 masih terlihat angka curah hujannnya hampir sama, tanggal 16 mengalami peningkatan
yang cukup signifikan, kemudian tanggal 17 dan 18 menurun kembali ke angka curah hujan
rendah hingga pada tanggal 19 mulai mengalami peningkatan kembali, dan puncaknya adalah
pada tanggal 20 di wilayah tersebut dari hulu hingga daerah hilirnya mengalami peningkatan curah
hujan yang sangat ekstrem yaitu hingga angka sebesar 68,35 mm. Diketahui bahwa luas daerah
tangkapan air Sungai Cicabe adalah 722,93 ha, untuk koefisien limpasan bagi setiap tutupan lahan
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data Koefisien Limpasan Tiap Tutupan Lahan.


No Tutupan Lahan Luas (Hektar) Koefisien Limpasan
1 Hutan 12.34 0.10
2 Kebun/Perkebunan 73.47 0.38
3 Ladang/Tegalan 349.77 0.56
4 Sawah 75.71 0.56
5 Semak Belukar 0.04 0.36
6 Terbangun 211.61 0.90
Sumber: Schwab, et al, 1981 dalam Arsyad, 2008

277
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Berikut ini hasil proses perhitungan untuk mencari nilai volume curah hujan dan limpasan air
(Persamaan 4).

V = h x A ............................................................................................................. (4)
V = 0,068 m x 7.229.341,11 m2 = 494.125,46 m3.

Jadi volume air hujan yang turun pada saat terjadi banjir adalah sebesar 494.125,46 m3. Setelah
menghitung volume curah hujan selanjutnya dihitung berapa besar air hujan yang meresap dan
terlimpas di daerah tangkapan air. Rumus yang digunakan adalah (Persamaan 5 dan
Persamaan 6):

W = V x C ............................................................................................................ (5)
dan
C = Σ(Ci x Ai)....................................................................................................... (6)
ΣA

Maka
C = Σ((123.395,90 x 0,10)+(734.698,66 x 0,38)+(3.497.685,78 x 0,56)+
(757.078,83 x 0,56)+(387,35 x 0,36)+(2.116.094,59 x 0,90))
7.229.341,11
= 4.578.817,84 = 0,63
7.229.341,11

Hasil perhitungan koefisien limpasan air didapatkan angka sebesar 0,63 atau jika dikonversi ke
bentuk persen berarti potensi limpasan air yang terjadi saat hujan pada tanggal 20 Maret 2018
adalah sebesar 63%. Sehingga dapat diartikan bahwa kemampuan daerah tangkapan air di anak
sungai Sub DAS Cidurian yaitu hanya mampu meresapkan air hujan sebesar 37% dan 63%
menjadi limpasan air.

W = 494.125,46 x 0,63 = 312.962,20 m3

Dimana:
V = Volume curah hujan (m3)
h = curah hujan (m)
A = luas penampang/ luas Sub DAS (m2)
W = Volume limpasan air hujan
V = Volume curah hujan
C = Koefisien limpasan tertimbang
Ci = Koefisien limpasan tutupan lahan
A = Luas daerah tangkapan air
Ai = persentase luas area tiap tutupan lahan

Jadi volume air hujan yang melimpas ke sungai (tidak meresap ke dalam tanah) pada saat
terjadinya banjir adalah 312.962,20 m3. Sedangkan air yang meresap ke dalam tanah adalah
181.163,27 m3, angka tersebut merupakan hasil selisih antara volume curah hujan dengan angka
air hujan yang melimpas. Dari tinjauan tata ruang angka koefisien limpasan sebesar 63%
merupakan fenomena yang harus menjadi bahan evaluasi pihak pemerintah, karena dari hasil
pemodelan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan daerah hulu atau dalam hal
ini adalah Sub DAS sebagai kawasan resapan sudah tak mampu lagi untuk melaksanakan
perannya dengan baik. Oleh karena itu ke depannya pemodelan dan analisis kondisi tutupan lahan
dalam penyusunan perencanaan tata ruang tentu perlu menjadi bahan tinjauan utama, yang
mungkin selama ini masih belum melihat aspek ini secara komprehensif.

278
Pemetaan Kondisi Tutupan Lahan di Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Tolak Ukur Tata Ruang…………………(Nurrohman & Adlina)

KESIMPULAN
Sub DAS Citarum yang berada di wilayah KBU terdiri dari 9 (sembilan) Sub DAS diantaranya
adalah Cidurian, Cihaur, Cikapundung, Cikeruh, Cilember, Cimahi, Cimeta, Cisomang, dan Citepus.
Sebagaimana prinsip keberlanjutan kelestarian lingkungan, tutupan lahan di 9 (sembilan) Sub DAS
tersebut proporsi hutannya sebagian masih kurang dari persentase minimal 30%. Diantaranya
untuk Sub DAS Cidurian hanya memiliki luas hutan sebesar 9,32% dari total luas Sub DAS, Cihaur
yang tidak memiliki hutan, Cikapundung luas hutannya sebesar 18,95%, Cikeruh sebesar 15,70%,
Cilember 0,0041%, Cimeta 5,26%, Citepus 8,15% dan Sub DAS yang luas hutannya telah melebihi
angka minimal 30% yaitu Cimahi 35,12% dan Cisomang 31,03%. Angka luas hutan tersebut
memberikan informasi bahwa prosentase tutupan hutan dengan tutupan lahan yang bersifat
budidaya (tegalan, industri, pemukiman, sawah dan lain-lain) perbandingannya adalah 30:70.
Beranjak dari hal tersebut, salah satu kasus banjir bandang yang melanda daerah Cicaheum, Kota
Bandung telah memberikan gambaran bahwa kondisi curah hujan saat banjir terjadi turun sangat
tinggi, terhitung angka volume curah hujan adalah sebesar 494.125,46 m3 dengan koefisien
limpasan air 63% atau dalam artian air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah adalah
312.962,20 m3, dan hanya 181.163,27 m3 yang berhasil meresap. Berdasarkan analisis kondisi
tutupan lahan tiap Sub DAS Citarum di atas, tentu ke depannya pemodelan dan analisis kondisi
tutupan lahan dalam perencanaan tata ruang perlu menjadi salah satu bahan tinjauan utama,
guna menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan alokasi perencanaan ruang yang mungkin
selama ini masih belum melihat aspek ini secara komprehensif.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan Terima Kasih kepada pihak diantaranya adalah Kepala Bidang Tata Lingkungan,
Kepala Seksi Evaluasi Dampak dan Resiko Kebijakan Strategis, Sekretaris Dinas, dan Kepala Dinas
Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat yang telah memberikan dukungan dan inspirasi dalam
penyusunan kajian ini, dan segenap perangkat dinas atau badan lain yang telah memberikan
dukungan data.

DAFTAR PUSTAKA
Amin Shaban, Mohamad Khawlie, Chadi Abdallah. (2006). Use of Remote Sensing and GIS to Determine
Recharge Potential Zones. Hydrogeologi Journal. 14: 433-443. Lebanese National Council. Lebanon.
Asdak, Chay. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Wibowo, Mardi. (2006). Model Penentuan Kawasan Resapan Air Untuk Perencanaan Tata Ruang
Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Wibowo, Mardi. (2005). Kajian Atas Hasil-hasil Penelitian Kawasan Konservasi Daerah Resapan Air di
Cekungan Bandung. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Balai Besar Wilayah Sungai Citarum. (2011). Studi Pengendalian Banjir Komprehensif. Bandung: Balai Besar
Wilayah Sungai Citarum.
RI (Republik Indonesia). (1999). Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Sekretariat
Negara. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). (2007). Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Sekretariat Negara. Jakarta.
RI (Republik Indonesia). (2012). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Sekretariat Negara. Jakarta.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2010). Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat. Sekretariat Daerah. Bandung.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2016). Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016
Tentang Pengendalian Kawasan Bandung Utara. Sekretariat Daerah. Bandung.

279
Seminar Nasional Geomatika 2018: Penggunaan dan Pengembangan Produk Informasi Geospasial Mendukung Daya Saing Nasional

Halaman ini sengaja kami kosongkan

280

Anda mungkin juga menyukai