Anda di halaman 1dari 43

MODUL - 1

KONSEP UMUM PELAT LANTAI

1.1 Pengantar Pelat Lantai


Pelat merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus, (datar atau
melengkung) yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding dengan dimensi yang lain.
Pelat lantai atau slab merupakan elemen bidang tipis yang memikul beban
transversal melalui aksi lentur ke masing-masing tumpuan dari pelat.
Ditinjau dari segi statika, kondisi tepi (boundary condition) pelat bisa bebas
(free), terjepit elastis, dan terjepit penuh (lihat Gambar 1.1). Pelat yang dicor
pada dinding atau batu kali harus dianggap tertumpu bebas, dan pelat yang dicor
monolit dengan kolom atau balok umumnya diasumsikan terjepit penuh atau
terjepit elastis, tergantung seberapa kaku kolom atau balok mampu “memegang”
pelat.

Gambar 1.1. Kondisi Tumpuan Pelat Lantai

Aksi struktural dan dinamis pada pelat menghasilkan struktur yang lebih
ringan, dan karenanya memberikan banyak keuntungan. Pelat dipakai pada
struktur arsitektur, jembatan, struktur hidrolik, perkerasan jalan, pesawat terbang,
kapal, dan lain sebagainya.
Pelat secara umum berdasarkan aksi strukturnya, dibedakan menjadi
empat katagori utama (Szilard, 1974), yaitu:
1) Pelat kaku
Merupakan pelat tipis yang memiliki ketegaran lentur (flexural rigidity), dan
memikul beban dengan aksi dua dimensi, terutama dengan momen dalam
(lentur dan puntir) dan gaya geser tranversal, yang umumnya sama
dengan balok.

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 1


2) Membran
Merupakan pelat tipis tanpa ketegaran lentur dan memikul beban lateral
dengan gaya geser aksial dan gaya geser terpusat. Aksi pemikul beban
seperti ini bisa didekati dengan jaringan kabel yang tegang karena
ketebalannya yang sangat tipis membuat gaya tahan momennya dapat
diabaikan.
3) Pelat Fleksibel
Merupakan gabungan dari pelat kaku dan membran dan memikul beban
luar dengan gabungan aksi momen dalam, gaya geser tranversal dan gaya
geser pusat, serta gaya aksial. Pelat seperti ini sering dipakai dalam
industri ruang angkasa karena perbandingan berat dengan bebannya
menguntungkan.
4) Pelat Tebal
Merupakan pelat yang kondisi tegangan dalamnya menyerupai kondisi
kontinu tiga dimensi.

1.2 Sistem Pelat Satu Arah (One Way Slab)


Pada bangunan-bangunan beton bertulang, suatu jenis lantai yang umum
adalah tipe konstruksi pelat balok-balok induk (gelagar). Seperti terlihat pada
Gambar 1.2 permukaan pelat yang diarsir dibatasi oleh dua balok (B) yang
bersebelahan pada sisi dan dua gelagar (G) pada kedua ujung. Jika
perbandingan dari bentang terpanjang (Ly) terhadap bentang terpendek (Lx) lebih
dari dua (Ly/Lx > 2), maka hampir semua beban lantai menuju balok-balok (B) dan
hanya sebagian kecil yang akan menyalur secara langsung ke gelagar (G).
Kondisi pelat lantai ini dapat direncanakan sebagai pelat satu arah dengan
tulangan utama sejajar dengan gelagar atau sisi pendek pelat, dan tulangan
susut dan suhu sejajar dengan balok-balok atau sisi panjang pelat. Permukaan
yang melendut dari sistem pelat satu arah mempunyai kelengkungan tunggal.
Sistem pelat satu arah bisa terjadi pada pelat tunggal maupun pelat menerus,
asalkan persyaratan perbandingan panjang bentang kedua sisi pelat terpenuhi.
Pada perencanaan sistem pelat seperti ini, pelat lantai biasanya direncanakan
terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan perencanaan balok anak (kalau ada) dan
kemudian balok induk.

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 2


Gambar 1.2. Sistem Pelat Satu Arah

1.3 Sistem Pelat Dua Arah (Two Way Slab)


Sistem pelat dua arah dapat juga terjadi pada pelat bentang tunggal
maupun bentang menerus asal persyaratannya terpenuhi. Persyaratan jenis
pelat lantai dua arah menurut SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3.2 adalah jika
perbandingan dari bentang terpanjang (Ly) terhadap bentang terpendek (Lx)
kurang dari sama dengan dua (1,0 ≤ Ly/Lx ≤ 2), lihat Gambar 1.3. Beban pelat
lantai pada jenis pelat ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok
pendukung (B), akibatnya tulangan utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi
pelat. Permukaan lendutan pelat mempunyai kelengkungan ganda.

Gambar 1.3. Sistem Pelat Dua Arah

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 3


Jenis sistem pelat dua arah secara umum ada empat macam yang dikenal,
yaitu:
1. Pelat Lantai dengan Balok-Balok (Two Way Beam and Slab)
Merupakan pelat lantai dua arah dengan adanya balok-balok sepanjang
garis kolom dalam maupun kolom luar (lihat Gambar 1.4).

Gambar 1.4. Sistem Pelat Lantai dengan Balok-Balok


(Two Way Beam and Slab)

2. Pelat Lantai Datar (Flat Plate)


Merupakan pelat lantai tanpa adanya balok-balok pada sepanjang garis
kolom dalam namun balok-balok tepi luar lantai boleh jadi ada atau tidak
ada (lihat Gambar 1.5).

Gambar 1.5. Sistem Pelat Lantai Datar (Flat Plate)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 4


3. Pelat Lantai Cendawan (Flat Slab)
Merupakan pelat lantai yang mempunyai kekuatan geser yang cukup
dengan adanya salah satu atau kedua hal berikut (lihat Gambar 1.6 dan 1.7):
 Drop panel (pertambahan tebal pelat didalam daerah kolom ); atau
 Kepala kolom (colom capital) yaitu pelebaran yang mengecil dari ujung
kolom atas.

Gambar 1.6. Sistem Pelat Lantai Cendawan (Flat Slab)

4. Sistem Lantai Grid (Waffle Slab)


Sistem lantai Grid (Waffle Slab) mempunyai balok-balok yang saling
bersilangan dengan jarak yang relatif rapat, dengan pelat atas yang tipis.

Gambar 1.7. Sistem Pelat Lantai Cendawan (Waffle Slab)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 5


Gambar 1.8. Sistem Pelat Dua Arah

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 6


Sebenarnya penggunaan keempat jenis sistem pelat lantai tersebut
adalah sembarang, oleh karena terdapat aksi dua arah didalam keempat jenis di
atas. Menurut tradisi perbedaan terletak pada adanya balok-balok tepi
sepanjang sisi luar dari keseluruhan luas lantai, pada sistem lantai dengan balok,
dan lantai cendawan maupun lantai datar. Dari segi analisis struktur, perbedaan
ada tidaknya balok-balok di antara kolom tidak begitu penting, karena bila balok
dengan suatu ukuran dapat direncanakan berinteraksi dengan pelat, maka
penggunaan balok-balok dengan ukuran setebal pelat lantai hanyalah
merupakan keadaan batas. Contoh sistem pelat lantai dan komponennya pada
suatu bangunan dapat dilihat pada Gambar 1.9 dan 1.10.

Gambar 1.9. Sistem Pelat Lantai Bangunan

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 7


Gambar 1.10. Sistem Pelat dan komponennya pada bangunan

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 8


1.4 Bentang Teoritis dan Bentang Bersih Pelat
Bentang teoritis (L) adalah bentang pelat yang dihitung dari titik berat atau
titik pusat dua tumpuan, baik pada balok maupun kolom. Sedangkan bentang
bersih (ln) adalah bentang suatu pelat yang dihitung dari sisi terluar tumpuan.
Apabila kolom pendukung berpenampang lingkaran, maka kolom dianalogikan
kepada kolom segi empat dengan mengekivalenkan nilai sisi penampang kolom
sebesar 0,886 dari diameter kolom.
Bentang bersih pelat lantai dapat ditentukan dengan persamaan:
 Pelat ditumpu MONOLIT dengan balok di keempat sisinya.
b ≤ 2.tp, maka ln = L – 1/2.b1 – 1/2.b2
b > 2.tp maka ln = L – 100 mm
 Pelat ditumpu TIDAK MONOLIT dengan balok di keempat sisinya.
b ≤ tp, maka ln = L – 1/2.b1 – 1/2.b2
b > tp maka ln = L – tp

tp tp

b1 ln b2 b1 ln b2
L L
Kasus Monolit (b ≤ 2.tp) dan Kasus Monolit (b > 2.tp) dan
Tidak Monolit (b ≤ tp) Tidak Monolit (b > tp)

Gambar 1.11. Bentang Teoritis dan Bentang Bersih Pelat

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 9


1.5 Tebal Minimum Pelat
Tebal minimum suatu pelat lantai dapat ditentukan berdasarkan peraturan
SNI 03-2847-2002, yaitu:
1) Sistem Pelat Satu Arah (One Way Slab)
SNI 03-2847-2002 Pasal 11.5.2.1:
 Tebal minimum yang ditentukan dalam Tabel 1.1 berlaku untuk konstruksi
satu arah yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan partisi atau
konstruksi lain yang mungkin akan rusak akibat lendutan yang besar
kecuali bila perhitungan lendutan menunjukkan bahwa ketebalan yang
lebih kecil dapat digunakan tanpa menimbulkan pengaruh yang
merugikan.

Tabel 1.1. Tebal minimum balok non pratekan atau pelat satu arah bila
lendutan tidak dihitung
SNI 03-2847-2002:

SNI 2847:2013:

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 10


2) Sistem Pelat Dua Arah (Two Way Slab)
SNI 03-2847-2002 Pasal 11.5.3.1:
 Tebal minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-
tumpuannya dan mempunyai rasio bentang panjang terhadap bentang
pendek yang tidak lebih dari dua, harus memenuhi ketentuan Tabel 1.2
dan tidak boleh kurang dari nilai berikut:
a) Pelat tanpa penebalan : 120 mm
b) Pelat dengan penebalan : 100 mm

Tabel 1.2. Tebal minimum pelat tanpa balok interior


SNI 03-2847-2002:

SNI 2847:2013:

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 11


 Tebal pelat minimum dengan balok yang menghubungkan tumpuan pada
semua sisinya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a) Untuk αm yang sama atau lebih kecil dari 0,2 (αm ≤ 0,2):
SNI 03-2847-2002:
 Pelat tanpa penebalan : 120 mm
 Pelat dengan penebalan : 100 mm

SNI 2847:2013:
 Pelat tanpa penebalan : 125 mm
 Pelat dengan penebalan : 100 mm

b) Untuk αm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0 (0,2 < αm ≤ 2,0):
SNI 03-2847-2002:
 fy 
ln   0,8  
 1500 
h , namun tidak boleh kurang dari 120 mm.
36  5  β  α m  0,2
SNI 2847:2013:
 fy 
ln   0,8  
 1400 
h , namun tidak boleh kurang dari 125 mm.
36  5  β  α m  0,2

c) Untuk αm lebih besar dari 2,0 (αm > 2,0):


SNI 03-2847-2002:
 f 
ln   0,8  y 
h  1500 
, namun tidak boleh kurang dari 90 mm.
36  9  β
SNI 2847:2013:
 f 
ln   0,8  y 
h  1400 
, namun tidak boleh kurang dari 90 mm.
36  9  β
d) Pada tepi yang tidak menerus, balok tepi harus mempunyai rasio
kekakuan α tidak kurang dari 0,8 (α > 0,8) atau sebagai alternatif
ketebalan minimum yang ditentukan persamaan point (b) atau point (c)
harus dinaikkan paling tidak 10% pada panel dengan tepi yang tidak
menerus.

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 12


Dimana:
Ec b  I b
α
Ec s  I s
 Ec  I 
α m  Rata  rata  b b 
 Ec s  I s 
Bentang bersih terpanjang ln y
β  , jika lny > lnx
Bentang bersih terpendek ln x

Contoh Soal:
Sebuah pelat lantai suatu bangunan mempunyai ukuran 4,00x5,00 m,
keempat sisi pelat tersebut menumpu pada balok yang berukuran 20/40, mutu
baja yang digunakan adalah fy=240 MPa.
Hitunglah tebal pelat lantai tersebut menurut peraturan SNI 03-2847-2002.
Penyelesaian:

 Data:
Lx = 4000 mm
Ly = 5000 mm
Lebar balok kiri : b1 = 200 mm
Lebar balok kanan : b2 = 200 mm
Mutu Baja: fy = 240 MPa

20/40

20/40 20/40 Lx = 4000 mm

20/40

Ly = 5000 mm

 Bentang Bersih:
Asumsi: pelat monolit dengan b < 2.tp
lnx = Lx – 1/2.b1 – 1/2.b2
lnx = 4000 – 1/2.(200) – 1/2.(200)
lnx = 3800 mm

lny = Ly – 1/2.b1 – 1/2.b2


lny = 5000 – 1/2.(200) – 1/2.(200)
lny = 4800 mm (yang menentukan)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 13


 Nilai 
ln y
β
ln x
4800
β  1,263  2,0 - - - pelat dua arah
3800

 Tebal pelat lantai minimum:


Ec b  I b
a) Syarat tebal pelat minimum: α  , Is kecil maka  besar
Ec s  I s
Maka diambil αm > 2,0
 f 
ln   0,8  y 
h  1500 
, namun tidak boleh kurang dari 90 mm.
36  9  β

 f 
ln   0,8  y  4800   0,8  240 
h  1500 
  1500 
36  9  β 36  9  1,263
h  97,283 mm

Ec b  I b
b) Syarat tebal pelat maksimum: α  , Is besar maka  kecil
Ec s  I s
Maka diambil αm = 0,2
 f 
ln   0,8  y 
h  1500 
, namun tidak boleh kurang dari 120 mm.
36  5  β  α m  0,2

 f 
ln   0,8  y  4800   0,8  240 
h  1500 
  1500 
36 36

h  128 mm
Maka diambil tebal pelat lantai sebesar 130 mm.

Catatan:
Untuk preliminary design tebal pelat lantai dapat digunakan persamaan:
 f 
ln   0,8  y 
h  1500 
36

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 14


1.6 Jarak Spasi Tulangan Pelat
Dalam mendesain tulangan suatu elemen struktur perencana akan
dihadapkan dengan kondisi: apabila tulangannya banyak, maka jarak antar
tulangan menjadi sangat rapat, sebaliknya jika sedikit, maka jaraknya menjadi
renggang. Sebenarnya SNI 03-2847-2002 sudah memberikan batasan jarak atau
spasi antar tulangan baik itu untuk balok, kolom, pelat, maupun dinding.
Jarak spasi tulangan utama menurut SNI-2847-2002 pasal 9.6:
1) Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang sama tidak boleh
kurang dari db ataupun 25 mm.
2) Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan
pada lapis atas harus diletakkan tepat di atas tulangan di bawahnya dengan
spasi bersih antar lapisan tidak boleh kurang dari 25 mm.
3) Pada dinding dan pelat lantai yang bukan berupa konstruksi pelat rusuk,
tulangan lentur utama harus berjarak tidak lebih dari tiga kali tebal dinding
atau pelat lantai (S ≤ 3.h), ataupun 500 mm.

Gambar 1.12. Jarak Spasi Tulangan Utama Pelat Lantai

Jarak spasi tulangan susut dan suhu menurut SNI-2847-2002 pasal


9.12.2.2:
1) Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari lima
kali tebal pelat, atau 450 mm.

Gambar 1.13. Jarak Spasi Tulangan susut dan suhu Pelat Lantai

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 15


1.7 Sistem Penulangan Pelat
Setelah dilakukan perhitungan desain penulangan suatu pelat lantai maka
hasil desainnya akan dituangkan dalam bentuk gambar kerja agar memudahkan
pelaksana untuk melaksanakan pekerjaan dilapangan. Tulangan pada pelat
lantai terdiri dari tulangan utama dan tulangan pembagi/ susut seperti pada
Gambar 1.14.

Gambar 1.14. Sistem Penulangan Pelat Lantai

a) Simbol/ Notasi Gambar Penulangan Pelat Lantai

 Simbol yang menunjukkan persilangan pada tulangan atas


(momen negatif)
A = tulangan atas yang dipasang di lapisan luar
B = tulangan atas yang dipasang di bawah tulangan A (lapisan dalam)

B A B A

A A
B B

 Simbol yang menunjukkan persilangan pada tulangan bawah


(momen positif)
A = tulangan bawah yang dipasang di lapisan luar
B = tulangan bawah yang dipasang di atas tulangan A (lapisan dalam)

A B A B

B A B A

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 16


b) Syarat Penulangan Pelat Lantai Satu Arah (Tumpuan Bebas/ Sederhana)
Menurut ACI Detailing Manual:

Menurut STUVO-FIP:

Gambar 1.15. Syarat Penulangan Pelat Lantai Satu Arah


(Tumpuan Bebas/ Sederhana)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 17


c) Contoh Gambar Penulangan Pelat Lantai Satu Arah (tumpuan bebas/
sederhana)
Cara gambar-1:

10-200 10-200 10-200

12-100 12-100

12-200

1/4.lnx 1/4.lnx

10-200
12-100 10-200 12-100

12-200
10-200

lnx

100 200
100
100
100

200

200
200 200

Gambar 1.16. Contoh Cara Gambar-1 Penulangan Pelat Lantai Satu Arah
(Tumpuan Bebas/ Sederhana)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 18


Cara gambar-2:

10-200 10-200

12-400
12-200 12-200

10-200
12-400 12-400

12-400

0.3.lnx atau ≥ 250 mm 0.3.lnx atau ≥ 250 mm

12-100 10-200 12-100 10-200

1/4.lnx 12-200 10-200 1/4.lnx

lnx

600 200

100

200
200
200
200 400
200
400

400

Gambar 1.17. Contoh Cara Gambar-2 Penulangan Pelat Lantai Satu Arah
pada daerah tumpuan (Tumpuan Bebas/ Sederhana)

Catatan:
Untuk pelat 1 arah, di daerah lapangan dan tumpuan hanya bekerja
momen lentur satu arah saja sehingga hanya ada tulangan pokok dan
tulangan bagi yang saling bersilangan.

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 19


d) Syarat Penulangan Pelat Lantai Satu Arah (Tumpuan Terjepit Elastis)
Menurut ACI Detailing Manual:

Menurut STUVO-FIP:

Gambar 1.18. Syarat Penulangan Pelat Lantai Satu Arah


(Tumpuan Terjepit Elastis)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 20


e) Contoh Gambar Penulangan Pelat Lantai Satu Arah (Tumpuan Terjepit
Elastis)

250 220
250

220

125
125
220 125
125
250 250

Gambar 1.19. Contoh Gambar Penulangan Pelat Lantai Satu Arah


(Tumpuan Terjepit Elastis)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 21


f) Syarat Penulangan Pelat Dua Arah (Tumpuan Bebas/ Sederhana)
Denah Tulangan Bawah:

Denah Tulangan Atas:

Gambar 1.20. Syarat Penulangan Pelat Lantai Dua Arah


(Tumpuan Bebas/ Sederhana)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 22


g) Contoh Gambar Penulangan Pelat Lantai Dua Arah (Tumpuan Bebas/
Sederhana)

Gambar 1.22. Contoh Cara Gambar Penulangan Pelat Lantai Dua Arah
(Tumpuan Bebas/ Sederhana)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 23


h) Syarat Penulangan Pelat Dua Arah (Tumpuan Terjepit Elastis)

Gambar 1.21. Syarat Penulangan Pelat Lantai Dua Arah


(Tumpuan Terjepit Elastis)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 24


i) Contoh Gambar Penulangan Pelat Lantai Dua Arah (Tumpuan Terjepit
Elastis)

10-200

12-100

12-100 12-100

12-100

12-200

10-200 12-100 10-200

Gambar 1.23. Contoh Cara Gambar Penulangan Pelat Lantai Dua Arah
(Tumpuan Terjepit Elastis)

Catatan:
Untuk pelat 2 arah, di daerah lapangan bekerja momen lentur dua arah
sehingga hanya ada tulangan pokok saja (baik arah l x maupun arah ly) yang
saling bersilangan, dan pada pelat di daerah tumpuan hanya bekerja
momen lentur satu arah saja sehingga hanya ada tulangan pokok dan
tulangan bagi. Dan pada daerah sudut terdapat tulangan puntir yang
bersilangan/ diagonal pada kedua arah.

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 25


Tulangan Puntir pada pelat lantai

Gambar 1.24. Tulangan Puntir pada Pelat Lantai Dua Arah

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 26


Gambar 1.25. Lokasi Tulangan Puntir pada Pelat Lantai Dua Arah

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 27


Gambar 1.26. Contoh Tulangan Puntir pada Pelat Lantai Dua Arah

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 28


Gambar 1.27. Contoh Tulangan Puntir pada Sudut Pelat Lantai Dua Arah

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 29


Ringkasan:
Syarat Penulangan Pelat Dua Arah (Tumpuan Bebas/ Sederhana)

Syarat Penulangan Pelat Dua Arah (Tumpuan Terjepit Elastis)

Catatan:
 lny < lnx

Gambar 1.28. Ringkasan Syarat Penulangan pada Pelat Lantai Dua Arah

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 30


Gambar 1.29. Contoh Sistem Penulangan Pelat Lantai Dua Arah

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 31


Gambar 1.30. Gambar Penulangan Pelat Lantai di Proyek

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 32


Gambar 1.31. Tulangan Tumpuan dengan Dudukan Tulangan (Rebar Chairs)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 33


Gambar 1.32. Tulangan Tumpuan pada daerah overstek
dengan Dudukan Tulangan (Rebar Chairs)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 34


Gambar 1.33. Contoh Pembuatan Sistem Pelat Lantai Cendawan
dengan drop panel (Waffle Slab)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 35


Gambar 1.34. Bentuk penulangan pada Pembuatan Sistem Pelat
Lantai Cendawan (Waffle Slab)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 36


Gambar 1.35. Contoh Pembuatan Sistem Pelat Lantai Cendawan
(Waffle Slab) pada suatu gedung

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 37


1.8 Kontinuitas Pada Struktur Beton Bertulang
Dalam pelaksanaannya, struktur beton bertulang di cor secara bertahap.
Urutannya biasanya dimulai dari pengecoran kolom sampai elevasi permukaan
bawah pelat lantai berikutnya. Setelah beton kolom mengalami setting, pelat
lantai yang akan ditumpu oleh kolom tersebut dicor.
Pengecoran pelat lantai biasanya dilakukan sekaligus (secara monolit)
dengan pengecoran balok sehingga menghasilkan struktur lantai dan balok yang
menerus (lihat Gambar 1.36). Pemisahan antara pengecoran pelat/balok dan
kolom dilakukan agar tidak terjadi gap antara balok dan kolom yang dapat
diakibatkan oleh adanya setlemen pada beton kolom yang belum mengeras
(masih dalam kondisi plastis). Akibat pemisahan pengecoran ini biasanya
terbentuk sambungan konstruksi (construction joints) di bagian ujung atas dan
bawah kolom.

Gambar 1.36. Pelaksanaan Pengecoran Pelat Lantai

1.9 Analisis Gaya Dalam pada Pelat dan Balok Menerus


Pelat dan balok menerus merupakan suatu struktur yang bersifat statis tak
tentu. Beberapa cara yang biasanya digunakan untuk menghitung gaya-gaya
dalam pada struktur seperti ini adalah:
1. Analisis Elastis (misalnya Metoda Slope Deflection, Distribusi Momen,
TCMD, atau Matriks-Perpindahan)
2. Analisis Plastis
3. Analisis Pendekatan (seperti koefisien momen SK-SNI T-15 1991, dan lain-
lain).

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 38


1.10 Permasalahan pada Pelat Lantai
Permasalahan yang sering terjadi pada pelat lantai adalah:
1) Pelat Beton mengalami Retak
a) Retak Susut Plastis (Plastic Shrinkage Crack)
Retak susut plastis terjadi pada saat beton masih dalam keadaan plastis
sampai waktu final setting terjadi, dan mempunyai ciri:
 berpola sejajar dengan jarak yang hampir sama atau tidak beraturan
 umumnya hanya terdapat pada bagian tengah modul plat beton dan tidak
mencapai tepi plat.

Gambar 1.37. Retak Susut Plastis

b) Retak Susut Pengeringan (Drying Shrinkage Crack)


Retak susut pengeringan ini terjadi setelah beton mengeras dengan
sempurna dan dalam proses mencapai kekuatan karakteristiknya mengalami
susut sehingga dapat timbul retakan jika tidak dilakukan curing dengan baik
atau tidak terdapat expansion joint yang baik (jarak dan kedalaman yang
cukup). Retakan muncul biasanya dari satu sisi permukaan, menjalar tidak
teratur di permukaan lalu menghilang dan muncul retakan yang
berdampingan di ujung retakan awal.

Gambar 1.38. Retak Susut Pengeringan

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 39


c) Retak Penurunan Plastis (Plastic Settlement Crack)
Retak ini termasuk jenis retak susut plastis yang mempunyai pola
mengikuti lapis tulangan atas. Retak ini disebabkan oleh selimut beton yang
terlalu kecil sehingga ketika susut plastis terjadi, retakan mengikuti pola
penempatan tulangan.

Gambar 1.39. Retak Penurunan Plastis

d) Retak Kulit Telur/ Buaya (Crazing)


Retak kulit telur/ buaya (crazing) merupakan salah satu jenis retak
permukaan. Cirinya adalah retakan umumnya halus/ retak rambut dan
berpola seperti retakan pada permukaan keramik.

Gambar 1.40. Retak Kulit Telur/ Buaya (Crazing)

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 40


2) Pelat Lantai Mengalami Kebocoran
Pelat beton yang sering mengalami kebocoran adalah pelat atap/ dak,
pelat lantai kamar mandi, dan pelat lantai kolam renang. Karakter beton yang
lemah pada daerah tarik sehingga menyebabkan beton berpotensi
mengalami retak walaupun telah ditambahkan tulangan tarik, maka potensi
struktur atap beton haruslah diupayakan memiliki kemampuan tarik yang
lebih besar, menambah kekakuan pelat dengan cara menggunakan tulangan
tekan atau balok anak. Disamping itu perlu untuk memperhatikan kemiringan
atap untuk pengaliran air yang lebih lancar.

Gambar 1.41. Pelat Lantai Mengalami Kebocoran

3) Pelat Lantai Keropos


Beton keropos disebabkan oleh proses pengecoran yang tidak maksimal,
detail tulangan yang terlalu rapat, tebal selimut beton yang kurang sehingga
beton basah tidak dapat menjangkau seluruh ruangan di bekisting.

Gambar 1.42. Pelat Lantai Keropos

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 41


4) Pelat Lantai Mengalami Kehancuran
Penyebab hancurnya beton pada pelat lantai adalah karena rendahnya
mutu beton atau rasio tulangan pelat terlalu tinggi (over reinforced) sehingga
perilaku pelat menjadi getas/ brittle.

Gambar 1.43. Beton Pelat Lantai Hancur/ Pecah

5) Pelat Lantai Mengalami Penurunan (Defleksi)


Pelat lantai mengalami penurunan biasanya disebabkan oleh beberapa
hal yaitu: ketidakmampuan tulangan baja tarik dan beton dalam memikul
beban yang bekerja, kekakuan pelat lantai beton masih belum cukup untuk
memikul beban (umur beton masih muda) tetapi perancah sudah dilepas, dan
jika pada saat pengecoran perancah tidak mampu menahan berat sendiri.

Gambar 1.44. Saat Pengecoran Beton Pelat Lantai Melendut Akibat


Perancah Patah

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 42


6) Pelat Lantai Mengalami Keruntuhan Geser Pons (Punching Shear)
Daerah kritis pada suatu pelat lantai suatu bangunan terutama pada
bagian pertemuan antara pelat dan kolom. Jika daerah pertemuan pada
struktur tersebut tidak kuat, maka kolom-kolom penyangga pelat akan
memberikan tekanan pons yang akan menembus pelat ke atas yang dapat
mengakibatkan timbulnya tegangan geser cukup besar pada area sekitar
kolom yang dapat menimbulkan keruntuhan pons. Keruntuhan pons ditandai
dengan timbulnya retak-retak pada pelat atau bahkan tertembus oleh kolom.
Antisipasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi keruntuhan pons ini
adalah dengan cara memberikan perkuatan geser yang cukup pada daerah
pertemuan antara pelat dan kolom dengan melakukan pemasangan drop
panel, atau memasang tulangan geser pons.

Gambar 1.45. Keruntuhan Geser Pons pada Pelat Lantai dan Antisipasinya

Modul -1: Konsep Umum Pelat Lantai 43

Anda mungkin juga menyukai