Anda di halaman 1dari 5

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi PB IDI–2 SKP

Evaluasi dan Manajemen Status Epileptikus


Beny Rilianto
RS Pekanbaru Medical Center, Pekanbaru, Riau, Indonesia

ABSTRAK
Status epileptikus (SE) membutuhkan penanganan awal yang cepat. Kehilangan autoregulasi serebral dan kerusakan neuron dimulai
setelah 30 menit aktivitas kejang yang terus-menerus. Penilaian awal berfokus pada kemungkinan adanya gangguan metabolik ataupun
kondisi yang membutuhkan tatalaksana segera. Penatalaksanaan tahap awal menyarankan penggunaan benzodiazepin dan fenitoin untuk
menghentikan kejang, anestesi dipertimbangkan pada SE refrakter. Prognosis SE sangat bergantung pada etiologi yang mendasarinya.

Kata Kunci: Status epileptikus, kejang, obat antiepilepsi

ABSTRACT
Status epilepticus (SE) requires immediate initial treatment. Loss of cerebral autoregulation and neuronal damage begin after 30
minutes of continuous seizure activity. Initial assessments focus on a possibility of underlying metabolic disorders or condition that
requires immediate management. Early management use benzodiazepines and phenytoin to terminate seizures, the use of anesthesia
is considered in refractory SE. Prognosis of SE is dependent on the underlying etiology. Beny Rilianto. Evaluation and Management
of Status Epilepticus.

Keywords: Status epilepticus, seizure, antiepilepsy drug

PENDAHULUAN lebih singkat dapat merupakan suatu Nonconvulsive SE


Status epileptikus (SE) merupakan keadaan SE. Untuk alasan praktis, pasien dianggap NCSE dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
emergensi medis berupa kejang (seizure) sebagai SE jika kejang terus-menerus absence SE dan complex partial SE. Perbedaan
persisten atau berulang yang dikaitkan lebih dari 5 menit.4 Saat ini, ada beberapa 2 tipe ini sangat penting dalam tatalaksana,
dengan mortalitas tinggi dan kecacatan versi pengklasifikasian SE sebagai berikut etiologi, dan prognosis; focal motor SE
jangka panjang.1 Etiologi yang mendasari (Treiman):5 mempunyai prognosis lebih buruk.
sangat menentukan prognosis SE. Pende- Generalized Convulsive SE
katan penatalaksanaan SE telah mengalami Merupakan tipe SE yang paling sering dan Simple Partial SE
perubahan dibandingkan beberapa tahun berbahaya. Generalized mengacu pada Secara definisi, simple partial SE terdiri dari
yang lalu seiring pemahaman mengenai aktivitas listrik kortikal yang berlebihan, kejang yang terlokalisasi pada area korteks
patofisiologi aktivitas kejang; namun pe- sedangkan convulsive mengacu kepada serebri dan tidak menyebabkan perubahan
natalaksaan SE saat ini sangat bervariasi aktivitas motorik suatu kejang. kesadaran. Berbeda dengan convulsive SE,
antar institusi, karena masih kurangnya data simple partial SE tidak dihubungkan dengan
pendukung.2 Subtle SE mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Subtle SE terdiri dari aktivitas kejang
DEFINISI DAN KLASIFIKASI pada otak yang bertahan saat tidak ada Secara tradisional, SE dapat diklasifikasikan
Lebih dari satu dekade lalu, Epilepsy respons motorik. Terminologi ini dapat menjadi convulsive dan nonconvulsive, namun
Foundation of America (EFA) mendefinisikan membingungkan, karena subtle SE seperti istilah ini dapat tidak tepat. Skema baru
SE sebagai kejang yang terus-menerus selama tipe NCSE (Non-convulsive Status Epilepticus). klasifikasi ILAE (International League Against
paling sedikit 30 menit atau adanya dua Walaupun secara definisi subtle SE merupakan Epilepsy) telah menolak penggunaan istilah
atau lebih kejang terpisah tanpa pemulihan nonconvulsive, namun harus dibedakan dari nonconvulsive, karena dapat merupakan
kesadaran di antaranya.3 Definisi ini telah di- NCSE lain. Subtle SE merupakan keadaan suatu keadaan yang beragam seperti kejang
terima secara luas, walaupun beberapa ahli berbahaya, sulit diobati, dan mempunyai fokal pada limbic SE ataupun generalized
mempertimbangkan bahwa durasi kejang prognosis yang buruk. seperti absence SE. Di samping itu, keadaan
Alamat korespondensi email: beny.rilianto@gmail.com

750 CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

convulsive, khususnya kejang myoclonic, SE tonik-klonik mempunyai 2 fase sebagai SE meliputi penggunaan obat intravena
dapat terlihat pada nonconvulsive SE, misal- berikut:10 yang poten, sehingga dapat menimbulkan
nya kejang di kelopak mata atau perioral. Fase 1: Kompensasi efek samping yang serius. Oleh karena itu,
Skema ILAE 2001 mendefinisikan SE sebagai Selama fase ini, metabolisme serebral me- langkah awal adalah memastikan bahwa
aktivitas kejang yang terus-menerus dan ningkat, tetapi mekanisme fisiologis cukup pasien sedang mengalami SE. Kejang tunggal
mengklasifikasikan SE menjadi dua kategori, untuk memenuhi kebutuhan metabolik, dan yang pulih tidak membutuhkan tatalaksana,
yaitu generalized dan focal SE. Laporan jaringan otak terlindungi dari hipoksia atau namun jika diagnosis SE ditegakkan harus
ILAE Core Group (2006) mengklasifikasikan kerusakan metabolisme. Perubahan fisio- ditatalaksana secepat mungkin.
bermacam-macam tipe SE (Tabel 1), serta logis utama terkait dengan meningkatnya
berusaha menghindari istilah generalized aliran darah dan metabolisme otak, aktivitas Penilaian awal jalan napas dan oksigenasi
dan focal.6 otonom, dan perubahan kardiovaskuler. sangat penting. Jika jalan napas telah
bebas, intubasi tidak harus segera dilakukan,
EPIDEMIOLOGI Fase 2: Dekompensasi tekanan darah dan nadi harus diobservasi.
Insidens SE di Amerika Serikat berkisar 41 Selama fase ini, tuntutan metabolik Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk
per 100.000 individu setiap tahun, sekitar 27 serebral sangat meningkat dan tidak mencari tanda lesi fokal intrakranial.
per 100.000 untuk dewasa muda dan 86 per dapat sepenuhnya tercukupi, sehingga
100.000 untuk usia lanjut. Dua penelitian menyebabkan hipoksia dan perubahan Langkah selanjutnya mendapatkan akses
restropektif di Jerman mendapatkan insidens metabolik sistemik. Perubahan autonom intravena, pengambilan sampel darah untuk
17,1 per 100.000 per tahun. Mortalitas SE tetap berlangsung dan fungsi kardio- penilaian serum elektrolit, ureum, glukosa,
(kematian dalam 30 hari) pada penelitian respirasi dapat gagal mempertahankan kadar obat antiepilepsi dalam darah, skrining
Richmond berkisar 22%. Kematian pada anak homeostasis. toksisitas obat, dan hitung darah lengkap.
hanya 3%, sedangkan pada dewasa 26%. Infus cairan isotonik harus sudah diberikan.
Populasi yang lebih tua mempunyai mortalitas MANAJEMEN Hipoglikemia merupakan pencetus status
hingga 38%. Mortalitas tergantung dari durasi Penatalaksanaan Umum2,3,7,11,12 epileptikus yang reversibel, glukosa 50
kejang, usia onset kejang, dan etiologi. Pasien Prinsip penatalaksanaan SE adalah meng- ml 50% dapat diberikan jika diduga suatu
stroke dan anoksia mempunyai mortalitas hentikan aktivitas kejang baik klinis maupun hipoglikemia. Tiamin dapat diberikan untuk
paling tinggi. Sedangkan pasien dengan elektroensefalografik (EEG). Penatalaksanaan mencegah ensefalopati Wernicke.
etiologi penghentian alkohol atau kadar
obat antiepilepsi dalam darah yang rendah,
mempunyai mortalitas relatif rendah.3,7

ETIOLOGI
SE sering merupakan manifestasi akut dari
penyakit infeksi sistem saraf pusat, stroke
akut, ensefalopati hipoksik, gangguan meta-
bolik, dan kadar obat antiepilepsi dalam
darah yang rendah. Etiologi tidak jelas pada
sekitar 20% kasus. Gangguan serebrovaskuler
merupakan penyebab SE tersering di negara
maju, sedangkan di negara berkembang
penyebab tersering karena infeksi susunan
saraf pusat. Etiologi SE sangat penting sebagai
prediktor mortalitas dan morbiditas.3,8

MANIFESTASI KLINIS SE
SE dihubungkan dengan perubahan fisiologis
sistemik hasil peningkatan kebutuhan meta-
bolik akibat kejang berulang dan perubahan
autonom termasuk takikardi, aritmia, hipo-
tensi, dilatasi pupil, dan hipertermia. Peruba-
han sistemik termasuk hipoksia, hiperkapnia,
hipoglikemia, asidosis metabolik, dan
gangguan elektrolit memerlukan intervensi
medis. Kehilangan autoregulasi serebral dan
kerusakan neuron dimulai setelah 30 menit
aktivitas kejang yang terus menerus.10 Gambar. Perubahan sistemik selama SE tonik-klonik

CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015 751


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Setelah pemberian oksigen, kadar gas sedatif jika terakumulasi dalam tubuh pada aritmia dan hipotensi, khususnya pada pasien
darah seharusnya diukur untuk memasti- pemberian berulang. di atas usia 40 tahun. Efek tersebut sangat
kan oksigenasi sudah adekuat. Asidosis, dihubungkan dengan pemberian obat yang
hiperpireksia, dan hipertensi tidak perlu di- Diazepam dengan dosis 5-10 mg intravena terlalu cepat. Di samping itu, iritasi lokal, flebitis,
tangani, karena merupakan keadaan umum dapat menghentikan kejang pada sekitar dan pusing dapat muncul pada pemberian
pada tahap awal SE dan akan membaik 75% kasus. Diazepam dapat diberikan secara intravena. Fenitoin sebaiknya tidak dicampur
setelah penatalaksanaan umum dilakukan. intramuskuler atau rektal. Efek samping dengan dekstrosa 5%, melainkan salin normal
termasuk depresi pernapasan, hipotensi, untuk menghindari pembentukan kristal.
Pencitraan CT scan direkomendasikan setelah sedasi, iritasi jaringan lokal. Sangat berpotensi
stabilisasi jalan napas dan sirkulasi. Jika hasil hipotensi dan depresi napas jika diberikan Fosfenitoin3,5
pencitraan negatif, pungsi lumbal dapat bersamaan obat antiepilepsi lain, khususnya Fosfenitoin adalah pro-drug dari fenitoin
dipertimbangkan untuk menyingkirkan barbiturat. Walaupun demikian, diazepam yang larut dalam air yang akan dikonversi
etiologi infeksi. masih merupakan obat penting dalam menjadi fenitoin setelah diberikan secara
manajeman SE karena efeknya yang cepat intravena. Seperti fenitoin, fosfenitoin di-
Monitoring Elektroensefalografi (EEG) dan berspektrum luas. gunakan dalam tatalaksana kejang akut
Continuous EEG (cEEG) sangat berguna tonik-klonik umum atau parsial. Fosfenitoin
pada penatalaksanaan SE di ruang intensive Lorazepam3 dikonversi menjadi fenitoin dalam waktu
care unit (ICU), dilakukan dalam satu jam Lorazepam merupakan pilihan golongan 8 sampai 15 menit. Dimetabolisme oleh
sejak onset jika kejang masih berlanjut. benzodiazepin untuk menajemen SE. hati dan mempunyai waktu paruh 14 jam.
Ini bermanfaat untuk mempertahankan Lorazepam berbeda dengan diazepam dalam Karena 1,5 mg fosfenitoin ekuivalen dengan
dosis obat antiepilepsi selama titrasi dan beberapa hal. Obat ini kurang larut dalam 1 mg fenitoin, maka dosis, konsentrasi, dan
mendeteksi berulangnya kejang. Indikasi lemak dibandingkan diazepam dengan waktu kecepatan infus intravena digambarkan
penggunaan cEEG pada SE adalah kejang paruh dua hingga tiga jam dibandingkan sebagai phenytoin equivalent (PE). Dosis awal
klinis yang masih berlangsung atau SE diazepam yang 15 menit, sehingga mem- 15 sampai 20 mg PE per kgBB, dan diberikan
yang tidak pulih dalam 10 menit, koma, punyai durasi lebih lama. Lorazepam juga dengan kecepatan 150 mg PE per menit,
postcardiac arrest, dugaan nonconvulsive mengikat reseptor GABAergic lebih kuat kecepatan pemberian infus tiga kali lebih
SE pada pasien dengan perubahan ke- daripada diazepam, sehingga durasi aksinya cepat dari fenitoin intravena.
sadaran. Durasi cEEG seharusnya paling lebih lama. Efek antikonvulsan lorazepam
sedikit dalam 48 jam.3,9 berlangsung 6-12 jam pada rentang dosis 4-8 Fosfenitoin lebih disukai, karena bekerja lebih
mg. Agen ini berspektrum luas dan berhasil cepat dan iritasi vena yang lebih minimal
TERAPI menghentikan kejang pada 75-80% kasus. (menghindari risiko purple-glove syndrome
Sampai saat ini belum ada konsensus baku Efek sampingnya sangat identik dengan yang terjadi pada fenitoin). Efek samping
penatalaksanaan SE berkaitan dengan pe- diazepam. Oleh karena itu, lorazepam juga dari fosfenitoin termasuk parestesia dan
milihan obat dan dosis. Tidak ada obat yang merupakan pilihan untuk manjemen SE. pruritus, namun muncul jika diberikan da-
ideal untuk tatalaksana SE. Banyak penulis lam pemberian yang terlalu cepat. Pemberian
setuju bahwa lorazepam (0,1 mg/kgBB) atau Midazolam3,5 intravena dihubungkan dengan hipotensi,
diazepam (0,15 mg/kgBB) dapat diberikan Midazolam merupakan golongan benzo- sehingga monitoring jantung dan tekanan
pada tahap awal, disusul fenitoin (15-20 mg/ diazepin yang bereaksi cepat, penetrasi darah yang ketat dilakukan. Walaupun
kgBB) atau fosfenitoin (18-20 mg/kgBB). cepat melewati sawar darah otak, dan fosfenitoin lebih baik daripada fenitoin, namun
Jika benzodiazepin dan fenitoin gagal, durasi yang singkat. Midazolam dapat kelemahannya adalah harga yang mahal dan
fenobarbital dapat diberikan dengan dosis digunakan sebagai agen alternatif untuk tidak terdapat di semua rumah sakit.
20 mg/kgBB, namun harus mendapatkan SE refrakter. Walaupun midazolam jarang
perhatian khusus karena dapat menyebab- merupakan pilihan per tama untuk kejang 3. Barbiturat
kan depresi pernapasan. Jika kejang tetap akut di Amerika Serikat, obat ini sangat Fenobarbital3,5
berlanjut, pertimbangkan pemberian anestesi umum digunakan di Eropa. Fenobarbital digunakan setelah benzo-
umum, dapat digunakan agen seperti diazepin atau fenitoin gagal mengontrol
midazolam, propofol, atau pentobarbital.2,3,5,12 2. Agen Antikonvulsan SE. Loading dose 15 sampai 20 mg per kgBB.
Fenitoin3,5 Karena fenobarbital dosis tinggi bersifat
1. Benzodiazepin Fenitoin merupakan salah satu obat yang sedatif, proteksi jalan napas sangat penting,
Diazepam3 efektif mengobati kejang akut dan SE. dan risiko aspirasi merupakan perhatian
Diazepam merupakan obat pilihan pertama Disamping itu, obat ini sangat efektif pada khusus. Fenobarbital intravena juga di-
(level evidence A pada banyak penelitian). manajemen epilepsi kronik, khususnya pada hubungkan dengan hipotensi sistemik. Jika
Obat memasuki otak secara cepat, setelah kejang umum sekunder dan kejang parsial. dilakukan pemberian intramuskuler, maka
15-20 menit akan terdistribusi ke tubuh. Keuntungan utama fenitoin adalah efek dilakukan pada otot besar, seperti gluteus
Walaupun terdistribusi cepat, eliminasi waktu sedasinya yang minim. Namun, sejumlah maximus. Defisit neurolgis permanen dapat
paruh mendekati 24 jam. Sangat berpotensi efek samping serius dapat muncul seperti timbul jika diinjeksikan berdekatan dengan

752 CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

saraf tepi. Saat ini, untuk penanganan SE 4. Anestesi Umum teruskan 12 sampai 24 jam setelah kejang
refrakter lebih sering digunakan agen lain Propofol1,5,11-13 berhenti. Jika selama periode tapering off
(midazolam, propofol, pentobarbital) dari- Propofol merupakan suatu senyawa fenolik terdapat kejang, maka pengobatan dengan
pada fenobarbital. yang tidak berhubungan dengan obat anti- infus kontinu harus diperpanjang dengan
konvulsan lain. Propofol sangat larut dalam memperhatikan adanya kejang baik secara
Pentobarbital1,5,13 lemak, sehingga dapat bereaksi dengan cepat, klinis maupun EEG. Jika tidak ada kejang,
Merupakan barbiturat kerja singkat yang mempunyai sifat anestesi jika diberikan secara maka tapering off dapat diteruskan.4
bersifat sedatif, hipnotif, dan besifat intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB, sangat
antikonvulsan. Digunakan hanya untuk efektif dan nontoksik. Beberapa publikasi SIMPULAN
SE refrakter, jika agen lain gagal untuk melaporkan penggunaan infus jangka pan- Status epileptikus merupakan masalah
menghentikan kejang. Pasien membutuh- jang propofol dapat diterapkan pada SE. neuroemergensi yang membutuhkan
kan intubasi dan dukungan ventilasi. tatalaksana yang cepat dan komprehensif.
Dibandingkan fenobarbital, pentobarbital Propofol dapat menyebabkan depresi Di samping itu, evaluasi penyebab SE sangat
mempunyai penetrasi yang lebih cepat dan napas dan depresi serebral, sehingga penting untuk menentukan prognosis.
waktu paruh yang lebih singkat, sehingga membutuhkan intubasi dan ventilasi. Walaupun sampai saat ini belum ada
dapat sadar lebih cepat dari koma ketika Hipotensi mungkin membutuhkan penata- konsensus penatalaksanaan SE yang baku,
penyapihan (weaning). laksanaan segera. Penggunaan jangka beberapa peneliti merekomendasikan
panjang (atau dosis tinggi >5 mg/kg/jam penggunaan benzodiazepin sebagai obat
Efektivitas pentobarbital lebih tinggi dari- dalam 48 jam) dapat menyebabkan asidosis, lini pertama untuk mengakhiri kejang akut
pada propofol dalam mengakhiri SE aritmia jantung, dan rabdomiolisis (propofol dan fenitoin untuk lini kedua. Jika kejang
refrakter. Suatu studi mendapatkan tingkat infusion syndrome) yang fatal, khususnya tidak berhenti dan menjadi status epleptikus
keberhasilan pentobarbital yang tinggi pada anak usia muda, sehingga propofol refrakter, dapat dipertimbangkan pembe-
(92% dengan perbandingan 80% untuk sebaiknya tidak digunakan digunakan pada rian agen anestesi umum. Pentobarbital
midazolam dan 73% untuk propofol). Namun kelompok ini. merupakan terapi paling efektif untuk SE
demikian, sangat dihubungkan dengan refrakter dibandingkan midazolam dan
tingginya kejadian hipotensi dibandingkan Tapering off propofol pada banyak kasus, namun efek
midazolam dan propofol (77% vs 42% dan Pada pasien yang ditatalaksana dengan samping seperti depresi pernapasan perlu
30%). infus kontinu obat antiepilepsi harus di- mendapat perhatian khusus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Abend NS, Duglas DJ. Treatment of refractory status epilepticus. Pediatric Neurol. 2008; 38(6): 377.
2. Manno EM. New management strategies in the treatment of status epilepticus. Mayo Clin Proc. 2003; 78: 508-18.
3. Sirven JI, Waterhouse E. Management of status epilepticus. Am Fam Physician 2003; 68(3): 469-76.
4. Arif H, Hirsch LJ. Treatment of status epilepticus. Semin Neurol. 2008; 28: 342-54.
5. Roth Jl. Status epilepticus [Internet]. 2014 Apr 28 [cited 2014 Aug 1]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1164462-overview
6. Panayiotopolus CP. Status epilepticus. A clinical guide to epileptic syndrome and their treatment. Springer; 2010: 65-91.
7. Chen JWY, Wasterlain CG. Status epilepticus: Pathophysiology and managemenet in adults. Lancet Neurology; 6: 246-56.
8. Murthy JMK. Convulsive status epilepticus: Treatment. The association of physician of India [Internet]. [cited 2 Agustus 2014]. Available from http://www.apiindia.org/
9. Lowenstein DH. Current concepts: Status epilepticus. N Engl J Med. 1998; 338(14): 970.
10. Shorvon S. Treatment of status epilepticus. J Neurol Nerusurg Psychiatry 2001; 70: 22-7.
11. Rajshekher J. Recent in the management status epilepticus: Article review. Indian J Crit Care Med. 2005; 9: 52-63.
12. Durham D. Management of status epilepticus. Critical care and resuscitation. 1999; 1: 344-53.
13. Claassen J, Hirsch LJ, Emerson RG, Mayer SA. Treatment of refractory status epilepticus with pentobarbital, propofol, or midazolam: A systematic review. Epilepsia 2002; 43:
146-53.

CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015 753


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Lampiran. Manajemen Status Epileptikus3,4

WAKTU TINDAKAN

0-5 menit Tatalaksana umum:


• Oksigenasi
• Stabilisasi jalan napas, pernapasan, dan hemodinamik
• Akses IV dan berikan infus normal salin dengan tetesan lambat
• Pemeriksaan darah ke laboratorium
• Cek kadar glukosa
• Monitoring EKG

5-10 menit – Tiamin 100 mg IV dan D50% 50 ml IV


– Diazepam 0,15 mg/kg IV atau lorazepam 0,1 mg/kg IV dalam 1-2 menit, ulangi setelah 5 menit jika masih
kejang
– Jika tidak ada akses IV, berikan diazepam per rektal atau midazolam intranasal, bukal, atau intramuskuler

10-20 menit – Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 20 mg/kg IV (50 mg/menit) atau fosfenitoin 20 mg/kg IV (150 mg/
menit). Jika masih kejang, tambahkan 5-10 mg/kg

20-30 menit – Intubasi, pasang kateter urin, mulai perekaman EEG, cek temperatur
– Berikan fenobarbital dengan loading dose 20 mg/kg IV (100 mg/menit)

40-60 menit Jika kejang masih berlanjut, induksi koma dengan pilihan:
• Midazolam 0,2 mg/kg IV, ulangi dosis 0,2-0,4 mg/kg IV bolus setiap 5 menit hingga maksimal loading dose 2
mg/kg, kemudian dosis pemeliharaan 0,05-2,9 mg/kg/jam, titrasi dengan monitoring EEG.
Atau
• Propofol 1-2 mg/kg, ulangi 1-2 mg/kg tiap 3-5 menit sampai kejang berhenti dengan loading dose maksimal
10 mg/kg, diikuti 1-15 mg/kg/jam, titrasi dengan monitoring EEG.
Atau
• Pentobarbital dosis awal 5 mg/kg IV, selanjutnya 5 mg/kg IV bolus hingga kejang berhenti, lanjutkan infus
pentobarbital 1 mg/kg/jam, infus dilambatkan setiap 6 jam untuk memastikan bangkitan kejang berhenti
dengan pedoman monitoring EEG, observasi tekanan darah dan pernapasan. Jika perlu berikan pressor
untuk mempertahankan tekanan darah.

754 CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015

Anda mungkin juga menyukai