Anda di halaman 1dari 13

PERENCANAAN PUSAT WISATA KULINER DAN JAJANAN KHAS

SULAWESI DENGAN KONSEP PENGEMBANGAN TEPI AIR DI KOTA


KENDARI

ACUAN PERANCANGAN

DiajukanUntukMemenuhiSyarat dalam Rangka

Menyelesaikan Studi pada JurusanArsitektur


FakultasTeknik
UniversitasHalu Oleo Kendari

Oleh:

SYAMSINAR MIFTAHUL JANNAH

E1B1 15 049

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kuliner berarti masakan atau makanan. Istilah kuliner sering
digunakan oleh masyarakat dalam menunjukkan makanan atau masakan
suatu daerah. Indonesia memiliki beragam jenis masakan dan makanan di
setiap daerah. Keberagaman ini membuat masyarakat Indonesia memiliki
kebiasaan mencari tempat-tempat atau  pusat jajanan yang menawarkan
masakan atau makanan, mulai dari jajan di warung makan (PKL), rumah
makan, maupun restoran.
Seiring perkembangan waktu, berdasarkan data BPS Kendari Dalam
Angka tahun 2010-2012, minat masyarakat untuk berbisnis kuliner
semakin meningkat, yaitu sebesar 8 % jumlah unit kedai makanan dan 1 %
jumlah unit restoran.
Perkembangan kota saat ini, warung makan (PKL) menggunakan
ruang-ruang  jalan dan ruang-ruang kota yang rendah efektifitasnya atau
ruang-ruang yang tidak dimanfaatkan pemiliknya merupakan arena yang
paling mudah dijadikan tempat untuk melakukan usaha komersil.
Kehadirannya dapat menganggu kegiatan, ketertiban dan keindahan kota
karena efek visual maupun dampak pada lingkungan yang ditimbulkan.
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh
pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai
makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa
boga, rumah makan/restoran, dan hotel. Sedangkan pengertian penanganan
makanan jajanan  adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan
bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk,
pewadahan, penyimpanan,  pengangkutan, penyajian makanan atau
minuman.
Waterfront Development adalah konsep pengembangan daerah tepian air
baik itu tepi pantai, sungai ataupun danau. Pengertian “waterfront” dalam
Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang
berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003). Waterfront
Development juga dapat diartikan suatu proses dari hasil pembangunan
yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya
pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat
dengan air dimana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang
terjadi berorientasi  ke arah perairan. Menurut direktorat Jenderal Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pedoman Kota Pesisir (2006)
mengemukakan bahwa Kota Pesisir atau waterfront city merupakan suatu
kawasan yang terletak berbatasan dengan air dan menghadap ke laut,
sungai, danau dan sejenisnya.

Pengembangan kawasan kota tepi air di Indonesia merupakan salah satu


kawasan yang potensial untuk dikembangkan. Dibandingkan dengan
kawasan kota tepi sungai atau danau, kawasan kota pantai/tepi laut
mempunyai lebih banyak  potensi  untuk dikembangkan, terutama
berkaitkan denganaspek fungsi dan aksesibilitas.Pengembangan kawasan
kota tepi pantai dapat diarahkan pada pengembangan fungsi
pariwisata, perekonomian, budaya, pendidikan, industri, pergudangan dan
hankam

Akan tetapi dalam pengembangannya, perlu mengidentifikasi secara


spesifik karakteristik fisik lingkungan beserta kegiatan yang sedang dan
akan dikembangkan di kawasan tersebut. Kawasanini pada dasarnya
berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang telah
berabad-abad, bahkan perkembangan beberapa kota di antaranya diawali
oleh keberadaan permukiman ini.Pada perkembangan selanjutnya kawasan
tepi air ini menjadi tempat yang menarik untuk Permukiman dan berbagai
kegiatan lain karena berbagai alasan.
A. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana merancang bangunan pusat wisata kuliner dengan
pengembangan tepi air di kota kendari ?
2. Bagaimna mengetahui pentingnya pusat wisata kuliner bagi
masyarakat ?
3. Apa potensi pengembangan pusat wisata kuliner di kota kendari ?

C.TUJUAN DAN SASARAN

1. Merancang bangunan pusat wisata kuliner dengan pengembangan


tepi air di kota kendari.

2. Mengetahui pentingnya pusat wisata kuliner bagi masyarakat.

3. Potensi pengembangan pusat wisata kuliner di kota kendari.

D. LINGKUP PEMBAHASAN
1. Lingkup pembahsan
Lingkup pembahasan dalam penulisan ini lebih dititik beratkan
pada aspek-aspek perencanaan dan perancangan arsitektur,
terutama yang menyangkut dengan bangunan yang direncanakan.
Dengan melihat hal-hal atau faktor-faktor lain diluar disiplin ilmu
yang dimaksud apabila dianggap penting dalam perencanaan akan
dibahas sesuai dengan kaitan dan permasalahannya
2. Batasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan pokok perancangan dalam
perencanaan sekolah pengembangan minat dan kreaktifitas anak
dengan pendekatan ekpresi bentuk ini adalah dalam proses
perancangan ini harus dapat menyesuaikan dengan keadaan kota
Kendari, dan juga perancangan di fokuskan dalam ilmu arsitektur
dan hal-hal lain terutama ilmu struktur sebagai penunjang
pembahasan. Sedangkan hal-hal lain yang terkait di jadikan
pelengkap dalam pembahasan.
E METODE PEMBAHASAN
1. Studi Literatur
Melalui literatur-literatur dan buku-buku yang berkaitan dengan
pembahasan untuk mendapatkan teori, peraturan dan standar
bangunan yang dapat dijadikan landasan dalam proses perancangan.
2. Studi Komparasi
Melakukan studi banding terhadap bangunan yang akan dirancang
dengan bangunan yang telah ada dan dijadikan perbandingan dalam
suatu perancangan terkait bangunan Perencanaan Sekolah
pengembangan minat dan kreaktifitas anak dengan pendekatan
ekpresi bentuk di kota kendari.
3. Studi Observasi
a. Menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, yaitu
wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara yang
digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang
akan ditanyakan.
b. Pengamatan langsung
Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan
pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan
menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk
keperluan tersebut.

F.SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB 1. PENDAHULUAN
Mengungkapkan latar belakang, ungkapan masalah, tujuan dan
sasaranpembahasan, lingkup dan batasan masalah serta metode dan
sistematika pembahasann.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan tinjauan dari beberapa pengertian yang terkait dengan
judul,tinjauan organisasi ruang dan pola hubungan ruang serta
mengemukakan hal-hal yang menjadi dasar pemikiran dalam
perancangan dan perencanaan.
BAB III. TINJAUAN LOKASI
Merupakan Bab yang menjelaskan tentang keadaan kota kendari,
keadaan topografi Kota Kendari yang meliputi keadaan geografis Kota
Kendari,keadaan topografi kota, sosial kependudukan, pola
penggunaan lahan, sertaanalisa-analisa yang dapat dikembangkan dan
disimpulkan pada konsepbangunan.
BAB IV. ACUAN DASAR PERANCANGAN
Mengambarkan mengenai acuan dasar perancangan, untuk
selanjutnya dipakai sebagai titik tolak perancangan kedesain fisik.
BAB V. PENUTUP
Kesimpulan merupakan sebuah pernyataan singkat dirangkum
seluruh permasalahan dari pendahuluan, tinjauan pustaka, dan
landasan teori yang akan digunakan untuk membahas permasalahan
yang ada dalam karya tulis ini.
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka ini berisi tentang judul-judul buku, artikel-artikel
yang terkait dalam karya tulis ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pusat wisata kuliner.
1. Pusat Wisata Kuliner
a. Pusat
1) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Kedua (1994:801)
Pusat adalah pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan
(berbagai urusan, hal, dan sebagainya)
2) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poewadarminta,
1994:801) Pusat adalah titik yang benar ditengah-tengah, tempat
yang letaknya dibagian tengah, pokok/dangkal yang jadi pumpunan
(berbagai urusan, hal, dan sebagainya).
b.Kuliner
1) Menurut kamus Inggris
 Indonesia (1990: 159) Kuliner merupakan hal yang
berhubungan langsung dengan dapur atau masakan. 2)
 Menurut Echols dan Shadily (1976: 75) Kuliner adalah suatu
hal yang berhubungan dengan dapur, memasak. 3)
 Seni kuliner adalah seni yang mempelajari tentang makanan
dan minuman yang memiliki ciri khas yang spesifik dari
hidangan tradisional di seluruh  pelosok Nusantara (Fadiati
dalam Ariani, 1994:5).
Arti wisata kuliner secara umum adalah jalan-jalan yang berfungsi
untuk makan. Walau konteks wisata kuliner memunculkan beberapa pro
dan kontra sebab peggunaan kata wisata yang dipakai bersamaan dengan
kata kuliner tak lebih cocok, bagi beberapa pihak yang bergelut di bidang
Bahasa. Terlepas dari itu, masyarakat telah sangat familiar dengan istilah
ini dalam kenasiban mereka. Wisata Kuliner itu sendiri mempunyai arti
sebagai berikut :

 Wisata yang menyediakan beberapa fasilitas pelayanan dan aktivitas


kuliner yang terpadu untuk memenuhi keperluan wisatawan yang dibuat
untuk rekreasi, relaksasi, pendidikan dan kesehatan.
 Kunjungan ke sebuahtempat yang adalah produsen dari sebuahmakanan,
festival makanan, restoran, dan lokasi-lokasi khusus untuk mencoba rasa
dari makanan dan alias juga untuk memeroleh pengalaman yang didapat
dari makanan khas sebuah daerah.
Sedangkan wisata kuliner secara khusus adalah kegiatan makan-
makan ke suatu tempat yang dilakukan oleh satu/banyak orang dalam
kategori untuk hiburan. Lidah kita yang akan menilai semua, terutama bagi
orang yang mahir mencoba masakan. Kemauan lidah  tidak sama dengan
hasrat bakal rasa lapar. Kalau rasa lapar bisa dipenuhi dengan makanan
yang umum  nasi dan sayur dan lauk. Tetapi sensasi lidah telah tergolong
style  alias gaya nasib yang membutuhkan anggaran dan harga mahal. 
sangat banyak orang-orang mencari makan khas hanya untuk kegiatan
memenuhi sensasi lidahnya.
Arti lain yang lebih mudah dipahami tentang Wisata Kuliner yaitu
gabungan menikmati sebuah makanan sambil menikmati suasana jalan-
jalan, bersantai alias sedang berlibur, jadi mekegunaaankan waktu ke
tempat-tempat yang menyediakan makanan khas. Dengan kata lain istilah
kuliner bisa diuraikan dengan cara leluasa tanpa menghapus makna
gabungan antara berwisata sambil mencari makanan khas.
2. Pengertian makanan ( jajanan )
Pengertian makanan jajanan (Street Foods) adalah jenis makanan
yang dijual dikaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, di tempat
pemukiman serta lokasi yang sejenis (Winarno, 1997).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan
minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan
atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain
yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.

Kebiasaan makan di Indonesia adalah makanan utama dua kali atau tiga
kali dengan disajikan jajanan di antaranya. Makan pagi biasanya pada jam
07.00, makan selingan jam 10.00 sampai 11.00, makan siang jam 12.00,
makan selingan jam 16.00 sampai 17.00 dan makan malam jam 19.00.
Makanan selingan diantara makan utama dianjurkan pada anak karena 2
sampai 3 jam setelah makan, zat gizi didalam makanan akan berkurang
dengan akibat pengurangan aktifitas tubuh. Sehingga makanan jajanan
berfungsi mengganti zat gizi yang berkurang, maka makanan jajanan yang
dikonsumsi harus bergizi baik dan paling sedikit berkalori 150-200 kalori
dan cukup protein dan kebersihannya harus dijaga (Tarwotjo, 1998).

Pada umumnya makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok


yaitu (Winarno,1997):

 Makanan utama atau main dish yaitu nasi rames, nasi rawon, nasi
pecel, dan sebagainya.
 Panganan atau snack yaitu kue, onde-onde, pisang goreng, dan lain
sebagainya.
 Golongan minuman yaitu es teler, es buah, teh, kopi, dawet,
jenang, dan sebagainya.
 Buah-buahan segar yaitu mangga, durian, dan sebagainya
3. Pengertian Konsep pengembangan tepi air
Waterfront Development diartikan suatu proses pembangunan yang
memiliki kontak visual dan fisik dengan air, pengembangan wilayah
perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana
bentuk pengembangan pembangunan wajah kota berorientasi ke perairan

. Kawasan Tepi Air sungai dalam pembahasan ini adalah KTAS


yang berada di lingkungan kota, sehingga pembahasan perancangan
KTAS merupakan bagian dari proses perancangan kota secara umum.
Perancangan   kota   (urban)   pada hakekatnya   merupakan pengelolaan
kawasan kota yang terpadu, yang bertujuan  untuk mengupayakan
terbentuknya  perangkat pengendali   (urban regulation)   yang  mampu
mengantisipasi   semua    aspek perkembangan kota, termasuk KTAS.
Menurut Shirvani, H. (1985), dalam bukunya The Urban  Design Process
menyebutkan perancangan  kota adalah merupakan  bagian  dari proses
perencanaan  yang  berkaitan dengan perancangan  fisik dan ruang suatu
lingkungan kota yang  ditujukan untuk kepentingan umum. Seperti 
diungkapkan oleh  Barnett (1979),  bahwa  perancangan  kota merupakan
keputusan-keputusan kebijaksanaan publik, dan menurut Gosling (1980)
perancangan kota  sebagai  pernyataan  politik

B. Budaya dan Kuliner Nusantara


a. Pengertian Kuliner Nusantara
Setiap provinsi ataupun kota pasti mempunyai makanan dan
jajanan khas. Hal ini seharusnya bisa dijaga sampai turun-temurun.Jajanan
Tradisional adalah warisan  budaya yang unik,dan sering terlupakan tapi
sesungguhnya cukup diminati. Meskipun kecil, tapi kue tradisional adalah
bagian dari atribut tradisi bangsa Indonesia yang perlu dijaga dan
dilestarikan, sebagai local jewel untuk memajukan pariwisata Indonesia
(Yuyun Alamsyah, 2006).
Jajanan tradisional merupakan salah satu komponen penting dalam
pusaka kuliner Indonesia. Bukan saja karena jajanan tradisional enak
rasanya atau unik warna dan penampilannya, melainkan juga karena
jajanan tradisional sangat sarat dengan unsur simbolisme atau
perlambangan (Yuyun Alamsyah, 2006). Sudah sangat banyak local
wisdom yang hilang atau tercecer dalam kaitannya dengan jajanan
tradisional ini. Bahkan, kalau kita pergi ke pasar, sudah sangat  banyak
jenis jajan pasar tradisional yang sudah tidak dapat lagi ditemukan. Ciri
„ndeso‟ pada jajan pasar telah membuatnya ditinggalkan oleh mayoritas
warga masyarakat kita yang sedang berangkat ke alam modern. “Anehnya,
kalau satwa dan fauna langka perlu dilestarikan secara terorganisasi,
pelestarian pusaka kuliner yang nyaris punah tidak pernah mendapat
perhatian khusus.” (Bondan Winarno, dalam buku Warisan Kuliner
Nusantara Kue Basah dan Jajan Pasar).
C. Bentuk-bentuk Pusat Kuliner dan Perkembangannya
a. Foodcourt 
Secara umum foodcourt  merupakan tempat untuk menikmati
makanan dan minuman, sambil berbincang-bincang dengan teman,
pasangan, dan keluarga (Nur Lailatul Mufidah, 2012).
Menurut Nur Lailatul Mufidah (2012),Dengan segala kemudahan
fasilitas yang ada, kini mall hadir dengan kemunculan tempat-tempat
makan, seperti restauran,foodcourt  yang dapat mengisi kebutuhan
konsumen khususnya keluarga mengenai makan, apalagi yang ingin
memanjakan anaknya.
b. Warung-warung Pedagang Kaki Lima (PKL)
1) Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) Pedagang Kaki Lima (PKL)
adalah sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk
dijual di atas trotoar atau di tepi/ di pinggir jalan, disekitar pusat
perbelanjaan/pertokoan, pasar, pusat rekreasi/hiburan, pusat
perkantoran dan pusat  pendidikan, baik secara menetap atau setengah
menetap, berstatus tidak resmi atau setengah resmi dan dilakukan baik
pagi, siang, sore maupun malam hari Soedjana (1981). Menurut
McGee dan Yeung (1977:25), PKL mempunyai pengertian yang sama
dengan “hawker”, yang didefenisikan sebagai orang-orang yang
menjajakan  barang dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan
ruang kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar
2) Karakteristik Pedagang Kaki Lima Berdasarkan penelitian Kartini
Kartono, dkk (dalam A. Widodo, 2000:2009) ditemukan 21
karakteristik pedagang kaki lima.
 Karakteristik tersebut adalah :
 Kelompok pedagang yang kadang-kadang sebagai produsen, yaitu
pedagang makanan dan minuman yang memasaknya sendiri.  
 Pedagang kaki lima memberikan konotasi bahwa mereka umumnya
menjajakan barang dagangannya pada gelaran tikar di pinggir jalan
dan didepan toko yang dianggap strategis, juga pedagang yang
menggunakan meja, kereta dorong dan kios kecil;
 Pedagang kaki lima pada umumnya menjual barang secara eceran;
 Pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil, bahkan sering
dimanfaatkan  pemilik modal dengan memberikan komisi sebagai
jerih payah;
 Pada umumnya PKL adalah kelompok marginal bahkan ada pula
yang masuk dalam kelompok sub-marginal;
 Pada umumnya kualitas barang yang dijual kualitasnya relatif
rendah,  bahkan ada yang khusus menjual barang-barang dengan
kondisi sedikit cacat dengan harga yang lebih murah lagi;
 Omzet penjualan PKL pada umumnya tidak besar;
 Para pembeli umumnya berdaya beli rendah;
 Jarang ditemukan kasus pedagang kaki lima yang sukses secara
ekonomi, sehingga kemudian meningkat dalam jenjang hirarki
pedagang;
 Pada umumnya PKL merupakan usaha “Family enterprise”,
dimana anggota keluarga turut membantu dalam usaha tersebut;
 Mempunyai sifat “one man enterprise”
 Barang yang ditawarkan PKL biasanya tidak berstandar, dan
perubahan  jenis barang yang diperdagangkan sering terjadi;
 Tawar menawar antara pembeli dan pedagang merupakan ciri yang
khas  pada usaha perdagangan kaki lima;
 Sebagian PKL melakukan pekerjaannya secara musiman, dan kerap
kali terlihat jenis barang dagangannya berubah-berubah;
 Barang-barang yang dijual oleh PKL biasanya merupakan barang
yang umum, jarang sekali PKL menjual barang yang khusus;
 Pada umumnya PKL berdagang dalam kondisi yang tidak tenang,
karena sewaktu-waktu usaha mereka ditertibkan dan dihentikan
oleh pihak yang  berwenang;
 Masyarakat sering beranggapan bahwa para PKL adalah kelompok
yang menduduki status sosial yang rendah dalam masyarakat;
 Mengingat adanya faktor pertentangan kepentingan, kelompok
PKL adalah kelompok yang sulit bersatu dalam bidang ekonomi
meskipun perasaan setia kawan yang kuat diantara mereka;
 pada umumnya waktu kerja tidak menunjukkan pola yang tetap, hal
ini menunjukkan seperti pada ciri perusahaan perorangan;
 PKL mempunyai jiwa “entrepreneurship” yang kuat.
.

Anda mungkin juga menyukai