Buku Panduan CSL 2 Angkt 2019
Buku Panduan CSL 2 Angkt 2019
Bandar Lampung-Indonesia
Edisi Ke 8
ISBN : -
Diterbitkan oleh :
Februari 2020
TIM PENYUSUN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan serta kemudahan
sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku panduan Keterampilan Klinik Semeter 2 ini. Buku ini
disusun sebagai panduan bagi mahasiswa maupun instruktur dalam proses pembelajaran
Keterampilan Klinik pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung (FK Unila) semester 2 tahun ajaran 2019-2020.
Pada semester 2 ini, mahasiswa diperkenalkan dengan keterampilan yang sesuai dengan
tahunnya mencakup pemeriksaan fisik dan ketrampilan prosedural. Pada pemeriksaan fisik diberikan
materi pemeriksaan fisik dasar thorax dan abdomen, sistem sensoris dan motoric, pemeriksaan fisik
saraf kranial, urogenital pria dan wanita, dan pemeriksaan sadari. Pada keterampilan prosedural adalah
aseptik prosedural dan hecting dasar. Buku panduan ini disusun dengan mengacu pada kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang dokter yang tertuang dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia
(SKDI) tahun 2012.
Pada buku edisi 8 ini, terdapat beberapa revisi minor pada beberapa aspek keterampilan.
Keterampilan pemeriksaan sirkulasi perifer dan prosedur vena puncture tidak dilakukan lagi di semester
ini. Selain itu ditambahkan kembali keterampilan pemakaian baju operasi (gowning) pada judul
keterampilan prosedur aseptik. Selebihnya adalah terdapat beberapa revisi teknis pada keterampilan
laboratorium dari para kontributor lab.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, semoga buku ini dapat digunakan
dengan sebaik-baiknya. Untuk kesempurnaan penyusunan buku ini berikutnya kritik dan saran sangat
kami harapkan.
PJ CSL 2
DAFTAR ISI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan akan mengikuti regulasi CSL berupa:
1. Kegiatan CSL setiap topik terbagi atas 2 sesi. Buku Panduan CSL akan diupload di website;
2. Pada kegiatan CSL terdapat 2 buku, yakni Buku Panduan CSL dan Buku Kegiatan CSL yang
wajib dibawa setiap sesi;
3. Keikutsertaan 100% dan hadir tepat waktu;
4. Mahasiswa yang mengambil CSL2 wajib join Google Classroom (Class Code wpzs8ag) CSL 2
5. Pretest akan dilakukan menggunakan Quizziz yang akan di attach di Google Classroom
6. Setiap Mahasiswa wajib mengisi Qiuz (masing-masing 1 kali) setiap waktu yang telah di
tentukan.
7. Pengisian Quiz mulai di lakukan setiap Hari Minggu jam 21.00 WIB sampai hari Senin jam
07.00 WIB
8. Mahasiswa yang memperoleh nilai pretes kurang dari 70 mendapat tugas yang ditentukan oleh
PJ blok
9. Tugas akan di share melalui Google Classroom dan wajib di kumpulkan di Google Classroom
maksimal
10. Penilaian dilakukan pada buku kegiatan mahasiswa dan ditanda tangani oleh instruktur saat
pelaksanaan skills lab berlangsung sebagai bukti otentik latihan serta tidak boleh disobek;
11. Pada halaman terakhir Buku Kegiatan CSL terdapat Bukti Penilaian Formatif CSL yang harus
diparaf setiap selesai latihan oleh instruktur yang bertugas;
12. Pada akhir blok, mahasiswa wajib mengumpulkan buku kegiatan agar rekapitulasi bukti
penilaian tersebut dapat diperiksa dan diberikan rekomendasi layak/tidaknya mengikuti OSCE
oleh PJ CSL blok yang bersangkutan;
13. Lembar rekomendasi diberikan kepada bagian administrasi seminggu sebelum ujian OSCE
dilaksanakan agar dapat mengikuti OSCE;
14. Mahasiswa/i yang tidak menghadiri CSL maka harus mendapatkan rekomendasi dari Dekan
Fakultas Kedokteran Unila untuk mengikuti CSL susulan dengan menanggung biaya
pelaksanaan CSL tersebut (seperti biaya BHP dan pemeliharaan alat);
15. Wajib mentaati Tata Tertib dan semua aturan yang berlaku di FK Unila;
16. Hal-hal yang belum diatur dalam regulasi ini akan ditetapkan kemudian.
(……………………………..)
NPM.
Catt : Halaman ini harap diprint, ditandatangani dan dikumpul ke PJ CSL
TATA TERTIB :
Latihan keterampilan klinik/CSL, 2 kali seminggu (Senin pukul 13.00 – 14.40 WIB dan
Kamis pukul 13.00 – 14.40 WIB kecuali jika ada libur dan ujian nasional akan
disesuaikan).
Pretest, yang akan diberikan sebelum latihan CSL di pertemuan pertama.
Tugas, ditentukan oleh instruktur dan PJ CSL.
Briefing OSCE dan remediasi.
2. Berpakaian rapi
Tidak diperbolehkan memakai kaus oblong, celana blue jeans, sandal/sepatu sandal
khusus mahasiswi tidak diperbolehkan berbaju ketat, transparan dan tanpa lengan
atau terlihat ketiak serta harus memakai rok minimal 20 cm di bawah lutut.
Rambut harus rapi, tidak diperbolehkan berambut gondrong untuk laki-laki.
Kuku harus pendek, bersih, dan tidak menggunakan cat kuku.
3. Sopan santun dan etika
Jika terlambat ≤15 menit dan pretest masih berlangsung, mahasiswa dapat mengikuti
pretest tanpa ada tambahan waktu dan dapat mengikuti latihan CSL;
Jika terlambat ≤15 menit pada pertemuan 2, mahasiswa dapat mengikuti
12. Nilai minimal latihan CSL per keterampilan adalah 70, bila salah satu nilai latihan keterampilan
kurang dari 70 maka tidak diperkenankan mengikuti OSCE.
13. Bila tidak mengikuti briefing OSCE maka tidak diperkenankan mengikuti REMED OSCE.
C. Penilaian
1. Penilaian formatif
d. Telah mengikuti semua kegiatan pembelajaran CSL dan mengerjakan semua tugas
yang diberikan
2. Penilaian Sumatif
Penilaian Sumatif diambilkan dari Ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE) yang
diselenggaraka di akhir semester. Bobot penilaian sumatif 100% diambilkan dari nilai OSCE.
Syarat lulus minimal B (Skor ≥66).
OSCE 100%
Total 100%
Huruf
Bobot Skor Nilai Keterangan
Mutu
A 4 > 76 LULUS
B 3 66 - <71 LULUS
Belum Lulus
C+ 2,5 61 - <66
(TL)
Belum Lulus
C 2 56 - <61
(TL)
Belum Lulus
D 1 50 -<56
(TL)
TIDAK
E 0 <50
LULUS
Pemeriksaan fisik
1. - √ - -
thorax
Pemeriksaan fisik
2. - √ - -
abdomen
Pemeriksaan saraf
3. - √ - -
kranial
4. Prosedur aseptik - - √ -
5. Hecting dasar - - √ -
Pemeriksaan
6. - √ - -
Sensoris
Pemeriksaan
7. - √ - -
Urogenital Pria
Pemeriksaan
8. - √ - -
Urogenital Wanita
Pemeriksaan
9. - √ - -
SADARI
PEMERIKSAAN FISIK
THORAX DASAR
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mampu melakukan pemeriksaan fisik paru dan jantung dasar dengan benar.
a. Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik paru dan jantung secara umum dengan benar.
b. Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi paru dan jantung secara umum dengan benar.
c. Mampu melakukan pemeriksaan fisik palpasi paru dan jantung secara umum dengan benar
d. Mampu melakukan pemeriksaan perkusi paru dan jantung secara umum dengan benar.
e. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi paru dan jantung secara umum dengan benar.
1. Bed Periksa
2. Meja dan kursi periksa
3. Stetoskop bi aural
D. SKENARIO
Pasien wanita, berusia 32 tahun, datang dengan keluhan batuk lebih dari 1 bulan, keluhan disertai
dengan sesak nafas yang memberat dan batuk darah kurang lebih 3 hari ini. Nafsu makan menurun,
berat badan turun, sering demam, serta berkeringat malam hari. Setelah melakukan anamnesis
terhadap pasien, anda akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk menunjang diagnosis
anda.
E. DASAR TEORI
1. JANTUNG
Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3 sisanya
terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan diagfragma. Sisi kanan
dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi kiri dibatasi sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya
oleh atrium kiri. Batas antara atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang jantung. Di bagian
atas terdapat vena kava superior, aorta asendens, arteri pulmonalis dengan percabangan kiri
dan kanan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-garis imaginer dan
titik-titik tertentu.
a. Garis-garis patokan adalah sebagai berikut :
1. Garis mid sternal, yaitu garis vertikal yang ditarik mulai dari pertengahan supra sternal
sampai processus xypoideus.
2. Garis sternal adalah garis vertikal yang melalui titik-titik batas antara sternum dengan
tulang rawan iga dari atas ke bawah dan didapatkan kiri dan kanan.
3. Garis midclavicular vertikal didapat kiri dan kanan. Mula-mula diraba keseluruhan tulang
clavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke
caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavikula ini melewati papila mammae.
4. Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavikula yang ditarik dari titik
tengah antara garis midclavikula dengan garis sternal.
5. Garis aksila anterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi lipatan ketiak anterior
ke arah caudal.
6. Garis aksila posterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi ketiak posterior ke
arah caudal.
7. Garis mid aksila adalah garis vertikal di tengah antara garis aksila anterior dan garis
aksila posterior (puncak aksila).
7 5 3 4 21
b. Titik Patokan :
1. Angulus Ludovici (angulus sternalis) adalah perbatasan antara manubrium sterni dan
corpus sterni yang diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan perlengketan antara tulang
iga II dengan sternum. Titik ini dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur vena
jugularis eksterna.
2. Area apeks: terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis midclavikula kiri. Titik ini
merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup mitral
paling optimal terdengar di titik tersebut.
3. Area trikuspid: terletak di sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V sternal kanan. Titik ini
merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup trikuspid karena bunyi jantung trikuspidal
paling optimal terdengar di titik tersebut.
4. Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk
mendengarkan bunyi jantung katup pulmonal.
5. Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan merupakan titik auskultasi optimal
untuk bunyi jantung aorta.
Misalnya, ketika menangis atau kesakitan, denyut jantung bisa mencapai 180x/menit.
3. PARU
Suara nafas ditimbulkan oleh aliran udara yang mengalir dalam saluran napas yang
menimbulkan pusaran & benturan aliran udara pada saat menumbuk percabangan bronkus.
Pusaran dan benturan aliran udara tersebut akan menghasilkan getaran suara yang akan
dihantarkan melalui lumen bronkus & dd bronkus. Alveoli merupakan selective transmitter yang
akan menahan getaran sampai frekuensi 100-150 siklus/detik. Pada alveoli sakit, kemampuan
selective transmitter alveoli akan menurun. Hal ini akan menyebabkan frekuensi suara napas
meningkat.
Suara Napas Vesikuler merupakan suara napas normal yang terdengar melalui auskultasi pada
hampir seluruh lapang paru. Bunyi vesikuler merupakan nada rendah, dan terdengar sepanjang
fase inspirasi. Pada fase ekspirasi, bunyi vesikuler terdengar lebih lemah, lebih pendek, dan
dengan nada lebih rendah daripada fase inspirasi.
Suara Napas Bronkovesikuler merupakan suara nafas normal yang terdengar pada daerah
paru dekat bronkus, lokasi auskultasi pada sela iga I dan II linea sternal kanan dan kiri. Sifat
suaranya diantara suara napas vesikuler & bronkial. Pada fase inspirasi & ekspirasi suara ini
terdengar jelas seluruhnya dengan nada sedang.
Suara Napas Bronkial adalah suara nafas normal, lokasi auskultasi terdengar pada daerah
manubrium. Bunyi nafas ini terdengar di sepanjang fase inspirasi dengan nada tinggi. Saat
ekspirasi nada terdengar lebih tinggi, bunyi ini terdengar sepanjang fase ekspirasi, lebih keras,
dan lebih lama.
Suara napas Trakeal, normalnya hanya terdengar di daerah trakea. Suara ini terdengar sangat
keras, nada tinggi, dengan kualitas “distinct harsh hollow”. Komponen inspirasi & ekspirasi sama,
ada jeda diantaranya.
Suara napas tambahan yang terdengar selalu pertanda patologis karena suara ini tidak
terdengar pada paru yang sehat. Pada penyakit paru, dapat menyebabkan kelainan:
perubahan pada bentuk dan ukuran toraks, distensibilitas/pergerakan pernapasan dan sifat
penghantaran getaran.
Suara dapat dibedakan karena adanya perbedaan nada, intensitas dan timbre. Nada ditentukan
oleh frekuensi dan panjang/lebarnya penampang tabung. Frekuensi yang rendah akan
menghasilkan nada rendah dan frekuensi tinggi akan menghasilkan nada tinggi. Panjang dan
lebar penampang tabung mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan. Semakin pendek dan
kecil penampang, maka nada yang dihasilkan akan semakin tinggi. Intensitas suara dipengaruhi
energi dan frekuensi suara. Intensitas suara akan berubah bila melalui medium yang berbeda,
misalnya, perubahan medium suara dari lumen bronkus ke dinding toraks. Timbre adalah
sifat/kualitas suara. Timbre suara tergantung pada perbandingan relatif nada dasar dengan
overtone. Berdasarkan timbrenya, di paru dapat dibedakan suara bernapas, berbicara dan
berbisik.
4. Auskultasi yaitu mendengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan paru dengan menggunakan
stetoskop.
Membran untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan frekuensi tinggi, seperti bunyi jantung I
dan II
Bel untuk mendengarkan bunyi dengan frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III.
F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a) Membina sambung rasa, senyum, salam, sapa
b) Menjelaskan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan
c) Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju). Mintalah pasien untuk
ditemani anggota keluarganya kalau khawatir / merasa tidak nyaman
Mintalah pasien melepas pakaian sampai pinggang untuk menampilkan daerah dada saat
pemeriksaan. Untuk pasien perempuan pakaian diposisikan untuk menutupi daerah
payudara. (informed consent)
Pemeriksaan dilakukan pada posisi sebelah kanan pasien/ tempat tidur.
d) Cuci Tangan WHO
2. General Assesment
Inspeksi
Perhatikanlah :
Ekspresi wajah pasien tampak sesak/ tidak, nafas cuping hidung, tampak capek,
kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema, serta tripod position.
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa saat istirahat 14-20 kali permenit.
Bentuk & ukuran toraks (simetris/tidak, normochest, barrel chest dan pigeon chest/pectus
carinatum, pectus excavatum)
Pergerakan pernapasan (simetris, salah satu bagian tertinggal/ tidak)
Adanya kontraksi otot-otot pernafasan tambahan yang ditandai dengan retraksi interkostal,
retraksi suprasterna, dan retraksi supraklavikular.
3. Dada Posterior
Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks, tangan menyilang di depan dada
menyentuh bahu kiri dan kanan serta pemeriksa memposisikan diri di belakang pasien.
Inspeksi :
Perhatikanlah dinding dada posterior bentuk dan apakah ada kelainan, deformitas, asimetris,
tanda penting seperti adanya massa ataupun tanda peradangan, bekas luka,dll.
Palpasi :
Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
Palpasi ada tidaknya daerah nyeri tekan di dinding dada posterior
Nilai adanya kelainan, tumor, massa, daerah peradangan
Nilai simetrisitas dan ekspansi dada dengan cara letakkan kedua tangan pada dada posterior
dengan kedua ibu jari bertemu di vertebrae thoracal VII, kemudian mintalah pasien inspirasi
maksimal diikuti dengan ekspirasi maksimal. Perhatikan perbedaan jarak antar kedua ibu jari
pemeriksa.
Menilai fremitus taktil, dengan menempelkan telapak tangan, bagian polar (tepi luar) tangan
atau jari-jari tangan pada dinding dada pasien secara lembut (untuk merasakan getaran/taktil)
kemudian pasien disuruh untuk mengucapkan kata-kata seperti “tujuh tujuh” atau “Sembilan -
Sembilan” dengan nada sedang. Bandingkan getaran yang timbul antara
hemithorak kiri dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan tangan pemeriksa
secara bergantian. Jika terdapat kontur tulang iga, usahakan untuk mengikuti alur celahnya
(spatum inter-costae) agar mendapatkan getaran yang optimal.
Perkusi
Perkusilah dinding dada posterior kiri dan kanan
Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi yang dihasilkan sesuai (jangan melakukan
perkusi pada daerah scapula), yaitu dengan cara:
Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter), tekan dengan lembut
pada sendi interphalang distal permukaan yang akan diperkusi. Hindari kontak permukaan
dengan bagian lain dari tangan, karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5
tidak menyentuh dada.
Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan jari tengah agak fleksi,
lemaskan dan siap untuk mengetuk.
Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan tangan, ketuk jari fleksimeter
dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan. ketukan dilakukan dengan cepat
untuk menghindari pengurangan vibrasi. Cukup 2 kali ketukan
Auskultasi
Idealnya, auskultasi dilakukan dalam ruangan sunyi. Terkadang suara yang dapat
mengganggu pemeriksaan ini berasal dari gesekan stetoskop dengan kulit/rambut/pakaian,
kontraksi otot. Perlu banyak latihan agar kemampuan auskultasi menjadi handal.
Ambil dan Periksalah stetoskop, gunakan bagian diafragma
Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar dengan arah kanal auditoris
eksternal
Lakukan auskultasi dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi.
4. Dada Anterior
Inspeksi
Mintalah pasien tetap duduk di tempat tidur dan pemeriksa berada di depan pasien
Amati ada tidaknya kelainan bentuk dada, gerakan pernafasan, pulsasi di area apeks jantung
serta ada tidaknya tanda tanda kontraksi otot bantu nafas.
Palpasi
Posisikan penderita berbaring telentang 30 derajat dengan mengelevasi ujung tempat tidur
(Mintalah pasien berbaring supine dengan kedua tangan sedikit abduksi, pastikan baju
menutupi daerah payudara kanan untuk pemeriksaan dinding dada kiri dan sebaliknya secara
bergantian untuk pasien wanita).
Perkusi
Lakukan perkusi dinding dada depan kiri dan kanan
Lakukan perkusi daerah jantung. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung,
pinggang jantung dan countur jantung.
Batas Jantung Kanan:
Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan, jari-jari tangan
kanan diletakkan sejajar dengan iga.
Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke arah caudal. Suara
normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal dari paru.
Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan. Bunyi
redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini ditutupi oleh
diagfragma dan masih ada jaringan paru di atas jaringan puncak hati itu, sehingga
terdapat gabungan antara masa padat dan sedikit udara dari paru.
Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial.
Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan
dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke
redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal
kanan. Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak,
yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis midsternal.
Batas Jantung Kiri:
Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Kemudian jari tengah diletakan pada titik
teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga.
Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke timpani yang
merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri.
Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga,
sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung
paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri.
Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang
merupakan batas absolut jantung kiri.
Batas Jantung Atas:
Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar
iga ke arah kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah
sela iga II kiri.
Auskultasi
Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada, gunakan diafragma
Auskultasi dinding dada depan dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap
pemeriksaan pada 4 lokasi suara napas dasar.
Auskultasi jantung boleh mulai dari apeks atau basal. Gunakan sisi diafragma untuk
mendengarkan bunyi Jantung I dan II (sisi bel untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi
rendah, misalnya bunyi jantung III). Ada beberapa posisi untuk auskultasi jantung, yaitu:
1. Telentang
2. Dekubitus lateral kiri
3. Duduk tegak lurus
4. Duduk membungkuk ke depan
.
Gambar. Posisi auskultasi jantung
Tentukan bunyi jantung, fase, irama dan frekuensinya. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi
jantung I dan bunyi jantung II. Untuk menentukan yang mana bunyi jantung I adalah dengan
cara
1. Raba arteri radialis atau arteri karotis atau iktus kordis, dimana bunyi jantung I sinkron
dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut atau dengan denyut iktus kordis.
2. Fase antara bunyi jantung I dan bunyi jantung II disebut fase sistolik, sedangkan fase antara
bunyi jantung II dan bunyi jantung I disebut fase diatolik. Fase sistolik lebih pendek dari pada
fase diastolic.
3. Irama Jantung, normalnya adalah reguler, dengan denyut jantung berkisar antara 60-100
menit.
G. DAFTAR PUSTAKA
No Aspek Feedback
INTERPERSONAL
CONTENT
31 Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan
jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
32 Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari
perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas
relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan.
33 Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai
mendapat suara pekak, yang merupakan batas absolut jantung
kanan, biasanya pada garis midsternal.
34 Tentukan batas jantung kiri
48 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk
mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal.
PROFESIONALISME
PEMERIKSAAN FISIK
ABDOMEN DASAR
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
a. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan dan melihat langsung keadaan regio abdomen
yang tampak dari luar
b. Mahasiswa mampu melakukan auskultasi dengan alat stetoskop pada regio abdomen
dengan benar
d. Mahasiswa mampu melakukan palpasi regular pada regio abdomen dengan benar
e. Mahasiswa mampu melakukan palpasi mendalam pada regio abdomen dengan benar
1. Tempat tidur
3. Stetoskop
D. SKENARIO
Pasien pria, usia 30 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu hati dan perut kiri atas. Nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk jarum, sudah berlangsung 1 hari ini dan dirasa terus menerus. Keluhan
bertambah segera setelah masuk makanan. Pasien sudah berusaha minum obat lambung dari
warung namun hanya terasa nyaman sebentar. Keluhan disertai dengan mual namun tidak sampai
muntah. Riwayat sakit lambung sudah 3 tahun. Di keluarganya, ibunya juga menderita sakit yang
sama. Gemar makan makanan yang pedas dan bersantan. Untuk menegakkan diagnosis anda
melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
Pemeriksaan abdomen pertama kali dilakukan dengan membagi abdomen menjadi 9 bagian, yaitu
hipokondrium dekstra, epigastrium, hipokondrium sinistra, lumbal dekstra, umbilikalis, lumbal
sinistra, iliaka dekstra, hipogastium, iliaka sinistra.
Untuk kepentingan medis dan praktis pemeriksaan abdomen dapat dibagi menjadi 4 regio. Region
tersebut adalah kanan atas, kiri atas, kanan bawah dan kiri bawah.
Pasien dalam keadaan berbaring telentang. Kedua tangan sebaiknya hangat, menggunakan
diafragma stetoskop yang hangat, pencahayaan yang baik dan mengetahui pemaparan dinding
abdomen. Pemeriksaan dilakukan dari sisi kanan pasien. Mulailah melakukan pemeriksaan
abdomen dengan cara inspeksi, diikuti oleh auskultasi, perkusi dan terakhir palpasi.
Petunjuk permukaan yang vital meliputi tepi cota, processus xiphoideus, dan crista iliaca. Titik
tertinggi crista iliaca terletak pada tingkat vertebra lumbalis ke 4, 2-8 cm sebelah kaudal ujung costa
ke 12. Yang juga merupakan kunci adalah (a) Spina iliaca anterior superior (SIAS), (b) crista pubica
menetapkan inferior tepi tulang abdomen dan tuberculum pubica menetapkan inferior tepi tulang
pelvis. Ligamentum inguinal membagi abdomen dari pangkal paha.
Tepi atas hepar terletak dibawah costa 7-11 pada kuadran kanan atas, menikung ke garis
tengah, dan berlanjut ke titik dekat puting kiri. Tepi bawah hepar yang tajam mengikuti tepi costa
kiri dan berakhir pada pilorus gastrica.
Kandung empedu terletak tepi lateral rectus abdominis di bawah tepi costa.
Pankreas terletak profunda dalam retroperitoneum di belakang gaster dalam kuadran kiri atas.
Bahkan kalau pankreas membesar, pankreas tidak dapat dipalpasi.
Limpa terletak di bawah rongga costa kiri yang paralel terhadap costa ke 9-11. Limpa tidak
dapat dipalpasi pada orang dewasa. Limpa dapat dipalpasi jika membesar sampai ukuran tiga
kali.
Bifurkasio aorta pada tingkat umbilcus. Bifurkasio aorta terletak hampir anterior terhadap
vertebra dan sedikit kiri vertebra
Kandung kemih, kalau sangat penuh, mungkin proyeksi dari belakang simfisis pubis dan menjadi
dapat dipalpasi melalui dinding abdomen.
Inspeksi
Untuk mencari gangguan abdomen yang regional atau menyeluruh dengan memperhatikan kontur,
pergerakan dan kulit. Menilai umbilikus untuk protuberansia. Kulit abdomen diperiksa untuk
mengetahui ada tidaknya jaringan parut karena pembedahan. Pada pasien yang kurus, dapat
dilihat epigastrik atau periumbilikal yang ditransmisikan pulsasi aorta.
Observasi untuk mengetahui ada tidaknya pergerakan peristaltik dan peningkatan peristaltik yang
sedikit redup (karena inspirasi) yang normal, serta tingginya dinding abdomen. Kontur yang ekstrem
adalah distensi yang menonjol dan abdomen yang skafoid atau abdomen yang cekung. Umbilikus
menonjol memberi kesan tekanan intra-abdominal yang meningkat, misalnya akibat asites.
Auskultasi
Untuk menentukan adanya bunyi yang normal dan abnormal akibat motilitas, intensitas, aliran
vaskular, dan pergerakan respirasi peritoneal. Bising usus biasanya dengan mudah dinilai sebagai
bunyi mendeguk yang intermiten dengan nilai normal 6-12 kali permenit. Terdapat rentang
normalitas yang luas dalam bising usus yang berlebih-lebihan. Kalau tidak ada bising usus yang
terdengar selama 1 menit penuh memberi kesimpulan adanya ileus.
Perkusi
Dilakukan untuk menentukan posisi dan ukuran visera yang padat dan visera yang berongga dan
menilai massa. Dalam melakukan skrining, perkusi terutama digunakan untuk memperlihatkan garis
bentuk hepar dan resonan, visera berongga yang mengandung gas yang mengisi abdomen.
Palpasi
Palpasi ringan bertujuan menilai struktur dan nyeri tekan yang dekat pada permukaan.Sebuah jari
tangan ditekan ke dalam depresi umbilikal biasanya akan menemui resistensi fasial, yang
menunjukkan fasia yang mendasari utuh. Palpasi ringan tidak menyenangkan karena mudah geli.
Palpasi yang dalam dengan tekanan yang kuat dan konstan ditoleransi lebih baik. Massa subkutan
yang tidak berbahaya seperti lipoma ditemukan melalui palpasi ringan. Rasa geli dapat
merupakan psikologis asalnya walaupun involunter; nyeri tekan jauh lebih sering karena organik.
Tepi hepar yang dapat dipalpasi lebih dari 2 cm di bawah tepi costa kanan, tanpa adanya
hiperinflasi paru, memberi kesan hepatomegali.
Palpasi regular (lebih dalam) bertujuan menemukan informasi mengenai ukuran organ serta adanya
dan karakter kelainan, yang termasuk massa. Temuan yang tidak berbahaya melalui palpasi
abdomen yang regular banyak dijumpai. Konsistensi abdomen yang normal adalah lunak. Pasien
mungkin mengalami perasaan yang tidak nyaman pada palpasi epigastrium dan kuadran kiri bawah
yang dalam, tetapi biasanya terdapat nyeri yang tidak tajam dan terlokalisir yang diperoleh melalui
manuver ini.
Hepar yang normal sering tidak dapat dipalpasi. Tepi hepar yang normal tidak akan lebih luas dari 2
cm di bawah tepi kosta kanan. Kalau dapat dipalpasi, tepi hepar teraba licin, lunak sampai agak
keras, dan nyeri tekan yang minimal. Limpa yang normal tidak dapat dipalpasi pada orang dewasa.
Ginjal yang normal jarang dapat diraba. Polus bawah ginjal yang normal dapat memberikan ujung
yang keras dan bundar pada palpasi dalam pada panggul, terutama kalau ginjal ptotik.
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan membebaskan daerah yang akan
diperiksa dari pakaian
d. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
e. Cuci tangan WHO
2. Inspeksi
a. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk dan kontur abdomennya
(distended/rata/cekung)
b. Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa tonjolan, umbilikus menonjol/tidak, luka
atau ciri-ciri lain
c. Catat segala sesuatu yang anda dapatkan dengan cermat
3. Auskultasi
a. Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu tempat di atas letak intestinum & colon
b. Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara peristaltik, kemudian catat frekuensi
bising usus.
4. Perkusi
a. Lakukan prosedur perkusi yang benar (ingat pemeriksaan dasar thorax)
b. Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani, pekak hepar
5. Palpasi
a. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
b. Beritahu pasien bahwa mungkin palpasi ringan tidak menyenangkan karena mudah geli
c. Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan dengan jari tangan pada masing-masing
kuadran
d. Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa kedalaman abdomen. Kalau pasien
merasa tegang selama palpasi ringan, suruh pasien untuk sedikit memfleksikan panggul dari
lututnya; hal ini mempermudah relaksasi muskulatur abdomen.
e. Mulailah dengan sentuhan yang hampir cukup kuat untuk menanggulangi sensitivitas kulit.
Gunakan permukaan telapak tangan dengan jari-jari tangan yang berdekatan dari salah satu
atau kedua tangan, mulailah dari kuadran ke kuadran. Tekan ke bawah 1-4 cm.
f. Lakukan penilaian terhadap nyeri tekan, massa superficial, dan hipestesia dan atau
disestesia. Perhatikan wajah pasien selama palpasi; banyak orang yang tidak mengatakan
nyeri memperlihatkan rasa tidak nyaman melalui perubahan wajah. Palpasi nyeri sering
menstimulasi buka mata yang lebar yang mengekspresikan penahanan terhadap nyeri.
g. Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri tekan atau adanya massa
G. DAFTAR PUSTAKA
INTERPERSONAL
CONTENT
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
14. Jari tengah tangan kanan tegak lurus pada jari tengah tangan kiri
Palpasi
18. Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan dengan jari tangan
pada masing-masing kuadran
PROFESIONALISME
PEMERIKSAAN SARAF
KRANIAL
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui 12 pasang saraf kranial serta mampu menjelaskan fungsi masing-
masing.
2. Mahasiswa mampu melakukan penilaian fungsi 12 pasang saraf kranil
Level
No Jenis Kompetensi
Kompetensi
7 assessment of diplopia 1 2 3 4
8 assessment of nystagmus 1 2 3 4
9 corneal reflex 1 2 3 4
17 assessment of taste 1 2 3 4
19 assessment of swallowing 1 2 3 4
20 inspection of palate 1 2 3 4
D. SKENARIO
Pasien laki-laki, 52 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini dirasakan sudah 3 hari.
Keluhan disertai dengan rasa kebas pada sebelah sisi kanan wajahnya. Nyeri dirasakan berdenyut-
denyut pada sisi kanan kepala, keluhan hilang timbul. Keluhan berkurang bila pasien beristirahat di
tempat yang tidak terang. Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Untuk memastikan
diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.
E. DASAR TEORI
Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis, sedangkan sistem saraf perifer
terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer.
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan fungsi intelektual yang lebih tinggi (termasuk tingkat
kesadaran), saraf-saraf kranial, refleks, fungsi motorik, fungsi sensoris, dan fungsi serebelum.
Dari beberapa pemeriksaan neurologis yang akan dipelajari dalam blok ini adalah penilaian 12
fungsi saraf kranial
NO NAMA FUNGSI
I Olfaktorius Penciuman
II Optikus Penglihatan
III Okulomotorius Konstriksi pupil, membuka mata, pergerakan sebagian besar otot
ekstraokuler
VII Fasialis Motorik: pergerakan wajah (ekspresi, menutup mata, menutup mulut)
Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau ada dugaan kuat bahwa pasien
menderita gangguan sistem saraf. Untuk mengetahui gangguan pada suatu saraf kranial (sesuai
urutan), dapat dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
Tabel 2. Saraf-saraf kranial dan pemeriksaannya
I Penciuman
- Lapangan pandang
- Fundus okuli
- Refleks kornea
XI Otot sternocleidomastoid
Otot Trapezius
F. PROSEDUR
1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.
Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta menutup mata, kemudian bernafas dengan satu lubang hidung ditutup
(alternatif dengan menggunakan tangan pasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup. Sampel tes
sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
3. Setiap lubang hidung dites bergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu minta pasien untuk
mengidentifikasi sampel tes.
a. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart. (Jika pasien memakai
kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien dapat memakai kacamatanya)
b. Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup dengan penutup
mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan tangannya)
c. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil yang masih bisa
dibaca.
d. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan. (Misalnya 20/60,
dimana pembilang (20 kaki) adalah jarak pemeriksaan yang dipakai dalam
pemeriksaan, dan penyebut (60 kaki) adalah angka besaran huruf yang tertera pada
baris huruf Snellen chart.)
e. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.
Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan prosedur
berikut:
Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau lebih jari, minta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien tidak dapat menghitung jari
pemeriksa, maka pemeriksa mendekatkan diri ke arah pasien dan kembali meminta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat
menghitung jari pemeriksa.
Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara terpisah) dapat dilakukan dengan
baik hingga jarak 60 meter.
Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter dari pasien,
periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian.
Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat secara baik hingga jarak 300 meter.
Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light untuk memeriksa
apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap cahaya: persepsi
cahaya, persepsi arah cahaya, persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak dapat melihat
cahaya maka visus pasien adalah 0 atau No Light Perception (NLP).
3. Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli
terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang
temaran dan pasien diberikan midriatikum sebelumnya.
a. Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk memeriksa mata kiri
pasien (untuk memeriksa mata kanan pasien dengan memegang oftalmoskop pada
tangan kiri), pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
b. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata. Lalu perlahan
bergerak maju mendekati pasien dengan oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal
pasien hingga gambaran fundus terlihat.
c. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya dioptri yang
diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail fundus dapat terlihat jelas (bila
diperlukan).
d. Amati gambaran fundus yang terlihat.
neovaskular
hemoragik
a. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup salah satu mata pasien dengan menggunakan
telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan
jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada
jarak 30 cm.
b. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa menggerakan
jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal.
3. Reflek Pupil
a. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta pasien untuk melihat
benda yang jauh untuk fiksasi
b. Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari arah samping
atau bawah.
c. Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
d. Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
e. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata kiri yang tidak disinari
(indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan ukuran pupil normalnya akan ekuivalen
dengan respon pupil langsung.
f. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.
Nervus V. Trigeminus
a. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada sentuhan daerah
wajah.
b. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk memberikan usapan
pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang sama pada dahi
sisi yang lain.
c. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
d. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi wajah.
e. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri dan tumpul, pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan pin tajam dan benda tumpul yang dilakukan dengan tekanan ringan
pada daerah wajah secara bergantian tajam dan tumpul dan pada kedua sisi wajah, minta
pasien menyebutkan sensasi yang dirasakan apakah tajam atau tumpul dan apakah
sensasi yang dirasakan simetris pada kedua sisi wajah.
5. Reflek Kornea
Refleks ini dilakukan dengan menggunakan kapas yang diusapkan ringan pada kornea
a. Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
b. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas ditempatkan dari sisi
lateral mata dan usapkan secara ringan pada kornea.
c. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada kedua mata.
Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola mata.
1. Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
b. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
c. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan
meatus akustikus eksternus kanan pasien.
d. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
e. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika
pasien tidak dapat mendengarnya
2. Uji Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
b. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya kita letakkan tegak
lurus pada dahi tepat di garis tengah.
c. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih, ataukah sama keras.
d. Jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi lateralisasi ke
sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama
mendengar berarti tidak ada lateralisasi.
1. Reflek Muntah
a. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
b. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel lidah.
c. Periksa respon muntah
Nervus X. Vagus
1. Perubahan Bicara
a. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satu kalimat.
b. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau disartria.
(Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis pita suara (laring), suara
menjadi kasar dan volume suara berkurang. Disartria adalah kesulitan menghasilkan
artikulasi karena paralisis vagal sehingga menyebabkan kelemahan kontraksi soft
palatum.
3. Menelan
a. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
b. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah pasien tersedak.
1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada dasar mulut.
2. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi dan atau atropi.
3. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah.
4. Periksa adakah deviasi lidah. Paralisis lidah akan menyebabkan deviasi pada sisi yang
terkena (sisi yang sakit).
4. Item Profesionalisme
1. Percaya diri, minimal error.
2. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus.
3. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien.
4. Cuci tangan WHO
G. DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC. Jakarta.
2. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5: 155-
208
3. http://www.osceskills.com/e-learning/modules/neurology/
INTERPERSONAL
CONTENT
Inspeksi
N. I. Olfaktorius
N. II. Optikus
11. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart
(untuk pemeriksaan visus dasar, Jika pasien memakai kacamata
sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien diminta melepas).
12. Pemeriksaan dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri
ditutup dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk
menutup mata dengan tangannya).
13. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf
terkecil yang masih bisa dibaca.
16. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart,
maka lakukan prosedur berikut:
Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa pada jarak 6 m, maju
1 m, dan seterusnya.
17. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 m,
periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat
menentukan arah gerakan/lambaian (kiri-kanan/atas-bawah)
18. Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light
untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon
pasien terhadap cahaya : persepsi cahaya, persepsi arah cahaya,
persepsi tanpa cahaya.
19. Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan kirinya.
20. Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien
yang ditutup
21. Minta pasien untuk menatap tepat pada hidung pemeriksa (fiksasi).
22. Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek (jari/pena)
yang digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata
pemeriksa.
23. Gerakkan obyek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer
ke tengah di mulai dari arah superior, superior temporal, temporal,
temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior nasal.
C. Funduskopi
29. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan
menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.
30. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi,
pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam
lapang cardinal.
33. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi,
pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam
lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke bawah pada garis
tengah.
D. Reflek Pupil
39. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata
kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan
ukuran pupil normalnya akan ekuivalen dengan respon pupil
langsung.
Nervus V. Trigeminus
41. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada
sentuhan daerah wajah.
44. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi
wajah.
45. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri, pemeriksaan uji
nyeri dilakukan dengan menggunakan pin tajam yang dilakukan
dengan tekanan ringan pada daerah wajah.
54. Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior rahang
bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari pemeriksa.
E. Reflek Kornea
57. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas
ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara ringan pada
kornea.
N.VII. Fasialis
66. Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang
dirasakan pasien.
N.VIII. Akustikus
A. Tes Rinne
69. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita
pindahkan di depan meatus akustikus eksternus kanan pasien.
B. Tes Weber
N. IX. Glossopharingeal
N. X. Vagus
A. Perubahan Bicara
78. Pasien diminta untuk berbicara satu kata atau satu kalimat.
C. Menelan
N. XI. Accessory
85. Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan tahanan
tangan pemeriksa.
N. XII. Hypoglossal
90. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada
dasar mulut.
PROFESIONALISME
PROSEDUR ASEPTIK
A. TEMA
Prosedur aseptik dan antiseptik
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Kran air
2. Sikat tangan
3. Sabun cuci tangan
4. Handuk kecil
5. Hand schoen (ukuran 7;7,5;8 ulungan dan sachet)
6. Minor set
7. Cairan antiseptik dalam botol (betadine)
8. Mangkok untuk cairan antiseptik
9. Mangkok (bengkok)
10. Tempat kassa steril
11. Tempat doek steril
12. Deeper/ kassa steril untuk mengoleskan antiseptik di kulit
13. Doek steril
14. Gaun/ Baju Operasi
15. Forcep antiseptik (korentang dan tempatnya)
16. Baki segi empat besar
D. SKENARIO
Pasien Pria, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan luka robek pada lutut kanan setelah terjatuh
dari sepeda motor. Pasien tidak pingsan dan masih dapat mengingat kejadian dengan baik, keluhan
tidak disertai dengan nyeri kepala, mual, maupun muntah. Kepala pasien tidak terbentur. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran, tanda-tanda vital, kepala, leher, thorak, abdomen, dan
ekstremitas atas dalam batas normal, hanya ditemukan luka robek pada lutut kanan. Setelah itu
anda segera melakukan pembersihan luka dengan prinsip aseptik antiseptik sebelum dilakukan
penjahitan.
E. DASAR TEORI
1. Aseptik
Asepsis merupakan sikap/perilaku melakukan tindakan dalam keadaan/suasana suci hama
(steril). Perilaku ini dimaksudkan sebagai upaya mencegah terjadinya kontaminasi oleh
mikroorganisme pada jaringan atau bahan-bahan dengan cara menghambat atau
menghancurkan timbulnya organisme dalam jaringan sehingga dapat mencegah komplikasi
infeksi pasca bedah pada luka operasi. Pengertian asepsis ini memiliki beberapa aspek, antara
lain:
a. Aspek operator
Mencuci tangan
Penggunaan baju operasi (piyama/jas), topi, masker dan kacamata operasi (goggle)
Menggunakan bahan dan alat steril
Sarung tangan
Doek/laken steril
b. Aspek pasien
Penggunaan baju operasi
Lapangan operasi dalam keadaan steril
Menyikat kuku dan tangan sampai lengan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
mencuci tangan. scrubbing terutama dilakukan jika akan melakukan tindakan operasi. Prinsip
scrubbing adalah menyikat seluruh bagian tangan dengan menggunakan sikat khsusu dan diberi
antiseptik. Prinsip penyikatan adalah dimulai dari ujung tangan samapai ke siku dengan posisi
tangan selalu menghadap ke atas. (air sabun dan bekas sikatan mengalir ke bawah). Secara
teknis tangan dan lengan dibagi menjadi 4 regio dengan pergelangan tangan sebagai
perbatasan. Penyikatan harus rapat dan teliti serta dilakukan satu arah gerakan (atas ke bawah).
penyikatan dimulai dari area 1 tagan kiri mulai dari ujung kuku, sela jari, permukaan tangan
dan punggung tangan (area1). dilanjutkan ke tangan berikutnya untuk hal serupa (area 2)
diteruskan ke bawah pergelangan tangan kanan bagian ventral dan dorsal sampai siku (area 3)
dan kembali lagi ke bawah pergelangan tangan kiri sebelumnya sampai ke siku (area 4). setelah
selesai dilakuka pembilasan dengan posisi tangan tetap menghadap ke atas. Teknik jelasnya
dapat dilihat di bagian prosedur
Memakai baju operasi bisa dilakukan sendiri oleh operator namun dibantu oleh orang lain/
asisten operator terutama untuk mengikatkan baju dari belakang. Prinsip gowning diantaranya
adalah menjamin sterilitas area ataupun bagian baju yang akan terpapar dengan medan operasi.
Dalam menjamin sterilitas ada beberapa hal yang harus diperhatikan setelah menggunakan
baju operasi, yakni :
Harus membatasi gerakan tubuh agar bagian yang steril tidak menyentuh bagian atau alat
yang tidak steril
Harus menjaga jarak yang aman dari alat non steril (minimal 30 cm)
Perhatikan sterilitas bagian depan dan punggung badan sebatas pinggang ke atas
Harus selalu menghadap area steril
Posisi tangan paling rendah sebatas pinggang dengan cara melipatkan kedua tangan di depan
dada
Jika bersisipan jalan posisi badan harus saling membelakangi
Petugas lain tidak boleh melintas di depan tim bedah yang sudah memakai baju steril
Setiap pergantian operasi harus ganti jas operasi dan sarung tangan (handschoen)
Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah kedua
tangan
Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian-bagian
lain di kamar operasi.
Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan secara
bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir ini
dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang)
Dilanjutkan memasang sarung tangan (handschoen) dan menjaga daerah baju operasi sampai
operasi dimulai
Catatan : Jika prosedur hanya bedah minor, pemasangan gaun opperasi ini tdak dilakukan dan
langsung dilakukan pemasangan handschoen saja
Sebelum menggunakan handschoen, pastikan handschoen yang tersedia sesuai untuk tangan
saudara karena handschoen yang terlalu besar atau terlalu kecil akan menghambat pergerakan
dan kegiatan saudara. Dalam menggunakan handschoen, menganut prinsip hand to hand dan
glove to glove.
2. Antisepsis/antiseptik
Pencegahan infeksi dengan aplikasi zat yang memiliki khasiat antimikroba (antiseptik). Antiseptik
adalah zat yang memiliki sifat :
Mencegah pertumbuhan dan perkembangan mikroba (bakteriostatik)
Membunuh mikroba (bakteriosid)
Alkohol
Memiliki potensi antiseptik optimal pada konsentrasi 70%. Pada konsentrasi lebih tinggi
menyebabkan presipitasi protein sehingga tidak efektif. Sediaan yang ada dalam bentuk
larutan 70% dan larutan 96%.
Formalin
Memiliki potensi antiseptik lemah-sedang, sifatnya iritatif dan korosif. Efek antiseptiknya
diperoleh setelah 24 jam
Sublimat
Memiliki potensi antiseptik kuat, tidak bersifat iritatif pada mukosa. Sediaan yang ada dalam
bentuk larutan.
Iodium
Memiliki potensi antiseptik kuat dan memiliki potensi sebagai germisid. Sifatnya iritatif dan
menimbulkan bahaya terjadinya iodin-idiosinkrasi. Sediaan yang ada dalam bentuk tinctura
(tinctura iodii) dan solusio (mengandung povidon iodin 7,5%).
Biguanid
Memiliki potensi antiseptik kuat, germisid dan bersifat iritatif kuat terhadap mukosa parenkim
otak (meningen) dan mukosa liang telinga. Sediaan yang ada di pasaran klorheksidin
glukonat dalam bentuk scrubb 1,5% untuk pencucian tangan pra bedah dan solusio 4% yang
digunakan untuk preparasi lapangan bedah.
Prinsip aseptik dan antiseptik harus selalu dilaksanakan secara terus menerusoleh tim kamar
operasi dan segera bertindak jika ada indikasi terjadinya kontaminasi. Dalam upaya menerapkan
teknik aseptik dan antiseptik di kamar operasi harus ditaati beberapa ketentuan sebagai berikut :
Membersihkan lapangan operasi bermula dari daerah sentral kemudian ke perifer. Setelah
diberikan antiseptik, batasi lapangan operasi dengan pemasangan doek steril pada daerah yang
akan kita lakukan operasi.
F. PROSEDUR
1. Profesionalisme
a. Senyum, salam dan sapa
b. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
2. Mempersiapkan alat
a. Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol harus dibuang
terlebih dahulu pada mangkok yang lain)
b. Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
c. Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
3. Mencuci tangan
a. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
b. Basahi tangan dan lengan (bila sumber air tidak otomatis, gunakan siku untuk membuka
keran)
c. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh sampai 5 cm di
atas siku
d. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku sehingga
memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
4. Scrubbing
a. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik (tekan tuas pada botol antiseptik dengan
menggunakan siku)
b. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan kanan dengan gerakan
atas ke bawah kemudian lakukan hal yang sama pada tangan kiri. Lanjutkan dengan
menggosok dengan gerakan atas ke bawah pada lengan kanan lalu kemudian lengan kiri.
c. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4
d. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan
e. Bilas tangan dan lengan dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku (matikan keran air dengan
siku).
5. Mengeringkan Tangan dan Lengan
a. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh bersentuhan.
b. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung saja
c. Untuk menghindari kontaminasi, bagi handuk menjadi 4 bagian.
Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri
Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
Tangan kiri Tangan kanan
d. Keringkan tangan kanan dan kiri dahulu dengan menepukkan telapak dan punggung tangan
pada handuk secara bergantian, baru kemudian keringkan lengan dengan cara permukaan
handuk diletakkan di atas lengan kemudian digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku,
tidak boleh melebihi karena dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
e. Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan
6. Gowning
a. Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah kedua
tangan secara hati-hati
b. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian-bagian
lain di kamar operasi.
c. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan secara
bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
d. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir ini
dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang)
7. Menggunakan Handschoen
a. Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda
b. Buka kemasan handschoen
c. Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang bagian dalam ujung atas
lipatannya
d. Pakaikan pada tangan kanan
e. Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang bagian luar lipatan atasnya
f. Pakaikan pada tangan kiri
g. Rapikan (prinsip glove to glove)
h. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non steril
i. Handschoen steril non kemasan
j. Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
k. Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya
l. Gunakan pada lengan kanan
m. Ambil handschoen sebelah kiri
n. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to glove, skin to skin
8. Asepsis/ Antisepsis daerah pembedahan
a. Bersihkan daerah operasi
b. Celupkan kasa pada cairan antiseptic sekali saja
c. Bersihkan area pembedahan dengan kasa antiseptik dimulai dari sentral menuju ke perifer
(perhatikan untuk menghindari kontaminasi)
d. Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan (bengkok)
e. Ulangi pembersihan aera operasi dengan kasa steril sebanyak 3 kali.
f. Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek steril
9. Melepas Handschoen
a. Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung atas pada permukaan luar handscoen
(gloves to gloves) menggunakan tangan kanan yg masih memakai handschoen
b. Lepaskan handschoen kanan dengan memegang ujung atas permukaan dalam handschoen
kanan menggunakan tangan kiri yang sudah tidak menggunakan handscoen (hand to hand)
c. Buang handschoen pada tempat yang telah disediakan
G. DAFTAR PUSTAKA
INTERPERSONAL
Mencuci Tangan
6. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara
menyeluruh sampai 5 cm di atas siku
7. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi
dari siku sehingga memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari
siku yang difleksikan
Penyikatan / Scrubbing
10. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-
3-4
11. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan
13. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh
posisinya menghadap turun ke bawah
14. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung
saja
Gowning
19. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa
menyentuh bagian-bagian lain di kamar operasi.
21. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar
diikatkan (poin terakhir ini dapat juga dialkukan langsung oleh
asisten operasi dengan menggunakan korentang)
Menggunakan Handschoen
28. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non
steril
33. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to
glove, skin to skin
37. Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan
Melepas Handschoen
ITEM PROFESIONALISME
HECTING DASAR
A. TEMA
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam tindakan bedah minor dan mampu
melakukan penjahitan luka simple interupted suture.
1. Needle holder
3. Pisau bedah
5. Refractor wound
6. Pinset
8. Wound curret
9. Korentang
11. Benang
D. SKENARIO
Seorang laki-laki datang ke Puskesmas dengan keluhan terdapat luka robek di lengan kanan
bawah. Anda selaku dokter di puskesmas ingin melakukan tindakan penjahitan. Sebelum
melakukan penjahitan anda harus mengambil alat bedah minor di tempat steril. Dan lakukanlah
penjahitan dasar.
E. DASAR TEORI
Penjahitan luka diperlukan dalam ilmu bedah karena pembedahan membuat luka sayatan dan
penjahitan bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang terputus serta meningkatkan proses
penyambungan dan penyembuhan jaringan dan juga mencegah luka terbuka yang akan
mengakibatkan masuknya mikroorganisme atau infeksi.
a. Jarum Bedah
Jarum bedah berfungsi untuk mengantarkan benang pada saat melakukan penjahitan luka
operasi.
Klasifikasi
Pemilihan jarum bedah antara lain : jarum yang digunakan agar berperan aktif dalam
penyembuhan luka dan tidak merubah atau merusak jaringan tubuh. Bentuk, ukuran, dan
rancangan jarum dipilih yang sesuai dengan prosedur operasi. Terdapat 2 macam jarum
bedah dilihat dari penggunaan benang yaitu berupa jarum lepas dan jarum atraumatik
Jarum lepas
Memerlukan re–sterilisasi
Taper. Ujung jarum taper dengan batang bulat atau empat persegi cocok digunakan untuk
menjahit daerah aponeurosis, otot, saraf, peritoneum, pembuluh darah, katup.
Blunt. blunt point dan batang gepeng cocok digunakan untuk menjahit daerah usus besar,
ginjal, limpa, hati.
Triangular. Ujung segitiga dengan batang gepeng atau empat persegi. Bisa dipakai untuk
menjahit daerah kulit, fascia, ligament, dan tendon.
Tapercut. Ujung jarum berbentuk segitiga yang lebih kecil dengan batang gepeng, bisa
digunakan untuk menjahit fascia, ligaments, uterus, rongga mulut, dan sebagainya.
Straight. Digunakan untuk daerah kulit, nervus, saluran pencernaan, tendon, pembuluh
darah, dan sebagainya.
Mata jarum
Rolled end
Drilled end
Regular eye
Spring eye
b. Benang bedah
Benang bedah (suture) adalah materi berbentuk benang yang berfungsi untuk ligasi
(mengikat) pembuluh darah atau aproksimasi (mengikat/menyatukan jaringan).
Diketahui kekuatan untuk memegang jaringan (tensil strength) yang sesuai jenis material
benang.
Simpul aman, diketahui jumlah minimal tali simpul yang aman untuk setiap jenis benang,
artinya tetap tersimpul selama proses penyembuhan luka.
Ukuran terbesar adalah 7 dan ukuran terkecil adalah 11-0 atau 12-0.
Ukuran dimulai dari nomor 1 dan ukuran bertambah besar dengan bertambah 1,
sedangkan apabila ukuran bertambah kecil maka ditambah 0.
Ukuran benang sistem Eropa (metric gauge) adalah metric 0,1 (0,010 – 0,019 mm)
sampai metric 10 (1,00 – 1,09).
Ukuran benang sistem Amerika (imperial gauge) ukuran 11-0 (0,010 – 0,019 ) sampai
ukuran 7 (1,00 – 1,09).
Dalam kemasan selain dicantumkan diameter juga panjang benang dalam cm.
Merupakan jenis benang yang materialnya dibuat dari jaringan collagen mamalia sehat
atau dari sintetik polimer. Material di dalam tubuh akan diserap yang lamanya bervariasi,
sehingga tidak ada benda asing yang tertinggal di dalam tubuh.
Merupakan benang yang dibuat dari material yang tahan terhadap enzim penyerapan
dan tetap berada dalam tubuh atau jaringan tanpa reaksi penolakan selama bertahun –
tahun.
Kelebihan dari benang ini adalah dapat memegang jaringan secara permanen.
Kekurangan dari benang ini adalah benang ini menjadi benda asing yang tertinggal
didalam tubuh dan kemungkinan akan menjadi fistel.
Diserap (absorbable)
Dibuat dari collagen yang berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan serabut
collagen tendon flexor sapi.
Contoh :
Surgical catgut plain : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan serabut
collagen tendon flexor sapi tanpa campuran.
Surgical catgut chromic : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan
serabut collagen tendon flexor sapi dicampur dengan chromic aci
Jenis ini terbuat dari linen, ulat sutra (silk) seperti surgical silk, virgin silk dan dari kapas
(cotton) seperti surgical cotton. Ada juga yang terbuat dari logam sehingga mempunyai
tensil strength yang sangat kuat, contoh : metalik sutures (stainless steel).
Diserap (absorbable)
Terbuat dari sintetik polimer, sehingga mudah diserap oleh tubuh secara hidrolisis dan
waktu penyerapan oleh tubuh mudah diprediksi,
contoh :
Polyglactin 910
Poliglikolik
Polyglecaprone 25 (Monocryl®)
Polypropamide (Ethilon®)
Polypropylene (Prolene®)
Polyester (Mersilene®)
Terbuat dari satu lembar benang, tidak meneyerap cairan (non capilarity)
Keuntungan : Kelebihan dari jenis ini adalah permukaan benang rata dan halus, tidak
memungkinkan terjadinya nodus infeksi dan tidak menjadi tempat tumbuhnya mikroba.
Multifilamen
Terbuat dari bebeapa filament atau lembar bahan benang yang dipilih menjadi satu.
Keuntungan : Kelebihan jenis ini adalah benang lebih kuat dari monofilament, lembut
dan teratur serta mudah digunakan.
Kerugian : Kelemahannya adalah karena ada rongga maka dapat menjadi tempat
menempelnya mokroba dan sedikit tersendat pada saat melalui jaringan.
Karakteristik biologi dari material dalam jaringan yaitu diserap atau tidak diserap dan
Ada tidaknya infeksi, kontaminasi dan drainese. Pertimbangan ini mengingat kemungkinan
benang akan menjadi pembentukan jaringan granulasi dan proses yang menjadi rongga
(sinus) atau menjadi inti pengerasan yang kemungkinan berbentuk batu apabila dipakai
pada operasi kandung kemih atau kandung empedu.
Problem pasien seperti kegemukan, debil, umur penyakit lain yang mengganggu proses
penyembuhan yang lebih lama sehingga memerlukan penguatan yang lebih lama.
Karakteristik fisik dari material benang untuk menembus jaringan, pengikatan simpul dan
juga alasan khusus tiap ahli bedah.
Jenis-Jenis Benang
a. Seide (Silk/Sutera)
Terbuat dari serabut-serabut sutera, terdiri dari 70% serabut protein dan 30% bahan
tambahan berupa perekat. Tersedia dalam warna hitam dan putih. Bersifat tidak licin
seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada
penggunaan disebelah luar, maka benang harus dibuka kembali.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari nomor 0000 (5 nol merupakan ukuran paling
kecil) hingga nomor 3 (yang merupakan ukuran terbesar). Yang paling sering dipakai
adalah nomor 00 (2 nol) dan 0 (1 nol) dan nomor 1.
Kegunaannya adalah untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (terutama arteri
besar) sebagai teugel (kendali). Benang harus steril, sebab bila tidak akan menjadi sarang
kuman (focus infeksi) sebab kuman terlindung didalam jalinan benang, sedang benangnya
sendiri tidak dapat diserap tubuh.
b. Plain Catgut
Asal katanya adalah cat (kucing), dan gut (usus). Dahulu benang ini dibuat dari usus
kucing, tapi saat ini dibuat dari usus domba atau usus sapi. Bersifat dapat diserap tubuh,
penyerapan berlangsung dalam waktu 7-10 hari, dan warnanya putih dan kekuningan.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 00000 (5 nol merupakan ukuran yang paling
kecil) hingga nomor 3 (merupakan ukuran yang paling besar). Sering digunakan nomor
000 (3 nol), 00 (2 nol) 0 (1 nol) nomor 1 dan 2. Kegunaanya adalah untuk mengikat
sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit
kulit terutama untuk daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak dan luas
lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang,
bila disimpulkan 2 kali akan terbuka kembali. Plain catgut tak boleh terendam dalam lisol
karena akan mengembang dan menjadi lunak, sehingga tak dapat digunakan.
c. Chromic Catgut
Berbeda dari plain catgut, sebelum benang dipintal ditambahkan krom. Dengan adanya
krom ini, maka benang menjadi lebih keras dan kuat, serta penyerapannya lebih lama,
yaitu 20-40 hari. Warnanya coklat dan kebiruan. Benang ini tersedia dalam ukuran 000 (3
nol merupakan ukuran yang paling kecil) hingga nomor 3.
Penggunaannya pada penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10
hari, untuk menjahit tendo pada penderita yang tak kooperatif dan bila mobilisasi harus
segera dilakukan.
d. Etnilon
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan
jarum jahit) dan terbuat dari nilon, lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh,
dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Tersedia dalam warna biru dan hitam. Tersedia dalam ukuran 10 nol hingga 1 nol.
Penggunaannya pada bedah plastik, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit,
sedang nomor yang kecil dipakai pada bedah mata.
e. Ethibond
Merupakan benang sintesis (terbuat dari polytetra methylene adipate). Tersedia dalam
kemasan atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak diserap,
dan warnanya hijau dan putih. Ukurannya dari 7 nol hingga nomor 2. Penggunaannya
pada bedah kardiovaskuler dan urologi.
f. Vitalene
Merupakan benang sintetis (terbuat dari polimer profilen). Sangat kuat dan lembut, tidak
diserap, warna biru. Tersedia dalam kemasan atraumatis. Ukuran dari 10 nol hingga
nomor 1. Digunakan pada bedah mikro, terutama untuk pembuluh darah dan jantung,
bedah mata, bedah plastik, cocok pula untuk menjahit kulit
g. Vicryl
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Diserap oleh tubuh, dan tidak
menimbulkan reaksi pada jaringan tubuh. Dalam subkutis bertahan selama 3 minggu, dalam
otot bertahan selama 3 bulan. Benang ini sangat lembut dan warnanya ungu. Ukuran dari
10 nol hingga nomor 1. Penggunaan pada bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah
plastik.
h. Supramid
Merupakan benang sintetis, dalam kemasan atraumatis. Bersifat kuat, lembut, fleksibel,
reaksi tubuh minimum, dan tidak diserap. Warnanya hitam dan putih. Digunakan untuk
menjahit kutis dan sub kutis.
i. Linen (Catoon)
Dibuat dari serat kapas alam dengan jalan pemintalan. Bersifat lembut, cukup kuat,
mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum. Warnanya putih. Tersedia dalam
ukuran 4 nol hingga 1 nol. Digunakan untuk menjahit usus dan kulit, terutama kulit wajah.
j. Steel Wire
Merupakan benang logam yang terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat,
tidak korosif dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul. Warna putih metalik.
Terdapat dalam kemasan atraumatis dan kemasan biasa. Ukurannya dari 6 nol hingga
nomor 2. Untuk menjahit tendo
d. Tuffer (spons)
Dibuat dari kasa hidrofil yang dipadatkan dengan cara :
1. Kasa dipotong berbentuk segi empat sesuai dengan ukuran yang diinginkan
2. Dari salah satu sudutnya dilakukan penggulungan secara padat ke arah tengah
3. Ekor tadi digulung rapi hingga habis
e. Drain
Terdapat bermacam-macam drain. Prinsip penggunaannya sama yaitu untuk
memungkinkan pengaliran sekret keluar dari luka. Drain digunakan untuk luka yang
terkontaminasi dengan kemungkinan terbentuknya pus atau sekret lainnya, atau pada luka
dengan perdarahan hebat sewaktu telah ditutup ada kemungkinan perdarahan masih aktif
di bawah jaringan yang ditutup.
1. Cigarette drain. Berbentuk seperti pipa dengan panjang 5-10 cm. dipergunakan pada
operasi abses apendiks, trauma dan sebagainya, dimana sekret yang keluar
diharapkan tidak terlalu banyak.
2. Corrugated drain (drain bergelombang). Dibuat dari lembaran karet khusus yang
bergelombang halus (seperti pola lembaran seng atap rumah). Dipakai pada luka
sedang, yang sekretnya tidak terlalu banyak.
3. Drain Sarung Tangan. Dibuat dari sarung tangan yang tak terpakai lagi dengan cara
menggunting sarung tangan tadi menjadi lembaran-lembaran yang kemudian digulung
seperti menggulung (melinting) rokok, kemudian dilem dengan lem karet, lalu
disterilkan.
4. Tube drain. Berupa pipa panjang yang dapat dibuat dari selang infuse, sonde lambung,
dan sebagainya, dengan ujung selang yang dimasukkan ke dalam luka diberi lubang-
lubang (mata) pada sisinya. Bila ujung luar selang dihubungkan dengan wadah hampa
udara (vakuum) maka drain tadi disebut vacuum drain. Dengan adanya tekanan
negative dari wadah, maka sekret akan lebih mudah tertarik keluar.
2. HECTING DASAR
Definisi
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai
sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
Luka
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.
a. Clean wounds/Luka steril adalah luka bedah tanpa tanda peradangan dan tidak melibatkan
organ respirasi, gastrointestinal, ataupun traktus genitourinaria. Misalnya bedah laparoskopik,
bedah pada kulit, mata, atau vaskular.
b. Clean-contaminated wounds/ Luka steril terkontaminasi adalah luka steril dengan risiko
infeksi yang tinggi, misalnya oprasi yang melibatkan organ respirasi, gastrointestinal, ataupun
traktus genitourinaria yang dalam kondisi terkontrol, selama tanpa komplikasi pembedahan.
Misalnya bedah terbuka pada pelepasan Pin/Wire, bedah pada organ telinga, ataupun
tindakan ginekologi.
c. Contaminated wounds/Luka terkontaminasi adalah luka oleh benda luar (misalnya peluru,
pisau, ataupun benda-benda tajam lainnya), ataupun kontaminasi luka yang terjadi oleh
karena sejumlah besar tumpahan isi dari gastrointestinal pada luka. Ataupun jaringan yang
terinfeksi dan meradang di sekitar luka bedah merupakan luka terkontaminasi.
d. Dirty wounds/Luka kotor/Luka terinfeksi adalah luka yang diakibatkan oleh benda asing yang
bersarang (misalnya peluru ataupun debris lainnya), luka traumatik yang diakibatkan oleh
sumber yang kotor, maupun luka yang terpapar oleh pus.
b. Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama besarnya.
c. Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1 cm dari tepi luka. Khusus daerah wajah 2-3 mm.
d. Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan jarum dari tepi luka,
yakni 1 cm.
e. Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar (everted) setelah penjahitan.
Teknik:
a. Masukan jarum di salah satu sudut luka.
b. Arahkan jarum ke area kanan luka, lakukan aspirasi (pastikan tidak terkena pembuluh darah),
jarum dicabut (tetapi tidak sampai lepas dari kulit) sambil obat dikeluarkan.
c. Kemudian jarum dibelokan ke arah kiri luka, aspirasi, jarum dicabut sambil obat dikeluarkan.
d. Lakukan anestesi dengan teknik yang sama pada sudut luka sebelahnya, sehingga tampak
pada gambar di bawah:
a. Hematom
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah ketika anestesi, yang kemudian darah berkumpul
di submukosa sehingga menimbulkan benjolan. Jika terjadi hematom, kita evaluasi beberapa
saat apakah hematom itu terus membesar atau tetap. Jika terus membesar, kita harus
berusaha mencari pembuluh darah yang pecah dan mengikatnya kemudian membuang
bekuan darah yang terkumpul. Tetapi jika hematom tidak membesar hanya diperlukan
membuang masa hematomnya saja.
b. Udem
Disebabkan terlalu banyaknya obat anestesi yang diberikan sehingga obat tersebut
berkumpul dalam jaringan ikat longgar mukosa dan sub mukosa. Hal ini akan mempersulit
ketika melakukan penjahitan. Udem akibat anestesi ini diabsorpsi dalam 24 jam- See more
c. Shock Anafilaktik.
h. Benang dapat dipegang, jarum tidak boleh dipegang dengan tangan. Gunakan pinset untuk
memegang jarum.
i. Kemudian dibuat simpul dan geser simpul ke tepi luka (simpul tidak berada di atas luka),
lakukan 2-3 kali simpul agar jahitan kuat. Simpul pertama menentukan kekuatan ikatan.
Buatlah simpul yang dapat mendekatkan luka, tidak terlalu kencang namun tidak pula terlalu
kendor.
j. Potong sisa benang 1,5-2 cm di atas simpul (bila benang absorable maka benang dipotong
tepat di atas simpul) dengan teknik memiringkan gunting guna menghindari terpotongnya
jaringan.
k. Rapikan jahitan, perhatikan eversi luka, gunakan pinset untuk mengeversikan luka jahitan bila
dibutuhkan.
l. Bersihkan sisa perdarahan bila ada, beri antiseptik, dan tutup luka dengan menggunakan kasa.
F. DAFTAR PUSTAKA
HECTING DASAR
INTERPERSONAL
2. Informed consent
CONTENT
1. Needle holder
3. Pisau bedah
5. Refractor wound
6. Pinset
8. Wound curret
9. Korentang
11. Benang
11. Memposisikan agar tepi luka yang dijahit mendekat dengan posisi
membuka ke arah luar (eversi)
PROFESSIONALISM
PEMERIKSAAN SENSORIS
A. TEMA
Keterampilan pemeriksaan fisik fungsi sistem sensoris
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mampu melakukan pemeriksaan fungsi sistem sensoris
Mampu memilih metode untuk pemeriksaan
Mampu menjelaskan tujuan dan intrepretasi hasil pemeriksaan
Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan
D. SKENARIO
POLINEUROPATI
Seorang laki-laki datang kepada saudara dengan keluhan sekujur tubuh sering gatal-gatal.
Beberapa hari ini kaki dan tangannya terasa kesemutan dan hilang rasa. Dari riwayat
penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien sering mengkonsumsi alkohol dan pernah
melakukan pemeriksaan laboratorium gula darah. Anda kemudian melakukan tes fungsi
sensori pada pasien ini.
E. DASAR TEORI
Untuk mengevaluasi sistem sensoris, ada beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan sesuai jalur yang terkena, yaitu
1. Tes rasa nyeri dan suhu (traktus spinotalamicus)
2. Tes posisi dan vibrasi ( kolumna posterior)
3. Tes sentuhan halus ( kedua jalur)
4. Sensasi diskriminasi yang melibatkan korteks serebri.
Pada pasien tanpa gejala atau tanda kelainan neurologis, pemeriksaan fungsi
sensoris dapat dilakukan secara cepat pada distal jari tangan dan kaki.
Pemeriksa dapat memilih untuk melakukan tes sentuhan halus, rasa nyeri
dan vibrasi. Jika didapatkan hasil yang normal, maka sisa tes yang lain tidak
diperlukan. Akan tetapi jika didapatkan gejala atau tanda yang menunjukkan
adanya kelainan neurologis, pemeriksaan harus dilakukan semua.
Pemeriksaan harus membandingkan masing-masing sisi, distal dan
proksimal. Kelainan neurologis biasanya menimbulkan defisit sensoris yang
pertamakali terlihat di distal dibandingkan proksimal.
F. PROSEDUR
1. Persiapan
Persilahkan pasien untuk duduk di bed menghadap pemeriksa
yang berada pada posisi berdiri.
Apa yang akan dilakukan dan apa respon yang harus pasien lakukan.
Selama tes mata pasien dalam posisi tertutup, kecuali saat
tertentu kita pinta membuka mata.
4. Tes Vibrasi
Gunakan garpu tala 128 Hz, getarkan dengan memukulkannya ke tumit tangan.
Letakkan garpu tala diatas sendi interfalanx distal jari telunjuk pasien.
Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan
getaran, bila tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
Lakukan pada kedua tangan
Kemudian getarkan lagi garpu tala, letakkan di atas sendi
interfalanx distal jempol kaki.
Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan
getaran, bila tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
Lakukan pada kedua kaki.
5. Tes Posisi
Pegang lateral palanx distal jari tengah tangan pasien dengan
jempol dan telunjuk tangan pemeriksa , jempol dan telunjuk tangan
lain memegang palanx intermedia.
Gerakkan palanx distal pasien ke atas dan ke bawah sambil
diberitahu kepada pasien bahwa ini ke atas, ini ke bawah (mata
pasien terbuka)
Kemudian suruh pasien memejamkan mata kembali.
Gerakkan palanx distal sambil tanyakan ke pasien kemana palanx
tersebut kita gerakkan. Normal bisa mengetahui kemana gerakan,
bila tidak lanjutkan ke sendi yang lebih proksimal.
Lakukan pada kedua tangan.
Lanjutkan pada jempol kedua kaki.
b. Identifikasi Nomor
Dalam keadaan mata tertutup, tuliskan dengan ujung pensil yang
tumpul sebuah angka paada telapak tangan pasien
Minta pasien menyebutkan angka yang dituliskan. Normal bisa
mengetahui angka yang dituliskan, abnormal dapat
c. Diskriminasi 2 titik
Gunakan 2 peniti, pegang dengan rapat.
Sentuhkan kedua ujung tajam peniti pada ujung jari jari tengah
tangan pasien pada satu titik lokasi.
Minta pasien menyebutkan apakah yang dirasakan satu atau dua
titik sentuhan. Normal bisa membedakan satu atau dua titik
sentuhan. Bila tidak dapat dirasakan, perlebar jarak kedua titik
sentuhan sampai pasien bisa merasakan.
d. Titik Lokasi
Sentuh pasien pada sembarang titik lokasi dengan telunjuk.
Pinta pasien membuka mata dan menunjukkan di mana lokasi
yang pemeriksa barusan sentuh.
Pinta pasien memejamkan mata kembali.
Kemudian sentuh pasien pada dua titik lokasi berbeda dan
berlawanan secara bersamaan. Misalnya pada pipi kiri
G. DAFTAR PUSTAKA
Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5. Elsevier.2007
Afzal Mir: Atlas of clinical diagnosis. Ed 2. Elshevier science limited. 2003
Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995
H. CEKLIS LATIHAN
No Aspek Umpan
Balik
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
Salam dan perkenalan diri.
Sikap terbuka dan ramah.
Kontak mata sewajarnya.
2 Persilahkan pasien untuk duduk di bed menghadap pemeriksa
yang berada
pada posisi berdiri.
3 Jelaskan apa yang akan dilakukan dan apa respon yang harus
pasien lakukan.
Selama tes mata pasien dalam posisi tertutup, kecuali saat
tertentu kita pinta
membuka mata.
CONTENT
Tes Sentuhan Halus
4 Siapkan kapas kemudian sentuhkan secara halus kapas ke
dorsum satu jari
tangan dari distal ke proksimal.
5 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan
6 Kemudian sentuhkan secara halus ujung kapas ke permukaan
salah satu jari
kaki dari distal ke proksimal.
7 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan
8 Jika sensasi yang dirasakan normal, lanjutkan ke tes berikutnya.
9 Jika sensasi tidak dirasakan, teruskan menyentuh ke arah
proksimal sampai sensasi dirasakan. Catat sampai dermatom
mana sensasi tersebut mulai
dirasakan.
Tes Rasa Nyeri
10 Gunakan benda tajam dan tumpul, kali ini peniti.
Sentuhkan ujung tajam dan tumpul secara acak pada punggung
tangan secara halus, hindari melukai atau menyakiti pasien.
11 Tanyakan apakah yang disentuhkan tajam atau tumpul. Orang
normal bisa
membedakan sensasi tajam-tumpul. Bila tidak dapat
membedakan, teruskan tes ke arah proksimal tangan.
12 Lakukan pada kedua tangan.
13 Lanjutkan tes ke punggung kaki kanan dan kiri.
Tes Vibrasi
14 Gunakan garpu tala 128 Hz, getarkan dengan memukulkannya ke
tumit
tangan.
15 Letakkan garpu tala diatas sendi interfalanx distal jari telunjuk
pasien.
PROFESSIONALISM
39 Melakukan dengan penuh percaya diri
40 Melakukan dengan kesalahan minimal
A. Tema
Keterampilan pemeriksaan fisik sistem urogenital pria dan pemeriksaan colok dubur
B. Tujuan
Setelah mempelajari CSL ini, diharapkan mahasiswa mampu melakukan:
persiapan sebelum melakukan pemeriksaan fisik urogenital pria
pemeriksaan fisik suprapubik
pemeriksaan fisik penis
fisik skrotum dan isinya
pemeriksaan colok dubur
C. Alat dan Bahan
1. Handscoen
2. Manekin genitalia pria
3. Senter
4. Handscoen
5. Jelly
6. Manekin Prostat
7. Sabun cair
8. Air mengalir
9. Larutan antiseptik
10. Lap atau tissue
11. Tempat sampah medis
12. Kassa steril
13. Alat tulis
D. Skenario
Saat Anda sedang jaga di klinik Unila, datanglah pasien untuk berobat dengan anda. Pasien
pertama, laki-laki, 70 tahun, mengeluh susah BAK sejak 3 hari yang lalu. Anda lalu melakukan
pemeriksaan fisik sistem urogenita pria dan colok dubur untuk menegakkan diagnosa pada pasien
ini.
A. Dasar Teori
Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan
urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang urologi memberikan manifestasi penyakit umum
(sistemik) atau tidak jarang pasien-pasien urologi kebetulan menderita penyakit lain. Adanya hipertensi
mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema tungkai satu sisi mungkin akibat obstruksi
pembuluh vena karena penekanan tumor buli-buli atau karsinoma prostat, dan ginekomasti mungkin
ada hubungannya dengan karsinoma testis. Semua keadaan di atas mengharuskan dokter untuk
memeriksa keadaan umum pasien secara menyeluruh. Pada pemeriksaan urologi harus diperhatikan
setiap organ mulai dari pemeriksaan buli-buli dan genitalia eksterna.
1. Pemeriksaan buli-buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut
bekas irisan operasi di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin merupakan tumor
ganas buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urune. Dengan palpasi dan perkusi dapat
ditentukan batas atas buli-buli.
Penilaian refleks bulbokavernosus dilakukan dengan cara merasakan jepitan pada sfingter ani
pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada glans penis atau klitoris.
Gambar 2. Posisi pemeriksaan colok dubur : a. Posisi litotomi, b. Posisi left lateral decubitus, c
& d. Posisi knee chest, e & f posisi membeungkuk
Pada wanita yang sudah berkeluarga selain pemeriksaan colok dubur, perlu juga diperiksa
colok vagina guna melihat kemungkinan adanya kelainan di dalam alat kelamin wanita, antara lain :
massa di serviks, darah di vagina, atau massa di buli-buli.
Indikasi dilakukannya colok dubur antara lain
a. Retentio urine
b. Aliran urine berkurang, nocturia, urine menetes (dribbling)
c. Pemeriksaan untuk menilai traktus gastrointestinalis (Rectal Toucher)
Pada Hipertophy prostat benigna (BPH) biasanya pembesarannya bilateral, teraba elastis seperti
karet dan permukaan mukosa rectum licin. Pada carcinoma teraba benjolan seperti batu dan bernodul-
nodul, dan pembesaran unilateral. Pada prostatitis akut kelenjar membesar dan terba lunak, tegang
dan sangat sensitif terhadap tekanan (nyeri tekan).
B. PROSEDUR
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk. Perkenalkan diri
anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan fisik yang akan
dilakukan, tujuan dan manfaatnya untuk pasien. Berikan jaminan pada pasien atau
keluarganya tentang kerahasian hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan. Jelaskan pada pasien
tentang hak pasien atau keluarganya misalnya tentang hak untuk menolak pemeriksaan fisik.
3. Mintalah persetujuan pasien untuk pemeriksaan fisik (inform consent)
4. Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa. Pemeriksaan dilakukan di
tempat ruangan yang tenang dan cahaya yang cukup terang. Perawat sebaiknya mendamping
dokter selama pemeriksaan. Pemeriksa berdiri di samping kanan pasien.
Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke belakang corona glandis dan tidak
segera direposisi kembali → paraphymosis
https://online.epocrates.com
c. Bila sudah disirkumsisi, perhatikan ;
Glans penis
Periksa apakah ada Herpes progenitalis (Virus Herpes tipe 2), Radang glans penis :
balanitis
Meatus uretra
o irritasi kronis pada meatus → Erythro-plasma of Queyrat
o Condyloma acuminata = verruca acuminata
o Urethral discharge. Cairan yang keluar dari meatus urethra : Nanah
(urethritis), darah (ruptura urethra, corpus alienum, batu, tumor urethra)
o Sulcus coronarius
Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar ( sifilis primer), tumor (ca. penis),
Condylomata acuminata
Palpasi :
Diraba seluruh penis mulai dari preputium,glans dan batang penis serta urethra.
o Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah preputium pada glans penis atau
sulcus caronarius.
o Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang → striktur uretra.
o Teraba batu pada fossa navicularis glandis dan peno-scrotalis
Daftar Pustaka
a. Purnomo B, Basuki. 2007. Dasar-Dasar Urologi. FK Unibraw : CV Sagung Seto.
b. Emil A, Tanagho et all. Smith’s General Urology 16th Edition. Mc Graw-Hill, 2004
c. Degown RL and Brown DD : DeGowin’s Diagnostic Examination, 7th edition.McGraw-
Hill, 2000
d. Swartz MH : Textbook of Physical Diagnosis, Hystory and Examination, 5th
edition, Elsevier, 2006
e. https://online.epocrates.com/data_dx/reg/765/img/765-2-iline.gif
Ceklist Pemeriksaan
No Aspek Penilaian Umpan Balik
I INTERPERSONAL
1 Senyum, salam dan sapa
2 Informed consent
II PROSEDURAL
3 Persiapan alat, cuci tangan WHO, pasang handscoen
A. PEMERIKSAAN SUPRAPUBIS
4 Inspeksi
5 Palpasi
6 Perkusi
B PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA
B.1 Pemeriksaan Penis
7 Inspeksi
8 Palpasi
B.2 Pemeriksaan Skrotum dan Isinya
9 Inspeksi
10 Palpasi
11 Transluminasi
C PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
12 Mintalah pasien mengosongkan kandung kencing
13 Persiapan alat, cuci tangan, pasang handscoen
14 Posisikan pasien dalam posisi litotomi
15 Lakukan inspeksi daerah perineum dan anus, perhatikan
apakah ada tanda-tanda hemorrhoid atau penonjolan/nodul,
fistel (fisura ani) atau ada bekas operasi
16 Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant
17 Masukkan jari telunjuk ke anus, perlahan-lahan sentuhlah spinkter ani dan
mintalah pasien untuk bernapas seperti biasa, sambil menilai tonus spinkter ani
tersebut. Tangan yang satu berada di atas suprapubis dan tekanlah ke arah
vesica urinaria. (Bila vesica urinaria kosong, maka kedua ujung jari dapat bertemu
(terasa)
18 Doronglah jari telunjuk ke arah dalam anus sambil menilai ampulla dan mukosa
dinding rectum apakah dalam keadaan kosong/ada massa feses, terdapat
tumor/hemorrhoid, atau adanya batu urethra (pars prostatica).
19 Tempatkanlah jari telunjuk pada jam 12, untuk meraba kelenjar prostat pada posisi
lithothomi. (Kelenjar prostat teraba pada posisi jam 12.)
III PROFESIONALISME
38 Tunjukkan sikap percaya diri
39 Tunjukkan sikap menghormati pasien
40 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record
A. Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan ginekologi
B. Tujuan
1) Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita
2) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan spekulum yaitu inspeksi vagina dan serviks
3) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bimanual yaitu palpasi vagina, serviks, korpus
uteri dan ovarium
4) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rektal wanita, palpasi
kantung douglas, uterus dan adneksa
Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rekto-vaginal
C. Skenario
Keputihan
Seorang wanita, berusia 42 tahun, datang ke praktek dokter kandungan dengan keluhan
keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dirasakan agak encer, tidak gatal dan berbau
amis. Keluhan ini sering dirasakan sejak 3 bulan belakangan. Riwayat dan siklus haid normal,
pemakaian kontrasepsi disangkal, pemakaian sabun pembersih daerah kewanitaan (sabun sirih) (+)
sejak beberapa bulan terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan kadang-
kadang flek-flek darah di luar siklus haid. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
ginekologi/inspekulo,bimanual, vaginal swab untuk Pemeriksaan. Mikrobiologi dan Ispeksi Visual Asetat
(IVA) serta menyarankan pasien melakukan Pap Smear.
Pemeriksaan Pelvik
Pemeriksaan pelvic biasanya menimbulkan ketegangan pada pasien. Sebelum dilakukan
pemeriksaan harus dilakukan pendekatan yang baik pada pasien, agar pasien bisa bekerja sama pada
waktu diperiksa.
Pemeriksaan pelvic dikerjakan pada pasien yang berada dalam posisi litotomi. Pasien diminta
merebahkan sepenuhnya punggungnya secara santai (agar dinding perut kendor), dan meletakkan dua
kaki pada penyangga kaki (foot-rest) secara santai (agar otot-otot daerah pelvic kendor), sedemikian
rupa sehingga perineum ada tepat ditepi meja periksa.
Pemeriksa menggunakan sarung tangan steril dengan ukuran yang sesuai. Cara memakai
sarung tangan harus mengikuti prosedur aseptik. Sebelum melakukan pemeriksaan harus dilakukan
toilet vulva dan vagina. Prosedur antiseptik ini dilakukan dengan kasa atau kapas steril yang direndam
dalam desinfektan yang tidak mengiritasi (misalnya : larutan Lysol). Kapas steril tersebut disapukan
pada vulva sampai sekitar perineum dari arah medial ke lateral atau sentral ke perifer, dan penyapuan
daerah anus harus dilakukan paling akhir.
E. Prosedur
1. PEMERIKSAAN PELVIK
a. Inspeksi
1. Pengamatan dilakukan pada alat genital bagian luar (eksterna), khususnya daerah vulva,
dimulai dengan pengamatan secara keseluruhan tentang keadaan atau hygiene daerah genital
secara umum atau adanya kelainan yang mencolok.
Secara sistematik hal-hal yang diamati adalah :
1. Pertumbuhan dan pola pertumbuhan rambut pada pubes (maskulin atau feminin) dan
kelainan pada folikel rambut pubes
2. Keadaan kulit didaerah vulva (perlukaan, vesikel atau nodul, pruritus, leukoplakia, tumor)
3. Keadaan klitoris (apakah ada pembesaran klitoris atau tidak)
4. Keadaan muara urethra (infeksi, karunkula, tumor)
5. Keadaan labium majus dan minus (simetrik atau tidak, perlukaan, pembengkakan, atau
penonjolan)
6. Keadaan perineum (pembengkakan, sikatriks atau bekas episiotomi, pemendekan karena
sisa persalinan atau adanya tumor) dan komisura posterior (utuh atau sudah rupture)
7. Keadaan introitus vagina (apakah ada discharge yang mengalir dari liang vagina)
2. Inspekulo
Pemeriksaan inspekulo dilakukan dengan menggunakan speculum dan hanya dilakukan pada
pasien yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual. Ada berbagai macam speculum,
tetapi yang sering digunakan di klinik adalah speculum Graves dan speculum Sims.
Gambar 4.
Spekulum Spekulum Graves
Sims & Sims
Spekulum
Graves
Pemeriksaan dengan speculum Sims akan mendapatkan visualisasi yang lebih baik, tetapi
harus dilakukan dengan kedua tangan. Hanya satu tangan yang diperlukan untuk memegang speculum
Graves dan mempertahankan pada posisinya, sehingga tangan yang satu bisa bebas melakukan
tindakan, misalnya membersihkan rongga vagina. Penggunaan speculum Sims pada keadaan tertentu
memerlukan seorang yang membantu memegang sendok speculum.
Pemasangan speculum sudah dianggap benar jika serviks uteri terlihat dengan jelas. Apabila
visualisasi serviks uteri dan fornices vagina terhalang oleh akumulasi discharge, maka vagina
dibersihkan dengan larutan desinfektan atau salin. Sebelumnya discharge harus diamati lebih jelas dan
dicatat perihal banyaknya, jenis atau konsistensinya, warna dan berbau atau tidak. Sesudah berhasil
tampak dengan jelas, serviks uteri dinilai secara cermat warna mukosanya (hipermis, anemis, livid) dan
adanya kelainan seperti erosi, ektropion, laserasi, sikatriks, granulasi, teleangiektasi, pertumbuhan
polips serta tumor.
Spekulum ditarik dan dilepas dengan perlahan-lahan sambil mengamati dinding vagina.
Keadaan vagina diamati dengan seksama, dan dicat warnanya, adanya ptekie, varises, granulasi,
ulserasi, perlukaan, fistula, penonjolan akibat kendornya dinding vagina (kistokel, rektokel) dan adanya
tumor.
3. Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan bimanual (vaginal toucher, colok vagina) dikerjakan dengan cara:
1. Mengoles telunjuk dan jari tengah yang akan digunakan untuk memeriksa dengan lubrikan
atau desinfektan
2. Memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke vagina (Tangan pemeriksa masuk
ke vagina sesuai dengan aksis vagina dan dikerjakan secara perlahan-lahan dan sehalus
mungkin)
3. Telapak tangan kiri berada di daerah suprapubik
4. Tangan yang ada di abdomen dimanfaatkan sepenuhnya untuk mengarahkan organ mana
yang diperiksa. (Posisi tangan kanan dan kiri pemeriksa ini bisa terbalik tergantung kebiasaan
pemeriksa)
5. Perabaan dilakukan mulai dari vagina hingga fornises, serviks uteri, uterus, adneksa atau
parametrium, dan keseluruhan rongga panggul.
6. Sesudah tangan pemeriksa ditarik dari vagina dilakukan perabaan pada daerah luar genital
(vulva dan sekitarnya).
7. Pemeriksaan harus dilakukan secara siatematik, untuk itu perabaan harus urut dan tidak boleh
ada yang terlewatkan.
Hal-hal yang harus dicatat dan diperhatikan pada pemeriksaan bimanual antara lain:
Vagina
Ada tidaknya kelainan di daerah introitus Vagina (Kista/ Abses Bartholini)
Ketegangan (kuatnya) dinding vagina
Ada tidaknya sistokel atau rektokel
Permukaan dan keadaan rugae (ulkus, tumor, fistula)
Penonjolan fornix & cavum Douglasi
Ada tidaknya kelainan kongenital ( atresia, stenosis, septum)
Serviks Uteri
Permukaan (sikatriks, ulkus, tumor)
Besar dan bentuk serviks uteri
Konsistensi (kenyal, lunak, keras, tanda Hegar)
Kanalis servikalis terbuka atau tertutup
Mudah digerakkan (mobile) atau sukar digerakkansakit pada pergerakan (arah pergerakan,
slinger pain)
Uterus
Bentuk uterus
Ukuran atau dimensi uterus
Posisi dan kedudukan uterus (anteversi, retroversi, antefleksi, tetrtifleksi, sinistro,
dekstroposisi)
Konsistensi (kenyal, padat)
Permukaan uterus (rata, berbenjol-benjol)
Mobilitas uterus
Ada tidaknya pertumbuhan tumor (bentuk, ukuran, konsistensi)
Ada tidaknya kelainan bawaan
Parametrium
Strutur adneksa ( tuba, ovarium)
Ruang di parametrium (longgar, memendek)
Ada tidaknya sakit pada perabaan
Teraba masa tumor atau tidak (lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi, mobilitas, hubungan
dengan alat sekitarnya)/
Adanya infiltrasi keganasan
Seperti halnya pemeriksaan inspekulo, pemeriksaan bimanual hanya boleh dilakukan pada
wanita yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual. Perabaan uterus sulit dilakukan
pada kasus:
Uterus retroversio fleksio, perabaan uterus agak sulit oleh karena pencekapan uterus tak dapat
berlangsung secara baik.
Pasien obese, evaluasi uterus secara palpasi sulit dilakukan.
Vesika urinaria yang terlampau penuh.
Pemeriksaan tambahan yang kadang dilakukan beserta pemeriksaan ginekologik, antara lain
adalah :
Pap’s smear (usapan Papanicolau)
IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk deteksi dini keganasan serviks
Uji Fern (uji daun pakis) untuk deteksi ovulasi
Uji schiller untuk keganasan serviks dan vagina
Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologik/ Vaginal Swab
Sondase rongga rahim
Perasat Acosta-Scizon
Pungsi Douglas (Kuldosenstesis)
Biopsi (vagina, serviks, endometrium)
Kolposkopi
Histeroskopi
Daftar Pustaka
Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial,
Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan
Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim Keterampilan Medik.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill Professional.
Jonathan S. Berek .2002. Novak’s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams & Wilikns.
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan Kanker Serviks
di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I Himpunan Obstetri & Ginekologi
Sosial Indonesia. Malang, April 2008. Didownload dari :
http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20di%20Indonesia.p
df
Szilagy, PG. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Wilopo, S. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Center for Reproductive Health,
Department of Public Health, Faculty of Medicince Gadjah Mada University. Didownload dari :
http://chnrl.net/mkia-kr/files/CaCervic-texfinal.pdf
kiri di suprapubik
Lakukan colok dengan cara penetrasi dan arah yang
26
sesuai
Nilai dinding vagina, fornises, serviks (tidak ada nyeri
goyang pada serviks), keadaan uterus (ukuran), adneksa
27
dan parametrium (tidak teraba tumor dan parametrium
tidak kaku/keras)
PEMERIKSAAN REKTAL WANITA
Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim’s) atau
28
litotomi, dengan sudah membuka celana dalam
Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan
29
lubricant
Masukkan jari telunjuk ke dalam rektal, tangan luar
30
diletakkan di atas sympisis
Nilailah sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid,
31
uterus, dan himen
Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan, lihat
32
di sarung tangan apakah ada darah, feses, lendir dll
PEMERIKSAAN REKTOVAGINAL
Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim’s) atau
33
litotomi, dengan sudah membuka celana dalam
34 Lakukan tindakan asepsis pada vulva
Oleskan jari tengah yang bersarung tangan dengan
35
lubricant
Buka labia mayor, masukkan secara perlahan jari tengah
ke dalam rektum dan jari telunjuk ke dalam vagina, minta
36
pasien untuk menarik nafas dalam untuk merelaksasikan
otot anus
Nilai septum rektovagina, permukaan posterior uterus,
37 adanya massa dan nyeri pada daerah permukaan uterus
dan rektum
38 Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan
III. Item Penalaran Klinis
Laporkan keadaan serviks uteri (setelah menampilkan
39
serviks uteri pada pemeriksan inspekulo)
40 Laporkan penilaian keseluruhan dinding panggul
Laporkan hasil pemeriksaan IVA (positif/negatif) dan
41
interpretasi klinisnya
42 Laporkan hasil pemeriksaan rektal wanita
43 Laporkan hasil pemeriksaan rektovaginal
A. Tema
B. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik payudara : inspeksi, palpasi, dan pemeriksaan
ketiak
Mahasiswa mampu melatih pemeriksaan SADARI
D. Skenario
Nn. Sadariana berusia 41 tahun, datang ke praktek Anda dengan keluhan benjolan di
payudara kanan sebesar kelereng. Dari anamnesis didapatkan bahwa kakak kandungnya 1 tahun yang
lalu meninggal dunia karena penyakit kanker payudara. Setelah melakukan anamnesis secara lengkap,
Anda lalu meminta ijin untuk melakukan pemeriksaan fisik payudara dan merencakan untuk
memperagakan serta melatih cara pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
E. Dasar Teori
Anatomi Payudara (Mammae)
Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua sampai iga enam, dari
pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media. Kelenjar ini dimiliki oleh pria dan wanita. Namun,
pada masa pubertas, payudara wanita lambat laun akan membesar hingga membentuk setengah
lingkaran, sedangkan pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan lemak dan
Teknik pemeriksaan fisik payudara meliputi inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan payudara
sebaiknya dilakukan pada ruangan yang tertutup, sehingga dapat menjamin kerahasiaan pasien,
dengan didampingi oleh perawat wanita. Inspeksi menyeluruh pada payudara dilihat dari empat sudut
pandang yaitu :
1) Lengan pada posisinya (arms at sides)
Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit, atau adanya
pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit jeruk (peau d’ orange).
Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran payudara, dan ukuran areola
mammae, biasa ditemukan, dan normal.
Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa, lekukan ke dalam
(dimpling), atau pendataran (flattening).
Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat muda, coklat kehitaman),
ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke bawah permukaan areola), arah keluarnya
puting susu, ada tidaknya rash, ulserasi, atau ada tidaknya keluar sekret (discharge).
Palpasi payudara dilakukan secara menyeluruh, meliputi area segi empat yang membentang
mulai dari klavikula sampai lipatan inframammary (bra line), dari linea midsternalis sampai linea
aksilaris posterior, serta daerah ekor dari payudara (tail of breast), dan ketiak (aksila). Pemeriksaan
palpasi payudara dapat memakan waktu 5-10 menit untuk masing-masing payudara. Ketika melakukan
palpasi payudara, gunakan bagian volar distal dari jari kedua, tiga dan empat pemeriksa. Palpasi
dilakukan secara sistematik, dan menyeluruh, terutama pada daerah lateral atas dan subareola, yang
merupakan tempat tersering ditemukannya lesi. Palpasi dimulai dari payudara yang sehat terlebih
dahulu.
Gambar 7. Titik dan Garis Pedoman Palpasi dan Jari yang Digunakan Untuk Palpasi Payudara
Bila menemukan massa atau nodul saat mempalpasi payudara, lakukanlah penilaian, dan
deskripsikan karakteristik dari nodul tersebut.
Deskripsi karakteristik nodul :
1. Lokasi : dapat dengan sistem kuadran atau arah jarum jam, atau dinyatakan dalam satuan
jarak (dalam sentimeter) dari puting susu.
2. Ukuran : dalam milimeter.
3. Bentuk : melingkar, atau kistik, seperti cakram, atau ireguler bentuknya.
4. Konsistensi : kenyal, lunak, atau keras
5. Batas : berbatas tegas, atau tidak
6. Permukaan : licin/ rata atau berbenjol-benjol.
7. Mobilitas : dengan hubungannya terhadap kulit, fasia pektoralis, dan dinding dada. Gerakkan
secara lembut massa, dan nilai apakah massa dapat digerakkan (mobile) atau tidak dapat
digerakkan atau terfiksir
8. Nyeri tekan, dan permukaan kulit payudara yang teraba hangat pada palpasi, menandakan
adanya proses inflamasi, atau infeksi pada payudara (mastitis).
9. Fluktuasi. Lakukan palpasi pada nodul yang dicurigai sebagai abses, dengan menggunakan
jari telunjuk dan jari tengah kanan pemeriksa. Bila terdapat abses, akan terasa adanya
fluktuasi.
Pemeriksaan area terakhir untuk palpasi payudara adalah pemeriksaan areola dan puting
susu. Palpasi daerah areola dan puting susu, dilakukan dengan menggunakan bagian volar sebelah
distal ibu jari dan jari telunjuk pemeriksa. Palpasi dilakukan pada masing-masing daerah areola dan
puting susu, dan catatlah bagaimana elastisitasnya. Perhatikan ada tidaknya cairan (discharge) yang
keluar saat puting susu sedikit ditekan, catatlah warna, bau, dan kekentalan dari cairan tersebut.
Discharge dapat berupa air susu, nanah, atau darah. Discharge berupa darah merupakan suatu
pertanda adanya proses keganasan pada payudara. Perhatikan ada tidaknya retraksi puting susu,
yang merupakan salah satu pertanda adanya pertumbuhan massa di belakang puting susu. Bila puting
terlihat retraksi, palpasilah di sekitar jaringan, dan di belakang puting susu.
payudara mereka masih berserabut (fibrous), sehingga dianjurkan sebaiknya mulai melakukan.
SADARI pada usia 20 tahun karena pada umumnya pada usia tersebut jaringan payudara sudah
terbentuk sempurna. Wanita sebaiknya melakukan SADARI sekali dalam satu bulan. Jika wanita
menjadi familiar terhadap payudaranya dengan melakukan SADARI secara rutin maka dia akan lebih
mudah mendeteksi keabnormalan pada payudaranya sejak awal atau mengetahui bahwa penemuanya
adalah normal atau tidak berubah selama bertahun - tahun. Wanita yang belum menopouse sebaiknya
melakukan SADARI setelah menstruasi sebab perubahan hormonal meningkatkan kelembutan dan
pembengkakan pada payudara sebelum menstruasi. SADARI sebaiknya dilakukan sekitar satu minggu
setelah menstruasi. Satelah menopouse SADARI sebaiknya dilakukan pada tanggal yang sama setiap
bulan sehingga aktifitas rutin dalam kehidupan wanita tersebut.
SADARI dilakukan dengan posisi tegak menghadap kaca dan berbaring, dilakukan
pengamatan dan perabaan payudara secara sistematis. Menurut Depkes RI (2009), cara melakukan
pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dapat dilakukan dengan cara:
1) Melihat perubahan payudara di hadapan cermin (Gambar 13).
d. Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri. Miringkan
badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
3) Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran (Gambar 18).
a. Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka di bagian atas ke
batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua payudara ke garis tengah bagian
ketiak.
b. Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar dan tekan kuat
untuk merasakan benjolan.
c. Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan putaran ringan
dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah payudara, bergerak kurang lebih 2 cm
kekiri dan terus ke arah atas menuju tulang selangka dengan memutar dan menekan
payudara.
d. Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh bagian yang
ditunjuk.
Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya cairan abnormal
dari puting payudara.
Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti, apakah teraba
benjolan abnormal atau tidak.
G.Prosedur
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk. Perkenalkan diri
anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan fisik yang akan
dilakukan, tujuan dan manfaatnya untuk pasien. Berikan jaminan pada pasien atau
keluarganya tentang kerahasian hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan. Jelaskan pada
pasien tentang hak pasien atau keluarganya misalnya tentang hak untuk menolak
pemeriksaan fisik.
3. Mintalah persetujuan pasien untuk pemeriksaan fisik (inform consent)
4. Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa. Pemeriksaan dilakukan di
tempat ruangan yang tertutup, tenang dan cahaya yang cukup terang serta ditemani oleh
seorang perawat wanita.
5. Pemeriksaan Fisik Payudara
A. Inspeksi
1) Inspeksi dilakukan pada 4 posisi lengan di samping (arms at sides), lengan diangkat
ke atas (arms over head), tangan menekan melawan pinggul (hands
pressed againt hips), dan bersandar ke depan pada kursi (leaning forward).
2) Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit, atau adanya
pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit jeruk (peau d’ orange).
3) Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran payudara, dan ukuran
areola mammae, biasa ditemukan, dan normal.
4) Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa, lekukan ke dalam
(dimpling), atau pendataran (flattening).
5) Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat muda, coklat
kehitaman), ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke bawah permukaan areola),
arah keluarnya puting susu, ada tidaknya rash, ulserasi, atau ada tidaknya keluar
sekret (discharge)
B. Palpasi
1) Palpasi dilakukan dengan menggunakan bagian volar distal dari jari kedua, tiga dan
empat pemeriksa.
2) Palpasi dilakukan secara menyeluruh, meliputi area segi empat yang membentang
mulai dari klavikula sampai lipatan inframammary (bra line), dari linea midsternalis
sampai linea aksilaris posterior, serta daerah ekor dari payudara (tail of breast), dan
ketiak (aksila).
3) Lakukanlah palpasi secara sistematik, dan menyeluruh, terutama pada daerah lateral
atas dan subareola, yang merupakan tempat tersering ditemukannya lesi.
4) Palpasi dimulai dari payudara yang sehat terlebih dahulu.
5) Palpasi dilakukan dengan 3 pola yaitu pola vertikal (vertical strip pattern), pola
melingkar (sirkular / konsentris) dan pola seperti jari-jari roda (radier pattern) dengan
puting susu sebagai pusatnya, serta palpasi areola dan puting susu
6) Lakukan palpasi dengan melakukan penekanan ringan, medium, sampai dalam, atau
melakukan putaran yang kecil dan konsentris pada setiap titik pemeriksaan.
7) Terkadang diperlukan penekanan yang lebih kuat agar dapat mencapai jaringan yang
jauh lebih dalam pada payudara yang besar.
6. Pemeriksaan Aksila
a) Inspeksi
Melihat ada tidaknya rash, infeksi, adanya pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan
H.Daftar Pustaka
Depkes RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara. Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jendreal PP & PL. Jakarta.
Google photo search. www.google.com.
15 g.Palpasilah dengan arah garis lurus, dari puting susu terus ke bawah, hingga
linea inframammary (bra line), kemudian palpasi kembali ke atas ke arah
klavikula.
16 h.Lanjutkan palpasi metode vertikal dengan cara yang sama, sampai ke linea
midsternalis.
Palpasi Payudara Circular Pattern
17 a.Mintalah kepada pasien berbaring dalam posisi supinasi, dan meletakkan
tangannya di atas kepala. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
18 b.Letakkanlah bantal untuk menyangga tubuh, pada sisi payudara yang akan
diperiksa.
19 c.Mulailah palpasi dari daerah areola secara melingkar, dari sisi sebelah dalam
ke arah luar, (atau dari daerah luar ke arah dalam) secara sistematis, dan
meliputi seluruh kuadran dari payudara.
Palpasi Payudara Radial Pattern
20 a.Mintalah kepada pasien berbaring dalam posisi supinasi, dan meletakkan
tangannya di atas kepala.
21 b.Letakkanlah bantal untuk menyangga tubuh, pada sisi payudara yang akan
diperiksa.
22 c.Mulailah palpasi dari daerah puting susu, secara radier (seperti jari-jari),
dengan arah menuju ke posisi angka-angka pada jam, kembali ke puting
susu, dan ke arah angka jam berikutnya, sehingga seluruh kuadran
payudara terpalpasi.
23 d.Lakukan penilaian yang meliputi konsistensi jaringan, ada tidaknya
pelembekan, serta ada atau tidaknya nodul. Bila terdapat nodul,
deskripsikan dimana lokasinya, ukuran, bentuk, konsistensi, batas, dan
mobilitasnya.
24 e.Bila menemukan adanya massa, atau nodul selama ini, tanyakan kepada
pasien, apakah pasien pernah menemukan nodul atau massa ini, sebelum
pemeriksaan payudara dilakukan.
C. PEMERIKSAAN AREOLA DAN PUTING SUSU
25 a.Palpasilah masing-masing daerah areola dan puting susu, dan catatlah
bagaimana elastisitasnya.
26 b.Perhatikan ada tidaknya cairan (discharge) yang keluar saat puting susu
sedikit ditekan, catatlah warna, bau, dan kekentalan dari cairan tersebut.
27 c.Perhatikan ada tidaknya retraksi puting susu, yang merupakan salah satu
pertanda adanya pertumbuhan massa di belakang puting susu. Bila puting
terlihat retraksi, palpasilah di sekitar jaringan, dan di belakang puting susu.
PEMERIKSAAN AKSILA/ KETIAK
28 a.Inspeksi.
Amatilah daerah aksilla dengan seksama, untuk melihat ada tidaknya rash,
infeksi, adanya pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan kelenjar
getah bening.
29 b.Palpasi
Palpasi aksila tangan kiri : lengan kiri diabduksikan, dengan posisi tangan
ke arah bawah. Pemeriksa menyangga pergelangan tangan kiri pasien
dengan tangan kiri pemeriksa. Gunakanlah jari-jari pada tangan kanan
pemeriksa, untuk menekan ke dalam dan ke atas hingga, mencapai puncak
aksila setinggi yang dapat dicapai. Jari-jari pemeriksa haruslah berada
disebelah otot pektoralis. Selanjutnya, tekanlah jari-jari ke dinding dada dan
arahkan ke bawah, untuk dapat meraba kelenjar getah bening pada dinding
dada.
30 c. Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta konsistensi serta
ukurannya.
MELATIH PEMERIKSAAN SADARI
Melihat perubahan payudara di hadapan cermin
31 a.Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris
atau tidak).
32 b.Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu,
serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi
kedua lengan lurus ke bawah disamping badan.
33 c.Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud
untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia
dibawahnya.
34 d.Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
35 e.Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau
tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah
axilla
Melihat perubahan payudara di hadapan cermin
36 Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau
tidak).
37 Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu,
serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi
kedua lengan lurus ke bawah disamping badan.
38 Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud
untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia
dibawahnya.
39 Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
40 Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau tangan
menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla.
Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran
41 Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka di
bagian atas ke batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua
payudara ke garis tengah bagian ketiak.
42 Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar
dan tekan kuat untuk merasakan benjolan.
43 Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan
putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah
payudara, bergerak kurang lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas menuju
tulang selangka dengan memutar dan menekan payudara.
44 Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh
bagian yang ditunjuk.
Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran
45 Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar.
46 Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar
biasa.
47 Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting payudara.
48 Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan
tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae.
Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara.
49 Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya
cairan abnormal dari puting payudara.
Memeriksa Ketiak.
50 Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti,
apakah teraba benjolan abnormal atau tidak.
III PROFESIONALISME
51 Tunjukkan sikap percaya diri
52 Tunjukkan sikap menghormati pasien
53 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record