Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL MODUL 2

SESAK NAPAS
BLOK KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI

KELOMPOK 8

HARRY MURDY ABBAS 10542016410


SUPRAPTO 10542015410
AZHAR FAUZAN 10542017710
IIN ALFRIANI AMRAN 10542018710
ANDI WISDAWATI 10542020510
DIANSRI PRATIWI SYAM 10542028810
SITI PRATIWI TUNA 10542024310
RISTON 10542024410
FARIDA 10542008009
NURAINI DHARMAYANTI ULUPUTTY 10542010709
SARI RAHAYU 1102090136
NUR ASIA 1102090141

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil TUTORIAL MODUL SESAK NAPAS dari kelompok 8
ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan
shalawat kepada nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. yang telah
membawa kita dari alam yang gelap menuju ke alam yang terang benderang.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa
TUTORIAL khususnya kepada dokter pembimbing yang telah banyak membantu
selama proses PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf
kepada setiap pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah baik disengaja
maupun tidak disengaja.

Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
yang telah membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri.
Diharapkan setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan
pembaca,dan kami mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki laporan
hasil diskusi kami berikutnya.

Makassar, April 2013

Kelompok 8

KASUS
Skenario 2: Sesak Napas
Seorang perempuan usia 4 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan
sesak napas penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.

KATA KUNCI
 Perempuan usia 4 tahun
 Sesak napas
 Terlihat pucat dan kebiruan
 Nadi teraba cepat dan lemah

PERTANYAAN
1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan
2. Perbedaan sesak napas trauma dan non trauma
3. Penanganan awal ( primary survey,secondery survey,dan disability)

JAWABAN
1. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan

Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :


Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara
darah dan udara.
Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran
darah ke sel-sel tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara
dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1. Respirasi / Pernapasan Dada
 Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
 Tulang rusuk terangkat ke atas
 Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada
kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
2. Respirasi / Pernapasan Perut
 Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
 Diafragma datar
 Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara
pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam
keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun
menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika
oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang
banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg
dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya
hanya 40 milimeter air raksa dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita
hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc di mana setiap liter darah
mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang dihasilkan akan
keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :
 Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2
 Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2
 Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2
 Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 +
CO2
Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen
dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air.
Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa
bernapas terjadi pelepasan energy.
Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:
1. Hidung
2. Faring
3. Trakea
4. Bronkus
5. Bronkiouls
6. paru-paru

Kapasitas Paru-Paru

Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan


biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada
orang dewasa lebih kurang 500 ml. Volume udara tidal orang dewasa pada
pernapasan biasa kira-kira 500 ml.  ketika menarik napas dalam-dalam maka
volume udara yang dapat kita tarik mencapai 1500 ml.  Udara ini dinamakan
udara komplementer. Ketika kita menarik napas sekuat-kuatnya, volume
udara yang dapat diembuskan juga sekitar 1500 ml. Udara ini dinamakan
udara suplementer. Meskipun telah mengeluarkan napas sekuat-kuatnya,
tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru yang volumenya kira-kira 1500
mL. Udara sisa ini dinamakan udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total  =
kapasitas vital + volume residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.

Pertukaran Gas dalam Alveolus

Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup
pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran
pernapasan dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat
dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke
dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah
menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.
Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin
kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari
pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya
sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui
saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan napas.Dengan demikian
dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan
karnbondioksida keluar.

Proses Pernafasan

Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi
serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas, otot
diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus.
Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari
berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah mengembangnya rongga
dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara masuk. Saat
mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk melemas.
Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru-paru naik
sehingga udara keluar. Jadi,  udara mengalir dari tempat yang bertekanan
besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil.
Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi
dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan pernapasan perut.
Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi secara bersamaan.
(1) Pernapasan dada terjadi karena kontraksi otot antar tulang rusuk, sehingga
tulang rusuk terangkat dan volume rongga dada membesar serta  tekanan
udara menurun (inhalasi).Relaksasi otot antar tulang rusuk, costa menurun,
volume kecil, tekanan membesar (e kshalasi). (2) Pernapasan perut terjadi
karena kontraksi /relaksasi otot diafragma ( datar dan melengkung), volume
rongga dada membesar , paru-paru mengembang tekanan mengecil
(inhalasi).Melengkung volume rongga dada mengecil, paru-paru mengecil,
tekanan besar/ekshalasi.
Mekanisme Pernafasan Manusia.
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

A. Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang
rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang
rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan
tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan
tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar
berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada
bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam
rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena
tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir
dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses
’inspirasi’
Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi dari otot
dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan tekanan
udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan
dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini
disebut ’espirasi’.

B. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan
otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi
diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada
bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan
tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru- paru(inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau
dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi
oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas
maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan
pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara
dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam
adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel
tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan
tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika
tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk.
Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara
akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara
(inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan
dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

2.Perbedaan sesak napas trauma dan non trauma

 Sesak napas
 Pucat dan kebiruan
 Nadi cepat dan lemah

TRAUMA NON TRAUMA

 Gangguan jalan  Asma


napas  Alergi
 Tersedak
 Trauma
jatuh/pukulan
dada
 Keracunan CO2
3. Penanganan pada pasien

Penanganan awal dengan primary survey


A. AIRWAY
1. Penilaian
a. Tanda-tanda objektif – sumbatan airway
 Look (lihat)melihat gerakan nafas/ pengembangan dada dan adanya
retraksi sela iga.
 Listen (dengar) mendengar aliran udara pernapasan
 Feel (Raba) merasakan adanya aliran udara pernapasan
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway bila terdapat obstruksi
1. OBSTRUKSI PARSIAL
I. Suara mendengkur (snoring)
a. Tanpa alat secara manual
Sumbatan jalan nafas karena pangkal lidah jatuh kebelakang, terdengar
suara snooring atau mendengkur. Lakukan pertolongan dengan cara :

Head-tilt/chin lift
Bila tidak ada cedera kepala dengan cara head tilt atau chin lift
Cara melakukan:
1. Letakkan satu tangan pada dahi tekan perlahan ke posterior,
sehingga kemiringan kepala menjadi normal atau sedikit ekstensi
(hindari hiperekstensi karena dapat menyumbat jalan napas).
2. Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang rahang
bawah tepat di ujung dagu dan dorong ke luar atas, sambil
mempertahankan cara 1.
Jaw thrust
Bila tidak sadar dan ada cedera kepala dengan cara jaw thrust
Cara melakukannya:
1. Posisi penolong di sisi atau di arah kepala
2. Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing
sudut posterior bawah kemudian angkat dan dorong keluar.
3. Bila posisi penolong diatas kepala. Kedua siku penolong
diletakkan pada lantai atau alas dimana korban diletakkan.
4. Bila upaya ini belum membuka jalan napas, kombinasi dengan
head tilt dan membuka mulut (metode gerak triple)
Untuk cedera kepala/ leher lakukan jaw thrust dengan immobilisasi
leher.
(A) (B)
Gambar 1. (A) Head-tilt dan Chin-lift. (B) Jaw thrust

b. Dengan menggunakan alat


Pipa orofaring
Cara pemasangan :
1. Pakai sarung tangan
2. Buka mulut pasien dengan cara chin lift atau gunakan ibu jari dan
telunjuk
3. Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya
4. Bersihkan dan basahi pipa orofaring agar licin dan mudah
dimasukkan
5. Arahkan lengkungan menghadap ke langit-langit (ke palatal)
6. Masukkan separuh, putar lengkungan mengarah ke bawah lidah.
7. Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat.
8. Yakinkan lidah sudah tertopang dengan pipa orofaring dengan
melihat pola napas, rasakan dan dengarkan suara napas pasca
pemasangan.

II. Berkumur (gurgling)


Sapuan jari (finger sweep)
Cara :
a. Pasang sarung tangan
b. Buka mulut pasien dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah
c. Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah yang bersih atau dibungkus
dengan sarung tangan /kassa untuk membersihkan dan mengorek semua
benda asing dalam mulut.
Cross finger
Dengan suction

2. OBSTRUKSI TOTAL
a. Tanpa alat secara manual
Back blows (kalau pasien sadar)
Pukulan punggung dilakukan 5 kali dengan pangkal tangan diatas tulang
belakang diantara kedua tulang belikat.Jika memungkinkan rendahkan
kepala di bawah dada.
Heimlich maneuver (pasien sadar)
Penolong berdiri di belakang korban, lingkarkan kedua lengan mengitari
pinggang, peganglah satu sama lain pergelangan atau kepalan tangan
(penolong).
Abdominal thrust(kalau pasien tidak sadar)
Letakkkan kedua tangan (penolong) pada perut antara pusat dan prosessus
sifoideus, tekanlah ke arah abdomen atas dengan hentakan cepat 3-5 kali.

b. Dengan menggunakan alat


ETT (Endotrakhea tube)

B. BREATHING
Breating dilakukan apabila pemeriksaan airway telah dilaksanakan.Atau
apabila tidak terdapat tanda-tanda obstruksi.
a. Tanpa menggunakan alat:
Mouth to mouth
Sambil mempertahankan posisi kepala (jalan nafas) lakukan tiupan nafas
buatan dengan mulut dengan cara tarik nafas dalam, tiup dan liat
pengembangan dada. Dengan konsentrasi oksigen 16%.
Mouth to mask
Caranya :
a. Pasang sungkup dengan ukuran sesuai umur sehingga menutup mulut
dan hidung, lalu rapatkan
b. Sambil mempertahankan posisi kepala (jalan nafas) lakukan tiupan
nafas dengan menggunakan :
 Kanula oksigen : dengan oksigen 2-3 liter/menit, konsentrasi
30%
 Sungkup sederhana : dengan oksigen 6-8 liter/menit, konsentrasi
60%
 Sungkup berbalon : dengan oksigen >10 liter/menit, konsentrasi
100%
c. Kemudian liat pengembangan dada.
d. Evaluasi pernapasan, nadi dan warna kulit.
Evaluasi pernapasan, Bernapas Perawatan
nadi dan warna kulit observasi
Nadi > 100

Sianosis
Nadi < 100 Beri tambahan O2
Sianosis menetap
Ventilasi efektif Perawatan pasca
Berikan VTP
Nadi > 100 resusitasi

Nadi < 60 nadi > 60

 Berikan VTP
 Lakukan kompresi dada

Nadi < 60 nadi < 60

Berikan epinfrin
Pemberian Ventilasi Tekanan positif
1. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita
2. Pastikan jalan napas penderita bebas.
3. Tangan kiri memegang masker sedemikian rupa sehingga masker rapat ke
wajah penderita dan pastikan tidak ada udara yang keluar dari sisi masker
pada saat dipompa. Tangan kanan memegang bag dan memompa sampai
dada penderita terlihat mengembang.
4. Kecukupan ventilasi dinilai dengan melihat gerakan dada penderita.

C. CIRCULATION
Indikasi pijat jantung : bradikardia ( <60x/m atau henti jantung )
Lokasi pemijatan : 1/3 bagian bawah tulang dada (sternum) dengan kedalaman
pijatan 1/3 tebal dada. Metode kompressi yaitu 1 pangkal telapak tangan
dengan frekuensi pemijatan± 100x/menit. Koordinasi antara pijat jantung dan
nafas buatan yaitu 5 : 1 dengan 20 siklus

D. DISABILITY (Neurologic Evaluation)


1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

E. EXPOSURE / KONTROL LINGKUNGAN


1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan
yangcukup hangat
1. Penanganan pada kasus asma
Terapi

1. Albuterol, 1 sampai 2 semprotan dengan inhaler “dosis terukur”, atau 0,15


sampai 0,3 mg/kg dalam beberapa ml salin dengan nebulasi, atau pada kasus
berat dengan tekanan positif. Terapi boleh diulang jika diperlukan dengan
pemantauan frekuensi jantung. Dosis yang pasti tidak diperlukan karena
banyak albuterol dari nebuizer tersebut tidak diperlukan karena banyak
albuterol dan nebulizer tersebut tidak terhirup. Anak yang lebih muda dapat
menerima 0,25 ml larutan 0,5% (1,25mg) dalam 2,5 ml NS, dan anak yang
lebih besar dan remaja 0,5 ml (2,5 mg) dalam 2,5 ml NS. Albuterol kontinu
dapat juga yang diberikan dengan kecepatan 0,5 mg /kg/jam (maksimum 7,5
mg/jam).
2. Meskipun biasanya tidak perlu, pada kasus berat, epinefrin dalam air
(1:1000) dapat diberikan, 0,01 ml/kg, perdosis subkutan (maksimum dosis
tunggal tidak lebih dari 0,5 ml). onset kerja berlangsung cepat, durasi
kerjanya mendekati 20 menit. Suntikan boleh diulang setiap 15 sampai 20
menit sampai total tiga dosis.
3. Pemberian peroral atau cairan IV untuk mengencerkan mucus pada saat
yang bersamaan cukup menguntungkan dan amat penting jika anak tersebut
mengalami dehidrasi.
4. Pada kasus signifikan, steroid boleh diberikan UGD, prednisolon 1 sampai 2
mg/kg PO (prelone) atau IV (SoluMedrol).
5. Jika langkah-langkah yang disebut diatas tidak mengurangi serangan, pasien
harus dirawat di rumah sakit.
6. Jika serangan asma member respons terhadap terapi, anak boleh
dipulangkan. Bronkodilator inhalasi harus dilanjutkan, dan setiap serangan
yang signifikan harus diobati dengan pemberian singkat steroid. Berbagai
regimen telah digunakan, misalnya prednisone atau prednisolon, 1 sampai 2
mg/kg/hari dalam dosis terbagi untuk 3 hari atau dikurangi bertahap dalam
10 hari.
7. Epinefrin lepas lambat (Sus-Phrine), 0,005 ml/kg, kadang-kadang diberikan
secara subkutan sebelum anak dipulangkan, meskipun penggunaannya sudah
menurun pada tahun-tahun belakangan.

Penilaian Awal
Riwayat dan pemeriksaan fisik
uskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2), AGDA dan pemeriksaan lain

Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa

Pengobatan Awal
Oksigenasi dengan kanul nasal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat
- tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
- dalam kortikosterois oral

Penilaian Ulang setelah 1 jam


Pem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi

Respons baik Respons Tidak Sempurna Respons buruk dalam 1 jam


Respons baik dan stabil dalam 60 menit Resiko tinggi distress Resiko tinggi distress
Pem.fisi normal Pem.fisis : gejala ringan – sedang Pem.fisis : berat, gelisah dan kesadaran menurun
APE >70% prediksi/nilai terbaik APE > 50% terapi < 70% APE < 30%
Saturasi O2 tidak perbaikan PaCO2 < 45 mmHg
PaCO2 < 60 mmHg

Pulang Dirawat di RS Dirawat di ICU


Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2agonis beta-2 + anti—kolinergik
Inhalasi Inhalasi agonis beta-2 + anti kolinergik
Membutuhkan kortikosteroid oral Kortikosteroid sistemik Kortikosteroid IV
Edukasi pasien Aminofilin drip Pertimbangkan agonis beta-2 injeksi SC/IM/IV
Memakai obat yang benar Terapi Oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker venturi Aminofilin drip
Ikuti rencana pengobatan selanjutnya Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar teofilin Mungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik

Perbaikan Tidak Perbaikan

Pulang
Dirawat di ICU
Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi Bila tidak perbaikan dalam 6-12 jam
Nilai derajat serangan(1)
(sesuai tabel 3)

2. Penanganan untuk alergi


Tatalaksana awal
Terapi : nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
nebulisasi ketiga + antikolinergik
 Hentikan kontak dengan allergenjika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)
 Perhatikan tanda-tanda vital dan jalan napas; bila perlu dilakukan
resusitasi dan pemberian oksigen.
 Epinefrin 1/1000 (obat terpilih) 0,5-1 ml sk/im, dapat diulang 5-10 menit
kemudian.
 Dapat diberikan pula :
Seranga
- Antihistamin-difenhidramin
Serangan ringan (benadryl)
Serangan10-20 mg iv
sedang (nebulis
(nebulisasi 1-3x, respons baik, (nebulisasi 1-3x, respons
- Kortikosteroid-hidrokortison
gejala hilang) (Solu-Cortef) 100-250
respons parsial) mg iv sejak awal beri
observasi 2 jam berikan oksigen (3) di luar ne
lambat
jika (dalam 30
efek bertahan, detik).
boleh nilai kembali derajat serangan, pasang jalur
pulang jika sesuai dgn serangan nilai ulang kl
- Aminofilin 250-500 mg iv lambat,
jika gejala timbul lagi,
bila spasme bronkioli
sedang, observasi di Ruang sesuai denga
perlakukan sebagai Rawat Sehari/observasi berat, rawat di
nyata.
serangan sedang pasang jalur parenteral Ina
foto Rontg

Ruang Rawat Ina


Boleh pulang Ruang Rawat Sehari/observasi oksigen teruska
bekali obat -agonis (hirupan oksigen teruskan atasi dehidrasi
/ oral) berikan steroid oral jika ada
jika sudah ada obat nebulisasi tiap 2 jam steroid IV tiap 6
pengendali, teruskan bila dalam 12 jam perbaikan klinis nebulisasi tiap
jika infeksi virus sbg. stabil, boleh pulang, tetapi jika aminofilin IV aw
pencetus, dapat diberi klinis tetap belum membaik atau rumatan
steroid oral meburuk, alih rawat ke Ruang jika membaik d
dalam 24-48 jam kon-trol ke Rawat Inap nebulisasi, inte
Klinik R. Jalan, untuk jam
reevaluasi jika dalam 24 ja
klinis stabil, bo
jika dengan ste
Catatan: aminofilin paren
Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung
dengan -agonis + antikolinergik membaik, bahk
Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif Ancaman henti
Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan rawat ke Ruang
0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali Intensif
Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan
sejak awal, termasuk saat nebulisasi
Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan
Propranolol peroral sampai dilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme
otot infundibuler berkurang dan frekwensi spel menurun. Selain itu keadaan
umum pasien harus diperbaiki, misalnya koreksi anemia, dehidrasi atau infeksi
yang semuanya akan meningkatkan frekwensi spel. Bila spel hipoksia tak teratasi
dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya memburuk, maka harus
secepatnya dilakukan operasi paliatif Blalock-Tausig Shunt (BTS).

3. Penanganan untuk tetralogi fallot


Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk
memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
 Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
 Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipneu.
 Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
 Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat
karena permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena
aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak
lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini
tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian:
 Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut
jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10
ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila
serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit
berikutnya.
 Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif
 penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan
aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.

Lakukan selanjutnya
1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik
2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
3. Hindari dehidrasi
4. Penanganan untuk intoksikasi makanan
1. Stabilisasi
Penatalaksanan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan
resusitasi kardiopulmonal yang dilakukan dengan cepat dan tepat
berupa:
 Pembebasan jalan nafas
 Perbaikan fungsi pernapasan (Ventilasi dan okigenasi)
 Perbaikan sistem sirkulasi darah
2. Dekontaminasi GI
Dekomtaminasi merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk
menurunkan pemaparan terhadap racun mengurangi absorpsi dan
mengurangi kerusakan. Tindakan dekontaminasi tergantung pada
loksi tubuh yang terkena racun. Pada GI, penelanan makanan
merupakan rute pemaparan yang tersering sehingga tindakan
pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau
mengeluarkan isis ambung dengan cara induksi muntah atau
aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan
bahan toksik.
3. Eliminasi
Tindakan mempercepat pengeuaran racun yang sedang beredar
dalam darah atau dalam sal.GI setelah lebih dari 4 jam. Apabila
masih dalam sal.cerna dapat digunakn pemberian arang aktif yang
diberikan berulang dengan dosis 30-50 gr (0,5-1 gr/kgBB) setiap 4
jam per orl atau enteral. Tinadakan ini dapat bermanfaat pada
keracunan obat seperti karbamazepin,dll.
Terapi gejaa penyerta
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa.
Kebutuhan dasar cairan harian adalah 30-35 ml/kgBB hari,
Natrium 1-1,5 mmol/kgBB/hari., kalium 1 mmol/kgBB/hari.
Apabila ada gangguan elektrolit dan asam basa harus dikoreksi
sesuai derajat bert ringannya.
Buruk

SECONDARY SURVEY
A. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

B. PemeriksaanFisik
1. Kepala dan Maksilofasial
a) Penilaian
 Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya laserasi,
kontusi, fraktur dan luka termal
 Re-evaluasi pupil
 Re-evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS
 Penilaian mata untuk perdarahan, luka tembus, ketajaman penglihatan,
dislokasi lensa, dan adanya lensa kontak
 Evaluasi syaraf kranial
 Periksa telinga dan hidung akan adanya kebocoran cairan serebro-
spinal
 Periksa mulut untuk adanya perdarahan dan kebocoran cairan serebro-
spinal, perlukaan jaringan lunak dan gigi goyang.
b) Pengelolaan
 Jaga airway, pernafasan dan oksigenasi
 Cegah kerusakan otak sekunder

2. Vertebra servikalis dan leher


Penilaian
 Periksa adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian
otot pernafasan tambahan
 Palpasi untuk adanya nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisema
subkutan, deviasi trakea, simetri pulsasi.
3. Toraks
Penilaian
 Penilaian dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk
adanya trauma tumpul ataupun tajam, pemakaian otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral.
 Auskultasi pada bagian depan dan basal untuk bising nafas (bilateral)
dan bising jantung.

 Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,


emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
 Perkusi untuk adanya hipersonor atau keredupan.
c. Abdomen
Penilaian :
 Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya trauma
tajam/tumpul dan adanya perdarahan internal.
 Auskultasi bising usus
 Perkusi abdomen untuk menemukan nyeri lepas (ringan)
 Palpasi abdomen untuk nyeri tekan.

d. Perineum/rectum/penis
Penilaian :
 Penilaian perineum : perdarahan uretra, laserasi, dsb
 Penilaian rektum : perdarahan rektum
Tonus sfinkter ani
Utuhnya dinding rectum
Fragmen tulang
Posisi prostat

e. Muskuloskeletal
Penilaian :
 Inspeksi lengan dan tungkai akan adanya trauma tumpul/tajam, termasuk
adanya laserasi kontusio dan deformitas
 Palpasi lengan dan tungkai akan adanya nyeri tekan, krepitasi,
pergerakan abnormal, dan sensorik
 Palpasi semua arteri perifer untuk kuatnya pulsasi dan ekualitas
 Nilai pelvis untuk adanya fraktur dan perdarahan
 Inspeksi dan palpasi vertebra torakalis dan lumbalis untuk adanya
trauma tajam/ tumpul, termasuk adanya kontusio, laserasi, nyeri tekan,
deformitas, dan sensorik

f. Neurologis
Penilaian :
 Re-evaluasi pupil dan tingkat kesadaran
 Tentukan skor GCS
 Evaluasi motoric dan sensorik dari keempat ekstremitas
 Tentukan adanya tanda lateralisasi

C. Tambahan pada secondary survey


Dalam melakukan secondary survey, mungkin akan dilakukan
pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan radiologi dan
laboratorium.Seringkali ini membutuhkan transportasi penderita ke ruangan
yang lain harus tersedia perlengkapan untuk resusitasi.Dengan demikian
semua prosedur di atas jangan dilakukan sebelum hemodinamik penderita
stabil dan telah diperiksa secara teliti.

MEKANISME RUJUKAN DAN TRANSPORTASI PADA SKENARIO


A. Syarat Rujukan
 Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
 Keadaan yang mengancam jiwa harus tertangani terlebih dahulu
(A,B,C,D,E)
 Dokter yang merujuk menyertakan dokumen mengenai identitas
pasien,hasil anamnesis dan kondisi pasien
 Tersedia layanan rujukan seperti transportasi dan perawat yang
berpengalaman untuk ikut serta
 Dokter dan rumah sakit yang menerima pasien bersedia dan dapat
memberikan penanganan kepada pasien
B. Transportasi
1. Syarat Transportasi Penderita
Memenuhi syarat :
- Gangguan Pernapasan & CV telah ditanggulangi; Resusitasi bila perlu
Selama Tranportasi Monitor:
- Kesadaran
- Pernapasan
- Tekanan Darah dan Denyut nadi

2. Syarat Alat Transportasi


Kendaraan
 Darat (Ambulance,Pick up, truck,gerobak,dll)
 Laut (perahu,rakit,kapal,perahu motor dll)
 Udara (Pesawat terbang,helikopter)
Yang terpenting adalah:
 Penderita dapat terlentang
 Cukup luas minimal untuk 2 penderita & petugas dapat bergerak leluasa
 Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus dapat jala

ETIOLOGI SESAK NAPAS


Trauma
 Gangguan jalan nafas (obstruksi benda asing)
 Trauma thorax (trauma jatuh atau pukulan di dada)
 Trauma inhalasi (keracunan gas)
Non-trauma
 Syok anafilaktik (misalnya karena alergi)
 Gangguan paru (misalnya asma, bronchitis, dll)
 Gangguan kardiovaskuler (misalnya Atrial septal defect (ASD), penyakit
jantung bawaan, dll)
MEKANISME SESAK NAPAS
 Kebutuhan ventilasi meningkat
- orang normal atau penyakit paru
- respiratory motor output meningkat sense of effort
- hipoksemia rangsang kemoreseptor  meningkatkan aktiviti
motor pernpasan
- dekonditioning (pasien penyakit kardiopumoner) asam laktat
lebih cepat meningkat  rangsang pernapasan meningkat
ventilasi sesak nafas
 Kelainan otot pernapasan
- Kelemahan / tidak efisien mekanik otot pernapasan
mismatch antara output motor pernapasan dan ventilsi  sesak
nafas
Misal pada penyakit neuromuskular, kelemahan otot
- PPOK : inflasi paru-ekspansi toraksKRF meningkat otot
inspirasi memendeklength-tension inappropriateness
menurunkan kapasiti
 Kelainan tahanan ventilasi
- Penyempitan jalan nafas (asma, PPOK) tahanan jalan nafas
meningkat
- Penyakit paru parenkim (interstisial pneumonitis, fibrosis
paru) elastik paru tahanan jalan nafas
- Tahanan ventilasi meningkat – output moto pernapasan
effort  sesak nafas
 Kelainan pola bernafas
- Misal pada penyakit parenkim paru  nafas cepat : refleks dar
respon rangsangan reseptor vagus di paru.
 Kelainan asam basa
- Hipokesemia  rangsang kemoreseptor  aktiviti motor
pernpasan meningkat
- Hiperkapnia  output motor pernapasan meningkat 
ventilasi
- Hiperkapnia kronik : kompensasi metabolik  mengurangi
perubahan konsentrasi ion hidrogen mengurangi respon
ventilasi  mengubah sensasi pernapasan

OBAT – OBATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN

Obat-Obat Bronkodilator

Tipe utama bronkodilator :

1. Adrenergik
2. Antikolinergik
3. Xanthin
1. Adrenergika

Yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya b2-mimetika) yang


berikut : salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol
(Meptin), dan klenbuterol (Spriropent). Lagi pula, obat long-acting yang agak
baru, yaitu salmoterol dan formoterol (dorudil).

Zat-zat ini bekerja lebih kurang selektif terhadap reseptor b2 adrenergis dan
praktis tidak terhadap reseptor- b1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap
kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap
jantung, seperti efedrin, inprenalin, orsiprenalin dan heksoprenalin. Pengecualian
adalah adrenalin (reseptor dan b) yang sangat efektif pada keadaan kemelut.

 Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di trachea


(batang tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari
adenilsiklase. Enzim ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP)
yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin monophosphat (cAMP) dengan
pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel.
Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek
bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh mast cells.
 Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang ternyata secara
berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru,
karena tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi
alergen pada pasien alergis. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun hanya
digunakan untuk melawan serangan atau sebagai pemeliharaan dalam
kombinasi dengan obat pencegah, seperti kortikosteroid dan kromoglikat.
 Kehamilan dan laktasi. Salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh
wanita hamil, begitu pula fenoterol dan heksoprenalin setelah minggu ke-
16. salbutamol. Terbutalin, dan salmeterol mencapai air susu ibu. Dari
obat lainnya belum terdapat cukup data untuk menilai keamanannya; pada
binatang percobaan, salmoterol ternyata merugikan janin.

Obat-obat adrenergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

 Adrenalin epinefrin Lidonest 2%.

Zat adrenergik ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator terkuat
dengan kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat.
Sering kali senyawa ini dikombinasi dengan tranquillizer peroral guna melawan
rasa takut dan cemas yang menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif.

Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan
terhadap jantung palpitasi, aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Timbul pula
hyperglikemia, karena efek antidiabetika oral diperlemah.

Dosis pada serangan asma i.v. 0,3 ml dari larutan 1 : 1.000 yang dapat
diulang dua kali setiap 20 meter (tartrat).

 Efedrin : *Asmadex, * Asmasolon, * Bronchicum”


Derivat – adrenalin ini memiliki efek sentral lebih kuat dengan efek
bronchodilatasi lebih ringan dan bertahan lebih lama (4 jam). Efedrin dapat
diberikan secara oral maka banyak digunakan sebagai obat asma (bebas berbatas
tanpa resep) dalam berbagai sediaan populer, walaupun efek sampingnya dapat
membahayakan.

Reasorbsinya baik dan dalam waktu ¼ – 1 jam sudah terjadi


bronchodilatasi. Di dalam hati, sebagian zat dirombak ekskresinya terutama lewat
urin secara utuh. Plasma ½-nya 3-6 jam.

Efek samping, pada orang yang peka, efedrin dalam dosis rendah sudah
dapat menimbulkan kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan berkemih. Pada
overdose, timbul efek berbahaya terhadap SSP dan jantung (palpitasi) (3,4).

 Isoprenalin : Isuprel Aleudrin

Derivat ini mempunyai efek b1 + b2 adrenergis dan memiliki daya


bronchodilatasi baik tetapi resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur.
Resorpsinya dari mulut (oromukosal sebagai tablet atau larutan agak lebih baik
dan cepat, dan efeknya sudah timbul setelah beberapa menit dan bertahan sampai
1 jamn.

Penggunaannya sebagai obat asma sudah terdesak oleh adrenergika dengan


khasiat spesifik tanpa efek beta-1 (jantung), sehingga lebih jarang menimbulkan
efek samping. Begitu pula turunnya, seperti yang tersebut di bawah ini, sebaiknya
jangan digunakan lagi.

 Orsiprenalin (Metaproterenol, Alupent, Silomat comp)

Adalah isomer isoprenalin dengan resorpsi lebih baik, yang efeknya dimulai
lebih lambat (oral sesudah 15-20 menit tetapi bertahan lebih lama, sampai 4 jam.
Mulai kerjanya melalui inhalasi atau injeksi adalah setelah 10 menit.
Dosis 4 dd 20 mg (sulfat), i.m. atau s.c. 0,5 mg yang dapat diulang setelah ½
jam, inhalasi 3 – 4 dd 2 semprotan.

 Salbutamol: ventolin, salbuven

Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikan pertama (1986) yang pada


dosis biasa memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap reseptor b 2.
selain berdaya bronchodilatasi baik, salbutamol juga memiliki efek lemah
terhadap stabilisasi mastcell, maka sangat efektif mencegah maupun meniadakan
serangan asma. Dewasa ini obat ini sudah lazim digunakan dalam bentuk dosis-
aerosol berhubung efeknya pesat dengan efek samping yang lebih ringan daripada
penggunaan per oral. Pada saat inhalasi seruk halsu atau larutan, kira-kira 80%
mencapai trachea, tetapi hanya 7 -8% dari bagian terhalus (1-5 mikron) tiba di
bronchioli dan paru-paru.

Efek samping jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing-
pusing, mual, dan tremor tangan. Pada overdose dapat terjadi stimulasi reseptor b -
1 dengan efek kardiovaskuler: tachycardia, palpitasi, aritmia, dan hipotensi. Oleh
karena itu sangat penting untuk memberikan instruksi yang cermat agar jangan
mengulang inhalasi dalam waktu yang terlalu singkat, karena dapat terjadi
tachyfylaxis (efek obat menurun dengan pesat pada penggunaan yang terlalu
sering).

Dosis 3-4 dd 2-4 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada
serangan akut 2 puff yang dapat diulang sesudah 15 menit. Pada serangan hebat
i.m. atau s.c. 250-500 mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam.

 Terbutalin : Bricasma, Bricanyl

Derivat metil dari orsiprenalin (1970) ini juga berkhasiat b 2 selektif. Secara
oral, mulai kerjanya sesudah 1-2 jam, sedangkan lama kerjnya ca 6 jam. Lebih
sering mengakibatkan tachycardia.
Dosis 2-3 dd 2,5-5 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg,
maksimum 16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari (3,4).

 Fenoterol (berotec)

Adalah derivat terbutalin dengan daya kerja dan penggunaan yang sama.
Efeknya lebih kuat dan bertahan ca 6 jam, lebih lama daripada salbutamol (ca 4
jam).Dosis : 3 dd 2,5-5 mg (bromida), suppositoria malam hari 15 mg, dan
inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 200 mcg.

2. Antikolinergika

Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis


dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b 2 dari sistem adrenergis
terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat
bronchokonstriksi. Antikolimengika memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf
kolinergis di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi
dominan dengan efek bronchodilatasi.

Penggunaan terutama untuk terapi pemeliharaan HRB, tetapi juga berguna


untuk meniadakan serangan asma akut (melalui inhalasi dengan efek pesat).

Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan


dahak dan tachycardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula
adalah efek atropin, seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan
penglihatan buram akibat gangguan akomodasi. Penggunaanya sebagai inhalasi
meringankan efek samping ini.

Contoh obat antikolinergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

 Ipratropium : Atrovent

Derivat-N-propil dari atropin ini (1974) berkhasiat bronchodilatasi, karena


melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi. Ipratropin berdaya
mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat
antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak.
Khususnya digunakan sebaga inhalasi, efeknya dimulai lebih lambat (15 menit)
dari pada b2-mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam dan bertahan
rata-rata 6 jam. Sangat efektif sebagai obat pencegah dan pemeliharaan, terutama
pada bronchitis kronis. Kini, zat ini tidak digunakan (lagi) sebagai monoterapi
(pemeliharaan), melainkan selalu bersama kortikosteroida-inhalasi. Kombinasinya
dengan b2-mimetika memperkuat efeknya (adisi).

Resorpsinya secara oral buruk (seperti semua senyawa amonium kwaterner).


Secara tracheal hanya bekerja setempat dan praktis tidak diserap. Keuntungannya
ialah zat ini juga dapat digunakan oleh pasien jantung yang tidak tahan terhadap
adrenergika. Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering,
mual, nyeri kepala, dan pusing.

Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (bromida).

3.   Derivat Xanthin: teofilin, aminofilin

Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor


adenosin. Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya
hiperektivitas dan berdasarkan ini bekerja profilaksi. Resorpsi dari turunan teofilin
amat berbeda-beda, yang terbaik adalah teofilin microfine (particle size 1-5
micron) dan garam-garamnya aminofilin dan kolinteofilinat. Penggunaanya secara
terus-menerus pada terapi pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi
serta hebatnya serangan. Pada keadaan akut (infeksi aminofilin) dapat
dikombinasi dengan obat asam lainnya, tetapi kombinasi dengan b2-mimetika
hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubungan kedua jenis obat saling
memperkuat efek terhadap jantung. Kombinasinya dengan efedrin (Asmadex,
Asmasolon) praktis tidak memperbesar efek bronchodilatasi, sedangkan efeknya
terhadap jantung dan efek sentralnya amat diperkuat. Oleh karena ini, sediaan
kombinasi demikian tidak dianjurkan, terutama bagi para manula.
Tablet sustanined release (Euphyllin retard 125-250 mg) adalah efketif
untuk memperoleh kadar darah yang konstan, khususnya pada waktu tidur dan
dengan demikian mencegah serangan tengah malam dan morning dip.

 Kehamilan dan laktasi

Teofilin aman bagi wanita hamil. Karena dapat mencapai air susu ibu,
sebaiknya ibu menyusui bayinya sebelum menelan obat ini.

Obat-obat golongan xanthin yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

 Teofilin : 1,3 dimryilkdsnyin, Quibron-T/SR Theobron.

Alkaloida ini (1908) terdapat bersama kofein (trimetilksantin) pada daun teh
(Yuntheos = Allah, phykllon = daun) dan memiliki sejumlah khasiat antara lain
berdaya spasmolitis terhadap otot polos, khususnya otot bronchi, menstimulasi
jantung (efek inotrop positif) dan mendilatasinya. Teofilin juga menstimulasi SSP
dan pernafasan, serta bekerja diuretis lemah dan singat. Kofein juga memiliki
semua khasiat ini meski lebih lemah, kecuali efek stimulasi sentralnya yang lebih
kuat. Kini, obat ini banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi serangan
asma.

Efek bronchodilatasinya tidak berkorelasi baik dengan dosis, tetapi


memperlihatkan hubungan jelas dengan kadar darahnya dan kadar di air liur. Luas
terapeutisnya sempit, artinya dosis efektifnya terletak berdekatan dengan dosis
toksisnya. Untuk efek optimal diperlukan kadar dalam darah dari 10-15 mcg/ml,
sedangkan pada 20 mcg/ml sudah terjadi efek toksis. Oleh karena itu, dianjurkan
untuk menetapkan dosis secara individual berdasarkan tuntutan kadar dalam
darah. Hal ini terutama perlu pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dan pada
manula diatas 60 tahun, yang sangat peka terhadap overdose, juga pada pasien
gangguan hati dan ginjal. Terapi dengan teofilin harus dipandu dengan penentuan
kadar dalam darah.
Resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Itulah sebabnya mengapa
bronchodilator tua ini (1935) dahulu jarang digunakan. Baru pada tahun 1970-an,
diketahui bahwa resorpsi dapat menjadi lengkap bila digunakan dalam bentuk
seruk microfine. (besarnya partikel 5-10 mikron) begitu juga pada penggunaan
sebagai larutan, yang seperlunya ditambahkan alkohol 20%. Plasma-t ½ nya 3-7
jam, ekskresinya berlangsung sebagai asam metilurat lewat kemih dan hanya 10%
dalam keadaan utuh. Teofilin sebaiknya digunakan sebagai sediaan ‘sutanined
release’ yang memberikan resorpsi konstan dan kadar dalam darah yang lebih
teratur.

Efek sampingnya yang terpenting berupa mual dan muntah, baik pada
penggunaan oral maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral
(gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernafasan, juga efek
kardiovaskuler, seperti tachycardia, aritmia, dan hipotensi. Anak kecil sangat peka
terhadap efek samping teofilin.

Dosis 3-4 dd 125 – 250 mg microfine (retard). 1 mg teofilin 0 aq = 1,1 g


teofilin 1 aq = 1,17 g aminofilin 0 aq = 1,23 g aminofilin 1 aq.

  Aminofilin (teofilin-etilendiamin, Phyllocomtin continus, Euphylllin)

Adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini
bersifat basa dan sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara oral sering
mengakibatkan gangguan lambung (mual, muntah), juga pada penggunaan dalam
suppositoria dan injeksi intramuskuler (nyeri). Pada serangan asma, obat ini
digunakan sebagai injeksi i.v.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku ajar

a. American college of surgeons. 2004. Advance Trauma Life

Support Program for Doctors, 7th edition. USA (Diterjemahan dan

dicetak oleh komisi trauma IKABI)

b. Tambunan, Karmel L, dkk. 2003. Buku Panduan Penatalaksanaan

Gawat Darurat, Jilid 1. Jakarta. FKUI

c. Alsagaff, Hood dan Mukty Abdul H.2006. Dasar-dasar Ilmu


Penyakit Paru. Airlangga University Press : Surabaya.
d. PDSPDI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Pusat Penerbitan
FKUI: Jakarta.
e. Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Airlangga: Jakarta.

f. Modul Departemen Kesehatan RI (DIT YANMED GIGI DASAR

– PUSDIKLAT KESEHATAN)

g. Stead Latha G. : First Aid For the Emergency Medicine clerkship,

McGraw Hill Companies,Inc, 2003.

2. Tim Dosen UNHAS : Diktat kuliah Sistem Gawat Darurat dan


Traumatologi, UNHAS, 2010.

3. www.emedicine.com

4. www.medlinux.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai