Anda di halaman 1dari 117

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN


BANJARMASIN

Tanggal 01 Februari – 31 Maret 2016

DISUSUN OLEH:

1. Dhea Rizqie Yulida 13484011065


2. M. Irwan Hidayat 13484011083
3. M. Rizkan Wahyudi 13484011025
4. Nurlaela yanty 13484011039

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


PROGRAM STUDI D3 FARMASI
2016
4

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikukm Wr. Wb.


5

Alhamdulillah, kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang selalu
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kita sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada unit pelayanan RSUD Ulin Banjarmasin ini tepat waktu
dan sesuai dengan sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, semangat, do’a, serta
petunjuk dalam menyelesaikan laporan ini, yaitu terutama kepada:
1. Bapak M. Syafwani, S.Kp., M.Kep., Sp.Jiwa selaku derektur Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
2. Ibu Hj. Siti Rahmah, S.Si., M.M.Kes., Apt selaku kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Ulin Banjarmasin yang telah membimbing kami selama kegiatan Praktek
Kerja Lapangan (PKL) ini berlangsung.
3. Ibu Risya Mulyani, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi DIII Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
4. Ibu Sri Rahayu, M.Farm., Apt selaku dosen pembimbing Praktek kerja lapangan yang
telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan laporan PKL.
5. Seluruh Apoteker, Asisten Apoteker dan Karyawan Instalasi Farmasi RSUD Ulin
Banjarmasin yang sudah memberikan bimbingan dan pelajaran selama kami
menjalankan PKL di RSUD Ulin Banjarmasin.
6. Kedua orang tua dan seluruh keluarga, yang telah memberikan semangat dan motivasi
beserta do’anya selama ini.
7. Teman-teman senasib dan seperjuangan yang telah bekerja sama dengan sabar dalam
susah maupun senang dan dalam suka dan duka.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu
selama pelaksanaan dan penyelesaian laporan PKL ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan laporan PKL ini masih banyak terdapat kekurangan dan
ketidak sempurnaan karena terbatasnya kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya.

Semoga laporan PKL ini dapat bermanfaat bagi semua.

Banjarmasin, Maret 2016


6

Penulis
7

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR SINGKATAN x

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Praktek Kerja Lapangan 3
C. Manfaat Praktek Kerja Lapangan 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Rumah Sakit 5
1. Definisi dan Klasifikasi 5
2. Tugas dan Fungsi 9
B. Instalasi Farmasi di Rumah Sakit 10
1. Definisi dan Kedudukan IFRS 10
2. Tugas dan Fungsi IFRS 12

BAB III. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN


BANJARMASIN
A. Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin 45
1. Sejarah Rumah Sakit Umum Banjarmasin 45
2. Visi, Misi dan Rumah Sakit Umum Daerah Umum
Banjarmasin 46
B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin
47
C. Depo Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin 48
1. Depo Umum 48
2. Depo BPJS 49
8

3. Depo IGD 49
4. Depo ICU 50
5. Depo IBS 51
6. Depo Tulip 51
7. Depo Geriatri 52
8. Depo Anggrek 52
9. Logistic Farmasi 53
10. Depo Aster 53
D. Manajemen Perbekalan Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Ulin Banjarmasin . 54
1. Perencanaan 54
2. Pengadaan 56
3. Penerimaan dan Pemeriksaan Barang 58
4. Penyimpanan 59
5. Distribusi 62
6. Administrasi 63
7. Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak 65
8. Pelayanan Resep dan Pelayanan Informasi Obat 67

BAB IV. KEGIATAN PKL DAN PEMBAHASAN


A. Manajemen Perbekalan Farmasi di Depo Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Ulin Banjarmasin 70
1. Depo Umum 70
2. Depo BPJS 75
3. Depo IGD 79
4. Depo ICU 83
5. Depo IBS 87
6. Depo Tulip 90
7. Depo Geriatri 94
8. Depo Anggrek 98
9. Logistik Farmasi ` 102
9

10. Depo Aster 101

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan 109
B. Saran 110

DAFTAR PUSTAKA 111


LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Alur Pelayanan BPJS Kesehatan


Gambar 3.2. Alur Pelayanan Emergency
Gambar 4.1. Alur Pelayanan Resep Pasien Bedah Elektif
Gambar 4.2. Alur Pelayanan Resep Pasien Bedah Cito
10

Gambar 4.3. Alur Pelayanan Resep Depo Geriatri


Gambar 4.4. Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap di Depo BPJS
Gambar 4.5. Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Jalan di Depo BPJS
Gambar 4.6. Alur Pelayanan Resep Umum Depo IGD
Gambar 4.7. Alur Pelayanan Resep BPJS di Depo IGD
Gambar 4.8. Alur pelayanan Resep di Depo Umum
Gambar 4.9. Alur Pelayanan Resep Pasien BPJS Rawat Inap dan Rawat Jalan di Depo
Umum
Gambar 4.10. Alur Pelayanan Resep Pasien Pihak Ketiga Rawat Inap dan Rawat Jala di
Depo Umum
Gambar 4.11. Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap (Perorangan) di Depo Tulip
Gambar 4.12. Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap yang Diantarkan Petugas Ruangan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Gambar Bagian Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah ULIN
Banjarmasin
Lampiran 2: Gambar Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD ULIN Banjarmasin
Lampiran 3: Gambar contoh etiket Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin
Lampiran 4: Gambar copy resep Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin
Lampiran 5: Gambar Contoh Kartu Pengambilan Obat Rumah Sakit Umum Ulin
Banjarmasin
Lampiran 6: Gambar Contoh Kartu Stok Rumah Sakit Umum Ulin Banjarmasin
Lampiran 7: Gambar contoh surat pesanan narkotika dan psikotropika
11

DAFTAR SINGKATAN

AA : Asisten Apoteker
AKT : Alat Tulis Kantor
APA : Apoteker Pengelola Apotek BM
: Badan Manager
BPBA : Bon Permintaan Barang Apotek
BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
COD : Cash On Delivery
HV : Handsverkoop
ISF : Ikatan Sarjana Farmasi
ISPA : Infeksi Saluran Napas Atas
LIPH : Laporan Ikhtisar Penerimaan Harian
NPWP : Nomor Pokok Wajib Pajak
PBF : Pedagang Besar Farmasi
PNS : Pegawai Negeri Sipil
PSA : Pemilik Sarana Apotek
SIA : Surat Izin Apotek
SIK : Surat Izin Kerja
SP : Surat Pesanan
SPO : Standar Prosedur Operasional
SDM : Sumber Daya Manusia
TTK : Tenaga Teknis Kefarmasian
UPDS : Upaya Pengobatan Diri Sendiri

BAB I PENDAHULUAN
12

A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 menyatakan bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental maupun spiritual yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap
orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun
keluarganya termasuk didalamnya mendapatkan makanan, pakaian, perumahan,
pelayanan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya yang diperlukan. Seiring dengan
meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan, maka rumah sakit sebagai
salah satu sarana kesehatan memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam hal pelayanan kesehatan.

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit sedangkan rumah sakit
khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu
jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit
atau kekhususan lainnya (Anonim, 2010).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah


sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatifyang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman
dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit. Salah
satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu adalah
pelayanan farmasi rumah sakit.Hal ini tentunya menjadi tugas yang besar bagi instalasi
farmasi rumah sakituntuk melaksanakan semua kegiatan dan pekerjaan kefarmasian yang
ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri yang terdiri atas pelayanan paripurna
mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pengendalian mutu dan distribusi.

Tenaga Kefarmasian adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta
keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Semakin berkembangnya zaman, profesionalisme
13

tenaga kerja kefarmasian semakin diperlukan karena pekerjaan kefarmasian tidak lagi
berorentasi kepada produk semata (product oriented), tetapi cenderung berorentasi
kepada pasien (patient oriented). Perubahan orientasi pekerjaan kefarmasian tersebut
menuntut tenaga kerja farmasi untuk memiliki pengetahuan dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian baik pengelola barang farmasi maupun pelayanan farmasi klinik
(Anonim, 2004).

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta
makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka sebagai
tenaga teknis kefarmasian dituntut mampu mengatasi permasalahan yang mungkin timbul
dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasiaan kepada masyarakat di rumah sakit. Oleh
sebab itu, Mahasiswa/i D3 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)
Muhammadiyah Banjarmasin dibekali pengalaman dan pengetahuan tentang pelayanan
kefarmasian di rumah sakit melalui Pengantar Praktik Kerja Lapangan (PPKL) yang
dilaksanakan di Rumah Sakit. Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin dipilih
sebagai salah satu tempat untuk pelaksanaan PPKL Mahasiswa/i D3 Farmasi STIKES
Muhammadiyah Banjarmasin. Dengan dilaksanakannya PPKL Mahasiswa/i D3 Farmasi
STIKES Muhammadiyah Banjarmasin diharapkan mampu memiliki bekal yang cukup
tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit sebagai bekal untuk mengabdikan diri sebagai
tenaga teknis kefarmasian yang profesional.

B. Tujuan Pengantar Praktik Kerja Lapangan


Dalam Pengantar Praktik kerja Lapangan (PPKL) mahasiwa program D3 Farmasi di
RSUD Ulin Banjarmasin memiliki tujuan umum dan tujuan khusus, tujuannya adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti Praktik Kerja Lapangan ini mahasiswa memahami dan mampu
memberikan pelayanan kefarmasian dengan pendekatan sebagai tenaga teknis
kefarmasian.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini mahasiswa diharapkan
mampu :
a. Melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.
14

b. Membedakan perbekalan farmasi, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.


c. Memahami struktur organisasi IFRS.
d. Memahami jenis-jenis pelayanan di Instalasi Farmasi rumah sakit.
e. Memahami pengelolaan resep di instalasi farmasi yang meliputi :
1) Alur pelayanan resep
2) Penyimpanan resep
3) Pemusnahan resep
f. Memahami fungsi gudang dan pengelolannya.
C. Manfaat Pengantar Praktik Kerja Lapangan
Dengan melaksanakan Pengantar Praktik Kerja Lapangan (PPKL) ini diharapkan didapat
hal yang bermanfaat :
1. Manfaar Untuk Mahasiswa
a. Diharapkan mahasiswa mampu memberikan pelayanan kefarmasian sebagai
tenaga teknis kefarmasian.
b. Memahami serta melakukan pelayanan kefarmasiaan sesuai dengan standar
pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
c. Mengetahui peran, fungsi dan kompetensi ahli tenaga teknis kefarmasian di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
d. Mahasiswa mendapatkan gambaran nyata tentang kegiatan kefarmasian yang
dilakukan di rumah sakit yang bersifat teknis maupun administratif.
2. Manfaat Untuk Institusi
Dengan adanya Praktik Kerja Lapangan ini diharapkan kerja sama yang telah terjalin
antara Institusi dan Rumah Sakit baik yang bersifat akademis maupun organisasi
dapat lebih baik lagi dan juga diharapkana mahasiswa membantu pihak Institusi
membentuk jiwa kerja yang unggul.
3. Manfaat Untuk Instansi
Membangun kerja sama antara Rumah Sakit dan Institusi serta memudahkan pihak
Rumah Sakit untuk mencari tenaga kerja yang memiliki keahlian yang tepat
15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit
1. Definisi dan Klasifikasi
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menjelaskan mengenai rumah sakit dan


peranannya, bahwa rumah sakit merupakan suatu bagian integral dari organisasi sosial
dan medis yang fungsinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh
pada masyarakat baik pencegahan maupun penyembuhan dan pelayanan pada pasien
yang jauh dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya, serta sebagai tempat
pendidikan bagi tenaga kesehatan dan tempat penelitian biososial (Adisasmito, 2009).

Menurut Siregar dan Amalia (2004), rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan
berbagai kriteria sebagai berikut : a. Kepemilikan
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas :
1) Rumah sakit pemerintah, terdiri atas :
a) Rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
b) Rumah sakit pemerintah daerah
c) Rumah sakit militer
d) Rumah sakit BUMN
2) Rumah sakit sukarela yaitu rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat.
Rumah sakit ini dibagi menjadi dua yaitu :
16

a) Rumah sakit hak milik, merupakan rumah sakit bisnis yang tujuan
utamanya adalah mencari laba.
b) Rumah sakit nirlaba, merupakan rumah sakit yang mencari laba sewajarnya
saja, dan laba yang diperoleh rumah sakit ini digunakan sebagai modal
peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan.
b. Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas :
1) Rumah sakit umum
Rumah sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan
berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk
berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatri, ibu
hamil, dan sebagainya.
2) Rumah sakit khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberi pelayanan diagnosis
dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah
maupun non bedah, misalnya rumah sakit: kanker, bersalin, psikiatri, mata,
lepra, tuberkulosis, ketergantungan obat (rehabilitasi) dan penyakit kronis.
c. Lama Tinggal
Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas :
1) Rumah sakit perawatan jangka pendek
Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang merawat
penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan
kondisi penyakit akut dan penyakit darurat. Rumah sakit umum pada
umumnya adalah rumah sakit perawatan jangka pendek.

2) Rumah sakit perawatan jangka panjang


Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat
penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih, misalnya untuk kondisi
psikiatri.
d. Kapasitas Tempat Tidur
Rumah sakit biasanya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai
pola berikut:
17

1) < 50 tempat tidur


2) 50 – 99 tempat tidur
3) 100 – 199 tempat tidur
4) 200 – 299 tempat tidur
5) 300 – 399 tempat tidur
6) 400 – 499 tempat tidur
7) 500 - lebih
e. Afiliasi Pendidikan
Ada dua jenis rumah sakit yang berdasarkan pada afiliasi pendidikan yaitu:
1) Rumah sakit pendidikan
Yaitu rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam
medik, bedah, pediatrik, dan bidang spesialis lain.
2) Rumah sakit non pendidikan
Yaitu rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan tidak
ada afiliasi rumah sakit dengan universitas disebut rumah sakit non
pendidikan.
f. Status Akreditasi
Rumah sakit yang telah memiliki status akreditasi ialah rumah sakit yang telah
diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan
bahwa rumah sakit tersebut telah memenuhi persyaratan untuk melakukan
kegiatan tertentu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 340/MENKES/PER/III/2010. Klasifikasi Rumah Sakit
Umum ditetapkan berdasarkanPelayanan, Sumber Daya Manusia, Peralatan,
Sarana dan Prasarana, danAdministrasi dan Manajemen. Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan menjadi : a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis
Lain, dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. Pelayanan penunjang
non klinik harus terdiri dari pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan
pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulance, komunikasi,
18

pemulasaraan jenazah, pemadam kebakaran, pengelolaan gas medik dan


penampungan air bersih, serta kapasitas tempat tidur minimal 400 (empat ratus)
buah.
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis
Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Pelayanan penunjang
non klinik harus terdiri dari pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan
pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulance, komunikasi,
pemulasaraan jenazah, pemadam kebakaran, pengelolaan gas medik dan
penampungan air bersih, serta kapasitas tempat tidur minimal 200 (dua ratus)
buah.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
Adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri
dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan
Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah,
Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih serta
kapasitas tempat tidur minimal 100 (seratus) buah.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar. Pelayanan
Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur,
Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance,
Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan
Penampungan Air Bersih serta kapasitas tempat tidur minimal 50 (lima puluh)
buah.

2. Tugas dan Fungsi


a. Tugas rumah sakit
19

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang


rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif , kuratif , dan rehabilitatif.
b. Fungsi rumah sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai fungsi sebagai:
1) penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

3. Organisasi Rumah Sakit


Setiap rumah sakit memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel. Organisasi
rumah sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,
unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,
satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Kepala Rumah
Sakit harus seorang tenaga medis yangmempunyai kemampuan dan keahlian
dibidang perumahsakitan. Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai
pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia. Pemilik Rumah Sakit tidak boleh
merangkap menjadi kepala Rumah Sakit (Anonim, 2009).

Susunan Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah terdiri atas : a.


Direktur
b. Kepala Bagian Tata Usaha, terdiri dari :
1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
2) Sub Bagian Program;
3) Sub Bagian Keuangan;
20

c. Bidang Keperawatan, terdiri dari :


1) Sub Bidang Pelayanan Keperawatan;
2) Sub Bidang Sumber Daya Manusia dan Logistik Keperawatan.
d. Bidang Pelayanan, terdiri dari :
1) Sub Bidang Pelayanan Medik;
2) Sub Bidang Penunjang Medik;
e. Bidang Penyelenggaraan Rekam Medis dan Administrasi Pelayanan Terpadu
Rumah Sakit terdiri dari :
1) Sub Bidang Rekam Medik.
2) Sub Bidang Administrasi Pelayanan Terpadu Rumah Sakit
f. Jabatan Fungsional

B. Instalasi Farmasi di Rumah Sakit


1. Definisi dan Kedudukan
a. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi rumah sakit adalah suatu departemen atau unit atau
bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan
dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara
profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab
atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas
pelayanan menyeluruh, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi,
penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat
berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan, pengendalian
mutu, dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan
kesehatan di rumah sakit, serta pelayanan farmasi klinis umum dan spesialis,
mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang
merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004).
b. Kedudukan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1) IFRS sebagai organisasi produksi
Sebagai organisasi atau lembaga produksi, ruang lingkup fungsi IFRS
terutama menyediakan dan menjamin mutu produk yang di produksinya
termasuk yang dibeli serta berupaya memastikan terapi obat yang efektif,
21

aman dan rasional. Dalam proses produksi pengadaan, IFRS melakukan


berbagai tahap, antara lain desain atau pengembangan produk, penetapan
spesifikasi, penetapan kriteria pemasok, proses pembelian, proses produksi,
pengujian mutu dan penyimpanan produk bagi pasien.

2) IFRS sebagai organisasi jasa atau pelayanan


Merupakan suatu organisasi pelayanan dengan sistem keterampilan,
kompetensi dan fasilitas yang terorganisir sehingga memberikan kepuasan
kepada konsumen. Pada proses pelayanan, IFRS berinteraksi langsung dengan
konsumen pada titik temu seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian tersebut.

3) IFRS sebagai organisasi pengembangan


IFRS wajib mengikuti dan menetapkan perkembangan dalam pelayanan di
rumah sakit agar selalu sepadan dengan kemajuan pelayanan medis dan
keperawatan. sebagai organisasi perkembangan, IFRS juga harus aktif dalam
edukasi tentang obat bagi profesional kesehatan agar mereka dapat
menyempurnakan penulisan serta penggunaan obat yang tepat, aman, dan
rasional.

2. Tugas dan Fungsi


a. Tugas IFRS
Berdasarkan Kepmenkes No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi.
2) Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien
3) melaksanakan komunikasi, informasi , dan edukasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien
4) melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna memaksimalkan efek terapi dan
keamanan serta meminimalkan resiko.
5) Berperan aktif dalam tim farmasi dan terapi
22

6) Melaksnakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan


kefarmasian
7) menfasilitasi dan mendorong tersusunya standar pengobatan dan formularium
rumah sakit
b. Fungsi IFRS
Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No. 58 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:
1) Pengelolaan sediaan Farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
a) Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai
kebutuhan pelayanan rumah sakit
b) Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai secara efektif, efisien, dan optimal
c) Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang
berlaku.
d) Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

e) Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
f) Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
g) Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai
2) Pelayanan farmasi klinik
a) Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat
b) Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat
c) Melaksanakan rekonsiliasi obat
d) Memberikan informasi obat dan edukasi
e) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
f) Melakasanakan visite
g) Memebrikan konseling
h) Melakukan pemantauan terapi obat
i) Melaksanakan evaluasi penggunaan obat
23

j) Melaksanakan dispensing obat


k) Malaksanakan pelayanan informasi obat (PIO)
l) Melaksanakan penyuluhan kesehatan rumah sakit.
3. Struktur IFRS
Struktur organisasi minimal di Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu : a.
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
b. Administrasi Farmasi
c. Pengelolaan perbekalan farmasi
d. Pelayanan farmasi klinik
e. Manajemen mutu
4. SDM
Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia yang
melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang termasuk dalam bagan
organisasi rumah sakit dengan persyaratan : a. Terdaftar di Departeman Kesehatan

b. Terdaftar di Asosiasi Profesi


c. Mempunyai izin kerja.
d. Mempunyai SK penempatan
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional
yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi
aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian
adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus
dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan.Kualitas dan rasio
kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta
perkembangan dan visi rumah sakit.
5. Job Description dan Kualifikasi
Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi harus dijabarkan secara jelas
fungsi ruang lingkup, wewenang, tanggung jawab, hubungan koordinasi, fungsional,
dan uraian tugas serta persyaratan/kualifikasi sumber daya manusia untuk dapat
menduduki posisi, yaitu:

Tabel 2.1 Uraian tugas serta kualifikasi SDM


Jabatan Fungsi Kualifikasi
Kepala instalasi Mengorganisir dan Apoteker, Apoteker
mengarahkan. pascasarjana farmasi rumah
24

sakit, kursus manajemen


disesuaikan dengan akreditasi
IFRS.
Koordinator Mengkoordinir beberapa Apoteker, Apoteker
penyelia. pascasarjana farmasi rumah
sakit, kursus farmasi rumah
sakit sesuai ruang lingkup.
Penyelia/ Menyelia beberapa Apoteker, kursus FRS.
Supervisor pelaksana (3-5 pelaksana
membutuhkan 1
penyelia).

Pelaksana teknis Melaksanakan tugas- Apoteker, Sarjana Farmasi,


kefarmasian tugas tertentu. Asisten Apoteker.

C. Depo Farmasi
Depo farmasi merupakan tempat sarana pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat
dan alat kesehatan yang merupakan cabang dari IFRS yang berada di dekat unit
perawatan / pelayanan yang melakukan distribusi perbekalan farmasi.Pelayanan
Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan adalah pendekatan profesional
yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan,
keahlian, ketrampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi
kesehatan lainnya.

Tujuan
1) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit
2) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan
efisiensi penggunaan obat
3) Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait
dalam pelayanan farmasi
4) Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional

Kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan kefarmasian berdasarkan Keputusan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014adalah :
1. Pengkajian Resep dan Pelayanan Resep
25

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan, ketersediaan, pengkajian


resep, penyiapan sediaan farmasi, alat ketersediaan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termaksud peracikan obat,pemeriksaan, penyerahan, disertai pemberian informasi.
Pada setia[p tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat (medication error ).

Persyaratan administrasi meliputi :


a) Nama, umur, jenis kelamin, berat dan tinggi badan pasien;
b) Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c) Tanggal resep; dan
d) Ruangan/unit asal resep.

Persyaratan farmasetik meliputi :


a) Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b) Dosis dan Jumlah obat;
c) Stabilitas; dan
d) Aturan dan cara penggunaan

Persyaratan klinis meliputi :


a) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b) Duplikasi pengobatan
c) Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
d) Kontra indikasi; dan
e) Interaksi obat

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat


Merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/. Sediaan
farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh
dari wawancara atau data rekam medic/ pencatatan penggunaan obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat :
b. membandingkan riwayat penggunaan Obatdengan data rekam medik/pencatatan
penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat
c. melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan
26

d. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki


(ROTD).
e. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat
f. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang
digunakan
g. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat
h. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat
i. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan
minum Obat (concordance aids).
j. mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan
dokter;dan
k. mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang
mungkin digunakan oleh pasien.

Kegiatan:
a) penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/ keluarganya; dan
b) melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien

Informasi yang harus didapatkan :


a. nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan obat, indikasi dan lama penggunaan obat.
b. Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).
3. Pemberian Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan
a) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
dilingkungan rumah sakit.
b) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi.
c) Menunjang penggunaan obat yang rasional.
27

Kegiatan :
a) Menjawab pertanyaan
b) Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter
c) Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan
dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.

d) Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat


jalan dan rawat inap.
e) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan
lainnya.
f) Melakukan penelitian

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : a)


Sumber informasi obat
b) Tempat; dan
c) Perlengkapan

4. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat
dari apoteker kepada pasien dan / atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat
jalan maupun pasien rawt inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas
inisiatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Konseling
yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/ atau keluarga terhadap apoteker.

Tujuan :
a) Mengoptimalkan hasil terapi
b) Meminimalkan resiko reaksi obat tidak dikehendaki (ROTD)
c) Meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan

penggunaan obat bagi pasien

Kegiatan :
a) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
28

b) Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui


three prime question.
c) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat

d) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan


masalah penggunaan obat
e) Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman paien; dan
f) Dokumentasi

Faktor yang perlu diperhatikan : a.


Kriteria pasien :
(1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil
dan menyusui)
(2) Pasien dengan terapi jangka panjang/ penyakit kronis (TB, DM, epilepsi)
(3) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan intruksi
khusus
(penggunakan kortikosteroid dengan tappering down off)
(4) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoxin,
phenytoin)
(5) Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
(6) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
b. Sarana dan Prasarana :
(1) Ruangan khusus
(2) Kartu pasien/catatan konseling

5) Pemantauan Terapi Obat


Merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat
yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Kegiatan :
a) Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi
obat yang tidak dikehendaki (ROTD)
b) Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat; dan
c) Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
29

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan :


a) Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini
dan terpercaya
b) Kerahasiaan informasi
c) Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)

6) Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara
mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien
secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi
obat yang tidak dikehendaki, meningkatkkan terapi obat yang rasional dam
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan
lainnya.

7) Pemantauan Dan Pelaporan Efek Samping Obat


Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Tujuan:
a) Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, frekuensinya jarang.
b) Menentukan frekuensi dan insidensi Efek Samping Obat yang sudah dikenal
sekali, yang baru saja ditemukan.
c) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
timbulnya Efek Samping Obat atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya
Efek Samping Obat.
d) Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki; dan
e) Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki

Kegiatan :
a) Mendeteksi adanya kejaddian reaksi obat yang tidak dikehendaki (ESO)
30

b) Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi


mengalami Efek Samping Obat
c) Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme naranjo
d) Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di tim/sub tim farmasi dan terapi
e) Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional

Faktor yang perlu diperhatikan :


a) Kerjasama dengan Panitia Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
b) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat

8) Dispensing Sediaan Steril


Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi,, menyiapkan/meracik obat, memberikan laber/ etiket, penyerahan obat
dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi.

Tujuan :
a) Menjamin agar pasien meneriman obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan
b) Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c) Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

Kegiatan :
b. Pencampuran obat
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin
kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang
ditetapkan.
Kegiatan :
(a) Mencampur sediaan intravena kedalam cairan infus
(b) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang
sesuai

(c) Mengemas menjadi sediaan siap pakai Faktor yang perlu diperhatikan :
(a) Ruangan khusus
31

(b) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet


(c) HEPA Filter
c. Penyiapan Nutrisi Parenteral
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga
yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas
sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Kegiatan :
1) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral
untuk kebutuhan perorangan; dan
2) Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi Faktor yang
perlu diperhatikan :
1) Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat, ahli gizi.
2) Sarana dan prasarana
3) Ruangan khusus
4) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet 5) Kantong khusus
untuk nutrisi parenteral

d. Penangan Sediaan Sitostatik


Merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai
sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian
pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek
toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri,
mengamankan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian
kepada pasien sampai pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam
mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan
alat pelindung diri yang memadai.
Kegiatan :
(1) Melakukan perhitungan dosis secara akurat
(2) Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
(3) Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
(4) Mengemas dalam kemasan tertentu
(5) Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
32

Faktor yang perlu diperhatikan :


(1) Cara pemberian obat kanker
(2) Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai
(3) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
(4) Hepa Filter
(5) Alat pelindung diri (APD)
(6) Sumber Daya Manusia yang terlatih

9) Evaluasi Penggunaan Obat


Merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur
dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.

Tujuan :
a) Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan
obat;
b) Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu
tertentu;
c) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat; dan
d) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : a)


Indikator peresepan
b) Indikator pelayanan
c) Indikator fasilitas
(PERMENKES, 2014)

D. Manajemen Perbekalan Farmasi


Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan
suatusiklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait
antara satudengan yang lain.
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis
dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan
33

kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit Pengelolaan perbekalan


farmasi meliputi :
1. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yan menentukan dalam
proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhanpelayanan kesehatan
di rumah sakit. (JICA,2010)
Tahapan perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi meliputi: a.
Pemilihan
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi
benarbenar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola
penyakit di rumah sakit. Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang baik yaitu
meliputi:
1) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara
menghindarikesamaan jenis.
2) Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi
mempunyaiefek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
3) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan
(drugof choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) sesuai dengan kelas rumah sakit masing-masing, Formularium RS,
Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga
obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

Ada beberapa metode perencanaan, yaitu: a)


Metode Morbiditas/Epidemiologi
Jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load),

yaitu didasarkan pada penyakit yang ada di RS (apotek RS) atau yang sering

muncul dimasyarakat. Metode ini paling banyak digunakan di rumah sakit.

Ada beberapa tahap – tahap yang dapat dilakukan dengan cara:


(1) Dilakukan dengan cara menentukan beban penyakit
34

(a) Melakukan penentuan beban penyakit periode lalu, dan memerkirakan


beban penyakit yang akan dihadapi pada periode mendatang
(forecasting).
(b) Melakukan stratifikasi/pengelompokan masing- masing jenis, misalnya
anak atau dewasa, penyakit ringan, sedang, atau berat, utama atau
alternatif.
(c) Menentukan prediksi jumlah kasus tiap penyakit dan presentase
(prevalensi) tiap kelompok penyakit.

(2) Menentukan pedoman pengobatannya


(a) Menentukan pengobatan tiap kelompok penyakit, meliputi nama obat,
bentuk sediaan, dosis, frekuensi, dan durasi pengobatan. Menghitung
jumlah kebutuhan tiap obat per episode sakit untuk masing – masing
kelompok penyakit.
(b) Menentukan obat dan jumlahnya
Menghitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk tiap penyakit dan
menjumlahkan obat sejenis menurut nama obat, dosis, dan bentuk
sediaan.

b) Metode Konsumsi
Data riil konsumsi obat periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan
koreksi. Langkah-langkah yang dapat dilakukan ialah:
(1) Memastikan beberapa kondisi dapat diasumsikan pola pengobatan periode
yang lalu baik atau rasional, apakah data stock, distribusi, penggunaan obat
lengkap dan akurat, apakah banyak terjadi kecelakaan (obat rusak, tumpah,
ED) dan kehilangan obat, apakah jenis obat yang akan digunakan sama.

(2) Melakukan estimasi jumlah kunjungan total untuk periode yang akan datang
dengan menghitung kunjungan baik pasien rawat inap maupun rawat jalan
periode yang lalu untuk melakukan estimasi periode yang akan datang
dengan mempehatikan: perubahan populasi daerah, cakupan pelayanan,
perubahan cakupan pelayanan. Pola morbilitas, kecenderungan insidensi,
penambahan fasilitas pelayanan.
35

(3) Perhitungan
Perhitungan dilakukan dengan cara menentukan pemakaian tiap jenis obat
dan alat kesehatan dalam periode lalu, serta koreksi hasil pemakaian tiap
jenis obat dalam periode yang lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan,
kemudian mengevaluasi terhadap langkah sebelumnya (hasil pemakaian
tiap jenis obat dalam periode lalu terhadap kecelakaan dan kehilangan)
terhadap stock out (stock kosong, sehingga perlu pengadaan), lalu
melakukan penyesuaian terhadap kesepakatan langkah-langkah diatas dan
memperhitungan kebutuhan periode yang akan datang untuk tiap jenis obat.
c) Metode Kombinasi
Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Acuan yang digunakan yaitu:
a) DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit (Standard
Treatment Guidelines/STG), dan kebijakan setempat yang berlaku.
b) Data catatan medik/rekam medik
c) Anggaran yang tersedia
d) Penetapan prioritas
e) Pola penyakit

b. Evaluasi Perencanaan
Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang
akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan, dan idealnya diikuti
dengan evaluasi
Cara/teknik evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Sistem Pareto (ABC)
Sistem analisis ABC ini berguna dalam sistem pengelolaan obat, yaitu dapat
menimbulkan frekuensi pemesanan berdasarkan nilai atau harga obat.
Dalam sistem persediaan metode ini digunakan untuk menganalisis tingkat
konsumsi dan nilai total konsumsi semua item. Analisis ABC merupakan
metode pengadaan yang didasarkan atas nilai ekonomis barang dimana
barang-barang persediaan dikategorikan dalam golongan A, B, dan C.
Golongan A jika obat tersebut mempunyai nilai kurang lebih 80 %
36

sedangkan jumlah obat tidak lebih dari 20 %, golongan B jika obat tersebut
mempunyai nilai sekitar 15 % dengan jumlah obat sekitar 10 % - 80 %, dan
golongan C jika obat mempunyai nilai 5 % dengan jumlah obat sekitar
80%-100%.
(2) Metode VEN (Vital, Essensial, dan Non Essensial)
Merupakan metode pengadaan yang digunakan pada anggaran terbatas
karena dapat membantu memperkecil penyimpangan pada proses
pengadaan perbekalan farmasi dengan menetapkan prioritas di muka.
Klasifikasi barang persediaan menjadi golongan VEN ditentukan oleh
faktor makro misalnya peraturan pemerintah atau data epidemiologi
wilayah) dan faktor mikro (misalnya jenis pelayanan kesehatan yang
tersedia di rumah sakit yang bersangkutan. Kategori obat–obat sistem VEN
yaitu:
(a) V (Vital) adalah obat-obat yang termasuk dalam potensial lifesaving
drug, mempunyai efek samping withdrawl secara signifikan
(pemberian harus secara teratur dan penghentiannya tidak tiba – tiba)
atau sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar.
(b) E (Essensial) merupakan obat-obat yang efektif untuk mengurangi
kesakitan, namun demikian sangat signifikan untuk bermacam-macam
penyakit tetapi tidak vital secara absoud (penting tetapi tidak vital),
untuk penyediaan sistem kesehatan dasar.
(c) N (Non essensial) merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit
minor atau penyakit tertentu yang efikasinya masih diragukan,
termasuk terhitung untuk memperoleh keuntungan terapetik.
(3) Analisis Kombinasi ABC dan VEN
Jenis perbekalan farmasi yang termasuk kategori A dari analisis ABC
adalah benar-benar jenis perbekalan farmasi yang diperlukan untuk
penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan kata lain, statusnya harus E
dan sebagian V datiVEN. Sebaliknya, jenis perbekalan farmasi dengan
status N harusnya masuk kategori C.

Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat dimana


anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan.
37

A B C

V VA VB VC

E EA EB EC

N NA NB NC

Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat.

Mekanismenya adalah:
Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas utama untuk dikurangi atau
dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang, maka obat
kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori
NA menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan
pendekatanini dana yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah
selanjutnya. Pendekatan yang sama dengan pada saat pengurangan obat
pada kriteria NC, NB, NA dimulai dengan pengurangan obat kategori EC,
EB, dan EA.
(4) Revisi daftar perbekalan farmasi
Bila langkah-langkah dalam analisis ABC maupun VEN terlalu sulit
dilakukan atau diperlukan tindakan cepat untuk mengevaluasi daftar
perencanaan, sebagai langkah awal dapat dilakukan suatu evaluasi cepat
(rapid evaluation), misalnya dengan melakukan revisi daftar perencanaan
perbekalan farmasi. Namun, sebelumnya, perlu dikembangkan dahulu
kriterianya, perbekalan farmasi atau nama dagang apa yang dapat
dikeluarkan dari daftar. Manfaatnya tidak hanya dari aspek ekonomik dan
medik, tetapi juga dapat berdampak positif pada beban penanganan stok.
(JICA,2010)

2. Pengadaan
Pengadaan Merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan.Pengadaan dapat dilakukan, melalui : a) Pembelian :
1) Tender terbuka (Open Tender)
38

Merupakan suatu prosedur formal pengadaan obat yang dilakukan dengan


cara mengundang berbagai pabrik baik nasional maupun internasional.
Metode ini di lakukan dalam jangka waktu tertentu, karena proses tender
memerlukan waktu yang lama dan harga lebih mahal. Metode ini biasanya
digunakan oleh pemerintah.

2) Tender Terbatas (Restricted Tender)


Metode ini pada umumnya digunakan pada lingkungan PBF yang terbatas,
tidak diumumkan di koran, biasanya berdasarkan kenalan, nominalnya tidak
banyak.
3) Sistem Kontrak (Competitif Negotiation)
Pembeli membuat persetujuan dengan pihak suplier untuk mendapatkan harga
khusus atau persetujuan pelayanan dan pembeli dapat membayar dengan harga
termurah. Metode kontrak jauh lebih menguntungkan, karena pihak rumah
sakit dapat melakukan negosiasi langsung dengan pihak suplier mengenai
harga.
4) Metode Langsung
Metode ini merupakan cara yang paling mudah dan sederhana, namun
cenderung lebih mahal karena jarang memperoleh diskon. Metode langsung
ialah pihak rumah sakit melakukan pengadaan perbekalan farmasi secara
langsung (bila barang hampir habis) kepada PBF.

b) Produksi/pembuatan sediaan farmasi :


Instalasi farmasi rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
(1) Sediaan farmasi tidak ada dipasaran
(2) Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
(3) Sediaan farmasi dengan formula khusus
(4) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/rpacking
(5) Sediaan farmasi untuk penelitian; dan
(6) Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/ harus dibuat baru (
recenter paratus)
Sediaan yang dibuat dirumah sakit harus memenuhi persyaratan mutut dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit
tersebut (PERMENKES, 2014)
39

c) Sumbangan/droping/hibah
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai
dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu
pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit.
Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah
Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat
bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.
(PERMENKES, 2014)

3. Penerimaan
Penerimaan Merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutut, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
barang harus tersimpan dengan baik (PERMENKES, 2014).

Pemeriksaan merupakan proses dari penerimaan yang mana barang yang diterima
harus diperiksa oleh petugas gudang bila perlu disaksikan oleh petugas pembelian
dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut :
a) Mencocokan surat pengiriman barang, faktur dengan surat pemesanan barang
b) Mencocokan surat pengiriman barang dan faktur dengan barang yang nyata-
nyata dikirim, baik terhadap nama barang, kemasan, jumlah serta bentuk dan
jenis sediaan.

4. Penyimpanan
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan
penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
40

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:


a) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label
yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka,
tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus;

b) elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk


kebutuhan klinis yang penting;

c) elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien


dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada
area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang
kurang hati-hati; dan

d) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa
oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.

Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus
disimpan terpisah yaitu:
a. bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya

b. gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas
medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan
tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun
secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan
First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan
dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan
berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat.
41

Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk
kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar
dari penyalahgunaan dan pencurian.

Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:


a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah
ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

5. Pendistribusian
Distribusi Merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka mennyalurkan/
menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dari
tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/ pasien dengan tetap menjamin
mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketetapan waktu. Rumah sakit harus menentukan
sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara: a)
Sistem persediaan lengkap diruangan (floor stock)
1) Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai untuk persediaan diruang rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi
farmasi.
2) Sediaan farmasi, alat kesehtan, dan bahan medis habis pakai yang disimpan
di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan
kepada penanggung jawab ruangan
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengolahan obat floor stock

kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan

5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan


interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.
42

b) Sistem Resep Perorangan


Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
berdasrkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui instalasi
farmasi.
c) Kombinasi Floor stock dan Individual prescreption.
Sistem ini digunakan oleh rumah sakit yang melakukan sistem penulisan resep
pesanan obat secara individual sebagai sarana untuk penjualan obat tetapi juga
memanfaatkan sistem floor stock secara terbatas agar mudah dalam
pengawasannya.
d) Unit Dose Dispensing (UDD)
Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan habis pakai
berdasarkan perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda,
untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk
pasien rawat inap.
e) One Daily Dose (ODD)
Dalam sistem ini pasien mendapatkan obat yang sudah dipisah-pisah untuk
pemakaian satu hari (PERMENKES, 2014

6. Pengendalian
Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran
yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga
tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/ kekosongan obat di unit-unit pelayanan.
Tujuan pengendalian: agar tidak terjadi kelbihan dan kekosongan perbekalan farmasi
di unit-unit pelayanan (Depkes RI,2008) Kegiatan pengendalian mencakup :
a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok
ini disebut stok kerja.
b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.
c. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai
pemesanan sampai obat diterima (Depkes RI,2008)

Pengendalian obat di RS terdiri atas:


a. Sistem satu pintu,
b. Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,
43

c. Pengembalian wadah bekas,


d. Penggunaan kartu kendali,
e. Menghitung dosis obat,
f. Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan membandingkan
dengan unit cost yang diterima (Anonim,2012)

7. Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang
tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara
membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak
memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan
akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan
obat yang sub standar (Depkes RI,2008)

Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan:


a. Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
yang akan dimusnahkan,
b. Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan),
c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait,
d. Menyiapkan tempat pemusnahan,
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan,
f. Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurang-
kurangnya memuat:
1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan,

2) Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,


3) Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan,
4) Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan,
44

5) Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan


ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan.

8. Administrasi dan Pelaporan


a. Administrasi
Administrasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS.
Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran
bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran.
Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun
manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu
Stok dan Kartu Stok Induk (Anonim,2012).

Fungsi:
1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa),
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1(satu)
jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran,
3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan
pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik
perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanan (Depkes RI,2008)

Hal-hal yang harus diperhatikan:


1) Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan perbekalan farmasi
bersangkutan,

2) Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari,


3) Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang,
rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok,
4) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan (Depkes
RI,2008)

Informasi yang didapat:


45

1) Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok),


2) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima,
3) Jumlah perbekalan farmasi yang keluar,
4) Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa, 5)
Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Manfaat informasi yang didapat:


1) Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi,
2) Penyusunan laporan,
3) Perencanaan pengadaan dan distribusi,
4) Pengendalian persediaan,
5) Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan
pendistribusian, 6) Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS.

Hal-hal yang harus Diperhatikan


1) Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan dan
pengeluaran perbekalan farmasi di Kartu Stok Induk.

2) Kartu Stok Induk adalah :


a) Sebagai pencerminan perbekalan farmasi yang ada di gudang,
b) Alat bantu bagi petugas untuk pengeluaran perbekalan farmasi,
c) Alat bantu dalam menentukan kebutuhan.
3) Bagian judul pada kartu induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan :
a) Nama perbekalan farmasi tersebut,
b) Sumber/asal perbekalan farmasi,
c) Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan,
dihitung sebesar waktu tunggu,
d) Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam
persediaan=sebesar stok kerja+waktu tunggu+ stok pengaman.
4) Kolom-kolom pada Kartu Stok Induk persediaan perbekalan farmasi diisi
dengan:
a) Tanggal diterima atau dikeluarkan perbekalan farmasi,
b) Nomor dan tanda bukti misalnya nomor faktur dan lain-lain,
46

c) Dari siapa diterima perbekalan farmasi atau kepada siapa dikirim,


d) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima berdasarkan sumber
anggaran,
e) Jumlah perbekalan farmasi yang dikeluarkan,
f) Sisa stok perbekalan farmasi dalam persediaan,
g) Keterangan yang dianggap perlu, misalnya tanggal dan tahun
kadaluwarsa, nomor batch dan lain-lain.
b. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Tujuan:
1) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi,
2) Tersedianya informasi yang akurat,
3) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan,
4) Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan (Depkes
RI,2008)

Jenis laporan yang sebaiknya dibuat oleh IFRS meliputi:

No Jenis Laporan Kegunaan Ket.


1. Keuangan (laporan Untuk keperluan audit, wajib
yang telah dikeluarkan dibuat
oleh IFRS)
2. Mutasi perbekalan Untuk keperluan perencanaan,
farmasi wajib dibuat
3. Penulisan resep generik Untuk keperluan
dan non generik pengadaan, wajib dibuat
4. Narkotika dan Untuk audit POM dan keperluan
Psikotropika perencanaan, wajib dibuat
5. Stok opname Untuk keperluan audit dan
perencanaan, wajib dibuat
6. Pendistribusian, berupa Untuk keperluan audit dan
jumlah dan rupiah perencanaan, wajib dibuat
7. Penggunaan obat Untuk keperluan audit dan
program perencanaan, wajib dibuat
47

8. Pemakaian perbekalan Jaminan Kesehatan bagi


farmasi Masyarakat Miskin Untuk
keperluan audit dan
perencanaan, wajib dibuat
9. Jumlah resep Untuk keperluan perencanaan
10. Kepatuhan terhadap Untuk keperluan perencanaan,
formularium informasikan untuk KFT
11. Penggunaan obat Untuk keperluan perencanaan,
terbesar informasikan untuk KFT
12. Penggunaan antibiotik Untuk keperluan perencanaan,
informasikan untuk KFT
13. Kinerja Untuk audit

9. Monitoring dan Evaluasi


Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi
dirumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan
ini juga bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaandan pengambilan
keputsan. Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan secara periodic dan berjenjang.
Keberhasilan evaluasi ditentukan oleh supervisor maupun alat yang digunakan
(Depkes RI,2008) a. Monitoring

Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran kemajuan


atas objektif program/memantau perubahan yang fokus pada proses masuk dan
keluar.
1) Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan
2) Monitoring melibatkan pengamatan atas kualitas dari layanan yang kita
berikan (Depkes RI,2008)
b. Evaluasi
Evaluasi adalah penggunaan metode penelitian sosial secara sistematis
menginvestigasi efektifitas program dan menilai kontribusi program terhadap
perubahan (Goal/objektif) dan menilai kebutuhan perbaikan, kelanjutan atau
perluasan program (rekomendasi)
1) Evaluasi memerlukan desain studi/penelitian,
2) Evaluasi terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok
pembanding,
48

3) Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu, 4)


Evaluasi melibatkan studi/penelitian khusus.
Kaitan antara Monitoring dan Evaluasi adalah evaluasi memerlukan hasil dari
monitoring dan digunakan untuk kontribusi program (Anonim,
2012).Monitoring bersifat spesifik program, sedangkan Evaluasi tidak hanya
dipengaruhi oleh program itu sendiri, melainkan variabel-variabel dari luar.
Tujuan dari Evaluasi adalah evalausi efektifitas dan cost effectiveness.

Tujuan: meningkankan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di


rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum (Depkes RI,2008)

BAB III TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN


BANJARMASIN

A. Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin


1. Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Ulin
Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin didirikan dua tahun sebelum
Indonesia merdeka oleh pemerintah Jepang tepatnya pada tahun 1943 di atas tanah
seluas 6,3 hektar, terletak di dekat sungai Martapura dan di tepi jalan utama jantung
kota Banjarmasin. Rumah Sakit dibangun dengan bangunan panggung tanpa tingkat
karena didirikan di atas rawa, bangunan dari atap hingga pondasi terbuat dari kayu
ulin yaitu pohon kayu yang mungkin hanya tumbuh di pulau Kalimantan, kayu ini
kokoh, kuat hingga puluhan tahun tidak lapuk terkena hujan dan panas sampai
sekarang kayu ulin inilah yang dijadikan bahan utama masyarakat Kalimantan untuk
membangun rumah.

Tetapi sekarang bangunan RSUD Ulin telah permanen, bukan lagi terbuat dari kayu
Ulin. Sempat muncul ide untuk merubah nama RSUD Ulin, namun tidak jadi karena
nama Ulin merupakan cikal bakal rumah sakit ini tidak boleh dilupakan. Renovasi
rumah sakit ini pertama kali pada tahun 1985, bangunan kayu ulin diganti dengan
49

konstruksi beton. Tahun 1997 dibangun Paviliun Aster, kemudian direnovasi lagi
dan dibangun bersama poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap Aster tahun 2002.
Sejak saat itu RSUD Ulin terus mengalami berbagai kemajuan fisik hingga
berkembang sampai pada kondisi sekarang di mana telah dibangun gedung lima
lantai serta bangunan pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Terpadu dan Gedung
Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang dinamakan Gedung Mulawarman.
Dalam meningkatkan kemampuan jangkauan dan mutu pelayanan, maka berdasar
SK Menkes No. 004/Menkes/SK/I/2013 tanggal 07 Januari 2013 tentang persetujuan
RSUD Ulin menjadi rumah sakit tipe A, serta KepMenDagRI No.445.420-1279
tahun 1999 tentang penetapan RSUD Ulin Banjarmasin sebagai rumah sakit
pendidikan calon dokter umum dan calon dokter spesialis. Dengan demikian tugas
dan fungsi Rumah Sakit Ulin selain mengemban fungsi pelayanan juga
melaksanakan fungsi pendidikan dan penelitian.

Berdasarkan Perda keputusan Gubernur Kalimantan Selatan No.


188.44/0464/hukum/2009 tentang penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Ulin
Banjarmasin menerapkan pola keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Penyelenggaraan obat-obat dan alkes sangat erat kaitannya dengan pelayanan
kesehatan masyarakat di RSUD Ulin. Unit pelayanan obat di rumah sakit biasanya
disebut Instalasi Farmasi. Awalnya RSUD Ulin tidak memiliki pembagian depo
seperti saat ini tapi seiring dengan perkembangan yang terjadi di RSUD Ulin dan
untuk mempermudah pelayanan yang menyeluruh terhadap masyarakat, maka
Instalasi Farmasi dibagi menjadi beberapa depo. Dalam hal ini tiap depo memiliki
satu Apoteker Pengelola Apotek/depo, yang mengawasi beberapa Tenaga Teknis
Kefarmasian dan staf Administrasi. RSUD Ulin Banjarmasin saat di pimpin oleh
seorang direktur yaitu dr. Hj. Suciati, M.Kes.

2. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Ulin


a. Visi:
Terwujudnya Pelayanan Rumah Sakit Yang Profesional dan Mampu Bersaing di
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
50

b. Misi:
1) Menyelenggarakan pelayanan Terakreditasi Paripurna yang berorientasi
pada kebutuhan dan keselamatan pasien, bermutu serta terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat.
2) Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan, penelitian dan
Pengembangan subspesialis sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan,
kemajuan ilmu pengetahuan dan penapisan teknologi kedokteran.

3) Menyelenggarakan manajemen rumah sakit dengan kaidah klini yang sehat,


terbuka, efisien, akuntabel sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku.
4) Menyiapkan sumber daya manusia, sarana prasarana dan peralatannya
untuk mampu bersaing dalam era pasar bebas ASEAN.
5) Mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia sesuai dengan
kebutuhan pelayanan dan kemampuan rumah sakit.

3. Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Ulin


Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin periode 2014-2017 dipimpin oleh Hj. Siti
Rahmah, M.Kes., Apt dalam melaksanakan tugasnya beliau dibantu oleh wakil
kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) beserta divisi-divisi lain yang dibawahi
oleh IFRS yang biasanya dipimpin oleh Apoteker.

B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin


Pada awalnya Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin bekerja sama dengan PT. Kimia
Farma dalam pelayanan obat ke pasien dengan Apoteker pertama adalah almarhum Drs.
H. Tantawi Djauhari, Apt. Kemudian dengan adanya status rumah sakit swadana yang
beroperasi seperti apotek swasta, tetapi semua penerimaan barang tetap melalui rumah
sakit.

Sejalan dengan upaya desentralisasi instalasi farmasi dan berdasarkan Perda No. 9 tahun
2002 status RSUD Ulin berubah menjadi Lembaga Teknis berbentuk Badan
Pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan. Penyelenggaraan obat-obat dan alkes sangat
erat kaitannya dengan pelayanan kesehatan masyarakat di RSUD Ulin untuk memuaskan
51

pasien terhadap pelayanan instalasi farmasi dari berbagai depo. Awalnya RSUD Ulin
tidak memiliki pembagian depo seperti saat ini tapi seiring dengan perkembangan yang
terjadi di RSUD Ulin dan untuk mempermudah pelayanan yang menyeluruh terhadap
masyarakat, maka instalasi farmasi dibagi menjadi beberapa depo yang bertahan sampai
sekarang. Dalam hal ini tiap depo memiliki Apoteker penanggung jawab yang
mengawasi beberapa Tenaga Teknis Kefarmasian dan staf administrasi.

Berikut ini depo-depo yang ada pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ulin Banjarmasin
yaitu:
1. Depo Aster
2. Depo Anggrek
3. Depo IGD
4. Depo Umum
5. Depo BPJS
6. Depo Geriatri
7. Depo Tulip
8. Depo IBS
9. Depo ICU
10. Logistik Farmasi
11. Central Handling Cytostatic

C. Depo Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin


Adapun praktik kerja lapangan yang kami lakukan di Instalasi Farmasi RSUD Ulin,
yaitu:

1. Depo Umum
Depo Umum merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.
Depo Umum buka pada pukul 08.00-14.30 WITA. Depo Umum melayani pelayanan
pasien rawat jalan meliputi pasien Jamkesmas/jamkesda/jamkesprov dan pasien
rawat inap meliputi dana pendamping dan pihak III (perusahaan). Pelayanan resep
rawat jalan berasal dari semua poliklinik yang ada di RSUD Ulin Banjarmasin.
Pelayanan tersebut berupa resep umum yaitu yang dibayar secara tunai oleh pasien.
52

Depo Umum dikoordinir oleh seorang Apoteker yaitu Noorlaila., S.Farm., Apt, 3
(tiga) orang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK), 1 (satu) orang karyawan
administrasi dan 1 (satu) orang sebagai kasir.

2. Depo BPJS
Depo BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)merupakan bagian dari unit
pelayanan yang ada di Instalasi Farmasi RSUD Ulin. Depo ini khusus melayani
pasien rawat jalan dan rawat inap yang terdiri dari Penerima Bantuan Iuran (PBI)
dan Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI).

Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin
dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibaari
Pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan dimana pesertanya fakir
miskin yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.
Sedangkan peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan terdiri dari: a.
Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya.
b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya.

Jam pelayanan Depo BPJS yaitu pada hari Senin s/d Sabtu dari pukul 08.00-14.30
WITA. Depo BPJS ini dikoordinir oleh seorang Apoteker yaitu Devieta Pritasari,
S.Farm., Apt dan dibantu oleh 7 karyawan lainnya yaitu, 4 (empat) orang Tenaga
Teknis Kefarmasin (TTK), dan 3 (tiga) orang Admin.

3. Depo IGD
Depo IGD (Instalasi Gawat Darurat) merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUD
Ulin Banjarmasin yang bertugas menyediakan sediaan farmasi untuk mendukung
pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Terpadu di RSUD Ulin Banjarmasin. Depo
IGD buka selama 24 jam dan terbagi atas tiga kali pergantian shift. Shift pertama
dari jam 08.00-14.00 WITA, shift kedua dari jam 14.00-21.00 WITA, sedangkan
shift ketiga dari jam 21.00-08.00 WITA. Depo IGD melayani pasien umum, BPJS,
dan Pihak III dari ruang IGD, ICU/ICCU, NICU/PICU, Hemodialisa, VK Bersalin
dan Tulip pada pelayanan shift pertama, setelah Depo Umum, Depo BPJS, Depo
ICU dan Depo Tulip tutup pada pukul 14.00 WITA dan pada hari Minggu atau hari
53

libur Depo IGD akan melayani semua pasien yang ada di Rumah Sakit yaitu pasien
umum, BPJS, dan Pihak III dari ruang IGD, ICU/ICCU, NICU/PICU, Hemodialisa,
VK Bersalin dan Tulip. Dalam menjamin kelancaran pelayanan kefarmasian di Depo
IGD terdapat karyawan yang berjumlah 17 (tujuh belas) orang, yang terdiri dari, 1
(satu) orang Apoteker sebagai Sub. Koordinator Depo IGD, 1 (satu) orang kepala
Depo, 12 (dua belas) orang Tenaga Teknis Kefarmasian dan 1 (satu) orang Tenaga
Administrasi yang juga membantu dalam pelayanan di Depo IGD. Depo IGD adalah
depo pertama yang melakukan pelayanan obat dan alat kesehatan untuk pasien yang
perlu penanganan darurat.

4. Depo ICU
Depo Intensive Care Unit (ICU) merupakan bagian dari instalasi farmasi RSUD Ulin
Banjarmasin. Pendirian depo ini dimulai pada bulan april 2014 karena berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 tentang
standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, bahwa rumah sakit harus dapat
menyediakan lokasi penyimpanan obat emergency untuk kondisi gawat darurat.
Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan
pencurian. Intensive Care Unit (ICU) merupakan unit/area di rumah sakit yang
memiliki risiko tinggi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik dan diperlukan
1 orang apoteker untuk kegiatan pelayanan kefarmasian di Intensive Care Unit
(ICU)/ Intensive Cardiac Care Unit (ICCU) tersebut.

Depo ICU melayani pasien umum, BPJS dan pihak III dari ruang ICU/ICCU dan
PICU. Depo ICU memiliki 1 orang Apoteker yaitu Herawaty S.Si.,Apt serta terdapat
2 (dua) orang karyawan yaitu 1 orang Tenaga Teknis Kefarmasin (TTK), dan 1
orang admin. Depo ini buka hari Senin s/d Sabtu dari pukul 08.00-14.30 WITA, serta
penyiapan obat untuk hari minggu dilakukan pada hari sabtu.

5. Depo IBS
Depo IBS (Instalasi Bedah Sentral) atau sering disebut depo IV merupakan bagian
dari Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Depo IBS ini khusus menyediakan
alat kesehatan dan obat-obatan yang dipergunakan untuk keperluan operasi, yang
terdiri dari dua jenis operasi yaitu operasi cito dan operasi bedah elektif. Operasi cito
54

adalah operasi yang sifatnya mendesak dan harus dilayani pada hari itu juga,
sedangkan operasi bedah elektif adalah pasien yang operasinya sudah direncanakan.
Resepnya diserahkan ke depo IBS minimal H-3/H-2 atau selambat-lambatnya H-1
sebelum dilakukan operasi.

Depo IBS ini hanya melayani pasien bedah sentral saja yang memiliki seorang
Apoteker yaitu, H. Akhmad Hujair, S.Si., Apt dan terdapat 3 (tiga) karyawan yaitu 2
(dua) orang Tenaga Teknis Kefarmasin (TTK), dan 1 (satu) orang Admin. Depo ini
buka setiap hari dan terdiri dari 3 shift, yaitu pukul 08.00-14.00 WITA, pukul
14.00-21.00 WITA dan 21.00-08.00 WITA.

6. Depo Tulip
Depo Tulip merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Depo
ini berdiri dimulai pada bulan November 2014. Depo ini khusus melayani pasien
yang ada di Gedung Tulip yaitu rawat inap pasien BPJS yang terdiri dari Penerima
Bantuan Iuran (PBI), Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI), Jamkesprov, dan
Jamkesda. Depo ini buka hari Senin s/d Sabtu dari pukul 08.00-14.30 WITA.
Apabila lewat pukul 14.30 WITA dan pada hari Minggu/libur nasional pasien
Gedung Tulip dapat mengambil obat ke Depo IGD untuk pasien BPJS/pasien umum.

Depo Tulip dikoordinir oleh 1 (satu) orang Apoteker yaitu Eka Trisna P, S.Si., Apt ,
3 (tiga) orang karyawan yaitu 2 (dua) orang Tenaga Teknis Kefarmasin (TTK), dan 1
(satu) orang Admin.

7. Depo Geriatri
Depo Geriatri merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.
Depo ini khusus melayani pasien lanjut usia yang menggunakan kartu BPJS. Pasien
geriatri merupakan pasien dengan usia 60 tahun ke atas. Depo Geriatri buka pada
hari Senin s/d Sabtu dari pukul 08.00-14.00 WITA kecuali hari Minggu/hari libur
tutup tidak ada pelayanan. Pasien pengguna kartu BPJS tidak dikenakan biaya
pembayaran untuk obat yang diresepkan yang masuk dalam Formularium Nasional,
kerena sudah ditanggung oleh BPJS. Depo Geriatri ini dikoordinir pengelolaannya
55

oleh seorang Apoteker yaitu Khairullah Azhar, S.Farm., Apt dan dibantu oleh 1
(satu) orang Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK), serta 1 (satu) orang Admin.

8. Depo Anggrek
Depo Anggrek merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.
Depo ini khusus melayani pasien yang berada di ruang anggrek yaitu rawat inap.
Depo ini buka pelayanan dari hari Senin s/d Sabtu mulai pukul 08.00-14.30 WITA.
Apabila lewat pukul 14.30 WITA dan pada hari Minggu/libur nasional pasien rawat
inap anggrek dapat mengambil obat ke Depo IGD.
Depo Anggrek dikooordinir oleh 1 (satu) orang Apoteker yaitu Khairullah Azhar,
S.Farm., Apt, 5 (lima) orang karyawan yaitu 4 (empat) orang Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK), dan 1 (satu) orang Admin.

9. Logistik Farmasi
Logistik Farmasi atau gudang farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin
Banjarmasin jam kerja dimulai pukul 08.00 WITA sampai pukul 14.30 WITA.
Logistik Farmasi ini dikoordinir oleh seorang Apoteker yaitu Arlina Fauziah, S.Si.,
Apt. dan terdapat 11 orang karyawan, yaitu 2 orang Apoteker, 2 orang Tenaga
Teknis Kefarmasian dan sisanya adalah staf administrasi. Logistik Farmasi
mempunyai peranan penting dalam pelayanan rumah sakit, yaitu meliputi,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distibusi dan pelaporan. Hal ini
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diperlukan di seluruh depo, poli klinis, ruang perawatan dan instalasi yang
mendukung.

10. Depo Aster


Depo Aster merupakan bagian dari Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Depo
ini khusus melayani pasien yang ada di Gedung Aster yaitu rawat inap pasien BPJS
serta non BPJS seperti pasien umum dan pihak ketiga. Depo ini buka hari Senin s/d
Minggu terdiri dari dua shift yang pertama dari pukul 08.00-14.00 WITA, dan shift
ke dua dari pukul 14.00 – 20.00. Apabila lewat pukul 20.00 WITA dan pada hari
Minggu/libur nasional pasien Gedung Aster dapat mengambil obat ke Depo IGD
untuk pasien BPJS/pasien umum.
56

Depo Aster dikoordinir oleh 1 orang Apoteker, S. Si. Apt, 9 orang karyawan yaitu 8
(delapan) orang Tenaga Teknis Kefarmasin (TTK), dan 1 orang Admin.

11. Central Handling Cytostatic


Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat kanker secara aseptis,
atau bebas dari infeksi dalam kemasan siap pakai sesuai dengan kebutuhan pasien
oleh tenaga kefarmasian terlatih. Penanganan ini dengan pengendalian pada
penanganan terhadap lingkungan, petugasa, maupun sediaan obatnya dari efek toksi
dan kontaminasi. Petugas pun harus menggunakan alat pelindung diri,
memperhatikan pengamanan pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses
pemberian kepada pasien sampai ke pembuangan limbahnya.

D. Manajemen Perbekalan Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin


1. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan yang meliputi pemilihan jenis, jumlah dan harga
dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan anggaran, serta menghindari kekosongan obat (Hartini dan
Sulasmono, 2012).

Dokumen yang diperlukan adalah daftar kebutuhan obat yang harus dibeli.
Kemudian mencari dan menemukan penyalur masing-masing obat yang dilengkapi
nama, alamat, nomor telepon penyalur, penentuan waktu dan frekuensi pembelian.
Mengadakan perundingan dengan beberapa penyalur untuk merundingkan
persyaratan jenis, mutu barang yang diperlukan, persyaratan harga dan potongan
potongan yang diperoleh, persyaratan pengiriman barang, persyaratan waktu
pembayaran (Rosita, dkk., 2013).

Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan faktor-


faktor antara lain pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat
sekitar lingkungan (Depkes RI, 2007).
Dalam perencanaan pengadaan ini, ada empat metode yang sering dipakai yaitu:
a. Metode epidemiologi, yaitu prediksi perencanaan berdasarkan pola penyebaran
penyakit yang terjadi dalam masyarakat sekitar.
57

b. Metode konsumsi, yaitu perencanaan berdasarkan data penggunaan barang


sebelumnya, selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam kelompok fast
moving (cepat beredar) dan slow moving (lambar beredar).
c. Metode Kombinasi, yaitu gabungan dari metode epidemiologi dan metode
konsumsi. Perencanaan berdasarkan penggunaan barang sebelumnya
disesuaikan dengan pola penyebaran penyakit.
d. Metode just in time, yaitu perencanaan dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat
yang ada di apotek dalam jumlah terbatas. Perencanaan ini untuk obat-obat yang
jarang dipakai atau diresepkan dan harganya mahal serta memiliki waktu
kadaluarsa yang pendek (Hartini dan Sulasmono, 2012).

Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes), dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) ini berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi.
b. Standar sediaan farmasi, alkes, dan BMHP yang telah ditetapkan.
c. Pola penyakit .
d. Efektifitas dan keamanan.
e. Pengobatan berbasis bukti.
f. Mutu.
g. Harga.
h. Ketersediaan di pasaran (Kemenkes RI, 2014).

Sedangkan pedoman perencanaan harus mempertimbangkan: a.


Anggaran yang tersedia;
b. Penetapan prioritas;
c. Sisa persediaan;
d. Data pemakaian periode yang lalu;
e. Waktu tunggu pemesanan; dan
f. Rencana pengembangan (Kemenkes RI, 2014).

2. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
58

Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,


penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,
pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.

Syarat untuk memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi jika proses pengadaan dilaksanakan oleh
bagian lain di luar instalasi farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai antara lain:
a. Bahan baku obat harus disertai Sertifikat Analisa;
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);
c. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus mempunyai
Nomor Izin Edar; dan
d. Expireddate minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-
lain).

Rumah sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok obat yang
secara normal tersedia di rumah sakit dan mendapatkan obat saat instalasi farmasi
tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Pembelian sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes), dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) untuk rumah sakit pemerintah harus sesuai dengan ketentuan
pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelian adalah:
1) Kriteria sediaan farmasi, alkes, dan BMHP, yang meliputi kriteria umum
dan kriteria mutu obat;
2) Persyaratan pemasok;
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi, alkes, dan
BMHP; dan
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
59

b. Produksi Sediaan Farmasi


Instalasi farmasi rumah sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di rumah sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di rumah sakit tersebut.

c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP sumbangan/
dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP dengan cara
sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap
dan jelas. Agar penyediaan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP dapat membantu
pelayanan kesehatan, maka jenis h sediaan farmasi, alkes, dan BMHP arus
sesuai dengan kebutuhan pasien di rumah sakit.
Instalasi farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah sakit
untuk mengembalikan/ menolak sumbangan/ dropping/ hibah sediaan farmasi,
alkes, dan BMHP yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit
(Kemenkes RI, 2014).

3. Penerimaan dan Pemeriksaan Barang


Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
barang harus tersimpan dengan baik (Kemenkes RI, 2014).

Penerimaan barang dilakukan setelah adanya surat pesanan dikirim ke PBF dan PBF
mengirimkan barang bersama faktur sesuai dengan surat pesanan gudang logistik
60

instalasi farmasi rumah sakit. Barang yang diterima harus diperikasa oleh Tenaga
Teknis Kefarmasian atau petugas lain bila perlu disaksikan oleh petugas pembelian
dengan melakukan pemeriksaan:
a. Mencocokkan surat pengiriman barang, faktur, dengan surat
pemesanan barang.
b. Mencocokkan surat pengiriman barang dan faktur dengan barang-
barang yang nyata-nyata dikirim, baik terhadap nama barang,
kemasan, jumlah serta pemeriksaan terhadap kadaluarsa (Rosita,
dkk., 2013).

4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan baik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan
obat, yaitu:
a. Memelihara mutu barang,
b. Menjaga kelangsungan persedian,
c. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.

Kegiatan penyimpanan obat: a.


Pengaturan tata ruang
b. Penyusunan stok obat
c. Pencatatan stok obat
d. Pengamanan mutu obat

Tahap penyimpanan barang:


a. Petugas gudang mencatat seluruh penerimaan barang hari itu dalam buku-buku
harian penerimaan barang.
b. Mencatat semua surat poengiriman barang ke kartu stok.
c. Menyimpan barang sesuai dengan jenis dan sifat barang.
d. Barang tertentu disimpan di tempat terpisah, misalnya :
1. Narkotika, disimpan di lemari terkunci.
2. Serum, vaksin di lemari pendingin.
61

3. Bahan yang mudah terbakar di tempat tersendiri (Rosita, dkk., 2013).


Penyimpanan psikotropika dan narkotika memerlukan perlakuan khusus yaitu
disimpan pada lemari khusus terpisah dengan obat lainnya, yang bentuk dan
ukuran lemarinya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Narkotika wajib disimpan secara khusus sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan dalam peraturan perundang-undanganNo.
28/Menkes/Per/I/1978pasal 5tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Dalam
peraturan tersebut, instalasi farmasi harus memiliki tempat khusus untuk
penyimpanan narkotika. Sedangkan pasal 6 peraturan Menteri Kesehatan RI No.
29/Menkes/Per/X/1978 dinyatakan bahwa:
a. Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus, sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 5 Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978.
b. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.

c. Anak kunci lemari khusus dikuasai penganggung jawab atau pegawai lain yang
dikuasakan.
d. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
Tempat khusus ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Seluruhnya harus dibuat dari kayu atau bahan lain yang kuat dengan ukuran
40 x 80 x 100 cm.
2) Harus mempunyai kunci yang kuat.
3) Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama
dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidine, dan garam-garamnya,
serta persediaan narkotika. Sedangkan, bagian kedua dipergunakan untuk
menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4) Lemari tersebut harus menempel pada tembok atau lantai (Bogadenta,
2012).
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label
yang secara jelas terbaca memuat nama,tanggal pertama kemasan dibuka,
tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus;
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting;
62

c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien


dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada
area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang
kurang hati-hati; dan
d. Sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi
(Kemenkes RI, 2014).

Apoteker penanggung jawab mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan
tanggal dan nomor urut peneriman resep. Resep harus disimpan sekurang-kurangnya
selama 3 tahun. Resep yang disimpan melebihi jangka 3 tahun dapat dimusnahkan.
Resep yang mengandung narkotika dipisahkan dari resep lainnya dan ditandai garis
merah dibawah nama obatnya. Pada pemusnahan resep harus dibuat berita acara
pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan, disebutkan hari dan
tanggal pemusnahan, tanggal awal dan akhir resep, serta berat resep yang
dimusnahkan (Bogadenta, 2012).

Penyimpanansediaan farmasi dan alat kesehatan disesuaikan dengan persyaratan


kondisi yang diminta untuk masing-masing barang dengan tujuan untuk menghindari
kerusakan dan menjaga stabilitas obat. Umumnya penyimpanan obat dilakukan
secara FIFO dan FEFO, berdasarkan bentuk sediaan serta alfabetis. Obat-obat
narkotik dan psikotropik disimpan dalam lemari khusus. Sedangkan obat-obat
sitostatika dan obat-obat HIV/AIDS juga disimpan dan diperlakukan khusus.

Penyimpanan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP yang penampilan dan penamaan
yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.

5. Distribusi
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes) , dan Bahan
Medis Habis Pakai (BMHP) dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
63

ketepatan waktu. Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alkes, dan
BMHP di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara: a.
Sistem Satu Hari Dosis
Pendistribusian sediaan farmasi, alkes, dan BMHP berdasarkan Resep
perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk
penggunaan satu hari pemakaian pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk
pasien rawat inap.
b. Sistem Unit Dosis
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien
rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat dapat
diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock
atau resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar
kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
1) Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
2) Metode sentralisasi atau desentralisasi (Kemenkes RI, 2014).
c. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
Pendistribusian sediaan farmasi, alkes, dan BMHP untuk persediaan di ruang
rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi farmasi. Sediaan farmasi, alkes, dan
BMHP yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
d. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian sediaan farmasi, alkes, dan BMHP berdasarkan Resep
perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui instalasi farmasi.
e. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alkes, dan BMHP bagi pasien rawat
inap dengan menggunakan kombinasi antara sistem persediaan lengkap di
ruangan (floor stock) dan sistem resep perorangan atau antara sistem resep
perorangan dan sistem unit dosis atau antara sistem persediaan lengkap di
ruangan (floor stock) dan sistem unit dosis.
64

6. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri
dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan (alkes), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alkes,
dan BMHP. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi farmasi
dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
a. Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
b. Dasar akreditasi Rumah Sakit;
c. Dasar audit Rumah Sakit; dan
d. Dokumentasi farmasi. Pelaporan dilakukan sebagai:
a. Komunikasi antara level manajemen;
b. Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di
instalasi farmasi; dan
c. Laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila instalasi farmasi rumah sakit harus mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan
pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi
keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan
semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam
periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap sediaan
farmasi, alkes, dan BMHP yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu
tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan
65

farmasi, alkes, dan BMHP kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku (Kemenkes RI, 2014).

d. Komputerisasi
Banyak tugas/fungsi penanganan informasi dalam sistem pengendalian
perbekalan farmasi (misalnya, pengumpulan, perekaman, penyimpanan,
penemuan kembali, meringkas, mengirimkan dan informasi penggunaan
perbekalan farmasi) dapat dilakukan lebih efisien dengan komputer daripada
sistem manual. Akan tetapi, sebelum sistem pengendalian perbekalan farmasi
dapat dikomputerisasi. Suatu studi yang teliti dan komprehensif dari sistem
manual yang ada, wajib dilakukan. Studi ini harus mengidentifikasi aliran data
di dalam sistem dan menetapkan berbagai fungsi yang dilakukan dan hubungan
timbal balik berbagai fungsi itu. Informasi ini kemudian digunakan sebagai
dasar untuk mendesain atau mengevaluasi secara prospektif suatu sistem
komputer. Sistem komputer harus termasuk upaya perlindungan yang memadai
untuk memelihara catatan medik pasien secara rahasia. Untuk hal ini harus
diadakan prosedur yang terdokumentasi untuk melindungi rekaman yang
disimpan secara elektronik, terjaga keamanan, kerahasiaan, perubahan data, dan
mencegah akses yang tidak berwenang terhadap rekaman tersebut.

Suatu sistem data pengaman (back up) harus tersedia untuk meneruskan fungsi
komputerisasi selama kegagalan alat. Semua transaksi yang terjadi selama
sistem komputer tidak beroperasi, harus dimasukkan ke dalam sistem secepat
mungkin.

7. Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak


Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes), dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP) yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alkes, dan BMHP bila: a.
Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. Telah kadaluwarsa;
66

c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau


kepentingan ilmu pengetahuan; dan
d. Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan obat terdiri dari:
a. Membuat daftar sediaan farmasi, alkes, dan BMHP yang akan dimusnahkan;
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait;
d. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.

Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana,


diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak
dapat digunakan dalam proses psikotropika, daluarsa, atau tidak memenuhi syarat
untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh
pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara
pemusnahan tersebut memuat:
a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.
b. Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek.
c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut.
d. Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan.
e. Cara pemusnahan.
f. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.

Pemusnahan narkotika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.


28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9, pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek,
atau dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan
paling sedikit rangkap tiga. Berita acara pemusnahan memuat : a. Hari, tanggal,
bulan, dan tahun pemusnahan.
b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek, atau dokter pemilik
narkotika.
67

c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari perusahaan atau
badan tersebut.
d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
e. Cara pemusnahan.
f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokter pemilik
narkotika, dan saksi-saksi.
g. Berita acara tersebut harus dikirimkan kepada :
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat (Depkes RI, 1997)

8. Pelayanan Resep dan Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian
resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes), dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).
Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah
terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus
melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik,
dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
b. Duplikasi pengobatan;
c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. Kontraindikasi; dan
68

e. Interaksi obat (Kemenkes RI, 2014).


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, terutama bagi
Tim Farmasi dan Terapi
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi:
a. Menjawab pertanyaan
b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter
c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunan Formularium Rumah Sakit
d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan
kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya
f. Melakukan penelitian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO: a.
Sumber daya manusia
b. Tempat
c. Perlengkapan (Kemenkes RI, 2014).
69
70

BAB IV PEMBAHASAN

A. Manajemen Perbekalan Farmasi di Depo Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin Adapun


praktik kerja lapangan yang kami lakukan di Instalasi Farmasi RSUD Ulin, yaitu:
12. Depo Umum
Pengelolaan obat di Depo Umum meliputi: a.
Perencanaan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan perencanaan di Depo Umum sesuai
dengan ketentuan prosedur perencanaan yang ditentukan oleh Instalasi Farmasi
RSUD Ulin Banjarmasin. Depo Umum tidak hanya menggunakan metode
konsumsi (jumlah resep yang dilayani bulan sebelumnya) yang tertera dalam
ketentuan prosedur, namun juga menggunakan metode epidemiologi
(berdasarkan pola penyakit).

b. Pengadaan dan Penerimaan


Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Depo Umum berasal dari Depo
Logistik Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Pengadaan untuk sebulan
kebutuhan depo dilakukan pada akhir bulan paling lambat pada tanggal 28,
tetapi jika sewaktu-waktu ada obat yang dibutuhkan sangat mendesak maka
pihak depo bisa mengamprah obat ke Depo Logistik atau depo lain melalui
telepon atau meminta langsung yang sering disebut mutasi barang. Depo Umum
untuk pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dimulai dengan menulis
obat atau sediaan farmasi yang diperlukan pada buku mini/kecil yang kemudian
dituliskan pada buku amprahan dan diserahkan ke Depo Logistik. Depo Logistik
kemudian menyiapkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang ditulis sesuai
permintaan. Untuk Obat Narkotika dan Psikotropika pengadaanya dilakukan
dengan surat pesanan tersendiri.

Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sudah disiapkan oleh Depo Logistik
akan dikirim sampai ke Depo Umum pada awal bulan. Penerimaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang datang tersebut biasanya dilakukan langsung
oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang lainnya. Apoteker
melakukan pengecekan barang seperti kesesuaian jumlah yang datang dengan
71

jumlah yang tertera di blangko permintaan barang, seperti nama obat atau nama
alkes, jumlah, expired date, bentuk sediaan, dosis dan lain-lain. Jika barang
datang telah sesuai dengan pesanan kemudian dimasukkan dalam kartu stok
serta disimpan sesuai tempatnya. Stok obat menggunakan sistem komputerisasi,
saat pengiriman barang dari Depo Logistik maka stok di Depo Umum akan
bertambah, hal ini dikerjakan oleh Depo Logistik.

c. Penyimpanan
Depo Umum dalam hal melakukan penyimpanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan berdasarkan urutan abjad (alfabetis), bentuk sediaan, kesesuaian suhu,
FEFO (first expire first out), FIFO (first in first out), dan jenis sediaan dimana
obat generik dan obat paten diletakkan secara terpisah. Untuk obat-obatan yang
tidak tahan terhadap suhu kamar maka dapat diletakkan di dalam lemari
pendingin, seperti suppositoria, insulin dan injeksi dengan suhu tertentu. Obat
Narkotika dan Psikotropika disimpan dalam lemari khusus dan terkunci. Selain
itu Depo Umum juga menyediakan obat Sitostatika (khusus tablet) yang
penyimpanannya telah dikelompokkan di dalam lemari khusus terpisah dari
obat-obat lainnya dan diberikan stiker obat kanker berwarna ungu ditangani
hati-hati dan high alert. Obat-obat yang memiliki kekuatan dosis lebih dari satu
misalnya Amlodipin memiliki kekuatan 5 mg dan 10 mg, yang memliliki
pengucapan yang mirip, dan yang mempunyai kemasan yang mirip akan
diletakkan terpisah untuk menghindari kesalahan pengambilan sediaan serta
diberi stiker LASA (Look Alike Sound Alike). Selain itu untuk obat atau larutan
yang mempunyai kewaspadaan atau resiko lebih diletakan pada lemari khusus
bergaris merah dan diberi stiker Hight Alert dan untuk elektrolit pekat diberi
stiker high alert dan double check.

d. Distribusi
72

Sediaan farmasi dan alat kesehatan didistribusikan kepada pasien menggunakan


sistem individual prescription. Metode individual prescribing bertujuan agar
mempermudah pengontrolan pengobatan pasien baik untuk pasien rawat jalan
maupun rawat inap. Resep yang diterima akan dilakukan pencatatan yang
dilakukan secara komputerisasi pada setiap harinya kemudian dilakukan entry
data pada komputer oleh petugas administrasi. Pengentrian data tersebut
berguna untuk mengetahui sisa stok obat yang masih ada di depo dan
mengetahui harga obat yang akan dibayar untuk pasien umum.

e. Pelayanan Obat
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan prosedur pelayanan obat pasien
umum dan pasien Jamkesmas/Jamkesda/Jamkesprov dana pendamping dan
Pihak III di Depo Umum sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh Instalasi
Farmasi RSUD Ulin.
73

f. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan informasi obat diberikan saat penyerahan obat oleh Apoteker atau
TTK kepada pasien. Informasi yang diberikan antara lain jumlah item obat, cara
penggunaan obat dengan instruksi khusus (misalnya, insulin, suppo, nasal spray,
turbuhaler), cara pemakaian, waktu minum, cara penyimpanan, khasiat obatdan
lain-lain.

g. Pelaporan
Pelaporan di Depo Umum antara lain :
1) Pelaporan Administrasi meliputi omset, jumlah resep dll.
2) Pelaporan Narkotika dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali.
3) Pelaporan psikotropika dilakuan tiap 3 bulan sekali.
Pelaporan penggunaan psikotropika dan narkotika dibuat oleh Apoteker
kemudian berkasnya diserahkan ke Kepala Instalasi Farmasi untuk digabungkan
dengan depo lainnya.
74

h. Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak


Setiap akhir bulan Depo Umum akan melakukan stock opname yang bertujuan
untuk mengetahui barang yang mendekati expire date dan mengetahui
kesesuaian jumlah obat secara fisik dengan komputer. Apabila terdapat barang-
barang yang sudah expire date di Depo Umum akan dikumpulkan dan disimpan
di tempat khusus. Obat yang expire date nya kurang dari 6 bulan dipisah dan
ditandai dengan etiket berwarna kuning dan untuk obat yang expire date kurang
dari 3 bulam juga dipisahkan dan ditandai dengan etiket berwarna merah. Obat
yang sudah dipisahkan dikumpulkan di tempat khusus untuk disimpan dan
dicatat dalam buku kemudian diserahkan dengan disertai pencatatan serah
terima dengan Depo Logistik Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin untuk
selanjutnya dikumpulkan dengan barang-barang kadaluarsa yang ada di depo
lainnya.

13. Depo BPJS


a. Perencanaan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan tahapan perencanaan di Depo BPJS
sesuai dengan ketentuan prosedur perencanaan yang dibuat oleh RSUD Ulin
Banjarmasin. Depo BPJS tidak hanya menggunakan metode konsumsi (jumlah
resep yang dilayani bulan sebelumnya) yang tertera dalam ketentuan prosedur,
namun juga menggunakan metode epidemiologi (berdasarkan pola penyakit).

b. Pengadaan dan Penerimaan


Pengadaan sediaan farmasi dan alkes merupakan kegiatan untuk merealisasikan
kebutuhan yang sudah direncanakan dan disetujui. Depo BPJS dalam melakukan
pengadaan dengan menulis di Surat Pesanan (SP) berdasarkan buku
amprahan(daftar sediaan farmasi dan alkes yang habis atau hampir habis),
sedangkan obat narkotika dan psikotropika menggunakan SP tersendiri dan
dapat memuat beberapa item obat sekaligus yang ditandatangani oleh Apoteker.
Surat Pesanan diserahkan ke Depo Logistik, kemudian Depo Logistik
menghubungi distributor dan melakukan pemesanan dan pembelian perbekalan
farmasi yang nantinya akan dikirim ke Depo Logistik. Petugas gudang akan
75

mengantar ke Depo BPJS berdasarkan SP yang telah dibuat. Petugas di Depo


BPJS yang menerima obat dan alkes tersebut memeriksa kembali apakah
jumlah, jenis dan bentuk sediaannya sesuai dengan print out dari Depo Logistik
untuk selanjutnya disusun/disimpan pada tempatnya.

c. Penyimpanan
Depo BPJS melakukan penyimpanan yang disusun berdasarkan alfabetis, bentuk
sediaan serta banyaknya penggunaan (pemisahan berdasarkan fast moving).
Depo BPJS juga menerapkan sistem FIFO (First In First Out) dimana obat yang
pertama kali masuk adalah yang pertama kali keluar dan dikombinasi pula
dengan sistem FEFO (First Expired First Out) dimana obat yang mendekati
expired date adalah barang yang pertama kali keluar.
Obat-obat yang termolabil disimpan pada lemari pendingin, sedangkan untuk
obat yang harus disimpan pada suhu kamar diletakkan di rak-rak yang sudah
disediakan. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus yang
bisa dikunci. Obat-obat kemoterapi sediaan tablet/kapsul disimpan dalam rak
khusus dan sediaan vial/ampul disimpan berdasarkan suhu yang tertera pada
kemasan obat yaitu di dalam lemari pendingin (2-80 C) atau lemari khusus pada
suhu kamar.

d. Distribusi
Metode individual prescribing bertujuan agar mempermudah pengontrolan
pengobatan pasien baik untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap, hanya saja
untuk pasien rawat inap sediaan tablet diberi untuk 2 hari sedangkan sediaan
injeksi tetap per hari diberikan serta untuk pasien pulang di beri untuk 5 hari
pemakaian. Depo BPJS juga melayani distribusi dengan sistem delivery pada
pasien rawat inap, yaitu terdapat petugas yang akan melakukan pengantaran obat
ke ruang rawat pasien.
76

e. Pelayanan Obat
Pelayanan obat di Depo BPJS terdapat 2 (dua) macam yaitu pasien rawat jalan
dan pasien rawat inap yang terdiri dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan
Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI). Pelayanan obat ini dilakukan atas
permintaan tertulis dari dokter yang ditebus ke Depo BPJS.
77

f. Pelayanan Informasi Obat


Obat yang diserahkan disertai dengan penjelasan tentang nama obat, bentuk dan
jenis sediaan, dosis, jumlah dan aturan pakai, cara penyimpanan, efek samping
yang mungkin timbul dan cara mengatasinya serta tanda terima pasien atau
penerimaan obat untuk pasien rawat jalan. Pasien rawat inap juga mendapat
informasi obat seperti yang telah disebutkan diatas dan untuk alkes maupun obat
suntik dan infus akan dilakukan oleh perawat yang bertugas.

g. Pelaporan
Depo BPJS melakukan pencatatan pengeluaran sediaan farmasi dan alkes yang
dilakukan setiap harinya dengan program yang sudah tersedia di komputer
sehingga memudahkan pengumpulan data. Depo BPJS membuat laporan yang
meliputi stock opname, omset, mutasi obat dan jumlah resep/bulan dilakukan
sebulan sekali yang ditujukan kepada bagian administrasi IFRS.

Obat narkotika setiap bulan, sedangkan obat psiktropika setiap 3 (Tiga) bulan
sekali. Resep yang masuk di Depo BPJS baik rawat jalan dan rawat inap
dibundel setiap hari. Resep yang berisi obat narkotika, psikotropika dan obat
kemoterapi dibundel tersendiri masing-masing. Resep yang sudah dibundel itu
disimpan dalam kurun waktu tertentu.

h. Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak


Sediaan farmasi dan alkes yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi
atau rusak maupun yang mendekati batas kadaluarsa bila masih memungkinkan
dikembalikan ke distributor. Sediaan farmasi dan alkes yang tidak dapat
78

dikembalikan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan
cara lain dan dibuat berita acara.

14. Depo IGD


Adapun pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Depo IGD adalah sebagai
berikut:
a. Perencanaan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan tahapan perencanaan di Depo IGD
sudah sesuai dengan ketentuan prosedur perencanaan yang dibuat oleh Instalasi
Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin yaitu perencanaan perbekalan farmasi
menggunakan metode kombinasi.

b. Pengadaan dan Penerimaan


Pengadaan sediaan farmasi dilakukan dengan mengirimkan buku amprahan ke
Depo Logistik. Untuk sediaan farmasi yang fast movingdanslow moving
pemesanannya dilakukan satu bulan sekali di akhir bulan pada tanggal 25-28.
Untuk persediaan farmasi sebisa mungkin tidak mengalami kekosongan karena
mengingat Depo IGD melayani seluruh pasien yang baru datang di rumah sakit
atau dalam keadaan emergency. Setelah buku amprahan dikirim ke Depo
Logistik, kemudian Depo Logistik mengirimkan sediaan farmasi pada awal
bulan tanggal 1 mulai dikirim sesuai dengan yang dipesan disertai dengan faktur
ke Depo IGD dari Depo Logistik.Sediaan farmasi yang datang dari Depo
Logistik akan diperiksa kesesuaiannya oleh petugas depo, baik dalam hal jenis
dan bentuk sediaan, jumlah, expire date, dan lain-lain. Jika sudah sesuai maka
petugas akan menandatangi surat penerimaan obat dan alat kesehatan, sebagai
bukti kepada petugas Depo Logistik bahwa perbekalan farmasi sudah diterima
sesuai keinginan.

c. Penyimpanan
Sistem penyimpanan sediaan farmasi di Depo IGD menggunakan sistem First
In First Out (FIFO) yaitu untuk sediaan farmasi yang datang pertama maka akan
diletakkan pada bagian depan, juga menggunakan First Expired First Out
(FEFO) untuk sediaan farmasi yang waktu kadaluarsanya lebih awal akan
79

diletakkan lebih depan, dan juga berdasarkan suhu penyimpanan. Sediaan


farmasi yang datang dicatat ke dalam kartu stok, disusun secara alfabetis dan
juga berdasarkan jenis obatnya, misalnya sirup, injeksi, tablet, infus, alkes dan
lain-lain. Untuk sediaan tertentu yang memerlukan penyimpanan pada suhu
tertentu seperti insulin, suppositoria, atau serum ditempatkan dalam lemari
pendingin yang bertujuan untuk menjamin kestabilan obat. Sedangkan untuk
obat khusus seperti obat HIV ditempatkan dan dikelompokkan dalam suatu
lemari.Depo IGD juga memliki gudang kecil yang disediakan untuk
menampung obat dan alkes yang fast moving sehingga menghindari kekosongan
obat dan alat kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam kondisi darurat,
mengingat Depo IGD buka selama 24 jam. Hal ini juga dapat menambah kinerja
Depo IGD agar lebih baik dalam pelayanannya.

d. Distribusi
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan tahapan pendistribusian sediaan
farmasi dan alkes di Depo IGD sudah sesuai dengan prosedur distribusi yang
dibuat oleh Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin yaitu menggunakan
sistem IP (Individual Prescription) khususnya pasien baru masuk di IGD atau
pasien yang mengambil obat di depo IGD dan untuk pasien yang sudah rawat
inap menggunakan sistem ODD (One Daily Dose).

e. Pelayanan Obat
Alur pelayanan resep di Depo IGD meliputi penerimaan resep, pemeriksaan
resep (skrinning resep), pengentrian kekomputer, penyiapan obat, pemeriksaan
obat dan penyerahan obat.
80
81

f. Pelayanan Informasi Obat


Pada saat penyerahan obat di Depo IGD pasien mendapat informasi mengenai
obat minum yang diberikan, untuk obat injeksi diberikan informasi untuk
menyerahkan kepada perawat. Jadi dalam menggunakan obat pasien juga akan
dibantu perawat. Namun, untuk pasien yang akan pulang tetap diberi informasi
obat minimal cara penggunaan obat, dosis, cara pemakaian, frekuensi
pemakaian, cara penimpanan dan efek samping. Pelayanan informasi obat
diberikan oleh Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

g. Pelaporan
Administrasi di Depo IGD menggunakan sistem komputerisasi, Resep BPJS
ataupun resep yang di luar daftar DPHO akan diminta paket 3 yang kemudian di
entry ke komputer billing Depo IGD baik rawat inap ataupun rawat jalan. Resep
umum yang masuk akan dibundel setiap hari bersama dengan kwitansi
pembayaran resep. Sedangkan untuk resep BPJS dikumpulkan secara terpisah
untuk kemudian diklaim ke BPJS. Sebelum dilakukan pelaporan pihak depo
akan melakukan stock opname perbekalan farmasi, dalam kegiatan stock
opname tersebut akan dicek stok awal dan stok akhir perbekalan farmasi yang
tercatat dikomputer dengan kondisi fisik barang di depo, kemudian dilakukan
pelaporan untuk mengecek persediaan farmasi, omset, sisa stock, jumlah pasien,
jumlah lembar resep, jumlah R/ dan jumlah R/ generik. Untuk persediaan
farmasi pelaporan dilakukan setiap awal bulan setelah melakukan stock opname.

Untuk obat Narkotika dan Psikotropika dilakukan setiap satu bulan sekali serta

obat-obatan khusus seperti HIV, rekapitulasi pelayanan di depo IGD dilakukan


setiap tanggal 25.
82

h. Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak


Sediaan farmasi dan alkes di Depo IGD yang karena sesuatu hal tidak dapat
digunakan lagi atau rusak maupun yang mendekati batas kadaluarsa akan
dipisahkan dan disimpan sementara dan di catat dalam buku kemudian di
serahkan ke Depo Logistik. Depo Logistik akan menghubungi distributor
apabila masih memungkinkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
kadaluarsa/ rusak tersebut untuk di kembalikan. Sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang sudah kadaluarsa harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau
dikubur dan dibuat berita acara pemusnahan obat kadaluarsa/rusak.

4. Depo ICU
Pengelolaan perbekalan farmasi di Depo ICU meliputi: a.
Perencanaan
Berdasarkan hasil praktik kerja lapangan perencanaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan di Depo ICU sudah sesuai dengan ketentuan prosedur perencanaan
yang dibuat oleh Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Depo ICU tidak
hanya menggunakan metode konsumsi (jumlah resep yang dilayani bulan
sebelumnya) yang tertera dalam ketentuan prosedur, namun juga menggunakan
metode epidemiologi (berdasarkan pola penyakit).

b. Pengadaan dan Penerimaan


Pengadaan obat dan alat kesehatan di Depo ICU berasal dari depo logistik
RSUD Ulin Banjarmasin. Akhir bulan apoteker membuat daftar amprahan obat
dan alat kesehatan untuk persediaan pada bulan berikutnya. Daftar amprahan
diberikan ke depo logistik RSUD Ulin Banjarmasin. Pada awal bulan obat dan
alat kesehatan yang dipesan akan datang.
Obat dan alat kesehatan yang diperlukan cepat bisa diminta langsung via telepon
ke depo logistik RSUD Ulin Banjarmasin, jika obat dan alat kesehatan tersedia
di depo logistik maka obat dan alat kesehatan bisa diantar pada hari itu. Stok
obat dan alat kesehatan menggunakan sistem komputerisasi, saat pengiriman
obat dan alat kesehatan dari depo logistik RSUD Ulin Banjarmasin stok di Depo
ICU akan bertambah, hal ini dikerjakan oleh tim depo logistik.
83

Selain dari depo logistik, pengadaan obat dan alat kesehatan di Depo ICU juga
berasal dari depo lain yang ada di RSUD Ulin Banjarmasin, sistem ini disebut
dengan mutasi barang. Depo lain yang memutasikan barang ke Depo ICU akan
memutasikan pula stok barangnya dengan sistem komputerisasi.
Berdasarkan hasil praktik kerja lapangan tahapan pengadaan dan penerimaan di
Depo ICU sudah sesuai dengan prosedur yang dibuat oleh instalasi farmasi
RSUD Ulin Banjarmasin yaitu menggunakan sistem satu pintu dari depo
logistik.

c. Penyimpanan
Penyimpanan obat dan alat kesehatan di Depo ICU berdasarkan:
1) Bentuk sediaan seperti bentuk cair, padat atau semi padat.
2) Jenis sediaan, seperti sediaan injeksi, tablet, kapsul, infus, sirup, obat-obat
topikal/pemakaian luar.
3) Suhu penyimpanan seperti obat suppositoria, insulin, albumin, dan
sebagainya.
4) Klasifikasi obat seperti obat golongan psikotropika dan narkotika.
5) Alfabetis atau sesuai urutan abjad.
6) Kelas terapi, obat-obat hipertensi, obat-obat diabetes mellitus dan obat-obat
tuberculosis.
7) Obat-obat yang memiliki kekuatan dosis lebih dari satu misalnya
Candesartan memiliki kekuatan 8 mg dan 16 mg, obat yang memiliki
penyebutan hamper sama, dan yang mempunyai kemasan yang hamper
sama akan diletakkan terpisah dan diberi label LASA (Look Alike Sound
Alike) untuk mengurangi kesalahan pengambilan sediaan.
8) Untuk obat yang mempunyai kewaspadaan tinggi diberi label high alert

disimpan pada lemari khusus bertanda warna merah.

Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan tahapan penyimpanan sediaan


farmasi dan alat kesehatan di Depo ICU sudah sesuai dengan prosedur
penyimpanan yang dibuat oleh instalasi farmasi RSUD Ulin Banjarmasin yaitu
dengan sistem FEFO, FIFO, alfabetis, bentuk sediaan, jenis sediaan, kelas
terapi, suhu penyimpanan dan sesuai dengan klasifikasi barang.
84

d. Distribusi
Berdasarkan hasil praktik kerja lapangan tahapan pendistribusian sediaan
farmasi dan alat kesehatan di Depo ICU sudah sesuai dengan prosedur
pendistribusian yang dibuat oleh Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin
yaitu menggunakan sistem UDD (Unit Daily Dispensing) khususnya pasien baru
masuk di ICU dan untuk pasien yang sudah rawat inap menggunakan sistem
ODD (One Daily Dose).

e. Pelayanan Obat
Berikut ini merupakan alur pelayanan resep umum di Depo ICU:

Berikut ini merupakan alur pelayanan resep pasien BPJS,


Jamkesda/Jamkesprov/Jamkesmas atau Pihak III di Depo ICU:
85

Berdasarkan hasil praktik kerja lapangan prosedur pelayanan obat pasien umum
di Depo ICU sudah sesuai dengan prosedur yang dibuat oleh Instalasi Farmasi
RSUD Ulin Banjarmasin. Prosedur pelayanan obat untuk pasien BPJS, pasien
pihak III dan pasien jamkesprov juga sudah sesuai dengan prosedur yang telah
dibuat oleh instalasi farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.

f. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)


KIE diberikan saat penyerahan obat oleh Apoteker atau Asisten Apoteker yang
melakukan visite ke ruangan-ruangan ICU/ICCU. Visite merupakan kegiatan
kunjungan ke pasien rawat inap bersama dokter dan tenaga kesehatan lain (visite
besar), tenaga kesehatan lain (visite tim), visite kerja (rutin) dan visite mandiri.
Informasi yang diberikan antara lain cara penggunaan obat, cara pemakaian,
waktu minum obat dan lain-lain kepada perawat.

g. Pelaporan
Pelaporan di Depo ICU antara lain :
1) Pelaporan administrasi meliputi omset, jumlah resep dll.
2) Pelaporan psikotropika dan narkotika, pelaporan psikotropika dan pelaporan
narkotika dilakukan sama yaitu setiap 1 (satu) bulan. Pelaporan penggunaan
psikotropika dan narkotika dibuat oleh apoteker kemudian berkasnya
diserahkan ke Kepala Instalasi Farmasi untuk digabungkan dengan depo
obat lainnya yang kemudian akan diserahkan kepada dinas-dinas yang
bersangkutan.

h. Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak


Setiap akhir bulan Depo ICU akan melakukan stock opname yang bertujuan
untuk mengetahui barang yang mendekati kadaluarsa. Apabila terdapat barang-
barang yang sudah kadaluarsa di Depo ICU akan dikumpulkan di tempat khusus
untuk disimpan dan dicatat dalam buku kemudian diserahkan ke depo logistik
Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin untuk dikumpulkan dengan barang-
86

barang kadaluarsa yang ada di depo-depo obat lainnya. Setelah itu dilakukan
pemusnahan untuk barang-barang tersebut dengan prosedur yang sudah
ditetapkan.

5. Depo IBS
a. Perencanaan
Sistem perencanaan yang digunakan adalah metode kombinasi, yaitu kombinasi
antara metode konsumsi dan metode epidemiologi. Perencanaan ini dilakukan
oleh Kepala Depo/Apoteker atau Wakil Depo/Asisten Apoteker Senior. Metode
konsumsi dengan melihat obat-obat apa saja yang paling banyak diresepkan
sedangkan metode epidemiologi dengan melihat penyakit yang akan banyak
terjadi.

b. Pengadaan dan Penerimaan


Pengadaan obat di Depo IBS berasal dari Depo Logistik RSUD Ulin
Banjarmasin. Akhir bulan Apoteker membuat perencanaan amprahan obat untuk
persediaan pada bulan berikutnya. Kemudian diserahkan ke Depo Logistik
RSUD Ulin Banjarmasin. Biasanya amprahan obat-obatan tersebut diantar ke
Depo IBS oleh pihak Depo Logistik pada awal bulan. Namun, tidak semua
barang bisa datang pada awal bulan misalnya terjadi keterlambatan pengiriman
barang dari PBF. Barang yang diperlukan cepat bisa diminta langsung via
telepon ke Depo Logistik, jika perbekalan farmasi tersebut masih tersedia. Stok
obat menggunakan sistem komputerisasi, saat pengiriman barang dari Depo
Logistik stok di Depo IBS akan bertambah, hal ini dikerjakan oleh Depo
Logistik.
Selain dari Depo Logistik, pengadaan obat di Depo IBS juga berasal dari depo
lain yang ada di RSUD Ulin Banjarmasin, sistem ini digunakan untuk mengatasi
kekurangan obat dan alat kesehatan maka Depo IBS meminta/mutasi dengan
depo lain, sistem ini disebut dengan Mutasi Barang. Depo lain yang
memutasikan barang ke Depo IBS akan memutasikan pula stok barangnya
dengan sistem komputerisasi.

c. Penyimpanan
87

Penyimpanan obat di depo IBS berdasarkan bentuk sediaan seperti sediaan


injeksi, tablet, infus, obat-obat topikal/pemakaian luar. Untuk alat kesehatan
disusun berdasarkan fast moving dan disesuaikan jenis serta ukuran sediaan.
Obat-obat termolabil disimpan pada lemari pendingin, sedangkan Obat
narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus yang memiliki 2 pintu
dan bisa dikunci. Untuk penyimpanan obat golongan High Alert mempunyai rak
tersendiri.

d. Distribusi
Distribusi obat dan alat kesehatan ke depo IBS hanyalah dari Depo Logistik dan
mutasi dari depo lainnya untuk persiapan tindakan operasi dan selanjutnya akan
didistribusikan ke OK.

e. Pelayanan Obat
Untuk pasien BPJS dan pihak III yang diserahkan wajib disertai kartu
pengambilan obat dan SJP sedangkan untuk pasien umum tidak menggunakan
kartu pengambilan obat dan SJP. Setelah resep diserahkan kemudian resep
diperiksa baik dalam kelengkapannya ataupun ketersediaan barangnya di depo
IBS, barulah disiapkan dan dimasukkan kedalam box obat tertutup yang mana
tutupnya ditulis nama pasien, tanggal operasi, status pasien, RMK, dan asal
ruangan pasien. Box obat yang sudah disiapkan akan diserahkan ke DM (Dokter
Muda) atau perawat yang akan membantu jalannya operasi. Perbekalan
kesehatan yang terpakai waktu operasi dicatat di kartu pengambilan obat pasien,
kemudian resep pasien di entry/ dihargai. Jadi obat-obatan dan alat kesehatan
tersebut yang di entry hanya obat-obatan dan alat kesehatan yang terpakai saja,
dan sisanya dikembalikan jika masih dalam keadaan utuh.

f. Pelaporan
Pelaporan di Depo IBS antara lain :
1) Laporan stok obat dan alat kesehatan yang digunakan.
2) Pelaporan Administrasi meliputi omset, jumlah resep dll.
3) Pelaporan Psikotropika dan Narkotika.
4) Pelaporan obat dan alat kesehatan yang expired date.
88

5) Laporan mutasi obat, rincian obat yang dipakai, depo yang meminta dan
alat kesehatan yang diminta.

g. Pengelolaan barang kadaluarsa dan barang rusak


Barang-barang yang sudah kadaluarsa di Depo IBS dikumpulkan kemudian
diserahkan ke Unit Gudang Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin untuk
dikumpulkan dengan barang-barang kadaluarsa yang ada di depo-depo obat
lainnya.Setelah itu dilakukan pemusnahan untuk barang-barang tersebut dengan
prosedur yang sudah ditetapkan.

6. Depo Tulip
Adapun pengelolaan obat di Depo Tulip meliputi:
a. Perencanaan
Depo Tulip menggunakan kombinasi dari metode konsumsi dan metode
epidemiologi dalam perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
dilakukan setiap akhir bulan. Metode konsumsi dibuat berdasarkan pemakaian
bulan sebelumnya, sehingga mudah dalam mengontrol pengeluaran obat-obat
fast moving, menghindari terjadinya stok macet, meminimalisir biaya
persediaan, penyimpanan, dan pemesanan, dan menghindari kekosongan obat.
Depo Tulip juga menggunakan metode epidemiologi atau berdasarkan pola
penyakit untuk lebih menyempurnakan proses perencanaan dengan acuan
FORNAS (Formularium Nasional) tahun 2015/2016, sehingga proses
perencanaan di depo Tulip dapat terarah seperti yang diharapkan.

b. Pengadaan dan Penerimaan


Depo Tulip dalam melakukan pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dengan menulis di Surat Pesanan (SP). Sedangkan obat narkotika dan
psikotropika menggunakan SP khusus yang hanya memuat obat golongan
narkotika dan psikotropika dan dapat memuat beberapa item obat sekaligus yang
ditandatangani oleh apoteker.
Surat Pesanan diserahkan ke Depo Logistik Instalasi Farmasi RSUD Ulin
Banjarmasin, kemudian Depo Logistik menghubungi distributor dan melakukan
pemesanan dan pembelian perbekalan farmasi yang nantinya akan dikirim ke
89

Depo Logistik. Petugas Depo Logistik akan mengantar ke depo Tulip


berdasarkan SP yang telah dibuat. Petugas di Depo Tulip yang menerima obat
dan alkes tersebut memeriksa kembali apakah jumlah, jenis dan bentuk
sediaannya sesuai atau tidak dengan SP.

c. Penyimpanan
Depo Tulip melakukan penyimpanan berdasarkan:
Depo Tulip melakukan penyimpanan yang disusun berdasarkan alfabetis, bentuk
sediaan serta menerapkan sistem FIFO (First In First Out) dimana obat yang
pertama kali masuk adalah yang pertama kali keluar dan dikombinasi pula
dengan sistem FEFO (First Expired First Out) dimana obat yang mendekati
expired date adalah barang yang pertama kali keluar.
Obat-obat yang termolabil disimpan pada lemari pendingin, sedangkan untuk
obat yang harus disimpan pada suhu kamar diletakkan di rak-rak yang sudah
disediakan.
Dibawah ini adalah suhu yang digunakan dalam penyimpanan di Depo Tulip:
1) Dingin: 2ºC – 8ºC
2) Sejuk: 15ºC – 25ºC
3) Suhu kamar: 25ºC - 30ºC
Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus yang terbuat
dari kayu dengan 2 pintu dan mempunyai 2 kunci. Untuk obat golongan High
Alert diberi label dan diletakkan dilemari kaca bergaris merah, sedangkan untuk
golongan LASA juga diberi label dan tidak diletakkan berdekatan tetapi disekat
oleh satu sampai 2 obat lain yang berbeda untuk menghindari kesalahan saat
pengambilan obat tersebut.

d. Distribusi
Sistem distribusi adalah kegiatan mendistribusikan sediaan farmasi dan alat
kesehatan di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi
pasien dengan tujuan agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan di
unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Metode
pendistribusian berdasarkan sistem UDD (Unit Daily Dispensing)kecuali pasien
ruang anak, dan ruang hemato ontologi anak pendistribusian berdasarkan sistem
90

ODD (One Daily Dose), sedangkaan pasien pulang di beri obat untuk
pemakaian 5 (lima) hari.

e. Pelayanan Obat
91

f. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)

KIE merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi yang akurat serta
komprehensif oleh Apoteker kepada pasien. Obat yang diserahkan disertai
dengan penjelasan tentang nama obat, bentuk dan jenis sediaan, dosis, jumlah
dan aturan pakai, cara penyimpanan, efek samping yang mungkin timbul dan
cara mengatasinya serta tanda terima pasien atau penerimaan obat untuk pasien
pulang. Pasien rawat inap juga mendapat informasi obat seperti yang telah
disebutkan diatas.

g. Pelaporan
Depo Tulip melakukan pencatatan pengeluaran perbekalan farmasi yang
dilakukan setiap harinya dengan program yang sudah tersedia di komputer
sehingga memudahkan pengumpulan data. Depo Tulip membuat laporan yang
meliputi stock opname, omset, mutasi obat dan jumlah resep/bulan dilakukan
sebulan sekali yang ditujukan kepada bagian administrasi instalasi farmasi
rumah sakit.
92

Obat narkotika dilaporkan setiap 1(satu) bulan sekali sedangkan obat


psiktropika dilaporkan setisp 3(tiga) bulan sekali. Resep yang masuk di Depo
Tulip dibundel setiap hari. Resep yang berisi obat narkotika dan psikotropika
dibundel tersendiri masing-masing. Resep yang sudah dibundel itu disimpan
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun.

h. Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak


Sediaan farmasi dan alkes yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi
atau rusak maupun yang mendekati batas kadaluarsa bila masih memungkinkan
dikembalikan ke distributor. Sediaan farmasi dan alkes yang tidak dapat
dikembalikan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam dan dibuat
berita acara pemusnahan.

7. Depo Geriatri
Pengelolaan obat di Depo Geriatri meliputi:
a. Perencanaan
Depo Geriatri dalam perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
menggunakan metode konsumsi. Metode konsumsi dibuat berdasarkan
pemakaian periode sebelumnya, sehingga mudah dalam mengontrol pengeluaran
obat-obat fast moving dan menghindari terjadinya stok macet. Metode konsumsi
juga bertujuan untuk meminimalisir biaya persediaan, penyimpanan, dan
pemesanan. Jadi obat-obat yang termasuk dalam fast moving akan distok dan
dipesan dalam jumlah banyak. Perencanaan di Depo Geriatri ini dilakukan
setiap akhir bulan.

b. Pengadaan dan Penerimaan


93

Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan di Depo Geriatri dilakukan


dengan satu pintu yaitu dari Depo Logistik Instalasi Farmasi RSUD Ulin
Banjarmasin. Adapun prosedur pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang ditentukan Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin, yaitu
94

Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sudah dipesan tersebut kemudian akan
dimutasi ke Depo Geriatri lalu Apoteker/TTK yang ada di Depo Geriatri akan
memeriksa barang pesanan tersebut meliputi nama obat, sediaan dan jumlah
obat yang datang untuk selanjutnya dimasukkan dalam kartu stok. Setelah
dimasukkan dalam kartu stok kemudian diletakkan pada tempatnya untuk
didistribusikan atau diserahkan kepada pasien.

c. Penyimpanan
Depo Geriatri ini melakukan penyimpanan untuk menjamin ketersediaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan selama pelayanan, serta menjaga kualitasnya
selama proses distribusi. Depo Geriatri melakukan penyimpanan yang disusun
berdasarkan alfabetis, bentuk sediaan, serta menerapkan sistem FIFO (First In
First Out) dimana obat yang pertama kali masuk adalah yang pertama kali
keluar dan juga menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dimana
obat yang mendekati expired date adalah barang yang pertama kali keluar.
Selain itu untuk obat-obat fast moving dikemas khusus dalam jumlah tertentu
yang sering diresepkan oleh dokter yang bertujuan untuk memudahkan dalam
pengambilan obat.
Selain itu, penyimpanan obat-obat yang termolabil khusus disimpan pada lemari
pendingin dengan suhu yaitu 00-80 C, sedangkan untuk obat yang harus disimpan
pada suhu kamar yaitu 150-250 C akan diletakkan di rak-rak yang sudah
disediakan. Obat narkotika dan psikotropika wajib disimpan secara khusus

d. Distribusi
Metode pendistribusian sediaan farmasi dan alat kesehatan pada Depo Geriatri
ini berdasarkan metode individual prescribing (resep perorangan), yaitu
mendistribusikan perbekalan farmasi sesuai dengan permintaan yang tertulis
dalam resep yang ditulis oleh dokter untuk tiap pasien. Kemudian pasien atau
keluarga pasien datang ke depo untuk mengambil obat.

e. Pelayanan Obat
Pelayanan obat di Depo Geriatri hanya satu macam yaitu pasien rawat jalan.
Pelayanan obat ini dilakukan atas permintaan tertulis dari dokter yang ditebus ke
Depo Geriatri.
95

Berikut ini merupakan alur pelayanan resep pasien:

f. Pelayanan Informasi Obat


96

g. Pelaporan
Berikut ini merupakan alur pencatatan dan pelaporan sediaan farmasi dan alat
kesehatan :

Penggunaan obat narkotika dan obat psikotropika dilaporkan setiap bulan. Resep
yang masuk di Depo Geriatri akan dibundel setiap hari. Resep yang berisi obat
narkotika dan psikotropika dibundel tersendiri masing-masing. Resep yang
sudah dibundel itu dikumpulkan setiap bulan di depo sampai 1 (satu) tahun
lamanya kemudian resep yang telah disimpan dalam kurun 3 (tiga) tahun maka
akan dilakukan pemusnahan resep dengan cara dibakar sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
97

h. Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak


Sediaan farmasi dan alkes di Depo Geriatri yang karena sesuatu hal tidak dapat
digunakan lagi atau rusak maupun yang mendekati batas kadaluarsa akan
dikumpulkan dan diserahkan ke Depo Logistik kemudian apabila masih
memungkinkan di kembalikan kedistributor. Sediaan farmasi dan alkes yang
sudah kadaluarsa harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur dan
dibuat berita acara pemusnahan obat kadaluarsa/rusak disaksikan oleh Apoteker
Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin, Kepala Instalasi Farmasi RSUD
Ulin Banjarmasin, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimatan Selatan yang dilakukan oleh Instalasi Sanitasi
RSUD Ulin Banjarmasin.

8. Depo Anggrek
pengelolaan di Depo Anggrek meliputi: a.
Perencanaan
Depo Anggrek menggunakan kombinasi dari metode konsumsi dan metode
epidemiologi dalam perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
dilakukan setiap akhir bulannya. Metode konsumsi dibuat berdasarkan
pemakaian bulan sebelumnya, sehingga mudah dalam mengontrol pengeluaran
obat-obat yang fast moving dan menghindari terjadinya stok macet. Metode
konsumsi juga bertujuan untuk meminimalisir biaya persediaan, penyimpanan,
dan pemesanan. Depo Anggrek juga menggunakan metode epidemiologi atau
berdasarkan pola penyakit untuk lebih menyempurnakan proses perencanaan
dengan acuan FORNAS (Formularium Nasional) terbaru tahun 2015, sehingga
proses perencanaan di Depo Anggrek dapat terarah seperti yang di harapkan.
a. Pengadaan dan Penerimaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang sudah di
rencanakan dan disetujui. Depo Anggrek dalam melakukan pengadaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dengan menulis Surat Pesanan (SP) berdasarkan
buku defecta (daftar obat dan alkes yang habis atau hampir habis), sedangkan
obat narkotika dan psiktropika menggunakan SP tersendiri dan dapat memuat
beberapa item obat sekaligus yang ditandatangani oleh apoteker.
98

Surat pesanan lalu diserahkan ke Depo Logistik Instalasi Farmasi RSUD Ulin
Banjarmasin, kemudian Depo Logistik menghubungi distributor dan melakukan
pemesanan dan pembelian perbekalan farmasi yang nantinya akan dikirim ke
Depo Logistik Petugas Depo Logistik akan mengantar ke Depo nggrek
berdasarkan SP yang telah dibuat. Petugas di Depo Anggrek yang menerima
obat dan alkes tersebut memeriksa kembali apakah jumlah, jenis dan bentuk
sediaanya sesuai atau tidak dengan printout dari depo logistik untuk selanjutnya
disusun/disimpan pada tempatnya.

b. Penyimpanan
Depo Anggrek melakukan penyimpanan yang disusun berdasarkan alfabetis,
bentuk sediaan serta banyaknya penggunaan (pemisahan berdasarkan fast
moving). Depo Anggrek juga menerapkan sistem FIFO (First In First Out)
dimana obat yang pertama kali masuk adalah yang pertama kali keluar dan
dikombinasi pula dengan sistem FEFO (First Expired First Out) dimana obat
yang mendekati expired date adalah barang yang pertama kali keluar. Obat-obat
yang termolabil disimpan pada lemari pendingin, sedangkan untuk obat yang
harus disimpan pada suhu kamar diletakkan di rak-rak yang sudah disediakan.
Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus yang bisa
dikunci. Obat-obat kemoterapi sediaan tablet/kapsul disimpan dalam rak khusus
dan sediaan vial/ampul disimpan berdasarkan suhu yang tertera pada kemasan
obat yaitu di dalam lemari pendingin (2-80 C) atau lemari khusus pada suhu
kamar.

c. Distribusi
Metode pendistribusiannya berdasarkan sistem UDD (Unit Daily Dispensing)
khusus obat oral di ruang anggrek dan untuk sistem ODD (One Daily Dose)
digunakan untuk obat suntik dan infus. Pemberiansediaan injeksi dan obat
minum diberikan untuk pemakaian 1 (satu) hari saja. Sedangkan apabila pasien
pulang di beri obat untuk pemakaian 5 (lima) hari.

d. Pelayanan Obat
99

e. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi yang akurat serta komprehensif oleh Apoteker kepada pasien. Obat
yang diserahkan disertai dengan penjelasan tentang nama obat, bentuk dan jenis
sediaan, dosis, jumlah dan aturan pakai, cara penyimpanan, efek samping yang
mungkin timbul dan cara mengatasinya serta tanda terima pasien atau
penerimaan obat untuk pasien pulang. Pasien rawat inap juga mendapat
informasi obat seperti yang telah disebutkan diatas dan untuk alkes maupun obat
suntik dan infus akan dilakukan oleh Apoteker/TTK yang melakukan visite
disetiap ruangan.

f. Pelaporan
Depo Anggrek melakukan pencatatan pengeluaran sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang dilakukan setiap harinya dengan program yang sudah tersedia di
komputer sehingga memudahkan pengumpulan data. Depo Anggrek membuat
laporan yang meliputi stock opname, omset, mutasi obat dan jumlah resep/
100

bulan dilakukan sebulan sekali pada akhir bulan yang ditujukan kepada bagian
administrasi Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin.
Obat narkotik dilaporkan setiap (1) satu bulan sekali, sedangkan obat
psikotropika dilaporkan setiap (3) tiga bulan sekali. Resep yang masuk di Depo
Anggrek dibundel setiap hari. Resep yang berisi obat narkotika dan psikotropika
dibundel tersendiri masing-masing. Resep yang sudah dibundel itu disimpan
dalam kurun waktu tertentu.

g. Pengelolaan Barang Kadaluarsa dan Barang Rusak


Sediaan farmasi dan alkes di Depo Anggrek yang karena sesuatu hal tidak dapat
digunakan lagi atau rusak maupun yang mendekati batas kadaluarsa akan
dikumpulkan dan diserahkan ke Depo Logistik kemudian apabila masih
memungkinkan di kembalikan kedistributor. Sediaan farmasi dan alkes yang
sudah kadaluarsa harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur dan
dibuat berita acara pemusnahan obat kadaluarsa/rusak disaksikan oleh Apoteker
Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin, Kepala Instalasi Farmasi RSUD
Ulin Banjarmasin, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimatan Selatan yang dilakukan oleh Instalasi Sanitasi
RSUD Ulin Banjarmasin.

9. Logistik Farmasi
Logistik Farmasi mengelola sediaan farmasi seperti obat-obatan, bahan obat dan alat
kesehatan.
a. Perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan di RSUD Ulin Banjarmasin
dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) bagian perencanaan
dimana dalam proses perencanaan tersebut berdasarkan atas metode kombinasi,
yaitu antara metode konsumsi dan metode epidemiologi dengan memperhatikan
penggunaan barang pada periode sebelumnya.Logistik farmasi dalam mengatur
persediaan barang agar tidak menumpuk ataupun menghindari terjadinya
kekosongan obat maka diperlukan suatu perencanaan, baik perbulan atau
tahunan. Dalam membuat perencanaan tersebut maka dilakukan stock opname
101

untuk mengontrol sisa obat yang masih tersedia. Selain itu disesuaikan dengan
permintaan depo, ruangan dan poliklinik yang ada di RSUD Ulin Banjarmasin.

b. Pengadaan dan Penerimaan


Pengadaan dilakukan melalui E-purchasing untuk obat dan Bahan Alat
Kesehatan Habis Pakai (BAKHP) yang ada di E-catalog, jika barang yang ingin
dipesan tidak terdaftar dalam E-catalog maka akan dilakukan pengadaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dengan metode penunjukan langsung dengan
menunjuk langsung ke satu penyedia barang atau jasa yang sebelumnya telah
dilakukan negosiasi teknis dan harga. Pengadaan ini umumnya dilakukan pada
setiap awal bulan, tetapi dapat juga dilakukan setiap saat ketika dibutuhkan.
Penerimaan merupakan proses lanjutan setelah pengadaan. Selain itu juga,
penerimaan merupakan suatu proses serah terima sediaan farmasi dan alat
kesehatan dari distributor kepada tim penerima barang yang kemudian barang
tersebut diserahkan ke bagian Logistik Farmasi. Dalam penerimaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dilakukan pemeriksaan terhadap barang pesanan
tersebut. Adapun yang dilakukan dalam hal penerimaan barang yang datang
meliputi nama obat, jumlah obat, nomor faktur, harga satuan, tanggal barang
datang dan expire date. Faktur tersebut ditandatangani oleh penerima, yang
mana faktur tersebut berjumlah lima rangkap yaitu untuk Logistik Farmasi,
akuntansi dan tiga lembar untuk klaim penagihan di keuangan.

c. Penyimpanan
Penyimpanan obat mencakup sarana dan prasarana yang mendukung obat
berada dalam keadaan aman dan dapat dihindari kemungkinan obat rusak.
Penyimpanan dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan jenisnya yang disusun
secara alfabetis, serta disesuaikan juga dengan persyaratan kondisi yang diminta
untukmasing-masing barang. Hal ini menjamin agar mutu barang-barang
tersebut tetap baik, memudahkan dalam pencarian, memudahkan pengawasan
terhadap persediaan/stok barang, waktu kadaluarsa, menjamin keamanan dan
kebakaran, serta menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.Dalam hal fasilitas,
Logistik farmasi sudah memenuhi syarat, lokasi yang aman, bersih dan ruangan
yang luas untuk menyimpan persediaan barang. Secara keseluruhan pengelolaan
Logistik Farmasi Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin sudah baik,
102

persyaratan suhu penyimpanan obat juga sudah sesuai dengan aturan suhu
penyimpanan. Di Logistik Farmasi ini penyimpanan obat psikotropika dan
narkotika disimpan di dalam lemari khusus, dan terkunci. Sedangkan untuk
obat-obat sitostatika juga disimpan dalam lemari khusus serta suhu tertentu dan
diberi penandaan atau label.

d. Distribusi
Logistik farmasi bertugas mendistribusikan sediaan farmasi dan alat kesehatan
ke depo, ruangan dan poliklinikyang ada di rumah sakit. Tujuan dari
pendistribusian adalah untuk menghindari kekosongan barang yang ada di
masing-masing depo. Distribusi yang dilakukan oleh Logistik farmasi
berdasarkan atas permintaan atau amprahan yang diajukan oleh masing-masing
depo atau fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSUD Ulin melalui buku
amprahan. Untuk depo yang melakukan pemesanan, nama barang, jenis sediaan
dan jumlah yang diminta dapat ditulis dibuku pesanan.

Sistem distribusi obat di logistik farmasi adalah floor stock. Sistem floor stock
yakni pendistribusian barang-barang dari Logistik farmasi berdasarkan
permintaan permintaan depo, ruangan dan poliklinik. Sistem ini dilakukan untuk
Obat dan Bahan Alat Kesehatan Habis Pakai (BAKHP) yang digunakan pada
pasien rawat inap dan rawat jalan

e. Pelaporan
Setiap kegiatan harus dilakukan pencatatan dan pelaporan untuk memonitor
semua kegiatan di Logistik Farmasi apakah berjalan dengan baik atau tidak.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan dapat memberikan data mengenai jumlah
barang, jenis barang, pemasukan, dan seluruh rangkaian kegiatan proses
pendistribusian barang di Logistik Farmasi. Pelaporan yang biasa dilakukan di
Logistik farmasi adalah :
1) Laporan mutasi barang.
2) Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika .
3) Laporan pembelian.
103

Pengelolaan barang kadaluarsa dan barang rusak di Logistik Farmasi meliputi : a.


Diberi penandaan untuk perbekalan farmasi yang:
1) kadaluarsa 6 bulan kedepan diberi etiket warna “KUNING”,
2) Telah kadaluarsa dimasukan dalam plastik, diberi etiket warna “MERAH”
dan diberi label “KOMODITI KADALUARSA DILARANG DIJUAL “,
b. perbekalan farmasi mendekati kadaluarsa yang telah diberi tanda tetap
ditempatnya dan tetap dihitung pada stock opname,
c. Berkoordinasi dengan petugas logistik farmasi untuk merektur perbekalan
farmasi yang bisa dikembalikan ke distributor.
d. Perbekalan farmasi yang tidak bisa direktur, buat rekapan dan di informasikan
kepada dokter penulis resep agar bisa diresepkan.

10. Depo Aster


Pengelolaan obat di Depo Tulip meliputi:
a. Perencanaan
Depo Aster menggunakan kombinasi dari metode konsumsi dan metode
epidemiologi dalam perencanaan perbekalan farmasi yang dilakukan setiap
akhir bulan.Metode konsumsi dibuat berdasarkan pemakaian bulan sebelumnya,
sehingga mudah dalam mengontrol pengeluaran obat-obat fast moving dan
menghindari terjadinya stok macet.Metode konsumsi juga bertujuan untuk
meminimalisir biaya persediaan, penyimpanan, dan pemesanan. Depo Aster
juga menggunakan metode epidemiologi atau berdasarkan pola penyakit untuk
lebih menyempurnakan proses perencanaan dengan acuan FORNAS
(Formularium Nasional) dan Formularium Rumah Sakit, sehingga proses
perencanaan di depo Aster dapat terarah seperti yang diharapkan.
b. Pengadaan dan Penerimaan
Surat Pesanan diserahkan ke Depo Logistik Instalasi Farmasi RSUD Ulin
Banjarmasin, kemudian Depo Logistik menghubungi distributor dan melakukan
pemesanan dan pembelian perbekalan farmasi yang nantinya akan dikirim ke
Depo Logistik. Petugas Depo Logistik akan mengantar ke depo Aster
berdasarkan SP yang telah dibuat. Petugas di depo Aster yang menerima obat
dan alkes tersebut memeriksa kembali apakah jumlah, jenis dan bentuk
104

sediaannya sesuai dengan printout dari gudang untuk selanjutnya


disusun/disimpan pada tempatnya.

c. Penyimpanan
Depo Aster melakukan penyimpanan untuk menjamin ketersediaan perbekalan
farmasi selama pelayanan, serta menjaga kualitasnya selama proses distribusi.
Depo Aster melakukan penyimpanan yang disusun berdasarkan alfabetis, bentuk
sediaan serta menerapkan sistem FIFO (First In First Out) dimana obat yang
pertama kali masuk adalah yang pertama kali keluar dan dikombinasi pula
dengan sistem FEFO (First Expired First Out) dimana obat yang mendekati
expired date adalah barang yang pertama kali keluar.Obat-obat yang termolabil
disimpan pada lemari pendingin, sedangkan untuk obat yang harus disimpan
pada suhu kamar diletakkan di rak-rak yang sudah disediakan. Obat narkotika
dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus yang bisa dikunci.

d. Distribusi
Metode pendistribusian dari depo Aster berdasarkan sistem ODD (One Daily
Dose) dengan dibantu oleh perawat. Pemberian sediaan injeksi dan obat minum
diberikan untuk pemakaian 1 (satu) hari saja. Sedangkan apabila pasien pulang
di beri obat untuk pemakaian 5 (lima) hari.

e. Pelayanan Resep
105

f. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi yang akurat serta komprehensif oleh Apoteker kepada pasien. Obat
yang diserahkan disertai dengan penjelasan tentang nama obat, bentuk dan jenis
sediaan, dosis, jumlah dan aturan pakai, cara penyimpanan, efek samping yang
mungkin timbul dan cara mengatasinya serta tanda terima pasien atau
penerimaan obat untuk pasien pulang. Pasien rawat inap juga mendapat
106

informasi obat seperti yang telah disebutkan diatas dan untuk alkes maupun obat
suntik dan infus akan dilakukan oleh Apoteker/TTK yang melakukan visite
disetiap ruangan.
g. Pelaporan
Depo Aster melakukan pencatatan pengeluaran perbekalan farmasi yang
dilakukan setiap harinya dengan program yang sudah tersedia di komputer
sehingga memudahkan pengumpulan data. Depo Aster membuat laporan yang
meliputi stock opname, omset, mutasi obat dan jumlah resep/bulan dilakukan
sebulan sekali yang ditujukan kepada bagian administrasi instalasi farmasi
rumah sakit.
Obat narkotika dilaporkan setiap bulan, sedangkan obat psikotropika setiap tiga
bulan sekali. Resep yang masuk di depo Aste dibundel setiap hari. Resep yang
berisi obat narkotika dan psikotropika dibundel tersendiri masing-masing. Resep
yang sudah dibundel itu disimpan dalam kurun waktu tertentu.
h. Pengelolaan barang kadaluarsa dan barang rusak
Sediaan farmasi dan alkes yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi
atau rusak maupun yang mendekati batas kadaluarsa bila masih memungkinkan
dikembalikan ke distributor. Sediaan farmasi dan alkes yang tidak dapat
dikembalikan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam dandibuat
berita acara pemusnahan.
107
108

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Dengan adanya praktek kerja lapangan di RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 1
November- 30 November 2016 yang merupakan Rumah Sakit tipe A. Dengan adanya
Pengantar Praktek Kerja Lapangan ini dapat memberikan ilmu pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan pada mahasiswa dalam perbekalaan farmasi serta dalam
hal pelayanan pharmaceutical care langsung kepada pasien.
2. Rumah Sakit adalah salah satu organisasi Kesehatan yang dengan segala fasilitas
kesehatannya diharapkan dapat membantu pasien dalam meningkatkan kesehatan dan
mencapai kesembuhan baik fisik, psikis maupun social. Tujuan kesehatan tidak hanya
memulihkan kesehatan pasien secara fisik tetapi sedapat mungkin diupayakan
menjaga kondisi emosi dan jasmani pasien menjadi nyaman, namun kemajuan yang
pesat dalam teknologi medis belum diiringi dengan kemajuan yang sama pada aspek-
aspek kemanusiaan dari perawatan pasien.
3. Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin mempunyai 10 unit tempat pelayanan yakti
Depo Umum, Depo BPJS, Depo IGD, Depo IBS, Depo ICU, Depo Geriatri, Depo
Anggrek, Depo Tulip, Gudang dan Depo Aster.
4. Instalasi Farmasi RSUD Ulin Banjarmasin memberikan pelayanan kepada pasien
Umum, Pasien BPJS (PBI dan Non PBI), Jamkesda, Jamkesprov, serta tagihan dari
pihak ketiga.
5. Perencanaan perbekalaan farmasi yang dilakukan di RSUD Uli Banjarmasin adalah
dengan metode konsumsi dan epidemiologi.
6. Pengadaan perbekalaan farmasi yang dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin adalah
Metode E-purchasing untuk obat dan Bahan Alat Kesehatan Habis Pakai (BAKHP)
yang ada di E-catalog.
7. Penyimpanan perbekalan farmasi di RSUD Ulin menggunakan sistem alfabetes
berdasarkan jenis, bentuk sediaan, suhu dan tempat penyimpanan. Sedangkan untuk
rotasi barang yang disimpan menggunakan sistem FIFO (First In Frist Out) dan FEFO
(First Expired Frist Out).

8. Obat yang memiliki penyebutan hampir sama dan yang mempunyai kemasan yang
hampir sama akan diletakkan terpisah dan diberi label LASA (Look Alike Sound Alike)
warna kuning unutk mengurangi kesalahan pengambilan sedian
109

9. Untuk obat yang mempunyai kewaspadaan tinggi diber label label HIGH ALERT
disimpan pada lemari khusus bertanda warna merah.
10. Sistem distribusi yang dilakukan ada beberapa sistem yaitu Sistem Distribusi Obat
Individual (individual prescription), Sistem Persedian Lengkap di Ruangan (ward
floorstock), Kombinasi Floor stock dan Individual prescreption, Unit Dose
Dispensing (UDD), One Daiy Dose (ODD).
11. Mampu melaksanakan pekerjaan kefarmasian di IFRS Ulin, seperti :
1) Melayani resep
2) Mengambil, memasukkan obat dan alat kesehatan
3) Stok opname
4) Meracik obat
5) Menulis etiket, copy resep, dan menulis obat yang diambil pada kartu pemakaian
obat.

B. Saran
1. Seluruh Tenaga Kesehatan sebaiknya meningkatkan komunikasi antara satu dengan yang
lain agar terjadi keseragaman antara obat yang diresepkan dengan obat tersedia disetiap
depo obat, dan meminimalisir terjadinya hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah.
2. Perlu ditingkatkannya pelayanan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) obat bagi
pasien rawat jalan disetiap depo sehingga tercapainya tujuan terapi yang diinginkan dan
memberikan kepuasaan kepada pasien.
3. Hendaknya penggunaan kulkas penyimpanan obat di depo tidak digunakan untuk
penyimpanan bersama dengan bahan makanan.
4. Hendaknya pengaturan suhu ruangan, kelembapan, suhu lemari dingin di kontrol setiap
hari untuk menjaga stabilitas obat yang baik.
5. Tingkatkan penerapan 3S (Salam, Sapa dan Santun) yang masih kurang bagi seluruh
pegawai RSUD Ulin Banjarmasin untuk mendapatkan kepercayaan pasien dalam berobat
di RSUD Ulin Banjarmasin.

6. Perlu dilakukan penerapan sistem UDD (Unit Dose Dispensing) secara menyuluruh Depo

agar dapat menyesuaikan SOP yang di buat Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) untuk

mendapatkan tinggat terapi yang dicapai dengan maksimal.

7. Tingkatkan pengawasan obat kadaluarsa atau obat rusak untuk meminimalisir obat-obat
yang terbuang percuma dan biaya yang terbuang.
110

8. Perbaiki tempat tunggu pasien/keluarga pasien dalam mengambil obat agar


pasien/keluarga pasien merasa nyaman.
111

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992. Jakarta.

Anonim. 2006. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan. Depkes RI : Jakarta.

Anonim. 2009. Undang-Undang Dasar Nomor 44 tentang Rumah Sakit. Menkes RI : Jakarta.

Anonim. 2010. Pedoman pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Depkes RI :


Jakarta.

Anonim. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit. Depkes RI : Jakarta.

Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


199/Menkes/SK/X/2004 tentang Pelayanan Kefaramasian di Rumah Sakit. Depkes

RI : Jakarta.

Siregar, Charles J. P. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Terapan. Penerbit EGC : Jakarta.
112

Lampiran 1 : Struktur Organisasi Rumah Sakit


113

Lampiran 3 : Etiket
114
115
116

Lampiran 15: Tempat penerimaan resep dan penyerahan obat depo Tulip
117

Lampiran 16: tempat penyimpanan sirup dan obat generik depo Aster

Lampiran 17: Tempat penyimpanan obat generik di depo ICU


118

Lampiran 18: Penyimanan sementara depo BPJS

Lampiran 18: Ruangan depo Geriatri


119

Lampiran 19: Tempat penyimpanan depo Anggrek

Anda mungkin juga menyukai