A. Definisi Agribisnis
Pengertian agribisnis yang paling banyak dijadikan acuan selama ini adalah
pengertian agribisnis yang dikemukakan oleh John Davis dan Ray Goldberg (Davis and
Goldberg, 1957). Menurut Davis dan Golberg (1957), agribisnis dipandang bukan hanya
kegiatan produksi di usahatani (on-farm), tetapi termasuk kegiatan yang di luar
usahatani (off-farm) yang terkait. Pemahaman yang sama juga dikemukakan oleh
Downey and Erickson (1989), Downey and Trocke (1981), bahwa agribisnis meliputi
kegiatan di usahatani dan di luar usahatani yang terkait dalam pengadaan input
pertanian, pengolahan hasil dan pemasaran hasil.
Menurut Soekartawi (1993) Agribisnis berasal dari kata agri dan bisnis. Agri
berasal dari bahasa Inggris, agricultural (pertanian). Bisnis berarti usaha komersial
dalam dunia perdagangan. Agribisnis adalah kesatuan kegiatan usaha yang meliputi
salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran
produk-produk yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pengertian
Agribisnis Menurut Wibowo dkk, (1994) Pengertian agribisnis mengacu kepada semua
aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk
yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama
lain. Dengan demikian agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistim pertanian yang
memiliki beberapa komponen sub sistem yaitu, sub sistem usaha tani/ yang
memproduksi bahan baku sub sistem pengolahan hasil pertanian, dan sub sistem
pemasaran hasil pertanian.
Davis dan Goldberg (1957) mendefinisikan agribisnis sebagai berikut: Agribusiness
is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution off-
farm supplies, production activities on the farm, and storage, processing and
distribution off-farm, commodities and items from them.
Definisi di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud agribisnis mencakup
keseluruhan kegiatan mulai dari memproduksi dan distribusi input sampai dengan
distribusi hasil pertanian. Perhatikan bahwa on-farm, atau usahatani, sebagai kegiatan
yang sering disebut secara umum sebagai pertanian, hanya merupakan salah satu bagian
dari agribisnis. Jika halnya demikian, agribisnis harus melihat pertanian secara
menyeluruh, bukan hanya melihat kegiatan menghasilkan produk-produk pertanian di
tingkat usahatani
B. Peranan Agribisnis
Sektor pertanian memiliki peranan penting di Indonesia karena sektor pertanian
mampu menyediakan lapangan kerja, mampu mendukung sektor industri baik industri
hulu maupun industri hilir, mampu menyediakan keragaman menu pangan dan
karenanya sektor pertanian sangat mempengaruhi konsumsi dan gizi masyarakat. Hal ini
ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) terutama pada masa kirisis ekonomi yang dialami Indonesia, satu-satunya sektor
yang menjadi penyelamat perekonomian Indonesia pada tahun 1997-1998 hanyalah
sektor agribisnis, dimana agribisnis memiliki pertumbuhan yang positif.
Peranan agribisnis sektor pertanian misalnya dalam penyediaan bahan pangan.
Ketersediaan berbagai ragam dan kualitas pangan dalam jumlah pada waktu dan tempat
yang terjangkau masyarakat merupakan prasyarat penting bagi keberhasilan pem-
bangunan di Indonesia. Sejarah modern Indonesia menunjukkan bahwa krisis pangan
secara langsung mempengaruhi kondisi sosial, politik, dan keamanan nasional.
Pada dasarnya tidak perlu diragukan lagi, bahwa pembangunan ekonomi yang
berbasiskan kepada sektor pertanian (agribisnis), telah memberikan bukti dan dan
peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian bangsa, dan tentunya
lebih dari itu.
Manfaat pembangunan sistem agribisnis dalam meningkatkan pertumbuhan dan
pemerataan perekonomian adalah:
1. Banyak melibatkan tenaga kerja karena sistem agribisnis menggunakan
sumberdaya alam yang ada yang dapat diperbaharui serta lebih banyak tenaga
kerja yang dilibatkan baik yang berpendidikan maupun yang tidak
berpendidikan.
2. Mampu meningkatkan efisiensi sektor pertanian hingga hingga menjadi
kegiatan yang sangat produktif melalui proses modernisasi pertanian.
3. Agribisnis merupakan penyumbang terbesar dalam PDB non-migas.
4. Mampu meningkatkan ketahanan dan keamanan bahan pangan.
5. Mewujudkan pemerataan hasil pembangunan. Untuk mewujudkan pemerataan
di Indonesia perlu digunakan teknologi produksi output nasional yang banyak
menggunakan sumberdaya tersebut. Melalui pembangunan agribisnis, yang
sumberdayanya tersebar di seluruh pelosok tanah air, diharapkan mampu
melibatkan partisipasi seluruh wilayah dan rakyat Indonesia dan sekaligus ikut
menikmati outputnya melalui pendapatan yang diperoleh dari pembayaran
faktor produksi.
C. Sistem Agribisnis
Agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas. Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari
dari berbagai subsistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi
secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas. Secara konsepsional sistem
agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktifitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran
sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh
usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain. Adapun kelima mata
rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Gambar 1. Subsistem Agribisnis
(sumber: http://agbsosek.blogspot.com)
Salah satu upaya yang dapat ditempuh agar dapat meningkatkan pendapatan
usahatani adalah dengan penerapan konsep pengembangan sistem agribisnis terpadu,
yaitu apabila sistem agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana produksi, subsistem
budidaya, subsistem pengolahan dan pemasaran dikembangkan melalui manajemen
agribisnis yang baik dan dalam satu sistem yang utuh dan terkait. Sesuai dengan
pernyataan Said et al (2001) pengembangan agribisnis tidak akan efektif dan efisien bila
hanya mengembangkan salah satu dari subsistem yang ada didalamnya, dan agar dapat
meningkatkan pendapatan petani secara nyata maka sistem agribisnis harus
dilaksanakan dalam satu sistem yang tidak terpisahkan. Pengembangan agribisnis akan
berjalan dengan baik bila tidak ada gangguan pada salah satu subsistem.
E. Fase perkembangan Agribisnis
Perkembangan agribisnis di Indonesia terbagi menjadi beberapa fase, antara lain:
1. Fase Konsolidasi (1967-1978)
Pada fase ini sektor pertanian tumbuh 3,39%, lebih banyak disebabkan kinerja
subsektor tanaman pangan dan perkebunan yg tumbuh 3,58% dan 4,53%. Tiga
kebijakan yg penting pada fase ini adalah (Intensifikasi) ialah penggunaan
teknologi, (Ekstensifikasi) atau perluasan area yg mengkoversi hutan tdk
produktif, (Diversifikasi) adalah penganekaragaman usaha agribisnis untuk
menambah pendapatan rumah tangga petani.
2. Fase Tumbuh Tinggi (1978-1986)
Pada periode ini perkembangan agribisnis sektor pertanian tumbuh lebih dari 5,7
%. Peningkatan produksi pangan, perkebunan, perikanan, peternakan hampir
mencapai angka produksi 6,8 % dan puncaknya mencapai swasembada pangan.
3. Fase Dekonstruksi (1986-1997)
Pada fase ini sektor pertanian mengalami kontraksi pertumbuhan di bawah 3,4 %
pertahun, berbeda dgn tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena mengalami
pengacuhan oleh perumusan kebijakan akibat anggapan keberhasilan
swasembada pangan telah menimbulkan persepsi pengembangan agribisnis akan
bergulir dengan sendirinya.
4. Fase Krisis (1997-2001)
Meskipun sektor pertanian menjadi penyelamat ekonomi indonesia karena
limpahan lonjakan nilai tukar dollar yg dinikmati komoditas ekspor sektor
pertanian terutaman perkebunan & perikanan. Daya tahan sektor pertanian tdk
cukup kuat karena harus menanggung dampak krisis untuk menyerap limpahan
tenaga kerja sektor informal dan perkotaan.
5. Fase Desentralisasi (2001-sekarang)
Transisi politik dan periode Desentralisasi ekonomi menimbulkan banyaknya
perda dan terlalu banyaknya penyimpangan administratif/korupsi yang terjadi di
daerah dan banyaknya biaya tambahan dalam berhubungan dgn birokrasi
pemerintahan.