Anda di halaman 1dari 2

Pemilihan Ketua Lembaga Dakwah

Bagaimana mekanisme pemilihan ketua lembaga dakwah yang biasa dilakukan pada lembaga dakwah di
kampus lain ?

Prosesi pemilihan ketua lembaga dakwah adalah momen yang ditunggu setiap tahunnya. Setiap kader atau
bahkan massa kampus menunggu-nunggu siapa pemimpin mereka selanjutnya. Apakah ia seorang yang
konvensional , moderat atau liberal ataukah ia seorang yang pendiam, banyak bicara atau seadanya. Islam
mengajarkan prinsip syuro dalam memutuskan sesuatu. Syuro ini adalah kumpulan orang-orang ( lebih dari
satu orang ) yang bermusyawarah bersama untuk memutuskan sesuatu.

Prinsip anggota syuro ada dua, keterwakilan dan/atau kompetensi. Keterwakilan dari elemen atau sub-
kelompok yang menunjang sebuah lembaga, dalam hal dakwah kampus, jika kelompok utama adalah LDK,
maka sub-kelompok adalah LDF dan LDPS. Sedangkan kompetensi adalah kapasitas internal seseorang,
biasanya ada orang yang pandai fiqih, penghafal Qur’an, ahli ilmu keorganisasian, dan ahli strategi dakwah
( penyesuaian dengan kebutuhan dakwah kampus ).

Sehingga satu prinsip mendasar dalam menentukan ketua lembaga dakwah adalah dengan syuro. Akan tetapi
tentu butuh banyak penyesuaian dari prinsip syuro ini dengan kondisi lembaga dakwah yang ada. Penyesuaian
ini tidak akan mengurangi esensi syuro yang ada, dan keputusan yang diberkahi Allah akan terbentuk, Insya
Allah. Perlu kiranya pemilihan ketua lembaga dakwah ini memperhatikan beberapa hal untuk meningkatkan
kebermanfaatan pemilihan ini. Jangan sampai pemilihan ketua lembaga dakwah hanya “diam-diam” saja dan
hanya bermanfaat untuk sesama kader saja.

Persiapan sebelum pemilihan

Mempersiapkan calon yang akan terpilih nantinya. Persiapkan lebih dari satu calon agar ada komparasi dan
team building diantara calon. Karena pada dasarnya tidak ada kader yang benar benar berambisi menjadi
ketua lembaga dakwah. Oleh karena itu nuansa persaingan bisa dikatakan tidak ada. Akan tetapi dengan
persiapan sebelumnya, mungkin sekitar 1-2 bulan sebelum pemilihan, memungkinkan para calon untuk
mempersiapkan diri dengan baik.

Publikasi calon dan hasil

Pada dasarnya ketua lembaga dakwah adalah pemimpin umat, pada tingkat program studi ketua lembaga
dakwah akan menjadi amirul mukminin untuk mahasiswa di satu program studi, begitu pula dengan lembaga
dakwah lain. Perlu saya tekankan pentingnya pengenalan calon dan hasil dari pemilihan yang telah dilakukan.
Tugas panitia pelaksana pemilihan salah satunya adalah memperkenalkan calon ketua lembaga agar ia bisa
dikenal oleh umatnya.

Dua faktor pendukung tambahan ini akan menjadi penyempurna konsep pemilihan yang akan dilakukan.
Bagaimana prosesinya ? saya biasa melihat lembaga dakwah melakukan pemilihan dalam sebuah muktamar
atau musyawarah besar dari lembaga dakwah tersebut. Prosesi dilakukan setelah leporan
pertangunggjawaban kepengurusan sebelumnya. Biasanya digabung dalam satu momen ini. Di kampus lain,
saya melihat contoh yang berbeda, yakni momen LPJ dipisahkan dengan pemilihan ketua, mereka ber-LPJ
dahulu lalu diselingi dengan masa reses sekitar satu pekan, lalu baru diadakan momen pemilihan ketua
lembaga dakwah. Kedua bentuk prosesi ini tidak ada yang lebih baik, disesuaikan saja dengan kebutuhan di
lembaga dakwah. Selanjutnya saya akan memamparkan bagaimana proses pemilihan ketua lembaga yang
pernah saya amati.

Musyawarah Majelis Syuro


Metoda yang paling sering digunakan. Pertama kepengurusan sebelumnya meng-screening calon calon yang
layak. Setelah itu diadakan seleksi hingga mendapatkan sisa calon ketua yang paling layak. Selanjutnya majelis
syuro yang terdiri dari orang-orang yang sudah diamanahkan bermusyawarah dengan data pendukung untuk
memutuskan calon yang paling layak. Metode ini dapat melatih kepercayaan kepada syuro.

Musyawarah Peserta Forum Pemilihan

Proses awalnya sama dengan sebelumnya. Pertama kepengurusan sebelumnya meng-screening calon calon
yang layak. Setelah itu diadakan seleksi hingga mendapatkan sisa calon ketua yang paling layak. Setelah itu
dipimpin oleh seorang pemimpin sidang, bersama dengan seluruh peserta forum pemilihan ketua
bermusyawarah besar untuk menentukan siapa yang paling layak. Untuk memudahkan, biasanya forum
dipecah menjadi dua, yakni pria dan perempuan. Setiap gender ini bermusyawarah untuk memutuskan satu
suara. Ketika antara pria dan perempuan mengajukan calon yang sama, maka artinya telah terjadi
kesepahaman. Akan tetapi jika belum ada kesepakatan, peserta sidang memimpin kembali musyawarah
dengan hanya mempertimbangkan dua calon saja. Metode ini berdampak pada meningkatnya rasa
kepemilikan dimana semua anggota merasa dilibatkan dalam pemilihan.

Musyawarah Antara Calon

Proses awalnya sama dengan sebelumnya. Pertama kepengurusan sebelumnya meng-screening calon calon
yang layak. Setelah itu diadakan seleksi hingga
mendapatkan sisa calon ketua yang paling layak.
Lalu diantara calon yang telah terpilih, saling
bermusyawarah untuk menentukan siapa yang
paling siap diantara mereka. Metode ini dapat
menguatkan ikatan hati antar calon, dan biasanya
ada komitmen bersama untuk saling mendukung
satu sama lain.

Jejak Pendapat Seluruh Massa Kampus

Ini mungkin bukan metode yang umum, setau


saya baru di kampus ITB dengan LDK GAMAIS nya
yang menjalankan mekanisme ini. Yakni setiap kader pada jenjang tertentu mempunyai hak untuk mengajukan
diri sebagai calon kepala lembaga dakwah. Setiap calon ini, sudah mencapai jenjang tertinggi di kaderisasi
lembaga, sehingga dari segi kapasitas internal sudah dinilai layak. Setelah calon mengajukan diri, ia harus
mengikuti semacam fit and proper test serta harus memenuhi syarat administrasi. Selanjutnya dilanjutkan
dengan kampanye langsung ( hearing ) di area dan waktu yang telah ditentukan, maupun kampanye tidak
langsung dengan media untuk mempromosikan dirinya. Setelah itu diadakan jejak pendapat kepada semua
masyarakat kampus untuk memilih siapa calon yang paling layak untuk mereka. Metoda ini berdampak sangat
positif dalam keberterimaan lembaga dakwah, menimbulkan citra terbuka dan “untuk semua” serta inklusif,
dan pemimpin terpilih sudah dikenal dan dipilih langsung oleh masyarakat kampus. Akan tetapi, metoda ini
saya rasa baru cocok untuk Lembaga dakwah yang sudah stabil dan memiliki sistem kaderisasi yang baik.
Sehingga siapapun dari calon yang terpilih tidak jadi masalah, karena pada dasarnya kapasitas mereka sudah
sangat layak semua.

Anda mungkin juga menyukai