- x
^
KELOMPOK 5
Nur Azizah
Martina
Indri Arum Rusticahya Murendro
Diajeng Andini Icma Haq
Shella Puspa
UJI TOKSISITAS
^^
UJI TOKSISITAS - x
Uji toksisitas akut oral pada penelitian ini menggunakan metode OECD 420 fix
dose procedure yang memiliki 3 jenis perlakuan yaitu uji pendahuluan, limit test
(uji pembatasan), dan main test (uji utama). Tujuan dari uji pendahuluan adalah
mencari dosis awal yang sesuai untuk uji utama dengan 1 ekor mencit.
Berdasarkan OECD 420, dosis awal pada uji pendahuluan dapat dipilih dari
tingkatan fix dose yaitu 5, 50, 300, dan 2000 mg/KgBB sebagai dosis yang
diharapkan dapat menimbulkan efek toksik.
02 PRESENTAT
ION
You can enter a subtitle here if you need it
^
^
Uji TOKSISITAS SUBKRONIS - x
Pengujian toksisitas subakut menggunakan 3 peringkat dosis yaitu dosis 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB dan 750
mg/kg BB. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengamatan fi sik gejala toksik serta scoring
dan pengamatan histologi organ lambung/gaster
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun jambu biji selama 28 hari tidak menyebabkan
perubahan postur tubuh maupun munculnya gejala konvulsi pada semua kelompok uji, baik pada tikus jenis kelamin
jantan maupun betina. Akan tetapi terlihat adanya perubahan pada feses yaitu berupa tinja lembek baik pada tikus
jantan maupun betina yang diberi perlakuan ekstrak etanol daun jambu biji pada semua dosis. Selain itu, feses
berlendir juga ditemukan pada tikus jantan perlakuan ekstrak dosis 250 dan 500 mg/kgBB, serta pada tikus betina
dengan perlakuan ekstrak dosis 250 dan 750 mg/kg BB.
^
- x
^
Hasil uji toksisitas subakut pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian uji toksisitas
akut yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jambu biji tidak menimbulkan efek
toksik pada mencit, serta tidak menyebabkan perubahan perilaku dan kondisi tubuh pada
hewan uji bahkan sampai pada dosis tertinggi 21 g/kg BB(12). Demikian pula hasil
penelitian sebelumnya tentang ekstrak air daun P. Guajava pada tikus wistar yang
terinfeksi S. Typhi dengan dosis 10- 50 mg/100 g tidak menunjukkan adanya efek toksik
pada pengamatan selama 72 jam dilihat dari angka kematian dan perubahan perilaku pada
hewan uji(13) . Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak etanol daun jambu biji
dalam jangka waktu yang lebih panjang dapat meningkatkan potensi ketoksikannya. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengujian toksisitas lebih lanjut dengan pemberian dosis yang
lebih rendah.
^
- x
^
Efek Toksik Subakut terhadap Organ Gaster. Histologi jaringan gaster diamati dan
ditentukan skor kerusakannya dengan sistem skoring Barthel Manja dengan mengamati
edema di lapisan submukosa, infiltrasi sel PMN (polimorfonuklear) di lamina propia, serta
integritas epitel di lapisan mukosa gaster. Hasil skoring histologi gaster pada tikus jantan
dan betina
^
- x
^
SIMPULAN
PENGERTIAN
Uji toksisitas kronis adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang
muncul setelah pemberian sediaan uji secara berulang sampai seluruh umur hewan.
Uji toksisitas kronis pada prinsipnya sama dengan uji toksisitas subkronis, tetapi
sediaan uji diberikan selama tidak kurang dari 12 bulan.
TUJUAN
Tujuan dari uji toksisitas kronis oral adalah untuk mengetahui profil efek toksik
setelah pemberian sediaan uji secara berulang selama waktu yang panjang, untuk
menetapkan tingkat dosis yang tidak menimbulkan efek toksik
^
^
ISI DAN PEMBAHASAN - x
Uji toksisitas kronis digunakan untuk menguji obat, obat tradisional dan bahan lain
yang penggunaannya berulang dalam jangka waktu lebih dari 4 minggu. Sediaan uji
dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan
uji selama tidak kurang dari 12 bulan
Menurut Grentina (2016), pasien thalassemia memerlukan transfusi darah yang rutin
dan adekuat seumur hidupnya, sehingga untuk mengurangi penimbunan besi di
dalam tubuhnya, pasien thalassemia rutin mengonsumsi obat kelasi.
Berdasarkan potensi kayu secang sebagai obat kelasi besi bagi penderita
thalasemia, maka uji toksisitas penting untuk dilakukan untuk melihat sejauh mana
tingkat keamanannya sebagai obat herbal yang dikonsumsi dalam jangka panjang.
^
- x
^
Kandungan kimia kayu secang salah satunya adalah brazilin. Brazilinadalah golongan
senyawa yang memberi warna merah pada secang dengan struktur C6H14O5 dalam
bentuk kristal.
Selain brazilin, kayu secang juga mengandung senyawa flavonoid. Flavonoid berperan
sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau melalui
kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk 17 glukosida (mengandung
rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon.
^
^
ANALISIS UJI TOKSISITAS KRONIS
- x
Pemberian ekstrak kayu secang dosis 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB tidak
memberikan efek toksik terhadap berat relatif organ, histopatologis hati meliputi
persentase sel hepatosit normal, persentase nekrosis sel hepatosit, lebar sinusoid,
luas vena sentralis, dan luas fibrosis.
^
- x
^
Berdasarkan penelitian Contini et al. (2018), tikus jantan dan tikus betina
menunjukkan perbedaan respon, tikus betina menunjukkan respon yang lebih sensitif
karena dipengaruhi oleh siklus estrus tikus terutama oleh hormon esterogen pada
saat fase proestrus dan estrus.
Mencermati hal tersebut, maka uji toksisitas kronis secang penting untuk dilakukan
supaya penggunaan secang sebagai obat herbal teruji keamanannya. Penelitian ini
akan dilakukan terhadap tikus galur wistar (Rattus norvegicus) jantan dan betina
selama satu tahun. Untuk melihat pengaruh hasil uji, dilakukan pengamatan terhadap
berbagai parameter struktur histologis dan kadar enzim fisiologis hati tikus.
^
- x
^
KESIMPULAN
1. Pemberian ekstrak kayu secang dosis 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB tidak
memberikan efek toksik terhadap berat relatif organ, histopatologis hati meliputi
persentase sel hepatosit normal.
2. Pemberian ekstrak kayu secang dosis 100 mg/kg BB hingga 600 mg/kg BB
tidak memberikan efek toksik terhadap fungsi hati yang meliputi kadar ALP,
GGT, dan ALT.