Anda di halaman 1dari 17

Lucy

Cerahnya matahari pagi membuat suasana di pedesaan menjadi semakin teduh. Tuan James
tengah menyeduh kopinya sembari menikmati sejuknya udara pagi. Di tangan lainnya ia
memegang sepuntung rokok, menikmati pemandangan hijau indah nan berseri dari sawah yang
mendayu-dayu di depan matanya. Dari arah kanan terlihat seorang anak perempuan dengan
tubuh penuh dengan lumpur membawa seekor kucing bersamanya. Ia tampak bersenang-senang
di bentangan sawah itu, tuan James memandanginya kemudian tertawa.

“Di mana kau menemukannya kali ini, Lucy?” tanya tuan James.

Anak perempuan itu membasuh kucing yang sedang ia pegang dengan air keran di depan rumah.
Ia terlihat kewalahan memegangi kucing yang sedari tadi memberontak tak ingin dimandikan.

“seperti biasa, di rumah nyonya Risa. Sepertinya ia sedang mengincar janda beranak lima milik
Zee. Kita harus membelikannya kandang. Aku mulai muak terus-terusan terjun ke dunia
perlumpuran, Ayah. Oh... lihat! Bahkan sekarangpun kau tak mau menurut padaku. Kucing
nakal!” Tuan James hanya bisa tertawa melihat tingkah laku putrinya.

Sudah seminggu sejak kematian Indhana, istri Tuan James. Ia meninggal karena penyakit kanker
yang dideritanya. Karena tak ingin melihat putrinya bersedih terus-terusan, Tuan James
memutuskan untuk menghilang sejenak dari padat dan peluhnya perkotaan dan memilih untuk
healing sementara ke desa kecil di atas bukit, rumah orang tuanya. Mengingat di rumah tersebut
banyak sekali sepupu maupun tetangga yang seusia Lucy, jadi ia takkan kesepian.

Jauh di lubuk hati Tuan James, tentu saja ia masih sangat berduka atas wafatnya istri yang sangat
ia cintai. Namun, bagaimanapun ia harus tetap berusaha kuat di depan anaknya yang masih
berusia 7 tahun itu. Lucy masih terlalu kecil untuk merasakan kehilangan yang semenyakitkan
ini, Tuan James sangat khawatir kondisi mental Lucy terganggu. Ia juga memikirkan banyak hal
tentang siapa yang akan merawat Lucy dan menemaninya nanti. Mereka tidak bisa berlama-lama
di desa itu karena Tuan James harus bekerja. “apakah aku harus mencari pengganti Indhana?”,
batin Tuan James.

Lucy merupakan anak tunggal dari pasangan James-Indhana. Gadis kecil yang sangat polos itu
membutuhkan sosok ibu di umurnya yang masih belia. Indhana sendiri sangat menyayanginya,
tentu saja. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Di hari itu, saat ibunya pergi
meninggalkannya, Lucy hanya bisa menangis dan memandang jasad ibunya dengan mata penuh
harap bahwa mereka masih bisa bermain bersama lagi.

Gadis sekecil itu tentu sudah bisa merasakan perihnya kehilangan. Namun, mereka takkan
bersusah hati dalam waktu yang terlalu lama. Tentu, rindu akan tetap bersemayam di dalam
hatinya. Tapi ia tetap akan bisa menjalani hari-hari sepeti biasanya. Dan… mungkin saja ia akan
menerima jika Tuan James memutuskan untuk menikahi perempuan baru, bukan sebagai
pengganti Indhana namun untuk menjaga Lucy. Tetapi, bagaimanapun mencari sosok Ibu yang
seperti Indhana takkan pernah mudah. Nyonya Indhana, jikalau nanti tergantikan haknya dalam
mengasuh Lucy, namun kasih sayang dan juga kenyataan bahwa ia dan Tuan James adalah cinta
pertama Lucy, selamanya tetap akan abadi di lubuk hati anak polos itu.

***

Senja tengah berlabuh di singgasananya. Sebuah mobil hijau berplat merah sedang terparkir di
depan apartemen mewah milik Tuan James. Terlihat tiga orang pria paruh bayah, sedang
bercengkrama di ruang tamu sambil membicarakan hal serius, mereka tampak sedang berpikir.

“Kau harus memikirkan anakmu, sekejam itukah kau membiarkan dia tumbuh sendiri tanpa
kasih sayang seorang Ibu, tidak bisa merasakan hangat peluknya keluarga?”, protes Adam.

“Ya, tentu saja aku paham akan hal itu. Tapi mau bagaimana? Aku takkan bisa melupakan
Indhana, kalian sendiri tahu bahwa Indhana merupakan cinta pertama dan juga akan menjadi
yang terakhir di dalam hidupku. That’s.. easy to say but hard to do”, jawab Tuan James.

Di sudut ruangan itu, berdiri seorang pria yang tengah memerhatikan padatnya perkotaan dibalik
sebuah jendela, Lukas. Ia memegang segelas kopi di tangan kanannya. Mendengar perkataan
Tuan James, pria itu langsung membalikkan badan dan jalan menuju sofa untuk ikut duduk
bersama mereka.

“Baiklah, James. Aku tahu tak mudah untuk melupakan cinta pertama. Namun, anggaplah ini
bukan pilihan. Mau tidak mau kau tetap harus menikahi seorang wanita yang dapat memberikan
separuh hatinya untuk Lucy. Tak apa jika kau tak merasa mencintainya di awal karena cinta itu
akan tumbuh saat kalian terbiasa bersama”, sahut Lukas.
Tuan James menghela nafas, menunduk untuk beberapa saat. Lalu ia mengangkat kepalanya dan
berkata “ Hahh.. bagaimana bisa aku menghianati cintaku pada Indhana?”, Tuan James berkata
dengan wajah pasrah.

“Ini bukan penghianatan, James, cintamu untuk Indhana akan tetap suci sampai kapanpun.
However, life must goes on. Lakukan ini untuk putri kecilmu. Percayalah, ini yang terbaik
untuknya”, lanjut Lukas.

Adam melihat Tuan James dengan penuh percaya diri, “Ya. Aku setuju dengan Lukas. Kau harus
mempertimbangkannya dengan matang”.

Setelah pembicaraan panjang dan berpikir dengan matang, Tuan James akhirnya setuju untuk
mencari sosok ibu pengganti untuk Lucy. Ia, dengan dibantu oleh Adam dan Lukas, yang sangat
ahli dalam hal percintaan itu harus selektif dalam memilih wanita karena bagaimanapun Tuan
James merupakan orang berada dan juga memiliki pekerjaan yang layak. Semua wanita akan
terpincut oleh jabatan dan juga harta yang ia miliki. Ia membutuhkan seseorang yang tak
memandang jabatan maupun harta yang dimilikinya. Namun, tuan James percaya kedua
sahabatnya itu akan membantunya untuk menemukan sosok berbaik hati yang pantas menjadi ibu
tiri Lucy.

Hari-hari berlalu dan Tuan James menjalankan aktivitasnya seperti biasa, sembari menunggu
kabar dari kedua kerabatnya. Tetap saja, ada rasa sepi di hati karena Lucy tak bersamanya. Ia
memutuskan untuk membiarkan Lucy berada di tempat sejuk itu untuk sementara waktu,
sekaligus menyembuhkan luka di hatinya. Apapun dilakukan duda beranak satu itu demi anak
kesayangan dan semata wayang yang ia miliki. Lucy juga merasa nyaman berada di sana karena
ia bertemu dengan banyak orang baru. Memang, Lucy merupakan anak yang periang dan juga
humble kepada semua orang. Ia selalu memperhatikan sekitar dan membicarakan apapun yang
terlintas di dalam pikirannya. Tak heran jika seseorang yang bertemu dengan Lucy akan nyaman
bersamanya dan tak sedikit yang memutuskan untuk berteman. Namun, tentu saja setiap hari
Tuan James selalu menelpon Lucy baik hanya sekedar menanyakan kabar maupun
membicarakan bagaimana kesehariannya di sana.

***
Dua bulan semenjak pertemuan Tuan James dengan Adam dan Lukas, mereka akhirnya
menghubungi untuk mengatakan bahwa mereka telah menemukan wanita yang dicari dan
kelihatan cocok dengan Tuan James, Ghina. Ia merupakan janda 35 tahun yang bekerja sebagai
Assistant Manager di salah satu perusahaan di kota tersebut. Ia juga memiliki seorang anak
bernama Nico yang seumuran dengan Lucy. Well, not bad. Selain telah berpengalaman dalam
menjaga anak, Tuan James juga mempertimbangkan pengasuhan terhadap Lucy nantinya. Ia tak
ingin wanita itu mengabaikan Lucy karena memang dari awal segala hal yang ia lakukan hanya
untuk anak semata wayangnya itu. Kedua teman Tuan James memikirkan untuk pertemuan
mereka berdua. Tuan James berkata mungkin secepatnya lebih baik karena ia ingin urusannya
dapat selesai sesegera mungkin agar bisa membawa Lucy pulang ke rumah. Akhirnya mereka
sepakat untuk bertemu malam ini juga di sebuah restoran yang tak jauh dari apartemen Tuan
James.

Malam pun datang dan bintang-bintang telah memenuhi langit. Tuan James membuat janji
dengan Ghina pada pukul 19.00. Setelah bersiap-siap, ia bergegas ke tempat parkir dan
mengendarai mobil ke restoran bintang lima di pinggir kota. Sepanjang jalan, tuan James tidak
bisa tenang. Sejumlah pertanyaan merasuki pikirannya. Bagaimana jika dia bukan wanita yang
tepat? Bagaimana jika aku salah memilih ibu untuk Lucy?

Sesampainya di restoran, Tuan James langsung menuju ke lantai 3, seperti yang telah dijanjikan.
Terlihat wanita berpakaian rapi, berambut cokelat ikal sedang duduk di sudut ruangan sedang
menunggu seseorang. “Itu dia”, batin Tuan James. Dengan sedikit gugup dan detak jantung yang
tidak karu-karuan, ia melangkahkan kakinya ke arah Ghina dengan perlahan.

“Selamat malam, benar kamu Ghina?”, sapa Tuan James sambil menyodorkan tangannya.

Ghina yang sedari tadi melihat ke arah luar jendela, tampak kaget dengan kehadiran Tuan James.
“Eh.. Iya benar, Pak. Saya Ghina. Silakan duduk, Pak”, jawabnya dengan sedikit canggung.

“Tidak usah panggil Pak. Panggil saja James tidak apa-apa, biar lebih akrab”, lanjut pria itu

Mereka menghabiskan malam dengan perbincangan panjang. Tuan James tampak senang dengan
wanita yang dipilihkan oleh kedua temannya. Walaupun tadinya sedikit gugup, Ghina tampak
dewasa dan Tuan James menyukai tutur kata Ghina yang menurutnya sangat sopan. Semenjak
malam itu, mereka mulai saling berkabar-kabaran satu sama lain. Tuan James membuat target
waktu satu bulan untuk mengenal Ghina lebih dalam dan memastikan bahwa ia pantas untuk
menjadi ibu pengganti Lucy.

***

Dua gadis kecil sedang bercanda gurau di depan teras rumahnya. Mereka adalah Lucy dan Reina
yang sedang tertawa ria layaknya dua insan yang tidak memiliki beban apapun di kehidupan ini.
Seketika candaan pun terhenti dan pandangan mereka teralihkan ke sebuah mobil hitam yang
berhenti sekitar 5 meter jauhnya dari mereka, tepat di depan rumah tua itu.

“Ayah!”, teriak Lucy.

Ia berlari dan menuju pelukan sang ayah. Peluk hangat yang mereka lakukan juga sebagai
pertanda bahwa mereka saling merindukan satu sama lain. Lucy mulai heboh dan melontarkan
berbagai macam pertanyaan kepada ayahnya. Tak lama kemudian, seorang wanita cantik dan
pria kecil turun dari mobil tersebut. Ya, dia adalah Ghina dan Nico. Lucy yang sangat asing
dengan mereka langsung membisikkan sesuatu kepada ayahnya, “Ayah, siapa mereka?”. Ghina
yang melihat tingkah laku menggemaskan Lucy langsung menghampirinya dan mengulurkan
tangan kanannya.

“Halo Lucy, saya tante Ghina. Kamu bisa memanggil saya Buna karena setelah ini saya akan
selalu menemani kamu seperti mama Indhana. Dan ini Nico, dia akan menjadi kakak kamu mulai
sekarang”. Lucy yang tadinya kebingungan, seketika tersenyum lebar mendengar penjelasan dari
Ghina. Ia tak terlalu cemas akan apapun karena ia terlanjur amat bahagia mengetahui bahwa
mamanya mengirimkannya malaikat pengganti sebagai teman di kala sepi.

***

Tiga hari kemudian mereka telah berada di kota, tentu saja Lucy ikut bersama mereka. Hari itu
adalah hari yang spesial karena Tuan James dan juga Ghina akan melaksanakan pernikahan
sederhana di salah satu gedung di pusat kota. Kali ini mereka hanya mengundang keluarga,
kerabat dan teman kantor saja. Lucy, dengan dress putihnya yang selaras dengan Ghina, terlihat
sangat lucu sedangkan Tuan James memakai jas hitam, begitupula Nico. Mereka terlihat sangat
harmonis dan serasi.

“Semoga ini bisa menjadi awal yang baik untuk kita semua”, ucap ayah Lucy.
Mereka pun berbincang dengan tamu undangan. Hari itu adalah hari yang paling
membahagiakan bagi semua orang. Mereka bercengkrama, menari, bercanda gurau dan
bernyanyi bersama. Lucy juga tampak sangat bahagia karena ia memiliki buna sekarang, walau
bagaimanapun, mama Indhana akan tetap menjadi malaikat tak bersayap yang takkan pernah
tergantikan di hatinya.

Setelah acara selesai, Ghina dan Nico tinggal bersama Tuan James di apartemen miliknya. Ghina
diminta untuk berhenti bekerja dan fokus untuk menjaga anak-anak saja. Sayangnya, tuan James
menjadi lebih sibuk dan beberapa kali harus keluar kota meninggalkan istri dan juga anak-
anaknya. Namun, Lucy tak pernah terlihat bersedih. Ia anak yang sangat memahami orang lain,
termasuk ayahnya. Ia selalu mendukung pekerjaan dan apapun yang ayahnya lakukan. Lucy
menghabiskan hari-harinya dengan Ghina dan Nico. Tuan James sangat bahagia melihat Lucy
selalu tampak gembira, terlebih lagi setelah kehadiran Ghina dan Nico, ia tak lagi merasa
kesepian.

***

Di tengah gemerlapnya malam, Tuan James mengendarai mobilnya menuju rumah. Ia ingin
memberikan kejutan kepada anak dan istrinya dengan tidak memberitahukan mereka terlebih
dahulu atas kepulangannya setelah dua bulan ke luar kota karena pekerjaannya. Ia juga telah
membawa hadiah berupa boneka beruang besar untuk Lucy, jam tangan baru dengan merk
terkenal untuk Nico dan juga perhiasan untuk istrinya, Ghina. Barang-barang itu telah tersusun
rapi di kopernya.

Sesampainya di parkiran, ia mempercepat jalannya karena tidak sabar untuk mengobati rasa
rindunya terhadap keluarga kecilnya itu. Ketika hendak memasuki apartemen, ia dikagetkan oleh
suara benda jatuh yang cukup keras dan teriakan seorang gadis kecil dari dalam ruangan. Itu
Lucy. Sontak ia langsung membuka pintu masuk dengan keras dan memanggil nama Lucy
berulang kali. Setelah berhasil memasuki apartemennya, betapa terkejutnya Tuan James melihat
Lucy tergeletak pingsan di pojok ruangan dengan luka lebam di sekujur tubuhnya. Tuan James
panik. Berulang kali ia memanggil Ghina dan Nico, namun sama sekali tak ada jawaban. Ia
segera menggendong Lucy dan membawanya menuju rumah sakit terdekat. Ia mencoba untuk
menelpon Ghina, berulang kali, namun nomornya tidak aktif.
Pikiran Tuan James semakin tidak karuan. Ia merasa sangat bingung dengan situasi yang tengah
di alaminya saat ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Tuan James berfikir sambil menunggu dokter
yang tengah memeriksa keadaan Lucy, ia berharap bahwa semuanya akan baik-baik saja. Di
tengah-tengah kacaunya keadaan, seorang suster keluar dari dalam ruangan. Ia mempersilakan
Tuan James untuk menemui dokter.

Di dalam sana, sang dokter berkata kepada Tuan James bahwa Lucy memiliki banyak sekali luka
lebam di sekujur tubuhnya baik baru maupun bekas, yang berarti bahwa ia sering dipukuli oleh
seseorang. Lucy juga terlihat sangat lemas, kurus. Tuan James yang mendengar kondisi anaknya
yang menyedihkan itu mulai meneteskan air mata. Ia menghampiri putrinya yang tengah
terbaring lemas di hospital bed. “Maafkan ayah, Nak”. Tuan James memegang tangan Lucy
dengan erat. Salahku, meninggalkannya sendirian. Padahal aku telah amat percaya dengan
Ghina. Teganya kau membuat putriku jadi seperti ini.

Beberapa saat kemudian, handphone-nya berdering. Di layar tertera nama “Adam”. Di


perjalanan menuju rumah sakit tadi, Tuan James yang frustasi karena tidak bisa menghubungi
Ghina, akhirnya mengirim pesan kepada Adam dan Lukas atas kejadian yang ia alami dan
meminta tolong untuk mencari Ghina. Sepertinya Adam telah mendapatkan informasi. Tuan
James berjalan menuju luar ruangan untuk mengangkat panggilan.

“Halo, James. Aku minta maaf karena tidak bisa langsung ke sana. But this is urgent. Aku
mohon kau tidak melakukan sesuatu yang membahayakan setelahnya dan biarkan aku yang
mengurusnya”, kata Adam.

Tuan James mempunyai firasat akan sesuatu yang buruk. “ya, bicaralah. Beri tahu aku informasi
apa yang kau dapatkan”, jawabnya

“setelah kau mengirimiku pesan tadi, aku langsung menuju apartemenmu dan menelpon polisi.
Sesampainya di sana, aku menemukan kamarmu sangat berantakan. Dan seperti dugaanku,
brankas-mu kosong. Beberapa barang berharga seperti lukisan ratusan juta di ruang makan dan
juga mobil merci-mu telah dicuri. Ya, tersangka utama kita adalah Ghina”, Adam berhenti
sejenak. Ia tidak sanggup untuk melanjutkan. Tuan James terlihat sedang menahan amarah. Ada
sesuatu yang ingin ia keluarkan dari dalam tubuhnya. Namun, ia tetap berusaha untuk
mengontrol emosinya. “Tidak apa-apa, lanjutkan”, ucapnya.
“Namun, Ghina ternyata tidak sendiri, James. Setelah mengecek CCTV, ia ternyata bersama
seorang pria. Mereka melarikan diri bersama”, lanjut Adam. Ia mengatur nafasnya untuk
melanjutkan perkataannya.

“Lukas, dia dalang dari semua ini. Maaf karena aku telah mengenalkanmu padanya. Aku tak tahu
ternyata dia berbohong mengenai kewarganegaraannya dan ceritanya yang tersesat di kota ini.
Dengan mudahnya aku mempercayai omongannya”, Adam tak tahu harus dengan cara apalagi ia
meminta maaf kepada teman karibnya itu. Dadanya sesak karena dipenuhi oleh rasa bersalah.
Tuan James yang sedari tadi tengah membaca keadaan akhirnya bersuara, “It’s not your mistake,
Adam. Kau tahu siapa aku. Mereka takkan bisa kabur. Terima kasih karena sudah berusaha
dengan sangat keras. Pulanglah. Aku tahu kau lelah”.

Kejadian tragis itu membuat tuan James sangat terpukul karena ia merasa lalai dalam menjaga
Lucy. Ia memutuskan untuk menjadi single parent dan membawa Lucy kemanapun ia pergi.
Trauma, mungkin perasaan ini yang tengah merasuki dirinya. Menurut mereka, kebahagiaan
terasa sangat cukup walau mereka hanya berdua karena mereka saling menyayangi satu sama
lain.

(ending masih gantung)


Where is Felix?

Seorang wanita paruh baya sedang duduk di dekat jendela kamarnya. Ia memandang jalanan
yang rusuh nan gaduh di balik jendela sambil memegang rajutan sweater ungu berukuran mungil
ditangannya. Ia tampak sangat kusut dan tak bersemangat. Sudah sekitar dua jam dia seperti itu
dan tak beranjak. Selang beberapa waktu kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Seorang pria muda tinggi yang berumur kisaran 20-an memasuki kamar tersebut untuk
menghampiri Ibunya yang tak tampak baik itu.

“My goshh.. Mom, it’s been 1 hour. Come on.. don’t worry. I will get him back, OK?”, sang pria
berbicara perlahan sambil duduk di samping Ibunya, tidak ada balasan. Wanita itu hanya diam
dan tak menjawab sepatah katapun. Pria itu menghela nafas lalu meraih tangan ibunya.

“Aku janji akan mencarinya, bahkan jika dia mendayung kapal ke kota sebrangpun pasti akan
kutemukan. Kau tahu aku kan, Bu? Percayakan saja padaku”. Wanita itu menatap anak semata
wayangnya itu dengan wajah setengah percaya.

“kau tahu betapa berartinya felix untukku, kan?”, nyonya Zehra berkata dengan suara tegas. Pria
tersebut mengangguk.

“kalau begitu kenapa kau tidak mulai mencarinya sekarang? Aku hampir kehilangan semangat
hidupku ketika aku tak bisa menemukannya di manapun. Dia terlalu kecil dan polos untuk
menelusuri kota sendirian, aku sangat khawatir ada orang yang menyakitinya. So, can you just
start right now?”.

Mendengar permohonan itu, pria tersebut lalu berpamitan dan segera bergegas untuk melakukan
apa yang diperintahkan oleh Ibunya. Bahkan dia lebih peduli pada Felix ketimbang anak
kandungnya sendiri, what the hell this world is. Argggh now, where should I go first? David
berjalan menuju tempat di mana mobilnya diparkirkan.

David merupakan anak tunggal. Meskipun begitu, dia tak pernah merasa kesepian karena
layaknya sultan, ia memiliki semua yang ia inginkan. Ibunya, Nyonya Zehra, merupakan seorang
janda dan mantan istri dari seorang pria kaya raya asal Prancis. Saat ayahnya meninggal, David
tentu saja menjadi pewaris tunggal dan mempunyai kewajiban untuk meneruskan perusahaan
yang telah dibangun oleh ayahnya.
Walaupun berstatus janda, Nyonya Zehra mempunyai uang yang bergelimang dari almarhum
suaminya. Ia memutuskan untuk tidak menikah lagi karena dia bisa memiliki semuanya dan
membeli apapun yang ia inginkan, bahkan tanpa seorang pria. Sampai akhirnya Nyonya Zehra
berpikiran untuk mengadopsi Felix, seekor kucing Persia pada tahun lalu karena ia merasa
kesepian ketika David sibuk dengan pekerjaannya dan tidak ada seorangpun yang dapat diajak
bicara. Bahkan, ia rela mengeluarkan uang yang banyak untuk membelanjakan kucing
kesayangannya, Felix.

***

Di tengah padatnya kota Istanbul, seorang wanita berjalan seorang diri dengan pakaian rapi
sambil memegang tas coklat di tangan kanannya. Dia adalah Alda Eileen, yang baru saja dipecat
oleh bosnya karena kecerobohan yang dia lakukan saat bekerja. Hari itu adalah hari yang sangat
sial untuknya. Ia berjalan dengan tatapan kosong. Berbagai macam hal menghantui pikirannya.
Alda yang hidup sebatang kara di negara maju dan kota yang padat penduduk tidak boleh
menyerah begitu saja ketika ia sedang diterpa masalah. Oleh karena itu, ia harus tetap waras dan
berpikir dengan jernih dalam mengambil keputusan tentang apa yang akan ia lakukan kemudian.

Di sebrang jalan terlihat sebuah coffe shop baru yang sangat ramai pengunjung. Mereka
berlomba-lomba untuk mendapatkan diskon di hari pertama pembukaan toko tersebut. Di
sebelahnya terdapat sebuah café dengan nuansa yang sederhana namun terlihat sangat santai.
Café tersebut tak seribut toko di sebelahnya. Mungkin aku bisa mampir ke sana sejenak untuk
mengistirahatkan otakku.

Alda memasuki café tersebut dan memesan dessert ringan beserta milkshake strawberry
kesukaannya. Ia memilih untuk duduk di pojokan dekat jendela sembari memerhatikan
kendaraan dan orang yang lalu lalang. Di tengah keramaian itu, ada sesuatu yang hampa.
“Setelah ini apa lagi?” Pikirnya. Alda menghabiskan waktunya selama sekitar 2 jam untuk me
time.

Bulan menggantikan matahari yang telah seharian menjalankan tugasnya dengan bersinar terang.
Ia kini telah menggantikan keududukan matahari dengan ditemani beratus-ratus bintang di
sekitarnya. Alda melangkahkan kaki keluar café dengan perlahan. Ia melirik sekilas jam di
tangannya. Masih pukul tujuh. Aku masih punya banyak waktu. Perempuan cantik itu
melanjutkan langkahnya menuju taman yang berada tak jauh dari café tersebut.

10 menit kemudian, ia dapat melihat orang-orang yang tengah bersantai di dalam taman. Mulai
dari couple, tukang cilok hingga keluarga kecil yang harmonis ada di sana. Ia duduk tepat di
bawah pohon yang rindang dan juga dapat memperlihatkan aktivitas di taman itu hampir
keseluruhan. Di sebelah kanannya terdapat air pancur yang di kelilingi oleh lampu warna-warni.
Suasana yang sangat tenang membuatnya melupakan sejenak masalah yang menimpanya hari itu.
Alda berharap ada seseorang yang bisa menemaninya menikmati suasana tenang nan damai
sekarang. Selama ini, ia hanya menghabiskan waktu seorang diri. Tak ada teman, tak ada
keluarga, tak ada pasangan.

Jam sudah menunjukkan pukul 9. Aku rasa sudah waktuya untuk pulang. Alda berjalan menuju
luar taman dan berhenti sejenak untuk memesan Taksi. Tiba-tiba ia dikagetkan dengan sesuatu
yang menyentuh kakinya. Alda melompat dan spontan berteriak. Anak kucing lusuh mengelus
lembut kakinya dan meraung meminta makan.

“Hei, kau sendirian? Di mana ibumu?”. Alda menunduk dan mengusap kucing tersebut dengan
perlahan.

“Lusuh sekali, apakah kau lapar?”. Alda tampak iba padanya.

Awalnya ia berniat untuk membawa kucing tersebut pulang ke kontrakan, namun ia tersadar
bahwa gelang emas terikat di kakinya dengan inisial F. Alda menggendongnya dan masuk
kembali ke dalam taman, menelusuri taman untuk mencari pemilik dari kucing tersebut, namun
tak ada hasil.

“Baiklah, kau akan kubawa pulang karena masalah hari ini membuatku ingin mempunyai teman
berkeluh kesah. Besok aku akan membawamu kembali ke sini, aku takut tuanmu akan
mencarimu, F… Flo!”. Alda memasukkannya ke dalam kardus yang ia temukan di dalam taman.

“Sementara kau di sini. Hanya butuh waktu 10 menit hingga kau mendapat kebebasan,
mengerti?”. Alda menutup kardus itu dan masuk ke dalam mobil taksi yang telah menunggunya.

****
“ahh.. segar sekali rasanya. Aku merasa seperti terlahir kembali”, ucap Alda sesaat setelah keluar
dari kamar mandi. Tepat di depan kulkas, kucing kumal yang tadi dibawanya sedang makan
dengan lahap. Untung kontrakan Alda bersebelahan dengan minimarket. Ia sempat membeli
makanan kucing terlebih dahulu setelah dari taman tadi. Alda memandangi kucing kecil itu
sambil tersenyum. Sepertinya dia harus kumandikan juga. Alda berjalan menuju kamar dan
mengganti baju. Ia juga membersihkan kamarnya sebelum ia kembali dengan membawa handuk
untuk memandikan Flo. Alda memasuki dapur, namun kucing itu sudah tidak berada di tempat
tadi.

Ia memanggilnya beberapa kali, namun tak ada respons. Alda berpindah ke ruang TV dan di situ
ia melihat Flo tengah berbaring di atas bantal yang empuk. Mungkin aku bisa memandikannya
besok sebelum berangkat ke taman. Ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Malam itu,
terkait masalah yang telah menimpanya, Alda berpikir untuk melamar pekerjaan lagi karena ia
takkan bisa hidup jika tidak bekerja. Ia menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan dan
mengirim email lamaran ke beberapa perusahaan. Di tengah-tengah pikirannya yang tidak karuan
dan perasaannya yang campur aduk, Alda memejamkan matanya yang sayu dan memasuki dunia
mimpi yang penuh dengan ilusi.

07.00 AM

Alda dibangunkan oleh suara keras dari alarm di meja samping tempat tidurnya. Selamat pagi
dunia. Today, please be nice to me. Alda menuju ruang TV, Flo masih tertidur. Namun sekarang
ia sudah pindah posisi berada di depan pintu dan beralaskan keset. Alda menyiapkan makanan
untuknya dan seperti niatnya kemarin, ia akan memandikan kucing itu.

Selesai dimandikan, Alda sedikit terkejut karena kucing kotor yang ia temui kemarin menjadi
seperti kucing mewah setelah dimandikan. Kotoran yang menyelimutinya kemarin membuatnya
tampak sangat kusam. Alda semakin yakin bahwa di sisi lain ada pemilik kucing yang sangat
sedih sekarang karena kehilangan kucing kesayangannya. Tanpa pikir panjang, Alda bersiap-siap
untuk segera kembali ke taman di mana ia menemukan kucing tersebut.

Setibanya di taman, Alda duduk di tempat yang sama persis dengan yang ia duduki semalam.
Pohonnya lumayan rindang sehingga mereka tidak akan kepanasan. Alda mengeluarkan Flo dari
kardus dan membiarkannya berlari kesana kemari. Ia menjaga jarak pandangnya agar kucing
tersebut tetap dalam pantauannya. Sesaat kemudian, ia membuka handphone-nya, sekedar
mengecek apakah ada balasan dari email yang ia kirimkan, namun belum ada tanda-tanda
balasan dari email tersebut.

Alda tampak muram beberapa saat. Ia menghela nafas kemudian tersenyum. Everything’s gonna
be OK, Alda. Break a leg! Ia mengalihkan pandangannya kembali kepada Flo. Namun kucing itu
sudah tak terlihat di pantauan Alda. Ia mulai panik dan mencari kesana kemari sambil
memanggil-manggil kucing tersebut. Alda berjalan menelusuri taman itu dengan memperhatikan
setiap tempat yang ada dengan teliti. My bad! Where are you? Alda terus mencari dan mencari
sampai pada akhirnya ia menemukan pos satpam. Seorang satpam dan juga lelaki muda tampan
sedang berdiri di samping pos tersebut. Pria itu membawa Flo di tangannya. Alda berlari ke
arahnya.

“Permisi, Pak. Mmmm.. maaf tadi saya lalai dalam menjaga Flo.. maksud saya kucing itu.
Syukurlah anda bisa menemukannya”, sapa Alda.

Lelaki itu memasang wajah tak senang dan menjawab ketus, “Kau cantik tapi kenapa kau malah
mencuri binatang yang tak bersalah sepertinya?”

Alda terlihat kaget dengan jawaban pria itu. “Maaf, apa maksud anda dengan mencuri?”,
balasnya dengan nada yang sama ketusnya.

Pria itu adalah David yang telah berhasil menemukan Felix setelah pencarian 3 hari tanpa
berhenti. Ia menunjukkan gelang kaki yang dipakai oleh Felix. “apakah kau buta? Gelang kaki
ini didesain khusus oleh mamaku hanya untuk Felix dan harganya pun tidak murah. Dan kucing
ini, Felix, adalah Persian cat. Bisa saja kau berniat untuk mencurinya demi menghasilkan cuan”.

Alda terdesak. Ia terlihat meluap-luap namun tetap berusaha untuk mengatur emosinya. “Baik.
Sebelumnya mohon maaf karena telah membawa kucing anda tetapi terdapat kesalahpahaman di
sini. Memang, saya bukan pemilik kucing tersebut, saya menemukannya kemarin malam tepat di
depan gerbang taman ini. Ia terlihat lapar jadi saya berinisiatif untuk membawanya pulang dan
akan kembali lagi hari ini untuk mencari pemiliknya. Saya bersyukur jika anda benar adalah
pemilik asli Fl.. Felix, namun saya tidak ada niatan sedikitpun untuk mencurinya, bahkan saya
tidak tahu bahwa ia adalah kucing persia”, Alda menjelaskan dengan nada tegas dan senyum
yang sedikit dipaksakan.
David dengan wajah galaknya terlihat berpikir sejenak. Lalu ia berbicara kepada satpam dan
mengucapkan terima kasih. Ia melihat ke arah Alda dan berkata “baiklah, aku percaya padamu.
Namun tentu saja, aku takkan membiarkanmu perg. Kau harus bertemu dengan ibuku terlebih
dahulu atau aku akan melaporkanmu sebagai kasus pencurian. Now, follow me.”

“What?! Wait.. hei, wait!”, Alda yang terkejut mendengar perkataan lelaki itu sontak
membuatnya untuk berhenti dan menjelaskan. Namun, ia terus berjalan dan tak menghiraukan
teriakan wanita itu. Alda yang pasrah dan merasa bertanggung jawab hanya bisa mengikuti
kemauan pria yang tak dikenalinya itu.

Di kediaman Nyonya Zehra, ia sangat senang mendengar kabar dari David bahwa Felix telah
ditemukan. Ia telah menanti kepulangan dua anaknya itu. Terdengar suara ketukan pintu dari
luar, Nyonya Zehra bergegas untuk membukakan pintu. Ia mengambil kucing kesayangannya
dan tak berhenti mengucapkan kata syukur.

“I found him, Mom. As my promise”. David tersenyum lalu ia menoleh ke arah Alda.

“You, please tell my mother how Felix could be with you”, lanjut David dengan sinis. Nyonya
Zehra tersenyum ke arah Alda “Dia hanya bercanda, santai saja, Dear. Ayo masuk, saya harus
berterima kasih padamu”. Alda tersenyum kepada Nyonya Zehra. Dua kepribadian yang sangat
berbeda.

Alda terlihat takjub dan teralihkan dengan nuansa di dalam rumah nyonya Zehra. Ia dapat
melihat lukisan dan juga keramik mahal di setiap ruangan. Bahkan dari depan rumahpun ia sudah
dapat membayangkan bahwa mereka, Nyonya Zehra dan juga David merupakan hartawan.

Di ruang tamu, Alda menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Nyonya Zehra. Ia berkali-
kali memberi penegasan kepada beliau bahwa ia tak ada niat sedikitpun untuk mencuri Felix.
Untungnya, Nyonya Zehra mempercayainya. Bahkan, Alda disuguhkan banyak sekali makanan
dan minuman enak sebagai ucapan terima kasih dari Nyonya Zehra. Selama percakapan
berlangsung, David hanya diam dan fokus pada makanan yang ia makan. Alda melirik David
yang dari tadi tidak bersuara sedikitpun. Nyonya Zehra memperhatikan mereka berdua.

“apakah kalian sudah saling berkenalan?”, tanyanya.


David menengok ke arah Alda. Mereka berdua menggelengkan kepala. Nyonya Zehra menghela
nafas, “David, what’s wrong with you? Kamu tidak seharusnya begitu kepada Alda. Dear, saya
minta maaf ya atas perlakuan David yang kurang berkenan di kamu. Dia memang begitu
anaknya suka berlagak sangar, but trust me, he’s a nice boy”.

“Mom!”, David menggerutu dengan muka memerah. Nyonya Zehra dan Alda tertawa.

Alda telah memberikan first impression yang sangat baik kepada keluarga Nyonya Zehra.
Setelah hari itu, mereka menjadi lebih sering berhubungan. Nyonya Zehra tampaknya sangat
suka terhadap kepribadian perempuan cantik itu. Alda juga telah dianggap seperti anak sendiri
oleh Nyonya Zehra.

Bahkan, ia ditawarkan untuk menjadi sekretarisnya David setelah Nyonya Zehra tahu kalau ia
baru saja kehilangan pekerjaannya. Alda menerimanya dengan senang hati. Bertahun-tahun Alda
bekerja di perusahaan David, selama itu juga ia merasa hidupnya yang dulu sangat suram kini
telah dipenuhi oleh kebahagiaan dan tidak pernah merasa kesepian lagi. Hubungannya dengan
David juga berangsur membaik, sangat baik.

***

Pagi ini matahari bersinar terang. Alda sudah berada di kantor. Ia datang lebih awal karena harus
mempersiapkan laporan untuk meeting nantinya. Ia memandang laptop di depannya dengan
serius. Tak lama kemudian, David datang dan menyapa Alda. Ia menyuruh Alda untuk
mengikutinya ke dalam ruangan.

“Alda, hari ini jadwal saya hanya sampai sore, benar?”. Alda mengangguk. “Ada yang bisa saya
bantu, Pak?”, balasnya.

“Hari ini saya ingin mengajak kamu pergi ke suatu tempat. Nanti tidak usah memesan taksi, biar
saya yang mengantar kamu pulang”. Alda memandang David sejenak, lalu ia tersenyum
“baiklah, Pak. Akan saya laksanakan sesuai perintah. Saya permisi”. David mengangguk dan
mempersilakan Alda untuk kembali. Perempuan itu duduk di meja dengan jantung yang
berdebar. Sebenarnya ia bertanya-tanya di dalam hati kemana David akan membawanya. Alda
tidak bisa berhenti tersenyum, debaran itu semakin kuat namun ia tetap harus mengontrol diri
selama bekerja.
18:00 PM

Alda dan David sudah di mobil dalam perjalanan menuju ke suatu tempat. Hening. Mereka
berdua tak berbicara satu patah katapun di sepanjang perjalanan. Sekitar 30 menit kemudian,
mereka sampai di tempat tujuan. Alda memperhatikan sekitar. Ia melihat ke arah David dengan
wajah kebingungan. “taman?”, tanya Alda. David tersenyum ke arahnya. Mereka masuk ke
dalam taman dengan membawa es krim yang mereka beli di dekat gerbang taman.

David membawanya ke gazebo yang ada di dekat pos satpam di taman itu. Mereka duduk dan
kemudian hening, lagi. Alda ingin menanyakan maksud dan tujuan David mengajaknya ke taman
itu. Namun ia tak memiliki keberanian yang cukup sehingga memilih untuk diam dan hanya
menunggu. David melihat ke arahnya.

“kenapa diam?”, tanya David

“Oh. Nggak. Nggg.. Es krimnya enak”, jawab Alda

David tertawa. Ia membiarkan Alda menghabiskan es krimnya terlebih dahulu sebelum


mengatakan sesuatu. “ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu”, ucap David.

“Okay…”, Alda mulai memperhatikan David, ia merasa bahwa pria tersebut akan mengutarakan
hal yang penting.

David memandang Alda dengan serius, “Kau ingat? Jauh beberapa tahun yang lalu kita bertemu
secara tidak sengaja karena ulah Felix. Pertemuan pertama kita, tepat di pos satpam di depan
sana. Aku masih ingat betapa ketusnya aku padamu dulu”, David tertawa lalu menatap dalam
Alda, “aku rasa, aku harus berterima kasih pada Felix yang telah mempertemukanku denganmu,
dengan satu-satunya orang yang mampu untuk memenuhi hati dan pikiranku, satu-satunya orang
yang membuatku selalu berdebar tiap kali aku melihatmu”. Alda terlihat sangat kaget dengan
perkataan David. Mulutnya bungkam. Matanya mulai berkaca-kaca.

David melanjutkan, “butuh waktu bertahun-tahun untuk aku memantapkan hati dan meyakinkan
diri bahwa kamu akan menjadi pemenang atas hatiku. Aku tidak butuh pacar, melainkan teman
hidup. Dan hari ini aku rasa adalah hari yang tepat untuk aku mengungkapkan perasaanku
sekaligus memintamu untuk menjadi teman hidupku”.
David mengeluarkan kotak kecil dari sakunya, “You have stolen my heart but I couldn’t agree
more that I didn’t want you to gave it back to me. Keep it for yourself and lemme for having you
and take care of your heart so.” David berhenti sejenak. Dengan tangan yang sedikit bergetar, ia
membuka kotak kecil itu dan melanjutkan “Alda, will you marry me?”

Alda yang sedari tadi telah menahan air matanya, sekarang, air mata itu turun sangat deras. Ia
tersenyum namun juga menangis. Tangis bahagia. Alda telah mempunyai perasaan kepada David
sedari lama, namun ia tidak pernah menunjukannya karena ia selalu mempunyai pemikiran
bahwa bawahan tidak boleh jatuh cinta dengan atasan. Ia juga tidak ingin menaruh harapan yang
lebih kepada David karena takut jika perasaannya tak berbalas dan hanya menimbulkan sakit
hati.

Namun, hari ini, ia melihat pria yang ia cintai melamarnya tepat di tempat di mana mereka
bertemu pertama kali. Alda, yang sudah mencintai David selama bertahun-tahun, tentu saja
menerima lamaran itu. Tidak ada alasan untuk dia menolak lamaran David.

Malam itu, merupakan malam yang paling menguras emosi untuk dua sejoli itu. Cinta mereka
melebur bersama gelapnya malam. Bintang dan bulan bersinar terang, memberikan pertanda
bahwa mereka setuju, bahwa mereka telah menjadi saksi atas kisah cinta antara David dan juga
Alda.

***

Di dunia yang serba tiba-tiba ini, kita sering kali dikagetkan dengan kejadian yang tak terduga.
Siapa sangka, pertemuan yang awalnya dianggap kesialan malah merubah hidup seseorang
menjadi sangat baik. Orang asing yang dulunya sangat membenciku ini, sekarang bersanding di
pelaminan dan telah sah menjadi suamiku. Tidak selamanya hal yang kita anggap buruk di
dunia ini akan berakibat buruk untuk diri kita karena Allah selalu memberi apa yang kita
butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.

(finished)

Anda mungkin juga menyukai