Anda di halaman 1dari 156

Buku Panduan CSL 2 2019

Edisi Ke 8 Februari 2020

Buku Panduan Clinical Skill Laboratory 2

Semester 2 T.A 2019/2020

Fakultas Kedokteran Univeritas Lampung

Jln. Prof. Soemantri Bojonegoro No. 1

Bandar Lampung-Indonesia

Telp. (0721) 7691197

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 1


Buku Panduan CSL 2 2019

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Edisi ke-8: Februari 2020

Buku Panduan Clinical Skill Laboratory 2

Semester 2 T.A 2019/2020

Edisi Ke 8

166 hlm ; 21 x 29,7 cm

ISBN : -

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2


Buku Panduan CSL 2 2019

Diterbitkan oleh :

Lab CSL/ Medical Education Unit (MEU)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Dicetak di Bandar Lampung

Februari 2020

Desain muka oleh : -

Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian


isi atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk
apapun tanpa seijin penyusun

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 3


Buku Panduan CSL 2 2019

TIM PENYUSUN

.:: EDITOR ::.

dr. Novita Carolia, M.Sc.

dr. Arif Yudho Prabowo, S.Ked

.:: KONTRIBUTOR LOKAKARYA ::.


(Februari 2020)

dr. Yusran Sp.M (K)


dr. Exsa Hadibrata Sp.U
dr. Risal Wintoko Sp.B
dr. Iswandi Darwis Sp.PD
dr. Fidha Rahmayani Sp.S
dr. Ahmad Fauzi Sp.OT(K) SPINE
dr. Dewi Nurfiana Sp.KFR
dr. Efriyan Imantika Sp.OG
dr. Merry Indah Sari, M.Med.Ed
dr. Dwita Oktaria, M.Pd.Ked
dr. Oktafani M.Pd.Ked
dr. Tri Umiana Soleha M.Kes.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 4


Buku Panduan CSL 2 2019

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan serta kemudahan
sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku panduan Keterampilan Klinik Semeter 2 ini. Buku ini
disusun sebagai panduan bagi mahasiswa maupun instruktur dalam proses pembelajaran
Keterampilan Klinik pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung (FK Unila) semester 2 tahun ajaran 2019-2020.

Pada semester 2 ini, mahasiswa diperkenalkan dengan keterampilan yang sesuai dengan
tahunnya mencakup pemeriksaan fisik dan ketrampilan prosedural. Pada pemeriksaan fisik diberikan
materi pemeriksaan fisik dasar thorax dan abdomen, sistem sensoris dan motoric, pemeriksaan fisik
saraf kranial, urogenital pria dan wanita, dan pemeriksaan sadari. Pada keterampilan prosedural adalah
aseptik prosedural dan hecting dasar. Buku panduan ini disusun dengan mengacu pada kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang dokter yang tertuang dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia
(SKDI) tahun 2012.

Pada buku edisi 8 ini, terdapat beberapa revisi minor pada beberapa aspek keterampilan.
Keterampilan pemeriksaan sirkulasi perifer dan prosedur vena puncture tidak dilakukan lagi di semester
ini. Selain itu ditambahkan kembali keterampilan pemakaian baju operasi (gowning) pada judul
keterampilan prosedur aseptik. Selebihnya adalah terdapat beberapa revisi teknis pada keterampilan
laboratorium dari para kontributor lab.

Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada konributor yang telah


memberikan masukan demi memperkaya materi buku ini, pengelola KBK FK Unila, maupun pihak-
pihak lain yang turut membantu hingga selesainya buku ini.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, semoga buku ini dapat digunakan
dengan sebaik-baiknya. Untuk kesempurnaan penyusunan buku ini berikutnya kritik dan saran sangat
kami harapkan.

Bandar Lampung, Februari 2020

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 5


Buku Panduan CSL 2 2019

PJ CSL 2

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 6


Buku Panduan CSL 2 2019

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................................... 1

Tim Penyusun .................................................................................................................................... 3

Kata Pengantar .................................................................................................................................. 4

Daftar Isi ............................................................................................................................................. 5

Regulasi & Kontrak Mengikuti CSL 2 ................................................................................................. 6

Tata Tertib ......................................................................................................................................... 7

Daftar Keterampilan ......................................................................................................................... 10

Level Kompetensi ............................................................................................................................ 11

CS 1. Pemeriksaan fisik thorak ......................................................................................................... 15

CS 2. Pemeriksaan fisik abdomen .................................................................................................... 33

CS 3. Pemeriksaan saraf kranial ...................................................................................................... 42

CS 4. Prosedur aseptik .................................................................................................................... 68

CS 5. hecting dasar .......................................................................................................................... 79

CS 6. Pemeriksaan sensoris .......................................................................................................... 113

CS 7. Pemeriksaan urogenital pria dan colok dubur ………………………………………………… 121

CS 8. Pemeriksaan fisik Ginekologi ……………………………………………………………………. 133

CS 9. Pemeriksaan SADARI ……………………………………………………………………………. 146

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 7


Buku Panduan CSL 2 2019

REGULASI & KONTRAK MENGIKUTI CSL 2

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan akan mengikuti regulasi CSL berupa:

1. Kegiatan CSL setiap topik terbagi atas 2 sesi. Buku Panduan CSL akan diupload di website;
2. Pada kegiatan CSL terdapat 2 buku, yakni Buku Panduan CSL dan Buku Kegiatan CSL yang
wajib dibawa setiap sesi;
3. Keikutsertaan 100% dan hadir tepat waktu;
4. Mahasiswa yang mengambil CSL2 wajib join Google Classroom (Class Code wpzs8ag) CSL 2
5. Pretest akan dilakukan menggunakan Quizziz yang akan di attach di Google Classroom
6. Setiap Mahasiswa wajib mengisi Qiuz (masing-masing 1 kali) setiap waktu yang telah di
tentukan.
7. Pengisian Quiz mulai di lakukan setiap Hari Minggu jam 21.00 WIB sampai hari Senin jam
07.00 WIB
8. Mahasiswa yang memperoleh nilai pretes kurang dari 70 mendapat tugas yang ditentukan oleh
PJ blok
9. Tugas akan di share melalui Google Classroom dan wajib di kumpulkan di Google Classroom
maksimal
10. Penilaian dilakukan pada buku kegiatan mahasiswa dan ditanda tangani oleh instruktur saat
pelaksanaan skills lab berlangsung sebagai bukti otentik latihan serta tidak boleh disobek;
11. Pada halaman terakhir Buku Kegiatan CSL terdapat Bukti Penilaian Formatif CSL yang harus
diparaf setiap selesai latihan oleh instruktur yang bertugas;
12. Pada akhir blok, mahasiswa wajib mengumpulkan buku kegiatan agar rekapitulasi bukti
penilaian tersebut dapat diperiksa dan diberikan rekomendasi layak/tidaknya mengikuti OSCE
oleh PJ CSL blok yang bersangkutan;
13. Lembar rekomendasi diberikan kepada bagian administrasi seminggu sebelum ujian OSCE
dilaksanakan agar dapat mengikuti OSCE;
14. Mahasiswa/i yang tidak menghadiri CSL maka harus mendapatkan rekomendasi dari Dekan
Fakultas Kedokteran Unila untuk mengikuti CSL susulan dengan menanggung biaya
pelaksanaan CSL tersebut (seperti biaya BHP dan pemeliharaan alat);
15. Wajib mentaati Tata Tertib dan semua aturan yang berlaku di FK Unila;
16. Hal-hal yang belum diatur dalam regulasi ini akan ditetapkan kemudian.

Bandar Lampung, .… Februari 2020

(……………………………..)
NPM.
Catt : Halaman ini harap diprint, ditandatangani dan dikumpul ke PJ CSL

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 8


Buku Panduan CSL 2 2019

TATA TERTIB :

A. Tata tertib umum

1. Mahasiswa diwajibkan mengikuti semua kegiatan blok CSL 2, yaitu :

 Latihan keterampilan klinik/CSL, 2 kali seminggu (Senin pukul 13.00 – 14.40 WIB dan
Kamis pukul 13.00 – 14.40 WIB kecuali jika ada libur dan ujian nasional akan
disesuaikan).
 Pretest, yang akan diberikan sebelum latihan CSL di pertemuan pertama.
 Tugas, ditentukan oleh instruktur dan PJ CSL.
 Briefing OSCE dan remediasi.

2. Berpakaian rapi

 Tidak diperbolehkan memakai kaus oblong, celana blue jeans, sandal/sepatu sandal
khusus mahasiswi tidak diperbolehkan berbaju ketat, transparan dan tanpa lengan
atau terlihat ketiak serta harus memakai rok minimal 20 cm di bawah lutut.
 Rambut harus rapi, tidak diperbolehkan berambut gondrong untuk laki-laki.
 Kuku harus pendek, bersih, dan tidak menggunakan cat kuku.
3. Sopan santun dan etika

 Jujur dan bertanggung jawab;


 Disiplin;
 Tidak merokok di lingkungan kampus;
 Tidak diperbolehkan membawa senjata tajam, NAPZA, alat-alat yang tidak sesuai
dengan tupoksi sebagai mahasiswa;
 Tidak diperbolehkan membuat kegaduhan;
 Tidak diperbolehkan memalsukan tanda tangan PA atau para dosen;
 Tidak diperbolehkan memalsukan dokumen;
 Tidak diperkenankan melakukan kecurangan dalam bentuk apapun pada saat CSL
dan OSCE.

4. Mentaati peraturan akademik FK Universitas Lampung dan peraturan akademik Universitas


Lampung.

B. Tata tertib Khusus

1. Kehadiran harus 100%;


2. Wajib hadir tepat waktu;

 Jika terlambat ≤15 menit dan pretest masih berlangsung, mahasiswa dapat mengikuti
pretest tanpa ada tambahan waktu dan dapat mengikuti latihan CSL;
 Jika terlambat ≤15 menit pada pertemuan 2, mahasiswa dapat mengikuti

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 9


Buku Panduan CSL 2 2019

CSL dengan persetujuan instruktur yang bertugas pada CSL tersebut;


 Jika terlambat 15-30 menit sejak CSL dimulai sesuai jadwal pada pertemuan 1,
dianggap tidak lulus pretest dan wajib melapor pada PJ CSL, dan diperbolehkan
mengikuti CSL;
 Jika terlambat >30 menit sejak CSL dimulai sesuai jadwal, tidak diperkenankan
mengikuti CSL pada hari tersebut dan tidak diperkenankan mengikuti CSL pada
pertemuan kedua
 Jika terlambat >15 menit pada pertemuan kedua dimulai sesuai jadwal maka tidak
diperkenankan mengikuti CSL pada hari itu.
3. Pada pertemuan 1 akan dilakukan pretest secara serentak.
4. Bila mahasiswa melakukan kecurangan pada saat pretest, maka langsung dinyatakan tidak
lulus pretest dan diperbolehkan mengikuti CSL pada hari itu.
5. Sanksi bagi mahasiswa yang melakukan kecurangan pada saat pretest ditentukan oleh PJ
CSL.
6. Hasil Pretest akan dievaluasi langsung oleh instruktur dan instruktur akan memberikan
feedback sesuai hasil pretest masing-masing mahasiswa.
7. Pada sesi 1 mahasiswa, mahasiswa yang mendapat nilai pre test <70, diberi kesempatan
untuk belajar di luar ruangan selama 15 menit kemudian melakukan pre test ulang. Apabila 3
kali mahasiswa gagal mengikuti pretest selama sesi 1 maka dianggap tidak mengikuti CSL dan
tidak diperkenankan mengkuti OSCE.
8. Mahasiswa yang mendapat nilai <70 akan mendapat giliran pertama untuk mempraktikkan
keterampilan tersebut dengan mendapat perhatian lebih dari instruktur.
9. Mahasiswa wajib membawa buku panduan CSL (soft copy/print out hasil download dari laman
web http://fk.unila.ac.id/materi/) dan buku kegiatan CSL di setiap pertemuan/ sesi
10. Mengikuti pre test dan latihan CSL.
11. Pada pertemuan ke-2:

 Instruktur akan memberi umpan balik terkait performance mahasiswa, kemudian


mahasiswa harus menuliskan umpan balik tersebut pada kolom umpan balik di buku
kegiatan CSL mahasiswa.
 Instruktur menandatangani buku kegiatan setelah mengoreksi kolom isian umpan balik
sudah sesuai dengan masukan yang diberikan.
 Bila waktu tidak cukup, instruktur dapat meminta bantuan mahasiswa untuk menilai
performance temannya (peer-assesment) dengan tetap memperhatikan umpan balik
yang diberikan.

12. Nilai minimal latihan CSL per keterampilan adalah 70, bila salah satu nilai latihan keterampilan
kurang dari 70 maka tidak diperkenankan mengikuti OSCE.
13. Bila tidak mengikuti briefing OSCE maka tidak diperkenankan mengikuti REMED OSCE.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 10


Buku Panduan CSL 2 2019

C. Penilaian

1. Penilaian formatif

a. Kehadiran 100%, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh institusi


b. Nilai pelaksanaan CSL minimal 70 per keterampilan
c. Nilai sikap profesional (profesional behaviour).

 Nilai sikap profesional diperoleh dari penilaian sikap mahasiswa selama


blok/CSL berlangsung pada seluruh proses kegiatan pembelajaran. Penilaian
dilakukan oleh semua tenaga pendidik dan kependidikan yag ada di FK Unila
(360° assessment) yang dilaporkan melalui Tim Etik/ PJ CSL yang
bersangkutan. Di bagian akhir periode pembelajaran akan dilberikan penilaian
terhadap masing-masing mahasiswa berupa layak tidaknya mengikuti ujian
OSCE atau sufficient atau insuffisient.

 Poin penilaian meliputi kedisiplinan, kejujuran, sopan santun, penilaian, sikap


sesama teman (Altruism) serta hal-hal lain menyangkut tata tertib, etika dan tata
pergaulan di FK Unila.

d. Telah mengikuti semua kegiatan pembelajaran CSL dan mengerjakan semua tugas
yang diberikan

e. Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti OSCE

f. Ujian OSCE akan diadakan setiap akhir semester

2. Penilaian Sumatif

Penilaian Sumatif diambilkan dari Ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE) yang
diselenggaraka di akhir semester. Bobot penilaian sumatif 100% diambilkan dari nilai OSCE.
Syarat lulus minimal B (Skor ≥66).

Persentase penilaian akhir blok terdiri dari :

OSCE 100%
Total 100%

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 11


Buku Panduan CSL 2 2019

3. Nilai Akhir Blok

Huruf
Bobot Skor Nilai Keterangan
Mutu

A 4 > 76 LULUS

B+ 3,5 71- <76 LULUS

B 3 66 - <71 LULUS

Belum Lulus
C+ 2,5 61 - <66
(TL)

Belum Lulus
C 2 56 - <61
(TL)

Belum Lulus
D 1 50 -<56
(TL)

TIDAK
E 0 <50
LULUS

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 12


Buku Panduan CSL 2 2019

DAFTAR KETERAMPILAN KLINIK SEMESTER 2

Jenis Keterampilan CSL


No. Judul CSL Pemeriksaan Penugasan
Komunikasi Prosedural Laboratorium
Fisik

Pemeriksaan fisik
1. - √ - -
thorax

Pemeriksaan fisik
2. - √ - -
abdomen

Pemeriksaan saraf
3. - √ - -
kranial

4. Prosedur aseptik - - √ -

5. Hecting dasar - - √ -

Pemeriksaan
6. - √ - -
Sensoris

Pemeriksaan
7. - √ - -
Urogenital Pria

Pemeriksaan
8. - √ - -
Urogenital Wanita

Pemeriksaan
9. - √ - -
SADARI

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 13


Buku Panduan CSL 2 2019

PEMERIKSAAN FISIK
THORAX DASAR

A. TEMA

Pemeriksaan Fisik Umum Paru dan Jantung

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan instruksional umum

Mampu melakukan pemeriksaan fisik paru dan jantung dasar dengan benar.

2. Tujuan instruksional khusus

a. Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik paru dan jantung secara umum dengan benar.

b. Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi paru dan jantung secara umum dengan benar.

c. Mampu melakukan pemeriksaan fisik palpasi paru dan jantung secara umum dengan benar

d. Mampu melakukan pemeriksaan perkusi paru dan jantung secara umum dengan benar.

e. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi paru dan jantung secara umum dengan benar.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Bed Periksa
2. Meja dan kursi periksa
3. Stetoskop bi aural

D. SKENARIO

Pasien wanita, berusia 32 tahun, datang dengan keluhan batuk lebih dari 1 bulan, keluhan disertai
dengan sesak nafas yang memberat dan batuk darah kurang lebih 3 hari ini. Nafsu makan menurun,
berat badan turun, sering demam, serta berkeringat malam hari. Setelah melakukan anamnesis
terhadap pasien, anda akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai untuk menunjang diagnosis
anda.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 14


Buku Panduan CSL 2 2019

E. DASAR TEORI

1. JANTUNG
Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3 sisanya
terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan diagfragma. Sisi kanan
dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi kiri dibatasi sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya
oleh atrium kiri. Batas antara atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang jantung. Di bagian
atas terdapat vena kava superior, aorta asendens, arteri pulmonalis dengan percabangan kiri
dan kanan.

Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-garis imaginer dan
titik-titik tertentu.
a. Garis-garis patokan adalah sebagai berikut :

1. Garis mid sternal, yaitu garis vertikal yang ditarik mulai dari pertengahan supra sternal
sampai processus xypoideus.

2. Garis sternal adalah garis vertikal yang melalui titik-titik batas antara sternum dengan
tulang rawan iga dari atas ke bawah dan didapatkan kiri dan kanan.

3. Garis midclavicular vertikal didapat kiri dan kanan. Mula-mula diraba keseluruhan tulang
clavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke
caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavikula ini melewati papila mammae.

4. Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavikula yang ditarik dari titik
tengah antara garis midclavikula dengan garis sternal.

5. Garis aksila anterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi lipatan ketiak anterior
ke arah caudal.

6. Garis aksila posterior adalah garis vertikal yang ditarik melalui tepi ketiak posterior ke
arah caudal.

7. Garis mid aksila adalah garis vertikal di tengah antara garis aksila anterior dan garis
aksila posterior (puncak aksila).

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 15


Buku Panduan CSL 2 2019

7 5 3 4 21

Gambar. Garis-garis imaginer patokan pemeriksaan jantung

b. Titik Patokan :

1. Angulus Ludovici (angulus sternalis) adalah perbatasan antara manubrium sterni dan
corpus sterni yang diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan perlengketan antara tulang
iga II dengan sternum. Titik ini dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur vena
jugularis eksterna.

Gambar. Angulus ludovici (angulus sternalis/manubriosternal joint)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 16


Buku Panduan CSL 2 2019

2. Area apeks: terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis midclavikula kiri. Titik ini
merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup mitral
paling optimal terdengar di titik tersebut.

3. Area trikuspid: terletak di sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V sternal kanan. Titik ini
merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup trikuspid karena bunyi jantung trikuspidal
paling optimal terdengar di titik tersebut.

4. Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk
mendengarkan bunyi jantung katup pulmonal.

5. Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan merupakan titik auskultasi optimal
untuk bunyi jantung aorta.

Frekuensi Heart Rate Normal:

Usia 1 - 2 hari : 123 - 159 kali /menit


Usia 3 - 6 hari : 129 - 166 kali/menit
Usia 1 - 3 minggu : 107 - 182 kali/menit
Usia 1 - 2 bulan : 121 - 179 kali/menit
Usia 3 - 5 bulan : 106 - 186 kali/menit
Usia 6 - 11 bulan : 109 - 169 kali/menit
Usia 1 - 2 tahun : 89 - 151 kali/menit
Usia 3 - 4 tahun : 73 - 137 kali/menit
Usia 5 - 7 tahun : 65 - 133 kali/menit
Usia 8 - 11 tahun : 62 - 130 kali/menit
Usia 12 - 15 tahun : 60 - 119 kali/menit

Denyut jantung juga tergantung pada aktivitas bayi dan anak.

Misalnya, ketika menangis atau kesakitan, denyut jantung bisa mencapai 180x/menit.

Denyut jantung normal dewasa berada pada rentang 60-100x/menit

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 17


Buku Panduan CSL 2 2019

3. PARU
Suara nafas ditimbulkan oleh aliran udara yang mengalir dalam saluran napas yang
menimbulkan pusaran & benturan aliran udara pada saat menumbuk percabangan bronkus.
Pusaran dan benturan aliran udara tersebut akan menghasilkan getaran suara yang akan
dihantarkan melalui lumen bronkus & dd bronkus. Alveoli merupakan selective transmitter yang
akan menahan getaran sampai frekuensi 100-150 siklus/detik. Pada alveoli sakit, kemampuan
selective transmitter alveoli akan menurun. Hal ini akan menyebabkan frekuensi suara napas
meningkat.

Suara napas dapat dikelompokkan menjadi:


1. Suara napas dasar :
a. Vesikuler
b. Bronkovesikuler
c. Bronkial
d. Trakeal
2. Suara napas tambahan
a. Ronki basah (halus, sedang, kasar)
b. Ronki kering
c. Wheezing

Suara Napas Vesikuler merupakan suara napas normal yang terdengar melalui auskultasi pada
hampir seluruh lapang paru. Bunyi vesikuler merupakan nada rendah, dan terdengar sepanjang
fase inspirasi. Pada fase ekspirasi, bunyi vesikuler terdengar lebih lemah, lebih pendek, dan
dengan nada lebih rendah daripada fase inspirasi.

Suara Napas Bronkovesikuler merupakan suara nafas normal yang terdengar pada daerah
paru dekat bronkus, lokasi auskultasi pada sela iga I dan II linea sternal kanan dan kiri. Sifat
suaranya diantara suara napas vesikuler & bronkial. Pada fase inspirasi & ekspirasi suara ini
terdengar jelas seluruhnya dengan nada sedang.

Suara Napas Bronkial adalah suara nafas normal, lokasi auskultasi terdengar pada daerah
manubrium. Bunyi nafas ini terdengar di sepanjang fase inspirasi dengan nada tinggi. Saat
ekspirasi nada terdengar lebih tinggi, bunyi ini terdengar sepanjang fase ekspirasi, lebih keras,
dan lebih lama.

Suara napas Trakeal, normalnya hanya terdengar di daerah trakea. Suara ini terdengar sangat
keras, nada tinggi, dengan kualitas “distinct harsh hollow”. Komponen inspirasi & ekspirasi sama,
ada jeda diantaranya.

Suara napas tambahan yang terdengar selalu pertanda patologis karena suara ini tidak
terdengar pada paru yang sehat. Pada penyakit paru, dapat menyebabkan kelainan:

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 18


Buku Panduan CSL 2 2019

perubahan pada bentuk dan ukuran toraks, distensibilitas/pergerakan pernapasan dan sifat
penghantaran getaran.

Suara dapat dibedakan karena adanya perbedaan nada, intensitas dan timbre. Nada ditentukan
oleh frekuensi dan panjang/lebarnya penampang tabung. Frekuensi yang rendah akan
menghasilkan nada rendah dan frekuensi tinggi akan menghasilkan nada tinggi. Panjang dan
lebar penampang tabung mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan. Semakin pendek dan
kecil penampang, maka nada yang dihasilkan akan semakin tinggi. Intensitas suara dipengaruhi
energi dan frekuensi suara. Intensitas suara akan berubah bila melalui medium yang berbeda,
misalnya, perubahan medium suara dari lumen bronkus ke dinding toraks. Timbre adalah
sifat/kualitas suara. Timbre suara tergantung pada perbandingan relatif nada dasar dengan
overtone. Berdasarkan timbrenya, di paru dapat dibedakan suara bernapas, berbicara dan
berbisik.

Gambar. Karakteristik suara nafas dan lokasi auskultasinya

Pada pemeriksaan Thorax diterapkan urutan sebagai berikut :

1. Inspeksi yaitu memperhatikan

2. Palpasi yaitu meraba

3. Perkusi yaitu mengetuk-ngetuk dinding dada

4. Auskultasi yaitu mendengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan paru dengan menggunakan
stetoskop.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 19


Buku Panduan CSL 2 2019

Stetoskop mempunyai dua jenis sisi pendengar, yaitu :

 Membran untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan frekuensi tinggi, seperti bunyi jantung I
dan II

 Bel untuk mendengarkan bunyi dengan frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III.

Pedoman Perhitungan Frekuensi Napas (WHO)

Usia anak Napas Normal Napas Cepat


0–2 bulan 30–50 per menit > 60 per menit
2-12 bulan 25-40 per menit > 50 per menit
1-5 tahun 20-30 per menit > 40 per menit

5 - 12 tahun 19 – 23x/menit >30 permenit


14 - 18 tahun 16 - 18x/menit
Dewasa (>18 tahun) 12 - 20x/menit

F. PROSEDUR

1. Profesionalisme
a) Membina sambung rasa, senyum, salam, sapa
b) Menjelaskan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan
c) Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju). Mintalah pasien untuk
ditemani anggota keluarganya kalau khawatir / merasa tidak nyaman
 Mintalah pasien melepas pakaian sampai pinggang untuk menampilkan daerah dada saat
pemeriksaan. Untuk pasien perempuan pakaian diposisikan untuk menutupi daerah
payudara. (informed consent)
 Pemeriksaan dilakukan pada posisi sebelah kanan pasien/ tempat tidur.
d) Cuci Tangan WHO

2. General Assesment
Inspeksi
Perhatikanlah :
 Ekspresi wajah pasien  tampak sesak/ tidak, nafas cuping hidung, tampak capek,
kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema, serta tripod position.
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa saat istirahat 14-20 kali permenit.
 Bentuk & ukuran toraks (simetris/tidak, normochest, barrel chest dan pigeon chest/pectus
carinatum, pectus excavatum)
 Pergerakan pernapasan (simetris, salah satu bagian tertinggal/ tidak)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 20


Buku Panduan CSL 2 2019

 Adanya kontraksi otot-otot pernafasan tambahan yang ditandai dengan retraksi interkostal,
retraksi suprasterna, dan retraksi supraklavikular.

3. Dada Posterior
Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks, tangan menyilang di depan dada
menyentuh bahu kiri dan kanan serta pemeriksa memposisikan diri di belakang pasien.

Gambar. Posisi pemeriksaan thorak posterior

Inspeksi :
Perhatikanlah dinding dada posterior bentuk dan apakah ada kelainan, deformitas, asimetris,
tanda penting seperti adanya massa ataupun tanda peradangan, bekas luka,dll.

Palpasi :
 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
 Palpasi ada tidaknya daerah nyeri tekan di dinding dada posterior
 Nilai adanya kelainan, tumor, massa, daerah peradangan
 Nilai simetrisitas dan ekspansi dada dengan cara letakkan kedua tangan pada dada posterior
dengan kedua ibu jari bertemu di vertebrae thoracal VII, kemudian mintalah pasien inspirasi
maksimal diikuti dengan ekspirasi maksimal. Perhatikan perbedaan jarak antar kedua ibu jari
pemeriksa.

Gambar. Palpasi untuk menilai ekspansi dinding dada

 Menilai fremitus taktil, dengan menempelkan telapak tangan, bagian polar (tepi luar) tangan
atau jari-jari tangan pada dinding dada pasien secara lembut (untuk merasakan getaran/taktil)
kemudian pasien disuruh untuk mengucapkan kata-kata seperti “tujuh tujuh” atau “Sembilan -
Sembilan” dengan nada sedang. Bandingkan getaran yang timbul antara

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 21


Buku Panduan CSL 2 2019

hemithorak kiri dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan tangan pemeriksa
secara bergantian. Jika terdapat kontur tulang iga, usahakan untuk mengikuti alur celahnya
(spatum inter-costae) agar mendapatkan getaran yang optimal.

Gambar. Palpasi menilai fremutis taktil (kiri).


Lokasi pemeriksaan fremitus taktil (kanan)

Perkusi
 Perkusilah dinding dada posterior kiri dan kanan
 Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi yang dihasilkan sesuai (jangan melakukan
perkusi pada daerah scapula), yaitu dengan cara:
 Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter), tekan dengan lembut
pada sendi interphalang distal permukaan yang akan diperkusi. Hindari kontak permukaan
dengan bagian lain dari tangan, karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5
tidak menyentuh dada.
 Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan jari tengah agak fleksi,
lemaskan dan siap untuk mengetuk.
 Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan tangan, ketuk jari fleksimeter
dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan. ketukan dilakukan dengan cepat
untuk menghindari pengurangan vibrasi. Cukup 2 kali ketukan

Gambar. Cara Perkusi Thoraks

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 22


Buku Panduan CSL 2 2019

Hasil perkusi sebagai berikut:


suara nada waktu densitas
pekak >tinggi > pendek padat
redup tinggi pendek <padat
sonor normal normal normal
hipersonor rendah panjang < udara
timpani >rendah >panjang udara

Auskultasi
 Idealnya, auskultasi dilakukan dalam ruangan sunyi. Terkadang suara yang dapat
mengganggu pemeriksaan ini berasal dari gesekan stetoskop dengan kulit/rambut/pakaian,
kontraksi otot. Perlu banyak latihan agar kemampuan auskultasi menjadi handal.
 Ambil dan Periksalah stetoskop, gunakan bagian diafragma
 Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar dengan arah kanal auditoris
eksternal
 Lakukan auskultasi dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi.

Gambar. Lokasi auskultasi dada posterior.

 Pemeriksa membandingkan auskultasi kiri dan kanan dari atas ke bawah.

4. Dada Anterior
Inspeksi
 Mintalah pasien tetap duduk di tempat tidur dan pemeriksa berada di depan pasien
 Amati ada tidaknya kelainan bentuk dada, gerakan pernafasan, pulsasi di area apeks jantung
serta ada tidaknya tanda tanda kontraksi otot bantu nafas.

Palpasi
 Posisikan penderita berbaring telentang 30 derajat dengan mengelevasi ujung tempat tidur
(Mintalah pasien berbaring supine dengan kedua tangan sedikit abduksi, pastikan baju
menutupi daerah payudara kanan untuk pemeriksaan dinding dada kiri dan sebaliknya secara
bergantian untuk pasien wanita).

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 23


Buku Panduan CSL 2 2019

 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita


 Lakukanlah penilaian ekspansi dinding dada anterior seperti sebelumnya
 Lakukan penilaian fremitus taktil pada dinding dada anterior seperti pada sebelumnya.
 Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks jantung (Teraba
sebagai pulsasi/ ictus cordis yang berukuran kira-kira setengah mata uang logam (2 cm) dan
lokasinya terletak 2 jari medial dari garis midclavikula kiri).

Gambar. Cara Palpasi apeks Jantung

Perkusi
 Lakukan perkusi dinding dada depan kiri dan kanan
 Lakukan perkusi daerah jantung. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung,
pinggang jantung dan countur jantung.
 Batas Jantung Kanan:
 Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan, jari-jari tangan
kanan diletakkan sejajar dengan iga.
 Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke arah caudal. Suara
normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal dari paru.
 Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan. Bunyi
redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini ditutupi oleh
diagfragma dan masih ada jaringan paru di atas jaringan puncak hati itu, sehingga
terdapat gabungan antara masa padat dan sedikit udara dari paru.
 Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial.
 Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan
dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
 Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke
redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal
kanan. Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak,
yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis midsternal.
 Batas Jantung Kiri:
 Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Kemudian jari tengah diletakan pada titik
teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga.
 Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke timpani yang
merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 24


Buku Panduan CSL 2 2019

Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga,
sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung
paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri.
 Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang
merupakan batas absolut jantung kiri.
 Batas Jantung Atas:
 Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titik teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar
iga ke arah kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah
sela iga II kiri.

Gambar. Perkusi Jantung

Auskultasi
 Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada, gunakan diafragma
 Auskultasi dinding dada depan dengan meminta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap
pemeriksaan pada 4 lokasi suara napas dasar.

Gambar. Lokasi auskultasi paru dada anterior.

 Auskultasi jantung boleh mulai dari apeks atau basal. Gunakan sisi diafragma untuk
mendengarkan bunyi Jantung I dan II (sisi bel untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi
rendah, misalnya bunyi jantung III). Ada beberapa posisi untuk auskultasi jantung, yaitu:
1. Telentang
2. Dekubitus lateral kiri
3. Duduk tegak lurus
4. Duduk membungkuk ke depan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 25


Buku Panduan CSL 2 2019

.
Gambar. Posisi auskultasi jantung

 Lokasi titik pemeriksaan auskultasi jantung adalah :


 Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung
yang bersal dari katup trikuspidal.
 Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
 Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta.

Tentukan bunyi jantung, fase, irama dan frekuensinya. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi
jantung I dan bunyi jantung II. Untuk menentukan yang mana bunyi jantung I adalah dengan
cara
1. Raba arteri radialis atau arteri karotis atau iktus kordis, dimana bunyi jantung I sinkron
dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut atau dengan denyut iktus kordis.
2. Fase antara bunyi jantung I dan bunyi jantung II disebut fase sistolik, sedangkan fase antara
bunyi jantung II dan bunyi jantung I disebut fase diatolik. Fase sistolik lebih pendek dari pada
fase diastolic.
3. Irama Jantung, normalnya adalah reguler, dengan denyut jantung berkisar antara 60-100
menit.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 26


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar. Daerah auskultasi jantung

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9,,EGC,


2. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14,2067 – 2231
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD
FK UI. Jakarta
4. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC, Jakarta.
5. Swartz: Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination. 5e –
www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S1
6. Szilagy, PG. 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5: 155-208

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 27


Buku Panduan CSL 2 2019

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK THORAX DASAR

No Aspek Feedback

INTERPERSONAL

1 Membina sambung rasa

Senyum, Salam, Sapa memperkenalkan diri

2 Jelaskan tujuan pemeriksaan

3 Mempersilahkan pasien untuk melepaskan pakaian atasnya (baju).


Mintalah pasien untuk ditemani anggota keluarganya kalau
khawatir/merasa tidak nyaman

4 Cuci tangan WHO

CONTENT

5 General assessment (laporkan hasil Inspeksi)

Pemeriksaan Dada Posterior

6 Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks dan


memposisikan kedua lengan menyilang di depan dada memegang
bahu.
Pemeriksa berdiri di belakang pasien
7 Inspeksi dinding dada posterior (laporkan hasil)

8 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita

9 Palpasi dinding dada posterior (daerah nyeri tekan atau adanya


kelainan)
10 Lakukan palpasi ekspansi dinding dada

11 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi

12 Perkusi dinding dada belakang, dengan cara perkusi:

 Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter) ,


tekan dengan lembut pada sendi interphalang distal permukaan
yang akan diperkusi.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 28


Buku Panduan CSL 2 2019

13  Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari tangan,


karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5 tidak
menyentuh dada.

14  Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan


jari tengah agak fleksi, lemaskan dan siap untuk mengetuk.

15  Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan


tangan, ketuk jari fleksimeter dengan menggunakan ujung jari
tengah tangan kanan. ketukan dilakukan dengan cepat untuk
menghindari pengurangan fibrasi

16 Ambil dan periksa stetoskop, gunakan bagian diafragma, lakukan


auskultasi.

17 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap titik pemeriksaan

Pemeriksaan Dada Anterior

18 Pindahlah ke posisi berhadapan dengan pasien

19 Lakukan inspeksi dada depan

20 Mintalah pasien berbaring telentang elevasi 30 derajat

21 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita

22 Lakukan penilaian ekspansi dada seperti sebelumnya

23 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi

24 Raba apeks jantung dengan menggunakan ujung permukaan bawah


ujung jari, tentukan ukuran dan lokasinya.

25 Lakukan perkusi dinding dada depan

26 Lakukan perkusi daerah jantung

Tentukan batas jantung kanan

Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula



kanan, jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga.
27  Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari
cranial ke arah caudal. (Suara normal yang didapat adalah bunyi
sonor yang berasal dari paru).

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 29


Buku Panduan CSL 2 2019

28  Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada


sela iga VI kanan.
29  Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah
cranial.
30  Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan
jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.

31  Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan
jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga.
32  Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari
perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas
relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan.
33  Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai
mendapat suara pekak, yang merupakan batas absolut jantung
kanan, biasanya pada garis midsternal.
34 Tentukan batas jantung kiri

Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Kemudian jari



tengah diletakan pada titik teratas garis aksila anterior dengan
arah jari sejajar dengan iga.
35  Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi
dari sonor ke timpani yang merupakan batas paru dan lambung,
biasanya pada sela iga VIII kiri.
36  Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri
tegak lurus terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari
sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung paru.
Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri

37  Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara


dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut jantung kiri.

38 Tentukan batas jantung atas

Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu.



39  Dari titik teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar iga ke arah
kaudal, sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup.
Normal adalah sela iga II kiri.

40 Lakukan auskultasi dinding dada depan sesuai 4 lokasi suara


napas dasar:

Suara napas trakeal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 30


Buku Panduan CSL 2 2019

41 Suara napas bronkial

42 Suara napas bronkovesikuler

43 Suara napas vesikuler

44 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi di setiap titik pemeriksaan

45 Dengarkanlah suara nafas di setiap titik pemeriksaan

46 Gunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II


(Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan bunyi jantung
frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III).

Lokasi titik pemeriksaan auskultasi

47 Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup


mitral

48 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk
mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal.

49 Sela iga II linea parasternal kiri untuk mendengarkan bunyi jantung


yang berasal dari katup pulmonal.

50 Sela iga II linea parasternal kanan untuk mendengarkan bunyi yang


berasal dari katup aorta.

PROFESIONALISME

51 Melakukan dengan penuh percaya diri

52 Melakukan dengan kesalahan minimal

53 Cuci tangan WHO

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 31


Buku Panduan CSL 2 2019

PEMERIKSAAN FISIK
ABDOMEN DASAR

A. TEMA

Pemeriksaan fisik regio abdomen: inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen secara umum meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi.

2. Tujuan Instruksional Khusus:

a. Mahasiswa mampu melakukan pengamatan dan melihat langsung keadaan regio abdomen
yang tampak dari luar

b. Mahasiswa mampu melakukan auskultasi dengan alat stetoskop pada regio abdomen
dengan benar

c. Mahasiswa mampu melakukan perkusi pada regio abomen dengan benar

d. Mahasiswa mampu melakukan palpasi regular pada regio abdomen dengan benar

e. Mahasiswa mampu melakukan palpasi mendalam pada regio abdomen dengan benar

C. ALAT DAN BAHAN

1. Tempat tidur

2. Meja dan kursi periksa

3. Stetoskop

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 32


Buku Panduan CSL 2 2019

D. SKENARIO

Pasien pria, usia 30 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu hati dan perut kiri atas. Nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk jarum, sudah berlangsung 1 hari ini dan dirasa terus menerus. Keluhan
bertambah segera setelah masuk makanan. Pasien sudah berusaha minum obat lambung dari
warung namun hanya terasa nyaman sebentar. Keluhan disertai dengan mual namun tidak sampai
muntah. Riwayat sakit lambung sudah 3 tahun. Di keluarganya, ibunya juga menderita sakit yang
sama. Gemar makan makanan yang pedas dan bersantan. Untuk menegakkan diagnosis anda
melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.

E. DASAR TEORI

Pemeriksaan abdomen pertama kali dilakukan dengan membagi abdomen menjadi 9 bagian, yaitu
hipokondrium dekstra, epigastrium, hipokondrium sinistra, lumbal dekstra, umbilikalis, lumbal
sinistra, iliaka dekstra, hipogastium, iliaka sinistra.

Letak organ visera abdomen


1. Regio hipokondrium dekstra : Hepar lobus dekstra
2. Regio epigastrium : hepar lobus sinistra, gaster pars pilorus, duodenum pars superior, vesika
felea, colon transversum,
3. Regio hipokondrium sinistra : gaster pars kardia, fundus dan korpus, lien
4. Regio lumbal dekstra : ren dekstra,colon ascendens
5. Regio umbilikalis : duodenum pars inferior, jejunum
6. Regio lumbal sinistra : ren sinistra, colon descendens
7. Regio iliaka dekstra : colon ascendens, caecum, apendiks
8. Regio hipogastrika / suprapubik : ileum, colon sigmoid, vesika urinaria
9. Region iliaka sinistra : ileum, colon descendens

Gambar. 9 bagian regio abdomen

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 33


Buku Panduan CSL 2 2019

Untuk kepentingan medis dan praktis pemeriksaan abdomen dapat dibagi menjadi 4 regio. Region
tersebut adalah kanan atas, kiri atas, kanan bawah dan kiri bawah.

Gambar. 4 regio abdomen

Pasien dalam keadaan berbaring telentang. Kedua tangan sebaiknya hangat, menggunakan
diafragma stetoskop yang hangat, pencahayaan yang baik dan mengetahui pemaparan dinding
abdomen. Pemeriksaan dilakukan dari sisi kanan pasien. Mulailah melakukan pemeriksaan
abdomen dengan cara inspeksi, diikuti oleh auskultasi, perkusi dan terakhir palpasi.

Petunjuk permukaan yang vital meliputi tepi cota, processus xiphoideus, dan crista iliaca. Titik
tertinggi crista iliaca terletak pada tingkat vertebra lumbalis ke 4, 2-8 cm sebelah kaudal ujung costa
ke 12. Yang juga merupakan kunci adalah (a) Spina iliaca anterior superior (SIAS), (b) crista pubica
menetapkan inferior tepi tulang abdomen dan tuberculum pubica menetapkan inferior tepi tulang
pelvis. Ligamentum inguinal membagi abdomen dari pangkal paha.

Titik kunci anatomi visceral adalah:

 Tepi atas hepar terletak dibawah costa 7-11 pada kuadran kanan atas, menikung ke garis
tengah, dan berlanjut ke titik dekat puting kiri. Tepi bawah hepar yang tajam mengikuti tepi costa
kiri dan berakhir pada pilorus gastrica.

 Kandung empedu terletak tepi lateral rectus abdominis di bawah tepi costa.

 Pankreas terletak profunda dalam retroperitoneum di belakang gaster dalam kuadran kiri atas.
Bahkan kalau pankreas membesar, pankreas tidak dapat dipalpasi.

 Gaster terletak profunda pada kuadran kiri atas

 Limpa terletak di bawah rongga costa kiri yang paralel terhadap costa ke 9-11. Limpa tidak

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 34


Buku Panduan CSL 2 2019

dapat dipalpasi pada orang dewasa. Limpa dapat dipalpasi jika membesar sampai ukuran tiga
kali.

 Bifurkasio aorta pada tingkat umbilcus. Bifurkasio aorta terletak hampir anterior terhadap
vertebra dan sedikit kiri vertebra

 Polus bawah setiap ginjal terletak tepat di atas bidang transumbilikus.

 Kandung kemih, kalau sangat penuh, mungkin proyeksi dari belakang simfisis pubis dan menjadi
dapat dipalpasi melalui dinding abdomen.

Inspeksi

Untuk mencari gangguan abdomen yang regional atau menyeluruh dengan memperhatikan kontur,
pergerakan dan kulit. Menilai umbilikus untuk protuberansia. Kulit abdomen diperiksa untuk
mengetahui ada tidaknya jaringan parut karena pembedahan. Pada pasien yang kurus, dapat
dilihat epigastrik atau periumbilikal yang ditransmisikan pulsasi aorta.

Observasi untuk mengetahui ada tidaknya pergerakan peristaltik dan peningkatan peristaltik yang
sedikit redup (karena inspirasi) yang normal, serta tingginya dinding abdomen. Kontur yang ekstrem
adalah distensi yang menonjol dan abdomen yang skafoid atau abdomen yang cekung. Umbilikus
menonjol memberi kesan tekanan intra-abdominal yang meningkat, misalnya akibat asites.

Auskultasi

Untuk menentukan adanya bunyi yang normal dan abnormal akibat motilitas, intensitas, aliran
vaskular, dan pergerakan respirasi peritoneal. Bising usus biasanya dengan mudah dinilai sebagai
bunyi mendeguk yang intermiten dengan nilai normal 6-12 kali permenit. Terdapat rentang
normalitas yang luas dalam bising usus yang berlebih-lebihan. Kalau tidak ada bising usus yang
terdengar selama 1 menit penuh memberi kesimpulan adanya ileus.

Perkusi

Dilakukan untuk menentukan posisi dan ukuran visera yang padat dan visera yang berongga dan
menilai massa. Dalam melakukan skrining, perkusi terutama digunakan untuk memperlihatkan garis
bentuk hepar dan resonan, visera berongga yang mengandung gas yang mengisi abdomen.

Palpasi

Palpasi ringan bertujuan menilai struktur dan nyeri tekan yang dekat pada permukaan.Sebuah jari
tangan ditekan ke dalam depresi umbilikal biasanya akan menemui resistensi fasial, yang
menunjukkan fasia yang mendasari utuh. Palpasi ringan tidak menyenangkan karena mudah geli.
Palpasi yang dalam dengan tekanan yang kuat dan konstan ditoleransi lebih baik. Massa subkutan
yang tidak berbahaya seperti lipoma ditemukan melalui palpasi ringan. Rasa geli dapat

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 35


Buku Panduan CSL 2 2019

merupakan psikologis asalnya walaupun involunter; nyeri tekan jauh lebih sering karena organik.
Tepi hepar yang dapat dipalpasi lebih dari 2 cm di bawah tepi costa kanan, tanpa adanya
hiperinflasi paru, memberi kesan hepatomegali.

Palpasi regular (lebih dalam) bertujuan menemukan informasi mengenai ukuran organ serta adanya
dan karakter kelainan, yang termasuk massa. Temuan yang tidak berbahaya melalui palpasi
abdomen yang regular banyak dijumpai. Konsistensi abdomen yang normal adalah lunak. Pasien
mungkin mengalami perasaan yang tidak nyaman pada palpasi epigastrium dan kuadran kiri bawah
yang dalam, tetapi biasanya terdapat nyeri yang tidak tajam dan terlokalisir yang diperoleh melalui
manuver ini.

Hepar yang normal sering tidak dapat dipalpasi. Tepi hepar yang normal tidak akan lebih luas dari 2
cm di bawah tepi kosta kanan. Kalau dapat dipalpasi, tepi hepar teraba licin, lunak sampai agak
keras, dan nyeri tekan yang minimal. Limpa yang normal tidak dapat dipalpasi pada orang dewasa.
Ginjal yang normal jarang dapat diraba. Polus bawah ginjal yang normal dapat memberikan ujung
yang keras dan bundar pada palpasi dalam pada panggul, terutama kalau ginjal ptotik.

F. PROSEDUR

1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
c. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan membebaskan daerah yang akan
diperiksa dari pakaian
d. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien
e. Cuci tangan WHO
2. Inspeksi
a. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk dan kontur abdomennya
(distended/rata/cekung)
b. Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa tonjolan, umbilikus menonjol/tidak, luka
atau ciri-ciri lain
c. Catat segala sesuatu yang anda dapatkan dengan cermat
3. Auskultasi
a. Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu tempat di atas letak intestinum & colon
b. Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara peristaltik, kemudian catat frekuensi
bising usus.
4. Perkusi
a. Lakukan prosedur perkusi yang benar (ingat pemeriksaan dasar thorax)
b. Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani, pekak hepar

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 36


Buku Panduan CSL 2 2019

5. Palpasi
a. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita
b. Beritahu pasien bahwa mungkin palpasi ringan tidak menyenangkan karena mudah geli
c. Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan dengan jari tangan pada masing-masing
kuadran
d. Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa kedalaman abdomen. Kalau pasien
merasa tegang selama palpasi ringan, suruh pasien untuk sedikit memfleksikan panggul dari
lututnya; hal ini mempermudah relaksasi muskulatur abdomen.
e. Mulailah dengan sentuhan yang hampir cukup kuat untuk menanggulangi sensitivitas kulit.
Gunakan permukaan telapak tangan dengan jari-jari tangan yang berdekatan dari salah satu
atau kedua tangan, mulailah dari kuadran ke kuadran. Tekan ke bawah 1-4 cm.
f. Lakukan penilaian terhadap nyeri tekan, massa superficial, dan hipestesia dan atau
disestesia. Perhatikan wajah pasien selama palpasi; banyak orang yang tidak mengatakan
nyeri memperlihatkan rasa tidak nyaman melalui perubahan wajah. Palpasi nyeri sering
menstimulasi buka mata yang lebar yang mengekspresikan penahanan terhadap nyeri.
g. Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri tekan atau adanya massa

Gambar. Palpasi ringan dan palpasi reguler abdomen

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw – Hill, Part 14


2. Guyton and Hall, 1996 , Fisiologi Kedokteran, edisi 9. EGC. Jakarta
3. Setiohadi, B., I. Subekti. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen IPD FK
UI. Jakarta
4. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 6. EGC. Jakarta.
5. Swartz, E. Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination. 5e –
www.studentconsult.com didownload dari
http://www.studentconsult.com/content/default.cfm?ISBN=141600307X&ID=S1
6. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5.
7. Widjaja, H, 2009. Anatomi abdomen. EGC. Jakarta.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 37


Buku Panduan CSL 2 2019

CEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN DASAR

No. Aspek Feedback

INTERPERSONAL

1. Membina sambung rasa Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri.

2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan.

3. Memberikan instruksi penderita untuk berbaring dan membebaskan


daerah yang akan diperiksa dari pakaian.

4. Cuci tangan WHO

CONTENT

5. Pemeriksa menempatkan diri di sebelah kanan tempat tidur pasien

Inspeksi

6. Perhatikan kesan umum dari penderita bagaimana bentuk


abdomennya

7. Perhatikan warna kulit dan adakah kelainan berupa tonjolan, luka,


dinding perut cembung /rata

8. Catat & Laporkan segala sesuatu yang anda dapatkan dengan


cermat

Auskultasi

9. Mempersiapkan stetoskop dengan membuka salah satu corongnya


sesuai tempat auskultasi

10. Mendengarkan suara selama 10 detik pada suatu tempat di atas


letak intestinum & colon

11. Melaporkan hasil pemeriksaan auskultasi: adanya suara peristaltik

Perkusi

12. Menekan interphalanx jari ke 3 tangan kiri ke permukaan badan yg


diperiksa tanpa ada bagian tangan lain menekan permukaan tsb.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 38


Buku Panduan CSL 2 2019

13. Mengetuk dengan jari tengah tangan kanan

14. Jari tengah tangan kanan tegak lurus pada jari tengah tangan kiri

15. Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada pergelangan tangan

16. Melaporkan hasil pemeriksaan abdomen : timpani

Palpasi

17. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita

18. Mula-mula lakukan palpasi ringan tanpa tekanan dengan jari tangan
pada masing-masing kuadran

19. Selanjutnya memberitahu penderita untuk memeriksa kedalaman


abdomen

20. Menggunakan permukaan telapak tangan dengan jari-jari tangan


yang berdekatan dari salah satu atau kedua tangan

21. Mulailah dari kuadran ke kuadran sambil menekan ke bawah 1-4 cm

22. Melaporkan hasil pemeriksaan palpasi terhadap nyeri tekan atau


adanya massa

PROFESIONALISME

23. Melakukan dengan penuh percaya diri, minimal error

24. Cuci tangan WHO

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 39


Buku Panduan CSL 2 2019

PEMERIKSAAN SARAF
KRANIAL

A. TEMA

Pemeriksaan saraf kranial

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui 12 pasang saraf kranial serta mampu menjelaskan fungsi masing-
masing.
2. Mahasiswa mampu melakukan penilaian fungsi 12 pasang saraf kranil

Level
No Jenis Kompetensi
Kompetensi

1 assessment of sense of smell 1 2 3 4

2 inspection of width of palpebral cleft 1 2 3 4

3 inspection of pupils (size and shape) 1 2 3 4

4 pupillary reaction to light 1 2 3 4

5 pupillary reaction of close objects 1 2 3 4

6 assessment of extra-ocular movements 1 2 3 4

7 assessment of diplopia 1 2 3 4

8 assessment of nystagmus 1 2 3 4

9 corneal reflex 1 2 3 4

10 assessment of visual fields 1 2 3 4

11 test visual acuity 1 2 3 4

12 fundoscopy assessment of pupil 1 2 3 3

13 assessment of facial symmetry 1 2 3 4

14 assessment of strength of temporal and masseter muscles 1 2 3 4

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 40


Buku Panduan CSL 2 2019

15 assessment of facial sensation 1 2 3 4

16 assessment of facial movements 1 2 3 4

17 assessment of taste 1 2 3 4

18 assessment of hearing (lateralization, air and bone conduction) 1 2 3 4

19 assessment of swallowing 1 2 3 4

20 inspection of palate 1 2 3 4

21 test gag reflex 1 2 3 4

22 assessment of sternokleidomastoid and trapezius muscles 1 2 3 4

23 tongue, inspection at rest 1 2 3 4

24 tongue, inspection and assessment of motor system (e.g. sticking out) 1 2 3 4

(Sumber : Standar Kompetensi Dokter (SKDI), 2012)

C. ALAT DAN BAHAN

1. Meja dan kursi tempat pemeriksaan


2. Kapas
3. Snellen chart
4. Garpu tala 512 Hz
5. Pin/jarum
6. Palu reflek
7. Pipet
8. Pen light
9. Cairan gula, garam, cuka, dan kina/kopi
10. Kopi, teh, dan tembakau
11. Ofthalmoskop

D. SKENARIO

Pasien laki-laki, 52 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala. Keluhan ini dirasakan sudah 3 hari.
Keluhan disertai dengan rasa kebas pada sebelah sisi kanan wajahnya. Nyeri dirasakan berdenyut-
denyut pada sisi kanan kepala, keluhan hilang timbul. Keluhan berkurang bila pasien beristirahat di
tempat yang tidak terang. Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Untuk memastikan
diagnosis anda melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 41


Buku Panduan CSL 2 2019

E. DASAR TEORI

Secara anatomi sistem saraf pada manusia terbagi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis, sedangkan sistem saraf perifer
terdiri dari saraf kranial dan saraf perifer.

Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan fungsi intelektual yang lebih tinggi (termasuk tingkat
kesadaran), saraf-saraf kranial, refleks, fungsi motorik, fungsi sensoris, dan fungsi serebelum.

Dari beberapa pemeriksaan neurologis yang akan dipelajari dalam blok ini adalah penilaian 12
fungsi saraf kranial

Penilaian Fungsi Saraf Kranial (Saraf Otak)


Saraf kranial merupakan saraf khusus yang keluar dari tengkorak (cranium), dan terdiri dari 12
pasang. Beberapa saraf kranial memiliki fungsi sensoris dan motoris umum, sementara yang lain
memiliki fungsi khusus seperti untuk penciuman, penglihatan maupun pendengaran. Lokasi dan
fungsi dari saraf-saraf kranial tersebut dapat dilihat pada gambar 1 dan tabel 1 di bawah ini:

Gambar. Bagian inferior dari otak dan saraf kranial

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 42


Buku Panduan CSL 2 2019

Tabel 1. Saraf-saraf kranial dan fungsinya

NO NAMA FUNGSI

I Olfaktorius Penciuman

II Optikus Penglihatan

III Okulomotorius Konstriksi pupil, membuka mata, pergerakan sebagian besar otot
ekstraokuler

IV Trokhlearis Pergerakan bola mata ke medial bawah

V Trigeminus Motorik: Pergerakan otot temporal dan masseter, dan pergerakan


rahang ke lateral

Sensoris: Sensasi wajah, (1) N. Ophtalmikus, (2) N. Maksilaris, (3) N.


Mandibularis

VI Abdusens Deviasi lateral mata

VII Fasialis Motorik: pergerakan wajah (ekspresi, menutup mata, menutup mulut)

Sensoris: Sensasi rasa asin, manis, asam, pahit)

VIII Akustikus Mendengar (bagian koklea), keseimbangan (bagian vestibularis)


(vestibulokoklearis)

IX Glossofaringeus Motorik: Faring

Sensoris: bagian posterior dari membran timfani dan kanalis auditorius,


faring, dan posterior dari lidah, termasuk sensasi rasa.

X Vagus Motorik: palatum, faring dan laring

Sensoris: faring, laring

XI Assesorius Motorik: Sternocleidomastoid dan bagian atas dari trapezius

XII Hipoglossus Motorik: lidah

Saraf-saraf kranial tidak diperiksa secara rutin kecuali kalau ada dugaan kuat bahwa pasien
menderita gangguan sistem saraf. Untuk mengetahui gangguan pada suatu saraf kranial (sesuai
urutan), dapat dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut:
Tabel 2. Saraf-saraf kranial dan pemeriksaannya

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 43


Buku Panduan CSL 2 2019

SARAF KRANIAL PEMERIKSAAN

I Penciuman

II - Ketajaman penglihatan (kartu Snellen)

- Lapangan pandang

- Fundus okuli

III, IV, VI - Reaksi pupil (langsung dan tidak langsung)

- Pergerakan otot ekstraokuler

V - Sensasi wajah di 3 daerah sensoris

- Menggigit dan menggerakkan rahang ke sisi berlawanan, palpasi otot


masseter dan temporal

- Reflek Sentakan Rahang

- Refleks kornea

VII - Pergerakan wajah (mengerutkan dahi, tersenyum, memperlihatkan gigi,


mengangkat alis)

- Sensoris lidah 2/3 anterior

VIII - Tes Weber dan Rinne

IX Sensoris lidah 1/3 posterior

X Pemeriksaan reflek muntah (gag refleks) dan arkus faring

V, VII, X, XII Suara dan ucapan

XI Otot sternocleidomastoid

Otot Trapezius

XII Gerakan lidah

F. PROSEDUR

1. Interpersonal
a. Membina sambung rasa (salam, senyum, sapa memperkenalkan diri)
b. Menjelaskan tujuan pemeriksaan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 44


Buku Panduan CSL 2 2019

c. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak pandangan lurus kedepan.


d. Cuci Tangan WHO

2. Inspeksi
Perhatikan kesan umum dari penderita.

3. Pemeriksaan Saraf Kranial

Nervus I. Olfaktorius
Uji Indra penciuman pada masing-masing sisi.
1. Pasien diminta menutup mata, kemudian bernafas dengan satu lubang hidung ditutup
(alternatif dengan menggunakan tangan pasien).
2. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak ditutup. Sampel tes
sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau, teh, atau kopi.
3. Setiap lubang hidung dites bergantian.
4. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup, lalu minta pasien untuk
mengidentifikasi sampel tes.

Nervus II. Optikus

1. Kaji Tajam Penglihatan

Gambar. Pemeriksaan Tajam Penglihatan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 45


Buku Panduan CSL 2 2019

a. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart. (Jika pasien memakai
kacamata sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien dapat memakai kacamatanya)
b. Periksa dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri ditutup dengan penutup
mata (alternatif: pasien diminta untuk menutup mata dengan tangannya)
c. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf terkecil yang masih bisa
dibaca.
d. Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan. (Misalnya 20/60,
dimana pembilang (20 kaki) adalah jarak pemeriksaan yang dipakai dalam
pemeriksaan, dan penyebut (60 kaki) adalah angka besaran huruf yang tertera pada
baris huruf Snellen chart.)
e. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.

Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart, maka lakukan prosedur
berikut:

 Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau lebih jari, minta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Apabila pasien tidak dapat menghitung jari
pemeriksa, maka pemeriksa mendekatkan diri ke arah pasien dan kembali meminta
pasien untuk menghitung jari pemeriksa. Catat pada jarak berapa pasien dapat
menghitung jari pemeriksa.
Normalnya menghitung jari (jari dapat dilihat secara terpisah) dapat dilakukan dengan
baik hingga jarak 60 meter.
 Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter dari pasien,
periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat menentukan arah
gerakan/lambaian.
Normalnya lambaian/gerakan tangan dapat dilihat secara baik hingga jarak 300 meter.
 Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light untuk memeriksa
apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon pasien terhadap cahaya: persepsi
cahaya, persepsi arah cahaya, persepsi tanpa cahaya. Jika pasien tidak dapat melihat
cahaya maka visus pasien adalah 0 atau No Light Perception (NLP).

2. Lapang Pandang (Konfrontasi)

Gambar. Pemeriksaan Lapang Pandang

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 46


Buku Panduan CSL 2 2019

a. Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan tangan ( 30 – 50 cm )


b. Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan kirinya.
c. Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien yang ditutup.
d. Minta pasien untuk menatap tepat pada mata pemeriksa (fiksasi).
e. Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek yang digerakkan petugas di
mana mata tetap terfiksasi dengan mata pemeriksa.
f. Gerakkan objek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer ke tengah di mulai
dari arah superior, superior temporal, temporal, temporal inferior, inferior, inferior nasal,
superior nasal.
g. Bandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.
h. Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.

3. Funduskopi

Gambar. Pemeriksaan Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli
terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang
temaran dan pasien diberikan midriatikum sebelumnya.
a. Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan tangan kanan untuk memeriksa mata kiri
pasien (untuk memeriksa mata kanan pasien dengan memegang oftalmoskop pada
tangan kiri), pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
b. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata. Lalu perlahan
bergerak maju mendekati pasien dengan oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal
pasien hingga gambaran fundus terlihat.
c. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya dioptri yang
diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail fundus dapat terlihat jelas (bila
diperlukan).
d. Amati gambaran fundus yang terlihat.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 47


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar. Fundus Normal

neovaskular

hemoragik

Gambar. Fundus Retinopati Diabetikum

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 48


Buku Panduan CSL 2 2019

Nervus III. Okulomotorius, Nervus IV. Troklearis, Nervus VI. Abdusen

1. Gerakan Okular Duksi (Monocular)

Gambar. Pemeriksaan N.III, N.IV, N.VI

a. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup salah satu mata pasien dengan menggunakan
telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan lurus ke depan. Gunakan
jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada
jarak 30 cm.
b. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa menggerakan
jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal.

c. Ulangi prosedur untuk mata sebelahnya.

2. Gerakan Okular Versi (Binocular)


a. Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan pengelihatan kedua mata
lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena) sebagai target fiksasi tempatkan
setinggi mata pasien pada jarak 30 cm.
b. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi, pemeriksa menggerakan
jari atau benda target fiksasi sesuai enam lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke
bawah pada garis tengah.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 49


Buku Panduan CSL 2 2019

3. Reflek Pupil

Gambar. Pemeriksaan Reflek Pupil

a. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta pasien untuk melihat
benda yang jauh untuk fiksasi
b. Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light dari arah samping
atau bawah.
c. Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)
d. Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.
e. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata kiri yang tidak disinari
(indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan ukuran pupil normalnya akan ekuivalen
dengan respon pupil langsung.
f. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.

Nervus V. Trigeminus

1. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah

Gambar. Pemeriksaan Sensoris Wajah

a. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada sentuhan daerah
wajah.
b. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk memberikan usapan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 50


Buku Panduan CSL 2 2019

pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal yang sama pada posisi yang sama pada dahi
sisi yang lain.
c. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.
d. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi wajah.
e. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri dan tumpul, pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan pin tajam dan benda tumpul yang dilakukan dengan tekanan ringan
pada daerah wajah secara bergantian tajam dan tumpul dan pada kedua sisi wajah, minta
pasien menyebutkan sensasi yang dirasakan apakah tajam atau tumpul dan apakah
sensasi yang dirasakan simetris pada kedua sisi wajah.

2. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter


a. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot temporalis pasien.
b. Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan kontraksi otot temporalis
pada tangan.
c. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.

3. Kontraksi Otot Pterygoideus anterior dan lateral


a. Uji gigit spatel
 Pasien diminta untuk menggigit spatel kayu/stainless steel.
 Pasien diminta untuk tetap menahan gigitannya, sementara pemeriksa menarik spatel.
 Nilai kekuatan otot pterygoideus medialnya.
b. Pergerakan Rahang Sisi ke Sisi
 Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang bawah pasien.
 Pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke arah kanan dan ke kiri. Nilai
apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.
 Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien, dan minta pasien
untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan ke kiri sesuai dengan arah tahanan
pemeriksa. Nilai apakah kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.

4. Reflek Sentakan Rahang


a. Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.
b. Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.
c. Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior rahang bawah (dagu).
Pukulkan palu reflek pada ibu jari pemeriksa.
d. Reflek normal akan memberikan sedikit gerakan rahang bawah ke arah atas. Respon
abnormal akan memberikan sentakan yang berlebih.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 51


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar. Pemeriksaan Reflek Sentakan Rahang

5. Reflek Kornea

Gambar. Pemeriksaan Reflek Kornea

Refleks ini dilakukan dengan menggunakan kapas yang diusapkan ringan pada kornea
a. Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.
b. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas ditempatkan dari sisi
lateral mata dan usapkan secara ringan pada kornea.
c. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata pada kedua mata.
Bandingkan respon reflek kornea pada kedua bola mata.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 52


Buku Panduan CSL 2 2019

Nervus VII. Fasialis

1. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Bawah

Gambar. Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Bawah

a. Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan gigi-geliginya.


b. Pada respon yang normal sudut bibir simetris. Pada keadaan abnormal respon mulut
deviasi ke arah yang sehat.

2. Tes Fungsi Motorik Otot Fasial Atas

Gambar. Pemeriksaan Motorik Otot Fasial Atas

a. Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.


b. Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.
c. Pada respon yang normal, kedua mata pasien tidak akan terbuka walaupun pemeriksa
berusaha membuka kedua kelopak mata dengan tenaga.
d. Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.
e. Pada respon normal, akan tampak kerut pada kedua sisi dahi simetris. Pada respon
abnormal tak tampak adanya kerut dahi pada sisi yang sakit.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 53


Buku Panduan CSL 2 2019

3. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah


a. Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis (gula), asin (garam), pahit
(kina/kopi), asam (cuka). Semua subtansi disediakan dalam bentuk cairan.
b. Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.
c. Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan menggunakan pipet.
d. Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang dirasakan pasien.

Nervus VIII. Akustikus

Gambar. Pemeriksaan Rinne dan Webber

1. Uji Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
b. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak
lurus pada planum mastoid kanan pasien (belakang meatus akustikus eksternus).
c. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan di depan
meatus akustikus eksternus kanan pasien.
d. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.
e. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika
pasien tidak dapat mendengarnya

2. Uji Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien.
a. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.
b. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya kita letakkan tegak
lurus pada dahi tepat di garis tengah.
c. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih, ataukah sama keras.
d. Jika telinga pasien mendengar lebih keras pada satu telinga maka terjadi lateralisasi ke
sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama
mendengar berarti tidak ada lateralisasi.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 54


Buku Panduan CSL 2 2019

Nervus IX. Glossopharingeal

Gambar. Pemeriksaan N.IX

1. Reflek Muntah
a. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar
b. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel lidah.
c. Periksa respon muntah

2. Test pengecap 1/3 posterior lidah


Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus Fascialis hanya posisi
pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.

Nervus X. Vagus

1. Perubahan Bicara
a. Pasien diminta untuk berbicara kata atau satu kalimat.
b. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau disartria.
(Disfoni : kesulitan untuk menghasilkan suara karena paralisis pita suara (laring), suara
menjadi kasar dan volume suara berkurang. Disartria adalah kesulitan menghasilkan
artikulasi karena paralisis vagal sehingga menyebabkan kelemahan kontraksi soft
palatum.

2. Kontraksi Soft Palatum


a. Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata “Aaaaa”.
b. Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi sekaligus memeriksa posisi
uvula.
c. Pada respon normal soft palatum (arkus palatum) kedua sisi terangkat simetris dan uvula
tetap pada posisi tengah.
d. Respon abnormal akan didapatkan bila salah satu sisi soft palatum tidak terangkat, dan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 55


Buku Panduan CSL 2 2019

uvula akan tertarik ke sisi yang berlawanan (sisi yang sehat).

3. Menelan
a. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.
b. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau adakah pasien tersedak.

Nervus XI. Accessory

1. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus

Gambar. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus

a. Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.


b. Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan tahanan tangan pemeriksa

2. Pemeriksaan Otot Trapezius

Gambar. Pemeriksaan Otot Trapezius

a. Pemeriksa berhadapan dengan pasien.


b. Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.
c. Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan tangan pasien.
d. Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot trapezius pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 56


Buku Panduan CSL 2 2019

Nervus. XII. Hypoglossal

Pemeriksaan Motoris Lidah

Gambar. Pemeriksaan N.XII

1. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada dasar mulut.
2. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi dan atau atropi.
3. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah.
4. Periksa adakah deviasi lidah. Paralisis lidah akan menyebabkan deviasi pada sisi yang
terkena (sisi yang sakit).

4. Item Profesionalisme
1. Percaya diri, minimal error.
2. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus.
3. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada pasien.
4. Cuci tangan WHO

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC. Jakarta.
2. Szilagy, Peter G. , 2002 , Bate's guide to physical examination, McGraw – Hill , Chapter 5: 155-
208
3. http://www.osceskills.com/e-learning/modules/neurology/

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 57


Buku Panduan CSL 2 2019

CHECK LIST LATIHAN PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

No. Aspek Feedback

INTERPERSONAL

1. Membina sambung rasa

Salam, senyum, sapa memperkenalkan diri

2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan

3. Memberikan instruksi penderita untuk duduk tegak

4. Cuci tangan WHO

CONTENT

Inspeksi

5. General assessment (laporkan hasil Inspeksi)

Pemeriksaan Saraf Kranialis

N. I. Olfaktorius

6. Pasien diperkenalkan dengan ketiga sampel tes dengan cara


menghidu terlebih dahulu

7. Pasien diminta untuk menutup mata, kemudian bernafas dengan


satu lubang hidung ditutup (alternatif: dengan menggunakan tangan
pasien).

8. Pemeriksa mendekatkan sampel tes ke hidung pasien yang tidak


ditutup. Sampel tes sebaiknya tidak mengiritasi, seperti tembakau,
teh, atau kopi.

9. Setiap lubang hidung dites bergantian.

10. Pemeriksa meminta pasien untuk melakukan inhalasi yang cukup,


lalu meminta pasien untuk mengidentifikasi sampel tes.

N. II. Optikus

A. Kaji Tajam Penglihatan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 58


Buku Panduan CSL 2 2019

11. Posisikan pasien pada jarak 20 kaki (6 meter) dari Snellen chart
(untuk pemeriksaan visus dasar, Jika pasien memakai kacamata
sebagai alat bantu pengelihatan, maka pasien diminta melepas).

12. Pemeriksaan dilakukan pada mata kanan terlebih dahulu, mata kiri
ditutup dengan penutup mata (alternatif: pasien diminta untuk
menutup mata dengan tangannya).

13. Minta pasien untuk membacakan baris huruf hingga baris huruf
terkecil yang masih bisa dibaca.

14 Catat hasil pengukuran tajam pengelihatan dalam bentuk pecahan


(misal : 20/20)

 Apabila dalam satu baris, pasien bisa menyebutkan lebih dari ½


baris yang benar dan terdapat beberapa huruf yang salah maka
ditulis dengan 20/20 false x (x = berapa huruf yang salah)

 Apabila dalam satu baris, pasien bisa menyebutkan kurang dari ½


baris yang benar maka ditulis dengan 20/20 true x (x = berapa
huruf yang benar)

15. Ulangi prosedur untuk pemeriksaan mata kiri.

16. Jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada Snellen chart,
maka lakukan prosedur berikut:

Pemeriksa mengangkat satu tangannya dan ekstensikan dua atau


lebih jari, minta pasien untuk menghitung jari pemeriksa.

Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa pada jarak 6 m, maju
1 m, dan seterusnya.

Catat pada jarak berapa pasien dapat menghitung jari pemeriksa.

17. Jika pasien tidak dapat menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 m,
periksa apakah pasien dapat melihat gerakan/lambaian dan dapat
menentukan arah gerakan/lambaian (kiri-kanan/atas-bawah)

18. Jika pasien tidak dapat melihat gerakan tangan, gunakan pen-light
untuk memeriksa apakah pasien dapat melihat cahaya. Catat respon
pasien terhadap cahaya : persepsi cahaya, persepsi arah cahaya,
persepsi tanpa cahaya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 59


Buku Panduan CSL 2 2019

B. Lapang Pandang (Konfrontasi)

18. Mintalah pasien duduk dihadapan petugas pada jarak jangkauan


tangan ( 30 – 50 cm ).

19. Minta pasien untuk menutup mata kiri dengan tangan kirinya.

20. Pemeriksa menutup mata di sisi yang sama dengan mata pasien
yang ditutup

21. Minta pasien untuk menatap tepat pada hidung pemeriksa (fiksasi).

22. Mintalah pasien agar memberi respon bila melihat objek (jari/pena)
yang digerakkan petugas di mana mata tetap terfiksasi dengan mata
pemeriksa.

23. Gerakkan obyek (dapat berupa jari pemeriksa atau pena) dari perifer
ke tengah di mulai dari arah superior, superior temporal, temporal,
temporal inferior, inferior, inferior nasal, superior nasal.

24. Ulangi langkah tersebut pada pemeriksaan mata kiri.

C. Funduskopi

25. Pasien posisi duduk. Pemeriksa memegang oftalmoskop dengan


tangan kanan untuk memeriksa mata kiri pasien dan tangan kiri
dengan, pemeriksa memposisikan jari telunjuk pada pengatur lensa.
26. Menyalakan oftalmoskop, memegang dengan menempel pada mata
pasien. Lalu perlahan bergerak maju mendekati pasien dengan
oftalmoskop diposisikan pada sisi temporal pasien hingga gambaran
fundus terlihat.
27. Jari telunjuk yang terletak pada pengatur lensa mengatur besarnya
dioptri yang diperlukan untk menyesuaikan focus sehingga detail
fundus dapat terlihat jelas (bila diperlukan).
28. Amati gambaran fundus yang terlihat

N.III. Okulomotorius, N.IV. Troklearis, N.VI. Abdusen

A. Gerakan Okular Duksi (Monocular)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 60


Buku Panduan CSL 2 2019

29. Duduk berhadapan dengan pasien. Tutup mata kiri pasien dengan
menggunakan telapak tangan pasien, kepala pasien tegak dan
pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.

30. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi,
pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam
lapang cardinal.

31. Ulangi Prosedur untuk mata kiri.

B. Gerakan Okular Versi (Binocular)

32. Duduk berhadapan dengan pasien, kepala pasien tegak dan


pengelihatan lurus ke depan. Gunakan jari atau benda (misal: pena)
sebagai target fiksasi tempatkan setinggi mata pasien pada jarak 30
cm.

33. Minta pasien untuk mengikuti arah jari atau benda target fiksasi,
pemeriksa menggerakan jari atau benda target fiksasi sesuai enam
lapang cardinal dan gerakan ke atas dan ke bawah pada garis
tengah.

D. Reflek Pupil

35. Kondisikan kamar pemeriksaan pada keadaan temaram, minta


pasien untuk melihat benda yang jauh untuk fiksasi.

36. Sinari mata kanan secara langsung dengan menggunakan pen-light


dari arah samping atau bawah.

37. Catat respon pupil langsung (direct pupil reflex)

38. Ulangi prosedur 1-3 untuk mata kiri.

39. Ulangi langkah 1 dan 2 pada mata kanan, amati respon pada mata
kiri yang tidak disinari (indirect pupil reflex). Kecepatan respon dan
ukuran pupil normalnya akan ekuivalen dengan respon pupil
langsung.

40. Ulangi langkah 1,2, dan 5 pada mata kiri.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 61


Buku Panduan CSL 2 2019

Nervus V. Trigeminus

A. Uji Sentuhan Ringan dan Nyeri Wajah

41. Pasien diminta untuk menutup mata, dan memberikan respon pada
sentuhan daerah wajah.

42. Pemeriksaan sensasi sentuhan ringan menggunakan kapas untuk


memberikan usapan pada satu sisi dahi, setelahnya lakukan hal
yang sama pada posisi yang sama pada dahi sisi yang lain.

43. Lakukan langkah 2 pada daerah pipi, dan rahang.

44. Periksa respon pasien, apakah respon pasien sama pada kedua sisi
wajah.

45. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan uji nyeri, pemeriksaan uji
nyeri dilakukan dengan menggunakan pin tajam yang dilakukan
dengan tekanan ringan pada daerah wajah.

B. Raba Kontraksi Otot Temporalis dan Maseter

46. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada otot


temporalis pasien.

47. Pasien diminta untuk mengatupkan giginya (menggigit), rasakan


kontraksi otot temporalis pada tangan.

48. Lakukan hal yang sama pada pemeriksaan otot maseter.

C. Kekuatan otot Pterygoideus Medial dan Lateral

49. Pasien diminta untuk menggigit spatel dengan kuat, kemudian


pemeriksa menarik spatel. Nilai kekuatan otot pterygoideus medial

50. Pemeriksa menempatkan jari-jari kedua tangannya pada rahang


bawah pasien Pasien diminta untuk menggerakkan rahang
bawahnya ke kanan dan ke kiri. Nilai apakah kekuatan otot
pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.

51. Jari pemeriksa memberikan tahanan pada rahang bawah pasien,


dan minta pasien untuk menggerakkan rahang bawah ke kanan dan
ke kiri sesuai dengan arah tahanan pemeriksa. Nilai apakah
kekuatan otot pterigoideus lateral kanan dan kiri equivalen.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 62


Buku Panduan CSL 2 2019

D. Reflek Sentakan Rahang

52. Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien.

53. Pasien diminta untuk membuka sedikit mulutnya.

54. Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk pemeriksa pada anterior rahang
bawah (dagu). Pukulkan palu reflek pada ibu jari pemeriksa.

55. Periksa respon pasien.

E. Reflek Kornea

56. Pemeriksa menggunakan kapas yang dibentuk meruncing.

57. Pasien diminta untuk melirik ke arah atas dan ujung runcing kapas
ditempatkan dari sisi lateral mata dan usapkan secara ringan pada
kornea.

58. Usapan pada kornea akan menyebabkan refleks menutup mata


pada kedua mata. Bandingkan respon reflek kornea pada kedua
bola mata.

N.VII. Fasialis

A. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Bawah

59. Pasien diminta untuk tersenyum dan memperlihatkan gigi-geliginya.

B. Tes Fungsi Motorik Otot Wajah Atas

60. Pasien diminta untuk menutup kedua matanya kuat-kuat.

61. Pemeriksa mencoba untuk membuka kedua kelopak mata.

62. Minta pasien untuk mengangkat kedua alis.

C. Tes Pengecap 2/3 anterior lidah

63 Test dilakukan dengan menggunakan 4 substansi rasa : manis


(gula), asin (garam), pahit (kina), asam (cuka). Semua subtansi
disediakan dalam bentuk cairan.

64. Pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 63


Buku Panduan CSL 2 2019

65. Pemeriksa meneteskan sampel pada lidah pasien dengan


menggunakan pipet.

66. Pasien memberikan respon rasa sesuai dengan respon rasa yang
dirasakan pasien.

N.VIII. Akustikus

A. Tes Rinne

67. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz.

68. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak lalu menempatkan


tangkainya tegak lurus pada planum mastoid kanan pasien
(belakang meatus akustikus eksternus).

69. Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita
pindahkan di depan meatus akustikus eksternus kanan pasien.

70. Lakukan hal yang sama pada telinga kiri.

B. Tes Weber

71. Pemeriksa menggunakan garpu tala 512 Hz

72. Pemeriksa membunyikan garpu tala secara lunak, lalu tangkainya


kita letakkan tegak lurus pada dahi tepat di garis tengah.

73. Minta pasien merespon adakah telinga yang mendengar lebih,


ataukah sama keras.

N. IX. Glossopharingeal

A. Reflek Muntah (Gag Reflex)

74. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar

75. Pemeriksa memberikan stimulus pada dinding faring dengan spatel


lidah.

76. Periksa respon muntah

B. Tes Pengecap 1/3 Posterior Lidah

77. Pemeriksaan pengecap sama seperti pemeriksaan Nervus Fascialis


hanya posisi pemeriksaan pada 1/3 posterior lidah.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 64


Buku Panduan CSL 2 2019

N. X. Vagus

A. Perubahan Bicara

78. Pasien diminta untuk berbicara satu kata atau satu kalimat.

79. Pemeriksa memeriksa bicara pasien, apakah ada disfoni atau


disartria.

B. Kontraksi Soft Palatum

80. Pasien diminta untuk membuka mulut dan berkata “Aaaaa”

81. Pemeriksa memeriksa kontraksi soft palatum pada kedua sisi


sekaligus memeriksa posisi uvula.

C. Menelan

82. Pasien diminta untuk untuk menelan makanan kecil/air.

83. Pemeriksa memeriksa adakah kesulitan dalam menelan, atau


adakah pasien tersedak.

N. XI. Accessory

A. Pemeriksaan Otot Sternocleidomastoideus

84. Pemeriksa meletakkan tangan pada pipi pasien.

85. Minta pasien untuk menoleh ke kanan dan ke kiri melawan tahanan
tangan pemeriksa.

B. Pemeriksaan Otot Trapezius

86. Pemeriksa berhadapan dengan pasien

87. Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien.

88. Minta pasien untuk mengangkat kedua bahu melawan tahanan


tangan pasien.

89. Pemeriksa menilai kesimetrisan kontraksi kedua otot trapezius


pasien.

N. XII. Hypoglossal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 65


Buku Panduan CSL 2 2019

90. Pasien diminta untuk membuka mulut dan lidah tetap berada pada
dasar mulut.

91. Pemeriksa memeriksa lidah pasien adakah fasikulasi atau atropi.

92. Pasien diminta untuk menjulurkan lidah

93. Periksa adakah deviasi lidah

PROFESIONALISME

95. Melakukan dengan penuh percaya diri, serta minimal error

96. Penalaran klinik baik dan bersesuaian dengan kasus

97. Memperhatikan aspek kerahasiaan & etika pemeriksaan kepada


pasien

98. Cuci tangan WHO

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 66


Buku Panduan CSL 2 2019

PROSEDUR ASEPTIK

A. TEMA
Prosedur aseptik dan antiseptik

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan instruksional Umum


Mampu melakukan tindakan aseptik dan antiseptik sebelum melakukan tindakan pada pasien
(tindakan bedah minor).

2. Tujuan instruksional khusus


a. Mampu melakukan tindakan aseptik meliputi cuci tangan WHO, mengeringkan tangan dan
lengan, serta memakai handschoen
b. Mampu melakukan tindakan pemberian antiseptik pada daerah luka

C. ALAT DAN BAHAN

1. Kran air
2. Sikat tangan
3. Sabun cuci tangan
4. Handuk kecil
5. Hand schoen (ukuran 7;7,5;8  ulungan dan sachet)
6. Minor set
7. Cairan antiseptik dalam botol (betadine)
8. Mangkok untuk cairan antiseptik
9. Mangkok (bengkok)
10. Tempat kassa steril
11. Tempat doek steril
12. Deeper/ kassa steril untuk mengoleskan antiseptik di kulit
13. Doek steril
14. Gaun/ Baju Operasi
15. Forcep antiseptik (korentang dan tempatnya)
16. Baki segi empat besar

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 67


Buku Panduan CSL 2 2019

D. SKENARIO

Pasien Pria, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan luka robek pada lutut kanan setelah terjatuh
dari sepeda motor. Pasien tidak pingsan dan masih dapat mengingat kejadian dengan baik, keluhan
tidak disertai dengan nyeri kepala, mual, maupun muntah. Kepala pasien tidak terbentur. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran, tanda-tanda vital, kepala, leher, thorak, abdomen, dan
ekstremitas atas dalam batas normal, hanya ditemukan luka robek pada lutut kanan. Setelah itu
anda segera melakukan pembersihan luka dengan prinsip aseptik antiseptik sebelum dilakukan
penjahitan.

E. DASAR TEORI

1. Aseptik
Asepsis merupakan sikap/perilaku melakukan tindakan dalam keadaan/suasana suci hama
(steril). Perilaku ini dimaksudkan sebagai upaya mencegah terjadinya kontaminasi oleh
mikroorganisme pada jaringan atau bahan-bahan dengan cara menghambat atau
menghancurkan timbulnya organisme dalam jaringan sehingga dapat mencegah komplikasi
infeksi pasca bedah pada luka operasi. Pengertian asepsis ini memiliki beberapa aspek, antara
lain:
a. Aspek operator
 Mencuci tangan
 Penggunaan baju operasi (piyama/jas), topi, masker dan kacamata operasi (goggle)
 Menggunakan bahan dan alat steril
 Sarung tangan
 Doek/laken steril
b. Aspek pasien
 Penggunaan baju operasi
 Lapangan operasi dalam keadaan steril

Scrubbing/ Menyikat kuku dan jari-jari tangan

Menyikat kuku dan tangan sampai lengan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
mencuci tangan. scrubbing terutama dilakukan jika akan melakukan tindakan operasi. Prinsip
scrubbing adalah menyikat seluruh bagian tangan dengan menggunakan sikat khsusu dan diberi
antiseptik. Prinsip penyikatan adalah dimulai dari ujung tangan samapai ke siku dengan posisi
tangan selalu menghadap ke atas. (air sabun dan bekas sikatan mengalir ke bawah). Secara
teknis tangan dan lengan dibagi menjadi 4 regio dengan pergelangan tangan sebagai
perbatasan. Penyikatan harus rapat dan teliti serta dilakukan satu arah gerakan (atas ke bawah).
penyikatan dimulai dari area 1 tagan kiri mulai dari ujung kuku, sela jari, permukaan tangan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 68


Buku Panduan CSL 2 2019

dan punggung tangan (area1). dilanjutkan ke tangan berikutnya untuk hal serupa (area 2)
diteruskan ke bawah pergelangan tangan kanan bagian ventral dan dorsal sampai siku (area 3)
dan kembali lagi ke bawah pergelangan tangan kiri sebelumnya sampai ke siku (area 4). setelah
selesai dilakuka pembilasan dengan posisi tangan tetap menghadap ke atas. Teknik jelasnya
dapat dilihat di bagian prosedur

Gowning/Cara Memakai Baju Operasi

Memakai baju operasi bisa dilakukan sendiri oleh operator namun dibantu oleh orang lain/
asisten operator terutama untuk mengikatkan baju dari belakang. Prinsip gowning diantaranya
adalah menjamin sterilitas area ataupun bagian baju yang akan terpapar dengan medan operasi.
Dalam menjamin sterilitas ada beberapa hal yang harus diperhatikan setelah menggunakan
baju operasi, yakni :

 Harus membatasi gerakan tubuh agar bagian yang steril tidak menyentuh bagian atau alat
yang tidak steril
 Harus menjaga jarak yang aman dari alat non steril (minimal 30 cm)
 Perhatikan sterilitas bagian depan dan punggung badan sebatas pinggang ke atas
 Harus selalu menghadap area steril
 Posisi tangan paling rendah sebatas pinggang dengan cara melipatkan kedua tangan di depan
dada
 Jika bersisipan jalan posisi badan harus saling membelakangi
 Petugas lain tidak boleh melintas di depan tim bedah yang sudah memakai baju steril
 Setiap pergantian operasi harus ganti jas operasi dan sarung tangan (handschoen)

Langkah-langkah gowning sebagai berikut :

 Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah kedua
tangan
 Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian-bagian
lain di kamar operasi.
 Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan secara
bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar
 Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir ini
dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang)
 Dilanjutkan memasang sarung tangan (handschoen) dan menjaga daerah baju operasi sampai
operasi dimulai

Catatan : Jika prosedur hanya bedah minor, pemasangan gaun opperasi ini tdak dilakukan dan
langsung dilakukan pemasangan handschoen saja

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 69


Buku Panduan CSL 2 2019

Cara memasang handschoen

Sebelum menggunakan handschoen, pastikan handschoen yang tersedia sesuai untuk tangan
saudara karena handschoen yang terlalu besar atau terlalu kecil akan menghambat pergerakan
dan kegiatan saudara. Dalam menggunakan handschoen, menganut prinsip hand to hand dan
glove to glove.

2. Antisepsis/antiseptik
Pencegahan infeksi dengan aplikasi zat yang memiliki khasiat antimikroba (antiseptik). Antiseptik
adalah zat yang memiliki sifat :
 Mencegah pertumbuhan dan perkembangan mikroba (bakteriostatik)
 Membunuh mikroba (bakteriosid)

Zat yang berkhasiat sebagai antiseptik diantaranya :

 Alkohol
Memiliki potensi antiseptik optimal pada konsentrasi 70%. Pada konsentrasi lebih tinggi
menyebabkan presipitasi protein sehingga tidak efektif. Sediaan yang ada dalam bentuk
larutan 70% dan larutan 96%.
 Formalin
Memiliki potensi antiseptik lemah-sedang, sifatnya iritatif dan korosif. Efek antiseptiknya
diperoleh setelah 24 jam
 Sublimat
Memiliki potensi antiseptik kuat, tidak bersifat iritatif pada mukosa. Sediaan yang ada dalam
bentuk larutan.
 Iodium
Memiliki potensi antiseptik kuat dan memiliki potensi sebagai germisid. Sifatnya iritatif dan
menimbulkan bahaya terjadinya iodin-idiosinkrasi. Sediaan yang ada dalam bentuk tinctura
(tinctura iodii) dan solusio (mengandung povidon iodin 7,5%).
 Biguanid
Memiliki potensi antiseptik kuat, germisid dan bersifat iritatif kuat terhadap mukosa parenkim
otak (meningen) dan mukosa liang telinga. Sediaan yang ada di pasaran klorheksidin
glukonat dalam bentuk scrubb 1,5% untuk pencucian tangan pra bedah dan solusio 4% yang
digunakan untuk preparasi lapangan bedah.

Prinsip aseptik dan antiseptik harus selalu dilaksanakan secara terus menerusoleh tim kamar
operasi dan segera bertindak jika ada indikasi terjadinya kontaminasi. Dalam upaya menerapkan
teknik aseptik dan antiseptik di kamar operasi harus ditaati beberapa ketentuan sebagai berikut :

 Daerah steril harus tegas batasnya


 Daerah operasi harus terjaga sterilitasnya
 Semua kasus pembedahan harus dijaga, dicegah terjadinya kontaminasi

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 70


Buku Panduan CSL 2 2019

 Lingkungan kamar operasi harus selalu dalam keadaan bersih


 Tim bedah dan pasiennya yang ada di kamar operasi tidak menjadi sumber kontaminasi

Membersikan lapangan operasi

Membersihkan lapangan operasi bermula dari daerah sentral kemudian ke perifer. Setelah
diberikan antiseptik, batasi lapangan operasi dengan pemasangan doek steril pada daerah yang
akan kita lakukan operasi.

Gambar. Membersihkan daerah operasi

F. PROSEDUR

1. Profesionalisme
a. Senyum, salam dan sapa
b. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
2. Mempersiapkan alat

Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:

a. Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama dari botol harus dibuang
terlebih dahulu pada mangkok yang lain)
b. Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
c. Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
3. Mencuci tangan
a. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)
b. Basahi tangan dan lengan (bila sumber air tidak otomatis, gunakan siku untuk membuka
keran)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 71


Buku Panduan CSL 2 2019

c. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara menyeluruh sampai 5 cm di
atas siku
d. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku sehingga
memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari siku yang difleksikan
4. Scrubbing
a. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik (tekan tuas pada botol antiseptik dengan
menggunakan siku)
b. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung tangan kanan dengan gerakan
atas ke bawah kemudian lakukan hal yang sama pada tangan kiri. Lanjutkan dengan
menggosok dengan gerakan atas ke bawah pada lengan kanan lalu kemudian lengan kiri.
c. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-3-4
d. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan
e. Bilas tangan dan lengan dengan posisi tangan lebih tinggi dari siku (matikan keran air dengan
siku).
5. Mengeringkan Tangan dan Lengan
a. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh bersentuhan.
b. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung saja
c. Untuk menghindari kontaminasi, bagi handuk menjadi 4 bagian.
 Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri
 Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
 Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
 Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan
Tangan kiri Tangan kanan

Lengan kiri Lengan kanan

d. Keringkan tangan kanan dan kiri dahulu dengan menepukkan telapak dan punggung tangan
pada handuk secara bergantian, baru kemudian keringkan lengan dengan cara permukaan
handuk diletakkan di atas lengan kemudian digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku,
tidak boleh melebihi karena dapat terkontaminasi oleh kulit yang tidak dicuci
e. Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan
6. Gowning
a. Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol, telunjuk dan jari tengah kedua
tangan secara hati-hati
b. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa menyentuh bagian-bagian
lain di kamar operasi.
c. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa memunculkan ujung tangan secara
bebas (dijaga seminimal mungkin terpapar

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 72


Buku Panduan CSL 2 2019

d. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar diikatkan (poin terakhir ini
dapat juga dialkukan langsung oleh asisten operasi dengan menggunakan korentang)
7. Menggunakan Handschoen
a. Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda
b. Buka kemasan handschoen
c. Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang bagian dalam ujung atas
lipatannya
d. Pakaikan pada tangan kanan
e. Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang bagian luar lipatan atasnya
f. Pakaikan pada tangan kiri
g. Rapikan (prinsip glove to glove)
h. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non steril
i. Handschoen steril non kemasan
j. Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada tempat steril
k. Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya
l. Gunakan pada lengan kanan
m. Ambil handschoen sebelah kiri
n. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to glove, skin to skin
8. Asepsis/ Antisepsis daerah pembedahan
a. Bersihkan daerah operasi
b. Celupkan kasa pada cairan antiseptic sekali saja
c. Bersihkan area pembedahan dengan kasa antiseptik dimulai dari sentral menuju ke perifer
(perhatikan untuk menghindari kontaminasi)
d. Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan (bengkok)
e. Ulangi pembersihan aera operasi dengan kasa steril sebanyak 3 kali.
f. Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek steril
9. Melepas Handschoen
a. Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung atas pada permukaan luar handscoen
(gloves to gloves) menggunakan tangan kanan yg masih memakai handschoen
b. Lepaskan handschoen kanan dengan memegang ujung atas permukaan dalam handschoen
kanan menggunakan tangan kiri yang sudah tidak menggunakan handscoen (hand to hand)
c. Buang handschoen pada tempat yang telah disediakan

G. DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, D. 1995. Buku ajar Bedah Bagian 1. EGC. Jakarta


2. Protap bedah RSHS/ FK UNPAD 2000. Bandung
3. Johnson & johnson VCD interaktif. Aceptic Procedurs

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 73


Buku Panduan CSL 2 2019

CEKLIST KETERAMPILAN PROSEDUR ASEPTIK ANTISEPTIK

No. Aspek Feedback

INTERPERSONAL

1. Senyum, salam dan sapa


2. Jelaskan pentingnya tindakan yang akan dilakukan.
CONTENT

3. Siapkan peralatan steril untuk antiseptik kulit:


 Tuangkan cairan antiseptik ke dalam mangkok (cairan pertama
dari botol harus dibuang terlebih dahulu pada mangkok yang
lain)
 Ambil kassa dengan menggunakan korentang, simpan pada
tempat steril
 Ambil doek steril dengan menggunakan korentang, simpan
pada tempat steril

Mencuci Tangan

4. Lepaskan semua perhiasan yang ada (cincin, gelang, jam tangan)

5. Basahi tangan dan lengan sampai siku

6. Cuci tangan dan lengan kanan dan kiri dengan antiseptik secara
menyeluruh sampai 5 cm di atas siku

7. Bilas dibawah air yang mengalir dengan posisi tangan lebih tinggi
dari siku sehingga memungkinkan bagi air untuk jauh menetes dari
siku yang difleksikan

Penyikatan / Scrubbing

8. Ambil sikat steril, beri 2-3 cc antiseptik

9. Sikatlah jari, sela jari tangan, kuku, telapak tangan, punggung


tangan dan lengan kanan kemudian kiri

10. Lakukan penyikatan secara lengkap dan sistematis mulai area 1-2-
3-4

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 74


Buku Panduan CSL 2 2019

11. Buanglah sikat pada tempat alat kotor yang sudah disediakan

12. Bilas tangan dan lengan

Mengeringkan Tangan dan Lengan

13. Ambil handuk steril, pegang pada ujungnya dan siku tidak boleh
posisinya menghadap turun ke bawah

14. Buka handuk secara memanjang dan dipegang hanya satu ujung
saja

15. Untuk menghindari kontaminasi, handuk dibagi menjadi 4 bagian.


 Permukaan kiri atas untuk mengelap tangan sebelah kiri
 Permukaan kiri bawah untuk lengan kiri
 Permukaan kanan atas untuk tangan kanan
 Permukaan kanan bawah untuk lengan kanan

16. Keringkan lengan dengan permukaan handuk diletakkan di atas


lengan kemudian digerakan memutar sampai 5 cm di atas siku,
tidak boleh melebihi karena dapat terkontaminasi oleh kulit yang
tidak dicuci

17. Buang handuk kotor pada tempat yang telah disediakan

Gowning

18. Dimulai dengan memegang ujung baju operasi dengan jempol,


telunjuk dan jari tengah kedua tangan secara hati-hati

19. Membuka secara hati-hati lipatan baju di daerah yang steril tanpa
menyentuh bagian-bagian lain di kamar operasi.

20. Memasukkan tangan satu-persatu ke daerah legan tanpa


memunculkan ujung tangan secara bebas (dijaga seminimal
mungkin terpapar)

21. Mengambil bagian ikatan baju untuk diberikan kepada asisten agar
diikatkan (poin terakhir ini dapat juga dialkukan langsung oleh
asisten operasi dengan menggunakan korentang)

Menggunakan Handschoen

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 75


Buku Panduan CSL 2 2019

22. Pastikan ukuran handschoen sesuai untuk tangan anda

23. Buka kemasan handschoen

24. Ambil handschoen kanan dengan tangan kiri dengan memegang


ujung atas lipatannya sebelah luar

Pakaikan pada tangan kanan

25. Ambil handschoen kiri dengan tangan kanan dengan memegang


lipatan atasnya sebelah dalam

26. Pakaikan pada tangan kiri

27. Rapikan (prinsip glove to glove)

28. Hindari memegang atau bersentuhan dengan benda atau area non
steril

Handschoen steril non kemasan

29. Ambil handschoen dengan menggunakan korentang, simpan pada


tempat steril

30. Buka gulungan handschoen dengan memegang ujung luarnya

31. Gunakan pada lengan kanan

32. Ambil handschoen sebelah kiri

33. Gunakan pada lengan kiri dengan tetap dengan prinsip glove to
glove, skin to skin

Antiseptik daerah pembedahan

34. Bersihkan daerah operasi

35. Celupkan pada cairan antiseptik

36. Bersihkan area pembedahan dengan antiseptik dimulai dari sentral


menuju ke perifer (perhatikan untuk menghindari kontaminasi!)

37. Buang kassa bekas pakai pada tempat yang telah disediakan

38. Tutup area pembedahan dengan menggunakan doek steril

Melepas Handschoen

39. Lepaskan handscoen kiri dengan memegang ujung atas pada


permukaan luar handscoen menggunakan tangan kanan yg masih
memakai handschoen

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 76


Buku Panduan CSL 2 2019

40. Lepaskan handschoen kanan dengan memegang ujung atas


permukaan dalam handschoen kanan menggunakan tangan kiri
yang sudah tidak menggunakan handscoen (prinsip gloves to
gloves, hand to hand)

41. Buang handschoe pada tempat yang telah disediakan

ITEM PROFESIONALISME

42. Melakukan dengan penuh percaya diri


43. Melakukan dengan kesalahan minimal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 77


Buku Panduan CSL 2 2019

HECTING DASAR

A. TEMA

Pengenalan alat bedah minor

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam tindakan bedah minor dan mampu
melakukan penjahitan luka simple interupted suture.

C. ALAT DAN BAHAN

1. Needle holder

2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban

3. Pisau bedah

4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock, towel clamp).

5. Refractor wound

6. Pinset

7. Deschamps Aneurysm Needle

8. Wound curret

9. Korentang

10. Jarum bedah

11. Benang

12. Sarung tangan steril

13. Doek steril

14. Kassa steril

15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 78


Buku Panduan CSL 2 2019

16. Cairan NaCl 0.9%

17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc

18. Anastesi : Lidocaine 2% Ampule

D. SKENARIO

Seorang laki-laki datang ke Puskesmas dengan keluhan terdapat luka robek di lengan kanan
bawah. Anda selaku dokter di puskesmas ingin melakukan tindakan penjahitan. Sebelum
melakukan penjahitan anda harus mengambil alat bedah minor di tempat steril. Dan lakukanlah
penjahitan dasar.

E. DASAR TEORI

Penjahitan luka diperlukan dalam ilmu bedah karena pembedahan membuat luka sayatan dan
penjahitan bertujuan untuk menyatukan kembali jaringan yang terputus serta meningkatkan proses
penyambungan dan penyembuhan jaringan dan juga mencegah luka terbuka yang akan
mengakibatkan masuknya mikroorganisme atau infeksi.

a. Jarum Bedah
Jarum bedah berfungsi untuk mengantarkan benang pada saat melakukan penjahitan luka
operasi.

Klasifikasi
Pemilihan jarum bedah antara lain : jarum yang digunakan agar berperan aktif dalam
penyembuhan luka dan tidak merubah atau merusak jaringan tubuh. Bentuk, ukuran, dan
rancangan jarum dipilih yang sesuai dengan prosedur operasi. Terdapat 2 macam jarum
bedah dilihat dari penggunaan benang yaitu berupa jarum lepas dan jarum atraumatik

 Jarum lepas

 Memerlukan waktu penyambungan benang dengan jarum

 Memerlukan re–sterilisasi

 Memerlukan perawatan ujung jarum

 Resiko jarum berkarat

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 79


Buku Panduan CSL 2 2019

 Resiko benang terlepas dari jarum

 Pemilihan jarum harus tepat dengan benang

 Jarum bedah atraumatik

 Benang bedah menyatu dengan jarum sekaligus

 Penyambungan benang bedah dengan jarum secara channelateau drilled

 Benang tunggal sehingga menimbulkan trauma yang minimal pada jaringan

 Dijamin steril dan bebas karat

 Sekali pakai buang sehingga tidak perlu re-sterilisasi

Struktur Jarum Bedah

Gambar. stuktur jarum bedah

 Bagian – bagian dari jarum bedah, terdiri atas:

 Ujung jarum (point of needle)

 Badan / Batang (body/shaft needle)

 Mata jarum (eye needle)

Ujung jarum (point of needle)

 Taper. Ujung jarum taper dengan batang bulat atau empat persegi cocok digunakan untuk
menjahit daerah aponeurosis, otot, saraf, peritoneum, pembuluh darah, katup.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 80


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar. Jarum dengan Ujung Tapper

 Blunt. blunt point dan batang gepeng cocok digunakan untuk menjahit daerah usus besar,
ginjal, limpa, hati.

Gambar. Jarum dengan Ujung Blunt

 Triangular. Ujung segitiga dengan batang gepeng atau empat persegi. Bisa dipakai untuk
menjahit daerah kulit, fascia, ligament, dan tendon.

 Tapercut. Ujung jarum berbentuk segitiga yang lebih kecil dengan batang gepeng, bisa
digunakan untuk menjahit fascia, ligaments, uterus, rongga mulut, dan sebagainya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 81


Buku Panduan CSL 2 2019

Badan atau batang

 Straight. Digunakan untuk daerah kulit, nervus, saluran pencernaan, tendon, pembuluh
darah, dan sebagainya.

 Halfcurved. Digunakan untuk kulit (tetapi jarang dipakai)

Curved dibagi atas:

 1/4 circle – mata, bedah mikro

 3/8 circle – dipakai pada hampir seluruh tubuh

 1/2 circle – dipakai pada hampir seluruh tubuh

 5/8 circle – traktus urinarius dan system reproduksi

 Combine needle – daerah mata bagian anterior

Mata jarum

 Rolled end

 Drilled end

 Regular eye

 Spring eye

 Spring double eye

b. Benang bedah
Benang bedah (suture) adalah materi berbentuk benang yang berfungsi untuk ligasi
(mengikat) pembuluh darah atau aproksimasi (mengikat/menyatukan jaringan).

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 82


Buku Panduan CSL 2 2019

Spesifik material benang bedah

 Steril, dan harus steril sewaktu digunakan.

 Diketahui kekuatan untuk memegang jaringan (tensil strength) yang sesuai jenis material
benang.

 Diketahui massa penyerapan yaitu lamanya benang habis diserap tubuh

 Simpul aman, diketahui jumlah minimal tali simpul yang aman untuk setiap jenis benang,
artinya tetap tersimpul selama proses penyembuhan luka.

 Mudah untuk digunakan.

 Dapat digunakan untuk segala jenis operasi.

 Reaksi/trauma jaringan yang minimal, diameter benang bedah yang dianjurkan


dipergunakan adalah ukuran terkecil yang paling aman untuk setiap jenis jaringan yang
dijahit, massa material benang dan reaksi jaringan sekecil mungkin.

Ukuran benang bedah

 Ukuran terbesar adalah 7 dan ukuran terkecil adalah 11-0 atau 12-0.

 Ukuran dimulai dari nomor 1 dan ukuran bertambah besar dengan bertambah 1,
sedangkan apabila ukuran bertambah kecil maka ditambah 0.

 Ukuran benang sistem Eropa (metric gauge) adalah metric 0,1 (0,010 – 0,019 mm)
sampai metric 10 (1,00 – 1,09).

 Ukuran benang sistem Amerika (imperial gauge) ukuran 11-0 (0,010 – 0,019 ) sampai
ukuran 7 (1,00 – 1,09).

 Dalam kemasan selain dicantumkan diameter juga panjang benang dalam cm.

Klasifikasi Benang Bedah

Berdasarkan keberadaannya didalam tubuh pasien dibagi atas :

 Diserap (absorbable sutures)

Merupakan jenis benang yang materialnya dibuat dari jaringan collagen mamalia sehat
atau dari sintetik polimer. Material di dalam tubuh akan diserap yang lamanya bervariasi,
sehingga tidak ada benda asing yang tertinggal di dalam tubuh.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 83


Buku Panduan CSL 2 2019

 Tidak diserap (non ansorbable sutures)

 Merupakan benang yang dibuat dari material yang tahan terhadap enzim penyerapan
dan tetap berada dalam tubuh atau jaringan tanpa reaksi penolakan selama bertahun –
tahun.

 Kelebihan dari benang ini adalah dapat memegang jaringan secara permanen.
Kekurangan dari benang ini adalah benang ini menjadi benda asing yang tertinggal
didalam tubuh dan kemungkinan akan menjadi fistel.

Berdasarkan materi / bahan, dibagi atas :

 Bahan alami, dibagi atas :

 Diserap (absorbable)
Dibuat dari collagen yang berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan serabut
collagen tendon flexor sapi.
Contoh :

 Surgical catgut plain : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan serabut
collagen tendon flexor sapi tanpa campuran.

 Surgical catgut chromic : Berasal dari lapisan sub. Mukosa usus domba dan
serabut collagen tendon flexor sapi dicampur dengan chromic aci

 Tidak diserap (non absorbable sutures)

Jenis ini terbuat dari linen, ulat sutra (silk) seperti surgical silk, virgin silk dan dari kapas
(cotton) seperti surgical cotton. Ada juga yang terbuat dari logam sehingga mempunyai
tensil strength yang sangat kuat, contoh : metalik sutures (stainless steel).

 Bahan sintetis (buatan), dibagi atas :

 Diserap (absorbable)
Terbuat dari sintetik polimer, sehingga mudah diserap oleh tubuh secara hidrolisis dan
waktu penyerapan oleh tubuh mudah diprediksi,
contoh :

 Polyglactin 910

 Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Coated Vicryl®)

 Polylactin 910 polylastctin 370 dan calcium state (Vicryl Rapide®)

 Poliglikolik

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 84


Buku Panduan CSL 2 2019

 Polyglecaprone 25 (Monocryl®)

 Polydioxanone (PDS II®)

 Tidak diserap (non absorbable)


Terbuat dari bahan buatan (sintetis) dan dibuat sedemikian rupa sehingga reaksi
jaringan yang timbul sangat kecil,
contoh :

 Polypropamide (Ethilon®)

 Polypropylene (Prolene®)

 Polyester (Mersilene®)

Berdasarkan penampang benang, dibagi atas :

 Monofilamen (satu helai)

 Terbuat dari satu lembar benang, tidak meneyerap cairan (non capilarity)

 Keuntungan : Kelebihan dari jenis ini adalah permukaan benang rata dan halus, tidak
memungkinkan terjadinya nodus infeksi dan tidak menjadi tempat tumbuhnya mikroba.

 Kelemahan : Kelemahannya adalah memerlukan penanganan simpul yang khusus


karena relatif cukup kaku dan tidak sekuat multifilament.

 Contoh : Catgut, PDS, dan Prolene

 Multifilamen

 Terbuat dari bebeapa filament atau lembar bahan benang yang dipilih menjadi satu.

 Keuntungan : Kelebihan jenis ini adalah benang lebih kuat dari monofilament, lembut
dan teratur serta mudah digunakan.

 Kerugian : Kelemahannya adalah karena ada rongga maka dapat menjadi tempat
menempelnya mokroba dan sedikit tersendat pada saat melalui jaringan.

 Contoh : Vicryl, Silk, Ethibond

Pemilihan material benang bedah

 Karakteristik biologi dari material dalam jaringan yaitu diserap atau tidak diserap dan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 85


Buku Panduan CSL 2 2019

bersifat capilarity atau non capilarity.

 Karakteristik dan penyembuhan jaringan.

 Lokasi dan panjang dari sayatan yang menjadi pertimbangan kosmetik.

 Ada tidaknya infeksi, kontaminasi dan drainese. Pertimbangan ini mengingat kemungkinan
benang akan menjadi pembentukan jaringan granulasi dan proses yang menjadi rongga
(sinus) atau menjadi inti pengerasan yang kemungkinan berbentuk batu apabila dipakai
pada operasi kandung kemih atau kandung empedu.

 Problem pasien seperti kegemukan, debil, umur penyakit lain yang mengganggu proses
penyembuhan yang lebih lama sehingga memerlukan penguatan yang lebih lama.

 Karakteristik fisik dari material benang untuk menembus jaringan, pengikatan simpul dan
juga alasan khusus tiap ahli bedah.

Gambar. Jenis sediaan benang

Jenis-Jenis Benang

a. Seide (Silk/Sutera)
Terbuat dari serabut-serabut sutera, terdiri dari 70% serabut protein dan 30% bahan
tambahan berupa perekat. Tersedia dalam warna hitam dan putih. Bersifat tidak licin
seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada
penggunaan disebelah luar, maka benang harus dibuka kembali.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari nomor 0000 (5 nol merupakan ukuran paling
kecil) hingga nomor 3 (yang merupakan ukuran terbesar). Yang paling sering dipakai
adalah nomor 00 (2 nol) dan 0 (1 nol) dan nomor 1.
Kegunaannya adalah untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (terutama arteri
besar) sebagai teugel (kendali). Benang harus steril, sebab bila tidak akan menjadi sarang
kuman (focus infeksi) sebab kuman terlindung didalam jalinan benang, sedang benangnya
sendiri tidak dapat diserap tubuh.
b. Plain Catgut

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 86


Buku Panduan CSL 2 2019

Asal katanya adalah cat (kucing), dan gut (usus). Dahulu benang ini dibuat dari usus
kucing, tapi saat ini dibuat dari usus domba atau usus sapi. Bersifat dapat diserap tubuh,
penyerapan berlangsung dalam waktu 7-10 hari, dan warnanya putih dan kekuningan.
Tersedia dalam berbagai ukuran, mulai dari 00000 (5 nol merupakan ukuran yang paling
kecil) hingga nomor 3 (merupakan ukuran yang paling besar). Sering digunakan nomor
000 (3 nol), 00 (2 nol) 0 (1 nol) nomor 1 dan 2. Kegunaanya adalah untuk mengikat
sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk menjahit
kulit terutama untuk daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak dan luas
lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan mengembang,
bila disimpulkan 2 kali akan terbuka kembali. Plain catgut tak boleh terendam dalam lisol
karena akan mengembang dan menjadi lunak, sehingga tak dapat digunakan.

c. Chromic Catgut
Berbeda dari plain catgut, sebelum benang dipintal ditambahkan krom. Dengan adanya
krom ini, maka benang menjadi lebih keras dan kuat, serta penyerapannya lebih lama,
yaitu 20-40 hari. Warnanya coklat dan kebiruan. Benang ini tersedia dalam ukuran 000 (3
nol merupakan ukuran yang paling kecil) hingga nomor 3.
Penggunaannya pada penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10
hari, untuk menjahit tendo pada penderita yang tak kooperatif dan bila mobilisasi harus
segera dilakukan.
d. Etnilon
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan
jarum jahit) dan terbuat dari nilon, lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh,
dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Tersedia dalam warna biru dan hitam. Tersedia dalam ukuran 10 nol hingga 1 nol.
Penggunaannya pada bedah plastik, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit,
sedang nomor yang kecil dipakai pada bedah mata.
e. Ethibond
Merupakan benang sintesis (terbuat dari polytetra methylene adipate). Tersedia dalam
kemasan atraumatis. Bersifat lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak diserap,
dan warnanya hijau dan putih. Ukurannya dari 7 nol hingga nomor 2. Penggunaannya
pada bedah kardiovaskuler dan urologi.
f. Vitalene
Merupakan benang sintetis (terbuat dari polimer profilen). Sangat kuat dan lembut, tidak
diserap, warna biru. Tersedia dalam kemasan atraumatis. Ukuran dari 10 nol hingga
nomor 1. Digunakan pada bedah mikro, terutama untuk pembuluh darah dan jantung,
bedah mata, bedah plastik, cocok pula untuk menjahit kulit
g. Vicryl
Merupakan benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Diserap oleh tubuh, dan tidak
menimbulkan reaksi pada jaringan tubuh. Dalam subkutis bertahan selama 3 minggu, dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 87


Buku Panduan CSL 2 2019

otot bertahan selama 3 bulan. Benang ini sangat lembut dan warnanya ungu. Ukuran dari
10 nol hingga nomor 1. Penggunaan pada bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah
plastik.
h. Supramid
Merupakan benang sintetis, dalam kemasan atraumatis. Bersifat kuat, lembut, fleksibel,
reaksi tubuh minimum, dan tidak diserap. Warnanya hitam dan putih. Digunakan untuk
menjahit kutis dan sub kutis.
i. Linen (Catoon)
Dibuat dari serat kapas alam dengan jalan pemintalan. Bersifat lembut, cukup kuat,
mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh minimum. Warnanya putih. Tersedia dalam
ukuran 4 nol hingga 1 nol. Digunakan untuk menjahit usus dan kulit, terutama kulit wajah.

j. Steel Wire
Merupakan benang logam yang terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat kuat,
tidak korosif dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul. Warna putih metalik.
Terdapat dalam kemasan atraumatis dan kemasan biasa. Ukurannya dari 6 nol hingga
nomor 2. Untuk menjahit tendo

c. Keperluan rutin bedah


a. Baju Kamar Bedah, Jas Operasi, Topi, Masker, Doek dan Laken
Pada umumnya semua alat diatas terbuat dari kain yang ringan, lembut, yang nyaman bila
dipakai, mudah menyerap keringat dan mudah dicuci. Untuk itu dapat dipakai kain belacu
atau katun. Warna alat-alat diatas harus lembut dan tidak cepat melelahkan mata.
Biasanya dipilih warna putih, biru muda, dan hijau.
Saat ini masker yang sering dipakai mempunyai model sekali pakai (disposable) yang
terbuat dari kertas. Masker ini akan dibuang sesudah digunakan. Untuk alat tenun dari
kain, sesudah dipakai harus direndam lalu dicuci. Setelah kering baru disterilkan. Masker,
topi dan baju kamar bedah tidak perlu disterilkan.
b. Sarung Tangan Operasi
Terbuat dari karet, tipis tetapi cukup kuat dan elastic. Sarung tangan harus dibubuhi
talcum sebelum disterilkan, agar mudah dipergunakan. Sarung tangan tersedia dalam
berbagai nomor, disesuaikan dengan ukuran tangan pemakai
c. Kasa Hidrofil
Adalah kain dengan anyaman jarang (kasa), lembut dan bersifat mudah menyerap.
Digunakan untuk penyerap darah yang keluar dari luka, menyerap sekret dan cairan lain
serta digunakan sebagai penutup luka (dressing). Kasa ini tersedia dalam ukuran kecil-
kecil, yaitu kira-kira 5 x 7,5 cm, terlipat rapi, tidak boleh ada bagian benang yang menjulur
keluar, sebab dapat tertinggal pada luka sewaktu membersihkan luka. Kasa harus steril.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 88


Buku Panduan CSL 2 2019

d. Tuffer (spons)
Dibuat dari kasa hidrofil yang dipadatkan dengan cara :
1. Kasa dipotong berbentuk segi empat sesuai dengan ukuran yang diinginkan
2. Dari salah satu sudutnya dilakukan penggulungan secara padat ke arah tengah
3. Ekor tadi digulung rapi hingga habis

Tuffer digunakan untuk membebaskan jaringan (terutama jaringan longgar), menekan


perdarahan, menggosok luka. Tuffer harus steril sebelum dipakai.

e. Drain
Terdapat bermacam-macam drain. Prinsip penggunaannya sama yaitu untuk
memungkinkan pengaliran sekret keluar dari luka. Drain digunakan untuk luka yang
terkontaminasi dengan kemungkinan terbentuknya pus atau sekret lainnya, atau pada luka
dengan perdarahan hebat sewaktu telah ditutup ada kemungkinan perdarahan masih aktif
di bawah jaringan yang ditutup.
1. Cigarette drain. Berbentuk seperti pipa dengan panjang 5-10 cm. dipergunakan pada
operasi abses apendiks, trauma dan sebagainya, dimana sekret yang keluar
diharapkan tidak terlalu banyak.
2. Corrugated drain (drain bergelombang). Dibuat dari lembaran karet khusus yang
bergelombang halus (seperti pola lembaran seng atap rumah). Dipakai pada luka
sedang, yang sekretnya tidak terlalu banyak.
3. Drain Sarung Tangan. Dibuat dari sarung tangan yang tak terpakai lagi dengan cara
menggunting sarung tangan tadi menjadi lembaran-lembaran yang kemudian digulung
seperti menggulung (melinting) rokok, kemudian dilem dengan lem karet, lalu
disterilkan.
4. Tube drain. Berupa pipa panjang yang dapat dibuat dari selang infuse, sonde lambung,
dan sebagainya, dengan ujung selang yang dimasukkan ke dalam luka diberi lubang-
lubang (mata) pada sisinya. Bila ujung luar selang dihubungkan dengan wadah hampa
udara (vakuum) maka drain tadi disebut vacuum drain. Dengan adanya tekanan
negative dari wadah, maka sekret akan lebih mudah tertarik keluar.

2. HECTING DASAR
Definisi
Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai
sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.

Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.
Luka
Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 89


Buku Panduan CSL 2 2019

Trauma tajam menyebabkan :


a. luka iris : vulnus scissum/incicivum
b. luka tusuk : vulnus punctum
c. luka gigitan : vulnus morsum

Trauma tumpul menyebabkan :

a. luka terbuka : vulnus apertum


b. luka tertutup : vulnus occlusum ( excoriasi dan hematom )

Luka tembakan menyebabkan : vulnus sclopetorum.

Klasiflkasi luka berdasar ada tidaknya kuman :

a. Clean wounds/Luka steril adalah luka bedah tanpa tanda peradangan dan tidak melibatkan
organ respirasi, gastrointestinal, ataupun traktus genitourinaria. Misalnya bedah laparoskopik,
bedah pada kulit, mata, atau vaskular.
b. Clean-contaminated wounds/ Luka steril terkontaminasi adalah luka steril dengan risiko
infeksi yang tinggi, misalnya oprasi yang melibatkan organ respirasi, gastrointestinal, ataupun
traktus genitourinaria yang dalam kondisi terkontrol, selama tanpa komplikasi pembedahan.
Misalnya bedah terbuka pada pelepasan Pin/Wire, bedah pada organ telinga, ataupun
tindakan ginekologi.
c. Contaminated wounds/Luka terkontaminasi adalah luka oleh benda luar (misalnya peluru,
pisau, ataupun benda-benda tajam lainnya), ataupun kontaminasi luka yang terjadi oleh
karena sejumlah besar tumpahan isi dari gastrointestinal pada luka. Ataupun jaringan yang
terinfeksi dan meradang di sekitar luka bedah merupakan luka terkontaminasi.
d. Dirty wounds/Luka kotor/Luka terinfeksi adalah luka yang diakibatkan oleh benda asing yang
bersarang (misalnya peluru ataupun debris lainnya), luka traumatik yang diakibatkan oleh
sumber yang kotor, maupun luka yang terpapar oleh pus.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 90


Buku Panduan CSL 2 2019

3. Alat dan Bahan

Alat (Instrumen) Bahan

a. issue forceps (pinset) a. Benang


b. Scalpel handles dan scalpel blades b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 %
c. Suture scissors (Bethadine )
d. Needleholders c. Cairan Na Cl 0,9%.
e. Suture needles (jarum) d. Anestesi lokal: lidocain 2%.
f. Doek Steril e. Sarung tangan.
g. Phantom kulit f. Kasa steril.

4. Cara Memegang Alat


a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang kasa: yaitu ibu jari dan
jari keempat sebagai pemegang utama, sementara jari kedua dan ketiga dipakai untuk
memperkuat pegangan tangan.
b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibu jari serta jari kedua dan ketiga.
c. Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang.
d. Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung (hand to hand, glove to glove)

Gambar. Cara memagang dan menggunakan peralatan bercincin.


Sumber: Dudley HAF dkk.; 1995

5. Prinsip yang harus diperhatikan


a. Cara memegang kulit pada tepi luka dengan surgical forceps (pinset) harus dilakukan secara
halus dengan mencegah trauma lebih lanjut pada jaringan tersebut.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 91


Buku Panduan CSL 2 2019

b. Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama besarnya.
c. Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1 cm dari tepi luka. Khusus daerah wajah 2-3 mm.
d. Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan jarum dari tepi luka,
yakni 1 cm.
e. Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar (everted) setelah penjahitan.

6. Teknik Anestesi Infiltrasi/Field Block


Dilakukan penyuntikan di sekitar area operasi. Suntikan dilakukan di daerah subkutis. Teknik
yang berkembang saat ini adalah field block, yaitu menginfiltrasi suatu area dengan terget
operasi ditengahnya. Setelah seluruh pinggir area diinfiltrasi, area tepat diatas insisi diinfiltrasi
lagi. Jika daerah yang akan operasi cukup besar, kemungkinan diperlukan infiltrasi pada
beberapa tempat agar area yang diinfiltrasi menjadi luas. Kedalaman infiltrasi tergantung dari
jenis luka.

Teknik:
a. Masukan jarum di salah satu sudut luka.
b. Arahkan jarum ke area kanan luka, lakukan aspirasi (pastikan tidak terkena pembuluh darah),
jarum dicabut (tetapi tidak sampai lepas dari kulit) sambil obat dikeluarkan.

c. Kemudian jarum dibelokan ke arah kiri luka, aspirasi, jarum dicabut sambil obat dikeluarkan.

d. Lakukan anestesi dengan teknik yang sama pada sudut luka sebelahnya, sehingga tampak
pada gambar di bawah:

e. Cek anestesi dengan menjepitkan pinset

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 92


Buku Panduan CSL 2 2019

Komplikasi Tindakan Anestesi

a. Hematom
Terjadi karena pecahnya pembuluh darah ketika anestesi, yang kemudian darah berkumpul
di submukosa sehingga menimbulkan benjolan. Jika terjadi hematom, kita evaluasi beberapa
saat apakah hematom itu terus membesar atau tetap. Jika terus membesar, kita harus
berusaha mencari pembuluh darah yang pecah dan mengikatnya kemudian membuang
bekuan darah yang terkumpul. Tetapi jika hematom tidak membesar hanya diperlukan
membuang masa hematomnya saja.
b. Udem
Disebabkan terlalu banyaknya obat anestesi yang diberikan sehingga obat tersebut
berkumpul dalam jaringan ikat longgar mukosa dan sub mukosa. Hal ini akan mempersulit
ketika melakukan penjahitan. Udem akibat anestesi ini diabsorpsi dalam 24 jam- See more
c. Shock Anafilaktik.

7. Teknik Simple Interupted Suture

Indikasi : pada semua luka

Kontra indikasi : tidak ada

Teknik penjahitan dilakukan sebagai berikut:

a. Lakukan pembersihan luka dengan NaCl 0.9%.


b. Lakukan antiseptik luka menggunakan cairan antiseptik dengan cara sentrifugal (dari arah
dalam ke luar)
c. Lakukan pemasangan doek bolong steril
d. Lakukan anestesi infiltrasi/field block.
e. Jarum ditusukkan pada kulit sisi pertama dengan sudut sekitar 90 derajat sekitar 1 cm dari
ujung luka, masuk subcutan kemudian dilajutkan dengan menusukkan jarum sekitar 1 cm dari
ujung luka pada kulit sisi lainnya.
f. Perlu diingat lebar dan kedalam jaringan kulit dan subcutan diusahakan agar tepi luka yang
dijahit dapat mendekat dengan posisi membuka ke arah luar (everted).
g. Jarak antar jahitan satu dengan jahitan lainnya ± 1 cm.

Berikut Gambar Teknik jahitan terputus sederhana (Simple Interrupted) :

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 93


Buku Panduan CSL 2 2019

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 94


Buku Panduan CSL 2 2019

h. Benang dapat dipegang, jarum tidak boleh dipegang dengan tangan. Gunakan pinset untuk
memegang jarum.
i. Kemudian dibuat simpul dan geser simpul ke tepi luka (simpul tidak berada di atas luka),
lakukan 2-3 kali simpul agar jahitan kuat. Simpul pertama menentukan kekuatan ikatan.
Buatlah simpul yang dapat mendekatkan luka, tidak terlalu kencang namun tidak pula terlalu
kendor.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 95


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar. Teknik Simpul

j. Potong sisa benang 1,5-2 cm di atas simpul (bila benang absorable maka benang dipotong
tepat di atas simpul) dengan teknik memiringkan gunting guna menghindari terpotongnya
jaringan.
k. Rapikan jahitan, perhatikan eversi luka, gunakan pinset untuk mengeversikan luka jahitan bila
dibutuhkan.
l. Bersihkan sisa perdarahan bila ada, beri antiseptik, dan tutup luka dengan menggunakan kasa.

Gambar. Hasil jahitan teknik simple interrupted

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 96


Buku Panduan CSL 2 2019

F. DAFTAR PUSTAKA

1. Karakata S, Bachsinar B. 1995. Bedah Minor. Hipokrates : Jakarta


2. Ethicon Inc. Wound Closure Manual. 1994. Johnson and Johnson company.
3. Doherty, GM. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.
4. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. 2000. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
5. Reksoprodjo, S. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.

HECTING DASAR

No Aspek Feed Back

INTERPERSONAL

1. Membina rapport (menyambut dengan ramah, salam, menyilakan duduk,


perkenalan diri, sikap terbuka, kesejajaran)

2. Informed consent

CONTENT

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 97


Buku Panduan CSL 2 2019

. 1. Menyiapkan dan menyebutkan nama alat dan bahan dengan menerapkan


prinsip sterilitas

1. Needle holder

2. Gunting diseksi, gunting benang, gunting verban

3. Pisau bedah

4. Klem (arteri pean, kocher, musquitos, allis, babcock, towel clamp).

5. Refractor wound

6. Pinset

7. Deschamps Aneurysm Needle

8. Wound curret

9. Korentang

10. Jarum bedah

11. Benang

12. Sarung tangan steril

13. Doek steril

14. Kassa steril

15. Cairan disinfektan (pov. Iodine)

16. Cairan NaCl 0.9%

17. Spuit 1cc , 3 cc, 5 cc

18. Anastesi : Lidocaine 2%

Melakukan Hecting Simple Interupted

4. Melakukan cuci tangan WHO

5. Melakukan pembersihan luka dengan menggunakan NaCl 0.9%,


kemudian melakukan antiseptik dengan prinsip sentrifugal (dalam ke
luar), diterukan dengan memasang doek bolong steril

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 98


Buku Panduan CSL 2 2019

6. Melakukan anestesi field block dan menguji kerja anestesi dengan


menggunakan pinset.

7. Menggunakan pinset untuk memegang jaringan yang akan di jahit

8. Lakukan penusukan jarum dengan sudut ±90o hingga tembus subcutan,


kemudian teruskan ke kulit sisi lainnya dengan jarak masing-masing 1 cm
dari ujung luka.

9. Membuat simpul di pinggir luka dengan menggunakan nald voeder.

10. Gunting benang 1,5-2 cm di atas simpul

11. Memposisikan agar tepi luka yang dijahit mendekat dengan posisi
membuka ke arah luar (eversi)

12. Membersihkan dan menutup luka

13. Cuci Tangan WHO setelah melakukan tindakan

PROFESSIONALISM

14. Melakukan dengan penuh percaya diri

15. Melakukan dengan kesalahan minimal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 99


Buku Panduan CSL 2 2019

PEMERIKSAAN SENSORIS

A. TEMA
Keterampilan pemeriksaan fisik fungsi sistem sensoris

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
 Mampu melakukan pemeriksaan fungsi sistem sensoris
 Mampu memilih metode untuk pemeriksaan
 Mampu menjelaskan tujuan dan intrepretasi hasil pemeriksaan
 Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pemeriksaan

C. ALAT DAN BAHAN


 Kapas
 Peniti
 Garpu tala
 Pensil
 Koin 500
 Korek kuping

D. SKENARIO
POLINEUROPATI

Seorang laki-laki datang kepada saudara dengan keluhan sekujur tubuh sering gatal-gatal.
Beberapa hari ini kaki dan tangannya terasa kesemutan dan hilang rasa. Dari riwayat
penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien sering mengkonsumsi alkohol dan pernah
melakukan pemeriksaan laboratorium gula darah. Anda kemudian melakukan tes fungsi
sensori pada pasien ini.

E. DASAR TEORI
Untuk mengevaluasi sistem sensoris, ada beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan sesuai jalur yang terkena, yaitu
1. Tes rasa nyeri dan suhu (traktus spinotalamicus)
2. Tes posisi dan vibrasi ( kolumna posterior)
3. Tes sentuhan halus ( kedua jalur)
4. Sensasi diskriminasi yang melibatkan korteks serebri.

Pada pasien tanpa gejala atau tanda kelainan neurologis, pemeriksaan fungsi

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 100


Buku Panduan CSL 2 2019

sensoris dapat dilakukan secara cepat pada distal jari tangan dan kaki.
Pemeriksa dapat memilih untuk melakukan tes sentuhan halus, rasa nyeri
dan vibrasi. Jika didapatkan hasil yang normal, maka sisa tes yang lain tidak
diperlukan. Akan tetapi jika didapatkan gejala atau tanda yang menunjukkan
adanya kelainan neurologis, pemeriksaan harus dilakukan semua.
Pemeriksaan harus membandingkan masing-masing sisi, distal dan
proksimal. Kelainan neurologis biasanya menimbulkan defisit sensoris yang
pertamakali terlihat di distal dibandingkan proksimal.

Nervus medianus adalah saraf utama yang mempersarafi tangan, karena


mempersarafi permukaan palmar jari-jari tangan yang merupakan bagian
tangan yang umumnya digunakan untuk meraba. Nervus ulnaris dan nervus
radialis menyuplai sensasi pada permukaan tangan seperti terlihat pada
gambar di sebelah.

F. PROSEDUR
1. Persiapan
 Persilahkan pasien untuk duduk di bed menghadap pemeriksa
yang berada pada posisi berdiri.
 Apa yang akan dilakukan dan apa respon yang harus pasien lakukan.
 Selama tes mata pasien dalam posisi tertutup, kecuali saat
tertentu kita pinta membuka mata.

2. Tes Sentuhan Halus


 Siapkan kapas kemudian sentuhkan secara halus kapas ke
dorsum salah satu jari tangan dari distal ke proksimal.
 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan
 Kemudian sentuhkan secara halus ujung kapas ke permukaan
salah satu jari kaki dari distal ke proksimal.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 101


Buku Panduan CSL 2 2019

 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan


 Jika sensasi yang dirasakan normal, lanjutkan ke tes berikutnya.

 Jika sensasi tidak dirasakan, teruskan menyentuh ke arah


proksimal sampai sensasi dirasakan. Catat sampai dermatom
mana sensasi tersebut mulai dirasakan.

3. Tes Rasa Nyeri


 Gunakan benda tajam dan tumpul, kali ini peniti
 Sentuhkan ujung tajam dan tumpul secara acak pada punggung
tangan secara halus, hindari melukai atau menyakiti pasien.
 Tanyakan apakah yang disentuhkan tajam atau tumpul. Orang
normal bisa membedakan sensasi tajam-tumpul. Bila tidak dapat
membedakan, teruskan tes ke arah proksimal tangan.
 Lakukan pada kedua tangan.
 Lanjutkan tes ke punggung kaki kanan dan kiri.
 Jangan menggunakan peniti yang sama untuk orang lain.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 102


Buku Panduan CSL 2 2019

4. Tes Vibrasi
 Gunakan garpu tala 128 Hz, getarkan dengan memukulkannya ke tumit tangan.
 Letakkan garpu tala diatas sendi interfalanx distal jari telunjuk pasien.
 Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan
getaran, bila tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
 Lakukan pada kedua tangan
 Kemudian getarkan lagi garpu tala, letakkan di atas sendi
interfalanx distal jempol kaki.
 Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan
getaran, bila tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
 Lakukan pada kedua kaki.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 103


Buku Panduan CSL 2 2019

5. Tes Posisi
 Pegang lateral palanx distal jari tengah tangan pasien dengan
jempol dan telunjuk tangan pemeriksa , jempol dan telunjuk tangan
lain memegang palanx intermedia.
 Gerakkan palanx distal pasien ke atas dan ke bawah sambil
diberitahu kepada pasien bahwa ini ke atas, ini ke bawah (mata
pasien terbuka)
 Kemudian suruh pasien memejamkan mata kembali.
 Gerakkan palanx distal sambil tanyakan ke pasien kemana palanx
tersebut kita gerakkan. Normal bisa mengetahui kemana gerakan,
bila tidak lanjutkan ke sendi yang lebih proksimal.
 Lakukan pada kedua tangan.
 Lanjutkan pada jempol kedua kaki.

6. Tes sensasi diskriminatif


a. Stereognosis
 Letakkan objek yang sudah dikenal oleh pasien seperti koin 500,
peniti, pensil dan korek kuping.
 Taruh salah satu objek ke tangan pasien.
 Dengan mata terpejam minta pasien merasakan objek, minta dia
menyebutkan objek yang dirasakan.
 Minta pasien menyebutkan dan menyebutkan bagian spesifik
(misal, bagian angka dan bagian garuda pada koin 500; kepala
dan batang korek kuping, kepala dan ekor peniti dll)

b. Identifikasi Nomor
 Dalam keadaan mata tertutup, tuliskan dengan ujung pensil yang
tumpul sebuah angka paada telapak tangan pasien
 Minta pasien menyebutkan angka yang dituliskan. Normal bisa
mengetahui angka yang dituliskan, abnormal dapat

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 104


Buku Panduan CSL 2 2019

diakibatkan motor impairment, arthritis dll.

c. Diskriminasi 2 titik
 Gunakan 2 peniti, pegang dengan rapat.
 Sentuhkan kedua ujung tajam peniti pada ujung jari jari tengah
tangan pasien pada satu titik lokasi.
 Minta pasien menyebutkan apakah yang dirasakan satu atau dua
titik sentuhan. Normal bisa membedakan satu atau dua titik
sentuhan. Bila tidak dapat dirasakan, perlebar jarak kedua titik
sentuhan sampai pasien bisa merasakan.

d. Titik Lokasi
 Sentuh pasien pada sembarang titik lokasi dengan telunjuk.
 Pinta pasien membuka mata dan menunjukkan di mana lokasi
yang pemeriksa barusan sentuh.
 Pinta pasien memejamkan mata kembali.
 Kemudian sentuh pasien pada dua titik lokasi berbeda dan
berlawanan secara bersamaan. Misalnya pada pipi kiri

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 105


Buku Panduan CSL 2 2019

dan lengan kanan.


 Tanyakan kepada pasien di mana letak titik lokasi sentuhan.Orang
normal dapat mengetahui posisi sentuhan. Kelainan yang disebut
extiction phenomenon, tidak dapat membedakan sisi mana yang
disentuh( misal, tidak mengetahui pipi kiri dan lengan kanan tapi
pipi dan lengan kanan atau pipi dan lengan kiri). Kelainan ini
disebabkan gangguan pada lobus temporal.

G. DAFTAR PUSTAKA
 Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination.
 Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5. Elsevier.2007
 Afzal Mir: Atlas of clinical diagnosis. Ed 2. Elshevier science limited. 2003
Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 106


Buku Panduan CSL 2 2019

H. CEKLIS LATIHAN
No Aspek Umpan
Balik
INTERPERSONAL
1 Membina sambung rasa
 Salam dan perkenalan diri.
 Sikap terbuka dan ramah.
 Kontak mata sewajarnya.
2 Persilahkan pasien untuk duduk di bed menghadap pemeriksa
yang berada
pada posisi berdiri.
3 Jelaskan apa yang akan dilakukan dan apa respon yang harus
pasien lakukan.
Selama tes mata pasien dalam posisi tertutup, kecuali saat
tertentu kita pinta
membuka mata.
CONTENT
Tes Sentuhan Halus
4 Siapkan kapas kemudian sentuhkan secara halus kapas ke
dorsum satu jari
tangan dari distal ke proksimal.
5 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan
6 Kemudian sentuhkan secara halus ujung kapas ke permukaan
salah satu jari
kaki dari distal ke proksimal.
7 Pinta pasien menyebutkan di mana posisi sensasi yang dirasakan
8 Jika sensasi yang dirasakan normal, lanjutkan ke tes berikutnya.
9 Jika sensasi tidak dirasakan, teruskan menyentuh ke arah
proksimal sampai sensasi dirasakan. Catat sampai dermatom
mana sensasi tersebut mulai
dirasakan.
Tes Rasa Nyeri
10 Gunakan benda tajam dan tumpul, kali ini peniti.
Sentuhkan ujung tajam dan tumpul secara acak pada punggung
tangan secara halus, hindari melukai atau menyakiti pasien.
11 Tanyakan apakah yang disentuhkan tajam atau tumpul. Orang
normal bisa
membedakan sensasi tajam-tumpul. Bila tidak dapat
membedakan, teruskan tes ke arah proksimal tangan.
12 Lakukan pada kedua tangan.
13 Lanjutkan tes ke punggung kaki kanan dan kiri.
Tes Vibrasi
14 Gunakan garpu tala 128 Hz, getarkan dengan memukulkannya ke
tumit
tangan.
15 Letakkan garpu tala diatas sendi interfalanx distal jari telunjuk
pasien.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 107


Buku Panduan CSL 2 2019

16 Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan


getaran, bila
tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
17 Lakukan pada kedua tangan
18 Kemudian getarkan lagi garpu tala, letakkan di atas sendi
interfalanx distal
jempol kaki.
19 Tanyakan apa yang dirasakan pasien. Normal akan merasakan
getaran, bila
tidak teruskan tes ke sendi yang lebih proksimal.
20 Lakukan pada kedua kaki.
Tes Posisi
21 Pegang lateral palanx distal jari tengah tangan pasien dengan
jempol dan telunjuk tangan pemeriksa , jempol dan telunjuk tangan
lain memegang palanx
intermedia.
22 Gerakkan palanx distal pasien ke atas dan ke bawah sambil
diberitahu kepada
pasien bahwa ini ke atas, ini ke bawah (mata pasien terbuka)
23 Kemudian suruh pasien memejamkan mata kembali.
24 Gerakkan palanx distal sambil tanyakan ke pasien kemana palanx
tersebut
kita gerakkan. Normal bisa mengetahui kemana gerakan, bila
tidak lanjutkan ke sendi yang lebih proksimal.
25 Lakukan pada kedua tangan.
26 Lanjutkan pada jempol kedua kaki.
Tes Sensasi Diskriminasi
Stereognosis
27 Letakkan objek yang sudah dikenal oleh pasien seperti koin 500,
peniti, pensil dan korek kuping.
Taruh salah satu objek ke tangan pasien.
28 Dengan mata terpejam minta pasien merasakan objek, minta dia
menyebutkan
objek yang dirasakan.
29 Minta pasien menyebutkan dan menyebutkan bagian spesifik
(misal, bagian
angka dan bagian garuda pada koin 500; kepala dan batang
korek kuping,kepala dan ekor peniti dll)
Identifikasi Nomor

30 Dalam keadaan mata tertutup, tuliskan dengan ujung pensil yang


tumpul
sebuah angka paada telapak tangan pasien
31 Minta pasien menyebutkan angka yang dituliskan.
Diskriminasi 2 titik
32 Gunakan 2 peniti, pegang dengan rapat.
Sentuhkan kedua ujung tajam peniti pada ujung jari jari tengah
tangan pasien pada satu titik lokasi.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 108


Buku Panduan CSL 2 2019

33 Minta pasien menyebutkan apakah yang dirasakan satu atau dua


titik
sentuhan. Perlebar jarak kedua titik sentuhan sampai pasien bisa
merasakan.
Posisi
34 Sentuh pasien pada sembarang lokasi dengan telunjuk.
35 Pinta pasien membuka mata dan menunjukkan di mana lokasi
yang pemeriksa
barusan sentuh.
36 Pinta pasien memejamkan mata kembali.
37 Sentuh pasien pada dua lokasi berbeda dan berlawanan secara
bersamaan.
Misalnya pada pipi kiri dan lengan kanan.
38 Tanyakan kepada pasien di mana letak sentuhan.

PROFESSIONALISM
39 Melakukan dengan penuh percaya diri
40 Melakukan dengan kesalahan minimal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 109


Buku Panduan CSL 2 2019

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM UROGENITAL PRIA


DAN COLOK DUBUR

A. Tema
Keterampilan pemeriksaan fisik sistem urogenital pria dan pemeriksaan colok dubur

B. Tujuan
Setelah mempelajari CSL ini, diharapkan mahasiswa mampu melakukan:
 persiapan sebelum melakukan pemeriksaan fisik urogenital pria
 pemeriksaan fisik suprapubik
 pemeriksaan fisik penis
 fisik skrotum dan isinya
 pemeriksaan colok dubur
C. Alat dan Bahan
1. Handscoen
2. Manekin genitalia pria
3. Senter
4. Handscoen
5. Jelly
6. Manekin Prostat
7. Sabun cair
8. Air mengalir
9. Larutan antiseptik
10. Lap atau tissue
11. Tempat sampah medis
12. Kassa steril
13. Alat tulis

D. Skenario
Saat Anda sedang jaga di klinik Unila, datanglah pasien untuk berobat dengan anda. Pasien
pertama, laki-laki, 70 tahun, mengeluh susah BAK sejak 3 hari yang lalu. Anda lalu melakukan
pemeriksaan fisik sistem urogenita pria dan colok dubur untuk menegakkan diagnosa pada pasien
ini.
A. Dasar Teori

PEMERIKSAAN UROGENITALIA PRIA

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 110


Buku Panduan CSL 2 2019

Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan
urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang urologi memberikan manifestasi penyakit umum
(sistemik) atau tidak jarang pasien-pasien urologi kebetulan menderita penyakit lain. Adanya hipertensi
mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema tungkai satu sisi mungkin akibat obstruksi
pembuluh vena karena penekanan tumor buli-buli atau karsinoma prostat, dan ginekomasti mungkin
ada hubungannya dengan karsinoma testis. Semua keadaan di atas mengharuskan dokter untuk
memeriksa keadaan umum pasien secara menyeluruh. Pada pemeriksaan urologi harus diperhatikan
setiap organ mulai dari pemeriksaan buli-buli dan genitalia eksterna.

1. Pemeriksaan buli-buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut
bekas irisan operasi di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin merupakan tumor
ganas buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urune. Dengan palpasi dan perkusi dapat
ditentukan batas atas buli-buli.

2. Pemeriksaan genitalia eksterna


Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada
penis/uretra antara lain : mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada
meatus uretra eksterna, fimosis/parafimosis, fistel uretro kutan, dan ulkus/tumor penis. Striktura
uretra anterior yang berat menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba pada palpasi
di sebelah vebtral penis, berupa jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis. Jaringan
keras yang teraba pada korpus kavernosum penis mungkin suatu penyakit pyrone.

3. Pemeriksaan skrotum dan isinya


Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada saat diraba,
atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada kriptokosmus. Untuk membedakan
antara massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pada tempat
yang gelap dan menyinari skrotum dengan cahaya terang. Jika isi skrotum tampak
menerawang berarti cairan kistus dikatakan sebagai transluminasi positif atau diafanoskopi
positif.

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR


Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam
lubang dubur. Pemeriksaan ini menimbulkan rasa sakit dan menyebabkan kontraksi sfingter ani
sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan teelebih dahulu kepada
pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama dalam pemeriksaan
ini. Pada pemiriksaan colok dubur dinilai :
a. Tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus
b. Mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum
c. Menilai prostat.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 111


Buku Panduan CSL 2 2019

Penilaian refleks bulbokavernosus dilakukan dengan cara merasakan jepitan pada sfingter ani
pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada glans penis atau klitoris.

Gambar 1. Pemeriksaan colok dubur

Gambar 2. Posisi pemeriksaan colok dubur : a. Posisi litotomi, b. Posisi left lateral decubitus, c
& d. Posisi knee chest, e & f posisi membeungkuk

Pada wanita yang sudah berkeluarga selain pemeriksaan colok dubur, perlu juga diperiksa
colok vagina guna melihat kemungkinan adanya kelainan di dalam alat kelamin wanita, antara lain :
massa di serviks, darah di vagina, atau massa di buli-buli.
Indikasi dilakukannya colok dubur antara lain
a. Retentio urine
b. Aliran urine berkurang, nocturia, urine menetes (dribbling)
c. Pemeriksaan untuk menilai traktus gastrointestinalis (Rectal Toucher)

Pada Hipertophy prostat benigna (BPH) biasanya pembesarannya bilateral, teraba elastis seperti
karet dan permukaan mukosa rectum licin. Pada carcinoma teraba benjolan seperti batu dan bernodul-
nodul, dan pembesaran unilateral. Pada prostatitis akut kelenjar membesar dan terba lunak, tegang
dan sangat sensitif terhadap tekanan (nyeri tekan).

B. PROSEDUR
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk. Perkenalkan diri
anda, serta tanyakan keadaannya.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 112


Buku Panduan CSL 2 2019

2. Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan fisik yang akan
dilakukan, tujuan dan manfaatnya untuk pasien. Berikan jaminan pada pasien atau
keluarganya tentang kerahasian hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan. Jelaskan pada pasien
tentang hak pasien atau keluarganya misalnya tentang hak untuk menolak pemeriksaan fisik.
3. Mintalah persetujuan pasien untuk pemeriksaan fisik (inform consent)
4. Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa. Pemeriksaan dilakukan di
tempat ruangan yang tenang dan cahaya yang cukup terang. Perawat sebaiknya mendamping
dokter selama pemeriksaan. Pemeriksa berdiri di samping kanan pasien.

Pemeriksaan Supra Pubik


Inspeksi :
Normal : kosong atau volume < 150 cc → tidak teraba/terlihat
a. Lihat penonjolan yg bulat antara sympisis os pubis dan
umbilikus → buli-buli penuh
b. Benjolan tidak teratur di supra pubis --> tumor buli-buli
besar
Palpasi
a. Nyeri tekan supra pubis → sistitis
b.Tumor buli-buli, uterus, ovarium yg besar dan seminoma teraba di supra pubis
c. Urin sisa yg banyak → teraba dengan colok dubur
bimanual
Perkusi
a. Buli-buli kosong → tidak dapat diidentifikasi dgn perkusi.
b. Pekak (dullness) di supra pubis → isi buli-buli > 150 cc atau atau kista ovarium pada
wanita

5. Pemeriksaan Genitalia Eksterna Pria


A. Penis
Inspeksi :
a. Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal
b. Apakah sudah disirkumsisi atau belum. Bila belum
perhatikalah preputium
 Preputium terlalu panjang, biasa pd hipospadia → dorsal hood.
 Orificium kecil dan konstriksi ketat hingga preputium tdk dapat dapat ditarik ke
belakang melewati glans penis→ phymosis.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 113


Buku Panduan CSL 2 2019

 Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke belakang corona glandis dan tidak
segera direposisi kembali → paraphymosis

https://online.epocrates.com
c. Bila sudah disirkumsisi, perhatikan ;
 Glans penis
Periksa apakah ada Herpes progenitalis (Virus Herpes tipe 2), Radang glans penis :
balanitis
 Meatus uretra
o irritasi kronis pada meatus → Erythro-plasma of Queyrat
o Condyloma acuminata = verruca acuminata
o Urethral discharge. Cairan yang keluar dari meatus urethra : Nanah
(urethritis), darah (ruptura urethra, corpus alienum, batu, tumor urethra)
o Sulcus coronarius
Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar ( sifilis primer), tumor (ca. penis),
Condylomata acuminata

 Letak meatus uretra


Hipospadia ada 3 tipe : Anterior, middle, dan posterior
Epispadia: meatus urethra terletak di dorsum penis.
Fistel urethra  akibat peri urethritis atau trauma.
 Hypoplasia of the penis (micro penis) adalah penis yang tidak berkembang (tetap kecil)
 Curvatura penis : hypospadia penis akan bengkok kearah ventral (chordae)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 114


Buku Panduan CSL 2 2019

Palpasi :
Diraba seluruh penis mulai dari preputium,glans dan batang penis serta urethra.
o Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah preputium pada glans penis atau
sulcus caronarius.
o Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang → striktur uretra.
o Teraba batu pada fossa navicularis glandis dan peno-scrotalis

B. Skrotum & Isinya


Inspeksi
a. Normal : kanan lebih tinggi dari kiri
b. Lihat abses, fistel, udema, ganggren (skrotum tegang, kemerahan, nyeri, panas,
mengkilap, hilang rasa, basah → ganggren, ca srotum
c. Lihat pembesaran scrotum :
 Orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang, skrotum udem, merah.
 Ca testis: skrotum besar berbenjol, tak ada tanda radang & tdk nyeri.
 Hydrocele testicularis: kantong hydrocele seolah-olah mengelilingi testis sehingga
testis tidak dapat diraba.
 Hydrocele funicularis : kantong hydrocele berada di funikulus, yaitu terletak di sebelah
kranial testis.
 Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau didorong masuk ke dalam rongga abdomen
ketika berbaring.
 Varicocele: gambaran kebiruan menonjol dan berkelok-kelok sepanjang skrotum,
menghilang bila berbaring.
 Hematocele : perdarahan akibat trauma, skrotum bengkak kebiruan ada bekas trauma
 Torsi testis : testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada
testis kontralateral.
Palpasi
a. Raba jumlah testis, monorchidism / anorchidism, kriptokismus uni/bilateral.
 Testis teraba keras sekali tidak nyeri tekan → seminoma
 Hydrocele → testis tdk teraba, fluktuasi, tes transluminasi (+)
 Hernia skrotalis → teraba usus/massa dr skrotum sampai kanalis inguinalis.
 Varicocele → seperti meraba cacing dlm kantung yang berada di sebelah cranial testis
(big of worm).
 Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri. Jika dilakukan elevasi (pengangkatan)
testis, pada epididimitis akut nyeri akan berkurang, sedangkan pada torsio testis nyeri
tetap ada. (Prehn's sign).
b. Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras dalam skrotum. Tidak teraba →
agenesis vas deferens
Transluminasi
Jika isi skrotum tampak menerawang berarti cairan kistus dikatakan sebagai

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 115


Buku Panduan CSL 2 2019

transluminasi positif atau diafanoskopi positif.

7. Pemeriksaan Colok Dubur


A. Persiapan
Mintalah pasien untuk buang air kecil, bila tidak dapat, lakukan kateterisasi. Atur
posisi penderita dengan posisi lithotomi, kemudian pasang sarung tangan dan oleskan
jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant.
B. Lakukan inspeksi pada perineum dengan memisahkan kedua bokong (otot gluteus)
dengan tangan kiri. Nilailah kulit sekitar perineum seperti tanda inflamasi, sinus pilonidal,
fistula ani, prolaps rectum dan hemorrhoid. Masukkan jari telunjuk secara perlahan ke
orificium anal (perineum) dan tekan secara perlahan untuk merelaksasikan spinkter ani
eksterna.
C. Selanjutnya masukkan telunjuk sampai mencapai ampulla rectum, sambil menilai semua
bagian rectum untuk menilai adanya massa atau tekanan pada daerah rectum kemudian
pertahankan bagian ventral telunjuk menghadap ke dinding anterior rectum.
D. Doronglah telunjuk menuju jam 12, dan rasakan alur median yang memisahkan 2
kelenjar prostat, teruskan sampai mencapai bagian teratas prostat (pole atas) saat alur
median menghilang. Bila telunjuk diteruskan ke atas, maka di tiap sisi midline dapat
dicapai vesica seminalis yang dalam keadaan normal tidak teraba.
E. Nilailah permukaan prostat (halus atau bernodul), konsistensinya (kenyal, keras, halus),
bentuknya, ukurannya (normal, membesar, atrofi), sensitifitas terhadap tekanan (nyeri
atau tidak), mobilitas atau terfiksasi.
F. Lakukan pengecekan refleks bulbocavernosus untuk melihat fungsi otot detrusor dengan
meremas gland penis. Hasil positif jika ada kontraksi otot detrusor yang terasa jari
G. Setelah selesai, keluarkan jari perhatikan apakah ada lendir, darah, atau feses, dan
berilah pasien tissue untuk membersihkan dirinya.

Daftar Pustaka
a. Purnomo B, Basuki. 2007. Dasar-Dasar Urologi. FK Unibraw : CV Sagung Seto.
b. Emil A, Tanagho et all. Smith’s General Urology 16th Edition. Mc Graw-Hill, 2004
c. Degown RL and Brown DD : DeGowin’s Diagnostic Examination, 7th edition.McGraw-
Hill, 2000
d. Swartz MH : Textbook of Physical Diagnosis, Hystory and Examination, 5th
edition, Elsevier, 2006
e. https://online.epocrates.com/data_dx/reg/765/img/765-2-iline.gif

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 116


Buku Panduan CSL 2 2019

Ceklist Pemeriksaan
No Aspek Penilaian Umpan Balik
I INTERPERSONAL
1 Senyum, salam dan sapa
2 Informed consent
II PROSEDURAL
3 Persiapan alat, cuci tangan WHO, pasang handscoen
A. PEMERIKSAAN SUPRAPUBIS
4 Inspeksi
5 Palpasi
6 Perkusi
B PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA
B.1 Pemeriksaan Penis
7 Inspeksi
8 Palpasi
B.2 Pemeriksaan Skrotum dan Isinya
9 Inspeksi
10 Palpasi
11 Transluminasi
C PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
12 Mintalah pasien mengosongkan kandung kencing
13 Persiapan alat, cuci tangan, pasang handscoen
14 Posisikan pasien dalam posisi litotomi
15 Lakukan inspeksi daerah perineum dan anus, perhatikan
apakah ada tanda-tanda hemorrhoid atau penonjolan/nodul,
fistel (fisura ani) atau ada bekas operasi
16 Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant
17 Masukkan jari telunjuk ke anus, perlahan-lahan sentuhlah spinkter ani dan
mintalah pasien untuk bernapas seperti biasa, sambil menilai tonus spinkter ani
tersebut. Tangan yang satu berada di atas suprapubis dan tekanlah ke arah
vesica urinaria. (Bila vesica urinaria kosong, maka kedua ujung jari dapat bertemu
(terasa)
18 Doronglah jari telunjuk ke arah dalam anus sambil menilai ampulla dan mukosa
dinding rectum apakah dalam keadaan kosong/ada massa feses, terdapat
tumor/hemorrhoid, atau adanya batu urethra (pars prostatica).
19 Tempatkanlah jari telunjuk pada jam 12, untuk meraba kelenjar prostat pada posisi
lithothomi. (Kelenjar prostat teraba pada posisi jam 12.)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 117


Buku Panduan CSL 2 2019

20 Raba massa tersebut, dan nilai hal-hal berikut:


1) Permukaannya atau keadaan mucosa rektum pada prostate,
2) Pembesarannya : pole atas bisa/tidak teraba dan penonjolannya kedalam
rectum,
3) Konsistensi : kenyal, keras, atau lembut,
4) Simetris atau tidak,
5) Berbenjol-benjol atau tidak,
6) Terfiksir atau tidak,
7) Nyeri tekan atau tidak,
8) Adanya krepitasi (batu prostat) atau tidak
21 Lakukan pengecekan refleks bulbocavernosus untuk melihat fungsi otot detrusor
dengan meremas gland penis. Hasil positif jika ada kontraksi otot detrusor yang
terasa jari
22 Keluarkan jari tangan dengan sedikit melengkungkan ujung jari, dan periksalah
apakah ada darah, lendir dan feses pada sarung tangan
23 Melepas sarung tangan, cuci tangan
D PROSEDUR PENGAMBILAN SPESIMEN URETRA
24 Persiapan alat dan bahan
25 Buat lingkaran pada objek glass dengan spidol lalu beri label
26 Cuci tangan WHO
27 Menggunakan handschoon sebelum melakukan tindakan.
28 Pasien diminta untuk melepaskan celana yang menutupi bagian organ genitalnya
dan diminta untuk tidur terlentang.
29 Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium ke arah pangkal.
30 Dengan pinset bersihkan glans penis dengan kain kasa steril yang dibasahi air
garam fisiologis steril. Buang kain kasa bekas pakai ke dalam tempat sampah
medis.
31 Periksa terlebih dahulu ada tidaknya duh tubuh pada pasien.
32 Bila terdapat duh tubuh uretra, masukkan swab steril ke dalam orifisium uretra
eksterna sampai kedalaman 1-2 cm, putar swab 1800 searah jarum jam. Kemudian
sambil memutar, tarik keluar swab secara perlahan.
33 Oleskan duh tubuh pada swab secara melingkar ke atas kaca obyek yang sudah
disiapkan. Biarkan di atas meja hingga mengering.
34 Bila tidak tampak duh tubuh, dilakukan teknik milking dengan cara mengurut
uretra mulai dari pangkal penis ke arah muara uretra sampai keluar cairan
sekretnya. Bila masih belum terlihat, pasien dianjurkan untuk tidak kencing
sekurang-kurangnya 3 jam sebelum diperiksa.
35 Minta pasien untuk memakai celananya kembali
36 Sampel siap diperiksa.
37 Lepas handscoon, buang pada tempat sampah medis, cuci tangan WHO kembali.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 118


Buku Panduan CSL 2 2019

III PROFESIONALISME
38 Tunjukkan sikap percaya diri
39 Tunjukkan sikap menghormati pasien
40 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 119


Buku Panduan CSL 2 2019

PEMERIKSAAN FISIK GINEKOLOGI

A. Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan ginekologi

B. Tujuan
1) Mahasiswa mampu melakukan inspeksi dan palpasi genitalia eksterna wanita
2) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan spekulum yaitu inspeksi vagina dan serviks
3) Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan bimanual yaitu palpasi vagina, serviks, korpus
uteri dan ovarium
4) Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rektal wanita, palpasi
kantung douglas, uterus dan adneksa
Mahasiswa mampu melakukan (di bawah supervisi) pemeriksaan rekto-vaginal

Alat dan Bahan


 Model panggul (bisa untuk RT)
 Spekulum Graves
 Kateter logam / nelaton
 Kapas dan larutan antiseptik
 Meja Instrumen
 Ranjang periksa ginekolog
 Lampu sorot
 Sarung tangan steril (DTT)
 Apron (Celemek Plastik)
 Sabun dan Air bersih
 Handuk bersih dan kering

Gambar Speculum graves dalam berbagai ukuran

C. Skenario
Keputihan
Seorang wanita, berusia 42 tahun, datang ke praktek dokter kandungan dengan keluhan
keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dirasakan agak encer, tidak gatal dan berbau
amis. Keluhan ini sering dirasakan sejak 3 bulan belakangan. Riwayat dan siklus haid normal,
pemakaian kontrasepsi disangkal, pemakaian sabun pembersih daerah kewanitaan (sabun sirih) (+)
sejak beberapa bulan terakhir. Pasien mengeluhkan nyeri saat berhubungan dan kadang-

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 120


Buku Panduan CSL 2 2019

kadang flek-flek darah di luar siklus haid. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
ginekologi/inspekulo,bimanual, vaginal swab untuk Pemeriksaan. Mikrobiologi dan Ispeksi Visual Asetat
(IVA) serta menyarankan pasien melakukan Pap Smear.

D. Dasar teori / Rujukan


Seperti pemeriksaan fisik lainnya, maka pengamatan dilakukan sejak pasien masuk ke ruang
periksa. Keadaan umum, sikap, dan kesadaran pasien harus diamati dengan cermat. Kemudian
dilakukan pemeriksaan lainnya termasuk thorax dan abdomen. Pada kasus obgyn biasanya juga
dilakukan pemeriksaan payudara sebagai berikut :
Secara inspeksi, pada pengamatan payudara harus diperhatikan bentuknya, besarnya, simetrik
atau tidaknya, permukaan kulitnya (hiperpigmentasi atau peau d’orange), gambaran venosa, adanya
ulkus dan keadaan aerola serta papilla mama (hiperpigmentasu, retraksi). Palpasi payudara dengan
cara berikut:
Pasien berada dalam posisi duduk dan lengan ada di samping badan. Pasien diminta
mengangkat salah satu lengannya dan diamati secara visual sekali lagi. Dilakukan palpasi payudara
dengan posisi tangan pemeriksa :
a. Tangan pemeriksa menyangga payudara pada aksila (ibu jari kearah bawah), dilakukan perabaan
bagian payudara diantara ibu jari dan jari tangan yang lain kearah medial.
b. Tangan pemeriksa di antara dua payudara dan digerakkan melingkar menekan tulang iga
c. Perabaan lebih tinggi kearah aksila dan dan meraba ke bawah kea rah iga. Tangan pemeriksa
menyangga bagian bawah payudara, diraba bagian payudara di antara ibu jari dan jari yang lain.
Pada palpasi diperhatikan adanya nodul atau masa pada payudara, dan dicatat ukurannya,
konsistensinya, mudah digerakkan atau tidak, apakah ada sakit tekan atau sakit pergerakan, dan
apakah terfiksasi dengan jaringan sekitarnya.

Pemeriksaan Pelvik
Pemeriksaan pelvic biasanya menimbulkan ketegangan pada pasien. Sebelum dilakukan
pemeriksaan harus dilakukan pendekatan yang baik pada pasien, agar pasien bisa bekerja sama pada
waktu diperiksa.
Pemeriksaan pelvic dikerjakan pada pasien yang berada dalam posisi litotomi. Pasien diminta
merebahkan sepenuhnya punggungnya secara santai (agar dinding perut kendor), dan meletakkan dua
kaki pada penyangga kaki (foot-rest) secara santai (agar otot-otot daerah pelvic kendor), sedemikian
rupa sehingga perineum ada tepat ditepi meja periksa.
Pemeriksa menggunakan sarung tangan steril dengan ukuran yang sesuai. Cara memakai
sarung tangan harus mengikuti prosedur aseptik. Sebelum melakukan pemeriksaan harus dilakukan
toilet vulva dan vagina. Prosedur antiseptik ini dilakukan dengan kasa atau kapas steril yang direndam
dalam desinfektan yang tidak mengiritasi (misalnya : larutan Lysol). Kapas steril tersebut disapukan
pada vulva sampai sekitar perineum dari arah medial ke lateral atau sentral ke perifer, dan penyapuan
daerah anus harus dilakukan paling akhir.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 121


Buku Panduan CSL 2 2019

E. Prosedur

1. PEMERIKSAAN PELVIK
a. Inspeksi
1. Pengamatan dilakukan pada alat genital bagian luar (eksterna), khususnya daerah vulva,
dimulai dengan pengamatan secara keseluruhan tentang keadaan atau hygiene daerah genital
secara umum atau adanya kelainan yang mencolok.
Secara sistematik hal-hal yang diamati adalah :
1. Pertumbuhan dan pola pertumbuhan rambut pada pubes (maskulin atau feminin) dan
kelainan pada folikel rambut pubes
2. Keadaan kulit didaerah vulva (perlukaan, vesikel atau nodul, pruritus, leukoplakia, tumor)
3. Keadaan klitoris (apakah ada pembesaran klitoris atau tidak)
4. Keadaan muara urethra (infeksi, karunkula, tumor)
5. Keadaan labium majus dan minus (simetrik atau tidak, perlukaan, pembengkakan, atau
penonjolan)
6. Keadaan perineum (pembengkakan, sikatriks atau bekas episiotomi, pemendekan karena
sisa persalinan atau adanya tumor) dan komisura posterior (utuh atau sudah rupture)
7. Keadaan introitus vagina (apakah ada discharge yang mengalir dari liang vagina)

Gambar 8. Anatomi genitalia eksterna wanita

2. Inspekulo
Pemeriksaan inspekulo dilakukan dengan menggunakan speculum dan hanya dilakukan pada
pasien yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual. Ada berbagai macam speculum,
tetapi yang sering digunakan di klinik adalah speculum Graves dan speculum Sims.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 122


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 4.
Spekulum Spekulum Graves
Sims & Sims
Spekulum
Graves

Gambar 9. Spekulum Sims (kiri) dan Spekulum Graves (kanan)

Pemeriksaan dengan speculum Sims akan mendapatkan visualisasi yang lebih baik, tetapi
harus dilakukan dengan kedua tangan. Hanya satu tangan yang diperlukan untuk memegang speculum
Graves dan mempertahankan pada posisinya, sehingga tangan yang satu bisa bebas melakukan
tindakan, misalnya membersihkan rongga vagina. Penggunaan speculum Sims pada keadaan tertentu
memerlukan seorang yang membantu memegang sendok speculum.

Gambar 10. Cara Memegang Spekulum Graves


(Sumber : Bate's guide to physical examination)

Cara pemasangan spekulum Graves


1. Labium majus disibakkan ke kanan kiri dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri.
2. Tangan kanan memegang spekulum Graves yang sudah disterilkan secara miring, sedemikian
rupa sehingga daun spekulum pada posisi kiri-kanan. (Apabila akan mengambil sediaan sitologik,
maka spekulum tidak perlu dilumuri dengan lubrikan atau dibasahi dengan desinfektan)
3. Spekulum dimasukkan kedalam liang vagina secara halus dan perlahan, dalam kedudukan kedua
daun spekulum tertutup. (Perhatikan arah dari spekulum yang harus sejajar dengan sumbu
panjang vagina)
4. Setelah kira-kira 2/3 daun spekulum masuk ke vagina, pegangan spekulum diputar secara
perlahan-lahan 90 derajat hingga sendok spekulum pada posisi atas-bawah, dan secara perlahan-
lahan daun spekulum dibuka.
5. Setelah bisa memvisualisasikan serviks, maka daun spekulum dimasukkan sepenuhnya ke vagina,
sehingga daun spekulum mencapai forniks anterior dan posterior kemudian spekulum dikunci.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 123


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 11. Cara Pemasangan Spekulum Graves


(Sumber : Bate's guide to physical examination)

Cara Pemasangan Spekulum Sims


1. Tangan kiri pemeriksa menyibakkan labium majus dengan cara seperti di atas dan tangan kanan
memegang daun spekulum yang bawah.
2. Daun spekulum yang bawah dimasukkan ke vagina secara perlahan-lahan dalam posisi miring.
3. Setelah daun spekulum mencapai 2/3 panjang vagina, daun spekulum diputar 90 derajat ke
bawah dan daun spekulum dimasukkan sepenuhnya hingga mencapai forniks posterior.
4. Selanjutnya, tangan kiri pemeriksa memegang daun spekulum bawah yang sudah terpasang,
sedangkan tangan kanan memegang daun spekulum atas.
5. Daun spekulum atas dimasukkan ke vagina secara mendatar, hingga mencapai forniks anterior.
Jika akan melakukan tindakan, maka pembantu diminta memegang daun spekulum atas dan
tangan kiri pemeriksa memegang daun spekulum bawah.

Pemasangan speculum sudah dianggap benar jika serviks uteri terlihat dengan jelas. Apabila
visualisasi serviks uteri dan fornices vagina terhalang oleh akumulasi discharge, maka vagina
dibersihkan dengan larutan desinfektan atau salin. Sebelumnya discharge harus diamati lebih jelas dan
dicatat perihal banyaknya, jenis atau konsistensinya, warna dan berbau atau tidak. Sesudah berhasil
tampak dengan jelas, serviks uteri dinilai secara cermat warna mukosanya (hipermis, anemis, livid) dan
adanya kelainan seperti erosi, ektropion, laserasi, sikatriks, granulasi, teleangiektasi, pertumbuhan
polips serta tumor.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 124


Buku Panduan CSL 2 2019

Spekulum ditarik dan dilepas dengan perlahan-lahan sambil mengamati dinding vagina.
Keadaan vagina diamati dengan seksama, dan dicat warnanya, adanya ptekie, varises, granulasi,
ulserasi, perlukaan, fistula, penonjolan akibat kendornya dinding vagina (kistokel, rektokel) dan adanya
tumor.

3. Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan bimanual (vaginal toucher, colok vagina) dikerjakan dengan cara:
1. Mengoles telunjuk dan jari tengah yang akan digunakan untuk memeriksa dengan lubrikan
atau desinfektan
2. Memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke vagina (Tangan pemeriksa masuk
ke vagina sesuai dengan aksis vagina dan dikerjakan secara perlahan-lahan dan sehalus
mungkin)
3. Telapak tangan kiri berada di daerah suprapubik
4. Tangan yang ada di abdomen dimanfaatkan sepenuhnya untuk mengarahkan organ mana
yang diperiksa. (Posisi tangan kanan dan kiri pemeriksa ini bisa terbalik tergantung kebiasaan
pemeriksa)
5. Perabaan dilakukan mulai dari vagina hingga fornises, serviks uteri, uterus, adneksa atau
parametrium, dan keseluruhan rongga panggul.
6. Sesudah tangan pemeriksa ditarik dari vagina dilakukan perabaan pada daerah luar genital
(vulva dan sekitarnya).
7. Pemeriksaan harus dilakukan secara siatematik, untuk itu perabaan harus urut dan tidak boleh
ada yang terlewatkan.
Hal-hal yang harus dicatat dan diperhatikan pada pemeriksaan bimanual antara lain:
Vagina
 Ada tidaknya kelainan di daerah introitus Vagina (Kista/ Abses Bartholini)
 Ketegangan (kuatnya) dinding vagina
 Ada tidaknya sistokel atau rektokel
 Permukaan dan keadaan rugae (ulkus, tumor, fistula)
 Penonjolan fornix & cavum Douglasi
 Ada tidaknya kelainan kongenital ( atresia, stenosis, septum)

Gambar 12. Pemeriksaan Bimanual


(Sumber : Bate's guide to physical examination)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 125


Buku Panduan CSL 2 2019

Serviks Uteri
 Permukaan (sikatriks, ulkus, tumor)
 Besar dan bentuk serviks uteri
 Konsistensi (kenyal, lunak, keras, tanda Hegar)
 Kanalis servikalis terbuka atau tertutup
 Mudah digerakkan (mobile) atau sukar digerakkansakit pada pergerakan (arah pergerakan,
slinger pain)
Uterus
 Bentuk uterus
 Ukuran atau dimensi uterus
 Posisi dan kedudukan uterus (anteversi, retroversi, antefleksi, tetrtifleksi, sinistro,
dekstroposisi)
 Konsistensi (kenyal, padat)
 Permukaan uterus (rata, berbenjol-benjol)
 Mobilitas uterus
 Ada tidaknya pertumbuhan tumor (bentuk, ukuran, konsistensi)
 Ada tidaknya kelainan bawaan
Parametrium
 Strutur adneksa ( tuba, ovarium)
 Ruang di parametrium (longgar, memendek)
 Ada tidaknya sakit pada perabaan
 Teraba masa tumor atau tidak (lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi, mobilitas, hubungan
dengan alat sekitarnya)/
 Adanya infiltrasi keganasan
Seperti halnya pemeriksaan inspekulo, pemeriksaan bimanual hanya boleh dilakukan pada
wanita yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan seksual. Perabaan uterus sulit dilakukan
pada kasus:
 Uterus retroversio fleksio, perabaan uterus agak sulit oleh karena pencekapan uterus tak dapat
berlangsung secara baik.
 Pasien obese, evaluasi uterus secara palpasi sulit dilakukan.
 Vesika urinaria yang terlampau penuh.

Perabaan adneksa dan parametrium:


 Pemeriksaan adneksa dan parametrium baru dapat dilakukan bila palpasi uterus sudah dapat
dilakukan dengan baik.
 Dalam keadaan normal, tuba falopii dan ovarium tak dapat diraba.
 Tuba falopii dan ovarium hanya dapat diraba dari luar pada pasien kurus atau pada tumor
ovarium / kelainan tuba ( hidrosalphynx) yang cukup besar.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 126


Buku Panduan CSL 2 2019

4. Pemeriksaan Lain dan Tambahan

Pemeriksaan rektal (rectal toucher) pada wanita


Pemeriksaan lain yang dikerjakan pada pemeriksaan ginekologi seperti pemeriksaan rektal dan
rektovaginal. Pada wanita yang belum menikah atau belum melakukan hubungan seksual, maka
pemeriksaan bimanual tidak dilakukan melaui vagina melainkan secara rektal (rectal toucher). Rectal
toucher , dikerjakan pada :
 Virgin
 Pasien yang mengaku “belum pernah bersetubuh”
 Kelainan bawaan (atresia himenalis atau atresia vaginalis)
 Hymen rigidus dan vaginismus
 Wanita diatas usia 50 tahun
Pemeriksaan RT pada wanita bisa dilakukan untuk menilai keadaan himen seseorang untuk
mengetahui apakah seorang wanita memang masih virgin atau tidak. Pada pemeriksaan RT wanita,
posisi yang dianjurkan adalah berbaring miring atau posisi Sim’s dan posisi litotomi. Caranya: jari
telunjuk dimasukkan ke dalam rektal, tangan luar diletakkan di atas sympisis. Pada pemeriksaan RT
wanita ini dilakukan untu menilai sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid, uterus, dan himen.
Palpasi serviks uterus melalui dinding rektal anterior. Normalnya, teraba licin, melingkar, tegas, dan
dapat digerakkan.

Gambar 13. Pemeriksaan rektal wanita

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 127


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 14. Tipe-tipe Himen (Selaput Dara)

Recto vaginal toucher :


Pemeriksaan rektovaginal dilakukan untuk menilai septum rektovaginal dan dilakukan
pada wanita yang sudah menikah.
Prosedur pemeriksaan rektovaginal yaitu:
 Masukkan secara perlahan jari tengah ke dalam rektum dan jari telunjuk ke dalam vagina,
minta pasien untuk menarik nafas dalam untuk merelaksasikan otot anus
 Nilai septum rektovagina, permukaan posterior uterus, adanya massa dan nyeri pada daerah
permukaan uterus dan rektum
 Keluarkan jari secara perlahan-lahan

Gambar 15. Pemeriksaan rektovaginal

Pemeriksaan rectovaginal dikerjakan untuk menilai keadaan septum rectovaginalis.


Penebalan dinding vagina dan infiltrasi karsiona rektum lebih mudah ditentukan dengan pemeriksaan
rectovaginal. Pada pemeriksaan ini, kita dapat memilih posisi pasien sbb:
a. Left lateral prone position Letak miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal
dan rektum. Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan peritoneum.
b. Litothomy position
Posisi litotomi biasanya dilakukan pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan pemeriksaan
anus secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostate dan vesika seminalis karena

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 128


Buku Panduan CSL 2 2019

memudahkan akses pada cavum peritoneal.


c. Knee-chest position
Posisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan bagi pasien.
d. Standing elbow-knee position
Posisi ini jarang digunakan.

Pemeriksaan tambahan yang kadang dilakukan beserta pemeriksaan ginekologik, antara lain
adalah :
 Pap’s smear (usapan Papanicolau)
 IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk deteksi dini keganasan serviks
 Uji Fern (uji daun pakis) untuk deteksi ovulasi
 Uji schiller untuk keganasan serviks dan vagina
 Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologik/ Vaginal Swab
 Sondase rongga rahim
 Perasat Acosta-Scizon
 Pungsi Douglas (Kuldosenstesis)
 Biopsi (vagina, serviks, endometrium)
 Kolposkopi
 Histeroskopi
Daftar Pustaka

Anonim. 2008 : Buku Panduan Peserta Pelatihan Klinik : Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial,
Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru lahir. Jaringan
Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). Depkes RI. Indonesia
Anonim. 2005. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2004/2005. Laboratorim Keterampilan Medik.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
F. Gary Cunningham. Et al. 2001. Williams Obstetrics, 21st edition. McGraw-Hill Professional.
Jonathan S. Berek .2002. Novak’s Gynecology, 13th edition. Lippincott Williams & Wilikns.
Mansjoer, Arif. Et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Moerdijat, Tonny S. dr. Sp.OG. et al. 2008. Menggulirkan Sistem Terbuka Pencegahan Kanker Serviks
di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan I Himpunan Obstetri & Ginekologi
Sosial Indonesia. Malang, April 2008. Didownload dari :
http://www.rotaryd3400.org/campur/Pencegahan%20Kanker%20Serviks%20di%20Indonesia.p
df
Szilagy, PG. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Wilopo, S. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim. Center for Reproductive Health,
Department of Public Health, Faculty of Medicince Gadjah Mada University. Didownload dari :
http://chnrl.net/mkia-kr/files/CaCervic-texfinal.pdf

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 129


Buku Panduan CSL 2 2019

Check List Penilaian Keterampilan Pemeriksaan Ginekologi

No Prosedur/langkah klinik yang dinilai Umpan Balik

I Item Interaksi Dokter Pasien


1 Senyum, Salam, Sapa
2 Ajak Bicara/ Anamnesis kasus ginekologik (simulasi)
3 Informed Consent (Meminta persetujuan lisan)
II I Item Prosedural
PEMERIKSAAN PELVIK
4 Inspeksi
INSPEKULO
5 Periksa alat dan bahan yang diperlukan
6 Siapkan lampu periksa, menyalakan dan mengarahkannya
Siapkan model/Persilakan pasien tenang dalam posisi
7
litotomi
Betulkan posisi ginekologi pasien/model (perineum tepat
8
ditepi meja)
Simulasi mencuci kedua tangan dengan desinfektan,
9
termasuk melepas cincin, jam dsb.
10 Gunakan sarung tangan dengan cara aseptic
Lakukan simulasi toilet vulva dan sekitarnya secara lege
11
artis
12 Pasang duk steril
13 Lakukan simulasi kateterisasi
14 Inspeksi daerah mons pubis, labium majus, vulva
15 Pilih spekulum dan atur sekrupnya
16 Oles spekulum dengan lubrikan atau desinfektan
17 Singkap labia majora dengan tangan dan arah yang benar
Pasang spekulum dgn tangan kanan dengan cara dan arah
18
yang benar
19 Tampilkan serviks uteri dengan membuka spekulum
20 Kunci kedudukan speKulum
Lakukan simulasi membersihkan rongga vagina dengan
21
desinfektan
22 Periksa serviks uteri dan orifisium uteri eksternum
Amati dinding vagina dengan memutar spekulum 90° ke
23
kiri dan ke kanan
PEMERIKSAAN BIMANUAL
24 Simulasi mengusap tangan dengan lubrikan/ desinfektan
25 Berdiri, mengambil sikap tangan kanan di vulva & tangan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 130


Buku Panduan CSL 2 2019

kiri di suprapubik
Lakukan colok dengan cara penetrasi dan arah yang
26
sesuai
Nilai dinding vagina, fornises, serviks (tidak ada nyeri
goyang pada serviks), keadaan uterus (ukuran), adneksa
27
dan parametrium (tidak teraba tumor dan parametrium
tidak kaku/keras)
PEMERIKSAAN REKTAL WANITA
Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim’s) atau
28
litotomi, dengan sudah membuka celana dalam
Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan
29
lubricant
Masukkan jari telunjuk ke dalam rektal, tangan luar
30
diletakkan di atas sympisis
Nilailah sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid,
31
uterus, dan himen
Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan, lihat
32
di sarung tangan apakah ada darah, feses, lendir dll
PEMERIKSAAN REKTOVAGINAL
Posisikan pasien dalam posisi berbaring miring (sim’s) atau
33
litotomi, dengan sudah membuka celana dalam
34 Lakukan tindakan asepsis pada vulva
Oleskan jari tengah yang bersarung tangan dengan
35
lubricant
Buka labia mayor, masukkan secara perlahan jari tengah
ke dalam rektum dan jari telunjuk ke dalam vagina, minta
36
pasien untuk menarik nafas dalam untuk merelaksasikan
otot anus
Nilai septum rektovagina, permukaan posterior uterus,
37 adanya massa dan nyeri pada daerah permukaan uterus
dan rektum
38 Setelah selesai keluarkan jari secara perlahan-lahan
III. Item Penalaran Klinis
Laporkan keadaan serviks uteri (setelah menampilkan
39
serviks uteri pada pemeriksan inspekulo)
40 Laporkan penilaian keseluruhan dinding panggul
Laporkan hasil pemeriksaan IVA (positif/negatif) dan
41
interpretasi klinisnya
42 Laporkan hasil pemeriksaan rektal wanita
43 Laporkan hasil pemeriksaan rektovaginal

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 131


Buku Panduan CSL 2 2019

IV. Item Profesionalisme


44 Percaya diri
45 Bersihkan alat-alat dan menyimpannya

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 132


Buku Panduan CSL 2 2019

PEMERIKSAAN FISIK SADARI

A. Tema

- Pemeriksaan Fisik Payudara


- Keterampilan melatih pemeriksaan payudara sendiri (SADARI)

B. Tujuan
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik payudara : inspeksi, palpasi, dan pemeriksaan
ketiak
 Mahasiswa mampu melatih pemeriksaan SADARI

C. Alat dan Bahan


 Manekin wanita utuh (payudara)
 Selimut
 Alkohol gliserin spray
 Cermin dinding

D. Skenario
Nn. Sadariana berusia 41 tahun, datang ke praktek Anda dengan keluhan benjolan di
payudara kanan sebesar kelereng. Dari anamnesis didapatkan bahwa kakak kandungnya 1 tahun yang
lalu meninggal dunia karena penyakit kanker payudara. Setelah melakukan anamnesis secara lengkap,
Anda lalu meminta ijin untuk melakukan pemeriksaan fisik payudara dan merencakan untuk
memperagakan serta melatih cara pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).

E. Dasar Teori
Anatomi Payudara (Mammae)
Payudara merupakan kelenjar aksesoris kulit yang terletak pada iga dua sampai iga enam, dari
pinggir lateral sternum sampai linea aksilaris media. Kelenjar ini dimiliki oleh pria dan wanita. Namun,
pada masa pubertas, payudara wanita lambat laun akan membesar hingga membentuk setengah
lingkaran, sedangkan pada pria tidak. Pembesaran ini terutama terjadi akibat penimbunan lemak dan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 133


Buku Panduan CSL 2 2019

dipengaruhi oleh hormon-hormon ovarium.


Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan, yaitu jaringan glandular (kelenjar) dan
jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar meliputi kelenjar susu (lobus) dan salurannya (ductus).
Sedangkan jaringan penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan ikat. Selain itu, payudara juga
memiliki aliran limfe. Aliran limfe payudara sering dikaitkan dengan timbulnya kanker maupun
penyebaran (metastase) kanker payudara.
Setiap payudara terdiri atas 15-20 lobus yang tersusun radier dan berpusat pada papilla
mamma. Saluran utama tiap lobus memiliki ampulla yang membesar tepat sebelum ujungnya yang
bermuara ke papilla. Tiap papilla dikelilingi oleh daerah kulit yang berwarna lebih gelap yang disebut
areola mammae. Pada areola mammae, terdapat tonjolan-tonjolan halus yang merupakan tonjolan dari
kelenjar areola di bawahnya.

Gambar 1. Anatomi Payudara

Pemeriksaan Fisik Payudara


Pemeriksaan fisik payudara dan ketiak merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada
daerah torakal yang terletak secara bilateral pada dinding anterior diantara spasium interkostalis kedua
sampai keenam atau ketujuh yang mengandung jaringan glandula labulus, jaringan fibrosa stroma, dan
jaringan adiposa dengan cara di inspeksi dan di palpasi. Jika dilakukan perabaan pada payudara, akan
terasa perbedaan di tempat yang berlainan. Pada bagian lateral atas (dekat aksila), cenderung terasa
bergumpal-gumpal besar. Pada bagian bawah, akan terasa seperti pasir atau kerikil. Sedangkan
bagian di bawah puting susu, akan terasa seperti kumpulan biji yang besar. Namun, perabaan ini dapat
berbeda pada orang yang berbeda.
Untuk mempermudah menyatakan letak suatu kelainan, payudara dibagi menjadi lima regio,
yaitu:
a. Kuadran atas bagian medial (inner upper quadrant)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 134


Buku Panduan CSL 2 2019

b. Kuadran atas bagian lateral (outer upper quadrant)


c. Kuadran bawah bagian medial (inner lower quadrant)
d. Kuadran bawah bagian lateral (outer lower quadrant)
e. Regio puting susu (nipple)
Ekor aksillar (the axillary tail) dari jaringan payudara terletak sampai lipatan aksilla anterior. Alternatif
lainnya, temuan dapat dilokasikan berpedoman dengan arah jarum jam (misalnya arah jam 3), dan
jaraknya dinyatakan dalam satuan sentimeter dari puting susu.

Gambar 2.Topografi Payudara

Teknik pemeriksaan fisik payudara meliputi inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan payudara
sebaiknya dilakukan pada ruangan yang tertutup, sehingga dapat menjamin kerahasiaan pasien,
dengan didampingi oleh perawat wanita. Inspeksi menyeluruh pada payudara dilihat dari empat sudut
pandang yaitu :
1) Lengan pada posisinya (arms at sides)
 Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit, atau adanya
pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit jeruk (peau d’ orange).
 Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran payudara, dan ukuran areola
mammae, biasa ditemukan, dan normal.
 Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa, lekukan ke dalam
(dimpling), atau pendataran (flattening).
 Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat muda, coklat kehitaman),
ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke bawah permukaan areola), arah keluarnya
puting susu, ada tidaknya rash, ulserasi, atau ada tidaknya keluar sekret (discharge).

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 135


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 3. Inspeksi Payudara arms at sides

2) Lengan yang diangkat ke atas (arms over head)


- Perhatikan ada tidaknya pelekukan ke dalam (dimpling), atau penonjolan pada daerah
aksila yang tidak terlihat pada posisi arms at side, mintalah pasien untuk mengangkat kedua
lengannya ke atas (arms over head).

Gambar 4. Inspeksi Payudara arms over head

3) Tangan menekan melawan pinggul (hands pressed against hips)


 Mintalah pasien menekankan tangan pada pinggulnya (hands pressed against hips), dan
amatilah kontour payudara dengan seksama.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 136


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 5. Inspeksi Payudara hands pressed against hips


4) Bersandar ke depan pada kursi (leaning forward)
 Merupakan posisi yang dianjurkan, bila ukuran payudara sangat besar, atau berbentuk
pendulum.
 Mintalah pasien bersandar ke depan (leaning forward), dengan disangga oleh bagian
belakang kursi, sehingga payudara tergantung bebas dari dinding dada.

Gambar 6. Inspeksi Payudara leaning forward

Palpasi payudara dilakukan secara menyeluruh, meliputi area segi empat yang membentang
mulai dari klavikula sampai lipatan inframammary (bra line), dari linea midsternalis sampai linea
aksilaris posterior, serta daerah ekor dari payudara (tail of breast), dan ketiak (aksila). Pemeriksaan
palpasi payudara dapat memakan waktu 5-10 menit untuk masing-masing payudara. Ketika melakukan
palpasi payudara, gunakan bagian volar distal dari jari kedua, tiga dan empat pemeriksa. Palpasi
dilakukan secara sistematik, dan menyeluruh, terutama pada daerah lateral atas dan subareola, yang
merupakan tempat tersering ditemukannya lesi. Palpasi dimulai dari payudara yang sehat terlebih
dahulu.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 137


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 7. Titik dan Garis Pedoman Palpasi dan Jari yang Digunakan Untuk Palpasi Payudara

Terdapat 3 pola pemeriksaan palpasi payudara yaitu :


 Pola vertikal (vertical strip pattern).
 Pola melingkar (sirkular / konsentris).
 Pola seperti jari-jari roda (radier pattern), dengan puting susu sebagai pusatnya.
Palpasi dilakukan dengan melakukan penekanan ringan, medium, sampai dalam, atau
melakukan putaran yang kecil dan konsentris pada setiap titik pemeriksaan. Terkadang diperlukan
penekanan yang lebih kuat agar dapat mencapai jaringan yang jauh lebih dalam pada payudara yang
besar. Pemeriksaan palpasi haruslah meliputi keseluruhan payudara, termasuk bagian perifer, ekor
(tail), maupun aksila.

Gambar 8. Palpasi Payudara vertical strip pattern

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 138


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 9. Palpasi Payudara radier pattern

Gambar 10. Palpasi Payudara circular pattern

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan palpasi payudara:


a) Konsistensi jaringan.
 Konsistensi payudara bervariasi tergantung pada struktur jaringan kelenjar dan lemak (soft fat).
 Payudara normal berkonsistensi kenyal.
 Payudara yang berukuran besar, konsistensi akan terasa lebih lunak, sebaliknya pada
payudara yang kecil, konsistensinya umumnya lebih kenyal.
b) Pelembekan
c) Nodul.
 Palpasi secara hati-hati terhadap adanya benjolan ataupun massa yang secara kualitatif
berbeda, atau lebih besar daripada jaringan payudara, dan tidak ditemukan pada palpasi
payudara yang normal.
 Adanya massa atau nodul, merupakan pertanda adanya perubahan patologik yang
memerlukan pemeriksaan lanjutan, seperti mammogram, aspirasi, ataupun biopsi.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 139


Buku Panduan CSL 2 2019

 Bila menemukan massa atau nodul saat mempalpasi payudara, lakukanlah penilaian, dan
deskripsikan karakteristik dari nodul tersebut.
 Deskripsi karakteristik nodul :
1. Lokasi : dapat dengan sistem kuadran atau arah jarum jam, atau dinyatakan dalam satuan
jarak (dalam sentimeter) dari puting susu.
2. Ukuran : dalam milimeter.
3. Bentuk : melingkar, atau kistik, seperti cakram, atau ireguler bentuknya.
4. Konsistensi : kenyal, lunak, atau keras
5. Batas : berbatas tegas, atau tidak
6. Permukaan : licin/ rata atau berbenjol-benjol.
7. Mobilitas : dengan hubungannya terhadap kulit, fasia pektoralis, dan dinding dada. Gerakkan
secara lembut massa, dan nilai apakah massa dapat digerakkan (mobile) atau tidak dapat
digerakkan atau terfiksir
8. Nyeri tekan, dan permukaan kulit payudara yang teraba hangat pada palpasi, menandakan
adanya proses inflamasi, atau infeksi pada payudara (mastitis).
9. Fluktuasi. Lakukan palpasi pada nodul yang dicurigai sebagai abses, dengan menggunakan
jari telunjuk dan jari tengah kanan pemeriksa. Bila terdapat abses, akan terasa adanya
fluktuasi.

Pemeriksaan area terakhir untuk palpasi payudara adalah pemeriksaan areola dan puting
susu. Palpasi daerah areola dan puting susu, dilakukan dengan menggunakan bagian volar sebelah
distal ibu jari dan jari telunjuk pemeriksa. Palpasi dilakukan pada masing-masing daerah areola dan
puting susu, dan catatlah bagaimana elastisitasnya. Perhatikan ada tidaknya cairan (discharge) yang
keluar saat puting susu sedikit ditekan, catatlah warna, bau, dan kekentalan dari cairan tersebut.
Discharge dapat berupa air susu, nanah, atau darah. Discharge berupa darah merupakan suatu
pertanda adanya proses keganasan pada payudara. Perhatikan ada tidaknya retraksi puting susu,
yang merupakan salah satu pertanda adanya pertumbuhan massa di belakang puting susu. Bila puting
terlihat retraksi, palpasilah di sekitar jaringan, dan di belakang puting susu.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 140


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 11. Palpasi Payudara Areola dan puting susu

Pemeriksaan payudara biasanya juga dibarengi dengan pemeriksaan aksila (ketiak).


Pemeriksaan ketiak dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Daerah aksila biasanya diperiksa dalam
posisi berbaring, alternatif lain adalah posisi duduk.
a) Inspeksi.
Amatilah daerah aksilla dengan seksama, untuk melihat ada tidaknya rash, infeksi, adanya
pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan kelenjar getah bening.
b) Palpasi
 Untuk mempalpasi daerah aksila (contoh sebelah kiri), mintalah pasien untuk rileks, kemudian
lengan kiri diabduksikan, dengan posisi tangan ke arah bawah. Pemeriksa menyangga
pergelangan tangan kiri pasien dengan tangan kiri pemeriksa.
 Gunakanlah jari-jari pada tangan kanan pemeriksa, untuk menekan ke dalam dan ke atas
hingga, mencapai puncak aksila setinggi yang dapat dicapai.
 Jari-jari pemeriksa haruslah berada disebelah otot pektoralis. Selanjutnya, tekanlah jari-jari ke
dinding dada dan arahkan ke bawah, untuk dapat meraba kelenjar getah bening pada dinding
dada.
 Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta konsistensi serta ukurannya.

Gambar 12. Pemeriksaan Aksila

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 141


Buku Panduan CSL 2 2019

Pemeriksaan Payudara Laki-Laki


 Pemeriksaan payudara pada laki-laki jarang dilakukan, tetapi kadang menjadi begitu penting.
 Inspeksi dilakukan terutama pada daerah puting susu dan areola untuk melihat nodul,
pembengkakan, atau ulserasi.
 Lakukan juga palpasi pada daerah areola dan jaringan payudara, untuk menemukan ada
tidaknya nodul.
 Jika payudara pria tampak membesar, harus dapat dibedakan antara pembesaran jaringan
lemak (soft fatty enlargement) pada obesitas, dengan pembesaran kelenjar, yang disebut
dengan ginekomastia.

Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri


SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) adalah pemeriksaan/ perabaan sendiri untuk
menemukan timbulnya benjolan abnormal pada payudara, yang dilakukan sebagai deteksi dini kanker
payudara. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang sangat mudah dilakukan oleh setiap wanita untuk
mencari benjolan atau kelainan lainnya.
Tujuan dilakukannya skrining kanker payudara adalah untuk deteksi dini. Wanita yang
melakukan SADARI menunjukan tumor yang kecil dan masih pada stadium awal, hal ini memberikan
prognosis yang baik. SADARI hanya untuk mendeteksi dini adanya ketidak normalan pada payudara,
tidak untuk mencegah kanker payudara. Sebagian wanita berfikir untuk apa melakukan SADARI,
apalagi yang masih berusia dibawah 30 tahun, kebanyakan berangapan bahwa kasus kanker payudara
jarang ditemukan pada usia dibawah 30 tahun. Dengan melakukan SADARI sejak dini akan membantu
deteksi kanker payudara pada stadium dini sehingga kesempatan untuk sembuh lebih besar.
Mayo Fundation for Medical Education and Research (2005) mengemukakan bahwa beberapa
penelitian memang menunjukan SADARI tidak menurunkan angka kematian akibat kanker payudara,
namun kombinasi antara SADARI dan mamografi masih dibutuhkan untuk menurunkan resiko kematian
akibat kanker payudara. Keunggulan SADARI adalah dapat menemukan tumor/benjolan payudara
pada saat stadium awal, penemuan awal benjolan dipakai sebagai rujukan melakukan mamografi untuk
mendeteksi interval kanker, mendeteksi benjolan yang tidak terlihat saat melakukan mamografi dan
menurunkan kematian akibat kanker payudara.
SADARI dianjurkan dilakukan secara intensif pada wanita mulai usia 20 tahun, segera ketika
mulai pertumbuhan payudara sebagai gejala pubertas. Pada wanita muda, agak sedikit sulit karena

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 142


Buku Panduan CSL 2 2019

payudara mereka masih berserabut (fibrous), sehingga dianjurkan sebaiknya mulai melakukan.
SADARI pada usia 20 tahun karena pada umumnya pada usia tersebut jaringan payudara sudah
terbentuk sempurna. Wanita sebaiknya melakukan SADARI sekali dalam satu bulan. Jika wanita
menjadi familiar terhadap payudaranya dengan melakukan SADARI secara rutin maka dia akan lebih
mudah mendeteksi keabnormalan pada payudaranya sejak awal atau mengetahui bahwa penemuanya
adalah normal atau tidak berubah selama bertahun - tahun. Wanita yang belum menopouse sebaiknya
melakukan SADARI setelah menstruasi sebab perubahan hormonal meningkatkan kelembutan dan
pembengkakan pada payudara sebelum menstruasi. SADARI sebaiknya dilakukan sekitar satu minggu
setelah menstruasi. Satelah menopouse SADARI sebaiknya dilakukan pada tanggal yang sama setiap
bulan sehingga aktifitas rutin dalam kehidupan wanita tersebut.
SADARI dilakukan dengan posisi tegak menghadap kaca dan berbaring, dilakukan
pengamatan dan perabaan payudara secara sistematis. Menurut Depkes RI (2009), cara melakukan
pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dapat dilakukan dengan cara:
1) Melihat perubahan payudara di hadapan cermin (Gambar 13).

Gambar 13. SADARI dengan Melihat Payudara


a. Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau tidak).
b. Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu, serta kulit
payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi kedua lengan lurus
ke bawah disamping badan.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 143


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 14. SADARI dengan Mengangkat Kedua Tangan


c. Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud untuk
melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia dibawahnya
(Gambar 14).

Gambar 15. SADARI dengan Tangan di Samping

d. Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri. Miringkan
badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.

Gambar 16. SADARI dengan Berkacak Pinggang


e. Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau tangan menekan
pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla (Gambar 16).

2) Memeriksa Perubahan Bentuk Payudara Dengan Posisi Berbaring (Gambar 17).

Gambar 17. SADARI dengan Posisi Berbaring

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 144


Buku Panduan CSL 2 2019

a. Dimulai dari payudara kanan


b. Baring menghadap ke kiri dengan membengkokkan kedua lutut dengan meletakkan
bantal atau handuk mandi yang telah dilipat di bawah bahu sebelah kanan untuk
menaikkan bagian yang akan diperiksa.
c. Kemudian letakkan tangan kanan di bawah kepala.
d. Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan.
e. Gunakan telapak jari-jari untuk memeriksa sembarang benjolan atau penebalan.

3) Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran (Gambar 18).

Gambar 18. SADARI dengan Vertical Strip

a. Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka di bagian atas ke
batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua payudara ke garis tengah bagian
ketiak.
b. Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar dan tekan kuat
untuk merasakan benjolan.
c. Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan putaran ringan
dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah payudara, bergerak kurang lebih 2 cm
kekiri dan terus ke arah atas menuju tulang selangka dengan memutar dan menekan
payudara.
d. Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh bagian yang
ditunjuk.

4) Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran (Gambar 19).

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 145


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 19. SADARI secara Pemutaran

a. Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar.


b. Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar biasa.
c. Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting payudara.
d. Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan tekanan kuat.
Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae.

5) Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara (Gambar 20).

Gambar 20. SADARI dengan Memeriksa Puting Susu

Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya cairan abnormal
dari puting payudara.

6) Memeriksa Ketiak (Gambar 21).

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 146


Buku Panduan CSL 2 2019

Gambar 21. SADARI dengan Memeriksa Ketiak

Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti, apakah teraba
benjolan abnormal atau tidak.

Contoh Langkah SADARI lainnya

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 147


Buku Panduan CSL 2 2019

G.Prosedur
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk. Perkenalkan diri
anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan fisik yang akan
dilakukan, tujuan dan manfaatnya untuk pasien. Berikan jaminan pada pasien atau
keluarganya tentang kerahasian hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan. Jelaskan pada
pasien tentang hak pasien atau keluarganya misalnya tentang hak untuk menolak
pemeriksaan fisik.
3. Mintalah persetujuan pasien untuk pemeriksaan fisik (inform consent)
4. Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa. Pemeriksaan dilakukan di
tempat ruangan yang tertutup, tenang dan cahaya yang cukup terang serta ditemani oleh
seorang perawat wanita.
5. Pemeriksaan Fisik Payudara
A. Inspeksi
1) Inspeksi dilakukan pada 4 posisi lengan di samping (arms at sides), lengan diangkat
ke atas (arms over head), tangan menekan melawan pinggul (hands

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 148


Buku Panduan CSL 2 2019

pressed againt hips), dan bersandar ke depan pada kursi (leaning forward).
2) Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit, atau adanya
pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit jeruk (peau d’ orange).
3) Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran payudara, dan ukuran
areola mammae, biasa ditemukan, dan normal.
4) Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa, lekukan ke dalam
(dimpling), atau pendataran (flattening).
5) Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat muda, coklat
kehitaman), ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke bawah permukaan areola),
arah keluarnya puting susu, ada tidaknya rash, ulserasi, atau ada tidaknya keluar
sekret (discharge)
B. Palpasi
1) Palpasi dilakukan dengan menggunakan bagian volar distal dari jari kedua, tiga dan
empat pemeriksa.
2) Palpasi dilakukan secara menyeluruh, meliputi area segi empat yang membentang
mulai dari klavikula sampai lipatan inframammary (bra line), dari linea midsternalis
sampai linea aksilaris posterior, serta daerah ekor dari payudara (tail of breast), dan
ketiak (aksila).
3) Lakukanlah palpasi secara sistematik, dan menyeluruh, terutama pada daerah lateral
atas dan subareola, yang merupakan tempat tersering ditemukannya lesi.
4) Palpasi dimulai dari payudara yang sehat terlebih dahulu.
5) Palpasi dilakukan dengan 3 pola yaitu pola vertikal (vertical strip pattern), pola
melingkar (sirkular / konsentris) dan pola seperti jari-jari roda (radier pattern) dengan
puting susu sebagai pusatnya, serta palpasi areola dan puting susu
6) Lakukan palpasi dengan melakukan penekanan ringan, medium, sampai dalam, atau
melakukan putaran yang kecil dan konsentris pada setiap titik pemeriksaan.
7) Terkadang diperlukan penekanan yang lebih kuat agar dapat mencapai jaringan yang
jauh lebih dalam pada payudara yang besar.
6. Pemeriksaan Aksila
a) Inspeksi
Melihat ada tidaknya rash, infeksi, adanya pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 149


Buku Panduan CSL 2 2019

kelenjar getah bening


b) Palpasi
 Untuk memeriksa aksila kiri : lengan kiri diabduksikan, dengan posisi tangan ke
arah bawah. Pemeriksa menyangga pergelangan tangan kiri pasien dengan
tangan kiri pemeriksa.
 Gunakanlah jari-jari pada tangan kanan pemeriksa, untuk menekan ke dalam dan
ke atas hingga, mencapai puncak aksila setinggi yang dapat dicapai.
 Jari-jari pemeriksa haruslah berada disebelah otot pektoralis. Selanjutnya,
tekanlah jari-jari ke dinding dada dan arahkan ke bawah, untuk dapat meraba
kelenjar getah bening pada dinding dada.
 Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta konsistensi serta
ukurannya.
7. Melatih Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI).
A. Melihat perubahan payudara di hadapan cermin
1) Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau
tidak).
2) Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu,
serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi
kedua lengan lurus ke bawah disamping badan.
3) Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud
untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia
dibawahnya.
4) Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
5) Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau tangan
menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla.
B. Memeriksa Perubahan Bentuk Payudara Dengan Posisi Berbaring
1) Dimulai dari payudara kanan
2) Baring menghadap ke kiri dengan membengkokkan kedua lutut dengan
meletakkan bantal atau handuk mandi yang telah dilipat di bawah bahu sebelah
kanan untuk menaikkan bagian yang akan diperiksa.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 150


Buku Panduan CSL 2 2019

3) Kemudian letakkan tangan kanan di bawah kepala.


4) Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan.
5) Gunakan telapak jari-jari untuk memeriksa sembarang benjolan atau
penebalan.
C. Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran
1) Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka di
bagian atas ke batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua payudara
ke garis tengah bagian ketiak.
2) Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar dan
tekan kuat untuk merasakan benjolan.
3) Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan
putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah
payudara, bergerak kurang lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas menuju
tulang selangka dengan memutar dan menekan payudara.
4) Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh
bagian yang ditunjuk.
D. Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran
1) Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar.
2) Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar
biasa.
3) Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting payudara.
4) Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan
tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae.
E. Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara.
Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya cairan
abnormal dari puting payudara.
F. Memeriksa Ketiak.
Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti, apakah teraba
benjolan abnormal atau tidak.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 151


Buku Panduan CSL 2 2019

H.Daftar Pustaka
 Depkes RI. 2009. Buku Saku Pencegahan Kanker Leher Rahim & Kanker Payudara. Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jendreal PP & PL. Jakarta.
 Google photo search. www.google.com.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 152


Buku Panduan CSL 2 2019

A. Ceklis Latihan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)


No Aspek Penilaian Umpan Balik
I INTERPERSONAL
1 Senyum, salam dan sapa
2 Informed consent
II PROSEDURAL
3 Persiapan alat, pai\sien dan cuci tangan WHO
PEMERIKSAAN FISIK PAYUDARA
A. INSPEKSI
4 1) Inspeksi dilakukan pada 4 posisi lengan di samping (arms at sides),
lengan diangkat ke atas (arms over head), tangan menekan melawan
pinggul (hands pressed againt hips), dan bersandar ke depan pada
kursi (leaning forward).
5 2) Inspeksilah penampakan dari kulit, meliputi warna, penebalan kulit, atau
adanya pembesaran pori-pori kulit sehingga tampak seperti kulit jeruk (peau
d’ orange).
6 3) Ukuran dan kesimetrisan payudara. Perbedaan dalam ukuran payudara,
dan ukuran areola mammae, biasa ditemukan, dan normal.
7 4) Kontour payudara. Carilah adanya kelainan-kelainan seperti massa,
lekukan ke dalam (dimpling), atau pendataran (flattening).
8 Karakteristik dari puting susu, meliputi warna (merah muda, coklat muda,
coklat kehitaman), ukuran dan bentuk (inversi, atau depresi ke bawah
permukaan areola), arah keluarnya puting susu, ada tidaknya rash,
ulserasi, atau ada tidaknya keluar sekret (discharge)
B. PALPASI
Palpasi Payudara Vetical Strip Pattern
9 a. Mintalah kepada pasien untuk berbaring dalam posisi supinasi, dan
mengangkat lengan dan meletakkan tangannya pada dahi, dengan bahu
menekan tempat tidur, atau meja pemeriksaan. Posisi ini akan membuat
bagian lateral payudara menjadi datar.
10 b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan bagian volar distal dari jari kedua,
tiga dan empat pemeriksa (dapat menggunakan satu, atau dua tangan).
11 c. Mulailah palpasi pada daerah aksilla, kemudian palpasi dengan arah garis
lurus ke bawah, hingga linea inframammary (bra line). Pastikan daerah ekor
dari payudara (tail of breast) terpalpasi dengan baik.
12 d.Kemudian pindahkan jari sedikit ke medial, dan palpasilah secara vertikal ke
arah atas, dari dada (bra line) menuju klavikula.
13 e.Lanjutkan palpasi metode vertikal dengan cara yang sama, ke arah medial,
hingga ke puting susu payudara yang diperiksa.
14 f.Untuk memeriksa bagian medial dari payudara, mintalah pasien agar
berbaring dengan bahu menekan pada tempat tidur, atau meja
pemeriksaan, mintalah pasien menempatkan tangannya pada leher, dan
mengangkat sikunya setentang dengan bahu. Posisi ini akan membuat
bagian medial payudara menjadi datar.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 153


Buku Panduan CSL 2 2019

15 g.Palpasilah dengan arah garis lurus, dari puting susu terus ke bawah, hingga
linea inframammary (bra line), kemudian palpasi kembali ke atas ke arah
klavikula.
16 h.Lanjutkan palpasi metode vertikal dengan cara yang sama, sampai ke linea
midsternalis.
Palpasi Payudara Circular Pattern
17 a.Mintalah kepada pasien berbaring dalam posisi supinasi, dan meletakkan
tangannya di atas kepala. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
18 b.Letakkanlah bantal untuk menyangga tubuh, pada sisi payudara yang akan
diperiksa.
19 c.Mulailah palpasi dari daerah areola secara melingkar, dari sisi sebelah dalam
ke arah luar, (atau dari daerah luar ke arah dalam) secara sistematis, dan
meliputi seluruh kuadran dari payudara.
Palpasi Payudara Radial Pattern
20 a.Mintalah kepada pasien berbaring dalam posisi supinasi, dan meletakkan
tangannya di atas kepala.
21 b.Letakkanlah bantal untuk menyangga tubuh, pada sisi payudara yang akan
diperiksa.
22 c.Mulailah palpasi dari daerah puting susu, secara radier (seperti jari-jari),
dengan arah menuju ke posisi angka-angka pada jam, kembali ke puting
susu, dan ke arah angka jam berikutnya, sehingga seluruh kuadran
payudara terpalpasi.
23 d.Lakukan penilaian yang meliputi konsistensi jaringan, ada tidaknya
pelembekan, serta ada atau tidaknya nodul. Bila terdapat nodul,
deskripsikan dimana lokasinya, ukuran, bentuk, konsistensi, batas, dan
mobilitasnya.
24 e.Bila menemukan adanya massa, atau nodul selama ini, tanyakan kepada
pasien, apakah pasien pernah menemukan nodul atau massa ini, sebelum
pemeriksaan payudara dilakukan.
C. PEMERIKSAAN AREOLA DAN PUTING SUSU
25 a.Palpasilah masing-masing daerah areola dan puting susu, dan catatlah
bagaimana elastisitasnya.
26 b.Perhatikan ada tidaknya cairan (discharge) yang keluar saat puting susu
sedikit ditekan, catatlah warna, bau, dan kekentalan dari cairan tersebut.
27 c.Perhatikan ada tidaknya retraksi puting susu, yang merupakan salah satu
pertanda adanya pertumbuhan massa di belakang puting susu. Bila puting
terlihat retraksi, palpasilah di sekitar jaringan, dan di belakang puting susu.
PEMERIKSAAN AKSILA/ KETIAK
28 a.Inspeksi.
Amatilah daerah aksilla dengan seksama, untuk melihat ada tidaknya rash,
infeksi, adanya pigmentasi yang tidak biasa, atau pembengkakan kelenjar
getah bening.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 154


Buku Panduan CSL 2 2019

29 b.Palpasi
Palpasi aksila tangan kiri : lengan kiri diabduksikan, dengan posisi tangan
ke arah bawah. Pemeriksa menyangga pergelangan tangan kiri pasien
dengan tangan kiri pemeriksa. Gunakanlah jari-jari pada tangan kanan
pemeriksa, untuk menekan ke dalam dan ke atas hingga, mencapai puncak
aksila setinggi yang dapat dicapai. Jari-jari pemeriksa haruslah berada
disebelah otot pektoralis. Selanjutnya, tekanlah jari-jari ke dinding dada dan
arahkan ke bawah, untuk dapat meraba kelenjar getah bening pada dinding
dada.
30 c. Catatlah ada tidaknya nodus yang dapat teraba beserta konsistensi serta
ukurannya.
MELATIH PEMERIKSAAN SADARI
Melihat perubahan payudara di hadapan cermin
31 a.Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris
atau tidak).
32 b.Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu,
serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi
kedua lengan lurus ke bawah disamping badan.
33 c.Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud
untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia
dibawahnya.
34 d.Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
35 e.Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau
tangan menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah
axilla
Melihat perubahan payudara di hadapan cermin
36 Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris atau
tidak).
37 Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting susu,
serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan cermin, posisi
kedua lengan lurus ke bawah disamping badan.
38 Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan maksud
untuk melihat retraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot atau fascia
dibawahnya.
39 Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada payudara.
40 Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang atau tangan
menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah axilla.
Periksa payudara dengan menggunakan Vertical Strip dan Pemutaran
41 Memeriksa seluruh bagian payudara secara vertical, dari tulang selangka di
bagian atas ke batas bawah payudara, dan garis tengah antara kedua
payudara ke garis tengah bagian ketiak.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 155


Buku Panduan CSL 2 2019

42 Gunakan tangan kiri untuk mengawali pijatan pada ketiak. Kemudian putar
dan tekan kuat untuk merasakan benjolan.
43 Gerakkan tangan dengan perlahan-lahan ke batas bawah payudara dengan
putaran ringan dan tekan kuat di setiap tempat. Di bagian batas bawah
payudara, bergerak kurang lebih 2 cm kekiri dan terus ke arah atas menuju
tulang selangka dengan memutar dan menekan payudara.
44 Bergeraklah ke atas dan ke bawah mengikuti pijatan dan meliputi seluruh
bagian yang ditunjuk.
Memeriksa payudara dengan secara Pemutaran
45 Berawal dari bagian atas payudara, buat putaran yang besar.
46 Bergeraklah sekeliling payudara dengan memperhatikan benjolan yang luar
biasa.
47 Buatlah sekurang-kurangnya tiga putaran kecil sampai ke puting payudara.
48 Lakukan sebanyak 2 kali. Sekali dengan tekanan ringan dan sekali dengan
tekanan kuat. Jangan lupa periksa bagian bawah areola mammae.
Pemeriksaan Cairan Di Puting Payudara.
49 Menggunakan kedua tangan, kemudian tekan payudara untuk melihat adanya
cairan abnormal dari puting payudara.
Memeriksa Ketiak.
50 Letakkan tangan kanan ke samping dan merasakan ketiak dengan teliti,
apakah teraba benjolan abnormal atau tidak.
III PROFESIONALISME
51 Tunjukkan sikap percaya diri
52 Tunjukkan sikap menghormati pasien
53 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 156

Anda mungkin juga menyukai