Anda di halaman 1dari 53

WINDA REVITA

NIM: 2013201044

RANGKUMAN PERATURAN
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
DAFTAR RANGKUMAN

• UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

• PP No. 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja

• UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

• UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

• Permenakertrans RI No. 02 Tahun 1980

• Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002


2

• Permenkes No. 70 Tahun 2016


UU No. 01 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja
3
UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

BAB 1 DEFINISI

1. Tempat kerja adalah ruangan/lapangan yang di dalamnya terdapat 3 unsur yaitu:

• pekerjaan,

• tenaga kerja, dan

• sumber-sumber bahaya.

2. Pengurus adalah orang yang memimpin suatu tempat kerja.

3. Pengusaha adalah orang atau badan hukum yang menjalankan suatu usaha.

4. Direktur adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri tenaga kerja untuk menjalankan undang-undang ini

5. Pegawai pengawas adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja

6. Ahli Keselamatan Kerja adalah Tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya undang-undang ini.

4
UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

BAB 2 RUANG LINGKUP

Pasal 2

Undang-undang mengatur keselamatan kerja dalam segala tempat kerja baik di darat,di dalam tanah,di
permukaan air didalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum RI

Ketentuan-ketentuan K3 yang disebut dalam ayat 1 berlaku di tempat kerja dimana terdapat sumber
bahaya yang berkaitan dengan :

• Keadaan mesin,alat, dan bahan

• Lingkungan kerja

• Cara kerja

• Sifat pekerjaan

• Proses produksi

Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk tempat kerja yang dapat membahayakan keselamatan dan
kesehatan pekerja dan dapat dirubah perincian dalam ayat 2.
5
UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

BAB 3 SYARAT KESELAMATAN KERJA


Pasal 3
• Mencegah dan mengurangi kecelakaan • Penyegaran udara yang cukup
• Mencegah, mengurangi, dan memadamkan • Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
kebakaran
• Memperoleh keserasian di lingkungan kerja
• Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
• Mengamankan dan memperlancarkan
• Memberi atau menyelamatkan pada waktu pengangkutan
kejadian yang berbahaya
• Mengamankan dan memelihara segala jenis
• Memberi pertolongan bangunan
• Memberi APD • Mengamankan dan memelihara pekerjaan bongkar
• Mencegah dan mengendalikan adanya polusi muat

• • Mencegah terkena aliran listrik


Mencegah dan mengendalikan terjadinya PAK
• • Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan
Memperoleh penerangan yang cukup
yang dapat kecelakaan bertambah tinggi
• Suhu dan lembab udara yang baik

6
UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

BAB 4 PENGAWASAN
Pasal 5
• Tugas Direktur :melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-Undang,
• Tugas pengawas dan ahli K3 : menjalankan pengawasan langsung dan membantu
pelaksanaannya
Pasal 6
• Pihak yang tidak menyetujui keputusan direktur bisa banding (proses banding diatur oleh Menteri
Tenaga Kerja) . Hasil banding tidak bisa dibanding lagi.
Pasal 7
Kewajiban pengusaha membayar retribusi untuk pengawasan.
Pasal 8
• Kewajiban pengurus dalam memeriksakan kesehatan (badan , mental , kemampuan fisik)
• Kewajiban memeriksakan tenaga kerja secara berkala ke dokter .Norma pemeriksaan diatur
undang-undang.

7
UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

BAB 5 PEMBINAAN
Pasal 9
Kewajiban pengurus untuk menjelaskan:
1. Kondisi bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerjanya
2. Pengaman dan alat perlindungan dalam tempat kerjanya
3. Alat perlindungan diri tenaga kerja
4. Cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya
Pengurus hanya mempekerjakan tenaga kerja yang memahami syarat diatas
Kewajiban pengurus untuk membina tenaga kerja dalam
5. Pencegahan kecelakaan,
6. Pemberantasan kebakaran serta
7. Peningkatan K3 dan pemberian P3K.
Pengurus wajib menaati syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang
dijalankannya

8
UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

BAB 6 P2K3
Pasal 10

Kewenangan Menteri Tenaga Kerja untuk membentuk P2K3 dalam mengembangkan kerjasama,
saling pengertian dan partisipasi dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban bersama di bidang K3 demi kelancaran usaha produksi

Menteri tenaga kerja menetapkan susunan panitia pembina K3, tugas dan lainnya.

BAB 7 KECELAKAAN
Pasal 11

Kewajiban melapor apabila terjadi kecelakaan di tempat kerja ke pegawai pengawas yang ditunjuk
Menteri Tenaga Kerja.

(Tata cara pelaporan dan pemeriksaan yang telah diatur dalam peraturan Menteri No.3 tahun 1998)

9
UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

BAB 8 KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA


Pasal 12

Kewajiban tenaga kerja:

• Memberi keterangan yang benar kepada pegawai pengawas dan ahli k3

• Memakai APD

• Memenuhi dan mentaati semua syarat k3

Hak tenaga kerja:

• Meminta kepada pengurus agar dilaksanakan syarat-syarat k3

• Menyatakan keberatan kerja bila syarat k3 tidak di penuhi dan ragu terhadap APD yang diwajibkan.

BAB 9 KEWAJIBAN MEMASUKI TEMPAT KERJA


Pasal 13
Kewajiban untuk menaati k3 dan memakai APD ketika memasuki tempat kerja.

10
UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

BAB 10 KEWAJIBAN PENGURUS


Pasal 14
Kewajiban pengurus:
1. Menempatkan syarat-syarat K3, UU no.1 tahun 1970, peraturan pelaksanaan,
2. Memasang bahan pembinaan K3, dan poster K3 di tempat yang strategis.
3. Menyediakan APD secara cuma-cuma

BAB 11 KETENTUAN PENUTUP


Pasal 15
Ketentuan penutup: Ancaman pidana atas pelanggaran adalah maksimum 3 bulan kurungan atau denda
maksimum Rp. 100.000.
Pasal 16
Pengusaha wajib memenuhi ketentuan undang-undang paling lama 1 tahun
Pasal 17
Aturan peralihan pelaksanaan ketentuan keselamatan kerja tetap berlaku selama tidak bertentangan
dengan undang-undang.
Pasal 18
Menetapkan UU No.1 tahun 1970 sebagai undang-undang keselamatan kerja dalam LNRI mulai tanggal
12 Januari 1970. 11
PP No. 88 Tahun 2019
Tentang Kesehatan Kerja
12
PP No. 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja

BAB 1 KETENTUAN UMUM

1. Kesehatan Kerja adalah upaya yang ditujukan untuk melindungi setiap orang yang berada di Tempat
Kerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan
dari pekerjaan.

2. Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan danf atau lingkungan kerja.

3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

4. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, letak
pekerja bekerja, atau yang sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber
bahaya sesuai dcngan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

13
PP No. 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja

BAB 1 KETENTUAN UMUM

6. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

7. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta
memlliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

8. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

9. Pengurus atau Pengelola Tempat Kerja adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung
sesuatu Tempat Kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.

10. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan Aparatur Sipil Negara,
Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan membayar
gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

14
PP No. 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja

BAB 2 PENYELENGGARAAN KESEHATAN KERJA


Pasal 2
1. Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya:
• pencegahan penyakit;
• peningkatan kesehatan;
• penanganan penyakit; dan
• pemulihan kesehatan.
2. Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan standar Kesehatan Kerja.
3. Standar Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diiaksanakan dengan memperhatikan
Sistem Kesehatan Nasional dan kebijakan keselamatan dan Kesehatan Kerja nasional sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3
4. Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditujukan kepada setiap
orang yang berada di Tempat Kerja.
5. Penyelenggaraan Kesehatan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipenuhi oleh Pengurus
atau Pengelola Tempat Kerja dan Pemberi Kerja di semua Tempat Kerja.
15
PP No. 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja

BAB 2 PENYELENGGARAAN KESEHATAN KERJA


Pasal 4 Standar Kesehatan Kerja dalam upaya
Standar Kesehatan Kerja daiam upaya pencegahan penanganan penyakit meliputi:
penyakit meliputi: • pertolongan pertama pada cedera dan sakit
• identifikasi, penilaian, dan pengendalian potensi yang terjadi di Tempat Kerja;
bahaya kesehatan; • diagnosis dan tata laksana penyakit; dan
• pemenuhan persyaratan kesehatan lingkungan • penanganan kasus kegawatdaruratan medik
kerja; dan/atau rujukan.
• pelindungan kesehatan reproduksi; • Pertolongan pertama pada cedera dan sakit
• pemeriksaan kesehatan; yang terjadi di Tempat Kerja sebagaimana
• penilaian kelaikan bekerja; dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib
• pemberian imunisasi dan/atau profilaksis bagi dilaksanakan di Tempat Kerja.
Pekerja berisiko tinggi; • Diagnosis dan tata laksana penyakit
• pelaksanaan kewaspadaan standar; dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
• surveilans Kesehatan Kerja. dilakukan terhadap Penyakit Akibat Kerja dan
bukan Penyakit Akibat Kerja, sesuai dengan
Pasal 5 ketentuan peraturan perundang-undangan.
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya peningkatan • Penanganan kasus kegawatdaruratan medik
kesehatan meliputi: meliputi penanganan lanjutan setelah
• peningkatan pengetahuan kesehatan; pertolongan pertama terhadap cedera, kasus
• pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat; keracunan, dan gangguan kesehatan lainnya
• pembudayaan keselamatan dan Kesehatan Kerja yang memerlukan tindakan segera, sesuai
di Tempat Kerja; dengan ketentuan peraturan perundang-
• penerapan gizi kerja; dan peningkatan kesehatan undangan.
fisik dan mental.
16
PP No. 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja
BAB 3 PENDANAAN
Pasal 15
Pendanaan penyelenggaraan Kesehatan Kerja dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, masyarakat, atau sumber lain yang sah dan tidak
mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB 4 PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 16
1. Masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan Kesehatan Kerja untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui:
• perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, penilaian, dan pengawasan;
• pemberian bantuan sarana, tenaga ahli, dan finansial;
• dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan Kesehatan Kerja;
• pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi; dan
• sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan dan/atau
pelaksanaan Kesehatan Kerja.
17
PP No. 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja
BAB 5 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 15
1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan Kesehatan
Kerja.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap aspek pemenuhan standar Kesehatan
Kerja.
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
• advokasi dan sosialisasi;
• bimbingan teknis; dan
• pemberdayaan masyarakat.

BAB 6 KETENTUAN PENUTUP


Pasal 20
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Kesehatan Kerja dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 21
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
18
UU No. 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan
19
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
PENGERTIAN KETENAGAKERJAAN
Dikutip dari Undang-Undang No.13 Tahun 2003, ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa ketenagakerjaan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja
pada waktu sebelum, selama dan setelah selesai masa hubungan kerja, baik pada pekerjaan yang
menghasilkan barang maupun pekerjaan berupa. Secara hukum, ketenagakerjaan merupakan bidang hukum
privat yang memiliki aspek publik, karena meskipun hubungan kerja dibuat berdasarkan kebebasan para pihak.
Meskipun demikian, terdapat beberapa ketentuan yang mewajibkan pekerja dan pemberi kerja tunduk pada
ketentuan pemerintah yakni hukum publik.

20
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
PENGERTIAN KETENAGAKERJAAN
Pasal 5 UU No.13 Tahun 2003 menegaskan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang
sama untuk memperoleh pekerjaan tanpa adanya diskriminasi. Dalam Undang-Undang tersebut, tenaga
kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
• Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu yang diperoleh dari bidang pendidikan.
Sebagai contoh: dosen, dokter, guru, pengacara, akuntan dan sebagainya.
• Tenaga kerja terlatih
Tenaga kerja yang memiliki keahlian pada bidang tertentu yang diperoleh dari pengalaman dan
latihan. Sebagai contoh: supir, tukang jahit, montir dan sebagainya.
• Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih
Tenaga kerja yang mengandalkan tenaga, tidak memerlukan pendidikan maupun pelatihan terlebih
dahulu. Sebagai contoh: kuli, pembantu rumah tangga, buruh kasar dan sebagainya.

21
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA
• Hak untuk mengembangkan potensi
Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa setiap pekerja dalam suatu perusahaan
memiliki hak untuk mengembangkan potensi kerja baik dari segi minat, bakat, maupun kemampuan melalui
pelatihan kerja.
• Hak menerima upah
Pada Pasal 1 Ayat 30 disebutkan bahwa upah adalah hak pekerja dalam bentuk uang sebagai imbalan yang
dibayarkan oleh pengusaha atas jasa atau pekerjaan yang telah dan akan dilakukan sesuai dengan
perjanjian kerja, kesepakatan, atau perundang-undangan. Selain gaji pokok, pegawai juga berhak
mendapatkan tunjangan untuk dirinya dan keluarganya selama masa kerja di perusahaan.
• Hak jaminan sosial dan K3 (Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja)
Hak ini merupakan hak yang mendasar bagi pegawai di perusahaan, tanpa melihat status sebagai pegawai
tetap, kontrak, ataupun dalam masa probation. Pasal 86 menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh
mempunyai hak perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan
yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

22
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA
• Hak membentuk serikat pekerja
Pada Pasal 104 disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja. Serikat pekerja ini dapat menjadi wadah bagi pegawai untuk menyampaikan aspirasi kepada
perusahaan. Sebagai media penyalur aspirasi, serikat pekerja memiliki kapasitas hukum untuk membuat
perjanjian atau kesepakatan dengan perusahaan.
• Hak cuti, berlibur, dan istirahat. Hak melakukan aksi mogok kerja
Pasal 79 menyatakan bahwa pemilik usaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
Jumlah cuti yang diberikan oleh perusahaan sekurang-kurangnya sebanyak 12 hari kerja setelah pegawai
yang bekerja selama 1 tahun secara terus menerus.
• Hak perlindungan atas PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
Hak ini berhubungan dengan pemecatan secara sepihak oleh perusahaan. Sebab, hal tersebut bertentangan
dengan Undang-Undang yang berlaku, yang mana surat PHK harus disampaikan secara langsung tanpa
perantara. Jika pegawai terkena PHK, maka pegawai berhak mendapatkan hak-hak sebagai berikut:
a. Satu kali Uang Pesangon (UP)
b. Satu kali Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
c. Satu kali Uang Penggantian Hak (UPH)
23
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA
• Hak mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama
Hak ini berkaitan dengan keadilan bagi semua pegawai yang ada di perusahaan. Sebagaimana tertuang di
dalam UU No.13 Tahun 2003 Pasal 5 dan Pasal 6 yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja memiliki
kesempatan memperoleh pekerjaan dan mendapatkan perlakuan yang sama tanpa adanya diskriminasi dari
perusahaan.
• Hak penempatan tenaga kerja
Pasal 31 menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memilih, mendapatkan, atau pindah bekerja. Selain itu, setiap tenaga kerja juga berhak memperoleh
penghasilan yang layak baik saat ditempatkan di dalam atau di luar negeri.
• Hak memiliki waktu kerja yang sesuai
Pasal 77 Ayat 2 menyatakan bahwa:
a. 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 pekan untuk 6 hari kerja dalam 1 pekan
b. 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 pekan untuk 5 hari kerja dalam 1 pekan

Jadi, jika jam kerja atau hari kerja melebihi ketentuan di atas maka pegawai tersebut dianggap bekerja
lembur dan berhak mendapatkan upah tambahan.
24
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA
• Hak mendapatkan kesejahteraan
Pasal 99 menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja. Hal ini masih berhubungan dengan kebijakan terkait jaminan sosial dan K3 untuk pegawai.
Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud di dalam Ayat 1 UU tersebut dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 31 menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah bekerja. Selain itu,
setiap tenaga kerja juga berhak memperoleh penghasilan yang layak baik saat ditempatkan di dalam atau di
luar negeri.
• Hak khusus pegawai perempuan
Pasal 81 Ayat 1 menyebutkan bahwa pegawai perempuan berhak atas cuti menstruasi yang mana pegawai
tersebut tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua saat haid. Apabila pegawai tersebut merasakan
sakit saat haid dan melaporkannya kepada perusahaan, maka pegawai tersebut berhak mendapatkan hak
cuti haid. Sedangkan Pasal 82 menyatakan bahwa pegawai perempuan berhak mendapatkan waktu istirahat
dan tidak bekerja selama 1,5 atau 40 hari sebelum melahirkan. Hak tersebut juga berhak diperoleh pegawai
perempuan yang mengalami keguguran.

25
UU No. 24 Tahun 2011
Tentang
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
26
UU No. 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

PENGERTIAN

Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak.

TUJUAN BPJS

Tujuan BPJS untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup
yang layak bagi setiap peserta dan atau anggota keluarganya. BPJS bertanggungjawab kepada Presiden,
berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota negara Republik Indonesia. Selain itu juga mempunyai kantor
perwakilan di provinsi dan kantor cabang di kabupaten atau kota.

27
UU No. 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

JENIS BPJS

Menurut Pasal 5 UU No 24 Tahun 2011, pemerintah membentuk dua jenis BPJS yaitu:
1. BPJS Kesehatan
2. BPJS Ketenagakerjaan
Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing jenis BPJS sesuai UU tersebut:
3. BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
4. BPJS Ketenagakerjaan berfungsi menyelenggarakan program sebagai berikut:
• Program jaminan kecelakaan kerja
• Program jaminan hari tua
• Program jaminan pension
• Program jaminan kematian

28
UU No. 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

TUGAS BPJS

Berdasarkan Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2011, dalam melaksanakan fungsinya, BPJS bertugas untuk:
1. Melakukan dan atau menerima pendaftaran peserta.
2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.
3. Menerima bantuan iuran dari pemerintah.
4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta.
5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program Jaminan Sosial.
6. Membayarkan manfaat dan atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program
Jaminan Sosial.
7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada peserta dan
masyarakat.

29
UU No. 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

TARIF BPJS

Berdasarkan Pasal 11 UU No. 24 Tahun 2011, pemerintah menetapkan standar tarif iuran BPJS setelah
mendapatkan masukan dari BPJS bersama dengan asosiasi fasilitas kesehatan baik tingkat nasional maupun
tingkat daerah.

Besaran tarif di suatu wilayah (regional) tertentu dapat berbeda dengan wilayah lain sesuai tingkat kemahalan
harga setempat sehingga diperoleh pembayaran fasilitas kesehatan yang efektif efisien.

30
Permenakertrans RI No. 02 Tahun 1980
Tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
31
Permenakertrans RI No. 02 Tahun 1980

Pasal 1
a. Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter
sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap
tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter.
c. Pemeriksaan Kesehatan Khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara
khusus terhadap tenaga kerja tertentu.
d. Dokter adalah dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. Per 10/Men/1976 dan syarat-syarat lain
yang dibenarkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga
Kerja.
e. Direktur ialah pejabat sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan
Koperasi No. Kepts. 79/Men/1977.

32
Permenakertrans RI No. 02 Tahun 1980

Pasal 2
• Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi
kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja
lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja yang lain-lainnya dapat dijamin.
• Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen
paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
• Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter yang dimaksud pasal 1
(sub d), tidak ada keraguan-raguan maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja.

Pasal 3
• Pemeriksaan Kesehatan Berkala dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja
sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari
pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.
• Pemeriksaan Kesehatan Berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-
paru (bilamana mungkin) dan laboratoriuin rutin serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

33
Permenakertrans RI No. 02 Tahun 1980

Pasal 4
Apabila Badan sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (8) didalam melakukan pemeriksaan kesehatan berkala
menemukan penyakit-penyakit akibat kerja, maka Badan tersebut harus melaporkan kepada Ditjen
Binalindung Tenaga Kerja melalui Kantor Wilayah Ditjen Binalindung Tenaga Kerja.

Pasal 5
Pemeriksaan Kesehatan Khusus dilakukan pula terhadap:
a. tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari
2 (dua minggu).
b. tenaga kerja yang berusia diatas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja wanita dan tenaga kerja cacat,
serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
c. tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguangangguan kesehatannya perlu
dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.

34
Permenakertrans RI No. 02 Tahun 1980

Pasal 9
Pengurus bertanggung jawab atas biaya yang diperlukan terhadap pemeriksaan kesehatan berkala atau
pemeriksaan kesehatan khusus yang dilaksanakan atas perintah baik oleh Pertimbangan Kesehatan Daerah
ataupun oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan Pusat.

Pasal 10
Pengurus yang tidak mentaati ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini diancam dengan hukuman sesuai
dengan pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

35
Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002
Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran Dan Industri
36
Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002
UMUM
a. Pimpinan satuan kerja/unit perkantoran bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penyehatan
lingkungan kerja perkantoran. Dalam melaksanakan tugas tersebut Pimpinan perkantoran dapat menunjuk
seorang petugas atau membentuk satuan kerja/unit organisasi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di
bidang kesehatan lingkungan kerja.
b. Petugas atau satuan kerja/unit organisasi yang ditunjuk untuk menyelenggarakan kesehatan lingkungan
kerja perkantoran harus melaksanakan tahap-tahap kegiatan, meliputi antara lain :
1. Menyusun rencana/program kerja tahunan penyehatan lingkungan kerja perkantoran yang merupakan
bagian dari rencana/program kerja perkantoran secara keseluruhan.
2. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan berdasarkan rencana/program kerja tahunan, meliputi:
• Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dan sasaran/target tiap jenis kegiatan
• Jadwal pelaksanaan kegiatan
• Tenaga atau satuan kerja/unit organisasi yang akan melaksanakan kegiatan.
• Peralatan, bahan atau sarana yang diperlukan (jenis dan jumlah)
• Pembiayaan untuk tiap jenis kegiatan
• Pengawasan, Pencatatan dan pelaporan terhadap pelaksanaan kegiatan
c. Biaya penyelenggaraan penyehatan lingkungan kerja perkantoran menjadi tanggung jawab perkantoran.
37
Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002
AIR BERSIH
Persyaratan
Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, kimia, mikrobiologi dan
radioaktif sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku.

UDARA RUANGAN
Persyaratan
Suhu dan kelembaban Debu
• Suhu : 18 – 28 °C • Kegiatan membersihkan ruang kerja perkantoran
• Kelembaban : 40 % - 60% dilakukan pada pagi dan
• Bila suhu udara luar < 18 °C perlu menggunakan • sore hari dengan menggunakan kain pel basah
pemanas ruang. atau pompa hampa (vacuum pump).
• Bila kelembaban udara ruang kerja > 60 % perlu • Pembersihan dinding dilakukan secara periodik 2
menggunakan alat dehumidifier. kali/tahun dan dicat ulang 1 kali setahun.
• Bila kelembaban udara ruang kerja < 40 % perlu • Sistem ventilasi yang memenuhi syarat.
menggunakan humidifier (misalnya : mesin
pembentuk aerosol).

38
Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002
LIMBAH
Persyaratan
1. Limbah padat/sampah
• Setiap perkantoran harus dilengkapi dengan tempat sampah dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan
karat, kedap air dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya serta dilengkapi dengan
penutup.
• Sampah kering dan sampah basah ditampung dalam tempat sampah yang terpisah.
• Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara yang memenuhi syarat.
2. Limbah cair Kualitas efluen harus memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

PENCAHAYAAN DI RUANGAN
Persyaratan
Intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux

KEBISINGAN DI RUANGAN
Persyaratan
Tingkat kebisingan di ruang kerja maksimal 85 dBA
39
Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002
GETARAN DI RUANGAN

TINGKAT GETARAN MAKSIMAL


No. Frekuensi
(dalam mikron = 10 -s M)
1 4 < 100
2 5 <80
3 6,3 < 70
4 8 < 50
5 10 < 37
6 12,5 < 32
7 16 < 25
8 20 < 20
9 25 < 17
10 31,5 < 12
11 40 <9
12 50 <8
13 63 <6

40
Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002
RADIASI DI RUANGAN
Persyaratan
Tingkat radiasi medan listrik dan medan magnit listrik di tempat kerja adalah sebagai berikut :
1. Medan listrik :
• Sepanjang hari kerja : maksimal 10 kV/m.
• Waktu singkat sampai dengan 2 jam per hari maksimal 30 kV/m.
2. Medan magnit listrik :
• Sepanjang hari kerja : maksimal 0,5 mT (mili Tesla).
• Waktu singkat sampai dengan 2 jam per hari : 5 mT

VEKTOR PENYAKIT
Persyaratan
1. Serangga penular penyakit
• Indeks lalat : maksimal 8 ekor/fly grill (100 x 100 cm) dalam pengukuran 30 menit.
• Indeks kecoa : maksimal 2 ekor/plate (20 x 20 cm) dalam pengukuran 24 jam.
• Indeks nyamuk Aedes aegypti : container indeks tidak melebihi 5%.
2. Tikus
Setiap ruang kantor harus bebas tikus.
41
Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002
RUANG DAN BANGUNAN
Persyaratan
1. Bangunan kuat, terpelihara, bersih dan tidak memungkinkan terjadinya gangguan kesehatan dan
kecelakaan.
2. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin dan bersih.
3. Setiap karyawan mendapatkan ruang udara minimal 10 m3/ karyawan.
4. Dinding bersih dan berwarna terang, permukaan dinding yang selalu terkena percikan air terbuat dari bahan
yang kedap air.
5. Langit-langit kuat, bersih, berwarna terang, ketinggian minimal 2,50 m dari lantai.
6. Atap, kuat dan tidak bocor.
7. Luas jendela, kisi-kisi atau dinding gelas kaca untuk masuknya cahaya minimal 1/6 kali luas lantai.

TOILET
Persyaratan
1. Toilet karyawan wanita terpisah dengan toilet untuk karyawan pria.
2. Setiap kantor harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban dan peturasan

42
Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002
TOILET
Untuk karyawan pria :
Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
No.
Karyawan
Kamar
Jamban Peturasan
Jumlah Wastafel
Mandi
1 s/d 25 1 1 2 2
2 26 s/d 50 2 2 3 3
3 51 s/d 100 3 3 5 <5
Setiap penambahan 40-100 karyawan harus ditambah satu kamar mandi, satu
jamban, dan satu peturasan

Untuk karyawan wanita :

Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
No.
Karyawan
Kamar
Jamban Peturasan
Jumlah Wastafel
Mandi
1 s/d 25 1 1 2 2
2 26 s/d 50 2 2 3 3
3 51 s/d 100 3 3 5 <5
Setiap penambahan 40-100 karyawan harus ditambah satu kamar mandi, satu
jamban, dan satu peturasan

43
Kep. Menkes No. 1405 Tahun 2002
INSTALASI
Persyaratan
1. Instalasi listrik, pemadam kebakaran, air bersih, air kotor, air limbah, air hujan harus dapat menjamin
keamanan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.
2. Bangunan kantor yang Iebih tinggi dari 10 meter atau lebih tinggi dari bangunan lain disekitarnya harus
dilengkapi dengan penangkal petir.

Tata Cara
3. Instalasi untuk masing-masing peruntukan sebaiktnya menggunakan kode warna dan label.
4. Diupayakan agar tidak terjadi hubungan silang dan aliran balik antara jaringan distribusi air limbah dengan
air bersih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Jaringan Instalasi agar ditata sedemikian rupa agar memenuhi syarat estetika.
6. Jaringan Instalasi tidak menjadi tempat perindukan serangga dan tikus.

44
Permenkes No. 70 Tahun 2016
Tentang
Standar dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja
45
Permenkes No. 70 Tahun 2016
NAB IKLIM KERJA
• Penetapan nilai ambang batas iklim lingkungan kerja dengan mempertimbangkan alokasiwaktu kerja dan
istirahat dalam satu siklus kerja (8 jam per hari) serta rata-rata laju metabolikpekerja serta nilai koreksi
pakaian kerja.
• Nilai Ambang Batas (NAB) iklim lingkungan kerja merupakan batas pajanan iklim lingkungankerja atau
pajanan panas (heat stress) yang tidak boleh dilampaui selama 8 jam kerja per hari

46
Permenkes No. 70 Tahun 2016
NAB IKLIM KERJA

Catatan:
• (**) Dihitung menggunakan estimasi dengan standar berat badan 70 kg. Untuk menghitung laju metabolik dengan berat badan yang lain,
dilakukan dengan mengalikan hasil estimasi laju metabolik dengan rasio antara berat badan aktual pekerja dengan 70 kg.
• (***) Mengacu pada ISO 8996 Tahun 2004.
47
Permenkes No. 70 Tahun 2016
NAB KEBISINGAN

• NAB kebisingan yang diatur dalam peraturan ini tidak


berlaku untuk bising yang bersifat impulsive atau dentuman
yang lamanya <3 detik.
• NAB kebisingan untuk 8 jam kerja per hari adalah sebesar
85 dBA. Sedangkan NAB pajanan kebisingan untuk durasi
pajanan tertentu dapat dilihat pada Tabel4.
• Catatan: Pajanan bising tidak boleh melebihi level 140 dBC
walaupun hanya sesaat.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam menginterpretasikan
NAB kebisingan:
1. NAB kebisingan merupakan dosis efektif pajanan
kebisingan dalam satuan dBA yang diterima oleh telinga
(organ pendengaran) dalam periode waktu tertentu yang
tidak boleh dilewati oleh pekerja yang tidak menggunakan
alat pelindung telinga.
2. Apabila seorang pekerja terpajan bising di tempat kerja
tanpa menggunakan alat pelindung telinga selama 8 jam
kerja per hari, maka NAB pajanan bising yang boleh
diterima oleh pekerja tersebut adalah 85 dBA.
48
Permenkes No. 70 Tahun 2016
NAB RADIASI NON-PENGION

49
Permenkes No. 70 Tahun 2016
NAB RADIASI NON-PENGION

50
Permenkes No. 70 Tahun 2016
NAB RADIASI NON-PENGION

51
Permenkes No. 70 Tahun 2016
PERSYARATAN

52
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai