Anda di halaman 1dari 42

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK UNTUK

MENENTUKAN KARAKTERISTIK
ALIRAN AIR TANAH
Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

FEBRIAN KUSMAJAYA
BWS NT-1
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penyusunan Makalah
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi
Longsoran Tebing PLTMH Santong ini dapat terselesaikan. Makalah ini membahas uraian
: garis besar tentang latar belakang pelaksanaan kegiatan, kondisi lokasi kegiatan,
metodologi kerja, pembahasan hasil pengukuran geolistrik serta kesimpulan dan saran.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Kita semua, Amin.

Mataram, April 2019


Penulis

Febrian Kusmajaya, ST., MT.

Kata Pengantar - i
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... I-1
1.2. Identifikasi Masalah.............................................................................. I-2
1.3. Pemecahan Masalah ........................................................................... I-2
1.4. Maksud dan Tujuan.............................................................................. I-2
1.5. Lokasi Kegiatan ................................................................................... I-3
1.6. Lingkup Kegiatan ............................................................................... I-3

BAB II DESKRIPSI LOKASI KEGIATAN


2.1. Kondisi Umum ...................................................................................... II-1
2.2. Geologi Regional dan Geologi Lokasi Pengukuran .............................. II-2

BAB III METODOLOLOGI


3.1 Pendekatan Umum ................................................................................. III-1
3.2 Pendekatan Sistem ................................................................................ III-1
3.3 Pendekatan Teknis (Teori) ..................................................................... III-1
3.3.1 Tanah Longsor ................................................................................ III-1
3.3.2 Air Tanah ........................................................................................ III-5
3.3.3 Geolistrik ......................................................................................... III-6

Daftar Isi- ii
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

3.3.4 Sifat Listrik pada Batuan.................................................................. III-8


3.3.5 Resistivitas Batuan .......................................................................... III-8
3.3.6 Survey Geolistrik Resistivitas .......................................................... III-10
3.3.6.1 Resistivitas Semu ...................................................................... III-10
3.3.6.2 Konfigurasi Elektroda ................................................................ III-11
3.3.7 Geostatistika.................................................................................... III-12
3.3.7.1 Pengolahan Data Geolistrik
(Inversi dengan bantuan Software IP2WIN) ......................................... III-12
3.3.7.2 Pemodelan Tiga Dimensi ...................................................................... III-14
3.3.7.3 Analisa Simpangan ............................................................................... III-14
3.4 Pelaksanaan Pekerjaan ................................................................................... III-15
3.4.1 Tahap Persiapan........................................................................................ III-15
3.4.2 Tahap Pengukuran Geolistrik .................................................................... III-15
3.5 Bagan Alir ........................................................................................................ III-17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. V-1
5.2 Saran ...................................................................................................... V-1

Daftar Pustaka

Daftar Isi- iii


Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Longsoran adalah gerakan massa dari suatu rombakan batuan type gerakan yang
meluncur atau menggeser, berputar yang disebabkan oleh gaya gravitasi sehingga
gerakannya lebih cepat dan kandungan airnya sedikit.

Tanah longsor adalah proses perpindahan atau pergerakan massa tanah dengan
arah miring atau vertikal dari kedudukan semula, hal tersebut merupakan akibat dari
adanya gaya dorong. Intensitas kejadian longsor dan tingkat bahaya longsor sangat
dipengaruhi oleh intensitas curah hujan yang tinggi dan terjadi terus menerus,
kondisi lereng yang miring hingga terjal serta batuan dan struktur geologi yang
bervariasi.

Proses terjadinya longsoran diawali oleh filtrasi air kedalam tanah, yang akan
menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai kelapisan tanah kedap
air yang berfungsi sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah yang
lapuk diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar dari lereng.

PLTMH Santong merupakan salah satu dari sekian banyak PLTMH yang telah
terbangun di Pulau Lombok. Lokasinya berada di Desa Sambik Bangkol, Kecamatan
Gangga Kabupaten Lombok Utara. Kapasitas dari PLTMH Santong adalah 1 MW
yang menyuplai listrik untuk Kabupaten Lombok Utara.

Lokasi PLTMH Santong yang berada pada daerah perbukitan dimana memanfaatkan
tinggi jatuh air dari elevasi yang tinggi menuju elevasi yang lebih rendah. Kondisi
topografi yang curam disertai dengan struktur geologi yang lapuk dan memiliki
intensitas hujan yang tinggi karena berada pada daerah perbukitan sehingga
menyebabkan lokasi PLTMH Santong rentan terhadap bahaya longsor.

I-1
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Pada saat terjadinya gempa 7,00 SR yang mengguncang Pulau Lombok pada Bulan
Agustus Tahun 2018, memberikan dampak kerusakan terhadap beberapa fasilitas
PLTMH Santong, salah satunya terjadinya longsor di daerah waterway intake
PLTMH tersebut yang menyebabkan terputusnya suplai air untuk menggerakkan
turbin,

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan lapisan tanah
bawah permukaan penyebab longsoran adalah menggunakan metode geolistrik
tahanan jenis. Untuk mengetahui sebaran / distribusi nilai resistivitas didalam tanah,
namun pengambilan datanya dilakukan dipermukaan tanah.

Distribusi nilai resistivitas dibawah permukaan dihasilkan berdasarkan pada


kemampuan batuan menghantarkan listrik. Aliran listrik terdiri dari gerakan muatan
listrik yang diwakili oleh elektron atau ion. Ion sendiri bergerak dalam cairan pada
pori – pori batuan.

Prinsip dasar metode geolistrik tahanan jenis adalah menginjeksikan arus listrik
searah DC kedalam bumi melalui elektroda arus dan mengukur respon potensial
yang dihasilkan melalui elektroda potensial.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dalam melakukan identifikasi kondisi


lapisan tanah pada daerah longsor perlu dilakukan dengan memperhatikan :
1. Karakteristik aliran air tanah;
2. Kondisi lapisan dibawah permukaan tanah.

1.3. PEMECAHAN MASALAH

Dari identifikasi masalah diatas, maka pemecahaan masalah yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan beberapa tahapan, antara lain dengan melakukan desk
study berupa analisis berbasis spasial melalui overlay peta hidrogeologi dan peta
geologi serta analisis dari kajian-kajian terdahulu. Kemudian melakukan identifikasi
lapangan melalui survey geologi permukaan selanjutnya dengan melakukan
pengukuran geolistrik.

1.4. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari kegiatan ini adalah melakukan pengukuran geolistrik konfigurasi


schlumberger 3 (tiga) titik dengan bentangan maksimal 300 m atau disesuikan
kondisi di lapangan dengan tujuan untuk memperoleh data litologi bawah permukaan
yang bisa menginterpretasikan pola / karakteristik aliran air tanah.

I-2
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

1.5. LOKASI KEGIATAN

Secara administrative lokasi kegiatan berada di Kabupaten Lombok Utara, tepatnya di


Desa Sambik Bangkol Kecamatan Gangga yang merupakan lokasi PLTMH Santong.

= Lokasi Kegiatan

Gambar 1.1 Peta Lokasi Kegiatan

1.6. LINGKUP KEGIATAN


Ruang lingkup pekerjaan ini adalah mencakup rangkaian tahapan kegiatan sebagai
berikut :

1.6.1. Tahap Persiapan


a. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder atau pendukung yang perlu dikumpulkan dari berbagai referensi
antara lain :

I-3
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

- Peta topografi, peta geologi dan peta hidrogeologi rencana lokasi kegiatan;
- Studi terdahulu
b. Studi Pendahuluan / Desk study
Setelah diperoleh data sekunder seperti yang telah dijelaskan diatas, kemudian
data-data tersebut akan dilakukan analisa secara spasial melalui overlay
beberapa peta dan data pendukung lainnya.
c. Penyiapan peralatan geolistrik;

1.6.2. Tahap Survey Pendahuluan


Survey pendahuluan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran kondisi lokasi
kegiatan saat ini beserta data –data pendukung yang akan digunakan dalam
kegiatan analisis, adapun data – data tersebut antara lain : Data kondisi geologi
setempat dan data aliran air tanah / rembesan air tanah di permukaan.
.
1.6.3. Tahap Pengukuran Lapangan
a. Pelaksanaan pengukuran geolistrik dengan konfigurasi schulmberger;
b. Analisis hasil pengukuran geolistrik.

1.6.4. Penggambaran dan Pelaporan

I-4
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

BAB II
DESKRIPSI LOKASI KEGIATAN

2.1. KONDISI UMUM

Lokasi kegiatan terletak pada lereng perbukitan yang mengalami longsoran (sliding)
yang memutuskan saluran eksisting PLTMH Santong, sehingga menyebabkan
terhentinya operasional dari Pembangkit Listrik tersebut.

Penanggulangan dan rekontruksi yang sudah dikerjakan antara lain, pada dinding
longsoran telah dilakukan penanggulangan perbaikan yaitu dengan membentuk
slope dengan kemiringan 1 : 2 dengan berm 2-3 meter, pemasangan wipe hole dan
telah dipasang pula counter weight dengan kontruksi pasangan batu kali pada kaki
tebing. Penanganan aliran permukaan/run off juga telah dibuat saluran-saluran
penangkap dan pengarah yang menjauhkan aliran permukaan menjauh dari daerah
longsoran.

Gambar 2.1. Penanganan bidang logsoran dengan slope 1 : 2 dan counter weight

Lokasi kegiatan berada di Kabupaten Lombok Utara, masuk dalam wilayah


Kecamatan Gangga, Desa Sambik Bangkol. Dapat dicapai dengan kendaraan roda
2 atau 4 dari kota Mataram sekitar 2 jam.

II - 1
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

2.2. GEOLOGI REGIONAL DAN GEOLOGI LOKASI PENGUKURAN

Secara regional morfologi daerah Lombok Utara adalah merupakan lereng


gunungapi dengan morfologi perbukitan curam dengan bentuk morfologi
bergelombang kuat. Besar kemiringan lereng diatas 20˚ (curam). Hanya sebagian
kecil daerah ini yang terletak disepanjang garis pantai / kaki gunung apai. Vegetasi
alami/hutan masih rimbun menutupi permukaan dengan jenis tanaman berbatang
keras dengan akar yang dalam. Sebagian lagi, terutama daerah di sepanjang garis
pantai dimanfaatkan masyarakat sebagai lahan pertanian dan perkebunan.
Litologi penyusun daerah Lombok Utara adalah batuan muda hasil endapan erupsi
Gunung Api Rinjani (Qhv) lava, breksi dan tuf dan batuan dari Formasi Lekopiko
(Qvl) ; breksi batuapung, lahar dan lava. Kedua satuan batuan ini dilapangan
dijumpai dengan struktur yang hampir sama, yaitu bersifat mudah lepas, tanpa
semen pengikat, porositas besar dengan tingkat pelapukan rendah hingga
menengah.

Gambar 2. Geologi dan Morfologi Regional Kabupaten Lombok Utara

Lokasi kegiatan terletak disebalah utara lereng G. Rinjani dengan elevasi ± 600 m.
Merupakan morfologi curam dengan perbukitan bergelombang kuat yang didominasi
oleh endapan vulkanik muda, litologi breksi batuapung, breksi lepas yang berselang
seling, pada bidang kontak membentuk lapisan semi kedap dan menjadi bidang
longsor. Breksi batuapung berwarna krem terang, bersifat lepas, berukuran pasir
halus hingga boulder, didominasi pumice, porositas besar.

Lapisan tanah permukaan adalah tanah vulkanik ; coklat kemerahan, ketebalan


lapukan hingga 1 meter, berbutir halus (lanau) hingga pasiran halus, plastisitas
menengah. Vegetasi permukaan adalah tanaman perkebunan (kopi, coklat) dan
tanaman hutan berbatang keras.

II - 2
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Gambar 3. Breksi batuapung membentuk perlapisan selang seling, dan hasil erosi
run off

II - 3
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

BAB III
METODOLOGI

3.1. PENDEKATAN UMUM


Standar dan metoda yang dipergunakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini mengacu
pada standar yang berlaku secara nasional maupun internasional. Beberapa
pedoman pelaksanaan pekerjaan lapangan sebagaimana yang dimuat dalam SNI
2818:2012 tentang Tata Cara Pengukuran Geolistrik Schlumberger Untuk
Eksplorasi Air Tanah beserta referensi dari jurnal-jurnal yang menyangkut tentang
air tanah.

3.2. PENDEKATAN SISTEM


Air dan sumber air yang terdiri atas air permukaan dan air bawah tanah merupakan
sumberdaya yang potensinya dalam arti kualitas dan kuantitas sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang utuh dan terkait dalam satu kesatuan sistem, antara:
1) Letak Geografis
2) Sistem Sungai
3) Kondisi Topografi
4) Kondisi Klimatologi
5) Kondisi Geologi

Oleh karenanya upaya dalam melakukan konservasi dan pemanfaatan sumber air
akan memperhatikan dan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut.

3.3. PENDEKATAN TEKNIS


3.3.1. Tanah Longsor
Tanah longsor adalah proses perpindahan atau pergerakan massa tanah
dengan arah miring atau vertikal dari kedudukan semula, hal tersebut merupakan
akibat dari adanya gaya dorong. Tanah longsor dapat pula diartikan sebagai
proses perpindahan suatu massa batuan/tanah akibat gaya gravitasi. Intensitas
kejadian longsor dan tingkat bahaya longsor sangat dipengaruhi oleh intensitas
curah hujan yang tinggi dan terjadi terus menerus, kondisi lereng yang miring
hingga terjal, penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan kemampuan lahan di

III - 1
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

daerah tersebut, tanah yang tebal, serta batuan dan strukur geologi yang
bervariasi.

Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi
yang terjadi karena pergerakan massa batuan atau tanah dengan berbagai tipe
dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum
kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor
pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi
material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan
bergeraknya material tersebut.

Karakteristik longsor dapat dibagi menjadi lima macam yaitu :


1. Jatuhan (falls)
Umumnya material longsor baik berupa batu maupun tanah bergerak cepat
hingga sangat cepat. Tipe gerakan ini terjadi pada lereng terjal seperti
tebing atau tegak yang terdiri dari batuan yang mempunyai bidang-bidang
tidak menerus.

Gambar 3.1 Tipe Longsor Jatuhan

2. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah bergeraknya batuan pada bidang gelincir berbentuk
rata. Longsoran ini disebut longsoran translasi blok batu

Gambar 3.2 Tipe Longsor Blok

3. Longsoran (slides)
Gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan oleh terjadinya
kegagalan geser, disepanjang satu atau lebih bidang longsor. Material
longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran berbentuk tapal kuda.
Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau terpecah- pecah.

III - 2
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua


jenis, yaitu longsoran rotasional dan Longsoran translasional
- Longsoran rotasional ( rotational slides) mempunyai bidang longsor
melengkung ke atas, dan sering terjadi pada massa tanah yang
bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni (slump)
terjadi pada material yang relatif homogen seperti timbunan batuan
(tanggul).

Gambar 3.3 Tipe Longsor Rotasi

- Longsoran translasional merupakan gerakan disepanjang diskontinuitas


atau bidang lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan
lereng sehingga gerakan tanah secara translasi. Translasi terjadi di
sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau pada tanah lempung, khususnya
bila bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang ada. Longsoran
translasi lempung yang mengandung lapisan pasir atau lanau, dapat
disebabkan oleh tekanan airpori yang tinggi dalam pasir atau lanau
tersebut. Contoh dirujuk pada Gambar 1.10 Tipe Longsor Translasi.

Gambar 3.4 Tipe Longsor Translasi

4. Sebaran (spreads)
Termasuk longsoran translasional dan disebut sebaran lateral (lateral
speading), adalah kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya
massa batuan terpecah – pecah ke dalam material lunak dibawahnya.
Permukaan bidang longsor tidak berada dilokasi terjadinya geseran terkuat.
Sebaran dapat terjadi akibat liquefaction tanah granuler atau keruntuhan
tanah kohesif lunak di dalam lereng.

III - 3
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Gambar 3.5 Tipe Longsor Sebaran

5. Aliran (flows)
Gerakan hancuran material kebawah lereng dan mengalir seperti cairan
kental dengan kecepaatan tinggi serta bergerak cepat dan mendadak.
Aliran sering terjadi dalam bidang relatif sempit. Material yang terbawa
oleh aliran dapat terdiri dari berbagai macam tanah (termasuk batu-batu
besar), kayu-kayuan, ranting, dan lain-lain.

Gambar 3.6 Tipe Longsor Aliran

Pada prinsipnya longsor terjadi karena terganggunya keseimbangan lereng


akibat adanya pengaruh gaya-gaya yang berasal dari dalam lereng (gravitasi
bumi dan tekanan air pori di dalam tanah lereng) dan atau gaya-gaya yang
berasal dari luar lereng (getaran kendaraan dan pembeban yang berlebihan
pada lereng).

Menurut Dwikorita (2002, dalam Priyanto 2005), kawasan yang rawan akan
longsor adalah sebagai berikut :
Ø Kondisi alamiah :
1. Kondisi lereng yang biasanya mempunyai kemiringan lereng dari 20o.
2. Kondisi tanah atau batuan penyusun lereng, umumnya lereng yang
tersusun oleh :
a. Tumpukan massa tanah gembur/lepas-lepas yang menumpang diatas
permukaan tanah atau batuan yang lebih kedap dan kompak.
b. Lapisan tanah atau batuan yang miring searah dengan kemiringan
lereng.

III - 4
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

c. Adanya struktur geologi yang miring searah dengan kemiringan lereng.


3. Struktur geologi ini dapat merupakan bidang-bidang lemah, sehingga
massa tanah sensitif bergerak disepanjang bidang- bidang lemah tersebut.
4. Kondisi hidrologi lereng, terutama kondisi aquifer dan kedudukan muka air
tanah dalam lereng.

Ø Kondisi non alamiah :


1. Bertambahnya pembeban pada lereng, misal adanya konstruksi bangunan
atau meresapnya air dari permukaan.
2. Hilangnya penahan pada lereng karena penggalian dibawah lereng.
3. Aktivitas manusia, mencakup pola penggunaan lahan yang dilakukan oleh
manusia.

3.3.2. Air Tanah


Air tanah (groundwater) adalah air yang menempati rongga – rongga pada lapisan
geologi dalam keadaan jenuh dan dengan jumlah yang cukup (identik dengan
akuifer) (Bisri, 2012). Sementara menurut artian PP RI Nomor 43 Tahun 2008
tentang air tanah, air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan dibawah permukaan tanah. Sebagian besar air tanah berasal dari air
permukaan yang meresap masuk kedalam tanah, yang merupakan suatu proses
peredaran atau dikenal dengan siklus hidrologi.

Sirkulasi air dari gambar 2.1 membuktikan bahwa air tanah merupakan bahan cair
yang dapat diperbaharui dan bukan mineral atau bahan tambang yang terpakai
habis (non renewable resources). Bahan cair ini secara terus menerus
diperbaharui selama tidak terjadi perubahan iklim; dan air tanah yang tersedia
akan tetap ada karena selalu terjadi pengisian kembali pada waktu musim hujan.

Air tanah dapat bergerak secara lateral maupun vertikal yang dipengaruhi oleh
keadaan morfologi, hidrologi dan keadaan geologi setempat. Pengaruh faktor
geologi antara lain adalah bentuk dan penyebaran besar butiran, perbedaan dan
penyebaran lapisan batuan dan struktur geologi. Sedangkan pengaruh hidrologi
terhadap air tanah adalah kuantitas presipitasi, daya infiltrasi serta banyaknya
penguapan dan pengaruh iklim, seperti pada gambar 3.7.
Sehingga dapat disimpulkan banyaknya kandungan air tanah disuatu daerah
tergantung pada (Suharyadi, 1984) :
1. Iklim / musim atau banyaknya curah hujan;
2. Banyak sedikitnya tumbuh-tumbuhan, misalnya hutan, padang, dsb.;
3. Topografi, misalnya lereng, datar;
4. Derajat kesarangan / derajat celah batuan.

III - 5
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Gambar 3.7. Air tanah dalam siklus hidrologi

Aliran air tanah secara alami dapat berlangsung dalam zona jenuh (saturated
zone) maupun zona tidak jenuh (unsaturates zone). Proses pengaliran pada zona
tidak jenuh dapat berlangsung akibat perbedaan tekanan, perbedaan kadar lengas
tanah, tekanan kapiler maupun akibat pengisapan oleh akar tumbuhan (root water
uptake). Persamaan dasar aliran air tanah diturunkan dari hukum kekekalan
massa dan hubungan konstitutif gerakan air tanah yang dikenal sebagai hukum
Darcy (Rolia, 2011). Untuk sistem tersebut, hukum kekekalan massa menyatakan
bahwa jumlah aliran masuk dikurangi dengan jumlah aliran keluar sama dengan
laju bersih perubahan massa di dalam control volume tersebut (Rolia, 2011).

3.3.3. Geolistrik
Geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran
listrik di kerak bumi. Pendeteksian di atas permukaan meliputi pengukuran medan
potensial, arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun
akibat penginjeksian arus listrik ke bawah permukaan. Metode geolistrik yang
terkenal antara lain: metode potensial diri (SP), arus telluric, magnetotelluric, IP
(induced polarization), dan resistivitas (hambatan jenis).

Metode geolistrik resistivitas (hambatan jenis) merupakan suatu metode


pendugaan kondisi bawah permukaan bumi dengan memanfaatkan injeksi arus
listrik ke dalam bumi melalui dua elektroda arus. Kemudian beda potensial yang
terjadi diukur dengan menggunakan dua elektroda potensial. Dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial untuk jarak elektroda tertentu, dapat
ditentukan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan di bawah titik
ukur.

Metode geolistrik resistivitas ini efektif untuk penyelidikan kondisi bawah


permukaan yang sifatnya dangkal (max 200m), meskipun secara teoritis dapat
digunakan untuk target yang lebih dalam. Dalam bidang geologi metode ini sering
digunakan untuk penentuan sifat geoteknis batuan untuk perencanaan pondasi,
pencarian aquifer air tanah, eksplorasi mineral logam, dan eksplorasi panas bumi.

III - 6
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Dalam bidang non geologi metode geolistrik resistivitas sering digunakan untuk
penyelidikan arkeologi dan lingkungan.

Berdasarkan konfigurasi elektroda arus dan tegangan dapat dibedakan atas tiga
macam, yakni Vertikal Electrical Sounding (VES), Constant Separation Travering
(CST), dan kombinasi keduanya. Dengan tersedianya peralatan computer yang
semakin canggih, saat ini di beberapa tempat telah dikembangkan metode
geolistrik tomografi. Metode ini dapat menggambarkan kondisi bawah permukaan
secara tiga dimensi (Hadi. 2009)

Metode resistivitas didasarkan pada kenyataan, bahwa sebagian dari arus listrik
yang diberikan pada lapisan batuan, menjalar ke dalam batuan pada kedalaman
tertentu dan bertambah besar dengan bertambahnya jarak antar elektroda,
sehingga jika sepasang elektroda diperbesar, distribusi potensial pada permukaan
bumi akan semakin membesar dengan nilai resistivitas yang bervariasi.

Menurut Robinson (1988), terdapat beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam
metode geolistrik resistivitas, yaitu (Halik, 2008) :
a. Bawah permukaan tanah terdiri dari beberapa lapisan yang dipisahkan oleh
bidang batas horizontal dan terdapat kontras resistivitas antara bidang batas
tersebut.
b. Tiap lapisan mempunyai ketebalan tertentu, kecuali untuk lapisan terbawah
ketebalannya tak terhingga.
c. Tiap lapisan dianggap bersifat homogen isotropik
d. Tidak ada sumber arus selain arus yang diinjeksikan
e. Arus listrik yang diinjeksikan adalah arus listrik searah.

Tiap lapisan penyusun bumi merupakan suatu material batuan yang mempunyai
hambatan jenis berbeda. Resistivitas tanah tergantung pada beberapa parameter
geologis, seperti jenis mineral dan cairan yang terkandung, porositas dan derajat
saturasi air dalam batuan, rekahan dan lain-lain.
Prinsip dasar yang digunakan dalam metode geolistrik resistivitas adalah Hukum
Ohm. Untuk mengeluarkan energi yang tersimpan dalam baterai diperlukan
penghubung (konduktor) diantara kedua terminalnya. Apabila ditambahkan sebuah
resistor maka akan terjadi perubahan potensial pada ujung–ujung hambatan
tersebut. Hubungan antara resistor, arus dan beda potensial mengikuti Hukum
Ohm yang dinyatakan dalam persamaan3.1. (Laporan Akhir Geolistrik Tersebar di
P. Lombok, 2012):
V
I = ....................................................................(3.1)
R
Besar arus listrik yang mengalir pada suatu penghantar, berbanding lurus dengan
beda potensial antara kedua ujung penghantar, dan dipengaruhi oleh jenis
penghantarnya.

III - 7
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

3.3.4. Sifat Listrik Pada Batuan


Aliran arus listrik di dalam batuan/mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam,
yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara
dielektrik. Konduksi secara elektronik terjadi jika batuan/mineral mempunyai
banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan/mineral
tersebut oleh elektron-elektron bebas itu. Konduksi elektrolitik terjadi jika
batuan/mineral bersifat porus dan pori-pori tersebut terisi oleh cairan-cairan
elektrolitik. Pada konduksi ini arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit.
Sedangkan konduksi dielektrik terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik
terhadap aliran arus listrik yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri listrik.
Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan/mineral digolongkan menjadi tiga
yaitu (Rolia, 2011) :

1. Konduktor baik : 10-8 < ρ < 1 Ωm


2. Konduktor pertengahan : 1 < ρ < 107 Ωm
3. Isolator : ρ > 107 Ωm

Hasil pengukuran di lapangan berupa nilai hambatan jenis dan jarak antar
elektroda, sehingga diperlukan suatu proses agar diperoleh nilai hambatan jenis
terhadap kedalaman. Jika nilai hambatan jenis diplot terhadap jarak antar
elektroda dengan menggunakan grafik semilog akan diperoleh kurva hambatan
jenis. Dengan menggunakan kurva standar yang diturunkan berdasarkan berbagai
variasi perubahan nilai hambatan jenis antar lapisan secara ideal dapat ditafsirkan
variasi nilai hambatan jenis terhadap kedalaman. Dengan cara ini ketebalan
lapisan berdasarkan nilai hambatan jenisnya dapat diduga, dan keadaan lapisan-
lapisan batuan di bawah permukaan dapat ditafsirkan.
Diantara batuan pembawa air adalah batuan sedimen yang merupakan lapisan
batuan pembawa air yang terbaik, yang mempunyai banyak pori antar ruang
butirnya. Semakin halus ukuran butiran batuan, maka menjadi kelompok lapisan
batuan pembawa air yang buruk (kedap air), seperti lempung, napal, gamping dan
kristalin. Kedua adalah batuan beku, yang merupakan lapisan batuan pembawa air
yang kurang baik, seperti basalt dan andesit. Batuan yang merupakan akuifer
terbaik adalah pasir, kerikil dan kerakal.

3.3.5. Resistivitas Batuan


Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan variasi
harga yang sangat banyak. Pada mineral-mineral logam, harganya berkisar pada
10−8 Ωm hingga 107 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain, dengan komposisi
yang bermacam-macam akan menghasilkan range resistivitas yang bervariasi
pula. Sehingga range resistivitas maksimum yang mungkin adalah dari 1,6 x 10−8
(perak asli) hingga 1016 Ωm (belerang murni).
Konduktor biasanya didefinisikan sebagai bahan yang memiliki resistivitas kurang
dari 10−8 Ωm, sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih dari107 Ωm. Dan di
antara keduanya adalah bahan semikonduktor. Di dalam konduktor berisi banyak
elektron bebas dengan mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pada

III - 8
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

semikonduktor, jumlah elektron bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh


ikatan ionik sehingga elektron-elektron valensi tidak bebas bergerak.

Kebanyakan mineral membentuk batuan penghantar listrik yang tidak baik


walaupun beberapa logam asli dan grafit menghantarkan listrik Resistivitas yang
terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh pergerakan ion-ion
bermuatan dalam pori-pori fluida. Air tanah secara umum berisi campuran terlarut
yang dapat menambah kemampuannya untuk menghantar listrik, meskipun air
tanah bukan konduktor listrik yang baik. Variasi resistivitas material bumi
ditunjukkan sebagai berikut:

Harga tahanan jenis batuan tergantung macam-macam materialnya, densitas,


porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu,
dengan demikian tidak ada kepastian harga tahanan. Jenis untuk setiap macam
batuan pada akuifer yang terdiri atas material lepas mempunyai harga tahanan
jenis yang berkurang apabila makin besar kandungan air tanahnya atau makin
besar kandungan garamnya (misal air asin). Mineral lempung bersifat
menghantarkan arus listrik sehingga harga tahanan jenis akan kecil.

Tabel 3.1 Variasi Resistivitas Material Bumi/Batuan (Santoso, 2001)


Bahan Resistivitas (Ωm)
Udara ~
Pirit 3 x 10-1
Galana 2 x 10-3
Kwarsa 4 x 1010 s.d. 2 x 1014
Kalsit 1 x 1012 s. d. 1 x 1013
Batuan Garam 30 s. d. 1 x 1013
Mika 9 x 1012 s. d. 1 x 1014
Granit 102 s. d. 1 x 106
Gabro 1 x 103 s. d. 1 x 106
Basalt 10 s. d. 1 x 107
Batuan 50 s. d. 1 x 107
Gamping
Batuan Pasir 1 s. d. 1 x 108
Batuan Serpih 20 s. d. 1 x 103
Dolomit 102 s. d. 104
Pasir 1 s. d. 103
Lempung 1 s. d. 102
Air Tanah 0.5 s. d. 3 x 102
Air Laut 0.2

3.3.6. Survey Geolistrik Resistivitas


Survey geolistrik resitivitas memberikan gambaran tentang distribusi resistivitas
bawah permukaan. Untuk mengkonversi bentuk resistivitas ke dalam bentuk
geologi diperlukan pengetahuan tentang tipikal dari harga resistivitas untuk setiap

III - 9
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

tipe material dan struktur geologi daerah penelitian. Keberadaan cairan atau air
dalam sistem rekahan atau ruang antar butir batuan dapat menurunkan nilai
resistivitas batuan. Beberapa ahli memberikan nilai resistivitas beberapa jenis
batuan, salah satunya disajikan dalam Tabel 3.1.

3.3.6.1. Resistivitas Semu


Asumsi yang selalu digunakan dalam metode geolistrik resistivitas adalah bumi
bersifat homogen isotropis. Ketika arus diinjeksikan ke dalam bumi, pengaruh
dalam bentuk beda potensial yang diamati secara tidak langsung adalah
hambatan jenis suatu lapisan bumi tertentu. Namun nilai ini bukanlah nilai
hambatan jenis yang sesungguhnya. Hambatan jenis ini merupakan besaran
yang nilainya tergantung pada spasi elektroda. Padahal kenyataannya bumi
terdiri dari lapisan-lapisan dengan nilai resistivitas yang berbeda-beda, sehingga
potensial yang diukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut.
Hambatan jenis ini disebut hambatan jenis (resistivitas) semu.
Resistivitas semu dirumuskan :
DV
ra = K
I

dimana :
ra = Resistivitas semu (Wm),
K = faktor geometris (m),
DV = beda potensial (V),
I = Kuat arus (A)

Bumi merupakan medium berlapis yang masing-masing lapisan mempunyai


harga resistivitas berbeda-beda. Resistivitas semu merupakan suatu konsep
abstrak yang didalamnya terkandung keterangan tentang kedalaman dan sifat
suatu lapisan tertentu. Sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.8, dimisalkan
bahwa medium yang ditinjau terdiri dari 2 (dua) lapis dan mempunyai nilai
resistivitas yang berbeda (ρ1 dan ρ2). Dalam pengukuran, medium ini akan
dianggap sebagai 1 lapisan yang homogen dan mempunyai 1 harga resistivitas
yaitu ρa (apparent resistivity) atau resistivitas semu.

r1

ρa
r2

Gambar 3.8. Konsep resistivitas semu

Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi akan berbeda,


walaupun jarak antar elektrodanya sama, sehingga dikenal ρaw yaitu resistivitas
semu untuk konfigurasi Wenner dan ρas untuk konfigurasi Schlumberger. Untuk

III - 10
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

medium berlapis, harga resistivitas semu ini merupakan fungsi jarak bentangan
(jarak antar elektroda arus). Untuk jarak antar elektroda arus yang kecil akan
memberikan ρa yang harganya mendekati ρ batuan di dekat permukaan. Sedang
untuk jarak bentangan yang besar, ρa yang diperoleh akan mewakili harga
ρbatuan yang lebih dalam.

3.3.6.2. Konfigurasi Elektroda


Konfigurasi elektroda merupakan model penyusunan elektroda-elektroda arus
dan potensial yang diatur sedemikian rupa sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
A M N B

Gambar 3.9 Susunan elektroda

Elektroda A dan B disebut elektroda arus (current electrode), sedangkan


elektroda M dan N disebut elektroda potensial (potential electrode). Elektroda
arus biasa juga ditulis dengan C1 dan C2, dan untuk elektroda potensial adalah
P1 dan P2. Dalam pengukuran di lapangan, keempat elektroda tersebut
ditancapkan ke dalam tanah. Arus listrik dari power suplay dialirkan ke dalam
bumi melalui elektroda arus C1 dan C2. Kemudian beda potensial yang terjadi
diukur melalui elektroda potensial P1 dan P2. Ada beberapa macam konfigurasi
yang digunakan dalam penyelidikan bawah tanah, salah satunya adalah
Konfigurasi Elektroda Schlumberger.
Konfigurasi Schlumberger bertujuan mencatat gradient potensial atau intensitas
medan listrik dengan menggunakan pasangan elektroda pengukur yang berjarak
rapat (Gambar 3.10).
Tidak seperti halnya pada konfigurasi Wenner, pada konfigurasi Schlumberger
jarak elektroda potensial jarang diubah-ubah meskipun jarak elektroda arus
selalu diubah-ubah. Hanya harus diingat bahwa jarak antar elektroda arus harus
jauh lebih besar disbanding jarak antar elektroda potensial selama melakukan
perubahan spasi elektroda. Misalnya, untuk kasus aturan elektroda
Schlumberger jarak r harus lebih besar dari pada b/2, dan optimumnya adalah r>
5b/2. Dalam hal ini, selama pembesaran jarak elektroda arus, jarak elektroda
potensial tidak perlu diubah. Hanya, jika jarak elektrodaarus relatif sudah cukup
besar maka jarak elektroda potensial perlu diubah.

III - 11
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Gambar 3.10. Konfigurasi elektroda schlumberger.

Elektroda potensial (M dan N) diam pada titik tengah antara elektroda arus (A
dan B), dan kedua elektroda arus digerakkan secara simetris keluar (menjauhi
alaktroda pengukur) dengan spasi pengukuran tertentu. Sebagai contoh : pada
awal pengukuran diambil jarak MN adalah 1 m, pembacaan dilakukan untuk
setiap perpindahan AB dengan spasi pengukuran 10, 20, 30, 40, 70, 100, … m.
apabila tegangan yang tercatat pada elektroda pengukur terlalu kecil, maka jarak
elektroda MN diperbesar menjadi 3 m dan pengukuran dilakukan kembali.
æ a2 bö
Untuk Schlumberger, K S = p çç - ÷÷ ; rS = KS × R
è b 4ø

3.3.7. Geostatistika
Dalam dunia ilmu pengetahuan, antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya
memiliki sebuah hubungan, misalnya ilmu alam yang berkaitan erat dengan
matematika karena keduanya berasal dari rumpun yang sama, yakni sains. Salah
satu ilmu alam adalah ilmu kebumian, yakni sebuah ilmu yang mempelajari
struktur bumi beserta keragamannya. Ilmu kebumian berkaitan erat dengan
matematika, khususnya pada cabang statistika yang digunakan untuk mengolah
data ilmu kebumian, seperti geologi dan geofisika yang sering disebut dengan
geostatistika. (Puspita, 2002).

Proses pengolahan suatu data yang berukuran besar, yaitu populasi tentu tidak
sesederhana mengolah data sample yang ukurannya relatif lebih kecil
dibandingkan dengan populasi dan seringkali menimbulkan kerumitan dalam
pengerjaannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu proses untuk menyederhanakan
bentuk pengolahan yang rumit tersebut, yaitu dengan menaksir (mengestimasi)
parameter baik penaksir titik maupun interval.

3.3.7.1. Pengolahan Data Geolistrik (Inversi dengan bantuan Software IP2WIN)


IP2WIN merupakan sebuah software yang didesain untuk mengolah data vertical
electric sounding dan atau induced polarization secara otomatis dan semi
otomatis dengan berbagai macam vaiasi dari konfigurasi rentangan yang umum
dikenal dalam pendugaan geolistrik (Broto, 2006). IP2WIN adalah program
komputer yang berfungsi sama seperti kurva matching, yaitu mencocokkan data
yang didapat dari lapangan dengan kruva induk dan kurva bantu sebagai acuan
untuk mencari resistivitas dan kedalaman daerah penelitian. Dengan target

III - 12
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

mendapatkan hasil yang dapat diinterpretasikan secara geologi marupakan


keunggulan IP2WIN daripada program-program inversi lainnya. Perbandingan
anatara matching curve dengan software IP2WIN jika dilihat dari perhitungan
yang dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan metode curve
matcing,parameter ketebalan dan true resistivity dihitung satu persatu dari ujung
awal kurva dengan memotong bagian kurva menjadi beberapa bagian.
Umumnya hasil perhitungan secara manual memebrikan hasil yang kurang
optimal dan bila dilihat dari angka kesalahannya umumnya di atas 10%. Program
komputer IP2WIN kemudian mengkkoreksi kombinasi nilai ketebalan dan true
resistivity untuk mendapatkan angka kesalahan (RMSE) terkecil setelah terjadi
sekian (bisa sampai ribuan) kali iterasi. (Broto, 2006). Dalam analisa inversi 1
dimensi, setiap perpindahan elektroda arus menghasilkan tahanan jenis untuk
kedalaman sesuai jarak perpindahan elektroda tersebut. Sehingga, apabila jarak
bentangannya adalah 300 m maka tahanan jenis yang dabaca adalah sebesar ½
L (300/2= 150 m). Loke (2000;4).

(a)

(b)

Gambar 3.11.
Inversi 1 Dimensi (a) Penampang pengukuran 1 dimensi (b) Grafik analisa inversi
1 dimensi

Gambar 3.6. Adalah Grafik bilog (double log)


resistivitas vs kedalaman
Skala datar : adalah AB/2 untuk menunjukan
kedalaman (m)
Skala vertical : adalah skala resistivitas (ohm m)
untuk menentukan jenis litologi
Garis htiam (o) : lingkaran kecil adalah profil data
lapangan
Garis merah : adalah profil teori (hasil
perhitungan
Garis biru : indikasi lapisan (panjang garis
biru datar menunjukan tebal
lapisan, sedang tinggi-
Gambar 3.12. Grafik Hasil Inversi IP2WIN rendahnya menunjukan nilai
resistivitas lapisan tersebut).

III - 13
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

3.3.7.2. Pemodelan 3 (Tiga) Dimensi


Bumi sesungguhnya adalah bentuk 3-D, sehingga dalam melakukan analisa
khususnya mengenai struktur lapisan bawah permukaan diperlukan suatu
pemodelan yang dapat memberikan gambaran kondisi sebenarnya. Motode
resistivitas 3-D mampu memberikan gambaran 3 dimensi dari bawah permukaan
tentang tahanan jenis lebih detail dibandingkan dengan resistivitas 2 dimensi,
oleh karena itu tidak hanya memebrikan citra distribusi resistivitas dalam
penampang vertikal saja tetapi juga dalam bentuk penampang horizontal.
Metode resistivitas 3-D tidak sering dipakai dalam survei penelitian geofisika,
namun resistivitas 3-D hanya digunakan dalam pengembangan metode
resistivitas itu sendiri. Faktor yang menyebabkan jarang digunakan adalah
besarnya faktor biaya, banyaknya tenaga yang dibutuhkan terutama pada area
yang luas. (Prapitari, 2009)

Pemodelan 3 dimensi dilakukan dengan menginterpolasi nilai-nilai hambatan


jenis yang telah terinversi dengan bantuan perangkat lunak Rockwork. Dasar dari
perangkat lunak ini adalah pembuatan model blok imajiner dimana dibagi
menjadi serangkaian lapisan hasil dari interpolasi sesuai dengan data hasil
inversi. Dengan bantuan perangkat lunak ini, dapat pula dibuat sayatan-sayatan,
baik ke arah vertikal maupun ke arah horizontal.

3.3.7.3. Analisis Simpangan


Sebelum model digunakan untuk simulasi pengambilan keputusan, perlu
dilakukan pengujian terlebih dahulu apakah model tersbut cukup valid atau dapat
menggambarkan kondisi yang sebenarnya atau tidak. Kriteria uji validitas model
yang digunakan adalah ketepatannya menjelaskan dan menggambarkan
keadaan yang sebenarnya. Uji validitas sederhana yang sering digunakan adalah
adalah analisis kerelasi dan kesalahan rataan kuadrat terkecil (RMSE).

Analisis korelasi dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua
variabel, yaitu antara variabel terikat dengan variabel bebasserta antar variabel
bebas (interkorelasi). Selain itu juga dilihat besarnya hubungan tersebut, yang
dinyatakan dengan koefisien korelasi r. Kekuatan hubungan dicerminkan oleh
nilai absolut r dengan kisaran antara -1< r < 1. Nilai r mendekati +1 atau -1 maka
menunjukkan korelasi yang kuat, sedangkan nilai r = 0 menunjukkan tidak
adanya korelasi.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi momen produk
(product moment correlation) Pearson, yaitu: jika sepasang variabel kontinu,
X dan Y, mempunyai korelasi, maka derajat korelasi dapat dicari dengan
menggunakan koefisien korelasi Pearson yang rumusnya sebagai berikut :

III - 14
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

r=
nå xy -( å x )( å y )
{n å x 2 -( å x ) 2 }{n å y 2 -( å y ) 2

(Sumber : Sudjana, 2003).

dengan : r = koefisien korelasi yang di cari


Y = Nilai variabel Y
X = Nilai variabel X

Pengujian hipotesis atau model tentang korelasi, diuraikan sebagai berikut:


• r = 0, maka tidak ada hubungan antara dua variabel tersebut
• r > 0, maka ada hubungan positif
• r < 0, maka ada hubungan negatif
RMSE (Root Mean Square Error) adalah rata- rata kuadrat dari perbedaan nilai
estimasi dengan nilai observasi suatu variabel. Jika nilai RMSE semakin kecil,
maka estimasi model atau variabel semakin valid. Nilai statistik RMSE adalah :

1 T s a 2
RMSE = å (y - y t )
T t =1 t

dengan : T = Jumlah Data


Ys = Variabel yang diuji
Ya = Variabel penguji

3.4. PELAKSANAAN PEKERJAAN


3.4.1. Tahap Persiapan
Kegiatan pada tahap persiapan ini meliputi pengumpulan data sekunder, studi
pendahuluan dan survey pendahuluan

a. Pengumpulan Data Sekunder


Data sekunder atau pendukung yang perlu dikumpulkan dari berbagai referensi
antara lain peta topografi, peta geologi dan peta hidrogeologi daerah rencana
kegiatan;
b. Studi Pendahuluan / desk study
Setelah diperoleh data sekunder seperti yang telah dijelaskan diatas, kemudian
data-data tersebut akan dilakukan analisa secara spasial melalui overlay beberapa
peta.

III - 15
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

3.4.2. Tahap Pengukuran Geolistrik


a. Penyiapan Peralatan
Peralatan yang akan digunakan perlu diperiksa kondisi dan ketelitiannya, agar
hasinya baik dan sesuai dengan persyaratan. Adapun peralatan yang akan
digunakan adalah sebagai berikut :

l Resistivity Meter McOHM Merk : OYO (Spek : Tegangan 400 V, Arus : 1, 2,


5, 10, 20, 50, 100, 200 mA (Konsisten), Voltase 12 V DC Baterai : Type
VRLA 12V/7,2 Ah – Anti short circuit)
l Elektroda arus ( 2 Buah) dan potensial (2 buah)
l Kabel listrik (max. 500 m)
l Avometer 1 Buah
l Patok
l Laptop 1 Buah
l GPS 1 Buah
l Palu 3 Buah
l Meteran 4 buah (50 m@2 buah, 100 m@2 buah)
l Alat tulis
l Alat Komunikasi (HT) 3 Buah
l Kamera 1 Buah

b. Pelaksanaan Pengukuran
Pengukuran geolistrik di lapangan menggunakan rangkaian Sclumberger dengan
ketentuan sebagai berikut :
l Titik elektroda “Potensial” dengan kode M & N dan titik elektroda “Arus”

dengan kode A & B.


l Panjang kabel-kabel untuk elektroda “Arus”.

l Nilai tegangan arus potensial agar selalu diusahakan minimal 1 volt, dengan

cara mengubah/memperbesar curve pada kertas grafik log-log.


l Lintasan bentangan kabel elektroda selama pengukuran, diusahakan selalu

sejajar dengan jurus (strike) lapisan batuan dan posisi titik elektroda (A.B.M.N)
berada dalam satu garis lurus.
l Titik duga / pengukuran diupayakan jauh dari bangunan/ jembatan
berkerangka baja, jalur listrik bertegangan tinggi, genangan-genangan air,
saluran, sungai dan lain-lain.
l Metode pengukuran dan jarak, pada setiap titik pengukuran harus selalu

konsisten.
l Sebelum dilakukan pengukuran hubungan kabel-kabel instalasi instrumen

harus selalu dicek lewat ground (tanah) dengan menunjukkan hasil baik.
l Apabila terjadi gangguan teknik dalam pengukuran, pengukuran tidak boleh

dilanjutkan dan harus diulang kembali setelah unit peralatan berfungsi normal
kembali.
Data yang dicatat dalam setiap titik pengukuran geolistrik adalah:
l Nomor titik pengukuran, wilayah administrasi (desa)

l Posisi geografis titik pengukuran dengan GPS

l Jarak antar elektroda pada posisi konfigurasi (meter)

III - 16
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

l Bacaan potensial (Volt), arus (Ampere) dan hambatan (ohm)

a. Tahap Analisis
Pengolahan data hasil survey atau pengukuran geolistrik dilakukan secara
bertahap, mulai dari perhitungan untuk setiap titik pengukuran (sounding),
korelasi nilai reistivitas semu antar titik pengkuran (pseodosection), interpretasi
jenis batuan dari data resistivitas dari data survey geolistrik (1 dimensi dan 3
dimensi).
Pekerjaan tahap analisis meliputi :
l Membuat peta lokasi daerah penyelidikan yang dilengkapi dengan titik

pengukuran geolistrik;
l Melakukan penghitungan data hasil pengukuran dan penafsiran jenis batuan

di setiap titik duga;


l Membuat korelasi antar titik duga berdasarkan nilai resistivitas
(pseudosection);
l Interpretasi jenis batuan;

l Pembuatan profil geologi

Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan profil hasil


pengukuran geolistrik antara lain:

- Profil atau sayatan melintang hasil korelasi data geolistrik disajikan


sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan gambaran struktur bawah
permukaan.
- Dalam membuat korelasi juga mencerminkan beda tinggi topografi masing-
masing titik lokasi.
- Dalam pembuatan korelasi/cross section apabila melintasi titik sumur bor,
maka sayatan lithologi sumur harus digambarkan pula.

III - 17
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

3.5. BAGAN ALIR KEGIATAN

MULAI

Pengumpulan Data

Studi Pendahuluan/desk
study
Persiapan

Penyiapan Peralatan

III - 18
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Set Lintasan

Memasang Elektroda
(Sesuai Konfigurasi)

Dihubungkan pada
Resistivitimeter
Akuisisi
Data

Injeksi Arus

Pembacaan alat pada


Resistivitimeter

Pencatatan data
AB/2, MN, R

Prosesing Data
Software: IPI2Win
Pengolahan
Data

Hasil berupa:
, h, d

Interpretasi Interpretasi Jenis Lapisan


Hasil

III - 19
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Penggambaran dan Laporan

SELESAI

Gambar 3.13.
Bagan Alir (flow chart) Kegiatan

III - 20
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN

Gambar 4.1. Situasi Lokasi Kegiatan

IV - 1
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

= Lokasi Batuan dengan porositas tinggi / jenuh air

Gambar 4.2. Nilai Resistivitas Hasil Pengukuran Geolistrik

Tabel 4.1. Koordinat lokasi penempatan titik sounding


Koordinat
No. Sounding
X Y Z (±)
Titik 1 423147 9078477 603
Titik 1 423181 9078500 597
Titik 1 423196 9078481 595

Titik Pengukuran 1

Data Tahanan
Pengukuran Jenis

Hasil
Perhitungan

Keterangan :
ρ = Tahanan Jenis (Ωm)
h = Tebal Lapisan (m)
d = Kedalaman Lapisan (m)
Alt = Elevasi (m)
Gambar 4.3. Hasil inversi IP2WIN titik 1

IV - 2
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Berdasarkan hasil inversi diatas, diperoleh Error = 5,83 % dari data hasil pengukuran
lapangan kurang dari 10,00 %, dapat disimpulkan struktur lapisan dibawah permukaan
tanah berdasarkan nilai tahanan jenisnya sebagai berikut :

Tabel 4.2. Interpretasi litologi berdasarkan nilai tahanan jenis di titik 1

Layer ρ (Ωm) h(m) d(m) Litologi Keterangan


1 485,00 0,90 0,90 Tanah Vulkanik
2 1.081,00 0,46 1,36 Breksi Batu Apung
3 44,20 0,70 2,07 Tuff Pasiran Zona Jenuh
4 167,00 1,06 3,13 Tuff Pasiran Zona Jenuh
5 2.505,00 1,61 4,74 Breksi Batu Apung
6 1.368,00 2,44 7,18 Breksi Batu Apung
7 106,00 3,70 10,88 Tuff Pasiran Zona Jenuh
8 82,90 5,61 16,49 Tuff Pasiran Zona Jenuh
9 478,00 8,50 24,99 Breksi Batu Apung
10 32.028,00 ~ ~ Breksi Batu Apung

Dari hasil interpretasi seperti pada tabel 4.2 diatas, zona jenuh air / memiliki porositas
yang tinggi berada pada kedalaman 2,00 m s/d. 3,50 m dan kedalaman 10,00 s/d.
17,00 m dengan jenis batuan yaitu tuff pasiran.

Titik Pengukuran 2

Tahanan
Jenis

Data
Pengukuran
Hasil
Perhitungan

Keterangan :
ρ = Tahanan Jenis (Ωm)
h = Tebal Lapisan (m)
d = Kedalaman Lapisan (m)
Gambar 4.4. Hasil inversi IP2WIN titik 2 Alt = Elevasi (m)

Berdasarkan hasil inversi diatas, diperoleh Error = 7,28 % dari data hasil pengukuran
lapangan kurang dari 10,00 %, dapat disimpulkan struktur lapisan dibawah permukaan
tanah berdasarkan nilai tahanan jenisnya sebagai berikut :

IV - 3
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Tabel 4.3. Interpretasi litologi berdasarkan nilai tahanan jenis di titik 2

Layer ρ (Ωm) h(m) d(m) Litologi Keterangan


1 49,60 0,69 0,69 Tanah Vulkanik
2 625,00 0,50 1,18 Breksi Batu Apung
3 15,20 0,99 2,17 Tuff Pasiran Zona Jenuh
4 24,40 1,15 3,32 Tuff Pasiran Zona Jenuh
5 712,00 1,31 4,63 Breksi Batu Apung
6 1.183,00 3,81 8,44 Breksi Batu Apung
7 458,00 3,75 12,19 Breksi Batu Apung
8 10,90 9,97 22,16 Tuff Pasiran Zona Jenuh
9 7,05 12,90 35,06 Tuff Pasiran Zona Jenuh
10 2,80 ~ ~ Tuff Pasiran Zona Jenuh

Dari hasil interpretasi seperti pada tabel 4.3 diatas, zona jenuh air / memiliki porositas
yang tinggi berada pada kedalaman 2,00 m s/d. 3,50 m dan kedalaman 15,00 s/d.
35,00 m kebawah dengan jenis batuan yaitu tuff pasiran.

Titik Pengukuran 3

Tahanan
JenisTahanT
ahanan Jenis

Data
Pengukuran

Keterangan :
ρ = Tahanan Jenis (Ωm)
Hasil h = Tebal Lapisan (m)
Perhitungan d = Kedalaman Lapisan (m)
Alt = Elevasi (m)
Gambar 4.5. Hasil inversi IP2WIN titik 3

Berdasarkan hasil inversi diatas, diperoleh Error = 7,01 % dari data hasil pengukuran
lapangan kurang dari 10,00 %, dapat disimpulkan struktur lapisan dibawah permukaan
tanah berdasarkan nilai tahanan jenisnya sebagai berikut :

IV - 4
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Tabel 4.4. Interpretasi litologi berdasarkan nilai tahanan jenis di titik 3

Layer ρ (Ωm) h(m) d(m) Litologi Keterangan


1 91,20 0,90 0,90 Tanah Vulkanik
2 421,00 0,54 1,44 Tanah Vulkanik
3 32,20 0,85 2,29 Tuff Pasiran Zona Jenuh
4 533,00 1,36 3,65 Breksi Batu Apung
5 477,00 2,16 5,81 Breksi Batu Apung
6 36,90 3,45 9,26 Tuff Pasiran Zona Jenuh
7 67,30 5,50 14,76 Tuff Pasiran Zona Jenuh
8 1.472,00 8,77 23,53 Breksi Batu Apung
9 2.172,00 14,00 37,53 Breksi Batu Apung
10 45,20 ~ ~ Tuff Pasiran Zona Jenuh

Dari hasil interpretasi seperti pada tabel 4.4 diatas, zona jenuh air / memiliki porositas
yang tinggi berada pada kedalaman 1,50 m s/d. 2,50 m, kedalaman 9,00 s/d. 15,00 m
dan pada kedalaman dibawah 40,00 m dengan jenis batuan yaitu tuff pasiran.

Gambar 4.7 Nilai Resistivity (Tahanan Jenis) di Lokasi Pengukuran

IV - 5
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Gambar 4.8. Nilai Resistivity untuk Batuan dengn Porositas Tinggi / Jenuh Air

Gambar 4.9. Batuan di Lokasi Pengukuran

IV - 6
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Gambar 4.10. Batuan dengan Porositas Tinggi / Jenuh Air

IV - 7
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil interpretasi dan analisis data pengukuran lapangan dapat disimpulkan :
1. Lokasi pengukuran di titik 1 memiliki struktur geologi arah vertikalnya berupa tanah
vulkanik, breksi batu apung dan tuff pasiran. Batuan dengan porositas tinggi /
jenuh air yaitu tuff pasiran pada kedalaman 2,00 m s/d. 3,50 m dan pada
kedalaman 10,00 m s/d. 17,00 m.
2. Lokasi pengukuran di titik 2 memiliki struktur geologi arah vertikalnya berupa tanah
vulkanik, breksi batu apung dan tuff pasiran. Batuan dengan porositas tinggi /
jenuh air yaitu tuff pasiran pada kedalaman 2,00 m s/d. 3,50 m dan pada
kedalaman 15,00 m s/d. 35,00 m kebawah.
3. Lokasi pengukuran di titik 2 memiliki struktur geologi arah vertikalnya berupa tanah
vulkanik, breksi batu apung dan tuff pasiran. Batuan dengan porositas tinggi /
jenuh air yaitu tuff pasiran pada kedalaman 1,50 m s/d. 2,50 m, kedalaman 9,00
s/d. 15,00 m dan pada kedalaman dibawah 40,00 m.
4. Batuan dengan porositas tinggi / jenuh air rentan terhadap longsor, terutama di titik
2 dimana ketebalan lapisan batuan tuff pasiran cukup tebal.
5. Untuk menghindari terjadinya longsoran, sudah tepat dilakukan dengan membuat
counter weight ditambah lagi dengan mangarahkan aliran aliran permukaan melalui
saluran pengarah.

5.1. Saran

1. Untuk menghindari terjadinya longsoran perlu diperhatikan titik – titik rawan


longsoran, seperti d area sekitar titik pengukuran 2 dengan radius ± 35,00 m pada
kedalaman 15,00 m s/d. 35,00 kebawah.
2. Pada daerah yang telah terjadi longsoran hendaknya dipasang bor pile dengan
kedalaman maksimal 37,00 m untuk disekitar area titik pengukuran 2 dan
kedalaman maksimal 25,00 m dengan spasi 2,00 m disepanjang sisi lereng
tersebut.

V-1
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

3. Bidang longsoran ditimbun kembali dengan material yang lebih kedap seperti
lempung lanauan kemudian dipadatkan.
4. Pemasangan wipe hole / perforated pipe dianjurkan untuk me release/mengalirkan
air tanah yang terkandung dalam batuan, sehingga batuan tidak jenuh air.
5. Antisipasi terjadinya longsoran juga dengan penanaman vegetasi pada puncak dan
pada tiap-tiap berm.

V-2
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

DAFTAR PUSTAKA

Azmy, Zul dan Masberry, 2005, Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh Dan GIS
Untuk Studi Air Bawah Tanah (Studi Kasus Probolinggo, Jawa Timur).
Jurnal Sains dan Teknologi 4(2) September Hal. 38-46.
Birlina, Serli, Darsono dan Legowo, B., 2013. Interpretasi Data Geolistrik Untuk
Memetakan Potensi Air Tanah dalam Menunjang Pengembangan Data
Hidrogeologi DI Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Jurnal Fisika dan
Aplikasinya, Volume 9 Nomor 2 Juni.
Bisri, Mohammad. 2008. Studi Tentang Pendugaan Air Tanah, Sumur Air Tanah dan
Upaya Dalam Konservasi Air Tanah. UB Press. Malang.
Halik, Gusfan,. Dan S, Jojok Widodo, 2008. Pendugaan Potensi Air tanah Dengan
Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di kampus
Tegal Boto Universitas Jember. Media Teknik Sipil, Juli 2008;109.
Indriatmoko, Haryoto, 2006. Pendugaan Potensi Air Tanah Wilayah Pesisir Kabupaten
Pasir Kalimantan Timur. JAI, Volume 2 No.1.
Jones,G., Sentenac, P., Zielinski, M., 2014. Desiccation cracking detection using 2-D and
3-D Electrical Resistivity Tomography: Validation on a flood
embankment. Journal of Applied Geophysic 106 (2014) 196-211.
Loke,M., 2000. Electrical imaging surveys for environmental and engineering studies.
Loke,M., Chambers, J., Rucker, D., Kuras, O., Wilkinson, P., 2012. Recent developments
in the direct-current geoelectrical imaging method. Journal of Applied
Geophysic 95 (2013) 135-156.
Prayogo, Teguh, 2008, Eksplorasi Sumberdaya Air Tanah Di Daerah Handil Babirik
Kabupaten Tanah Laut. JAI, Volume 4 No. 2.

Daftar Pustaka
Penyelidikan Geolistrik Untuk Menentukan Karakteristik Aliran Air Tanah Pada Lokasi Longsoran Tebing PLTMH Santong

Prayogo, Teguh, 2009, Aplikasi Teknologi Eksplorasi Untuk Memahami Kondisi Air
Tanah Di Daerah Padang Luas Kabupaten Tanah Laut. JAI, Volume 5 No.
2.
Putranto, Triadi, Thomas, (2011), Aplikasi Pemodelan Aliran Airtanah Dalam Konsep
Pengelolaan Berbasis Cekungan. Proceeding Olimpiade Karya Tulis
Inovatif (OKTI).
Rolia, Eva. 2011, Penggunaan Metode Geolistrik Untuk Mendeteksi Keberadaan Air
Tanah. Tapak, Volume 1 No. 1 Nopember.
Rucker,D., Schindler, A., Levitt, M., Glaser, D., 2009. Three-dimensional electrical
resistivity imaging of a gold heap. Journal of Applied Geophysic 98
(2009) 267-275.
Laporan Akhir Survey Potensi Air Tanah Tersebar di Pulau Lombok. 2012. Mataram;
Perencanaan BWS Nusa Tenggara I.
Laporan Pendahuluan Survey Potensi Air Tanah Tersebar di Pulau Sumbawa. 2013.
Mataram; Wahana Adya Cabang Denpasar Consultant.
Lombok Island Water Resources Development Phase I, Volume 4. 1974. Mataram;
Crippen International, LTD.
Suharyadi. 1984. Diktat Kuliah Geohidrologi (Ilmu Air Tanah). Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.ndari tertutupnya lapisan akuifer.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai