BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Non Destructive Testing (NDT)
Uji tak rusak (Non destructive testing) adalah proses aktivitas inspeksi
terhadap suatu benda atau material untuk mengetahui adanya cacat, retak, atau
discontinuity lain pada permukaan benda atau material. Non Destructive Test
memenuhi syarat untuk dapat mendeteksi diskontinuitas dan cacat pada benda tanpa
merusak serta tidak merubah sifat fisik maupun kimianya. Pada dasarnya, tes ini
dilakukan untuk menjamin bahwa material yang digunakan masih aman dan belum
melewati damage tolerance (toleransi kerusakan). Material pesawat diusahakan
semaksimal mungkin tidak mengalami kegagalan (failure), Uji tak rusak ini dijadikan
sebagai bagian dari kendali mutu komponen untuk produksi ataupun untuk perawatan
pesawat. Terdapat beberapa metode dasar uji tak rusak (Non destructive testing) yang
bertujuan untuk mendeteksi diskontinuitas dan cacat pada material, yang umum
digunakan di industri ataupun perawatan pesawat yaitu:
5
b. Dapat menemukan kegagalan parsial sebelum melampaui damage tolerance. Dengan
kata lain, ketika inspeksi selesai dilakukan maka material tersebut masih dapat
digunakan kembali apabila masih dalam batas standar yang dilakukan dalam industri
yang mengacu kepada standar nasional maupun standar internasional
c. Untuk
meyakinkan kehandalan produk material, mencegah terjadinya kecelakaan,
memberi keuntungan bagi pengguna, membantu dan meyakinkan kesiapan operasi
dalam merancang produk agar lebih baik.
2.1.2 Aplikasi Non Destructive Testing
Uji tak rusak (Non Destructive Testing) digunakan dalam berbagai kegiatan yang
meliputi berbagai kegiatan industri: Penerbangan, Turbin gas mesin, peroketan,
kontruksi, struktur, otomotif, jembatan, pertambangan, kereta api inspeksi rel dan
roda, pemeliharaan, dan perbaikan.
Metode minyak dan kapur memakai minyak lumas hitam yang diencerkan
dengan minyak tanah, diikuti dengan aplikasi bubuk kapur di atasnya yang akan
menyerap minyak dari dalam retak sehingga dapat diketahui lokasinya. Pada tahun
1940an, zat pewarna merah dan fluorescent dicampurkan ke dalam oli yang
digunakan untuk pemeriksaan. Berikut adalah tahapan metoda pengujian minyak dan
kapur. Pengalaman mengajarkan pentingnya mempertimbangkan suhu dan waktu
celup. Hal tersebut memicu diterapkannya penggunaan instruksi tertulis agar hasil
pengujian menjadi standard dan seragam. Pemakaian prosedur tertulis diharapkan
menjadikan pemeriksaan penetrant akan memberikan hasil dengan standard tinggi
jika dikerjakan oleh teknisi yang terlatih.
6
2.2.2 Liquid penetrant testing
Liquid Penetrant Testing merupakan salah satu metode pengujian tidak merusak
(Non Destructive Test) pada suatu material, pengujian penetrant ini dapat digunakan
untuk mendeteksi kerusakan atau diskontinuitas yang terbuka pada permukaan.
Penggunaan uji penetrant sangat luas, selain untuk memeriksa sambungan las dan
surface pada benda kerja, metode uji penetrant ini juga bisa untuk mendeteksi retak
yang terjadi pada komponen pesawat seperti part mesin (crank shaft, gear), Part
aircraft, landing gear, dan pada aircraft support assembly.
Metode penetrant ini menggunakan cairan penetrant yang berdaya resap tinggi,
berupa cairan warna merah atau hijau fluorescent (bersinar jika terkena cahaya
dapat
ultraviolet), cairan berwarna terang ini bertujuan untuk mengetahui keretakan atau
keruksakan pada material solid baik logam maupun non-logam.
Ada dua tipe metode Penetrant Testing ini yaitu :
A. Tipe I. Menggunakan Fluorescent dye penetrant.
Liquid penetrant jenis ini adalah liquid penetrant yang dapat berkilau bila
dilihat dibawah cahaya ultraviolet di ruang gelap.. Pemilihan penggunaan sensitivitas
penetrant bergantung pada kekritisan inspeksi, kondisi permukaan yang diselidiki,
jenis proses (system) dan tingkat sensitivitas yang diinginkan.
B. Tipe II. Menggunakan Visible dye penetrant.
Pada umumnya visible penetrant berwarna merah. Hal ini ditunjukan pada
tanda-tanda keretakan yang kontras terhadap latar belakang warna developernya.
Proses ini tidak membutuhkan cahaya ultraviolet, tetapi membutuhkan cahaya putih
yang cukup memadai untuk pengamatan. Sensitivitas penetrant jenis ini tidak
setinggi jenis fluorescent, tetapi cukup memadai untuk berbagai pengetesan di bidang
Industri.
Pada setiap tipe pemeriksaan masing-masing terbagi dalam tiga bagian yaitu :
1. Tipe I metode A (Water Washable Fluorescent)
Penetrant jenis ini mengandung zat emulsi, jadi prosesnya cepat dan efisien
karena mudah di bilas dengan air, tetapi pembilasan harus dilaksanakan dengan
hati-hati karena penetrant dapat terbilas habis dari retak. Derajat dan kecepatan
pembilasan untuk proses ini bergantug pada karakteristik dari spray-nozzle, tekanan
7
dan temperature air selama pembilasan, kondisi permukaan benda kerja dan
karakteristik penetrant itu sendiri.
2. Tipe 2 metode B (Post Emulsifiable Fluorescent)
Teknik ini digunakan untuk meriksa retak-retak yang sangat kecil, karena
memiliki
kemampuan penetrant yang bagus dan tidak larut dalam air,
sehingga penetrant yang digunakan adalah yang tidak mudah di bilas dengan air
(not water-washable). Penetrant jenis ini membutuhkan langkah tambahan pada
saat pemeriksaan, yaitu proses pencelupan emulsifiable yang mengakibatkan
penetrant dapat dengan mudah di bilas dengan air. Oleh karena itu, waktu lamanya
emulsifiable
dibiarkan pada permukaan benda kerja harus dibatasi, agar penetrant
yang berada di dalam retakan tidak menjadi water-washable sehingga penetrant
yang ada di retakan tidak ikut terbasuh.
3. Tipe I metode C (Solvent Removable Fluorescent)
Penetrant jenis ini berupa penetrant yang tidak mengandung zat pengemulsi,
pada saat pemeriksaan menggunakan pembersih pelarut secara khusus, yang dapat
dicapai dengan cara mengelap permukaan benda kerja dari penetrantdengan kain
lap yang dibasahi dengan pelarut sampai lembab, pelarut tidak boleh berlebihan.
Proses seperti ini merupakan proses liquid penetrant Inspection yang paling sensitif
bila dilakukan dengan cara yang benar. Solvent yang digunakan pada saat
pemeriksaan penetrant tersebut berbeda dengan saat pembersihan awal
(pembersihan komponen)
4. Tipe II metode A (Water Washable Visible)
Seperti yang terdapat pada sub bab 2.2.2 paragraf 5
5. Tipe II metode B (Post Emulsifier Visible)
Seperti yang terdapat pada sub bab 2.2.2 paragraf 6
6. Tipe II metode C (Solvent Removable Visible)
Seperti yang terdapat pada sub bab 2.2.2 paragraf 7
Dari keterangan diatas perlu diketahui bahwa masing-masing metode
menggunakan bahan-bahan penetrant tertentu yang harus mengikuti konsep
keluarga (family concept) yaitu pada proses penggunaan cairan penetrant, remover
dan developer harus satu produk atau pabrik.
8
Penetrant fluorescent maupun visible dapat diaplikasikan dengan salah satu dari
cara berikut:
a. Penyemprotan, biasanya menggunakan alat penyemprot bertekanan rendah atau dari
kaleng
semprot bertekanan.
b. Kuas atau kain, biasanya diaplikasikan dengan kain lap, kapas, atau kuas, apabila
menguji sebagian kecil/lokasi dari suatu benda.
c. Pencelupan, benda uji dibenamkan ke dalam tangki penetrant, lalu diangkat dan
ditiriskan.
d. Penuangan, penetrant dituangkan di atas permukaan benda dan setelah itu ditiriskan.
2.2.2.1 Material Liquid penetrant test
Material liquid penetrant testing untuk memperoleh hasil terbaik dapat
menggunakan kombinasi di bawah ini diantaranya sebagai berikut:
1. Penetrant, memliki kapilaritas yang tinggi dan viskositas yang rendah, penggunaan
material penetrant ini tergantung dari tipe liquid penetrant test (seperti yang
terdapat pada sub bab 2.2.2) dan persyaratan yang telah ditentukan.
2. Remover/ Solvent, untuk digunakan bersama dengan jenis penetrant khusus.
Remover tertentu dijual dalam jumlah besar atau dalam kaleng semprot bertekanan.
3. Developer, serbuk penyerap, berwarna putih yang dipakai bersama dengan liquid
penetrant test type fluorescent maupun visible. Fungsinya adalah untuk menarik
penetrant dari dalam diskontinuitas sehingga tampak di permukaan. Adapun jenis
developer yaitu developer kering, developer basah, dan nonaqueous wet developer.
Material untuk pengujian penetrant dapat dipakai dalam berbagai kombinasi.
Kebanyakan material tersedia dalam kaleng bertekanan atau cairan berkuantitas
besar. Diagram alir (seperti yang terdapat pada Gambar II.1) memperlihatkan
kombinasi material penetrant yang berbeda. Namun demikian perlu diperhatikan
agar se lalu mengikuti spesifikasi pabrik pembuat atau prosedur perusahaan.
9
10
11
Gambar II.3: Paket penetrant visible
Paket penetrant fluorescent (seperti yang terdapat pada Gambar II.4) terdiri dari:
• Kaleng berisi solvent pembersih.
• Kaleng
berisi penetrant fluorescent.
• Kaleng
berisi nonaqueous wet developer.
• Kain lap dan kuas.
• Lampu ultraviolet dan trafonya.
• Tudung kain hitam untuk melakukan
pemeriksaan.
12
dengan mencelupkan, penyemprotan atau dioleskan setelah waktu penetrasi yang
cukup. .
13
1. Proses pembersihan pada Liquid Penetrant Test,
Pembersihan permukaan sangat penting dalam liquid penetrant test karena dua
alasan yaitu jika spesimen tidak bersih secara fisika dan kimia, pengujian penetrant
menjadi tidak efektif dan Jika semua bekas material penetrant tidak dibersihkan
setelah pengujian, maka akan merusak spesimen setelah benda tersebut terpasang
(klorin dan sulfur dapat merusak beberapa jenis paduan). Adapun jenis pembersihan
permukaan pada liquid Penetrant Test yaitu Pembersihan dengan deterjen,
pembersihan dengan uap solvent, pembersihan dengan uap air, pembersihan dengan
solvent, penghilang karat dan kerak permukaan, penghilang cat, etsa, pembersihan
ultrasonic, pembersihan secara mekanis.
Pemilihan proses pembersihan ditentukan oleh faktor berikut.
e. Kemampuan untuk dibersihkan dengan mudah. Ada dua jenis zat pewarna yang
digunakan dalam liquid penetrant test yaitu fluorescent dan visible (seperti yang
terdapat pada paragraf 2.2.2)
3. Proses Pengeringan
14
Pengeringan pada Liquid Penetrant Test menggunakan tempat pengeringan berupa
oven, suhunya tidak boleh melebihi 71 C karena akan menguapkan penetrant yang
terdapat dalam retakan benda uji.
4. Proses aplikasi developer
Beberapa indikasi bisa saja nampak sebelum developer diaplikasikan, namun pada
tahap ini akan memastikan bahwa semua diskontinuitas akan tampak secara visual.
Proses developing dilakukan dengan mengaplikasikan serbuk berdaya serap tinggi ke
permukaan benda uji setelah sisa penetrant dibersihkan. Penetrant akan tertarik keluar
dari diskontinuitas akibat gaya kapiler yang kuat dari serbuk developer. Adapun jenis
developer yaitu developer kering, developer basah, dan nonaqueous wet developer.
5. Proses pemeriksaan
a. Jika dipakai fluorescent dye penetrant maka diperlukan ruangan gelap dan lampu
ultraviolet dengan intensitas yang memadai.
b. Jika dipakai visible dye penetrant, diperlukan penerangan dengan cahaya biasa.
Pada tahap pemeriksaan harus mengacu pada standard tertentu yang digunakan pada
liquid penetrant test..
6. Proses evaluasi
Pada tahap evaluasi ini dilakukan setelah pengujian yang mendapatkan hasil
indikasi celah retak pada komponen uji yang akan di evaluasi tentang diterima atau
tidaknya komponen tersebut, pada kriteria penerimaan ini mengacu pada standard
tertentu yang digunakan pada tahapan proses liquid penetrant test.
Batasan dari metode Liquid Penetrant Test antara lain adalah bahwa metode ini
hanya bisa diterapkan pada permukaan terbuka. Metode ini tidak dapat diterapkan
pada komponen dengan permukaan kasar, berpelapis, atau berpori.
15
2.2.6 Keselamatan Kerja
Pada umumnya material yang dipakai dalam pemeriksaan penetrant mudah
terbakar dan dapat menyebabkan iritasi kulit.
1. RADIASI SINAR ULTRAVIOLET, spektrum sinar ultraviolet yang dihasilkan
oleh lampu mercury dapat mengakibatkan kulit terbakar dan melukai mata. Namun
demikian jika filter lampu digunakan dengan benar, sinar yang merugikan dapat
disaring. Personil yang menggunakan lampu ultraviolet untuk melakukan pengujian
dengan penetrant berwarna hijau-kuning sebaiknya memakai kaca mata pelindung
warna kuning untuk menghalangi masuknya cahaya ultraviolet ke dalam mata.
2. KEBAKARAN, kebanyakan material penetrant mudah terbakar. Peraturan OSHA
mensyaratkan bahwa material penetrant yang digunakan dalam tangki terbuka
memiliki titik nyala lebih dari 93°C. Makin tinggi titik nyala suatu material, makin
rendah bahaya kebakaran yang ditimbulkannya.
3. IRITASI KULIT, iritasi kulit dapat dihindari dengan mencegah kontak yang tidak
perlu dan dengan pemakaian sarung tangan, baju pelindung, dan krim pelindung
tangan.
4. POLUSI UDARA, serbuk developer tidak beracun, namun menghirupnya secara
berlebihan harus dihindari. Kipas penghisap udara sebaiknya dipasang pada daerah
tertutup dimana terdapat serbuk developer atau uap penetrant.
5. PEMBUANGAN MATERIAL PENETRANT, Buangan penetrant harus
dikumpulkan dan diolah. Hal ini bisa sangat mahal; cara terbaik untuk menghemat
biaya yaitu dengan mengendalikan jumlah material penetrant yang dipakai.
16