Anda di halaman 1dari 6

Hari/ Tanggal : 18 Agustus 2020

Nama Pemateri : Amri Ak

Materi : Kebijakan K3 dan UU 1970


Nama : Mukhlis Dwi Tanto

Hasil Resume :
Regulasi k3
1. UU no 13 tahun 2003 ketenagakerjaan
2. UU 1 tahun 1970 pasal 86, 87
3. PP No. 50 Tahun 2012 penerapan SMK3
4. Permen 26 Tahun 2014 audit SMK3

Visi Presiden
Pembangunan SDM
Visi Menaker
Budaya K3 Unggul, Indonesia maju
Pendekatan pemahaman induvidu dengan output pemahaman organisasi Perusahaan
Implementasi 2020:
1. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
2. Pemahaman Komprehensif mengenai K3 bagi Sumber Daya Manusia di PERUSAHAAN
3. Mengedalikan risiko bahaya dengan outcome aman, sehat, produktifitas tinggi
4. Penerapan SMK3

Why K3 is Important ??
Tingginya Kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja
Korelasi K3 dengan keuntungan produktivitas
Komitmen Global terkait K3= Hak Asasi Manusia
Perusahaan >produksi x pekerja sehat jasmani rohani= >pendaatan perusahaan
Kondisi Saat IniTahun 2013 naik 33%

Perusahaan= 252 ribu PERUSAHAAN Kebutuhan. Pengawas


Tenaga kerja= 13 jt org 20 rb/252 ribu= ??
Pengawas K3= 1574 org belum ideal
Rasio kebutuhan. Ideal (ILO)
1.20.0000

Tantangan K3
1. Kualitas Sumber Daya Manusia rendah
2. Uji K3 rendah
3. Kuantitas dan kualitas K3 rendah (priority)
4. Objek pengawasan komplek

SMK3
Rancangan terstruktur, kontinue dan sistematis untuk mengendalikan risiko bahaya di lingkungan.
Kerja dengan outcome lingkungan aman, Tenaga kerja sehat, produktivitas naik
Audit SMK3: Penilaian Indikator dari penerapan SMK3

Inti Ahli K3
1. Profesional sebagai alat negara mewujudkan kesehatan pekerja di PERUSAHAAN
2. Independen
3. Pendekatan preventif bagi Tenaga kerja
4. Kerjasama lintas sector untuk mewujudkan kesehatan pekerja di PERUSAHAAN

Kesimpulan
1. Korelasi kualitas Sumber daya manusia dengan Daya saing Tenaga kerja
2. Korelasi Kecelakaan Akibat Kerja dengan Penyakit Akibat Kerja
3. Korelasi SMK 3 dengan penjualan produk
4. Korelasi Penyakit Akibat Kerja dengan Produktivitas

UU No 1 Tahun 1970

Latar Belakang
Ketidaksesuaian peraturan Vr 10 dengan era sekarang sehingga diterbitkan UU no. 1 tahun
1973. Berikut ini perbedaannya:
VR 10
1. Ruang lingkup sempit
2. Bersifat represif
3. Kurang bersifat teknis
UU No 1 Tahun 1970
1. Ruang lingkup luas
2. Bersifat preventif
3. Lebih bersifat teknis
4. Terdapat pasal baru yang memuat Panitia Pembina K3

Regulasi sebelumnya
Pasal 5, 20, dan 27 UUD 45 dan Pasal 9 dan 10 UU no 14 Tahun 1969

Bunyi UU no 1 tahun 1973 tentang K3


Pasal 1= Tempat kerja terdiri dari ruangan Lapangan, Terbuka, tertutup, bergerak, dan tetap
Pengurus= Seseorang yang memimpin langsung di suatu organisasi
Pengusaha=
1. Seseorang atau badan hukum yang menjalankan usaha milik sendiri
2. Seseorang atau badan hukum yang menjalankan suatu usaha bukan miliknya
3. Seseorang atau badan hukum di Indonesia yang mewakili poin 1, dan 2 apabila pemilik
tersebut berada di luar negeri
Direktur= Pejabat yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja
Pengawas= Pegawai teknis berkeahlian dari departemen tenaga kerja ditunjuk langsung oleh
Menteri tenaga kerja
Ahli K3= Tenaga teknis berkeahlian dari luar Departemen tenaga kerja yang ditunujuk oleh
Menteri Tenaga Kerja
Undang undang no1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja di undangkan sebagai instrumen
hukum dalam upaya memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat
sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang
wajib dipenuhi oleh perusahaan. Undang-undang ini sebagai dasar menyusun kebijakan
keselamatan kerja, mengatur segala upaya guna mencegah/mengurangi terjadinya kecelakaan di
tempat kerja yang mana dapat mengakibatkan kerugian, baik jiwa/raga dan atau harta,
sedangkan kesehatan kerja mengatur segala upaya guna mencegah/mengurangi sakit akibat
melaksanakan kerja

Kejadian kecelakaan kerja di perusahaan, bisa di akibatkan oleh lemahnya instrumen hukum
yang ada, belum mampu memberikan efek jera bagi perusahaan atau orang yang melanggar
norma- norma dan ketentuan K3. Sanksi yang diatur peraturan perundang-undangan bagi pihak
yang melanggar K3 tergolong ringan. Mengacu Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja sanksi yang bisa dijatuhkan hanya hukuman selama-lamanya tiga bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp100.000.

Tujuan dan program pelaksanaan K3 diperusahaan berdasarkan undang-undang no 1 tahun 1970


tentang keselamatan kerja pada pasal 3 yang menjelaskan tentang syarat-syarat keselamatan
kerja sebagai tujuan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu; Mencegah dan
mengurangi kecelakaan, mengurangi bahaya peledakan, memberi kesempatan atau jalan
menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya,
memberi pertolongan , memberi alat-alat perlindungan diri, mencegah dan mengendalikan
timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin,
cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran, mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit
akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan, memperoleh
penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik,
menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup, memelihara kebersihan, kesehatan dan
ketertiban, memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya, mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau
barang, mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan, mengamankan dan
memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang, mencegah terkena
aliran listrik yang berbahaya, menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Pengawasan dan pembinaan pelaksanaan program K3 Undang-undang no 1 tahun 1970 tentang


keselamatan kerja, pada pasal 5 alinea 1 menyebutkan bahwa “Direktur melakukan pelaksanaan
umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan
kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan
membantu pelaksanaannya”

Pada pasal ini, pengawas dan ahli keselamatan kerja diperlukan untuk melakukan pengawasan
langsung terhadap pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-undang no 1
tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pada Pasal 8 menyatakan bahwa: (1) Pengurus
diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga
kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang
diberikan padanya. (2) Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan
oleh direktur. (3) Norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan. Menurut pasal ini, pengurus perusahaan wajib melaksanakan program kesehatan
kerja bagi karyawan yang di pekerjakannya, dan menunjuk dokter perusahaan sebagai pelaksana
program kesehatan kerja, maka dokter ahli kesehatan kerja dan tenaga kesehatan kerja
diperlukan untuk melaksanan undang-undang keselamatan kerja.

P2K3 dibentuk oleh Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk guna memperkembangkan
kerja-sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga
kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi (Prioritas)

Menurut pasal 11 setiap kecelakaan, pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang
terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga
Kerja

Menurut pasal 12 kewajiban dan hak tenaga kerja adalah memberikan keterangan yang benar
bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja; Memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan; Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan
dan kesehatan kerja yang diwajibkan; Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan
di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai
pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut pasal 13 Semua orang diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan
memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkanketika masuk di area kerja atau lingkungan
kerja (Prioritas)

Menurut pasal 14 Pengurus mempunyai kewajiban secara tertulis menempatkan dalam tempat
kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-
undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat, memasang semua
gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-
tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli.

Keselamatan Kerja, menyediakan semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
Pasal 15. Terkait Penyelenggara pelatihan kerja yang harus memenuhi persyaratan seperti,
tenaga kepelatihan, kurikulum yang sesuai, sarana dan prasarana, dana pelaksanaan pelatihan.

Pasal 16. Terkait dengan akredetasi pelatihan. Dalam pasal 16 berbunyi setiap lembaga
pelatihan baik swasta atau pemerintah sama sama memiliki berhak untuk memperoleh
akredetasi

Pasal 17 terkait Pemberhentian lembaga PJK3. Lembaga dapat diberhentikan karena pelatihan
tidak sesuai, tidak memenuhi syarat sebagai mana pasal 15, penghentian sementara karena tidak
memenuhi syarat, penghentian program pelatihan apabila tidak memperbaiki selama 6 bulan.

Anda mungkin juga menyukai