Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANGAN


RS MULTAZAM
“Laporan Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Kurikulum
Program Studi S1 Farmasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri
Gorontalo”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
1. ALI ABDUL AZIS ALAMRI 7. ANGGUN DEWI AJENG
2. REFLY DJORJI KWESAPUTRA 8. IRMA ISNAINI SALWA
3. FITRIANI 9. FAUZIA PRATIWI MOPILI
4. MERISKA ANGRIANI AHMAD 10. HUSNUL FATIMAH AHMAD
5. DEVIA ARIANI DAUD 11. CHYNDRA R. TOMAYAHU
6. AGNESKA L. HUSAIN 12. MELLY AGUSTIN IS PUHI

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga mampu menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) ini.
Laporan ini kami susun sebagai salah satu bahan penilaian dan evaluasi
kami selama melaksanakan magang PKL. Selain sebagai bahan penilaian dan
evaluasi, laporan ini kami buat sebagai bukti pelaksanaan PKL yang sudah kami
laksanakan di RS. Multazam.
PKL ini merupakan suatu hal yang membuka kami selaku tenaga kesehatan
di bidang farmasi untuk menghadapi dunia kerja secara nyata. Hal ini tentunya
tidak lepas dari peran serta dukungan dan kerja sama semua pihak di RS.
Multazam. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Apt. Rizka Amalia Djafar, S. Farm; selaku Apoteker penanggung
jawab apotek di RS. Multazam Kota Gorontalo
2. Ibu Apt. Dr. Teti Sutriati Tuloli, S.Farm.,M.Si; selaku Ketua Jurusan
Farmasi Universitas Negeri Gorontalo.
3. Ibu Apt. Dr. Widy Susanti Abdulkadir, M.Si; selaku Dosen Pembimbing I
kami
4. Ibu Apt. Mahdalena Sy. Pakaya, M.Si; Selaku Dosen Pembimbing II kami

Gorontalo, Juli 2021

i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
1.2.2 Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit di Indonesia
2.1.1 Visi dan Misi Rumah Sakit
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS
2.2.1 Struktur Organisasi Instalasi Rumah Sakit
2.2.2 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.2.3 Lingkup fungsi IFRS
2.2.4 Struktur Organisasi IFRS
2.3 Sistem Distribusi Obat
2.3.1 Jenis Sistem Distribusi Obat untuk Penderita Rawat Tinggal
2.3.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
2.4 Informasi Umum Obat
BAB III URAIAN KHUSUS
3.1 Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainal Umar Sidiki
3.1.1 Visi dan Misi
3.2 Tugas Pokok dan Fungsi
3.2.1 Tugas Pokok
3.2.2 Fungsi
3.3 Struktur Organisasi
3.4 Struktur Instalasi Farmasi
3.5 Standar Pelayanan Farmasi
3.6 Alur Pelayanan Resep
3.7 Pengelolaan Obat
ii
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk Jurusan
5.1.2 Saran untuk Instansi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang PKL
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang optimal diperlukan
suatu upaya kesehatan oleh pemerintah diwujudkan dengan cara pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Maka dari
itulah pelayanan kesehatan diadakan.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan perseorangan keluarga, kelompok ataupun masyarakat (Azwar, 1996).
Salah satu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan
dan penelitian adalah rumah sakit. Pelayanan di rumah sakit berupa pelayanan
rawat jalan, pelayanan rawat inap, dan pelayanan gawat darurat yang mencakup
pelayanan medik dan penunjang medik. Salah satu unit pelayanan yang
mempunyai peranan yang sangat penting didalamnya adalah unit kefarmasian.
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan satu diantara kegiatan di rumah
sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas
dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/XI/2004
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyatakan pelayanan farmasi
rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat
yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat.
Pelayanan kefarmasian akan berjalan baik bila didukung oleh SDM yang
berkualitas dan potensial. Mengingat besarnya tanggung jawab farmasis, maka
pendidikan kefarmasian bagi calon Sarjana Farmasi sangat diperlukan dalam
melaksanakan kegiatan kefarmasian. Praktek Kerja Lapangan di Rumah Sakit
Multazam merupakan kegiatan akademis, yang dimaksudkan menjadi sarana
pembelajaran bagi calon Sarjana Farmasi agar menjadi tenaga kefarmasian yang
terampil dan professional.
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Lapangan yaitu, memahami kegiatan
kefarmasian yang dilakukan di rumah sakit, membandingkan teori pelayanan yang
didapatkan dalam perkuliahan dengan praktek nyata di rumah sakit, mendapatkan
pengalaman langsung tentang pelayanan kefarmasian di rumah sakit,
meningkatkan kemampuan dalam memberikan komunikasi, informasi, edukasi
tentang penggunaan obat kepada pasien.
1.3 Tujuan Pembuatan laporan
Tujuan pembuatan laporan peserta PKL yaitu antara lain:
1. Peserta PKL mampu memahami, memantapkan dan mengembangkan
pengetahuan yang telah diperoleh dikampus dan diterapkan dilapangan
kerja.
2. Peserta PKL mampu mencari alternatif pemecahan masalah yang ditemukan
dilapangan.
3. Mengumpulkan data guna kepentingan institusi pendidikan maupun peserta
didik yang bersangkutan.
4. Menambah perbedaan perpustakaan kampus untuk menunjukkan
peningkatan pengetahuan peserta didik angkatan berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit di Indonesia
Rumah sakit adalah institusi kesehatan professional yang pelayanannya
diselenggarakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli lainya. Di dalam Rumah
Sakit terdapat banyak aktivitas dan kegiatan yang berlangsung secara berkaitan
(Haliman & wulandari 2012). Dan menurut praturan menteri keseatan republic
Indonesia no. 72 tahun 2016 pada pasal 1 ayat (1), menjelaskan bahwa Rumah
Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
Di Indonesia, rumah sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan untuk
pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), terutama untuk penyembuhan dan
pemulihan, sebab rumah sakit mempunyai fungsi utama untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi penderita, yang
berarti bahwa pelayanan rumah sakit untuk penderita rawat jalan dan rawat tinggal
hanya bersifat spesialistik atau sub spesialistik, sedangkan pelayanan yang bersifat
nonspesialistik atau pelayanan dasar harus dilakukan di Puskesmas (Siregar,
2003).
2.1.1 Visi dan Misi Rumah Sakit
Visi rumah sakit merupakan kekuatan dalam memandu rumah sakit untuk
mencapai status masa depan rumah sakit, seperti lingkup dan posisi pasar,
keuntungan, penerimaan masyarakat, reputasi, mutu pelayanan dan keterampilan
tenaga kerja.
Misi merupakan suatu pernyataan yang singkat dan jelas tentang alasan
keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi
harapan dan kepuasan pasien dan merupakan metode utama untuk mencapi visi.
Maksud utama rumah sakit memiliki suatu pernyataan misi adalah memberi
kejelasan fokus kepada seluruh personel rumah sakit dan memberikan pengertian
bahwa apa yang dilakukan adalah terikat pada maksud yang lebih besar (Siregar,
2003).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI No 44 tahun 2009 pasal 5 tentang Rumah
Sakit dinyatakan bahwa Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripur na yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi 4
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Rumah Sakit Umum mempunyai
fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Siregar (2004), rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan
berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Klasifikasi Berdasarkan Kepemilikan Berdasarkan kepemilikan, rumah
sakit terdiri atas rumah sakit pemerintah yang terdiri dari rumah sakit pemerintah
daerah, rumah sakit militer dan rumah sakit BUMN dan rumah sakit swasta yang
dikelola oleh masyarakat. Rumah sakit umum pemerintah diklasifikasikan
menjadi tipe A, B, C, D.
a. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialitik dan subspesialitik luas.
b. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialitik dan
subspesialitik terbatas.
c. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik spesialitik dasar
d. Rumah sakit umum kelas D rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik medik dasar.
Rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang diselenggarakan oleh pihak
swasta (Siregar dan Lia, 2004).5
2. Klasifikasi Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas Rumah Sakit
Umum dan Rumah Sakit Khusus. Rumah sakit umum memberikan pelayanan
kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis penyakit,memberi pelayanan
diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik seperti penyakit dalam, bedah,
psikiatrik dan lain-lain. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan diagnosa dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik
tertentu, misalnya rumah sakit TBC, ketergantungan obat, kanker dan lain-lain
(Siregar dan Lia, 2004).
3. Klasifikasi Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur
Menurut Siregar (2004), Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan
berdasarkan kapasitas tempat tidur yaitu: a. Dibawah 50 tempat tidur b. 50-99
tempat tidur c. 100-199 tempat tidur d. 200-299 tempat tidur e. 300-399 tempat
tidur f. 400-499 tempat tidur g. 500 tempat tidur atau lebih
4. Klasifikasi Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Berdasarkan afiliasi pendidikan rumah sakit terdiri dari rumah sakit
pendidikan dan rumah sakit non pendidikan. Rumah sakit pendidikan adalah
rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah,
pediatrik dan lain-lain. Rumah sakit non kependidikan tidak memiliki program
pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas (Siregar
dan Lia, 2004).
5. Klasifikasi Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Berdasarkan afiliasi pendidikan rumah sakit terdiri dari rumah sakit
pendidikan dan rumah sakit non pendidikan. Rumah sakit pendidikan adalah
rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah,
pediatrik dan lain-lain. Rumah sakit non kependidikan tidak memiliki 6 program
pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas (Siregar
dan Lia, 2004).
2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI no. 44 tahun 2009, setiap Rumah Sakit
harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi paling
sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit, unsur
pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,
satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
IFRS adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu Rumah Sakit
yang berada di bawah pimpinan seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa
orang Apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan kompeten secara profesional, dan merupakan tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan Rumah Sakit itu sendiri (Siregar dan
Amalia, 2004).
2.2.1 Struktur Organisasi Instalasi Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes RI No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Rumah Sakit pengorganisasian IFRS harus mencakup
penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP,
pelayanan farmasi klinis, dan menajemen mutu dan bersifat dinamis dapat direvisi
sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.
2.2.2 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasarkan Permenkes RI No.58 Tahun 2014, tugas Instalasi Farmasi
Rumah Sakit meliputi:
a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi;
b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP
yang efektif, aman, bermutu dan efisien;7
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan BMHP guna memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta
meminimalkan risiko;
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada Dokter, perawat dan pasien;
e. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi;
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan
kefarmasian;
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit
2.2.3 Lingkup Fungsi IFRS
Lingkup fungsi IFRS terbagi menjadi 2, yaitu fungsi klinik dan non klinik.
Fungsi non klinik pada umumnya tidak memerlukan interaksi dengan tenaga
kesehatan lain atau fungsi manajemen. Lingkup manajemen di Rumah Sakit
terdiri dari perencanaan/perumusan kebutuhan (selection), penetapan produk dan
pemasok, pengadaan (procurement), pembelian, produksi, penyimpanan,
pengemasan, pengemasan kembali, distribusi (distribution), penggunaan (use),
memusnahkan dan administrasi, serta pengendalian keseluruhan perbekalan
kesehatan yang digunakan dan beredar di Rumah Sakit. Proses distribusi menjadi
fungsi farmasi klinik jika dalam sistem distribusi di rumah sakit apoteker
berinteraksi dengan tenaga medis, tenaga kesehatan, dan penderita (Siregar,
2004).
2.2.4 Struktur Organisasi IFRS
Personalia pelayanan farmasi rumah sakit adalah sumber daya manusia
yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit. IFRS harus dipimpin oleh
seorang apoteker yang secara professional kompeten dan memenuhi persyaratan
hukum. Jabatan kepala IFRS berada setingkat dengan jabatan kepala staf medik
fungsional dalam struktur rumah sakit (Siregar, 2008).
Menurut Kepmenkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004, IFRS terdiri dari
beberapa personil tenaga kerja yaitu:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga: 1. Apoteker 2. Sarjana
Farmasi 3. Asisten Apoteker (AMF, SMF)
b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga: 1. Operator komputer
atau teknisi yang memahami kefarmasian 2. Tenaga administrasi
c. Pembantu Pelaksana Personalia Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah
sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang
termasuk dalam bagan organisasi rumah sakit dengan persyaratan :
a. Terdaftar di Departemen Kesehatan.
b. Terdaftar di Asosiasi Profesi.
c. Mempunyai izin kerja.
d. Mempunyai Surat Keputusan (SK) penempatan. Dalam perhitungan beban
kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pada kegiatan yang
dilakukan, yaitu :
a. Kapasitas tempat tidur dan BOR.
b. Jumlah resep atau formulir per hari.
c. Volume perbekalan farmasi.
d. Idealnya 30 tempat tidur dilayani oleh satu apoteker untuk pelayanan
kefarmasian.
2.3 Sistem Distribusi Obat
Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana,
personel, prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi
penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada
penderita. Sistem distribusi obat mencakup penghantaran sediaan yang telah
didispensing IFRS ke daerah tempat perawatan penderita dengan keamanan dan
ketepatan obat, ketepatan penderita, ketepatan jadwal, tanggal, waktu dan metode
pemberian, dan ketepatan personel pemberi obat kepada penderita serta keutuhan
mutu obat.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit (depo farmasi) sistem distribusi 9
obat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
dan sistem pelayanan terbagi (desentralisasi). Secara umum terdapat empat sistem
distribusi sediaan farmasi di rumah sakit, yaitu :
1. Sistem distribusi resep individual.
Resep individual adalah order atau resep yang ditulis dokter untuk tiap
penderita, sedangkan sentralisasi adalah semua order atau resep tersebut yang
disiapkan dan didistribusikan dari IFRS sentral. Sistem distribusi obat resep
individual sentralisasi adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh
IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada order atau resep atas nama pasien
rawat inap tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut. Dalam sistem ini,
semua obat yang diperlukan untuk pengobatan didispensing dari IFRS. Resep
orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian order atau resep itu diproses
sesuai kaidah cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan
kepada penderita tertentu.
2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang merupakan tatanan
kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai yang ditulis dokter pada order obat,
yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil
dosis atau unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada
penderita di ruang itu.
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individu dan persediaan di ruang.
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini selain menerapkan distribusi
resep atau order individual sentralisasi juga menerapkan distribusi persediaan di
ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan (daerah
penderita) ditetapkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) dengan masukan dari
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dan dari pelayanan keperawatan. Sistem
kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja IFRS. Obat yang
disediakan di ruangan adalah obat yang obat yang diperlukan oleh banyak
penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat yang harganya relatif
murah, mencakup obat resep atau obat bebas.10
4. Sistem distribusi obat dosis unit.
Pengobatan dosis unit didefinisikan sebagai pengobatan yang pengadaan,
pengemasan, pengawasan, pemberian berupa unit dosis tunggal atau ganda yang
mengandung sejumlah obat yang telah ditentukan atau pemberian yang sesuai
untuk penggunaan satu dosis biasa. Pemberian obat menggunakan sistem dosis
unit ditujukan agar lebih aman dan ekonomis. Sistem dosis unit dapat berbeda
bentuknya bergantung pada kebutuhan, sumber daya, dan karakteristik dari tiap
rumah sakit namun ada empat hal yang sama dalam pemberian sistem dosis unit:
1. Pengobatan dibuat dan diberikan dalam bentuk dosis unit tunggal atau
ganda.
2. Pengobatan dibuat dalam bentuk siap digunakan.
3. Untuk sebagian obat-obatan, penyediaan obat tidak disediakan setiap
saat.
4. Status pengobatan tiap-tiap pasien harus selalu diperhatikan.
Pengobatan harus diberikan hanya dengan permintaan tertulis (resep) yang
diberikan oleh dokter atau orang-orang yang diperbolehkan untuk membuat resep.
Pengecualian yang diperbolehkan misalnya permintaan obat melalui telepon atau
permintaan langsung harus ditulis langsugn dan ditandatangani oleh perawat atau
farmasis yang telah memiliki izin praktek. Resep harus ditulis dengan jelas dan
mencantumkan hal-hal berikut:
a) Nama dan tempat pasien.
b) Nama obat.
c) Dosis yang diberikan.
d) Rute pemberian.
e) Tanda tangan dokter.
f) Waktu dan tanggal pembuatan resep.
Setiap singkatan yang digunakan di dalam resep harus disepakati bersama
oleh tenaga medis, perawat, apoteker, dan staf rekam medik. Apabila ada
pertanyaan menyangkut resep termasuk interpretasi dari penulisan yang tidak jelas
harus dirujuk atau ditanyakan pada dokter yang memberikan resep. 11 Apoteker
harus menerima resep dari dokter sebelum obat dibuat kecuali dalam keadaan
gawat (emergency).
2.3.1 Jenis Sistem Distribusi Obat untuk Penderita Rawat Tinggal
Pada dasarnya ada 4 jenis distribusi obat untuk pasien rawat inap yaitu:
1. Sistem distribusi obat resep individu Dalam resep ini, semua obat yang
diperlukan untuk pengobatan didispensing dari IFRS. Resep orisinil oleh perawat
dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah “cara
dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita
tertentu.
a. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang (Total floor Stock)
Dalam sistem distribusi obat persediaan lengkap diruangan, semua obat yang
dibutuhkan penderita tersedia dalam ruangan penyimpanan obat diruang
tersebut, kecuali obat yang jarang digunakan untuk obat yang sangat mahal.
b. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual (Individual Prescription)
dan persediaan di ruang (Floor Stock).
Pada sistem ini, rumah sakit menggunakan sistem penulisan resep pesanan
obat secara individual sebagai sarana utama untuk penjualan obat tetapi juga
memanfaatkan floor stock secara terbatas.
c. Sistem distribusi obat unit sentralisasi/desentralisasi (Unit Dose
Dispensing/ UDD).
Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dan
pengendalian obat yang dikoordinasikan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
dalam rumah sakit, dimana obat dikandung dalam kemasan unit tunggal,
didispensing dalam bentuk siap konsumsi, dan untuk kebanyakan obat tidak lebih
dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan
penderita pada setiap waktu (Siregar, 2003).
Sistem unit dose dispensing mempunyai tujuan perspektif kepedulian
terhadap pasien. Sistem UDD dapat memperkecil terjadinya kesalahan
pengobatan. Obat dibagikan dalam bentuk paket unit dose (dibungkus secara
terpisah untuk masing-masing dosis), biasanya dikemas dalam persediaan 24 12
jam. Sistem UDD ini sangat efisien tetapi memerlukan modal besar untuk
pembelian mesin pembungkus dan lemari pengobatan (Quick, 1997).
Keikutsertaan peran farmasis dalam monitoring terapi selain akan
menjamin optimasi terapi yang diterima pasien juga mengurangi frekuensi
timbulnya medication error karena dengan sistem distribusi ini terjadi interaksi
yang lebih banyak antara dokter, farmasis dan perawat (Hassan, 1986). Profil
pengobatan pasien, apoteker mempunyai tanggung jawab untuk memonitoring
obat pasien yang dirawat inap pada rumah sakit. Permasalahan dengan clinical
errors seperti alergi, interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan penyakit,
lamanya terapi yang tidak sesuai dan ketidaksesuaian obat harus dihindarkan atau
dikoreksi terlebih dahulu (Quick, 1997). Pada sistem UDD salah satu administrasi
yang dilakukan adalah patient dengan drug profil, Caranya adalah dengan melalui
pemantauan kerasionalan obat yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan dosis,
ketepatan pasien, ketepatan obat, dan waspada terhadap efek samping obat.
Dengan adanya patient drug profil farmasis dapat membantu dokter dalam
meningkatkan keberhasilan pengobatan. Dalam hal ini farmasis berperan dalam
memantau mengevaluasi pemakaian obat dalam hal cara pemakaian, dosis,
indikasi, efek samping obat, dan interaksi obat serta rekapitulasi harga (Siregar,
2004).
2.3.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1197/MENKES/SK/X/2004, pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu
siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan
pelaporan, serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
a. Pemilihan
Merupakan proses kegiatan mulai dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, indentifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria dan pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi hingga menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi
obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi 13 (PFT)
untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi
pembelian.

b. Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan.
Terdapat tiga metode perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, yaitu:
1. Metode konsumsi, dibuat berdasarkan data konsumsi periode sebelumnya.
2. Metode epidemiologi atau morbiditas, dibuat berdasarkan pola penyakit di
rumah sakit periode sebelumnya maupun pola penyakit di sekitar rumah sakit
yang diperkirakan akan terjadi.
3. Metode kombinasi konsumsi dan epidemiologi (morbiditas). Pedoman
perencanaan berdasarkan dari acuan buku-buku seperti Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN), formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, ketentuan
setempat yang berlaku yang terdiri dari data catatan medik, anggaran yang
tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian
periode yang lalu dan rencana pengembangan.
Sebelum perencanaan diadakan, perlu dievaluasi terlebih dahulu apakah
perencanaan sudah mendekati benar atau belum. Untuk itu ada beberapa
mekanisme evaluasi, diantaranya :
1. Analisa ABC (Pareto)
Analisis ABC adalah analisis yang digunakan dalam beberapa sistem
persediaan untuk menganalisis pola konsumsi dan jumlah dari total konsumsi
untuk semua item. Analisa ABC merupakan pembagian konsumsi obat dan
pengeluaran untuk perencanaan dengan membagi obat yang dikonsumsi menjadi
tiga kategori, yaitu :
a) Golongan A (always) 10-20 % item obat yang disediakan, tapi dana yang
dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini sangat besar yaitu mencapai 70-80
% dari keseluruhan dana. 14
b) Golongan B (better) 20-40% item obat yang disediakan, dana yang
dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini cukup besar yaitu mencapai 10-
15% dari keseluruhan dana.
c) Golongan C (control) Ketersediaannya sangat banyak yaitu mencapai 60%
dari keseluruhan item obat, namun kebutuhan dana yang dikeluarkan dalam
pengadaannya rendah yaitu hanya 5-10% dari keseluruhan dana.
2. Analisis VEN
Analisa VEN merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan
prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat stok aman dan harga penjualan
obat. Kategori obat-obat sistem VEN yaitu :
a) V (Vital) adalah obat- obat yang termasuk dalam potensial life saving
drug, mempunyai efek samping withdrawl secara signifikan (pemberian harus
secara teratur dan penghentiannya tidak tiba-tiba) atau sangat penting dalam
penyediaan pelayanan kesehatan dasar.
b) E (Essensial) adalah obat-obat yang efektif untuk mengurangi kesakitan,
namun demikian sangat signifikan untuk bermacam- macam penyakit tetapi
tidak vital secara absolut (penting tetapi tidak vital), untuk penyediaan sistem
kesehatan dasar.
c) N (Non Essensial) merupakan obat-obat yang digunakan untuk penyakit
minor atau penyakit tertentu yang efikasinya masih diragukan termasuk
terhitung mempunyai biaya tinggi untuk memperoleh keuntungan terapeutik.
c. Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetuju i, melalui:
1. Pembelian, ada dua metode pembelian yaitu:
a) Secara Tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi)
b) Secara Langsung dari pabrik atau distributor atau pedagang besar farmasi
2. Produksi atau pembuatan sediaan farmasi, terbagi menjadi dua yaitu
produksi steril dan non steril 15
3. Sumbangan (Droping)
d. Produksi
Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali
sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi, antara lain:
1. Sediaan farmasi dengan formula khusus.
2. Sediaan farmasi dengan harga murah.
3. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
4. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran.
5. Sediaan farmasi untuk penelitian.
6. Sediaan nutrisi parenteral.
7. Rekonstruksi sediaan obat kanker.
e. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi,
yaitu:
1. Pabrik harus mempunyai sertifikat analisa.
2. Barang harus bersumber dari distributor utama.
3. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS).
4. Khusus untuk alat kesehatan atau kedokteran harus mempunyai Certificate
of Origin (COO).
5. Expire Date minimal 2 tahun.
f. Penyimpanan
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang ditetapkan, yaitu:
1. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.
2. Dibedakan menurut suhu, kestabilan.
3. Mudah meladak atau terbakar.
4. Tahan atau tidaknya terhadap cahaya.
Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
g. Pendistribusian dan Dispensing Sediaan Farmasi.
2.4 Informasi Umum Obat
Pengertian obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang
digunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna
mencegah, meringankan, maupun menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2007).
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam
dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut
gejalanya (Tjay dan Rahardja, 2007).
Penggolongan obat yang menyatakan bahwa penggolongan obat yang
dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta
pengamanan distribusi. Pengertian tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993. Penggolongan obat ini terdiri dari:
obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan
narkotika.
a. Obat bebas
Obat golongan ini termasuk obat yang relatif paling aman, dapat diperoleh
tanpa resep dokter, selain di apotek juga dapat diperoleh di warung-warung. Obat
bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau. Contohnya
adalah parasetamol, vitamin c, asetosal (aspirin), antasida daftar obat esensial
(DOEN), dan obat batuk hitam (OBH) (Priyanto, 2010).
Penandaan Obat Bebas (Priyanto, 2010)
b. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar “W” menurut
bahasa Belanda “W” singkatan dari “Waarschung” artinya peringatan. Jadi
maksudnya obat yang bebas penjualannya disertai dengan tanda peringatan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan kedalam
daftar obat “W” memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah Obat Keras
yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya
memenuhi persyaratan yang sebagaimana telah datur dalam PERMENKES
NOMOR: 919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 2380/A/SK/VI/83,
tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran warna biru dengan garis
tepi berwarna hitam. Tanda khusus harus diletakan sedemikian rupa sehingga jelas
terlihat dan mudah dikenal. Contohnya obat flu kombinasi (tablet),
chlorpheniramin maleat (CTM), dan mebendazol (Priyanto, 2010).
Penandaan Obat Bebas (Priyanto, 2010)
c. Obat keras
Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari
“Gevaarlijk” artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya
jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter. Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI yang menetapkan/memasukan obat-obatan kedalam daftar obat
keras, memberikan pengertian obat keras, memberikan pengertian obat keras
adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut:
1) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa
obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.
2) Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk
dipergunakan secara parental, baik degan cara suntikan maupun dengan cara
pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.
3) Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah
dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan
manusia.
4) Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras: obat itu sendiri dalam
substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila
dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar
Obat Bebas Terbatas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah
lingkaran bulatan warna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K
yang menyentuh garis tepi. Contoh obat ini adalah amoksilin, asam mefenamat
(Priyanto, 2010)
Penandaan Obat Keras (Priyanto, 2010)
4. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika dibagi menjadi :
a. Psikotopika golongan 1 adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, dan
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan ketergantungan.
Contohnya : brolamfetamin (DOB), tenamfetamin (MDA), dan lisergida
(LSD).
b. Psikotropika golongan II dapat digunakan untuk pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :
amfetamin, deksamfetamin, dan metamfetamina.
c. Psikotropika golongan III dapat digunakan untuk pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :
katina, amobarbital, buprenofrina, dan pentobarbital.
d. Psikotropika golongan IV dapat digunakan untuk pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :
alprazolam, barbital, diazepam dan fenobarbital (Undang – Undang RI
No : 3 tahun 2017).
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebebkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan–golongan (Undang – Undang RI No : 2 tahun 2017).
Dalam kemasannya narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna merah.
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Narkotika golongan I, digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contohnya: heroina,
katinona, amfetamin dan metamfetamin.
b. Narkotika golongan II dan III, yang berupa bahan baku, baik alami
maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan
Peraturan Menteri. Contohnya : fentanil, morfina, petidina, dan kodeina.

Penandaan Obat Narkotika (Priyanto, 2010)


Berdasarkan Mekanisme kerja, Obat digolongkan menjadi 5 jenis yaitu
sebagai berikut (Chaerunisaa dkk, 2009) :
1. Obat yang bekeja terhadap penyebab penyakit, misalnya penyakit karena
bakteri atau mikroba, contoh: antibiotik.
2. Obat yang bekerja mencegah keaadan patologis dari penyakit, contoh:
serum, vaksin.
3. Obat yang menghilangkan gejala penyakit = simptomatik, missal gejala
penyakit nyeri, contoh: analgetik, antipiretik.
4. Obat yang bekerja untuk mengganti atau menambah fungsi-fungsi zat yang
kurang, contoh: vitamin, hormon.
5. Pemberian placebo, adalah pemberian sediaan obat yang tanpa zat
berkhasiat untuk orang-orang yang sakit secara psikis, contoh: aqua
proinjection Selain itu, obat dapat dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya misalkan antihipertensi, cardiaca, diuretic, hipnotik,
sedative dan lain-lain.
Berdasarkan tempat atau lokasi pemakaiannya, Obat dibagi menjadi dua
golongan yaitu sebagai berikut (Anief, 1994) :
1. Obat Dalam, misalnya obat-obat peroral. Contoh: antibiotik,
acetaminophen.
2. Obat Topikal, untuk pemakaian luar badan. Contoh sulfur, antibiotic
Berdasarkan cara pemberiannya, Obat digolongkan menjadi 6 jenis yaitu
sebagai berikut (Anief, 1994) :
1. Oral, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui mulut, Contoh: serbuk,
kapsul, tablet sirup.
2. Parektal, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui rectal. Contoh
supositoria, laksatif.
3. Sublingual, dari bawah lidah, kemudian melalui selaput lendirdan masuk
ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat. Untuk penderita tekanan darah
tinggi, Contoh: tablet hisap, hormone.
4. Parenteral, obat suntik melaui kulit masuk ke darah. Ada yang diberikan
secara intravena, subkutan, intramuscular, intrakardial.
5. Langsung ke organ, contoh intrakardial.
6. Melalui selaput perut, intraperitoneal
Berdasarkan efek yang ditimbulkannya, Obat dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu sebagai berikut (Anief, 1994) :
1. Sistemik: masuk ke dalam system peredaran darah, diberikan secara oral
2. Lokal : pada tempat-tempat tertentu yang diinginkan, misalnya pada kulit,
telinga, mata
Berdasarkan penamaannya, Obat dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai
berikut (Widodo, 2004) :
1. Nama Kimia, yaitu nama asli senyawa kimia obat.
2. Nama Generik (unbranded name), yaitu nama yang lebih mudah yang
disepakati sebagai nama obat dari suatu nama kimia.
3. Nama Dagang atau Merek, yaitu nama yang diberikan oleh masing-masing
produsen obat. Obat bermerek disebut juga dengan obat paten
2.5 Resep
2.5.1 Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker
pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik, serta
menyerahkan obat kepada pasien. (Syamsuni, 2006).
Menurut Permenkes No 72 tahun 2016 Resep adalah permintaan tertulis
dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun
elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
yang berlaku.
Sedangkan menurut Jas (2009), Resep artinya pemberian obat secara tidak
langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan pada kop resmi kepada pasien,
format dan kaidah penulisan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi atau apoteker
di apotek agar diberikan obat dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu sesuai
permintaan kepada pasien yang berhak.
2.5.2 Jenis-jenis Resep
Menurut Jas (2009), Jenis- jenis resep dibagi menjadi 4 yaitu sebagai
berikut:
a. Resep standar (Resep Officinalis/Pre Compounded) merupakan resep
dengan komposisi yang telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku
farmakope atau buku standar lainnya. Resep standar menuliskan obat jadi
(campuran dari zat aktif) yang dibuat oleh pabrik farmasi dengan merk
dagang dalam sediaan standar atau nama generik.
b. Resep magistrales (Resep Polifarmasi/Compounded) adalah resep yang
telah dimodifikasi atau diformat oleh dokter yang menulis. Resep ini dapat
berupa campuran atau obat tunggal yang diencerkan dan dalam
pelayanannya perlu diracik terlebih dahulu
c. Resep medicinal yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek
dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan.
d. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam
bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak
mengalami peracikan.
2.5.3 Format Penulisan Resep
Menurut Jas (2009) Resep terdiri dari enam bagian, antara lain:
a. Inscriptio terdiri dari nama, alamat, dan nomor izin praktek (SIP) dokter,
tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu
kota provinsi. Format inscriptio suatu resep dari rumah sakit sedikit
berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
b. Invocatio merupakan tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
Permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = recipe” artinya
ambilah atau berikanlah. Berfungsi sebagai kata pembuka komunikasi
antara dokter penulis resep dengan apoteker di apotek.
c. Prescriptio/ordonatio terdiri dari nama obat yang diinginkan, bentuk
sediaan obat, dosis obat, dan jumlah obat yang diminta.
d. Signatura merupakan petunjuk penggunaan obat bagi pasien yang terdiri
dari tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu
pemberian. Penulisan signatura harus jelas untuk keamanan penggunaan
obat dan keberhasilan terapi
e. Subscriptio merupakan tanda tangan/paraf dokter penulis resep yang
berperan sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.
f. Pro (diperuntukkan) terdiri dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan
berat badan pasien.
2.5.4 Tanda-tanda pada Resep
Menurut Jas (2009), Tanda-tanda pada resep adalah sebagao berikut :
a. Tanda Segera, yaitu bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera,
tanda segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah
blanko resep, yaitu: Cito! = segera; Urgent = penting; Statim = penting
sekali; PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda; Urutan yang
didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!.
b. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat
diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter
(Iteratie) dan berapa kali boleh diulang. Misal, iter 1 x, artinya resep dapat
dilayani 2 x. Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+2 = 3 x. Hal ini
tidak berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru.
c. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki
agar resepnya tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko
resep (ps. 48 WG ayat (3); SK Menkes No. 280/Menkes/SK/V/1981).
Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-
obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh
pemerintah/ Menkes Republik Indonesia.
d. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru diberi di belakang nama
obatnya jika dokter sengaja memberi obat dosis maksimum dilampaui.
e. Resep yang mengandung narkotik. Resep yang mengadung narkotik tidak
boleh ada iterasi yang artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi)
yang berarti untuk dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c. (usus cognitus)
yang berarti pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik harus
disimpan terpisah dengan resep obat lainnya.
2. 6 Alat Kesehatan
Menurut UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Alat kesehatan
adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh
(Depkes, 2009).
Alat kesehatan harus aman, bermutu, dan terjangkau. Ketentuan
mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran alat
kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah (Depkes, 2009).
BAB III
URAIAN KHUSUS
3.1 Rumah Sakit Multazam
Rumah Sakit Multazam Kota Gorotalo Rumah Sakit Multazam merupakan
rumah sakit swasta yang pada tanggal 8 mei 2017 tergolong dalam Rumah Sakit
tipe D yang dipimpin oleh director dr.Syahruddin Sam Biya. Rumah Sakit ini
memberikan pelayanan di bidang kesehataan yang ditunjung dengan layanan
dokter pesialis serta beberapa fasilitas dan layanan medis lainnya. Pendirian
Rumah Sakit Multazam atas gagasan 6 dokter ahli ssekaligus sebagian pemegang
saham dari PT.Multazam. Pembangunan gedung Rumah Sakit dimulai pada tahun
2012 dan selesai didirikan pada tahun 2015. Adapun mulai beroperasinya Rumah
Sakit Multazam pada bulan januari tahun 2016, berdasarkan izin Walikota
Gorontalo dengan SK Nomor 1/10/01/2016.
Pengresmian oleh Bapak Walikota Gorontalo pada tanggal 1 maret 2016.
Lokasi Rumah Sakit Multazam terletak di l. Glatik No. 158, kelurahan Heledulan
Utara, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Bangunan
Rumah Sakit Multazam terdiri dari dua lantai, yaitu lantai satu dan lantai dua,
lantai satu terdiri dari; Ruang Apotek, Lobi, Central Opname, Ruang Keuangan,
Poli Obygn, Poli Penyakit Dalam, UGD, Laboratorium, Radiologi, HCU Anak
dan Bayi, VK, IRDA, Ruang Operasi, Ruang Gizi, Pantri, Laundry, Kamar
Jenazah, Ruang Perawatan Paviliun, VIP A, VIP B, Kelas II, Kelas III.
Sedangkan lantai dua terdiri dari: Ruang Perawatan Paviliun, Paviliun
Deluxe, VIP Anggrek, VIP Bougenvile, Kelas I Kebidanan Record, Ruang Rapat,
Ruang pimpinan, dan Ruang Administrasi. 2. Visi dan Misi a. Visi Rumah Sakit
Umum Multazam Menjadi Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
terbaik, Profesional dengan tujuan untuk kebutuhan dan keamanan pasien. B. Misi
Rumah Sakit Umum Multazam 1) Menjadi pilihan terpercaya untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan paripurna dan PRIMA (Profesional Responsif
Ikhlas Mutu Aman). 2) Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan
manajemen untuk terus meningkatkan mutu layanan kesehatan. 3) Menjadi salah

29
satu rumah sakit rujukan bagi masyarakat Kota Gorontalo dan sekitarnya. 4)
Menjadi mitra pemerintah Kota Gorontalo dalam memberikan pelayanan
prefentif, kuratif dan rehabilitatif.
3.2 Visi dan Misi
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan akses pelayanan kesehatan
rujukan, maka pihak Rumah Sakit Multazam memiliki komitmen untuk
mewujudkan pelayanan maksimal dengan memformulasikan dalam visi, misi dan
filosofi dengan program unggulannya sebagai berikut:
Visi :
” Menjadi Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan Terbaik,
Profesional dengan berorientasi kepada kebutuhan dan keamanan pasien”
Misi :
“Menjadi pilihan terpercaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
paripurna dan PRIMA (Profesional, Responsif, Ikhlas, Mutu, Aman) .
Mengikuti perkembangan pengetahuan ilmu kedokteran dan manajemen
untuk terus meningkatkan mutu layanan kesehatan.
Menjadi salah satu rumah sakit rujukan bagi masyarakat Kota Gorontalo
dan sekitarnya
Menjadi mitra Pemerintah Kota Gorontalo dalam memberikan pelayanan
preventif, kuratif dan rehabilitatif”.
3.3 Tugas Pokok Dan Fungsi
3.3.1 Tugas Pokok
1) Melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilakukan
secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan.
2) Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan rumah
sakit;

30
3) Melaksanakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan
melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis;
4) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
5) Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
3.3.2 Fungsi
1) Penyelenggaraan Pelayanan Medik Umum;
2) Penyelenggaraan Pelayanan Medik Spesialis;
3) Penyelenggaraan Pelayanan Medik Sub Spesialistik;
4) Penyelenggaraan Pelayanan Perawatan Intensif;
5) Penyelenggaraan Pelayanan Penunjang Medik dan Non Medik;
6) Penyelenggaraan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan;
7) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian;
8) Penyelenggaraan Pelayanan Gizi;
9) Penyelenggaraan Pelayanan Rujukan;
10) Penyelenggaraan Usaha Pendidikan dan Pelatihan;
11) Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
12) Penyelenggaraan Kegiatan Ketatausahaan dan;
13) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Bupati

31
3.4 Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI
RSUD MULTAZAM KABUPATEN GORONTALO
3.5 Standar Pelayanan Farmasi

No INDIKATOR STANDAR
Waktu tunggu hasil pelayanan
1. a. Obat jadi a. 15 menit
b. Obat racikan b. 30 menit
Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian
2. 90 %
obat
3. Kepuasan pelanggan 90 %
4. Penulisan resep sesuai formularium 90
3.6 Alur Pelayanan Resep
3.7 Pengelolaan Obat
1. Perencanan
Perencanaan obat di Rumah Sakit dilakukan sesuai dengan peraturan PMK No. 72
tahun 2016 dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar akan sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai. Kegiatan ini dilakukan oleh Apoteker yang ada di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit dengan memperhatikan sisa stok yang ada di gudang, obat yang sering
diresepkan. Umumnya perencanaan dilakukan setiap 6 bulan sekali.
Proses perencanaan di Rumah Sakit Multazam meliputi surat pesanan (SP)
didasarkan pada sisa persediaan barang/obat dan jumlah konsumsi obat tersebut, artinya
apabila obat tersebut sering digunakan maka dilakukan persediaan obat yang lebih banyak
lagi dari pada obat yang jarang digunakan, dan untuk pedoman perencanaan di Rumah Sakit
Multazam sebagian besar berpedoman pada E-katalog.
2. Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Multazam dilakukan hamper setiap
bulan sekali. Alur perencanaan diawali dari permintaan obat dari apotek ke gudang instalasi
farmasi. Permintaan dari apotek tersebut akan dikelolah datanya oleh penanggung jawab
gudang instalasi farmasi, kemudiaan akan diteruskan ke kepala instalasi farmasi. Kepala
instalasi akan mengajukan permintaan kebagian pengadaan yang ada di rumah sakit
bedasarkan permintaan apotek dan mutasi bulanan. Selanjutnya bagian pengadaan akan
melakukan pemesanan ke PBF.
3. Penerimaan
Pada saat barang diterima, pihak penerima barang harus melakukan pengecekkan
barang sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan seperti salah kirim, kondisi fisik
obatnya, dan jumlah barang tidak sesuai dengan pesanan sehingga merugikan terutama dari
pihak instalasi farmasi. Penerimaan barang di RS Multazam juga dilakukan e-purchasing.
Dalam penelitian Sumangkut dan Jansen (2014) menyebutkan hal yang sama yaitu
pengadaan secara e- purchasing dilakukan secara langsung kepada penyedia barang,
pengadaan seperti ini untuk mem-permudah petugas dalam melakukan peme-sanan barang
kepada penyedia barang.
4. Penyimpanan
Pada RS Multazam, barang yang telah diterima kemudian disimpan di gudang
farmasi. Penyimpanan dilakukan berdasarkan alphabet, bentuk sediaan dan FEFO (First
Expired First Out). Obat juga dipisahkan berdasarkan suhu penyimpanannya seperti
supositoria disimpan di lemari pendingin. Untuk obat golongan narkotik dan psikotropika
disimpan dalam lemari kayu yang terdiri dari dua pintu.
5. Pendistribusian
Obat didistribusikan dari instalasi farmasi ke apotek kemudian diserahkan kepada
pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan obat diapotek tersebut dilakukan oleh apoteker
atau tenaga kerja kefarmasian lainnya, selain itu pasien yang menerima obat diberikan
konseling oleh apoteker mengenai obatnya.
6. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan dengan cara manual yaitu dengan mencatat pada kartu stock,
sedangkan untuk pencatatan lainnya sudah menggunakan komputer. Setiap barang yang
masuk dan keluar, datanya selalu dimasukkan ke sistem. Pelaporan yang dibuat di apotek
Rumah Sakit Multazam antara lain pelaporan obat narkotik dan psikotropik yang dilaporkan
pads Dinas Kesehatan dan Badan POM.
7. Pengembalian
Pengembalian dilakukan jika ada obat yang mendekati masa kadaluarsa.
Pengembalian dapat dilakukan tergantung dari perjanjian yang dibuat antara pihak PBF dan
pihak instalasi.
8. Pemusnahan
Obat-obat yang telah Expire Date di Apotek Rumah Sakit Multazam belum pernah
melakukan pemusnahan obat.
BAB IV
PEMBAHASAN
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah suatu bentuk pendidikan dengan cara
memberikan pengalaman belajar bagi mahasiswa untuk berpartisipasi dan tugas
secara langsung di lapangan dengan sebuah perusahaan baik pemerintah maupun
swasta setempat untuk memperoleh keahlian dibidang pelayanan, menejemen dan
administrasi.
Praktik kerja lapangan merupakan kegiatan untuk memberikan pengalaman
belajar bagi mahasiswa farmasi dalam situasi dunia kerja yang nyata, khususnya
mengetahui dan memahami seluruh aspek-aspek kefarmasian di Rumah Sakit.
Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat
ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan
terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya
terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan
kesehatan yang baik (Siregar, 2004).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit atau
bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh
beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang- undangan yang
berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang
bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang ditujukan
untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar,2004).
Selama kegiatan Praktik Kerja Lapangan di RS Multazam, mahasiswa dibagi
menjadi dua kelompok yang terdiri dari 2 orang. Dua kelompok tersebut ditempatkan
di bagian pelayanan dan di gudang farmasi yang akan bertukar posisi setelah 5 hari.
Pembagian seperti ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang terjadi di
gudang dan dipelayanan serta dapat bertukar informasi jika ada mahasiswa yang belum
tahu.
Pelayanan farmasi di apotek RS Multazam melakukan pelayanan 1 x 24 jam.
Alur pelayanan resep di apotek RS Multazam dimulai dari resep yang masuk ke
Apotek kemudian akan diterima oleh petugas farmasi yang ada dan akan dilakukan
konfirmasi identitas pasien dan skrining resep. Skirining resep tersebut meliputi :
kejelasan penulisan, benar pasien, benar obat, benar dosis, benar rute, benar waktu
pemberian, duplikasi, alergi, interaksi obat, kontra indikasi, dan berat badan dari
pasien anak atau bayi.
Setelah obat siap, akan dilakukan pengecekan kembali oleh petugas
farmasi apakah obat telah sesuai seperti yang ada di resep. Sebelum
memberikan obat dilakukan pencocokan kembali nama dan tanggal lahir pasien
dengan data yang ada di resep, alamat pasien serta dilakukan double check
untuk obat-obat High alert. Obat kemudian diberikan kepada pasien disertai
dengan Pemberian Informasi Obat (PIO). Waktu tunggu resep di RSUD
Multazam yaitu untuk obat jadi adalah 15 menit dan untuk obat racikan
adalah 30 menit.
Untuk penyimpanan obat-obat di Apotek disimpan dalam beberapa
lemari dan diatur berdasarkan abjad dan juga berdasarkan jenis sediaan.
Untuk yang sediaan tablet, kaplet dan kapsul disimpan pada lemari sendiri dan
untuk sediaan ampul dan vial disimpan pada lemari yang berbeda.
RS Multazam memiliki gudang farmasi dengan ruang yang cukup
luas dan memiliki AC didalamnya. Penyimpanan di gudang farmasi RS
Multazam kurang lebih sama dengan penyimpanan di apotek. Obat disimpan
berdasarkan abjad dan juga bentuk sediaan. Di gudang juga menyimpan Bahan
Habis Pakai (BHP). Untuk obat-obat high alert disimpan pada lemari tersendiri
agar obat tersebut dapat selalu diperhatikan. Obat High alert didefinisikan oleh
The Institute For Healthcare Improvement (IHI) sebagai obat yang kemungkinan
besar menyebabkan bahaya ketika digunakan. The Joint Commission
menggambarkan high alert sebagai obat yang memiliki resiko tinggi
menyebabkan bahaya ketika misuse.
High alert medication (HAM) atau obat-obatan yang perlu diwaspadai
adalah obat yang sering menyebabkan terjadinya kesalahan/kesalahan serius
(Sentinel Event), obat yang beresiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (Adverse Outcome) seperti obat/-obat yang terlihat mirip atau 29
kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip / NORUM, Look
Alike Sound Alike/LASA) (Permenkes, 2011).
Selain obat – obat high alert, di gudang farmasi juga menyimpan obat –
obat narkotika, psikotropika, dan prekursor yang di letakkan dilemari yang

39
dilengkapi dengan 2 pintu yang berbeda. Menurut MenKes RI (2015),
mengenai penyimpanan obat narkotika, psikotropika dan prekursor yakni
dinding dibuat dari kayu yang menempel di dinding dengan dua pintu yang
berlapis
Gudang farmasi dan apotek juga memiliki obat LASA. LASA
(Look Alike Sound Alike) adalah obat-obat yang tampak kelihatan mirip (nama
obat, rupa atau bentuk obat dan dalam pengucapan nama obatpun mirip). Untuk
obat-obat LASA (Look Alike Sound Alike) diberikan stiker khusus yang ditempel
pada kemasan atau keranjang sehingga menghindari terjadinya kesalahan
pengambilan obat.
penyimpanan yang digunakan di gudang farmasi merupakan gabungan
antara system First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out
(FEFO). Penggunaan kedua sistem ini berdampak baik untuk mengatur
pengelolaan obat sehingga mencegah pemberian obat yang telah kedaluarsa
kepada pasien.
Kegiatan farmasi yang diselenggarakan di RS Multazam meliputi
Pelayanan Resep, Pengkajian Resep, Pelayanan Informasi Obat, Konseling,
Visite Pasien Rawat Inap, Seleksi Sediaan Obat, Pemantauan Terapi Obat,
Pemantauan Dan Pelaporan Reaksi Obat Yang Berlebihan, Partisipasi Dalam
Formularium Rumah Sakit.
Pelayanan resep yang diadakan di RS Multazam dibagi menjadi dua,
yaitu untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan rawat jalan
dilakukan dengan mengonfirmasi nama pasien, status pasien (BPJS atau umum)
dan poli perawatan. Pelayanan rawat inap digunakan dengan sistem ODD (One
day Dose Dispensing) yaitu dengan memberikan obat kepada pasien untuk
dosis sehari minum, dibuat menjadi 3 warna etiket, kuning untuk pagi, hijau
untuk siang, dam pink untuk malam. Pelayanan Informasi Obat dijelaskan
mengenai jenis obat, dosis, aturan pemakaian dan efek samping kepada pasien.
Di RS Multazam juga melakukan konseling bagi. Konseling diberikan
untuk pasien yang membutuhkan pengarahan khusus seperti pasien penderita

40
penyakit kronis yang harus meminum obatnya terus-menerus sehingga kepatuhan
pasien perlu dipatau agar terapi yang diberikan berhasil.

41
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa
masih terdapat beberapa masalah dalam pelayanan kefarmasian di depo yang
dikhawatirkan akan mengakibatkan terganggunya pelayanan dan staf akan merasa
kewalahan melakukan pelayanan.
Pelayanan resep di Rumah Sakit Multazam dilakukan dari penerimaan
resep, kemudian pemeriksaan terhadap resep, pencatatan terhadap obat yang
terdapat didalam resep, pengambilan obat, penulisan jumlah pengeluaran obat
dikartu stok obat, pemeriksaan kembali obat agar tidak terjadi kesalahan,
penyerahan resep hingga penyampaian infomasi obat terhadap pasien atau
keluarga pasien.
Pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Multazam dilakukan
dari tahap perencenaan, pengadaan obat, penerimaan, penyimpanan obat dengan
sistem alfabetis, suhu penyimpanan yang sesuai serta obat-obat high alert,
narkotika dan psikotropika, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,
pencatatan dan pelaporan obat, dan monitoring dan evaluasi.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi harus melakukan perencanaan, pengelolaan staf,
pengelolaan unit pelayanan pasien rawat jalan dan rawat inap serta meningkatkan
sumber daya manusia agar pelayanan resep dapat dilakukan lebih cepat dan lebih
baik.
5.2.2 Saran untuk mahasisa yang akan melaksanakan PKL
1. Sebaiknya mahasiswa yang hendak melaksanakan PKL kiranya bisa
menguasai teori maupun praktek kefarmasian untuk meningkatkan
kemampuan dalam melayani resep.

42
2. Hendaknya mahasiswa PKL dapat lebih disiplin, menjaga sikap dan
mengikuti segala aturan yang telah ditetapkan oleh instansi yang menjadi
tempat PKL.

43
DAFTAR PUSTAKA

Haliman dan Wulandari. 2012. Cerdas Memilih Rumah Sakit. Yogyakarta: CV.
Andi Offset.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 3. Tahun 2015. Tentang Peredaran,


Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi. Jakarta: DepKes RI.

Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.1691/Menkes/Per/VIII/2011. Tentang


Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: DepKes RI

Quick, D.J., 1997, Managing Drug Supply, 2nd ed,Management Sciences for
Health, Kumarin Press, USA

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit.

Siregar, C. J. P dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit Teori dan
Penerapannya. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Siregar, C.J.P, 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori & Penerapan. Jakarta : EGC.
Tempat penyimpanan obat bebas Tempat penyimpanan obat generik

LAMPIRAN
Tempat penyimpana obat paten dan Tempat penyimpanan obat injeksi
generic bermerek

Tempat penyimpana obat supositoria Tempat penyimpana paket untuk


dan obat injeksi operasi
Proses penyiapan obat Proses penyerahan obat

Proses peracikan obat Proses pemberian informasi


obat

Lemari penyimpanan obat high Lemari penyimpanan obat


alert psikotropika dan narkotika

Anda mungkin juga menyukai