Anda di halaman 1dari 38

EPISTEMOLOGI SAINS 1.

Pengertian Epistemologi

Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa
Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk
menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai
pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang
filsafat yang berurusan dengan hakekat dan lingkungan pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan
dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. (Dwi
Hamlyn, History of Epstemology, dalam Amsal Bakhtiar. 2004 : 148). Epistemologi adalah pembahasan
mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas
pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu
pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa? Kriterianya apa saja? (Idris, Epistemologi / Filsafat
pengetahuan. 2010). Dalam Kamus Webster

disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu

pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar,

metode, dan batas-batas ilmu pengetahuan Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu
pengetahuan? Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah?
Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah
disebutkan. Filsafat, tulis Suriasumantri, tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping
membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar ada, tentang hidup dan eksistensi
manusia.

2.

Epistemologi Sains

Epistemologi Sain adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi Sains


merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan
kebenaran pengetahuan. Disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh
manusia menjadi bahan pijakan. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini
beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang
membentuknya.

3. Metode-metode untuk Memperoleh Ilmu Pengetahuan a. Empirisme

Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan
dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu
manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku
catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari
penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut. Ia memandang akal sebagai
sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti
semua pengetahuan kita betapa pun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-
pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun
objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu
bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.

b. Rasionalisme

Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme
mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di
dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna
mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat
ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.

c. Fenomenalisme

Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang
sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh
akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti

keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya,
pengetahuan tentang gejala (Phenomenon). Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat
bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi
para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap
barang sesuatu serta pengalaman.

d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa,
atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil
pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga
dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di
samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat
merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh
penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada
pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun
pengalaman intuitif. Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang
biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme setidak-tidaknya dalam beberapa
bentuk hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan
dari pengetahuan yang nisbi, yang meliputi sebagian saja yang diberikan oleh analisis. Ada yang
berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai
lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak
pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat
menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.

e. Dialektis

Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik
tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari
dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan
bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan,
bertolak paling kurang dua kutub. f 

. Metode Ilmiah

Metode Ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar dilakukan langkah berikut:

logico-hypothetico-verificartif 

. Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis kemudian lakukan
pembuktian hipotesis itu secara empiris. Metode Ilmiah secara teknis dan rinci dijelaskan dalam satu
bidang ilmu yang disebut

Metode Riset

. Metode Riset menghasilkan model-model penelitian. Model-model penelitian inilah yang menjadi
instansi terakhir dan memang operasional dalam membuat aturan (untuk mengatur manusia dan alam)
tadi. Hasil-hasil penelitian itulah yang sekarang serupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai
bidang.

 Upload
 Login
 Signup


 Home
 Explore

 Presentation Courses
 PowerPoint Courses

 by LinkedIn Learning
5 of 16

MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx


Firman Anz

MAKALAH EPISTEMOLOGI SAINS .docx

1. 1. i EPISTEMOLOGI SAINS MAKALAH Untuk memenuhi tugas matakuliah Filsafat


Ilmu yang dibimbing oleh Bapak Arif Majid, M.Pd.I Oleh: Andri Sujatmiko
(20130109037) Mohammad Firman Anshori (20130109014) Nur Azizah (20130109033)
Semester IV SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH IBNU SINA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN S1 PENDIDIKAN MARET 2015
2. 2. ii PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Dengan mengucap syukur Alhamdulillah
kehadirat Allah S.W.T. atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Epistemologi
Sains”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Filsafat Ilmu yang
dibimbing oleh Bapak Arif Majid, M.Pd.I. Namun, tanpa adanya bantuan serta motivasi
dari berbagai pihak, makalah ini tidak akan bisa terselesaikan. Sehingga, pada
kesempatan ini kami selaku penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Hj. As’adul Anam, M.Ag, selaku ketua 1 Sekolah Tinggi
Ilmu Tarbiyah IBNU SINA yang telah banyak memberikan kemudahan berupa
tersedianya sarana dan prasarana. 2. Bapak Arito Nur rohmah, M.A, selaku Ketua
Program Studi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah IBNU SINA yang telah memilihkan paket
matakuliah selama satu semester. 3. Bapak Arif Majid, M.Pd.I, selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
penyusunan makalah ini. 4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang
sangat bermanfaat kepada penulis selama ini. 5. Aziz Ma’rifatullah selaku ketua kelas
semester IV Prodi PAI STIT IBNU SINA, yang sangat membantu kami dalam kelancaran
pembuatan makalah dan selalu setia menemani kami. 6. Bapak To dan Bapak Narko yang
selalu membersihkan kelas kami sebelum kami memasuki kelas dan selalu menyediakan
kopi panas ketika kami istirahat. 7. Ibu Nur Azizah yang telah membelikan martabak gula
ketika pembuatan makalah ini.
3. 3. iii Penulis menyadari bahwa makalah yang tersusun ini masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan yang disebabkan oleh kelemahan serta terbatasnya pengetahuan
dan materi yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa khususnya dan seluruh pembaca pada
umumnya, dan semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mendapat
Imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin. Kepanjen, 29 Maret 2015 Penulis
4. 4. iv DAFTAR ISI
SAMPUL ........................................................................................................ i PRAKATA
..................................................................................................... ii DAFTAR
ISI .................................................................................................. iv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2 C. Tujuan Penulisan
.......................................................................... 2 D. Batasan
Masalah ........................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A.
Pengertian epistemologi ilmu ....................................................... 3 B. Proses dan cara
mendapatkan ilmu .............................................. 4 1. Obyek
pengetahuan .................................................................. 4 2. Terjadinya
Pengetahuan ........................................................... 4 3. Metode
ilmiah .......................................................................... 6 4. Ciri-ciri
ilmu ............................................................................. 8 C. Cara mengukur kebenaran
ilmu ................................................... 9 BAB III PENUTUP A.
Kesimpulan ................................................................................... 11 B.
Saran ............................................................................................. 11 DAFTAR
RUJUKAN .................................................................................... 12
5. 5. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup didunia tidak
hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan tetapi manusia juga memerlukan
informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk
memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain
yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah
pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat
memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak
jarang manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga sebagai teori
pengetahuan karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu
logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi
segala ilmu dan pengetahuan. Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian
dari filsafat sistematik yang paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-
permasalahan yang membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh
disingkirkan darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak dan
jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan
biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa saja yang menjadi
dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk mengembangkan diri
dalam mengikuti perkembangan informasi yang pesat. Menurut Dwi Hamlyn yang
dikutip oleh Bakhtiar Epistemologi berasal dari bahasa yunani episteme yang berarti
pengetahuan ilmu atau teori pengetahuan. Epistemologi adalah cabang filsafat yang
memberikan fokus perhatian pada sifat dan ruang lingkup pengetahuan. Epistemologi
atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan hakikat dan lingkungan
6. 6. 2 pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.1 B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana Pengertian Epistemologi Ilmu? 2. Bagamana Proses Cara mendapatkan Ilmu?
3. Bagaimana Cara mengukur kebenaran Ilmu? C. Tujuan Penulisn Makalah 1.
Mengetahui Pengertian Epistemologi Ilmu? 2. Mengetahui Proses dan Cara mendapatkan
Ilmu? 3. Mengetahui Cara mengukur kebenaran Ilmu? D. Batasan Masalah Dari rumusan
masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu
luas namun menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis
memandang perlu member batasan masalah secara jelas dan terfokus. Selanjutnya
masalah yang menjadi pokok bahasan dibatasi hanya pada Proses dan cara Mendapatkan
Ilmu serta bagaimana cara mengukur kebenaran Ilmu. 1 Bakhtiar Amsal . Filsafat Ilmu,
(Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 148
7. 7. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Epistemologi Ilmu Sebelum kita membahas
tentang pengertian dari epistemologi ilmu maka lebih baik kita menguraikan dari
pengertian epistemologi dan pengertian ilmu secara terpisah. Epistemologi berasal dari
kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran
dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat
diartikan teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan
yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi “theory of knowledge”2. Menurut Sudarsono
epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan,
sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat metode dan keahlian
pengetahuan. Oleh karena itu sistematika penulisan epistemology adalah terjadinya
pengetahuan, teori kebenaran, metode-metode ilmiah dan aliran-aliran teori
pengetahuan3. Sedangkan Pengertian Ilmu (science) dapat ditinjau dari dua segi pertama
Segi semantik yaitu: Kata ilmu berasal dari bahasa arab, a’lama yang berarti
pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata sciensce dalam bahasa inggris,
tetapi ia merupakan serapan dari bahasa latin, scio, scire yang arti dasarnya pengetahuan.
Ada juga yang menyebutkan bahwa scientia yang berarti pengetahuan dan aktivitas
mengetahui.4 Menurut H. Endang Saifuddin Anshari ilmu adalah usaha pemahaman
manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian,
bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal-ikhwal yang diselidiki (alam, manusia, dan
agama) sejauh yang dapat dijangkau daya 2 Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar,
(Jakarta, Bumi Aksara, 2009), h. 53. 3 Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,
(Jakarta, Rineka Cipta, 2001), h. 137 4 Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu dan Hakikat
Menuju Nilai, (Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2006), h. 95
8. 8. 4 pemikiran yang dibantu penginderaan manusia itu, yang kebenarannya diuji secara
empiris, riset dan eksperimental5. Dari beberapa definisi tentang ilmu di atas, bila
ditinjau dari segi maknanya menunjukkan sekurang-kurangnnya tiga hal, yakni aktivitas,
metode, dan pengetahuan. Tetapi, pengertian ilmu sebagai aktivitas, metode, dan
pengetahuan itu lebih mendalam sesungguhnya tidak bertentangan. Bahkan sebaliknya,
ketiga hal itu merupakan kesatuan yang logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus
diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode
tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Kesatuan dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan yang boleh dikatakan
menyusun diri menjadi ilmu.6 Sesuai dengan cakupan filsafat ilmu, maka pada bagian ini
kita pahami epistemologi ilmu yakni menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan objek
ilmu, cara-cara yang ditempuh dalam memperoleh ilmu, mengukurnya serta cara kerja
metode ilmiah7. B. Proses dan Cara mendapatkan Ilmu 1. Obyek Pengetahuan Obyek
Pengetahuan sain (Obyek yang diteliti sain) adalah semua obyek yang empiris, Jujun
menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup
pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman adalah pengalaman indera.8 2.
Terjadinya Pengetahuan Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang sangat
urgen untuk dibahas di dalam Epistemologi, sebab orang akan berbeda pandangan
terhadap terjadinya pengetahuan. Sebagai alat untuk mengetahui terjadinya 5 Endang
Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat & Agma, (Surabaya, PT Bina Ilmu, 1979), h. 49 6 The
Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2000),h. 86-88 7
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, epistemologidan aksiologi pengetahuan,
(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 27 8 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu:
Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta, Sinar Harapan, 1994),h. 105
9. 9. 5 pengetahuan menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to Philosophical
Analysis mengemukakan ada enam hal, diantaranya9: a. Pengalaman Indera (Sense
Experience) Orang sering merasa penginderaan merupakan alat yang paling vital dalam
memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang
berupa alat-alat untuk menangkap objek dari luar diri manusia melalui kekuatan indera.
Kesalahan akan terjadi apabila ada ketidak normalan antara alat-alat itu. Dengan
demikian bahwa indra merupakan sumber dan alat makrifat dan pengetahuan ialah hal
yang sama sekali tidak disangsikan. b. Nalar (Reason) Nalar adalah salah satu corak
berfikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk
mendapatkan pengetahuan baru. c. Otoritas (Authority) Otoritas adalah kekuasaan yang
sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah
satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang
yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh dari
otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi, karena orang yang telah menyampaikannya
mempunyai kewibaan tertentu. d. Intuisi (Intuition) Intuisi adalah kemampuan yang ada
pada diri manusia berupa proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu
untuk membuat pernyataan yang berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh
melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena
pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. 9 John Hoppers, An
Introduction to Philosophical Analysis, (terjemahan oleh Dr. Sukirman, M.Psi, Bandung),
h. 16 (Online Http//Digilib/ITB,ID 158392, Diakses Hari Rabu Tanggal 25 Maret 2015,
Pukul 10.00 WIB)
10. 10. 6 e. Wahyu (Revelation) Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa
wahyu merupakan sumber ilmu, Karena diyakini bahwa wahyu itu bukanlah buatan
manusia tetapi buatan Tuhan Yang Maha Esa. Wahyu adalah berita yang disampaikan
oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk kepentingan ummatnya. Kita mempunyai
pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan
itu. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal
sesuatu melalui kepercayaan kita. f. Keyakinan (Faith) Keyakinan adalah suatu
kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Adapun
keyakinan itu sangat statis, kecuali ada bukti-bukti yang akurat dan cocok untuk
kepercayaannya.10 3. Metode Ilmiah Setelah mengalami pengalaman maka sebuah
pengetahuan tidak dapat dikategorikan ilmu sebelum melalui beberapa metode ilmiah.
Secara etimologi metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta
(menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara,
arah) kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian
ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut sistem/ aturan tertentu. Menurut Suraijo11,
Metode ilmiah adalah suatu kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah.
Dalam sains dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan, eksperimen,
generalisasi, dan verifikasi. Sedangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan budaya, yang
terbanyak dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan pengamatan.
Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu: 1. Merumuskan masalah.
Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan. 10 Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu
Pengantar,(Jakarta : Bumi Aksara, 2009 ), h. 57. 11 Ibid. h. 35
11. 11. 7 2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat
pada pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka. 3.
Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan
data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka. Hipotesis ialah
pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya. Belum
atau tidak ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti bahwa hipotesis itu salah.
Hipotesis itu benar, bila logis. Ada atau tidak ada bukti empirisnya adalah soal lain.
Kelogisan suatu hipotesis juga teori lebih penting daripada bukti empirisnya.12 4.
Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian. 5. Mengolah data (hasil)
percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil
penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas
ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan
memberikan hasil yang sama). 6. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran
hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa
mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan
menjadi teori. Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki
oleh setiap penelitian dan ilmuwan. Menurut Jafar sikap ilmiah13 yang dimaksud adalah :
1. Rasa ingin tahu 2. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)
3. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi) 12
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi,epistemologidan aksiologi
penegetahuan,.. . h. 36 13 Zulkarnaen Jafar, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, dalam
http://zulkarnaenjafar.blogspot.com/2011/10/epistemologi-ilmu-pengetahuan.html
( diakses pada hari rabu tanggal25 maret pukul 11.00 WIB),
12. 12. 8 4. Tekun (tidak putus asa) 5. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)
6. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain) 4. Ciri-Ciri Ilmu
Dengan menilik persoalan keilmuan pada dasarnya masalah yang terkandung dalam ilmu
adalah selalu harus merupakan suatu problema yang telah diketahuinya atau yang ingin
diketahuinya, kemudian ada suatu penelitian agar dapat diperoleh kejelasan tentunya
dengan mempergunakan metode yang relevan untuk mencapai kebenaran yang cocok
dengan keadaan yang sesungguhnya. Menurut Liang Gie14 Ilmu Pengetahuan atau
pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie (1987) mempunyai 5 ciri pokok: a. empiris,
pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan; b. sistematis,
berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu
mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur; c. objektif, ilmu berarti pengetahuan
itu bebas dari prasangka perorangan dan kesukaan pribadi; d. analitis, pengetahuan ilmiah
berusaha membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian yang terperinci untuk
memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu; e. verifikatif,
dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga15. Sedangkan demi objektivitas ilmu,
ilmuwan harus bekerja dengan cara ilmiah. Sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkan,
apabila dipenuhi syarat- syarat yang intinya adalah: a. Ilmu harus mempunyai objek, ini
berarti bahwa kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai adalah persesuaian antara
pengetahuan dan objeknya. 14 The Liang Gie, PengantarFilsafat Ilmu. . .h. 86-88 15 Fuad
Ihsan,Filsafat Ilmu,(Jakarta, Rineka Cipta, 2010 ), h. 113.
13. 13. 9 b. Ilmu harus mempunyai metode, ini berarti bahwa untuk mencapai kebenaran
yang objektif, ilmu tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi. c. Ilmu harus sistematik,
ini berarti bahwa dalam memberikan pengalaman, objeknya dipadukan secara harmonis
sebagai suatu kesatuan yang terartur.Ilmu bersifat universal, ini berarti bahwa kebenaran
yang diungkapkan oleh ilmu tidak mengenai sesuatu yang bersifat khusus, melainkan
kebenaran itu berlaku umum. Disamping itu yang perlu disadari, yakni ilmu bukanlah hal
yang statis, melainkan bergerak dinamis sesuai dengan pengembangan yang diusahakan
oleh manusia dalam mengungkapkan tabir alam semesta ini. Usaha pengembangan
tersebut mempunyai arti juga bahwa kebenaran yang masih terbuka untuk diuji16. C.
Cara Mengukur Kebenaran Ilmu Untuk dapat memperoleh pengetahuan yang benar pada
dasarnya ada dua cara yang dapat ditempuh oleh manusia yaitu dengan cara non ilmiah
dan cara ilmiah. Menurut ahli filsafat pengetahuan yang benar pada mulanya diperoleh
melalui cara nonilmiah di banding dengan cara ilmiah, hal ini disebabkan oleh
keterbatasan daya pikir manusia. Pendekatan ilmiah menuntut dilakukan cara-cara atau
langkah- langkah tertentu dengan perurutan tertentu pula agar dapat dicapai pengetahuan
yang benar. Namun, tidak semua orang suka melewati tata tertib pendekatan ilmiah itu
untuk sampai pada pengetahuan yang benar mengenai hal yang dipertanyakannya.
Bahkan di kalangan masyarakat awam untuk memperoleh pengetahuan yang benar lebih
baik suka menggunakan pendekatan non ilmiah. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
manusia untuk memperoleh kebenaran melalui cara non ilmiah, di antaranya adalah: a.
Akal sehat; b. Prasangka; c. Pendekatan intuisi; 16 Fuad Ihsan . . .h. 113.
14. 14. 10 d. Penemuan kebetulan dan coba-coba; e. Pendekatan otoritas ilmiah dan pikiran
kritis. Bila kita hendak mengukur kebenaran ilmu, pada intinya kita mengukur kebenaran
teori,karena isi dari ilmu adalah teori-teori. Pada awalnya kita mengajukan hipotesis,
selanjutnya hipotesis diuji secara logika, contoh: “Ketika datang hari raya idul fitri,
kebutuhan masyarakat Indonesia secara umum terhadap sandang dan pangan akan
meningkat”. Menurut teori bahkan hukum ekonomi (penawaran dan permintaan),
hipotesis ini lebih cenderung benar, karena itu tentu akan ada pihak-pihak yang
berkesempatan untuk meraih keuntungan yang banyak. Secara uji logika, momentum idul
fitri akan meningkatkan harga-harga kebutuhan pokok, menjadi suatu hal yang rasional,
dan luluslah ia. Untuk meyakinkannya maka adakan peninjauan ke pasar-pasar dan
tanyakan pada para pedagang dan pembeli tentang perkembangan harga- harga tersebut.
Bila ternyata benar, uji empiris atau pengalaman lapangan menunjukan demikian, maka
hipotesis secara logika dan empirik benar adanya, kemudian menjadi teori. Dan jika
demikian terjadi pada setiap moment idul fitri, maka teori meningkat menjadi hukum atau
aksioma. Dengan demikian hipotesis yang kita rumuskan hendaknya telah mengandung
kebenaran secara logika, sehingga kelanjutannya tinggal kebenaran empirisnyalah yang
perlu dibuktikan. Hipotesis ialah pernyataan yang sudah benar secara logika, tetapi belum
ada bukti empirisnya. Belum atau tidak ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti
bahwa hipotesis itu salah. Hipotesis itu benar, bila logis. Ada atau tidak ada bukti
empirisnya adalah soal lain. Kelogisan suatu hipotesis juga teori lebih penting daripada
bukti empirisnya.17 Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori. Jika
sesutau teori selalu benar, yaitu jika teori itu naik tingkat keberadaannya maka menjadi
hukum atau aksioma. 17 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai
Ontologi,epistemologidan aksiologi pengetahuan,.. . h. 36
15. 15. 11 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Epistemologi ilmu adalah hal-hal yang
berkaitan dengan objek ilmu, cara-cara yang ditempuh dalam memperoleh ilmu, dan cara
mengukur kebenarannya, serta cara kerja metode ilmiah. 2. Obyek Pengetahuan sain
(Obyek yang diteliti sain) adalah semua obyek yang empiris. 3. Pengetahuan adalah
semua hal yang didapat berdasarkan: Pengalaman Indera (Sense Experience), Nalar
(Reason). Otoritas (Authority), Intuisi (Intuition), Wahyu (Revelation), Keyakinan
(Faith). 4. Pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ilmu setelah mengalami metode
ilmiah yang terdiri dari, Merumuskan masalah, Mengumpulkan keterangan, Menyusun
hipotesis, Menguji hipotesis, Mengolah data, Menguji kesimpulan. 5. Pengetahuan dapat
dikatan sebagai Ilmu apabila mempunyai karalteristik sebagi berikut: Ilmu harus
mempunyai objek, Ilmu harus mempunyai metode, Ilmu harus sistematik. 6. Untuk
menguji kebenaran maka yang harus kita lakukan adalah pengujian hipotesis, hipotesis
terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori. Jika sesutau teori selalu benar, yaitu jika
teori itu naik tingkat keberadaannya maka menjadi hukum atau aksioma. B. Saran
Hendaknya setiap mahasiswa dan praktisi pendidikan mengetaui dan menerapkan
epistemologi ilmu, agar dapat menumbuhkan sikap berpikir kritis sesuai dengan kaidah
ilmiah dan mengerti cara mendapatkan ilmu dengan benar.
16. 16. 12 DAFTAR RUJUKAN Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi,
epistemology dan aksiologi penegetahuan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Bakhtiar Amsal . Filsafat Ilmu, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004. Cecep Sumarna,
Filsafat Ilmu dan Hakikat Menuju Nilai, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2006. Endang
Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat & Agma, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1979. Fuad Ihsan,
Filsafat Ilmu,Jakarta, Rineka Cipta, 2010. John Hoppers, An Introduction to
Philosophical Analysis, terjemahan oleh Dr. Sukirman, M.Psi, Bandung. (Online
Http//Digilib/ITB,ID 158392, Diakses Hari Rabu Tanggal 25 Maret 2015, Pukul 10.00
WIB) Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Sinar
Harapan, 1994. Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta, 2001.
Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar, Jakarta, Bumi Aksara, 2009. The Liang Gie,
Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, 2000 . Zulkarnaen Jafar,
Epistemologi Ilmu Pengetahuan, dalam
http://zulkarnaenjafar.blogspot.com/2011/10/epistemologi-ilmu- pengetahuan.html
(diakses pada hari rabu tanggal 25 maret pukul 11.00 W

https://www.academia.edu/32816483/EPISTIMOLOGI_ONTOLOGI_DAN_AKSIOLOGI_PEN
GETAHUAN_SAINS
A. Pendahuluan

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau t idak
langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan
manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada. sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban
bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.1 Lalu bagaimana kita menyusun
pengetahuan yang benar? Masalah inilah yang dalam kajian filsafat disebut epistemologi, dan
landasannya disebut metode ilmiah. Epistemologi disebut juga dengan filsafat ilmu, merupakan
cabang filsafat yang mempelajari dan menentukan ruang lingkup pengetahuan. Epistemologi
berusaha membahas bagaimana ilmu didapatkan, bukan untuk apa atau mengenai apa.

Pengetahuan berusaha memahami benda sebagaimana adanya, lalu akan timbul


pertanyaan, bagaimana seseorang mengetahui kalau dirinya telah mencapai pengetahuan tentang
benda sebagaimana adanya? Untuk menjawab apakah manusia telah tahu dengan
pengetahuannya, maka epistemologi adalah jawabnya. Kepastian yang dicari oleh epitemologi
dalam mencari kebenaran apakah manusia sudah benar sesuai dengan tingkat pengetahuan
dimungkinkan oleh suatu keraguan. Dengan keraguan inilah akan memberi kesempatan kepada
epistemologi untuk menjawabnya.

Kebenaran sebuah ilmu pengetahuan dapat diuji melalui landasan epistemologi. Karena
penelaahan epistemology adalah rasional dan logis menurut kaidah keilmiahan. Titik tolaknya
adalah bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh melalu tata cara dan prosedur ilmiah sehingga
dapat diterima kebenarannya Meskipun demikian tidak semua orang dapat disamakan
persepsinya terhadap kebenaran  sebuah ilmu pengetahuan itu. Karena manusia sebagai subjek 
tentu tingkat penelaahannya berbeda satu sama lain. Jika ilmu pengetahuan itu dianggap rasional
menurut daya tangkap indra dan akalnya maka ia mempunyai nilai positif, tetapi sebaliknya jika 
tidak dapat diterima oleh pemikirannya maka ilmu itu dianggap negatif. Dengan demikian
sebuah kebenaran dari ilmu pengetahuan itu bersifat relative.

B. Pembahasan

1. Pengertia Epistemologi

1 Jujun S Sumantri " Filsafat Ilmu , Sebuah Pengantar Poupuler" (Jakarta : PT.Penebar Swadaya, , 2010),
hlm, 104
Epistemologi berasal dari kata bahasa yunani episteme yang berarti pengetahuan atau
kebenaran dan logos yang berarti kata, pikiran, ilmu atau teori. Karena itu secara etimologis,
epistemologi berarti ilmu atau teori tentang pengetahuan yang benar atau teori pengetahuan.2
Istilah epistemology digunakan pertama kali oleh J,F. Feriere dengan maksud untuk
membedakan dua cabang filsafat yaitu epistemologi dan ontologi (metafisika umum). Kalau
dalam metafisika pertanyaan pokok itu menyangkut yang ada atau adanya (being), maka
pertanyaan dasar dalam epistemology adalah apa yang saya ketahui.3
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan
gagasan pengetahuan manusia. Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan
disusun dari bahan yang diperoleh dan dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah, yaitu
suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistemik dan logis. Dalam
rumusan lain, epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari watak, batas dan
berlakunya ilmu pengetahuan.4
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang
memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang
harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa?
Kriterianya apa saja? . Persoalan-persoalan penting yang dikaji dalam epistemology berkisar
pada masalah :asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan
pengetahuan dengan keniscayaan, hubungan pengetahuan dengan kebenaran, kemungkinan
skeptisisme universal, serta bentuk-bentuk perubahan pengetahuan yang berasal dari
konseptualisasi baru mengenai dunia.5

Dalam Kamus Webster disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori ilmu


pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-
batas ilmu pengetahuan Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu pengetahuan?
Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-

2 Konrad Kebung, P. hd, "Filsafat Ilmu Pengetahuan " (Jakarta : PT. Pustakaraya, , 2011), hlm : 37

3 Ibid, hlm, 38

4 Nina W Syam M.S, " Filsafat sebagai Akar Ilmu Komunikasi " (Bandung : Remaja Rosda Karya, , 2010),
hlm :139

5 Ibid, hlm, 140


pertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan.
Filsafat, tulis Suriasumantri, tertarik pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping
membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di seputar ada, tentang hidup dan
eksistensi manusia.

Dalam pembahasan lain bahwa Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang
pikiran. Akan tetapi, logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika
minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor
mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.
Landasan epistemologisnya (menurut Wahyu dalam Filsafat Ilmu 2009 : slide 4 ) adalah titik
tolak penelahaan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh
kebenaran. Dalam hal ini yang dimaksud adalah  metode ilmiah. Adapun hal-hal yang hendak
diselesaikan epistemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.

Hollingdale mendefinisikan epistemologi secara sederhana sebagai “Teori mengenai asal


usul pengetahuan dan merupakan alat untuk mengetahui” 6. Ia menegaskan, epistemologi
merupakan: “The theory of the nature of knowing and the means by which we know”. dalam Dr.
U. Maman Kh., M.Sc). Kata-kata “to know” (untuk mengetahui) dan “means” (alat-alat) menjadi
kata kunci dalam poses epistemologis. Bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu, serta metode
(teknik, instrumen dan prosedur) apa yang kita gunakan untuk mencapai pengetahuan yang
bersifat ilmiah? Inilah inti pembahasan yang menjadi perhatian epistemologi.

Jujun S Surlasumantri menjelaskan bahwa Epistemologi merupakan pembahasan


mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan; apakah sumber-sumber pengetahuan?
Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan
untuk mendapatkan pengetahuan ? sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk
ditangkap manusia.7

2. Pengertian Sain

6 R.J. Hollingdale, Western Philosophy (London: Kahn & Averill, 1993) hal. 37

7 Jujun S Surlasumantri, Op Cit, hlm, 119


Ilmu atau science secara harfiah berasal dari kata Latins cire yang berarti mengetahui.
Karena itu,science dapat diartikan “situasi atau fakta mengetahui, sepadan dengan pengetahuan
(knowledge), yang merupakan lawan dari intuisi atau kepercayaan. Selanjutnya, kata science
mengalami perkembangan dan perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang
berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat
dasar atau prinsip dari apa yang dikaji.  Dengan demikian, sains yang berarti “pengetahuan”
berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi indrawi.”
Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik, sejalan dengan definisi
lain tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia fisik.

Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat empiris, baik berhubungan dengan
benda-benda fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi dan
sosiologi. Inilah karakter sains yang paling mendasar dalam pandangan epistemologi
konvensional. Sains merupakan produk eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat
dilakukan, baik terhadap benda- benda mati (anorganik) maupun makhluk hidup sejauh hasil
eksperimen dapat diobservasi secara indrawi. Eksperimen pun dapat dilakukan terhadap
manusia, seperti yang dilakukan Waston dan penganut aliran behaviorisme klasik lainnya.

3. Objek Pengetahuan Sain

Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain) ialah semua objek yang
empiris. Jujun S Suriasumantri yang telah dikutip oleh Ahmad Tafsir mennyatakan bahwa objek
kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang
dimaksud pengalaman disini ialah pengalaman indera.8

Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris sebab bukti-bukti yang harus ia
temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti yang empiris ini diperlukan untuk menguji bukti
rasional yang telah dirumuskan dalam hepotesis.

Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali: alam, tumbuhan, hewan, dan
manusia, serta kejadian-kejadian di sekitar alam, tumbuhan, hewan dan manusia itu; semuanya

8 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu. (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2004), hlm 27
dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-teori sain. Teori-teori itu berkelompok
dan dikelompokkan dalam masing-masing cabang sain. Teori-teori yang berkelompok itulah
yang disebut struktur sain, baik cabang-cabang sain maupun isi masing-masing cabang sain
tersebut.9

4. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain

Untuk dapat memperoleh pengetahuan sain terdapat beberapa aliran sebagaimana


dibawah ini yaitu :

1). Rasionalisme
Rasionalisme adalah madhab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber
dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas.
Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah mengeksplorasi
gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.
Ahmad tafsir menjelaskan bahwa Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa
akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya
diukur dengan akal pula.10 Konrad Kebung, menjelaskan bahwa Rasionalisme adalah aliran
berfikir yang berpendapat bahwa pengetahuan yang benar mengandalkan akal dan ini menjadi
dasar pengetahuan ilmiah. Mereka memandang rendah pengetahuan yang diperoleh melalui
indera bukan dalam arti menolak nilai pengalaman dan melihat pengalaman melulu sebagai
perangsang bagi akal atau pikiran. Kebenaran dan kesesatan ada dalam pikiran kita dan
bukannya pada barang yang dapat dicerap oleh indera kita. Beberapa tokoh penting rasionalisme
adalah : Plato, Descartes, Spinoza dan Leibniz.11
Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern
yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan
era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia

9 Ibid, hlm 28

10 Ahmad Tafsir, Op Cit hlm 30

11 Konrad Kebung, Op Cit, hlm: 51-52


menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan
manusia.

2). Empirisme

Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa
Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme
adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran
yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca
indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah
sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.

Bagi kaum filsup empiris, sumber pengetahuan satu-satunya adalah pengalaman dan
pengamatan inderawi. Data dan fakta yang ditangkap oleh panca indera kita adalah sumber
pengetahuan. Semua ide yang benar datang dari fakta ini. Sebab itu semua pengetahuan manusia
bersifat empiris.12

Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:

a. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk
dengan menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal
atau rasio.
c. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak
langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan
matematika).
e. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi
mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.

12 Ibid, hlm. 55
f. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan.
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu
pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan
manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran
empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan
memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan
penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George
Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme.

Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan
penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan.

3). Positivisme

Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran
sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian.
Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif,
digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu
pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.13

Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, yang
terukur. Terukur inilah sumbangan penting positivism.14

Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah


Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para
tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan
dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.

Sementara menurut Ahmad Tafsir bahwa ketiga faham diatas saling berkaitan,
Rasionalisme atau berfikir logis tidak menjamin dapat memperoleh kebenaran yang disepakati.
Kalau begitu diperlukan hal lain yaitu Empirisme. Sementara itu Empirisme hanya menemukan

13 Ibid, hlm. 56

14 Ahmad Tafsir, Op Cit hlm, 32


konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasional, karena belum terukur. Jadi
diperlukan alat lain yaitu Positivisme. Kata positivism, ajukan logikanya, ajukan bukti
empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita masih memerlukan alat lain. Alat lain
itu ialah Metode Ilmiah. Metode ilmiah mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang benar
lakukan langkah beriku: logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa
itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan logika itu), kemudian lakukan pembuktian
hipotesis itu secara empiris.15

Metode ilmiah itu secara tekhnis dan rinci dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang
disebut Metode Riset. Metode riset menghasilkan model-model penelitian. Dengan
menggunakan Model penelitian tertentu kita mengadakan penelitian. Hasil-hasil penelitian itulah
yang kita warisi sekarang berupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang sain.16

5. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain.


Ukuran kebenaran pengetahuan sain dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. Uji logika, sebuah hepotesis bisa lolos apabila teori itu logis.
b. Uji Empiris, yaitu adakan eksperimen, ukuran kebenaran sains adalah benar jika
dapat ditemukan bukti empiris. Hipotesis yang terbukti maka menjadi teori
kemudian didukung bukti empiris maka teori itu menjadi hukum dan disebut
aksioma.17

15 Ibid , hlm, 33

16 Ibid, hlm, 33

17 Ahmad tafsir, Op Cit, hlm 36


C. Kesimpulan.

1. Pengertian Epistemologi Sain

a. a). Pengertian Epistimologi adalah : pembahasan mengenai metode yang


digunakan untuk mendapatkan pengetahuan atau Teori mengenai asal usul
pengetahuan dan merupakan alat untuk mengetahui.
b. b). Pengertian Sain adalah pengetahuan yang sistematis yang berasal dari
observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui
sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji.  Dengan demikian, sains yang berarti
“pengetahuan” berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari
observasi indrawi.
2. Objek pengtahuan Sain adalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman
manusia. Yang dimaksud pengalaman disini ialah pengalaman indera.
3. Cara memperoleh pengetahuan sain adalah ada beberapa aliran yaitu : Rasionalisme,
Empirisme dan Positivisme.
4. Ukuran kebenaran pengetahuan sain dapat dilakukan dengan dua cara : yaitu:
1). Uji logika.
2). Uji Empiris, yaitu adakan eksperimen.
DAFTAR PUSTAKA

Hollingdale, R.J., Western Philosophy, London: Kahn & Averill, 1993.

Kebung, Konrad P. hd, "Filsafat Ilmu Pengetahuan " Jakarta : PT. Pustakaraya, , 2011.

Sumantri, Jujun S " Filsafat Ilmu , Sebuah Pengantar Poupuler" Jakarta : PT.Penebar
Swadaya, , 2010.

Syam, Nina W M.S, " Filsafat sebagai Akar Ilmu Komunikasi " Bandung : Remaja Rosda
Karya, , 2010.

Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu. Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2004.

Anda mungkin juga menyukai