Anda di halaman 1dari 66

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PELAT
2.1.1 Pengertian
Pelat merupakan struktur dari beton bertulang yang memiliki sifat
dan prilaku khusus. Sebelum dilakukan perencanaan balok dan kolom,
biasanya dilakukan perancangan struktur pelat terlebih dahulu. Hal yang
harus diperhatikan dalam perancangan struktur pelat antara lain :
pembebanan, ukuran pelat dan syarat-syarat tumpuan tepi. Syarat tumpuan
tepi akan menentukan jenis perletakan dan jenis ikatan ditempat tumpuan.
Jenis pelat yang paling sederhana adalah pelat satu arah yaitu pelat yang
didukung pada dua sisi yang berhadapan sehiigga lenturan timbul hanya
dalam satu arah saja, yaitu tegak lurus pada arah sisi dukungan tepi.
sedangkan pelat dua arah adalah pelat yang didukung pada keempat
sisinya yang lenturannya akan timbul dalam dua arah yang saling tegak
lurus.
Yang dimaksud dengan pelat beton bertulang yaitu struktur tipis
yang dibuat dari beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal,
dan beban yang bekerja tegak lurus pada apabila struktur
tersebut.Ketebalan bidang pelat ini relatif sangat kecil apabila
dibandingkan dengan bentang panjang/lebar bidangnya.Pelat beton ini
sangat kaku dan arahnya horisontal, sehingga pada bangunan gedung, pelat
ini berfungsi sebagai diafragma/unsur pengaku horizontal yang sangat
bermanfaat untuk mendukung ketegaran balok portal.
Pelat beton bertulang banyak digunakan pada bangunan sipil, baik
sebagai lantai bangunan, lantai atap dari suatu gedung, lantai jembatan
maupun lantai pada dermaga. Beban yang bekerja pada pelat umumnya

6
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

diperhitungkan terhadap beban gravitasi (beban mati dan/atau beban


hidup). Beban tersebut mengakibatkan terjadi momen lentur (seperti pada
kasus balok).
2.1.2 Jenis Pelat
Bahan pelat terdiri dari berbagai jenis bahan. Secara garis besar
bahan pelat ini dikelompokkan menjadi dua bagian besar yakni : bahan
pelat logam ferro dan pelat logam non ferro . Bahan pelat logam ferro ini
diantaranya adalah pelat baja lembaran yang banyak beredar di pasaran.
Bahan pelat dari logam non ferro ini diantaranya bahan pelat allumanium,
tembaga, dan kuningan. Sifat-sifat bahan pelat sangat penting untuk
diketahui. Sifat-sifat bahan ini sangat berpengaruh terhadap prpses
pembentukan yang akan dilakukan pada bahan pelat tersebut. Kualitas
suatu bahan sangat ditentukan oleh sifat mampu bentuk dari bahan.
Biasanya bahan pelat dihasilkan dari proses pengerolan dengan tekanan
tinggi. Proses ini menghasilkan pelat dengan struktur memanjang. Struktur
mikro yang terbentuk memanjang dari hasil pengerolan ini memberikan
kontribusi yang baik terhadap proses pembentukan pelat. Struktur
memanjang ini memberikan sifat yang lebih elastis dari bahan pelat
lembaran tersebut. Kondisi ini perlu diketahui. Secara umum bahan-bahan
logam ini mempunyai sifat-sifat fisik dan sifat kimiawi terhadap efek
kualitas pengerjaannya.
Lembaran-lembaran pelat yang tersedia di pasaran terdiri berbagai
macam jenis bahan diantaranya:
1. Pelat Seng
2. Pelat Baja
3. Pelat Baja Paduan
4. Pelat Alumanium
5. Pelat Alumanium campuran (alloy)

7
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

6. Pelat Tembaga
7. Pelat Kuningan
8. Pelat Perunggu

Secara sistem pelat juga terbagi kedalam beberapa jenis pelat, antara
lain :
1. Sistem Flat Slab
Pelat beton bertulang yang langsung ditumpu oleh kolom-kolom
tanpa balokbalok disebut Sistem Flat Slab. Sistem ini digunakan bila
bentang tidak besar dan intensitas beban tidak terlalu berat, misalnya
bangunan apartemen atau hotel.
Kadang-kadang bagian kritis pelat disekitar kolom penumpu
perlu dipertebal untuk memperkuat pelat terhadap gaya geser, pons
dan lentur. Bagian penebalannya disebut Drop Panel, sedangkan
penebalan yang membentuk kepala kolom disebut Column Capital.
Flat slab yang memiliki ketebalan merata tanpa adanya Drop Panel
dan Column Capital disebut Flat Plate. Tebal lantai Flat Slab adalah
125 hingga 250 mm untuk bentangan 4,5 hingga 7,5 m. Sistem ini
banyak digunakan pada bangunan rendah yang beresiko rendah
terhadap beban angin dan gempa.

8
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Gambar 2.1 Sistem lantai flat plate dan flat slab

2. Sistem Lantai Grid


Sistem lantai grid 2 arah (Waffle-system) memiliki balok-balok
yang saling bersilangan dengan jarak yang relatif rapat yang menumpu
pelat atas yang tipis. Ini dimakudkan untuk mengurangi berat sendiri
pelat dan dapat didesain sebagai Flat Slab atau pelat dua arah,
tergantung konfigurasinya. Sistem ini efisien untuk bentang 9 hingga
12 m.

Gambar 2.2 Sistem lantai grid

9
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

3. Sistem Lajur Balok


Sistem ini hampir sama dengan system balok-pelat tetapi
menggunakan balokbalok dangkal yang lebih lebar. Sistem lajur balok
banyak diterapkan pada bangunan yang mementingkan tinggi antar
lantai. Balok lajur tidak perlu dihubungkan dengan kolom interior atau
eksterior. Alternatif lain adalah dengan menempatkan balok anak
membentang di antara balok-balok lajur. Sistem ini menghemat
pemakaian cetakan.

Gambar 2.3 Sistem lajur balok

4. Sistem Pelat dan Balok


Sistem ini terdiri dari slab menerus yang ditumpu balok-balok
monolit yang umumnya ditempatkan pada jarak sumbu 3 m hingga 6
m. Tebal pelat ditempatkan berdasarkan pertimbangan struktur yang
biasanya mencakup aspek keamanan terhadap bahaya kebakaran.
Sistem ini yang banyak dipakai.

10
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Gambar 2.4 Sistem lantai pelat dan balok

Dimensi atau ukuran lembaran pelat yang ada di pasaran ini terdiri
dari dua jenis ukuran diantaranya:
a. Ukuran Panjang 1800 mm x Lebar 900 mm dengan tebal bervariasi
b. Ukuran Panjang 2400 mm x Lebar 1200 mm dengan tebal Bervariasi

Ukuran ketebalan pelat yang ada di Pasaran sangat bervariasi


mulai dari ukuran tipis sampai pada ukuran yang tebal. Menurut
British Standard (B.S 4391) ukuran ketebalan tersedia seperti pada
tabel berikut :

11
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Tabel 2.1 Ketebalan Pelat

Sumber : British Standard (B.S 4391)

Ukuran-ukuran pelat yang ada di pasaran terdiri dari dua jenis


ukuran yakni ukuran Metric dan Imperial unit. Ukuran imperial unit dalam
satuan inci dan ukuran metric dalam satuan mm. Ukuran ketebalan pelat
distandardkan menurut ISWG sebagai berikut:
Tabel 2.2 Ketebalan Pelat ISWG
No. ISWG Ukuran (mm)
1 28 0,40
2 26 0,50
3 24 0,60
4 22 0,80
5 20 1,00
6 18 1,20
7 16 1,60
8 14 2,00

12
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

9 12 2,50
10 10 3,00
Sumber : British Standard, 1992

2.1.3 Tebal Minimum Pelat


1. Pelat Satu Arah
Definisi pelat satu arah adalah sistem perencanaan pelat dengan
tulangan pokok satu arah yang didukung dari 2 sisi balok atau dinding
pendukung. Pelat satu arah umumnya digunakan untuk menahan
beban ringan / menengah diatas bentang yang relatif pendek. Jarak
bentangan 2 m sampai dengan 4 m.
Apabila Lx < 0,4 Ly seperti pada gambar disamping pelat
tersebut dapat dianggap sebagai pelat menumpu balok B1 dan B3,
sedangkan balok B2 dan B4 hanya kecil didalam memikul beban
pelat. Dengan demikian pelat dapat dipandang sebagai pelat satu arah
(arah x), tulangan utama dipasang pada arah x dan pada arah y hanya
sebagai tulangan pembagi.
Pelat beton bertulang bisa dibagi menjadi beberapa kategori,
salah satunya adalah pelat beton satu arah. Disebut satu arah karena
pelat ini lebih suka menyalurkan berat beban hanya pada balok-balok
yang searah saja, yaitu balok-balok yang letaknya saling berdekatan,
dibandingkan menyalurkan beban-beban pada balok yang letaknya
berjauhan.

13
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Gambar 2.5 Pelat satu arah

Desain pelat beton satu arah hampir sama dengan desain


balok.Hanya saja, ada beberapa hal yang berbeda seperti menentukan
tebal pelat.
Untuk perhitungan sederhananya, tebal pelat bisa ditentukan
berdasarkan SNI beton 03-2847-2002. Dengan menggunakan SNI ini,
kita tidak perlu lagi memperhitungakan lendutan yang terjadi pada
pelat. Bisa saja kita tidak mengikuti aturan SNI dan menghitung
sendiri tebal optimum yang dibutuhkan pelat, namun lendutan akibat
beban pada pelat harus kita perhitungakan. Tebal pelat bisa mengikuti
aturan SNI seperti gambar di bawah ini.

14
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Tabel 2.3 Tebal minimum pelat satu arah

Sumber : SNI beton 03-2847-2002

Setelah menghitung tebal pelat minimum, kita bisa menghitung


kebutuhan tulangan perlu akibat tarik pada bagian bawah pelat.
Penyederhanaan perhitungan bisa dilakukan dengan menghitung
kebutuhan tulangan bawah saja (tidak memperhitungkan tulangan
atas). Perhitungan tulangan perlu ini sama dengan perhitungan
tulangan pada balok.
Pada pelat satu arah, selain tulangan pokok harus dipasang
tulangan susut dan tulangan suhu yang arahnya tegak lurus tulangan
pokok. Analisis momen lentur pada pelat satu arah sebenarnya dapat
dianggap sebagai gelegar diatas banyak tumpuan.

15
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Selain itu pada SNI-03-2847-2002 mengijinkan untuk


menentukan momen lentur dengan menggunakan koefisien momen,
asalkan dipenuhi syarat-syarat seperti dibawah ini :

1. Panjang bentang seragam, jika ada perbedaan selisih bentang


yang terpanjang dengan bentang sebelahnya yang lebih pendek
maksimum 20%.
2. Beban hidup harus < 3 kali beban mati
3. Penentuan panjang L untuk bentang yang berbeda :
 Untuk momen lapangan, L = bentang bersih diantara
tumpuan.
 Untuk momen tumpuan, L = rata-rata bentang bersih pada
sebelah kiri dan kanan tumpuan.

Gambar 2.6 Koefisien momen pelat satu arah

16
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Untuk dapat lebih memahami analisis perhitungan pelat satu


arah, dibawah ini diberikan langkah-langkah perhitungan pelat satu
arah sebagai berikut:

1. Tentukan tebal pelat, dengan syarat batas lendutan


2. Hitung beban-beban : beban mati, beban hidup dan beban
berfaktor
3. Hitung momen akibat beban berfaktor. (ρ min < ρ < ρ mak)
4. Tentukan diameter dan jarak tulangan, dengan memperhatikan
lebar retak:

Gambar 2.7 Analisis Pelat Satu Arah

17
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2. Pelat Dua Arah


Pelat dua arah adalah pelat yang didukung pada keempat sisinya,
sehingga lenturan terjadi dalam dua arah. Persyaratan jenis pelat lantai
dua arah jika perbandingan dari benang panjang terhadap bentang
pendek kurang dari 2 (Ix/Iy < 2).
Apabila Lx ≥ 0,4 Ly seperti gambar, pelat dianggap sebagai
menumpu pada balok B1, B2 ,B3 dan B4 yang lazimnya disebut
sebagai pelat yang menumpu keempat sisinya. Dengan demikian pelat
tersebut dipandang sebagai pelat dua arah (arah x dan arah y),
tulangan pelat dipasang pada kedua arah yang besarnya sebanding
dengan momen – momen setiap arah yang timbul.
Pelat dengan tulangan pokok 2 arah ini akan dijumpai jika pelat
beton menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang 2 arah.
Contoh pelat 2 arah adalah pelat yang ditumpu oleh 4 sisi yang saling
sejajar.
Karena momen lentur bekerja pada 2 arah, yaitu searah dengan
bentang (lx) dan bentang (ly), maka tulangan pokok juga dipasang
pada 2 arah yang saling tegak lurus(bersilangan), sehingga tidak perlu
tulangan lagi. Tetapi pada pelat di daerah tumpuan hanya bekerja
momen lentur 1 arah saja, sehingga untuk daerah tumpuan ini tetap
dipasang tulangan pokok dan bagi, seperti terlihat pada gambar
dibawah. Bentang (ly) selalu dipilih > atau = (lx), tetapi momennya
Mly selalu < atau = Mlx, sehingga tulangan arah (lx) (momen yang
besar ) dipasang di dekat tepi luar

18
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Gambar 2.8 Pelat dua arah


Jenis pelat dua arah terdiri atas 3, yakni pelat lantai dengan
balok-balok, pelat lantai cendawan, dan pelat lantai dasar. Penulangan
tulangan pada sistem pelat dua arah, sesuai dengan sifat beban dan
kondisi tumpuannya, harus memenuhi ketentuan yang ada pada
SKSNI – 2002.
Persyaratan tebal pelat lantai 2 arah, tebal minimum pelat tanpa
balok, dengan pelat tanpa penebalan (drop panel) adalah 120mm dan
pelat dengan penebalan adalah 100mm
αm = ¼ (a1+a2+a3+a4)
α = Eb.lb / Es.Is
Dalam segala hal tebal minimum pelat :
αm < 2 h minimum = 120 mm
αm > 2 h minimum = 90 mm

dimana :
α = rasio kekakuan lentur penampang balok terhadap
kekakuan lentur pelat dengan lebar yang dibatasi secara
lateral oleh garis-garis sumbu tengah dari panel-panel
yang bersebelahan (bila ada) pada tiap sisi balok.
αm = nilai rata – rata α untuk semua balok pada tepi – tepi
dari suatu panel

19
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2.1.4 Pembagian Tributary Area


Karena pelat lantai dalam SAP 2000 langsung dimodelkan sebagai
beban yang bekerja pada balok assign (konfigurasi pelat tidak
tergambarkan), maka perlu dilakukan distribusi pembebanan (tributary
area) sebagai berikut :
a. Jika diperlukan pelat satu arah
Distribusi pembebanan ke balok adalah setengah dari bentang
pelat.

b. Jika menggunakan pelat dua arah


Distribusi pembebanan ke balok terpendek, adalah sebagai
beban segitiga dan untuk balok terpanjang adalah beban trapesium.
Beban segitiga dan trapesium dapat langsung (sesuai bentuknya)
dalam SAP 2000, atau diekivalensikan terlebih dahulu sebagai beban
merata persegi.

2.1.5 Perhitungan Momen Metode Marcus


Pelat yang ditinjau adalah pelat persegi panjang yang menumpu
bebas pada keempat sisinya. Beban yg bekerja beban merata sebesar q
Pelat dimodelkan sbg balok silang dalam arah x maupun arah y, setiap
arah akan mempunyai beban merata dalam arah x (qx) dan dalam arah y
(qy) lihat pemodelan dimana q = qx+qy. Lendutan yg terjadi di tengah
bentang dalam arah x maupun y adalah sama besar δx = δy.
• Pelat tanpa balok (cendawan, dome, silo), SNI 03-2847-2002 (Ps
11.5.3.2)
• hmin > 12 cm (tanpa penebalan)
• Hmin > 10 cm (penebalan), atau
• Lihat tabel 10

20
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

• Pelat dengan balok (Ps 11.5.3.3)


– αm = rata2 rasio kekakuan lentur balok/ kekakuan lentur pelat
– β = rasio bentang arah memanjang pada arah memendek

Tabel 2.4 Momen pelat persegi akibat beban terbagi rata

Sumber : SNI 03-2847-2002

2.1.6 Schedule Penulangan Pelat


Bersama balok dan kolom, pelat melengkapi ketiga elemen dasar
dari bangunan pada umumnya. Pelat dapat terdiri atas unit pra cetak atau
sebagian beton yang dicor setempat sedapat mungkin monotolit (menjadi
satu) dengan balok pendukungnya. Disini akan dibahas tentang elemen
terakhir yaitu pelat.

Sifat pelat di bawah suatu pembebanan, dalam kaitannya dengan


keadaan dukungan ujung dan dukungan antara adalah mirip dengan balok.
Tergantung pada bentuk panel pelat yang ditinjau, yaitu perbandingan

21
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

antara panjang pada lebarnya, desain mungkin dilakukan sebagai


penegangan satu arah saja, atau dalam dua arah yang biasanya tegak lurus
satu dengan yang lain. Di dalam praktek, suatu pelat yang yang
direncanakan membentang satu arah saja akan mencoba, menurut beberapa
tingkat kemampuannya untuk menegang pada arah lain mengikat sifat
alamiah konstruksi sebagai satu kesatuan. Oleh karena itu, tulangan yang
jumlahnya minimum dipasang pada arah tegak lurus terhadap tulangan
utama. Peletakan tulangan atas dan tulangan bawah pelat adalah serupa
dengan peletakannya pada balok.

Pelat dapat diberi tulangan yang berbentuk anyaman yang sudah


dilas dari pabrik (tulangan mes). Pada umumnya disediakan dalam bentuk
lembaran atau rol, atau dengan memakai batang tulangan. Beberapa syarat
yang harus diperhatikan untuk penulangan plat menurut PBI 1971 :
a. Tebal pelat lantai tidak boleh diambil kurang dari 7 cm untuk pelat
atap dan 12 cm untuk pelat lantai.
b. Luas tulangan pembagi harus diambil minimum 0.25% dari luas
beton.
c. Pada pelat-pelat dimana tulangan pokoknya berjalan hanya satu arah
saja, maka tegak lurus pada tulangan pokok tersebut harus dipasang
tulangan pembagi, minimum 20% dari luas tulangan pokoknya.
d. Pada pelat-pelat dicor setempat, diameter dari batang tulangan pokok
tersebut harus dipasang tulangan pembagi minimum 6 mm.
e. Pelat-pelat yang memikul beban vertikal ke bawah, walaupun
menurut perhitungan teoritis oleh pengaruh pembebanan bentang-
bentang pelat yang berbatas hanya memikul momen negatif, tetapi
juga harus diberi tulangan bawah. Jumlah tulangan bewah ini harus

22
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

diambil minimum sama dengan tulangan yang diperlukan oleh pelat


tersebut untuk memikul momen negatif, tetapi juga harus diberi
tulangan yang diperlukan oleh pelat tersebut untuk memikul beban
vertikal yang sama, tetapi dengan tepi-tepinya terjepit penuh.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk pelat kantilever.
f. Pelat-pelat yang lebih tebal dari 25 cm senantiasa harus dipasang
tulangan atas dan tulangan bawah di setiap tempat, dengan
memperhatikan poin 2,3 dan 4. Ketentuan ini tidak berlaku untuk
pondasi telapak.

2.1.7 Pembebanan sesuai dengan Peraturan Pembangunan 1976


a. Beban hidup pada lantai gedung
Beban hidup pada lantai gedung harus diambil menurut Tabel
2.4. Ke dalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan
ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan
juga dinding-dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100
kg/m2. Beban-beban berat, misalnya yang disebabkan oleh lemari-
lemari arsip dan perpustakaan serta oleh alat-alat, mesin-mesin, dan
barang-barang lain tertentu yang sangat berat, harus ditentukan
tersendiri. Beban hidup yang ditentukan dalam pasal ini tidak perlu
dikalikan dengan suatu koefisien kejut.
Lantai-lantai gedung yang dapat diharapkan akan dipakai
berbagai tujuan, harus direncankan terhadap beban hidup terberat yang
mungkin dapat terjadi.

23
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Tabel 2.5 Beban hidup pada lantai gedung

Sumber : PBI 1971


b. Beban hidup pada atap gedung
Beban hidup pada atau dan/atau bagian atap serta pada struktur
tudung (canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus
diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Beban hidup pada atap dan/atau bagian atap yang tidak dapat
dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling
menentukan diantara dua macam beban berikut:
(1) Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban air
hujan sebesar ( 40 – 0,8 α) kg/m2 dimana α adalah sudut
kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa beban
tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 50o.

24
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

(2) Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang


pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum
100 kg.

Pada balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup
ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever
harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar
minimum 200 kg.
Beban hidup pada atap gedung tinggi yang dilengkapi dengan
landasan helicopter (Helipad) haruss diambil sebesar minimum 200
kg/m2 di luar daerah landasan, sedangkan pada daerah landasannya
harus diambil beban yang berasal dari helicopter sewaktu mendarat
dan mengangkasa.

2.1.8 Faktor Reduksi Kekuatan


Faktor reduksi kekuatan merupakan suatu bilangan yang bersifat
mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi
palingburuk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu
bahan yangditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam
perencanaan sebelumnya.SNI 03 – 2847 – 2002 menetapkan berbagai nilai
faktor reduksi untukberbagai jenis besaran gaya yang didapat dari
perhitungan struktur.

25
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Tabel 2.6 Tabel Reduksi Kekuatan

Kondisi Pembebanan Faktor Reduksi

Beban lentur tanpa gaya aksial 0,80

Beban aksial dan beban aksial dengan lentur


Gaya aksial tarik, aksial tarik dengan lentur 0,80
Gaya aksial tekan, aksial tekan dengan lentur
Dengan tulangan spiral 0,70
Dengan tulangan biasa 0,65

Lintang dan Torsi


0,75
Pada komponen struktur penahan gempa kuat
0,55
Pada kolom dan balok yang di beri tulangan diagonal
0,80

Tumpuan pada beton


0,65

Daerah pengangkuran paska tarik


0,85

Penampang lentur tanpa beban aksial pada komponen


struktur pra tarik di mana panjang penamaan strand-
0,75
nya kurang dari panjang penyaluran yang di tetapkan

Beban lentur, tekan, geser, dan tumpu pada beton


polos struktural 0,55

Sumber : SNI 03-2847-2002

26
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2.2 BALOK
2.2.1 Pengertian
Balok adalah bagian dari struktur bangunan yang berfungsi untuk
menopang lantai diatasnya. Balok dikenal sebagai elemen lentur yaitu
elemen struktur yang dominan memikul gaya dalam berupa momen lentur
dan juga geser. Balok dapat terdiri dari balok anak (joint) dan balok induk
(beam). Perencanaan balok beton bertulang bertujuan untuk menghitung
tulangan dan membuat detail-detail konstruksi untuk menahan momen-
momen lentur ultimit, gaya-gaya lintang, dan momen-momen puntir
lengan cukup kuat. Kekuatan suatu balok lebih banyak dipengaruhi oleh
tinggi daripada lebarnya. Lebarnya dapat sepertiga sampai setengah dari
tinggi ruangan.
Ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan dan perlu menjadi
pertimbangan dalam balok beton bertulang, yaitu :
1. Lokasi tulangan
2. Tinggi minimum balok
3. Selimut beton (concrete cover) dan jarak tulangan

2.2.2 Jenis Balok


Terdapat beberapa jenis balok yang paling umum diketahui, antara
lain :
a. Balok sederhana bertumpu pada kolom diujung-ujungnya, dengan
satu ujung bebas berotasi dan tidak memiliki momen tahan. Seperti
struktur statis lainnya, nilai dari semua reaksi,pergeseran dan momen
untuk balok sederhana adalah tidak tergantung bentuk penampang
dan materialnya.

27
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

b. Kantilever adalah balok yang diproyeksikan atau struktur kaku


lainnya didukung hanya pada satu ujung tetap
c. Balok teritisan adalah balok sederhana yang memanjang melewati
salah satu kolom tumpuannya.
d. Balok dengan ujung-ujung tetap ( dikaitkan kuat ) menahan translasi
dan rotasi
e. Bentangan tersuspensi adalah balok sederhana yang ditopang oleh
teristisan dari dua bentang dengan konstruksi sambungan pin pada
momen nol.
f. Balok kontinu memanjang secara menerus melewati lebih dari dua
kolom tumpuan untuk menghasilkan kekakuan yang lebih besar dan
momen yang lebih kecil dari serangkaian balok tidak menerus
dengan panjang dan beban yang sama.

2.2.3 Penempatan Tulangan Balok


Tulangan dipasang dibagian struktur yang membutuhkan, yaitu pada
lokasi dimana beton tidak sanggup melakukan perlawanan akibat beban,
yakni di daerah tarik (karena beton lemah dalam menerima tarik).
Sehingga dapat dilihat pada gambar serat yang tertarik.

Gambar 2.9 Balok diatas dua tumpuan

28
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Sedangkan pada balok kantilever dibutuhkan tulangan pada bagian


atas, karena serat yang tertarik adalah pada bagian atas.

Gambar 2.10 Balok Kantilever

Untuk balok menerus diatas beberapa tumpuan, maka di daerah


lapangan dibutuhkan tulangan dibagian bawah, sedangkan di daerah
tumpuan dibutuhkan tulangan utama dibagian atas balok.

Gambar 2.11 Balok menerus

29
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2.2.4 Selimut Beton dan Jumlah Tulangan Balok

Selimut beton adalah bagian terkecil yang melindungi tulangan.


Fungsi dari selimut beton itu sendiri untuk memberikan daya lekat
tulangan ke beton, melindungi tulangan dari korosi, serta melindungi
tulangan dari panas tinggi jika terjadi kebakaran (panas tinggi dapat
menyebabkan menurun/hilangnya kekuatan baja tulangan secara tiba-tiba).

Gambar 2.12 Balok menerus

Tebal minimum selimut beton adalah 40 mm ( SNI Beton pasal


9.7)Sedangkan jarak antar tulangan adalah ≤25 mm atau ≥ db dan ≥25 mm.

Gambar 2.13 Jarak Antar Tulangan

30
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Dalam SNI 03-2847-2002 disebutkan bahwa tebal selimut beton


minimum yang harus disediakan untuk tulangan harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut :

Tabel 2.7 Tebal Selimut Beton Minimum


Tebal Selimut
No. Kondisi Beton Minimum
(mm)
1. Beton dicor langsung diatas tanah dan selalu
75
berhubungan langsung dengan tanah
2. Beton yang berhubungan dengan tanah atau
berhubungan dengan cuaca
 Batang D-19 hingga D-
50
56………………………...
 Batang D-16 jaringan kawat polos P16 atau
kawat ulir D-16 dan yang lebih
40
kecil……………………
3. Beton yang tidak berhubungan langsung dengan
cuaca ateu beton tidak lansung
berhubungan dengan tanah :
 Pelat,dinding, pelat berusuk :
Batang D-44 dan D-
40
56……………………………
Batang D-36 dan yang 20
Lebih kecil…………………
 Balok, kolom :
40

31
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Tulang utama, pengikat, sengkang, lilitan


spiral…
20
 Komponen struktur cangkang, pelat lipat :
Batang D-19 dan yang lebih
besar………………
15
Batang D-16 jaring kawat polos P-16 atau ulir
D-16 dan yang lebih
kecil…………………………
Sumber : SNI 03-2847-2002
Untuk memeriksa kekakuan balok terhadap lendutan, lendutan
maksimum yang terjadi pada tengah bentang bila balok dianggap sendi dan
rol pada ujung-ujungnya (Timoshenko dkk, 1998) adalah :
5  Wu  L4
 
384  EI
Keterangan :
L = panjang bentang balok
E = modulus elastisitas balok
I = momen inersia balok

Dalam merencanakan penulangan balok harus dapat memenuhi


persyaratan dibawah ini :
B
1. H
> 0.3
2. bmin > 25 cm
3. ρmin ≤ ρ ≤ ρmaks

Menentukan tulangan tekan

As
 1
As'

32
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Koefisien balok dengan pelat, αm merupakan nilai rata-rata α untuk


semua balok. Untuk mencari lebar efektif balok dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

beff  bw  1 L1  1 L2
2 2

beff  bw  8hf  8hf


L
beff 
8

2.2.5 Desain Balok T


Persyaratan Desain Balok T menurut pasal 10.10 SNI-2847-2002,
antara lain :
1) Pada konstruksi balok-T, bagian sayap dan balok harsu dibuat
menyatu (monolit) atau harus dilekatkan secara efektif sehingga
menjadi satu kesatuan.
2) Lebar pelat efektif sebagai bagian dari sayap balok-T tidak boleh
melebihi seperempat batang balok, dan lebar efektif sayap dari
masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi:
a. Delapan kali tebal pelat, dan
b. Setengah jarak bersih antara balok-balok yang bersebelahan
3) Untuk balok yang mempunyai pelat hanya pada satu sis, lebar efektif
sayap dari sisi badan tidak boleh lebih dari:
a. Seperduabelas dari bentang balok,
b. Enam kali tebal pelat, dan
c. Setengah jarak bersih antara balok-balok yang bersebelahan

33
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

4) Balok-T tunggal, dimana bentuk T-nya diperlukan untuk menambah


luas daerah tekan,harus mempunyai ketebalan sayap tidak kurang dari
setengah lebar badan balok, dan lebar efektif sayap lebih dari empat
kali lebar badan balok.
5) Bila tulangan lentur utama pelat, yang merupakan bagian dari balok-T
(terkecuali untuk konstruksi pelat rusuk), dipasang sejajar dengan
balok, maka harus disediakan penulangan di sisi atas pelat yang
dipasang tegak lurus terhadap balok.

2.2.6 Analisis Balok-T dan Balok persegi

Pada umumnya, zona tekan balok “T” berbentuk persegi seperti


terlihat pada gambar berikut :

Gambar 2.14 Daerah Momen Positif dan Negatif Balok T

34
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Untuk kasus seperti ini, balok “T” tersebut dapat dianalisa sebagai
balok persegi dengan lebar “b”. Untk kasus dimana zona tekan berbentuk
“T” seperti pada gambar 2. d (diatas) analisis dapat dilakukan dengan
memperhitungkan secara terpisah kontribusi sayap dan badan penampang
dalam menahan momen.

Gambar 2.15 Kontribusi Sayap dan Badan Pemanpang

Analisis pada balok dapat dilakukan secara terpisah sebagai berikut :


1) Balok Sayap
Luas zona tekan = (b – bw) hf
Gaya tekan Cf = 0,85. fc’. (b – bw) hf
Syarat keseimbangan , Tf = Cf
Sehingga dengan asumsi fs = fy maka :
Asf. fy = 0,85. fc’. (b-bw) hf
sehingga Asf dapat dicari dari persamaan di atas
Lengan momen = (d-hf/2)
Mnf = 0,85. fc’. (b-bw) hf (d-hf/2) atau, Mnf = Asf. fy (d-hf/2)

35
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2) Balok Badan
Luas tulangan tarik badan –> Asw = As – Asf
Gaya tekan , Cw = 0,85. fc’. bw. a
Syarat keseimbangan –> Cw = Tw = Asw . fy
sehingga, a = Asw.fy / 0,85. fc’. bw
Lengan momennya adalah (d-a/2), sehingga :
Mnw = 0,85. fc’. bw. a (d-a/2), atau
Mnw = Asw. fy (d-a/2)
Maka Momen balok T = Momen pada balok sayap + Momen
pada balok badan
Momen balok T = Mnf + Mnw

3) Perhitungan Apakah fs=fy


Pada langkah analisis di depan, fs diasumsikan = fy (tulangan
leleh). Asusmsi ini harus dicek, seperti yang pernah dijelaskan pada
bab sebelumnya, dengan membandingkan nilai (a/d) hasil
perhitungan terhadap nilai(ab/d) yaitu :
ab/d = β1. (600/600+fy)
Jika a/d ≤ ab/d , , , maka fs = fy

4) Batasan Tulangan Maximum Untuk Balok T


Untuk menjamin perilaku yang daktail, SNI 2002 pasal 12.3
butir 3 mensyaratkan :
ρ ≤ 0,75 ρb
Untuk balok T yang berperilaku seperti balok persegi,
perhitungan ρb dapat dihitung menggunakan rumus yang diberikan
pada bab sebelumnya. Jika zona kompresi pada balok T berbentuk

36
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

“T” maka perlu dihitung luas tarik yang berhubungan dengan


keruntuhan seimbang (balanced), yaitu :
Asb = Cb/fy –> Cb = 0,85.fc’. [(b-bw)hf+bw.a]
sehingga,
A max ≤ Asb

5) Tulangan Minimum Balok T


SNI 2002 pasal 12.5 butir 2 mensyaratkan batasan tulangan
minimum untuk balok T yaitu :
Asmin = (√f’c / 2.fy) bw.d
atau
Asmin = (√f’c / 4.fy) bf.d
2.2.7 Analisis Balok-T dan Balok persegi
a. Analisis dan Perancangan Balok T
Balok T, adalah balok yang pengecorannya dilaksanakan
bersamaan dengan pengecoran pelat lantai atau sering disebut
(monolit). Sehingga plat beton diperhitungkan sebagai sayap dari
balok, dengan lebar sayap tertentu. Secara umum balok T dibagi
menjadi 2 yaitu balok pinggir (exterior) dan balok tengah (interior) .
Untuk merancang antara balok dan lantai yang dicor secara
monolit akan terjadi interaksi sebagai satu kesatuan dalam menahan
momen lentur positif sehingga pelat akan bereaksi sebagai sayap
desak dan balok sebagai badannya. Interaksi antara flens dan balok
yang menjadi satu kesatuan dengan penampangnya berbentuk hurup
T dan L.

37
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Gambar 2.16. Lebar efektif balok T dan L

Untuk menganalisa balok T dan L perlu diketahui lebar efektif


balok tersebut, menurut SKSNI T-15-1991-03 pasal 3.1.10, lebar
efektif balok dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Batasan Tulangan Maximum Untuk Balok T


Untuk menjamin perilaku yang daktail, SNI 2002 pasal
12.3 butir 3 mensyaratkan ρ ≤ 0,75 ρb.
Untuk balok T yang berperilaku seperti balok persegi,
perhitungan ρb dapat dihitung menggunakan rumus yang
diberikan pada bab sebelumnya. Jika zona kompresi pada balok
T berbentuk “T” maka perlu dihitung luas tarik yang
berhubungan dengan keruntuhan seimbang (balanced), yaitu :
Asb = Cb/fy –> Cb = 0,85.fc’. [(b-bw)hf+bw.a]
sehingga, A max ≤ Asb

38
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2. Tulangan Minimum Balok T


SNI 2002 pasal 12.5 butir 2 mensyaratkan batasan
tulangan minimum untuk balok T yaitu
Asmin = (√f’c / 2.fy) bw.d
atau
Asmin = (√f’c / 4.fy) bf.d

3. Perencanaan Balok Tulangan Rangkap

a. Pemasangan tulangan balok

Tulangan longitudinal tarik maupun tekan pada


balok dipasang dengan arah sejajar sumbu balok. Biasanya
tulangan tarik dipasang lebih banyak daripada tulangan
tekan, kecuali pada balok yang menahan momen lentur
kecil. Untuk balok yang menahan momen lentur kecil
(misalnya balok praktis, cukup memasang tulangan tarik
dan tulangan tekan masing-masing 2 batang (sehingga
berjumlah 4 batang), dan diletakkan pada 4 sudut
penampang balok.

Untuk balok yang menahan momen lentur besar,


tulangan tarik dipasang lebih banyak daripada tulangan
tekan. Keadaan ini disebabkan oleh kekuatan beton pada
daerah tarik yang diabaikan, sehingga praktis semua beban
tarik ditahan oleh tulangan longitudinal tarik (jadi
jumlahnya banyak). Sedangkan pada daerah beton tekan,
beban tekan tersebut sebagian besar ditahan oleh beton,

39
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

dan sisa beban tekan yang masih ada ditahan oleh


tulangan, sehingga jumlah tulangan tekan hanya sedikit.

Pada portal bangunan gedung, biasanya balok yang


menahan momen lentur besar terjadi di daerah lapangan
(bentang tengah) dan ujung balok (tumpuan jepit balok).

b. Torsi

Torsi terjadi pada konstruksi beton monolit,


terutama apabila bekerja pada jarak yang tidak nol dari
sumbu memanjang batang struktural. Balok pada ujung
dari panel lantai, balok tepi (spandel beam) yang
menerima beban dari satu sisi, atap konopi dari halte bus
yang ditumpu oleh sistem balok diatas kolom, balok
keliling pada lubang lantai, dan juga tangga melingkar,
semuanya merupakan contoh elemen struktural yang
mengalami momen puntir. Momen-momen puntir ini
sering kali menyebabkan tegangan geser yang cukup
besar. Sebagai akibatnya, dapat terjadi retak-retak yang
dapat menjalar sampai melebihi limit serviceability yang
diizinkan. Hal ini dapat terjadi apabila tidak diberikan
penulangan torsi dengan baik.

c. Jenis beban torsi


Beban torsi dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu
 Torsi keseimbangan = momen torsi yang timbul
karena dibutuhkan untuk keseimbangan struktur,

40
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

 Torsi kompatibilitas = Momen torsi yang timbul


karena komptabilitas deformasi antara elemen-elemen
struktur yang bertemu pada sambungan,

b. Analisis dan Perancangan Balok Persegi

1. Balok Persegi Bertulang Tarik

Gambar 2.17 Penampang Bertulangan Tunggal, Diagram


Regangan dan Tegangan

Suatu penampang apabila hanya dibebani momen lentur,


maka terdapat Keseimbangan. ΣH = 0, dengan memperhatikan
gambar tegangan diatas dapat disimpulkan bahwa gaya tekan
beton (Cc) sama dengan gaya tarik baja (Ts). Berdasarkan
SKSNI T-15-1991-03 pasal 3.3.2.7.3 menetukan θ1 = 0,85
𝐴𝑠.𝑓𝑦
untuk mutu beton ≤ 30 MPa, sehingga 𝑎 = dan
0,85.𝑓 ′ 𝑐.𝑏

diperoleh letak garis netral c = a /β1. Dengan menggunakan


konsep segitiga sebangun pada diagram diatas diperoleh : εs =
𝑓𝑦
0,003 (𝑑 − 𝑐⁄𝑐 ) dan diketahui εy = 𝐸𝑠

41
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

dimana : εs = Regangan saat regangan beton maks. tercapai


εy = Regangan leleh tulangan baja

Anggapan tulangan baja tarik telah mencapai tegangan


leleh sebelum beton mencapai regangan maksimum akan
tercapai apabila regangan yang terjadi pada saat regangan beton
maksimum lebih besar daripada regangan leleh baja (es > ey).
Apabila ternyata regangan yang terjadi lebih kecil dari regangan
lelehnya maka nilai tegangan leleh yang digunakan adalah :
𝒇𝒚 = 𝒇𝒔 = 𝜺𝒔 . 𝑬𝒔

Dengan melihat gambar momen nomonal dapat ditentukan :


a. Momen nominal berdasarkan gaya beton tekan :
Mn = a . b . 0,85 . f’c . (d – ½ a)
b. Momen nominal berdasarkan gaya tarik tulangan beton :
Mn = q . b . d . fy . (d – ½ a)

2. Balok Persegi Bertulang Tarik dan Tekan

Gambar 2.18. Penampang Bertulang Rangkap, Diagram


Tegangan dan Regangan

42
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Balok bertulang rangkap (tekan dan tarik) digunakan


apabila rasio penulangan yang terjadi lebih besar dari rasio
penulangan maksimum yang telah ditentukan ρ>ρ maks),
sedangkan ukuran penampang balok dengan alasan tertentu
tidak bisa diperbesar lagi. Apabila pada kondisi ini tulangan
tarik ditambah, dikhawatirkan pada saat beton mencapai
regangan maksimum baja tulangan tidak akan mencapai batas
lelehnya. Untuk mengetahui apakah suatu balok perlu diberikan
tulangan rangkap (tekan dan tarik), maka perlu diperiksa
terhadap momen lentur nominal maksimum yang ada terhadap
momen ultimit yang bekerja. Ketentuan tersebut adalah :
Mnmaks > Mn, tidak perlu tulangan rangkap
Mnmaks < Mn, perlu tulangan rangkap, dimana :
0,85.𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠.𝑓𝑦
Rnmaks = ρmaks.f y (1 − ) dan
𝑓′ 𝑐

Mnmaks = ϕ . b . d2 . Rnmaks

Dalam menganalisa balok bertulang rangkap, diasumsikan


gaya tekan beton dan gaya tekan baja sama dengan gaya tarik
baja.
Ts = Cc + Cs dengan menganggap f’s = fy, maka :
𝑨𝒔 − 𝑨′𝒔
𝒂= ( )
𝒃 . 𝟎, 𝟖𝟓 . 𝒇′𝒄

Dengan menggunakan segitiga sebangun dari gambar


3.4.4.2, regangan tulangan tekan dapat diketahui yaitu :
𝜺𝒔 𝒄−𝒅′𝒔 𝒄−𝒅′𝒔
= 𝒄 dimana 𝜺′ = 𝟎, 𝟎𝟎𝟑 𝒄
𝜺 𝒄𝒖
Apabila hasil regangan tekan lebih besar dari tegangan
luluhnya (ε’s > εy), perhitungan dilanjutkan dengan mencari

43
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

momen nominalnya yang diperoleh dari analisa berikut :


 Momen nominal yang dihasilkan dari momen dalam baja
tekan dan baja tarik : Mn1 = A’s . fy . (d-d’s)
 Momen nominal yang dihasilkan dari momen dalam beton
tekan dan baja tarik : Mn2 = (As – A’s) . fy . (d – ½ a)
 Momen nominal total merupakan hasil penjumlahan kedua
momen tahanan dalam tersebut, yaitu : Mn = Mn1 + Mn2
= A’s . fy . (d-d’s) + (As – A’s) . fy . (d- ½ a) Dengan
persyaratan kekuatan struktur : f Mn > Mu.

2.3 KOLOM

2.3.1 Pengertian Kolom

Kolom merupakan elemen tekan yang menumpu / menahan balok


yang memikul beban-beban pada lantai. Sehingga kolom ini sangat
berarti bagi struktur. Jika kolom runtuh, maka runtuh pulalah bangunan
secara keseluruhan. Pada umumnya kolom beton tidak hanya menerima
beban aksial tekan, tapi juga momen.

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang


memikul beban dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur
tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga
keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat
menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga
runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).

SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen


struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan

44
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali
dimensi lateral terkecil.

Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke


pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia
yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur
utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban
hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom
berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban
sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban
yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom
didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya.

Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila


besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan. Namun, kondisi
tanah pun harus benar-benar sudah mampu menerima beban dari pondasi.
Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi, karena itu
pondasinya juga harus kuat, terutama untuk konstruksi rumah bertingkat,
harus diperiksa kedalaman tanah kerasnya agar bila tanah ambles atau
terjadi gempa tidak mudah roboh. Struktur dalam kolom dibuat dari besi
dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan
tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan
beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini
dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain
seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada
bangunan.

45
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2.3.2 Prinsip Dasar Kolom

Keruntuhan kolom struktural merupakan hal yang sangat berarti


ditinjau dari segi ekonomis maupun segi manusiawi. Oleh karena itu,
dalam merencanakan kolom perlu lebih waspada yaitu dengan
memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang
dilakukan pada balok dan elemen struktural horisontal lainnya, terlebih
lagi karena keruntuhan tekan tidak memberikan peringatan awal yang
cukup jelas.
Keserasian tegangan dan regangan yang digunakan dalam analisis
atau desain seperti pada balok juga dapat diterapkan pada kolom. Akan
tetapi, disini ada suatu faktor baru (selain momen lentur) yang ikut
masuk dalam perhitungan, yaitu adanya gaya tekan. Karena itu, perlu ada
penyesuaian dalam menyusun persamaan-persamaan keseimbangan
penampang dengan meninjau kombinasi gaya tekan dan momen lentur.
Banyaknya penulangan dalam hal balok telah dikontrol agar balok
dapat berperilaku daktail. Dalam hal kolom, beban aksial biasanya
dominan sehingga keruntuhan yang berupa keruntuhan tekan sulit
dihindari.
Apabila beban pada kolom bertambah, maka retak akan banyak
terjadi di seluruh tinggi kolom pada lokasi-lokasi tulangan sengkang.
Dalam keadaan batas keruntuhan (limit state of failure), selimut beton di
luar sengkang (pada kolom bersengkang) atau di luar spiral (pada kolom
berspiral) akan lepas sehingga tulangan memanjangnya akan mulai
kelihatan. Apabila bebannya terus ditambah, maka terjadi keruntuhan dan
tekuk lokal (local buckling) tulangan memanjang. Dapat dikatakan
bahwa dalam keadaan batas keruntuhan, selimut beton lepas dahulu
sebelum lekatan baja-beton hilang.

46
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Seperti halnya balok, kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan


prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
a. Distribusi regangannya linier di seluruh tebal kolom.
b. Tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan baja (ini berarti
regangan pada baja sama dengan regangan pada beton yang
mengelilinginya).
c. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal
(untuk perhitungan kekuatan) adalah 0,003.
d. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan

2.3.3 Jenis Kolom

Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan Dipohusodo,


1994), ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini
merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan
pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan
pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk
memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada
tempatnya. Bentuk penampang kolom bisa berupa bujur sangkar
atau berupa empat persegi panjang. Kolom dengan bentuk empat
persegi ini merupakan bentuk yang paling banyak digunakan,
mengingat pembuatannya yang lebih mudah, perencanaannya yang
relatif lebih sederhana serta penggunaan tulangan longitudinal yang
lebih efektif (jika ada beban momen lentur) dari type lainnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Kolom ini mempunyai
bentuk yag lebih bagus dibanding bentuk yang pertama di atas,

47
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

namun pembuatannya lebih sulit dan penggunaan tulangan


longitudinalnya kurang efektif (jika ada beban momen lentur)
dibandingkan dari type yang pertama di atas. Hanya saja sebagai
pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang
dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.
Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom
untuk menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga
mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum
proses redistribusi momen dan tegangan terwujud.
3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan
yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil
atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok
memanjang. Bentuk ini biasanya digunakan, apabila jika hanya
menggunakan kolom bertulang biasa diperoleh ukuran yang sangat
besar karena bebannya yang cukup besar, dan disisi lain diharapkan
ukuran kolom tidak terlalu besar.

Untuk kolom pada bangunan sederhana bentuk kolom ada dua jenis
yaitu kolom utama dan kolom praktis.
a. Kolom Utama
Yang dimaksud dengan kolom utama adalah kolom yang fungsi
utamanya menyanggah beban utama yang berada diatasnya. Untuk
rumah tinggal disarankan jarak kolom utama adalah 3.5 m, agar
dimensi balok untuk menompang lantai tidak tidak begitu besar,
dan apabila jarak antara kolom dibuat lebih dari 3.5 meter, maka
struktur bangunan harus dihitung. Sedangkan dimensi kolom utama
untuk bangunan rumah tinggal lantai 2 biasanya dipakai ukuran
20/20, dengan tulangan pokok 8d12mm, dan begel d 8-10cm ( 8 d

48
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

12 maksudnya jumlah besi beton diameter 12mm 8 buah, 8 – 10 cm


maksudnya begel diameter 8 dengan jarak 10 cm).

Gambar 2.19 Pondasi Pelat dan Kolom Bangunan Lantai 2

b. Kolom Praktis
Kolom Praktis adalah kolom yang berpungsi membantu kolom
utama dan juga sebagai pengikat dinding agar dinding stabil, jarak
kolom maksimum 3,5 meter, atau pada pertemuan pasangan bata,
(sudut-sudut). Dimensi kolom praktis 15/15 dengan tulangan beton
4 d 10 begel d 8-20.

49
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Gambar 2.20 Kolom Praktis

Berdasarkan kelangsingannya, kolom dapat dibagi atas 2 jenis


antara lain :

a. Kolom Pendek, dimana masalah tekuk tidak perlu menjadi


perhatian dalam merencanakan kolom karena pengaruhnya
cukup kecil.
b. Kolom Langsing, dimana masalah tekuk perlu diperhitungkan
dalam merencanakan kolom.

Berdasarkan bentuk dan komposisi material yang umum


digunakan, maka kolom bertulang dapat dibagi dalam beberapa type
berikut :

a. Kolom empat persegi dengan tulangan longitudinal dan tulangan


pengikat lateral / sengkang. Bentuk penampang kolom bisa
berupa bujur sangkar atau berupa empat persegi panjang. Kolom

50
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

dengan bentuk empat persegi ini merupakan bentuk yang paling


banyak digunakan, mengingat pembuatannya yang lebih mudah,
perencanaannya yang relatif lebih sederhana serta penggunaan
tulangan longitudinal yang lebih efektif (jika ada beban momen
lentur) dari type lainnya.
b. Kolom bulat dengan tulangan longitudinal dan tulangan
pengikat spiral atau tulangan pengikat lateral. Kolom ini
mempunyai bentuk yag lebih bagus dibanding bentuk yang
pertama di atas, namun pembuatannya lebih sulit dan
penggunaan tulangan longitudinalnya kurang efektif (jika ada
beban momen lentur) dibandingkan dari type yang pertama di
atas.
c. Kolom komposit. Pada jenis kolom ini, digunakan profil baja
sebagai pemikul lentur pada kolom. Selain itu tulangan
longitudial dan tulangan pengikat juga ditambahkan bila perlu.
Bentuk ini biasanya digunakan, apabila jika hanya
menggunakan kolom bertulang biasa diperoleh ukuran yang
sangat besar karena bebannya yang cukup besar, dan disisi lain
diharapkan ukuran kolom tidak terlalu besar.

Berdasarkan atas panjang kolom dalam hubungannya dengan


dimensi lateralnya
1. Kolom Pendek, dimana dalam batas keruntuhan mekanismenya
ditentukan olehkekuatan bahannya (baja atau betonnya)
2. Kolom Panjang, dimana dalam batas keruntuhan mekanismenya
ditentukan oleh kekuatan bahannya (baja atau betonnya) dan
mungkin juga oleh adanya momen tambahan akibat faktor
tekuk.

51
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Menurut Wang (1986) kolom dapat terbagi menjadi tiga jenis


kolom, yaitu:
1. Kolom ikat (tied column) biasanya berbentuk bujur sangkar atau
lingkaran, dimana tulangan utama memanjang kedudukannya
dipegang oleh pengikat lateral yang ditempatkan pada jarak 300
sampai 600 mm.
2. Kolom spiral, umumnya jenis kolom yang berbentuk bujur
sangkar atau lingkaran, dimana tulangan memanjang disusun
membentuk lingkaran dan diikat oleh spiral yang ditempatkan
secara menerus dengan jarak 50 sampai 70 mm.
3. Kolom komposit merupakan jenis yang memakai profil baja
struktur, pipa atau tube tanpa atau dengan tulangan memanjang
tambahan.

Gambar 2.21 Jenis Kolom

52
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2.3.4 Fungsi Kolom

Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke


pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia
yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur
utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban
hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin.
Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah
roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan
meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang
diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya.
Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya
merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan.
Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material
yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton
memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok
bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan .

2.3.5 Pembuatan Kolom

Cara membuat kolom beton bertulang pada gedung tidak dapat


semudah ketika membangun rumah tinggal 1 lantai, perlu ketelitian dan
ketepatan penggunaan metode kerja terbaik agar dapat menghasilkan
kualitas kolom beton terbagus dan termurah. Pembuatan kolom praktis
pada pembangunan rumah tinggal prosesnya cukup sederhana dan cepat,
yaitu membeli besi rangkaian kolom praktis di toko bangunan lalu
memasangnya dengan beskisting dinding batu bata secara langsung

53
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

ditambah papan kayu maka pengecoran kolom praktis sudah bisa dimulai
hingga selesai. Sedangkan pada pembangunan kolom beton gedung
bertingkat tinggi prosesnya agak panjang, yaitu kurang lebih sebagai
berikut:
1. Pada tahap perencanaan kita buat gambar desain bangunan untuk
menggambarkan bentuk konstruksinya dan menentukan letak
kolom struktur.
2. Selanjutnya melakukan perhitungan struktur bangunan untuk
mendapatkan dimensi kolom dan bahan bangunan yang kuat
untuk digunakan namun tetap ekonomis.
3. Melakukan pekerjaan pengukuran untuk menentukan posisi
kolom bangunan, ini harus pas sesuai dengan gambar rencana.
apalagi pada gedung bertingkat tinggi yang angka toleransi
kesalahan hanya beriksar 1 cm, jika salah dalam mengukur maka
ada resiko keruntuhan gedung.
4. Menghitung kebutuhan besi tulangan dan bentuk potongan besi
yang perlu dipersiapkan. ini sering disebut sebagai bestek besi.
5. Merangkai potongan besi sesuai dengan bentuk kolom yang telah
direncanakan.
6. Memasang rangkaian besi tulangan pada lokasi kolom yang akan
dibuat.
7. Membuat bekisting / cetakan. bisa terbuat dari kayu, plat
alumunium atau media lain yang mampu menahan saat proses
pekerjaan pengecoran beton.
8. Memasang bekisting sehingga membungkus besi tulangan.
9. Melakukan pengecekan posisi bekisting apakah sudah sesuai
dengan ukuran rencana, dan apakah sudah benar-benar tegak.
10. Menghitung kebutuhan beton yang dibutuhkan.

54
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

11. Membuat adukan beton atau memesan beton precast dengan


kualitas sesuai hasil perhitungan semula. misalnya mau
menggunakan mutu beton K-250, K-300, K-400 dan seterusnya.
12. Melakukan pekerjaan pengecoran kolom, penentuan tinggi cor
bisa dilakukan dengan berpedoman pada ukuran bekisting atau
mengukur sisa cor dari ujung atas bekisting.

Pada setiap rangkaian pelaksanaan pekerjaan tersebut


membutuhkan pengecekan bersama entah itu dengan konsultan
perencana, kontraktor, konsultan pengawas maupun pemilik gedung
secara langsung. hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahan
yang mungkin terjadi dalam perencanaan maupun pelaksanaan.

2.3.6 Langkah-Langkah Desain Kolom

Berikut ini terdapat beberapa langkah-langkah dalam mendesain


desain kolom, antara lain :
1. Penentuan Lokasi As Kolom
Pekerjaan ini harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati
untuk menghindari pergeseran lokasi as yang berlebihan. Untuk
bangunan bertingkat tinggi harus diusahakan pergeseran as kolom
(error) seminimal mungkin. Hal tersebut mengingat semakin tinggi
bangunan, maka akan terjadi cumulative error yang semakin besar
dan gedung yang dibangun akan terlihat miring. Penentuan lokasi
as kolom dilakukan dengan menggunakan alat theodolitatau
waterpass. Titik as yang sudah ditentukan kemudian diberi tantanda

55
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

atau dengan memberikan tali bantuan yang diikatkan pada suatu


pasak dari kayu.
2. Pemasangan Tulangan Kolom
Untuk lantai pertama, tulangan kolom paling dasar
dimasukkan atau diangkurkan ke dalam tulangan fondasi. Tulangan
utama kolom satu persatu dimasukkan kedalam tulangan fondasi
yang pada ujung bagian bawah dibengkokkan kearah luar untuk
dudukan tulangan supaya dapat berdiri. Setelah semua tulangan
pokok terpasang, dipasanglah tulangan sengkang untuk menjaga
agar tulangan pokok kolom tidak berubah lokasi. Tulangan
sengkang ini dimasukkan dari atas atau samping mengelilingi
tulangan pokok kolom sesuai dengan gambar rencana. Pemasangan
tulangan kolom dilakukan dengan bantuan scaffolding untuk
menegakkan posisi atau sebagai penyangga tulangan kolom.
Pemasangan tulangan kolom pada lantai dasar atau yang
berhubungan dengan fondasi dilakukan bersamaan dengan
pemasangan tulangan pondasi atau pelat / pur fondasi dan tulangan
balok sloof.
3. Penyambungan Tulangan Kolom Antar Lantai Bangunan
Tulangan kolom lantai 1 yang terputus, disambung dengan
tulangan pokok baru yang diikat dengan kawat bendrat (tulangan
kolom lantai 2). Penyambungan tulangan ini dilakukan satu persatu
dengan scaffolding hingga seluruh tulangan terpasang termasuk
sengkangnya.
4. Pembuatan Sepatu Kolom
Sepatu kolom adalah sebuah blok beton yang dibuat dari
adukan beton pada bagian ujung bawah tulangan kolom yang
berhubungan dengan pondasi yang sudah dicor. Sepatu kolom ini

56
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

dibuat dengan ukuran sesuai dengan ukuran kolom, dengan tinggi


±5cm, yang berfungsi sebagai pengaku posisi tulangan kolom agar
tidak berubah posisi pada saat proses pengecoran dan juga
berfungsi sebagai penahan bekisting bagian bawah agar posisi
bekisting tidak berubah dan ukuran kolom menjadi benar.
5. Pemasangan Bekisting Kolom
Bekisting kolom dipasang setelah semua tulangan kolom
selesai dikerjakan dan sepatu kolom sudah selesai dibuat dan
mengeras. Bekisting dibuat dari multipleks, dengan pengaku atau
penyangga menggunakan balok girder. Bekisting dipasang satu
persatu pada setiap sisinya secara berurutan dengan menggunakan
tali. Setelah semua bekisting tersusun pada setiap sisinya kemudian
dipasang pengekang. Untuk menjaga kestabilan kedudukan
bekisting, dipasang penyangga samping (skur) pada keempat
sisinya atau dua sisi yang saling tegak lurus. Posisi ketegakan
kolom diatur dengan memutar skur pada tiap sisi bekisting yang
disangga sampai posisi bekisting tegak lurus. Pengukuran
ketegakan kolom menggunakan alat bantu tali dan unting-unting
serta meteran.
6. Penecoran Kolom
Penecoran kolom dapat dilakukan dengan menggunakan
adukan beton ready mix yang diangkut oleh concrete mixer truck
atau adukan beton dengan concrete mixer diesel. Pengecoran dapat
dilakukan dengan cara manual dan dengan mengunakan concrete
pump. Diusahakan agar adukan beton tidak jatuh terlalu tinggi
±1,5m. Sambil dituang, adukan beton dipadatkan dengan alat getar.
7. Pembongkaran Bekisting Kolom

57
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Bekisting harus dibongkar dengan cara sedemikian rupa


sehingga menjamin keselamatan penuh atas struktur.
Pembongkaran bekisting dilakukan dengan bantuan linggis. Beton
yang akan dipegaruhi oleh pembongkaran cetakan harus memiliki
kekuatan cukup sehingga tidak akan rusak pada saat
pembongkaran. Dalam beberapa proyek, pembongkaran dilakukan
kurang lebih satu hari setelah pelaksanaan pengecoran dengan
pertimbangan bahwa beton sudah cukup keras dan mampu
menahan berat sendirinya
8. Perawatan Beton
Perawatan dilakukan dengan cara menyirai permukaan beton
dengan air sesering mungkin untuk menjaga kelembaban beton.

2.3.7 Mendesain Kolom Beton Bertulang

A. Analisa
 Jenis taraf penjepitan kolom. Jika menggunakan tumpuan jepit,
harus dipastikan pondasinya cukup kuat untuk menahan momen
lentur dan menjaga agar tidak terjadi rotasi di ujung bawah
kolom.
 Reduksi Momen Inersia, Untuk pengaruh retak kolom, momen
inersia penampang kolom direduksi menjadi 0.7Ig (Ig = momen
inersia bersih penampang).

B. Beban Desain (Design Loads)


Yang perlu diperhatikan dalam beban yang digunakan untuk
desain kolom beton adalah:
1. Kombinasi Pembebanan.

58
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Digunakan seperti yang berlaku pada SNI Beton, Baja,


maupun Kayu.
2. Reduksi Beban Hidup Kumulatif.
Khusus untuk kolom (dan juga dinding yang memikul
beban aksial), beban hidup boleh direduksi dengan
menggunakan faktor reduksi beban hidup kumulatif.
Rujukannya adalah Peraturan Pembebanan Indonesia (PBI)
untuk Gedung 1983. Tabelnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.7 Tabel Koefisien Reduksi Kolom

Sumber : PBI untuk Gedung 1983.


C. Gaya Dalam
a. Gaya dalam yang diambil untuk desain harus sesuai dengan
pengelompokan kolom apakah termasuk kolom bergoyang atau tak
bergoyang, apakah termasuk kolom pendek atau kolom langsing.
b. Perbesaran momen (orde kesatu), dan analisis P-Delta (orde kedua)
juga harus dipertimbangkan untuk menentukan gaya dalam.

D. Detailing Kolom Beton


Untuk detailing, hal-hal yang perlu kita perhatikan didalamnya
antara lain:

59
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

a. Ukuran penampang kolom.


Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang
terkecil tidak boleh kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi
kolom yang terkecil terhadap arah tegak lurusnya tidak boleh
kurang dari 0.4. Misalnya kolom persegi dengan ukuran terkecil
300mm, maka ukuran arah tegak lurusnya harus tidak lebih dari
300/0.4 = 750 mm.

b. Rasio tulangan tidak boleh kurang dari 0.01 (1%) dan tidak boleh
lebih dari 0.08 (8%). Sementara untuk kolom pemikul gempa,
rasio maksiumumnya adalah 6%. Kadang di dalam prakteknya,
tulangan terpasang kurang dari minimum, misalnya 4D13 untuk
kolom ukuran 250×250 (rasio 0.85%). Asalkan beban
maksimumnya berada jauh di bawah kapasitas penampang sih,
oke-oke saja. Tapi kalau memang itu kondisinya, mengubah
ukuran kolom menjadi 200×200 dengan 4D13 (r = 1.33%) kami
rasa lebih ekonomis. Yang penting semua persyaratan kekuatan
dan kenyamanan masih terpenuhi.

c. Tebal selimut beton adalah 40 mm. Toleransi 10 mm untuk d


sama dengan 200 mm atau lebih kecil, dan toleransi 12 mm untuk
d lebih besar dari 200 mm. d adalah ukuran penampang dikurangi
tebal selimut. d adalah jarak adalah jarak antara serat terluar beton
yang mengalami tekan terhadap titik pusat tulangan yang
mengalami tarik. Misalnya kolom ukuran 300 x 300 mm, tebal
selimut (ke titik berat tulangan utama) adalah 50 mm, maka d =
300-50 = 250 mm.

Catatan:

60
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

 toleransi 10 mm artinya selimut beton boleh berkurang sejauh


10 atau 12 mm akibat pergeseran tulangan sewaktu
pemasangan besi tulangan. Tetapi toleransi tersebut tidak
boleh sengaja dilakukan, misanya dengan memasang “tahu
beton” untuk selimut setebal 30 mm.
 adukan plesteran dan finishing tidak termasuk selimut beton,
karena adukan dan finishing tersebut sewaktu-waktu dapat
dengan mudah keropos baik disengaja atau tidak disengaja.

d. Pipa, saluran, atau selubung yang tidak berbahaya bagi beton


(tidak reaktif) boleh ditanam di dalam kolom, asalkan luasnya
tidak lebih dari 4% luas bersih penampang kolom, dan
pipa/saluran/selubung tersebut harus ditanam di dalam inti beton
(di dalam sengkang/ties/begel), bukan di selimut beton.
Pipa aluminium tidak boleh ditanam, kecuali diberi lapisan
pelindung. Aluminium dapat bereaksi dengan beton dan besi
tulangan.

Gambar 2.21 Pipa Saluran Kolom

61
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

e. Spasi (jarak bersih) antar tulangan sepanjang sisi sengkang tidak


boleh lebih dari 150 mm.

Gambar 2.22 Jarak Antar Tulangan Kolom

f. Sengkang / ties / begel adalah elemen penting pada kolom


terutama pada daerah pertemuan balok-kolom dalam menahan
beban gempa. Pemasangan sengkang harus benar-benar sesuai
dengan yang disyaratkan oleh SNI. Selain menahan gaya geser,
sengkang juga berguna untuk menahan/megikat tulangan utama
dan inti beton tidak “berhamburan” sewaktu menerima gaya
aksial yang sangat besar ketika gempa terjadi, sehingga kolom
dapat mengembangkan tahanannya hingga batas maksimal
(misalnya tulangan mulai leleh atau beton mencapai tegangan
0.85fc’).

g. Transfer beban aksial pada struktur lantai yang mutunya berbeda.


Pada high-rise building, kadang kita mendesain kolom dan pelat
lantai dengan mutu beton yang berbeda. Misalnya pelat lantai
menggunakan fc’25 MPa, dan kolom fc’40 MPa. Pada saat
pelaksanaan (pengecoran lantai), bagian kolom yang berpotongan
(intersection) dengan lantai tentu akan dicor sesuai mutu beton

62
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

pelat lantai (25 MPa). Daerah intersection ini harus dicek


terhadap beban aksial di atasnya. Tidak jarang di daerah ini
diperlukan tambahan tulangan untuk mengakomodiasi kekuatan
akibat mutu beton yang berbeda.

2.3.8 Diagram Interaksi kolom


Hampir semua elemen struktur tekan pada struktur beton
diperlakukan untuk menerima momen sebagai tambahan terhadap beban
aksial. Hal ini bisa diakibatkan oleh beban yang tidak terletak pa da
tengah kolom seperti pada gambar 2.5 (b) atau juga sebagai hasil
penahan daripada keadaan tidak seimbang momen pada ujung balok yang
didukung oleh kolom.

Gambar 2.23 Beban aksial dan momen pada kolom


Jarak e diartikan sebagai eksentrisitas terhadap beban. Kedua kasus
ini pada dasarnya sama yaitu beban P eksentris pada gambar 2.3 (b) bisa

63
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

diganti dengan beban P yang bekerja pada aksis centroidal ditambah


dengan momen, M=Pe, terhadap sumbu centroi.
Diagram interaksi untuk kolom umumnya dihitung dengan
mengasumsikan regangan yang didistribusikan dimana setiap regangan
bersesuaian dengan titik tertentu pada diagram interaksi, dan menghitung
nilai yang bersesuaian dengan P dan M. Bila titik – titik tersebut telah
dihitung, barulah hasilnya ditunjukkan dengan diagram interaksi.

Gambar 2.24 Perhitungan Pn dan Mn untuk kondisi regangan tertentu

Proses perhitungan ditunjukkan pada gambar 2.4 untuk satu


regangan tertentu. Potongan penampang digambarkan pada gambar 2.4
(a) dan satu regangan distribusi diasumsikan seperti pada gambar 2.4 (b).
Maksimum regangan tekan beton diatur sebesar 0,003, bersesuaian
dengan kegagalan kolom. Lokasi garis netral dan regangan pada tiap
tulangan dihitung dari distribusi regangan.

64
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Hasilnya kemudian digunakan untuk menghitung besarnya balok


tekanan dan besarnya gaya yang bekerja pada tiap tulangan, seperti pada
gambar 2.4 (c). Gaya pada beton dan tulangan yang ditunjukkan pada
gambar 2.4 (d) dihitung dengan mengalikan gaya dengan luas dimana
gaya tersebut bekerja. Akhirnya, gaya aksial Pn dihitung dengan
menjumlahkan gaya – gaya individual pada beton dan tulangan, dan
momen Mn dihitung dengan menjumlahkan gaya-gaya ini terhadap titik
pusat daripada potongan penampang. Nilai Pn dan Mn ini
menggambarkan satu titik di diagram interaksi.
Gambar 2.25 menggambarkan beberapa seri dari distribusi
regangan dan menghasilkan titik – titik pada diagram interaksi. Distribusi
regangan A dan titik A menunjukkan keadaan murni aksial tekan. Titik B
menunjukkan hancurnya satu muka kolom dan gaya tarik sebesar nol
pada muka lainnya. Bila kuat tarik beton diabaikan pada proses
perhitungan, hal ini menunjukkan terjadinya retak pada bagian bawah
muka penampang.

Gambar 2.25 Distribusi regangan berkaitan dengan titik pada diagram


interaksi

65
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Semua titik yang berada dibawah ini pada diagram interaksi


menunjukkan kasus dimana penampang terjadi retak pada bagian –
bagian tertentu. Titik C menunjukkan regangan distribusi dengan
regangan tekan maksimum sebesar 0,003 pada satu sisi penampang dan
regangan tarik 𝜀𝑦 , leleh daripada tulangan, pada tulangan tarik. Hal ini
menunjukkan keruntuhan balanced dengan terciptanya kehancuran pada
beton dan melelehnya tulangan tarik yang terjadi secara bersamaan. Titik
C merupakan titik terjauh pada diagram interaksi yang menunjukkan
perubahan dari kegagalan tekan untuk beban yang lebih tinggi dan
kegagalan tarik untuk beban yang lebih kecil.

2.4 PONDASI

2.4.1 Pengertian Pondasi

Pondasi adalah struktur bangunan bagian bawah yang berfungsi


meneruskan gaya dari segala arah bangunan di atasnya ke tanah. Dengan
demikian pembangunan pondasi harus dapat menjamin kestabilan
bangunan terhadap berat pondasi itu sendiri, beban-beban berguna, dan
gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi, dan lain-lain.

Adanya penurunan pondasi setempat atau secara merata melebihi


batas tertentu akan menyebabkan rusaknya bangunan atau menimbulkan
patahan pada beton. Oleh karena itu penggalian tanah untuk pondasi
sebaiknya harus mencapai tanah keras.

66
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2.4.2 Jenis Pondasi

Secara umum terdapat dua macam pondasi, yaitu:

1. Pondasi Dangkal : dipakai untuk bangunan bertanah keras atau


bangunan-bangunan sederhana. Yang termasuk Pondasi dangkal
antara lain:

 Pondasi batu kali setempat


 Pondasi lajur batu kali
 Pondasi tapak atau plat beton setempat
 Pondasi beton lajur
 Pondasi Strauss
 Pondasi tiang pancang kayu
 Pondasi Umpak. Biasanya jenis pondasi ini digunakan pada
rumah adat, rumah kayu, atau rumah tradisional jaman dulu.
 Pondasi Batu Bata. Jenis pondasi yang dibuat dengan bahan
dasar batu bata. Dalam pemasangannya disusun sedemikian rupa
sehingga dapat menahan berat bangunan yang ada di atasnya
dan meneruskanya ke tanah.
 Pondasi Batu Kali. Jenis pondasi yang bahan dasarnya batu kali.
 Pondasi bor mini (Strauss Pile)
 Pondasi Telapak/ Footplat
 Dll

67
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

2. Pondasi Dalam : dipakai untuk bangunan bertanah lembek, bangunan


berbentang lebar (memiliki jarak kolom lebih dari 6 meter), dan
bangunan bertingkat. Yang termasuk pondasi dalam antara lain :

 Pondasi sumuran
 Pondasi Bored Pile
 Pondasi tiang pancang (driven pile).
 Pondasi tiang franki (franki pile)
 Pondasi tiang injeksi (injection pile)

2.4.3 Fungsi Pondasi

Pondasi merupakan komponen/ struktur paling bawah dari sebuah


bangunan, meski tidak terlihat secara langsung saat bangunan sudah
selesai, namun secara fungsi struktur, keberadaan pondasi tidak boleh
terabaikan. Perlu perencanaan yang matang, karena salah satu faktor
yang mempengaruhi keawetan atau keamanan bangunan adalah pondasi.
Dalam menentukan jenis, ukuran, dan konstruksi pondasi harus
memperhatikan jenis bangunan, beban bangunan, kondisi tanah, dan
faktor-faktor lain yang berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung.
Karena fungsi pondasi adalah sebagai perantara untuk meneruskan
beban struktur yang ada di atas muka tanah dan gaya-gaya lain yang
bekerja ke tanah pendukung bangunan tersebut.
Dengan demikian, sebaiknya perlu perhitungan matang dan tidak
hanya berdasar kebiasaan setempat. Karena sering ditemui, banyak yang
membuat rumah hanya didasari dari kebiasaan masyarakat.
Sebagai contoh: Sebuah rumah sudah mengalami retak pada
dindingnya, padahal konstruksinya sudah sangat kuat, mulai dari sloof,

68
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

kolom, dinding, semua menggunakan konstruksi yang kuat. Tapi ada


yang terlupakan, tanah yang dipergunakan untuk membangun rumah saat
ini adalah bekas sawah, sehingga kondisi tanah belum stabil, sedangkan
pondasi yang digunakan adalah pondasi yang biasa digunakan diwilayah
tersebut.

2.4.4 Menentukan Pondasi

Pondasi adalah bagian utama dari sebuah bangunan, tanpa adanya


pondasi yang kokoh bangunan tak akan kuat serta tidak aman untuk
ditempati. Setiap konstruksi bangunan bukan berarti memiliki tipe atau
jenis pondasi yang sama, Anda perlu memilih / menentukan jenis
pondasi atau tipe pondasi yang berbeda untuk bangunan, misalnya
pondasi rumah 2 lantai berbeda kedalaman atau jenis pondasi yang
digunakan untuk bangunan 3 lantai. Dalam menentukan jenis pondasi
bangunan ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan diantaranya :
a. Jumlah lantai yang akan di bangun, misalnya:
Bangunan sederhana atau rumah 1 lantai bisa digunakan
pondasi dangkal yaitu pondasi batu kali atau telapak.

Gambar 2.26 detail pondasi plat

69
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

Pondasi rumah 2 lantai atau 3 lantai bisa digunakan Pondasi


strauss pile atau bor tanah manual metode ini di era sekarang
banyak sekali digunakan untuk pondasi rumah 2 lantai atau
pondasi rumah bertingkat dikarenakan biaya yang dikeluarkan
sebanding dengan fungsi dari pondasi strauss pile itu sendiri.
Pondasi strauss pile bertumpu ditanah dalam sehingga resiko
penurunan bangunan yang biasanya mengakibatkan dinding retak
dapat diminimalisir.
Bangunan 3 lantai atau lebih, bisa digunakan pondasi dalam
yaitu bor pile atau tiang pancang, Tapi apabila lokasi tidak
memungkinkan menggunakan kedua metode tersebut maka
alternatifnya bisa digunakan metode strauss pile.

b. Jenis tanah sekitar,


Ini perlu diketahui mengenai kondisi ketahanan tanah
terhadap beban. Apabila kondisi tanah lunak yang artinya
mempunyai daya dukung sangat rendah maka pondasi bangunan
harus direncanakan secara khusus demi kestabilan pondasi tersebut.
Misalnya kondisi tanah di utara Jakarta berbeda dengan
selatan Jakarta, di selatan Jakarta tanah dibagian atas didominasi
oleh tanah hasil produk vulkanik baik yang sudah ditransportasikan
oleh air maupun yang belum, ditandai dengan tanah lempung
berwarna coklat kemerahan dan banyak dipakai sebagai tanah
urugan. Di utara Jakarta, tidak ada ciri yang sama untuk tanah
bagian atas karena merupakan tanah urugan diatas tanah dasar yang
lunak berupa marine clay.

70
Tugas Besar
(STS 6603) Perancangan Struktur Beton II

71

Anda mungkin juga menyukai