Aksi struktural dan dinamis pada pelat menghasilkan struktur yang lebih
ringan, dan karenanya memberikan banyak keuntungan. Pelat dipakai pada
struktur arsitektur, jembatan, struktur hidrolik, perkerasan jalan, pesawat terbang,
kapal, dan lain sebagainya.
Pelat secara umum berdasarkan aksi strukturnya, dibedakan menjadi
empat katagori utama (Szilard, 1974), yaitu:
1) Pelat kaku
Merupakan pelat tipis yang memiliki ketegaran lentur (flexural rigidity), dan
memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama dengan momen dalam
(lentur dan puntir) dan gaya geser tranversal, yang umumnya sama
dengan balok.
tp tp
b1 ln b2 b1 ln b2
L L
Kasus Monolit (b ≤ 2.tp) dan Kasus Monolit (b > 2.tp) dan
Tidak Monolit (b ≤ tp) Tidak Monolit (b > tp)
Tabel 1.1. Tebal minimum balok non pratekan atau pelat satu arah bila
lendutan tidak dihitung
SNI 03-2847-2002:
SNI 2847:2013:
SNI 2847:2013:
SNI 2847:2013:
Pelat tanpa penebalan : 125 mm
Pelat dengan penebalan : 100 mm
b) Untuk αm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0 (0,2 < αm ≤ 2,0):
SNI 03-2847-2002:
fy
ln 0,8
1500
h , namun tidak boleh kurang dari 120 mm.
36 5 β α m 0,2
SNI 2847:2013:
fy
ln 0,8
1400
h , namun tidak boleh kurang dari 125 mm.
36 5 β α m 0,2
Contoh Soal:
Sebuah pelat lantai suatu bangunan mempunyai ukuran 4,00x5,00 m,
keempat sisi pelat tersebut menumpu pada balok yang berukuran 20/40, mutu
baja yang digunakan adalah fy=240 MPa.
Hitunglah tebal pelat lantai tersebut menurut peraturan SNI 03-2847-2002.
Penyelesaian:
Data:
Lx = 4000 mm
Ly = 5000 mm
Lebar balok kiri : b1 = 200 mm
Lebar balok kanan : b2 = 200 mm
Mutu Baja: fy = 240 MPa
20/40
20/40
Ly = 5000 mm
Bentang Bersih:
Asumsi: pelat monolit dengan b < 2.tp
lnx = Lx – 1/2.b1 – 1/2.b2
lnx = 4000 – 1/2.(200) – 1/2.(200)
lnx = 3800 mm
f
ln 0,8 y 4800 0,8 240
h 1500
1500
36 9 β 36 9 1,263
h 97,283 mm
Ec b I b
b) Syarat tebal pelat maksimum: α , Is besar maka kecil
Ec s I s
Maka diambil αm = 0,2
f
ln 0,8 y
h 1500
, namun tidak boleh kurang dari 120 mm.
36 5 β α m 0,2
f
ln 0,8 y 4800 0,8 240
h 1500
1500
36 36
h 128 mm
Maka diambil tebal pelat lantai sebesar 130 mm.
Catatan:
Untuk preliminary design tebal pelat lantai dapat digunakan persamaan:
f
ln 0,8 y
h 1500
36
Gambar 1.13. Jarak Spasi Tulangan susut dan suhu Pelat Lantai
B A B A
A A
B B
A B A B
B A B A
Menurut STUVO-FIP:
12-100 12-100
12-200
1/4.lnx 1/4.lnx
10-200
12-100 10-200 12-100
12-200
10-200
lnx
100 200
100
100
100
200
200
200 200
Gambar 1.16. Contoh Cara Gambar-1 Penulangan Pelat Lantai Satu Arah
(Tumpuan Bebas/ Sederhana)
10-200 10-200
12-400
12-200 12-200
10-200
12-400 12-400
12-400
lnx
600 200
100
200
200
200
200 400
200
400
400
Gambar 1.17. Contoh Cara Gambar-2 Penulangan Pelat Lantai Satu Arah
pada daerah tumpuan (Tumpuan Bebas/ Sederhana)
Catatan:
Untuk pelat 1 arah, di daerah lapangan dan tumpuan hanya bekerja
momen lentur satu arah saja sehingga hanya ada tulangan pokok dan
tulangan bagi yang saling bersilangan.
Menurut STUVO-FIP:
250 220
250
220
125
125
220 125
125
250 250
Gambar 1.22. Contoh Cara Gambar Penulangan Pelat Lantai Dua Arah
(Tumpuan Bebas/ Sederhana)
10-200
12-100
12-100 12-100
12-100
12-200
Gambar 1.23. Contoh Cara Gambar Penulangan Pelat Lantai Dua Arah
(Tumpuan Terjepit Elastis)
Catatan:
Untuk pelat 2 arah, di daerah lapangan bekerja momen lentur dua arah
sehingga hanya ada tulangan pokok saja (baik arah l x maupun arah ly) yang
saling bersilangan, dan pada pelat di daerah tumpuan hanya bekerja
momen lentur satu arah saja sehingga hanya ada tulangan pokok dan
tulangan bagi. Dan pada daerah sudut terdapat tulangan puntir yang
bersilangan/ diagonal pada kedua arah.
Catatan:
lny < lnx
Gambar 1.28. Ringkasan Syarat Penulangan pada Pelat Lantai Dua Arah
Gambar 1.45. Keruntuhan Geser Pons pada Pelat Lantai dan Antisipasinya