Anda di halaman 1dari 36

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat-Nya sehingga Pedoman Teknis
Modernisasi ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Pedoman Teknis ini disusun dengan melakukan kajian secara komprehensif dari
berbagai literatur dan dokumen yang ada terkait dengan pengelolaan sistem irigasi
disertai kegiatan peninjauan lapangan di berbagai daerah irigasi dalam upaya
mendapatkan gambaran yang objektif tentang pengelolaan sistem irigasi dalam arti
luas.

Tujuan pedoman ini diperuntukkan kepada para pihak yang terkait dengan
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di Indonesia dalam rangka
memodernisasi sistem irigasi melalui pendekatan 5 pilar irigasi yaitu: (i)
Ketersediaan air; (ii) Infrastruktur irigasi; (iii) Pengelolaan irigasi; (iv) Institusi irigasi;
dan (v) Manusia pelaku dalam pengelolaan irigasi.

Besar harapan kami semoga Pedoman Teknis Modernisasi Irigasi ini dapat
menambah pengetahuan bagi semua pihak terkait dan diharapkan menjadi pedoman
teknis yang bermanfaat dalam rangka pelaksanaan modernisasi irigasi di Indonesia.

Jakarta, 2018

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. v
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ........................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Pengertian Modernisasi Irigasi yang berkembang ditataran Global ..................... 4
1.3 Pengertian Modernisasi Irigasi di Indonesia ........................................................ 5
1.4 Maksud Modernisasi Irigasi ................................................................................. 5
1.5 Tujuan Modernisasi Irigasi ................................................................................... 5
1.6 Dasar Hukum ...................................................................................................... 6
1.7 Pengertian Pengelolaan Irigasi Secara Umum dan Modernisasi Irigasi ............... 6
1.7.1 Pengelolaan Sistem Irigasi yang ada saat ini dan proses
Modernisasi Irigasi ..................................................................................... 6
1.7.2 Kriteria Ideal 5 (lima) Pilar Modernisasi Irigasi ............................................. 10
BAB II MODERNISASI IRIGASI ................................................................................. 19
2.1 Tahapan Umum Modernisasi Irigasi ..................................................................... 19
2.2 Penyiapan Indeks Kesiapan Modernisasi irigasi .................................................. 14
2.2.1 Seleksi DI yang dimodernisasi ................................................................... 14
2.2.2 Penetapan alat pengukuran dengan metode IKMI ..................................... 20
2.3 Langkah-langkah proses pelaksanaan Modernisasi Irigasi ……………………….. 21
2.3.1 Persiapan Pelaksanaan Modernisasi Irigasi ............................................... 21
2.3.2 Substansi 45 Langkah Modernisasi Irigasi ................................................. 21
2.4 Persiapan detail Modernisasi Irigasi .................................................................... 25
2.4.1 Sistem Perencanaan (System Planning) ........................................................ 25
2.4.2 Rancangbangun ………………………………………………………………… 25
2.4.3 Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dan
Kelembagaan Pengelola Irigasi ………………………………………………. . 26
2..4.3.1 Sosialiasi dan Pelatihan ………………………………………………………. 32
2..4.3.2 Pembinaan dan Pemberdayaan P3A/GP3A .............................................. 32
2.5 Pelaksanaan Modernisasi ................................................................................... 25
2.5.1 Kegiatan Fisik Modernisasi .............................................................................. 26
2.5.2 Kegiatan Non-Fisik Modernisasi ………………………………………………. 26
2.5.3 Sosialiasi, Pelatihan, Pemberdayaan, Pengembangan
dan Pembentukan Organisasi Pelaksana di Tingkat Daerah Irigasi ….. 26
BAB III PENGAWASAN, MONITORING DAN EVALUASI ....................................... 28
3.1 Pengawasan ........................................................................................................ 28
3.2 Monitoring dan Evaluasi ..................................................................................... 28
BAB IV PENUTUP ....................................................................................................... 29

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah pertanyaan pada kuesioner skala Likert …………………………. . 15


Tabel 2. Penyelarasan tiga metode untuk mengukur kinerja pengelolaan irigasi .. 17
Tabel 3. Kondisi fisik jaringan irigasi ..................................................................... 18
Tabel 4. Indikator fungsi aset bangunan irigasi ..................................................... 18
Tabel 5. Indeks Kinerja Sistem Irigasi ................................................................... 19
Tabel 6. Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi ....................................................... 19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Proses Pengelolaan Sistem Irigasi


di Indonesia menuju Modernisasi ..................................................... 8
Gambar 1.2. Peta jalan pelaksanaan Modernisasi Irigasi di Indonesia ................. 9
Gambar 1.3. Konsep keterkaitan lima pilar sistem irigasi berbasis manusia ........ 9
Gambar 2.1. Skematik Impelementasi Pelaksanaan Modernisasi Irigasi ………… 14
Gambar 2.2. Hubungan antara IKSI, PAI dan
IKMI dalam proses Modernisasi irigasi ……………………………….. 17

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripi tingkat Modernisasi dengan 45 Langkah


Acuan untuk menyusun Modernisasi Indonesia…………………… 30
Lampiran 2. Kriteria Prasarana Irigasi Dalam Indeks Kesiapan
Modernisasi Irigasi……………………………………………………… 58
Lampiran 3. Formulir IKMI……………………………………………………………. 60

v
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
Singkatan
ADB - Asian Development Bank
BAPPENAS - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
DAS - Daerah Aliran Sungai
DI - Daerah Irigasi
FAO - Food and Agriculture Organization
GKG - Gabah Kering Giling
GP3A - Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air
HGA - Hak Guna Air
ICID - International Commission on Irrigation & Drainage
ICT - Information and Communications Technology
IKMI - Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi
IKSI - Indeks Kinerja Sistem Irigasi
IKSMI - Indeks Kinerja Sistem Modernisasi Irigasi
IP3A - Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air
IWMI - International Water Management Institute
KMC - Knowledge Management Center
KP - Kriteria Perencanaan
KPMI - Konsultasi Publik Modernisasi Irigasi
OP - Operasi dan Pemeliharaan
P3A - Perkumpulan Petani Pemakai Air
PAI - Pengelolaan Aset Irigasi
POP/PROM - Persiapan Operasi dan Pemeliharaan/Preparation of Operation
and Maintenance
PSETK - Profil Sosial Ekonomi Teknis dan Kelembagaan
RAP - Rapid Appraisal Procedure
RPJM - Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJMN - Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RTRW - Rencana Tata Ruang Wilayah
SDM - Sumber Daya Manusia
SISDA - Sistem Informasi Sumber Daya Air
SMOPI - Sistem Manajemen Operasi dan Pemeliharaan Irigasi
SPI - Satuan Pengamanan Irigasi
SPKM - Satuan Pemeliharaan Khusus Mobile
SWOT - Strengths Weaknesses Opportunities and Threats
TKPSDA - Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air
ToT - Training of Trainers
UPIM - Unit Pengelola Irigasi Modern
MASSCOTE - Mapping System and Services for Canal Operation Techniques,
FAO

Istilah
Human - Modal manusia, bahwa manusia diposisikan sebagai subjek
Capital dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
(sebagai modal intelektual, kredibilitas, sosial dan budaya)
Revitalisasi - Pengelompokan kegiatan yang terdiri dari Rehabilitasi,
Peningkatan dan penuntasan Pembangunan jaringan irigasi
(Rounding Up)

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dapat dilakukan


dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik yang diantaranya
berkaitan dengan pencapaian kedaulatan pangan. Salah satu dasar untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan melalui proses ketahanan pangan, yaitu kemampuan
mencukupi pangan dari produksi dalam negeri yang mampu melindungi dan
mensejahterakan petani. Setelah tercapai kondisi ketahanan, kemudian secara
bertahap proses akan dilakukan menuju kondisi kedaulatan pangan.
Dalam rangka melakukan upaya pencapaian kondisi ketahanan pangan
tersebut terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, salah satu syarat
utamanya adalah ketersediaan air. Secara nasional ketersediaan air irigasi saat ini
terutama dipenuhi dari aliran permukaan berupa sungai (surface run-off) dan waduk
yang dipergunakan untuk mengairi sawah dengan total luas sekitar 7.145.168 hektar
sesuai Permen PUPR No. 14/PRT/M/2015. Dari total luas daerah irigasi (DI) tersebut
di atas 33% berada di bawah kewenangan Pusat (kriteria luas DI > 3000 ha), 16%
pengelolannya menjadi kewenangan Provinsi (luas DI antara 1000 ha – 3000 ha),
dan sisanya 51% kewenangan Kabupaten/Kota (luas DI< 1000 ha). Dari areal irigasi
seluas 7,145 juta hektar tersebut yang sumber airnya berasal dari bendung aliran air
permukaan sebesar 89,3%, dari waduk yang terbangun saat ini sebesar 10,7%.
Disamping adanya potensi ketersediaan air untuk irigasi juga terdapat
beberapa ancaman keberlanjutan sistem irigasi yang ada di Indonesia. Adapun
beberapa faktor yang dominan menjadi ancaman bagi keberlanjutan irigasi adalah:
(i) Meluasnya Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis sebagai sumber utama
penyedia air irigasi permukaan, yaitu dari 39 DAS pada akhir tahun 1998
menjadi 68 DAS pada tahun 2012, dengan 9 (sembilan) DAS diantaranya
berada di Pulau Jawa. Ke-sembilan DAS di Pulau Jawa tersebut merupakan
DAS utama, yaitu: Citarum, Cimanuk, Citanduy, Serayu, Progo, Bengawan
Solo, Tuntang dan Brantas. Total luas sembilan DAS tersebut hampir
mencapai kurang lebih separuh luasan Pulau Jawa. Dampak lain dari
menurunnya fungsi DAS, selain berkurangnya kemampuan menyediakan air

1
dan meningkatnya debit puncak banjir, juga akan meningkatkan kandungan
sedimen pada aliran air sungai;
(ii) Kebutuhan air irigasi tersebut selain tidak seimbang dengan kemampuan
konservasi tanah dan air juga akan berbenturan dengan kebutuhan air untuk
keperluan air lainnya semakin meningkat;
(iii) Kelangkaan sumber daya air dan lahan yang dapat dikembangkan untuk
irigasi menyebabkan proyek pengembangan irigasi akan lebih mahal dan
memerlukan teknologi yang lebih canggih dan rumit, serta memerlukan waktu
lebih lama untuk pelaksanaan konstruksinya karena akan banyak menghadapi
masalah di luar masalah keteknikan yaitu masalah sosial yang akan
menyerap dana lebih banyak;
(iv) Tekanan terhadap kebutuhan mutu lingkungan yang semakin meningkat;
(v) Kebersamaan masyarakat untuk mendayagunakan sumber daya air yang
cenderung menurun;
(vi) Kecenderungan penurunan mutu sumber daya air yang ada dan kenaikan
kepentingan antar pengguna;
(vii) Alih fungsi lahan untuk kebutuhan non pertanian yang tidak terkendali dengan
laju alih fungsi hampir mencapai 80.000 - 100.000 ha/tahun. Alih fungsi lahan
dari pertanian ke non-pertanian akan menyebabkan terganggunya sistem
perencanaan irigasi yang sudah ada baik dari segi teknik, ekonomi, sosial-
budaya dan keberlanjutan lingkungannya;
(viii) Perubahan iklim global yang terjadi dengan dua efek negatif yang
ditimbulkannya, yaitu sering munculnya fenomena El Nino dan La Nina yang
terus meningkat dalam kuantitas kejadian maupun kualitas dampaknya;
(ix) Kondisi sistem irigasi yang kurang menguntungkan bagi masyarakat petani
yang disebabkan oleh:
a. Jaringan irigasi yang telah habis umur teknisnya.
b. Penurunan fungsi dan kondisi kinerja sistem irigasi.
c. Kurangnya pelayanan pengelolaan irigasi antara lain akibat dari
berkurangnya kualitas dan kuantitas SDM pengelola dan SDM pemanfaat
irigasi.
d. Pengelolaan irigasi yang belum efektif dan efisien.

2
Untuk mengurangi ancaman tersebut di atas, pengelolaan irigasi di sebagian
Daerah Irigasi (DI) selain dilakukan pengelolaan (operasi dan pemeliharaan) dengan
lebih baik, juga dilakukan kegiatan revitalisasi/rehabilitasi, yang selanjutnya
diperlukan upaya khusus karena lingkungan strategisnya telah berubah. Kondisi
tersebut memerlukan suatu tindakan pengelolaan irigasi kedepan yang bernuansa
pembaharuan (Modernisasi) baik secara manajerial, institusional maupun teknikal
dalam lingkup pelaksanaan pengelolaan irigasi termasuk unsur manusia sebagai
pengelolanya.
Modernisasi irigasi telah diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2
Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019, Peraturan Menteri PUPR Nomor 13.1
Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015-2019, dan
Peraturan Menteri PUPR Nomor 30 tahun 2015 tentang pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi, yaitu:

(i) Pengelolaan lahan irigasi berkelanjutan melalui pengelolaan lahan irigasi yang
dapat mendukung peningkatan produksi pangan secara berkelanjutan, serta
peningkatan efisiensi pemanfaatan air irigasi dengan teknologi pertanian
Hemat Air.
(ii) Pembentukan Manajer Irigasi sebagai pengelola pada Satuan Daerah Irigasi.
(iii) Optimalisasi layanan irigasi melalui operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 12 Tahun 2015 tentang
Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi dan Peraturan Menteri PUPR
Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Irigasi.
(iv) Dalam rangka pemenuhan tingkat layanan irigasi secara efektif, efisien, dan
berkelanjutan dapat dilakukan modernisasi irigasi dengan peningkatan
keandalan penyediaan air, prasarana, manajemen irigasi, lembaga pengelola,
dan sumber daya manusia.

1.2 Modernisasi Irigasi yang Berkembang di Tataran Global

Di tataran global, paradigma Modernisasi Irigasi telah disambut baik oleh


masyarakat irigasi dengan telah diselenggarakannya sebuah Lokakarya tentang
Modernisasi Irigasi di Bangkok, Thailand pada tahun 1996 oleh Organisasi Pangan

3
dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO). Hasil keputusan untuk
melakukan Modernisasi Irigasi tersebut telah diikuti oleh banyak negara.

Pada Lokakarya tersebut Modernisasi Irigasi didefinisikan sebagai berikut :

 Modernization Irrigation is combined strategy of institutional, managerial


and technological change with the objective to change from a supply to
service oriented mode of operation.

(Wolter and Burt, 1997).

Pada kongres ICID di Mexico bulan Oktober 2017, definisi Modernisasi Irigasi
disempurnakan sebagai berikut:

 Modernization Irrigation is Process of upgrading infrastructure,


Operations and management of irrigation and drainage systems to
sustain the water delivery service requirements of farmers and optimize
production and water productivity.

Process means that modernization of system is a continous exercise. This


must account for future changes in the irrigation and drainage system and
service requirements of the farmers. Ideally the process will align with
existing government development and budgetiary time frame and systems.

Lance Gore Arnaud Cauchois (ADB), Beau Treeman, Mike Chegwin


(Lahmeyer), Ian Makin (IWMI) (September 2015).

1.3 Pengertian Modernisasi Irigasi di Indonesia

“Upaya mewujudkan sistem pengelolaan irigasi partisipatif berorientasi


pada pemenuhan tingkat layanan irigasi secara efektif, efisien dan
berkelanjutan dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan air,
melalui peningkatan keandalan penyediaan air, prasarana, pengelolaan
irigasi, institusi pengelola, dan sumberdaya manusia”

4
1.4 Maksud Modernisasi Irigasi

Maksud dilakukannya Modernisasi Irigasi di Indonesia adalah untuk


mewujudkan sistem pengelolaan irigasi partisipatif yang berorientasi pada
peningkatan layanan (Level of Service, LoS) irigasi atas dasar sistem pengelolaan
irigasi secara utuh secara efektif, efisien dan berkelanjutan dalam rangka
mendukung ketahanan pangan nasional dengan berbasis pada 5 (lima) Pilar
Modernisasi Irigasi yang terdiri dari: i) Peningkatan dalam penyediaan air; ii)
Perbaikan sarana dan prasarana irigasi; iii) Penyempurnaan sistem pengelolaan
irigasi; iv) Penguatan institusi pengelola irigasi; dan v) Pemberdayaan sumberdaya
manusia pengelola irigasi.

1.5 Tujuan Modernisasi Irigasi

Tujuan Modernisasi Irigasi di Indonesia adalah untuk mendukung


produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka
ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani.
Indikator dari hasil proses modernisasi irigasi tersebut diatas adalah sebagai
berikut:
1. Peningkatan produktifitas air (kg GKG/m3 air).
2. Peningkatan pelayanan irigasi (kecukupan, keandalan, keadilan, dan
kecepatan pelayanan).
3. Peningkatan efisiensi irigasi .
4. Peningkatan keberlanjutan pembiayaan (financial sustainability).
5. Berkurangnya kerusakan lingkungan (environment degradation).

5
1.6 Dasar Hukum

Perundangan yang terkait dalam penyusunan pedoman teknis modernisasi


irigasi, diantaranya:

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;


2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah;
4. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pembinaan P3A;
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
6. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019;
7. Peraturan Menteri PUPR No. 04/PRT/M Tahun 2015 tentang Kriteria dan
Penetapan Wilayah Sungai;
8. Peraturan Menteri PUPR No. 06/PRT/M Tahun 2015 tentang Eksploitasi dan
Pemeliharaan Sumber Air dan Bangunan Pegairan;
9. Peraturan Menteri PUPR No. 13.1/PRT/M Tahun 2015 tentang Renstra
Kementerian PUPR 2015-2019;
10. Peraturan Menteri PUPR No. 30/PRT/M Tahun 2015 tentang Pengembangan
dan Pengelolaan Sistem Irigasi (PPSI);
11. Peraturan Menteri PUPR No. 12/PRT/M Tahun 2015 tentang Eksploitasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi;
12. Peraturan Menteri PUPR No. 27/PRT/M Tahun 2015 tentang Bendungan;
13. Peraturan Menteri PUPR No. 14/PRT/M Tahun 2015 tentang Kriteria dan
Penetapan Status Daerah Irigasi;
14. Peraturan Menteri PUPR No. 11/PRT/M Tahun 2015 tentang Eksploitasi dan
Pemeliharaan Jaringan Rekalamasi Rawa Pasang Surut;
15. Peraturan Menteri PUPR No. 16/PRT/M Tahun 2015 tentang Eksploitasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi Rawa Lebak;
16. Peraturan Menteri PUPR No. 21/PRT/M Tahun 2015 tentang Eksploitasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi Tambak;
17. Peraturan Menteri PUPR No. 23/PRT/M Tahun 2015 tentang Pengelolaan
Aset Irigasi.

1.7 Pengelolaan Irigasi Secara Umum dan Modernisasi Irigasi

1.7.1 Pengelolaan Sistem Irigasi Yang Ada Saat Ini dan Proses Modernisasi
Irigasi

Telah kita ketahui bersama bahwa untuk membangun dan mengelola sistem
irigasi, pemerintah sudah membuat sebuah prosedur baku, dimulai dari penetapan
delapan kriteria, kajian meja, penetapan perencanan sistem, pekerjaaan penyigian
(survey), penyelidikan (investigation), perancangan (designing), pembebasan lahan

6
(land acquisition), pembangunan atau pelaksanaan (construction), dan operasi dan
pemeliharaan (operation and maintenance). Sebelum dilaksanakan OP dilakukan
persiapan OP (POP/PROM) sehingga diperoleh satu panduan pelaksanaan operasi
dan pemeliharaan. Selanjutnya dilakukan pengelolaan terhadap DI yang telah siap
dioperasikan dan secara rutin dilakukan penilaian kinerja sistem irigasi serta
pengelolaan aset irigasi.

Gambar 1.1 menjelaskan bahwa pelaksanaan/proses Modernisasi Irigasi


dilakukan sebagai pengungkit (leverage) atas keberhasilan dalam pengelolaan
irigasi yang sudah dilakukan saat ini, dengan tujuan untuk lebih meningkatkan
pelayanan irigasi (level of services, LoS) dengan melaksanakan pengelolaan irigasi
secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Oleh sebab itu pelaksanaan pengelolan
irigasi modern tidak mengabaikan pelaksanaan pengelolaan irigasi yang telah dan
sedang dilakukan saat ini, tetapi justru akan saling melengkapi.

7
PROSES PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DI INDONESIA
menuju MODERNISASI
PENGELOLAAN
SISTEM IRIGASI DI
INDONESIA
(EXISTING)

Irrigation Asset
Management
REV
DESIGN

Irrigation
Performance REHABILITATION

REHAB/UP GRADING

8 Criteria for REVITALIZATION


Desk Study CONST OPERATION &
irrigation Planning LAND OPTIMAL
and Study Stage SID ACQUISITION RUCTI
development ON MAINTENANCE KINERJA
LAYANAN

NOT OK MANUAL
REVIEW OM SMOPI Maintenance Logbook
STOP DESIGN
Forms 12 O
PROM &
O&M 10 M
Budgetin
1. Effectiveness g System
Advanced 2. Efficiency
Modernization
Modernization 3. Sustainability
performance
Irrigation
4. Level of Services Irrigation
5. Water Modernization
LEVERAGE Readiness Index
Productivity
Minimal
Modernization
performance

Gambar 1.1. Proses Pengelolaan Sistem Irigasi di Indonesia menuju Modernisasi

Mengacu pada uraian di atas, secara garis besar dapat dibuat suatu roadmap
pelaksanaan Modernisasi Irigasi di Indonesia sebagai terlihat pada Gambar 1.2.

Data dasar
Revitalisasi Indeks
sebagai
Kondisi eksisting (peningkatan Kesiapan Modernisasi
benchmark
pengelolaan irigasi manajemen + Modernisasi Irigasi
standard
rehabilitasi) Irigasi
nasional

Gambar 1.2. Peta jalan pelaksanaan Modernisasi Irigasi di Indonesia

8
Proses pelaksanaan 5 (lima) pilar irigasi dilakukan berbasis pada keterkaitan
sistem, yaitu bahwa kinerja satu pilar irigasi akan mempengaruhi kinerja pilar lainnya
dan itu akan saling berkaitan satu dengan lainnya. Dengan diselenggarakannya
proses Modernisasi Irigasi di Indonesia, maka diharapkan kinerja pengelolaan sistem
irigasi yang ada dapat mengalami peningkatan.

Masing-masing unsur yang tergabung menjadi 5 (lima) pilar tersebut di setiap


tempat akan beragam sehingga pengelolaannya juga akan berbeda dan tergantung
pada tujuan pengelolaan yang diatur bersama antara para pelaku.

Keterkaitan masing-masing pilar sangat ditentukan oleh pilar ke-5 (lima) yaitu
sumber daya manusia. Karena sistem irigasi merupakan salah satu bentuk teknologi
yang dilakukan secara optimal dan ditentukan oleh peran manusia. Keberadaan dan
keberlajutan suatu sistem irigasi beserta 5 (lima) pilarnya tersebut seperti terlihat
pada Gambar 1.3.

KETERSEDIAAN
AIR

INTITUSI INFRASTRUKTUR
IRIGASI
MANUSIA

PENGELOLAAN
IRIGASI

Gambar 1.3. Konsep keterkaitan lima pilar sistem irigasi berbasis


manusia

9
1.7.2 Kriteria Ideal 5 (lima) Pilar Modernisasi Irigasi

Kriteria ideal proses pelaksanaan Modernisasi Irigasi pada setiap pilarnya


adalah sebagai berikut:

Pilar I Ketersediaan air: peningkatan keandalan tersediaan air baik di


wilayah sungai maupun di dalam sistem irigasi: (i) pada tingkat
wilayah sungai dilakukan secara dialogis untuk memberikan jaminan
ketersediaan air di individual sungai atau wilayah sungai berdasarkan
kesepakatan antar pelaku dalam satu wilayah sungai dan aturan
hukum yang berlaku, dan di tingkat sistem irigasi; (ii) dilakukan
dengan cara meningkatkan keandalan air melalui berbagai cara baik
infrastrukur, pengelolaan maupun institusional.

Pilar II Infrastruktur irigasi: karakteristik infrastruktur irigasi dibangun untuk


mendukung azas pengelolaan irigasi yang terbuka, partisipatif,
akuntabilitas, efisien, efektif, mudah dioperasikan, akurat dan
mendukung pengelolaan menuju real time, real allocation, and real
losses basis.

Pilar III Pengelolaan irigasi: pengelolaan irigasi akan berorientasi pada hak
dan kewajiban masyarakat agar dapat mengakses sumberdaya lokal
secara berkeadilan untuk mendukung kebijakan kedaulatan pangan
dan juga pertanian lainnya, bersifat terbuka, partisipatif, akuntabilitas,
efisien, efektif, mudah dioperasikan, akurat, mendukung pengelolaan
menuju real time, real allocation, real losses basis. Untuk dapat
menjamin pelaksanaannya maka harus didukung dengan teknologi
informasi dan komunikasi (Information Communication and
Technology / ICT).

Pilar IV Institusi irigasi: Institusi irigasi terdiri atas institusi pemerintah dan
institusi petani yang bersama-sama membentuk institusi yang kuat
dan fleksibel sesuai dengan karakeristik lokal berdasarkan sistem
manajemen imbalan (provision), artinya bahwa meskipun institusi
pemerintah bertanggung jawab di tingkat sistem jaringan utama dan
petani di jaringan tersier tetapi institusi pemerintah berkewajiban

10
untuk melayani petani sesuai dengan tujuan manajemen yang
disepakati bersama. Pengembangan institusi ini juga akan
memperhatikan perkembangan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi sehingga membentuk dan meningkatkan pengetahuan
para pelaku dalam pengelolaan irigasi. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi (ICT) akan menimbulkan gelombang baru
dalam sistem pengelolaan yang berbasis pengetahuan sehingga
pengelolaan pengetahuan (knowledge management) dalam
pengembangan institusi dan manusia pelakunya sampai dengan
terwujudnya Knowledge Management Centre (KMC) dan
mengupayakan terbentuknya Unit Pengelola Irigasi Modern (UPIM)
yang otonom mengelola suatu Daerah Irigasi.

Pilar V Manusia pelaku dalam pengelolaan irigasi: Pengembangan


kapasitas pelaku baik yang berasal dari pemerintah dan petani
dilakukan dengan azas Human Capital. Azas human capital berbeda
dengan pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia pada saat ini
karena azas ini memakai azas pengembangan kapasitas manusia
sebagai manusia yang utuh dan bukan hanya sekedar masukan
dalam sistem produksi.

Dengan memakai azas ini, maka sebagai manusia yang mempunyai


kecerdasan tidak hanya kecerdasan intelektual tetapi juga kecerdasan
emosional dan juga spiritual ditempatkan pada posisi sentral/utama
dalam pengembangan pengelolahan sistem irigasi. Pelaksanaan
pengelolaan sumberdaya manusia berbasis pada Human Capital dan
pengelolaan pengetahuan akan saling berkaitan dan saling
mendukung.

11
BAB II
MODERNISASI IRIGASI

2.1 Tahapan Umum Modernisasi Irigasi

Proses pelaksanaan Modernisasi Irigasi diawali dengan pengkajian kinerja


sistem irigasi melalui penilaian kesiapan modernisasi dengan menggunakan
penyaringan Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi (IKMI) dengan metode “Rapid
Appraisal Procedure” (RAP).
Berdasarkan hasil RAP tersebut, akan dilakukan studi yang lebih mendalam
terkait kebutuhan untuk penyempurnaan sistem irigasi terkait dengan lima pilar
irigasi, serta langkah/rencana penyempurnaan secara bertahap, yang didahului
dengan penyusunan rangka sistem perencanaan (System Planning) modernisasi.
Dalam rangka keberhasilan modernisasi irigasi dan agar dapat berfungsi
dengan optimal maka penting bagi pemangku kepentingan (stakeholder) saling
bertemu dan berinteraksi untuk mendukung proses modernisasi irigasi. Hasil
kesepakatan yang diperoleh melalui pertemuan antar pemangku kepentingan
ditindaklanjuti dengan perencanaan peningkatan sistem irigasi pada lima pilar dan
dilanjutkan dengan rancangan detail modernisasi irigasi sebelum dilaksanakan
implementasi modernisasi irigasi yang mencakup kegiatan fisik dan non-fisiknya.
Pendampingan dilakukan sebagai bagian dari upaya pengawasan,
monitoring dan evaluasi guna memastikan keberlanjutan modernisasi irigasi. Daerah
irigasi yang sudah tersentuh modernisasi irigasi, dapat terus dilanjutkan
pengelolaannya secara modern pada masing-masing pilar irigasi. Keberlanjutan
modernisasi juga bergantung pada komitmen para pihak dalam melaksanakan
pengelolaan sistem irigasi yang terdiri dari kegiatan fisik dan non-fisik tersebut.
Untuk memperoleh gambaran lebih jelas tentang tahapan secara umum
modernisasi irigasi, disajikan dalam skematik implementasi pelaksanaan
modernisasi irigasi pada gambar 2.1 berikut ini.

12
Mulai
Penilaian Hasil IKMI

Apprasial Cepat
(Rapid Apprasial
Prosedure-RAP)
Penyempurnaan
(IKMI)
Sistem

Indeks Modernisasi
Kesiapan Penuh
Pendahuluan
Modernisasi
Kebutuhan

Irigasi dan

Rencana
Rencana
Analisis

Umum

Modernisasi

Revisi

1. PKM- ke-I
Pertemuan Konsultasi

PBM/Pemanfaat
Masyarakat I dan II

2. PKM ke-II
Pemerintah
Catatan:
PKM adalah
Pertemuan
Tidak Konsultasi
Setuju Masyarakat

Ya
Sistem Perencanaan Modernisasi

Peningkatan Perbaikan Sarana Penyempurnaan Penguatan Institusi Pemberdayaan


Penyedia Air dan Prasarana Sistem Irigasi Pengelolaan Irigasi SDM Pengelola
Irigasi
Irigasi

1. PKMI ke-III
PBM/Pemanfaat
2. PKMI ke-IV
Pemerintah

Tidak

Ya Setuju
Modernisasi
Rancangan

Rancangan Detail
Irigasi
Detail

Modernisasi Irigasi

13
A

Mulai

Pelaksanaan Modernisasi

Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3 Pilar 4 Pilar 5


Ketersediaan Air Prasarana/Infrastr Pengelolaan Kelembagaan Sumber Daya
Irigasi uktur Irigasi Irigasi Pengelola Irigasi Manusia
Implementasi Modernisasi Irigasi

0
Uji Pengaliran

Tidak Perbaiki
Bagus
Ya

PROM
Perbaiki
Tidak

OP Siap
Ya

Penyerahan Proyek Selesai

Aset Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan

Manaje
Evaluasi

men
Modernisasi Menerus

Selesai

Gambar 2.1. Skematik Impelementasi Pelaksanaan Modernisasi Irigasi

2.2 Penyiapan Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi (IKMI)


2.2.1 Seleksi DI yang Dimodernisasi

Daerah irigasi (DI) yang akan dimodernisasi dapat merupakan kewenangan


Pusat (DI > 3000 ha), kewenangan Provinsi (1000 – 3000 ha) atau kewenangan
Kabupaten/Kota (< 1000 ha), termasuk pula DI lintas Kabupaten maupun lintas
Provinsi. DI yang akan dimodernisasi, sebelum dinilai dengan IKMI sudah
melakukan evaluasi kinerja kondisi dan fungsi sistem irigasi yang ada menggunakan
metode Pengelolaan Aset Irigasi (PAI) dan Indeks Kinerja Sistem Irigasi (IKSI). PAI

14
adalah suatu proses manajemen secara terstruktur untuk perencanaan,
pemeliharaan dan pendanaan sistem irigasi agar dicapai tingkat pelayanan seperti
yang diinginkan, berkelanjutan dan efisien dalam pembiayaan. Metode IKSI disusun
untuk mengukur kinerja pelaksanaan OP irigasi, PAI disusun untuk tujuan
melakukan pengelolaan aset irigasi terutama untuk tujuan pemeliharaan aset irigasi
dan untuk menghitung kinerja aset irigasi sebagai investasi, sedangkan IKMI disusun
untuk tujuan mengukur kesiapan sistem irigasi dalam pelaksanaan Modernisasi
irigasi.

2.2.2 Penetapan alat pengukuran untuk Penetapan IKMI

Dalam pelaksanaannya, penilaian IKMI dilakukan secara bertahap melalui


mekanisme survey langsung yang dilakukan di lapangan pada DI target yang akan
dimodernisasi.

Kuisioner IKMI skala Likert dirancang dengan pertanyaan yang memiliki 5


(lima) pilihan jawaban mulai dari kualitas pelaksanaan yang paling rendah (nilai 1) ke
kualitas pelaksanaan yang paling tinggi (nilai 5). Petugas pencacah dapat
menambahkan keterangan pendukung untuk melengkapi jawaban yang dipilih
dengan foto, dokumen pendukung, laporan, form isian, surat keputusan, peraturan,
statistik, dll.
Contoh formulir kuisoner IKMI terdapat pada Lampiran 2 sedangkan contoh
jumlah pertanyaan yang diajukan kepada responden terdapat pada Tabel 1 berikut
ini.
Tabel 1. Jumlah Pertanyaan Pada Kuisioner Skala Likert
Jumlah Pertanyaan *)
Sistem Institusi SDM
No Responden Pengelolaan Pengelola

1 BBWS atau BWS 3 1 1


2 UPT/Balai Dinas SDA 7 3 5
Provinsi
3 Dinas SDA 2 5 6
Kabupaten/Kota
4 UPT Dinas SDA 8 1 1
Kabupaten/Kota
5 IP3A - 2 1
6 GP3A - 2 1

15
Jumlah Pertanyaan *)
No Responden Sistem Institusi SDM
Pengelolaan Pengelola
7 P3A 3 2 4
8 Petugas Bendung 1 - 1
9 Petugas Waduk 1 - 1
Total Pertanyaan 26 16 15
*) Jumlah pertanyaan dapat dikurangi atau ditambah sesuai kebutuhan responden

Pemilihan alat pengukuran untuk penetapan IKMI menggunakan metode


Rapid Appraisal Procedure (RAP). Penerapan RAP dimulai dari seleksi DI yang akan
dipilih dengan melakukan kajian Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi (IKMI) meliputi:
(i) Ketersediaan air, kebutuhan air dan neraca air yang ada, serta
kemungkinan tambahan pasokan air (dapat berupa supply inter basin,
tersedianya waduk lapangan, dll);
(ii) Kondisi prasarana irigasi termasuk kelengkapan dan fungsi serta
rekomendasi penyempurnaannya guna mendukung irigasi modern, antara
lain elektromekanikal atau otomatisasi yang diperlukan, serta peralatan
komunikasi, transportasi dan perlatan OP lainnya;
(iii) Sistem pengelolaan irigasi yang saat ini berlaku dengan tingkat layanan
yang diberikan kepada para pengguna air irigasi khususnya petani; serta
hambatan dan kelemahan dalam pengelolaannya. Pada Identifikasi ini
diharapkan pula adanya rekomendasi yang diperlukan untuk menunjang
sistem pembacaan data, sistem pengelolaan dan informasi data (SISDA)
dengan sistem ICT;
(iv) Sistem institusi yang ada dan mekanisme kerja antara lembaga pengelola
irigasi serta rekomendasi perkuatan institusi yang diperlukan dalam
rangka pengelolaan irigasi modern (UPIM);
(v) Sistem pembiayaan OP yang berlaku, baik besaran biaya OP maupun
sumber sumber pendanaannya serta kemungkinan mendapatkan sumber-
sumber lain yang memungkinkan;
(vi) Kondisi sumberdaya manusia pelaksana pengelola irigasi saat ini baik
kuantitas, kualitas, status, jabatan maupun kompetensinya, termasuk pula
SDM P3A serta kebutuhan pemberdayaan (Training Need Assessment);
(vii) Kinerja sistem irigasi yang menyangkut luas lahan terairi, intensitas
tanam, pola dan tata tanam, produktivitas tanam, produktivitas
penggunaan air dan kecukupan dan ketepatan pemberian air serta

16
rekomendasi peningkatan pelayanan yang diharapkan para pemakai air
irigasi.
Perbandingan pelaksaaan ke 3 (tiga) metode pengukuran kinerja pengelolaan
irigasi disajikan dalam Tabel 2 dan Gambar 2.2.
Tabel 2. Penyelarasan Tiga Metode Untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Irigasi

Indeks Kinerja Sistem Irigasi Indeks Kinerja Sistem Indeks Kesiapan Modernisasi
Permen PUPR No. Irigasi Permen PUPR Irigasi
12/PRT/M/2015 No.
23/PRT/M/2015
1 Prasarana fisik 1 Kondisi prasarana 1 Ketersediaan air
fisik
2 Produktivitas tanaman 2 Ketersediaan air 2 Prasarana irigasi
3 Sarana penunjang 3 Indeks 3 Sistem pengelolaan
pertanaman
4 Organisasi personalia 4 Sarana penunjang 4 Institusi pengelola
5 Dokumentasi 5 Organisasi 5 Sumber daya manusia
personalia
6 Kondisi kelembagaan 6 Dokumentasi
P3A
7 P3A

IKSI
Kinerja lima
Pengukuran pilar DI calon
IKMI IKMI atas dasar modernisasi
tipologi
PAI

Kesiapan
modernisasi

Gambar 2.2. Hubungan antara IKSI, PAI dan IKMI dalam proses Modernisasi irigasi

17
Tabel 3. Kondisi Fisik Jaringan Irigasi
No Kondisi Tingkat kerusakan Pemeliharaan
1 Baik Tingkat kerusakan <10% dari kondisi Diperlukan pemeliharaan
awal bangunan/saluran rutin
2 Rusak Tingkat kerusakan 10 – 20% dari Diperlukan pemeliharaan
ringan kondisi awal bangunan/saluran berkala
3 Rusak Tingkat kerusakan 20 – 40% dari Diperlukan perbaikan
sedang kondisi awal bangunan/saluran
4 Rusak Tingkat kerusakan 40 - 80% dari Diperlukan perbaikan
berat kondisi awal bangunan/saluran berat atau penggantian
5 Rusak Tingkat kerusakan 80 - 100% dari Penggantian total atau
total kondisi awal bangunan/saluran bangun baru

Manfaat dari kegiatan PAI sesuai dengan Permen PUPR No. 23/PRT/M/2015
selain dapat mengetahui kondisi fisik juga diketahui fungsi fisik jaringan irigasi yang
ada sebagaimana tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 4. Indikator Fungsi Aset Bangunan Irigasi


Tingkat tidak berfungsi Kategori kondisi
0% - 20% Baik
20% - 40% Rusak ringan
40% - 80% Rusak berat
80% - 100% Rusak total

Pengetahuan tentang kondisi dan fungsi fisik jaringan irigasi sangat penting
diketahui untuk melakukan assessment secara riil infrastruktur yang ada di
lapangan.
Dalam kaitan dengan hasil proses pengelolaan irigasi perlu dilihat kinerja
akhir yang dicapai sebagai tolok ukur keberhasilan pengelolaannya. Indeks Kinerja
Sistem Irigasi melalui Permen PUPR No.12/PRT/M tahun2015 ditetapkan dalam
bentuk nilai Indeks Kinerja Irigasi seperti terlihat pada Tabel 5.

18
Tabel 5. Indeks Kinerja Sistem Irigasi
Nilai
Susbtansi
Maksimum Minimum Optimal
Kondisi prasarana fisik 45 25 35
Produktivitas Tanam 15 10 12,5
Sarana Penunjang 10 5 7,5
Organisasi Personil 15 7,5 10
Dokumentasi 5 2,5 5
P3A 10 5 7,5
Total 100 55 77,5

Dari hasil penilaian indeks kinerja tersebut kemudian dibuat kriteria kisaran
nilai sebagai berikut:
1) Nilai 80 – 100  kinerja sangat baik.
2) Nilai 70 – 79  kinerja baik.
3) Nilai 55 – 69  kinerja kurang dan perlu perhatian.
4) Nilai < 55  kinerja jelek dan perlu upaya khusus perbaikan.

Tabel 6. Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi


Nilai
Substansi Pilar
Memadai Cukup Kurang
1. Ketersediaan air >16 (maks 20) 10 - 16 <10
2. Prasarana/infrastruktur >20 (maks 25) 12,5 - 20 <12,5
irigasi
3. Sistem pengelolaan irigasi <16 (maks 20) 10 - 16 <10
4. Institusi pengelola >16 (maks 20) 10 - 16 <10
5. Sumberdaya manusia <12 (maks 15) 7,5 - 12 <7,5
pelaku
Total Nilai >80 (maks 100) 50 - 80 <50

19
Hasil dari IKMI, kesiapan daerah irigasi dapat dikatagorikan dalam 4 (empat)
Kategori:
a. Nilai > 80 : predikat memadai dan modernisasi dapat diterapkan;
b. Nilai 50-80: predikat cukup, modernisasi ditunda, dilakukan penyempurnaan
sesuai dengan hasil IKMI 1 – 2 tahun;
c. Nilai < 50 : predikat kurang, modernisasi ditunda dilakukan penyempurnaan
sistem irigasi 2 – 4 tahun;
d. Nilai < 30 : predikat sangat kurang, modernisasi tidak dapat dilakukan karena
perlu penyempurnaan yang fundamental.
Kesiapan daerah irigasi atau nilai indeks yang diperoleh dari penilaian IKMI
tersebut dapat ditindaklanjuti dengan penanganan sesuai prioritas penanganan dan
kemampuan pembiayaan. Khusus untuk kegiatan modernisasi yang pola
pembiayaan pelaksanaannya bersumber dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN)
maka tindak lanjut dari penilaian IKMI dengan kategori apapaun dapat langsung
diproses menuju modernisasi irigasi.
Dari hasil analisa kebutuhan modernisasi irigasi yang dihasilkan dari IKMI,
dilaksanakan Konsultasi Publik Modernisasi Irigasi pada tahap rencana modernisasi
irigasi, yang diuraikan sebagai berikut:
1. Hasil kajian cepat (RAP/IKMI) dianalisis dengan metode SWOT dan dilanjutkan
dengan Konsultasi Publik serta Sinkronisasi Program antara Pemerintah dan
Petani (pemanfaat).
2. Dari konsultasi publik akan dapat dirumuskan strategi kebijakan yang akan
ditetapkan untuk masing-masing daerah irigasi sesuai dengan kondisi dan sosial
budaya masing-masing pengelola irigasi di wilayah tersebut. Kebijakan dan
strategi pelaksanaan modernisasi irigasi dan pengembangan/peningkatan yang
diperlukan, dikonsultasikan dengan para pemanfaat irigasi (baik petani maupun
pengguna air lainnya) untuk menjaring keinginan dan kesediaan para pemanfaat
irigasi untuk melaksanakan kebijakan tersebut (PKM ke-I). Pada tahap
berikutnya dilaksanakan konsultasi publik (PKM ke-II) dengan institusi pengelola
irigasi untuk mendapatkan masukan dan kesepakatan guna melakukan
perubahan sistem pengelolaan yang lebih efisien, efektif dan berkelanjutan
sesuai dengan tingkat layanan yang diinginkan pemanfaat irigasi.

20
2.3 Langkah-Langkah Proses Pelaksanaan Modernisasi Irigasi
2.3.1 Persiapan Pelaksanaan Modernisasi Irigasi

Pelaksanaan pengelola irigasi dalam proses modernisasi di suatu wilayah DI


harus dilakukan secara selektif, harmoni dan bertahap yang kemudian diikuti dengan
penerapan system planning, review design dan detail design. Langkah awal proses
yang harus dilakukan oleh pengelola adalah dengan cara mencermati kondisi terkini
DI yang akan di-modernisasi untuk dianalisis melalui perangkat uji yang sudah ada,
yaitu Pengelolaan Aset Irigasi (PAI) dan Indeks Kinerja Sistem Irigasi (IKSI). Hasil
analisis akan menggambarkan tingkat kedalaman penilaian kinerja dan
permasalahan di suatu DI. Dokumentasi hasil analisis yang ada kemudian oleh
pengelola akan ditindaklanjuti dengan pilihan melakukan revitalisasi/rehabilitasi atau
modernisasi, sehingga tidak semua DI harus dilakukan modernisasi. Untuk
menentukan pilihan modernisasi selain harus dianalisa dengan kegiatan PAI dan
IKSI juga diikuti dengan penerapan uji Indeks Kesiapan Modernisasi Irigasi (IKMI).
Nilai IKMI akan menggambarkan berapa lama serta tindakan apa yang harus
dilakukan berdasarkan pilihan pada 45 langkah Modernisasi Irigasi yang bagi dalam
3 (tiga) tingkatan (awal, menengah, lanjut) seperti tertera dalam Lampiran 1.
Proses pelaksanaan Modernisasi Irigasi berbasis 5 (lima) pilar tidak
dilakukan secara serentak tetapi dilakukan secara bertahap sesuai dengan
tipologi dan kondisi masing-masing pilar pada setiap DI. Dengan demikian
proses pelaksanaan modernisasi irigasi tidak dilakukan berbasis pada
infrastruktur saja tetapi lebih pada harmonisasi pengembangan lima pilar atau
lima unsur pengelolaan sistem irigasi secara bertahap dan dapat diterima oleh
masyarakat sesuai dengan kemauan dan kemampuannya.
Pelaksanaan 45 langkah Modernisasi Irigasi tidak harus semua langsung
diterapkan namun dapat dilakukan dengan 3 (tiga) tahapan: Tahap I - pada
tingkatan terpenuhinya 30% dari 45 langkah; Tahap II - terpenuhi 60%; Tahap III -
terpenuhi 100% dalam kurun waktu 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) tahun yang
disesuaikan, dengan kemampuan pembiayaannya.
Pada setiap tahapan harus terpenuhi prinsip “ Trilogi Modernisasi ” : real
time, real alocation, real losses, dan “ Panca Krida Modernisasi Irigasi ” : baca
data otomatis, kirim data telemetry, komputerisasi perhitungan neraca air, perintah
buka pintu telemetry, operasi pintu elektromekanikal.

21
Pada pelaksanaan persiapan Modernisasi Irigasi harus memperhatikan
lingkungan serta kondisi strategisnya yang mempengaruhi berfungsinya lima pilar
irigasi secara optimal, antara lain : (i) sumberdaya alam, lingkungan dan dinamika
perubahannya; (ii) kondisi politik dan ekonomi nasional maupun internasional; (iii)
kondisi azas hukum yang berlaku; (iv) kondisi kemampuan pembiayaan.

2.3.2 Substansi 45 Langkah Modernisasi Irigasi

Pilar I Modernisasi Irigasi aspek Ketersedian Air Irigasi

Uraian Pilar I terdapat 5 (lima) substansi dalam aspek ketersediaan air irigasi yaitu:
(i) Harmonisasi Hulu Hilir,
(ii) Menjaga Kelestarian lingkungan, DAS dan saluran irigasi,
(iii) Alokasi Air
(iv) Penyediaan dan penyimpanan air,
(v) Tambahan Pasokan air.
Pelaksanaan pilar ke-1 (satu) harus dilaksanakan melalui proses dialog antar
pemakai (pemangku kepentingan) di wilayah sungai dan dikoordinasikan oleh
pemerintah pusat melalui Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air (TKPSDA).
Dapat dikatakan bahwa proses dialog tersebut juga merupakan bargaining
pelaksanaan pengelolaan air di suatu wilayah sungai. Proses dialog tersebut selain
membahas ketersediaan air juga membahas masalah mutu air dan masalah-
masalah lain yang dianggap perlu.
Untuk menjamin pelaksanaan alokasi air secara baik, seimbang, transparan
dan akuntabel, maka dibutuhkan suatu sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA).

Pilar II Modernisasi Irigasi aspek Prasarana/Infrastruktur irigasi.


Uraian Pilar II terdapat 8 (delapan) substansi dalam aspek Prasarana/Infrastruktur
Irigasi yaitu:
(i) Bendungan, reservoir, waduk, long storage
(ii) Bangunan utama (Bendung, free intake dan lainnya)
(iii) Bangunan alat ukur
(iv) Saluran pembawa dan pembuang
1. Kapasitas saluran
2. Lining saluran

22
3. Sipatan penampang
4. Sempadan dan patok km dan patok hm
5. Saluran pembuang
(v) Bangunan
1. Pengendali intake dan saluran pembawa berupa bangunan pengeluar
sedimen
2. Bangunan bagi dan bangunan sadap
3. Sanggar tani (saung meeting)
4. Pintu sorong
5. Skot balk
6. Alat penggerak
(vi) Fasilitas pendukung OP
1. (Kantor, perumahan, gudang peralatan, alat hidrologi hidrometri)
(vii) Bangunan Pelengkap
1. Jalan inspeksi
2. Atap pelindung pintu
3. Bangunan pengendali sampah dan penampungan sampah
(viii) Prasarana tingkat tersier

Pilar III Modernisasi Irigasi Aspek Pengelolaan Irigasi


Uraian Pilar III terdapat 18 (delapan belas) substansi dalam aspek
pengelolaan irigasi yaitu:
(i) Sistem operasional irigasi
(ii) Kebutuhan air
(iii) Alokasi dan distribusi air serta penilaian secara periodik
(iv) Kehilangan air
(v) Periode assesment dan operasi pintu
(vi) Penyempurnaan sistem blanko: 12 blangko O dan 10 blangko P
1. Cara pengamatan/baca data
2. Cara transfer data
3. Cara perhitungan neraca air
4. Perintah operasi pintu
5. Cara operasi pintu
6. Sistem pelaporan

23
(vii) Pembagian dan pemberian air
(viii) Produktivitas air
(ix) Monitoring pengelolaan air : Kecukupan, keandalan, keadilan, keluwesan,
kualitas mutu air
(x) Sistem kendali aliran air
(xi) Sistem pengaliran air
(xii) Penggunaan air
(xiii) Drainase
(xiv) Fasilitas OP
1. Alat transportasi dan komunikasi
2. Peralatan kerja lapangan OP
3. Seragam
(xv) Peralatan, sarana sistem manajemen informasi OP berbasis IT
(xvi) Pengelolaan air di tingkat tersier
(xvii) Sistem pembiayaan
(xviii) Partisipasi

Pilar IV Modernisasi Irigasi aspek Kelembagaan Pengelola Irigasi


Uraian Pilar IV terdapat 7 (tujuh) substansi dalam aspek Kelembagaan Pengelola
Irigasi yaitu:
(i) Komisi irigasi
(ii) Satuan tugas penyuluh pengairan
(iii) Satuan tugas pemeliharaan khusus mobile (SPKM)
(iv) Satuan tugas knowledge management center
(v) Satuan tugas pengamanan irigasi (SPI)
(vi) P3A/GP3A/IP3A
(vii) Unit Pengelola Irigasi Modern (UPIM) dan Tim Modernisasi Irigasi tingkat
Pusat

Pilar V Modernisasi Irigasi Aspek Sumber Daya Manusia


Uraian Pilar IV terdapat 6 (enam) substansi dalam aspek Kelembagaan Pengelola
irigasi yaitu:
(i) Status dan jabatan
(ii) Pendidikan, pelatihan dan sertifikasi

24
(iii) Pengadaan/rekrutment SDM non PNS
(iv) Carier planning
(v) Sistem insentif/remunerasi
(vi) Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A

2.4 Persiapan Detail Modernisasi Irigasi

Berdasarkan hasil analisis identifikasi kondisi dan fungsi (dengan metode


IKMI) untuk setiap pilar irigasi di suatu DI, maka selanjutnya dilakukan konsultasi
publik guna memperoleh masukan dari pemanfaat irigasi (PKM-Ke III) dan institusi
pengelola irigasi (PKM-ke IV) terkait komponen-komponen apa saja yang akan
dimodernisasi. Pada setiap pilar irigasi kemudian dijadikan masukan untuk
penyusunan sistem perencanaan, rancangbangun peningkatan/pengembangan,
serta peningkatan manajemen kelembagaan dan sumber daya manusia pengelola
yang handal pada suatu DI untuk melaksanakan pengelolaan irigasi modern.

2.4.1 Sistem Perencanaan (system Planning)

Sistem perencanaan ini minimal meliputi: kondisi sumber air dan neraca air,
PSETKL (profil sosio, ekonomi, teknis, kelembagaan dan lingkungan), kesesuaian
lahan dan jenis tanaman, areal potensial dan fungsional, tinjauan dan dokumentasi
cara operasi, identifikasi permasalahan operasi dan pemeliharaan, jumlah status dan
kualifikasi personil, fasilitas operasi dan pemeliharaan, tinjauan sistem jaringan
secara menyeluruh baik sistem jaringan utama, tersier dan sistem drainasenya,
maupun sistem pelaporan/sistem informasi data dan monitoring dan evaluasi.
Pada dasarnya sistem perencanaan (system Planning) ditujukan untuk
menghasilkan suatu gambaran perancangan perencanaan secara umum yang
didasarkan pada harmonisasi 5 (lima) pilar Modernisasi Irigasi.

2.4.2 Rancangan/Rancangbangun Rinci (Detail Design)

Rancang/Rancangbangun rinci (Detail Design) ini meliputi: peta ikhtisar dan


peta situasi serta profil memanjang dan melintang (yang menggambarkan
posisi/lokasi dan profil saluran primer, saluran sekunder dan bangunannya, petak
tersier dan kuarter). Gambar teknis detail Bangunan dan Jaringan Saluran

25
(bangunan utama, jaringan irigasi primer dan sekunder, jaringan saluran pembuang,
bangunan bagi dan sadap, bangunan pelengkap lainnya dan jaringan tersier)
dengan menggunakan Standard Design “Kriteria Perencanaan” (KP) Irigasi Tahun
2013 (penyempurnaan KP Irigasi Tahun 1986).

2.5 Pelaksanaan Modernisasi


2.5.1 Kegiatan Fisik Modernisasi

Kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan dan/atau


rehabilitasi untuk mendukung modernisasi irigasi termasuk kegiatan Persiapan
Operasi dan Pemeliharaan (POP/PROM) dapat dilakukan dengan mengikuti skala
prioritas level of service, readiness criteria program dan anggaran yang telah
ditetapkan serta sesuai dengan peraturan yang berlaku (pilar I dan II).

2.5.2 Kegiatan Non-Fisik Modernisasi

Kegiatan sosialisasi, pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan pengelola


irigasi menjadi kegiatan non-fisik utama dalam modernisasi irigasi (pilar III, IV dan
V). Uraian kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

2.5.2.1 Sosialisasi, Pelatihan, Pemberdayaan, Pengembangan dan


Pembentukan Organisasi Pelaksana di Tingkat Daerah Irigasi
Sosialisasi program Modernisasi Irigasi perlu dilakukan mulai dari tingkat
Pusat sampai ke Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di tingkat Pusat sosialisasi dilakukan
kepada semua pemangku kepentingan irigasi, yaitu: (i) Lingkup Kementerian PUPR,
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan, dan
Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia; (ii) Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas); (iii) Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK); (iv) Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian
Kementerian Pertanian; (v) Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi.
Penyelenggara sosialisasi, pelatihan, pemberdayaan, pengembangan dan
pembentukan organisasi pelaksana di tingkat daerah irigasi, ditingkat Pusat adalah
Direktorat Jenderal Sumberdaya Air Kementerian PUPR. Sedangkan untuk tingkat

26
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, (i) Dinas PU/SDA; (ii) Dinas Pertanian; (iii)
Bappeda; (iv) Dinas LHK; (v) Komisi Irigasi; dan (vi) TKPSDA dengan
penyelenggaraannya oleh BWS/BBWS.
Sosialisasi, pelatihan, pemberdayaan dan pengembangan kepada semua
pelaku pemangku kepentingan kegiatan Modernisasi Irigasi sangat diperlukan
sebagai upaya untuk memberi pemahaman, memperlancar dan minimalisasi
kesalahan dari tujuan program Modernisasi Irigasi.
Sosialisasi, pelatihan, pemberdayaan dan pengembangan dapat dibagi
menjadi: (i) pelatihan tingkat Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota, dengan peserta dari
perwakilan BWS/BBWS, Dinas PU Provinsi/Kabupaten dan stakeholder terkait; (ii)
Pelatihan para calon pelatih (training of trainers, ToT) disetiap wilayah DI yang akan
dimodernisasi. Diharapkan setiap peserta ToT kemudian akan menjadi tenaga
pelatih di masing-masing daerah dimana Modernisasi Irigasi akan dilaksanakan.
Peserta pelatihan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota juga mencakup
perwakilan dinas-dinas pemerintah yang terkait dengan kegiatan irigasi serta
perwakilan Komisi Irigasi setempat termasuk unsur perwakilan P3A/GP3A.
Kegiatan pembentukan dan pemberdayaan P3A/GP3A menjadi bagian
penting di setiap daerah irigasi yang dimodernisasi. Pembentukan Unit Pelaksana
Irigasi Modern (UPIM) juga menjadi pertimbangan dalam program modernisasi
irigasi.

27
BAB III
PENGAWASAN, MONITORING DAN EVALUASI

3.1. Pengawasan

Sistem pengawasan dalam pelaksanaan program Modernisasi Irigasi


diperlukan sebagai perangkat untuk mengontrol kesesuaian antara penyelenggaraan
irigasi dengan peraturan perundangan keirigasian yang ada. Dalam program
Modernisasi Irigasi, sistem pengawasan mempunyai tujuan strategis, agar
penyelenggaraan kegiatan modernisasi dapat dilakukan sesuai dengan peraturan
perundangan. Adapun bentuk pengawasannya adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan Internal: pengawasan ini dilakukan dalam lingkup internal
pemerintah dan masih diperlukan adanya kajian tentang operasional sistem
pengawasannya, baik yang dilakukan secara berjenjang dari Pusat ke daerah
(Provinsi dan Kabupaten/Kota) atau pengawasan yang dilaksanakan intern pada
setiap jenjang pemerintahan.
2. Pengawasan Eksternal: pengawasan ini dapat dilakukan oleh kelompok
masyarakat atau institusi di luar pemerintahan. Tertuang dalam Peraturan
Menteri PUPR No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan
Sistem Irigasi, peran masyarakat dalam pengawasan dilakukan dengan
menyampaikan laporan dan atau pengaduan kepada pihak yang berwenang.

3.2. Monitoring dan Evaluasi

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi irigasi selama ini sudah terfasilitasi


dalam blangko Operasi dan Pemeliharaan dan Indeks Kinerja Sistem Irigasi (IKSI)
sesuai dengan Permen PUPR Nomor:12/PRT/M/2015 dan Permen PUPR Nomor
23/PRT/M/2015. Dalam Modernisasi Irigasi, substansi Monitoring dan Evaluasi perlu
ditambah dengan substansi tingkat layanan irigasi, organisasi dan kondisi sosial,
lingkungan serta kemampuan dan ketersediaan dananya.

28
BAB IV
PENUTUP

Uraian Pedoman Teknis Modernisasi Irigasi di atas untuk memberikan


tuntunan proses penerapan Modernisasi Irigasi di lapangan yang disesuaikan
dengan kondisi Daerah Irigasi yang ada untuk meningkatkan kinerja sistem
irigasinya agar lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan. Pedoman Teknis
Pelaksanaan Modernisasi Irigasi disusun atas dasar pertimbangan pemikiran
tuntutan perubahan lingkungan strategis yang ada saat ini baik dari kondisi nasional
maupun global.

Pedoman Teknis Modernisasi Irigasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi


pengelola irigasi sebagai langkah awal penerapan Modernisasi Irigasi di Indonesia.
Diharapkan dari pengalaman para pengelola yang sudah memulai proses ke arah
penerapan modernisasi dapat lebih menyempurnakan proses Modernisasi Irigasinya
dengan menggunakan pedoman ini.

29

Anda mungkin juga menyukai