Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Scabies

“Scabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh

tungau (kutu/mite) yang bernama Sarcoptes scabei, filum Arthopoda,

kelas Arachnida, ordo Ackarina, super famili Sarcoptes.” Pada manusia

oleh S. scabiei var hormonis, pada babi oleh S. Scabiei var suis, pada

kambing oleh S. Scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. Scabiei var

ovis.

Gambar 2.1
Kutu/tungau scabies(kiri), penyakit scabies(kanan)

Scabies menyebabkan tanda kemerahan pada kulit dan akan di

temukan pada jari jari, kaki, leher, bahu, bawah ketiak, bahkan daerah

kelamin. Gambaran scabies yang terlihat meliputi kemerahan disertai

9
10

dengan benjolan yang kecil. Scabies menular dari kontak secara langsung

antara kulit ke kulit, serta kontak seksual (Tosepu,2016).

1. Etiologi

Scabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan

oleh tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabei), yang didapatkan

melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita

penyakit ini, seringkali berpegangan tangan dalam waktu yang sangat

lama barangkali penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini.

Kontak sesaat tidak cukup untuk dapat menimbulkan penularan dan

semua kelompok umur bisa terkena. Tungau scabies betina membuat

liang di dalam epidermis, dan meletakkan telur-telurnya didalam liang

yang ditinggalkannya.

Gambar 2.2
Tungau Sarcoptes scabei
11

Tungau scabies jantan hanya mempunyai satu tugas dalam

kehidupannya dan sesudah kawin dengan tungai betina serta pelaksanaan

tugasnya selesai, mereka mati. Mulanya hospes (inang) tidak menyadari

adanya aktivitas penggalian terowongan dalam epidermis, tetapi setelah 4-6

minggu terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-bahan

yang dikeluarkannya, dan mulailah timbul rasa gatal. Setelahnya hidup

mereka menjadi penuh bahaya karena terowongannya akan digaruk, dan

tungau-tungau serta telur mereka akan hancur. Dengan cara ini hospes

mengendalikan populasi tungau dan pada kebanyakan penderita scabies rata-

rata jumlah tungau betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari selusin

(Robin dkk, 2005).

Gambar 2.3

Tungau betina meletakkan telurnya didalam epidermi kulit manusia


12

2. Cara Penularan

Menurut Kartika (2008) sebagaimana yang dikemukakan bahwa

Penyakit scabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan

dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-

sama di satu tempat yang relatif sempit. Penularan scabies terjadi ketika

orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama dilingkungan

rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan

pemondokan serta fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh

masyarakat luas, dan fasilitas umum lainnya yang dipakai secara bersama-

sama dilingkungan padat penduduk.

3. Gejala Klinis Scabies

a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan

karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab

dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam

sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.

Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,

serta kehidupan di pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang

berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan

hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, tetapi tidak

memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).


13

c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,

ratarata panjang satu cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul

atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi

polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya

biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu

sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak

bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia

eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang

telapak tangan dan telapak kaki.

d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat

ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

e. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada

kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan

lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit. (Mawali dalam

Tolibi, 2000).

4. Diagnosa scabies

Dasar diagnosis scabies adalah gejala klinis, diagnosis scabies

dipertimbangkan bila terdapat riwayat gatal yang persisten dengan

gejala-gejala klinis seperti gatal terutama pada malam hari (pruritis

nokturna), yang dapat mengganggu ketenangan tidur. Gatal-gatal ini

disebabkan karena sensitasi terhadap ekskret dan sekret tungau pada


14

bagian yang terinfeksi yang didahului dengan timbulnya bintik-bintik

merah (rash). Tempat predileksi terutama terjadi pada lapisan kulit yang

tipis seperti jari tangan, pergelangan tangan bagian dalam, siku bagian

luar, lipatan ketiak depan, pusar, daerah pantat, alat kelamin bagian

bagian luar laki-laki dan areola pada wanita. Pada bayi dapat menyerang

telapak tangan dan telapak kaki. Pada tempat predileksi dapat ditemukan

terowongan berwarna putih abu abu dengan panjang yang bervariasi,

rata-rata 1cm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok. Terowongan ini

ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder, diujung terowongan

terdapat ditemukan fesikel atau papula kecil (Iskandar, 2000).

Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama

maupun yang baru. Hasil kerokan diletakkan diatas kaca objek dan

ditetesi dengan alkohol 10% kemudian ditutup dengan kaca penutup dan

diperiksa dibawah kaca mikroskop. Diagnosis scabies positif jika

ditemukan tungau, nimpa, larva telur atau kotoran Scabei.

Diagnosis scabies ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Apabila ditemukan dua dari empat tanda kardinal

scabies, maka diagnosis sudah dapat dipastikan. Diagnosis dapat

dipastikan bila menemukan Sarcotes scabei. Beberapa cara untuk

menemukan tungai tersebut adalah kerokan kulit, mengambil tungai

dengan jarum, membuat biopsi eksisional, dan mebuat biopsi irisan.

Apabila ditemukan gambaran terowongan yang masih utuh,


15

kemungkinan dapat ditemukan pula tungai dewasa, larva, nimfa, maupun

skibala (fecal pellet) yang merupakan poin diagnosis pasti.

5. Klasifikasi Scabies

Pada umunya semua jenis penyakit memiliki jenis dan

klasifikasinya masing-masing, berikut klasifikasi scabies berdasarkan

yang dipaparkan oleh Nanda(2014) yaitu:

1. Scabies pada orang bersih yaitu ditandai dengan lesi berupa papul

dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga jarang dijumpai.

2. Scabies nodular, yaitu lesi berupa nodus coklat kemerahan yang

gatal. Nodus biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada

genetila laki-laki. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas

terhadap tungau scabies.

3. Scabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat

mengenai seluruh tubuh termasuk seluruh kepala, leher, telapak

tangan dan kaki dan sering terjadi infeksi sekunder impetigo

sehingga terowongan jarang ditemukan.

4. Scabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering

menyerang penderita penyakit kronis dan pada orang yang lanjut

usia yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang

itu dapat menderita scabies dengan lesi yang terbatas.

5. Scabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai dengan lesi

yang luas dengan krusta, skuama generaisata dan hyperkeratosis


16

yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut,

telinga, bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang disertai

distrofi kuku, namun rasa gatal tidak terlalu menonjol tetapi sangat

menular akrena jumlah tungau yang menginfeksi sangat banyak.

6. Pengobatan Scabies

Terapi scabies dilakukan dengan memberikan skabisida, tetapi

sampai saat ini obat pilihan yang paling tepat masih dalam perdebatan.

Salep sulfur 5-10% telah digunakan selama satu abad dengan hasil yang

memuaskan. Salep sulfur terdiri dari campuran sulfur dan jeli petroleum

atau krim dingin. Campuran ini diberikan secara topikal pada malam hari

selama tiga malam. Efek samping penggunaan sulfur adalah

menyebabkan iritasi kulit, kotor dan berbau, membutuhkan penggunaan

yang berulang-ulang sehingga tidak disukai oleh penderita. Maka saat ini

salep sulfur tidak digunakan lagi (Tias, 2013).

Selain itu, syarat obat yang ideal menurut Al-Falakh yang dikutip oleh

Riris (2010) yaitu :

Obat harus efektif terhadap semua stadium tungau, harus tidak

menimbulkan iritasi ataupun toksik, tidak berbau, tidak kotor dan tidak

merusak pakaian, serta cara pengobatannya adalah seluruh anggota

keluarga harus diobati termasuk penderita yang hiposensitisasi.

7. Pencegahan Scabies
17

Menurut Muzakir (2008) penyakit scabies sangat erat kaitannya

dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk

mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara

teratur minimal 2 kali dalam seminggu

3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali

4. Tidak slaing bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain

5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang

dicurigai terinfeksi tungau scabies

6. Menjaga kebersihan dan berventilasi cukup

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi

parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak

langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada

kulit. Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit

biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat

mengganggu kehidupan sehari-hari.

8. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Scabies

a. Pengetahuan
18

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Menurut

Notoatmodjo yang dikemukakan oleh Gentiara (2013) bahwa :

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkat yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain adalah pendidikan,

informasi/media massa, sosial, budaya dan ekonomi, lingkungan,

pengalaman dan usia.

Pengetahuan yang tinggi tentang penyakit scabies akan membuat

seseorang lebih berhati-hati dan menerapkan gaya hidup bersih sehari-

hari sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko kejadian scabies. Dari

hasil regresi logistik menunjukan tingkat pengetahuan memiliki Exp (B)

atau OR 0,087 dengan Confident Interval 0,008-0,932 yang artinya orang

dengan tingkat pengetahuan tinggi mempunyai kemungkinan 0,087 kali

lebih sering untuk menderita scabies dibanding orang dengan tingkat

pengetahuan rendah.

b. Faktor Perilaku

1. Menggunakan Handuk Bergantian

Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muslih yang

dikutip dalam Lathifa (2014) mengatakan bahwa:

Kejadian scabies lebih tinggi pada responden handuk yang digunakan

bersamaan (66,7%), dibandingkan dengan responden yang tidak

menggunakan handuk bersama (30,4%), dan dari hasil uji statistik


19

perilaku ini mempunyai hubungan dengan kejadian scabies. Hasil

POR menunjukan responden yang menggunakan handuk bersamaan

4,588 kali berpeluang untuk menderita scabies dibanding responden

yang tidak menggunakan handuk bersamaan.

2. Menggunakan pakaian dan alat solat bergantian

Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Handayani yang

pemakaian dikutip dalam Riris (2010) mengatakan bahwa:

Menunjukan ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan sabun

mandi, kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian,

kebiasaan tidur bersama, kebiasaan, kebiasaan pemakaian selimut

tidur dan kebiasaan mencuci pakaian bersama dengan penderita

skabies dengan kejadian skabies.

Berdasarkan penelitian dari Azizah (2013) yang menunjukan ada

hubungan frekuensi berganti pakaian dengan kejadian scabies.

c. Faktor Lingkungan

1. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian rumah tahanan dianggaap kriteria hunian tinggi

jika ruangan kurang dari 8 meter persegi dihuni untuk 2 orang,

sedangkan kepadatan hunian rendah jika lebih dari 8 meter persegi

untuk 2 orang. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai

minimal 3 meter persegi per tempat tidur (1,5m x 2m). Kepadatan

hunian merupakan syarat mutlak untuk kesehatan rumah termasuk

kamar tahanan. (kemenkes, RI;,No.:829/Menkes/SK/V11/1999).


20

2. Kondisi Fisik air

Air merupakan Komponen lingkungan yang penting bagi

kehidupan manusia, karena tanpa air manusia tidak bisa hidup.

Namun demikian air dapat menjadi malapetaka, bilamana tidak

tersedia dalam kondisi yang benar baik kuantitas maupun kualitasnya.

Pertumbuhan penduduk dan kegiatan manusia menyebabkan

pencemaran sehingga kualitas air yang baik dan memenuhi

persyaratan tentu sulit diperoleh.

Selain sebagai komponen lingkungan, air juga merupakan zat

yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per

empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu

air juga digunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan

membersihkan kotoranyang ada di sekitar rumah.

Air yang diperuntukan bagi konsumsi manusia harus berasal

dari sumber yang bersih dan aman, yang kualitasnya memenuhi

memenuhi syarat kesehatan. Dimana kualitas air adalah kondisi

kalitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan syarat-syarat

tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990. Syarat-syarat

kualitas air bersih meliputi:

Syarat Fisik

a. Tidak berwarna
21

Air untuk rumah tangga harus jernih, air yang berwarna

berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi

kesehatan.

b. Tidak berbau

Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat

disebabkan oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton atau

tumbuhan dan hewan air baik yang hidup maupun sudah mati.

c. Tidak berasa

Secara fisik air bisa dirasakan oleh lidah, air yang berasa

asam, manis, pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air

tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan oleh garam-garam

tertentu yang larut di dalam air, sedangkan rasa asam di

akibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik

(Kemenkes RI, No: 829/SK/V11/1999).

d. Kekeruhan

Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu

banyak partikel bahan padatan sehingga memberikan warna yang

berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan

meliputi tanah liat, lumpur, dan bahan-bahan anorganik

(Kemenkes RI, No.: 829/SK/V11/1999).


22

1. Rumah Tahanan

Rumah Tahanan Negara (disingkat Rutan) adalah tempat tersangka

atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan atau terdakwa

ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan di Indonesia. Rumah Tahanan Negara merupakan unit pelaksanaan

teknis di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu

Departemen Kehakiman). Rutan didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau

kota dan apabila perlu dapat dibentuk pula Cabang Rutan. Di dalam rutan,

ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau Lapas) atau biasa disebut

juga dengan rumah tahanan (Rutan) adalah tempat untuk melaksanakan

pembinaan narapidana atau warga binaan pemasyarakatan di Indonesia. Selain

berfungsi sebagai tempat pembinaan bagi narapidana, juga menyediakan

tempat pelayanan kesehatan bagi narapidana. Pelayanan kesehatan bagi

narapidana ini merupakan salah satu faktor penunjang dari Program Pembinaan

Jasmani dan Rohani terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan / rumah

tahanan (Menhum dan Hak Azazi, (2006)


23

Kerangka Teori

a. Simpul 1 : Sumber penyakit

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agen penyakit.Agent penyakit

adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit

melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga

komponen lingkungan). Berbagai agent penyakit yang baru maupun lama

dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu :

1) Mikroba, seperti virus, amuba, jammur, bakteri, parasit, dan lain-lain.

2) Kelompok fisik, misalnya kekuatan kekuatan radiasi, energi kebisingan,

kekuatan cahaya

3) kelompok bahan kimia toksik, misalnya Pestisida, Merkuri, Cadmium,

CO, H2S dan lain-lain.

Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan maupun kadang-

kadang mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan

hidup.

b. Simpul 2 : media transmisi penyakit

Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media

transmisi penyakit, yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/serangga,

manusia/langsung. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit

jika di dalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agent penyakit.


24

c. Simpul 3 : perilaku pemajanan (behavioural exposure)

Agent penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain,

maasuk ke dalam tubuh melaluisatu proses yang kita kenal dengan

hubungan interaktif. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan

dengan penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang

disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioral exposure.Perilaku

pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen

lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent

penyakit).Masing-masing agent penyakit yang masuk ke dalam tubuh

dengan cara-cara yang khas. Ada 3 jalan masuk kedalam tubuh manusia,

yakni :

1) Sistem pernafasan

2) Sistem pencernaan

3) Masuk melalui permukaan kulit

d. Simpul 4 : Kejadian penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif penduduk

dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan

kesehatan.Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama

mengalami kelainan dibandingkan dengan rata-rata penduduk lainnya.

e. Simpul 5 : Variabel suprasistem


25

Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel simpul 5,

yakni variabel iklim, topografi, temporal, dan suprasistem lainnya, yakni

keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa mempengaruhi semua

simpul.(Achmadi, 2013).

Manajemen
Kesehatan

- Udara
- Air
Sumber - Pangan Sakit
Komunitas
Agent - Vektor (Perilaku, umur,
Penyakit
penular gender)
- Manusia Sehat

Iklim + Topografi

Lingkungan Strategis/Politik
1 2 3 4

Sumber : (Umar Fahmi Achmadi,2009)

Gambar 2.4

Teori Simpul (Dasar)


26

Manajemen
Kesehatan
-Hygiene

-Pengetahuan

- Air -Prilaku:
a.Menggunakan
- Pakaian handuk bergantian Sakit
Sarcoptes
Scabei b.Menggunakan
- Handuk pakaian bergantian
Sehat
- Manusia
c.Menumpuk pakian
bersamaan

Kepadatan hunian

Kondisi fisik air

1 2 3 4
Sumber : (Umar Fahmi Achmadi, 2009)

Gambar 2.5

Modifikasi kerangka Teori Umar Fahmi Achmadi


27

3. Kerangka Konsep

Penelitian ini meliputi variabel yang berisi faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian Scabies diantaranya tingkat pengetahuan

warga binaan, faktor prilaku meliputi menggunakan handuk bergantian,

menggunakan pakaian bergantian, menumpuk pakaian bersamaan dan

faktor lingkungan meliputi kepadatan hunian, kelembaban, suhu, ventilasi,

pencahayaan, dan kondisi fisik air. Kerangka konsep yang dibuat yakni:
28

Pengetahuan warga
binaan

Faktor Perilaku:
-Menggunakan
handuk bergantian
-Menggunakan Kejadian Penyakit
Pakaian secara Scabies Pada warga
bergantian binaan
-Menumpuk atau
menggantung
bersamaan
pakaian secara
Faktor Lingkungan:
bersamaan
-Kepadatan hunian
-Kelembaban
-Suhu
-Ventilasi
-Pencahayaan
-Kondisi fisik air

Kerangka konsep

Gambar 2.6

Notoadmodjo 2010

Anda mungkin juga menyukai