Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam
dirinya yang tidak disadari ( Miller B.F dan Keane ). Bermain adalah kegiatan yang
dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.
Bermain merupakan keinginan dalam mengatasi konflik dari anak yang tidak
disadari serta dialami dengan suatu kepuasan . Bermain merupakan sarana bagi
anak–anak untuk belajar mengenal lingkungan kehidupannya. Pada saat bermain,
anak–anak mencobakan gagasan–gagasan mereka, bertanya serta mempertanyakan
berbagai persoalan, dan memperoleh jawaban atas persoalan – persoalan mereka.
Melalui permainan menyusun balok misalnya anak – anak belajar menghubungkan
ukuran suatu obyek dengan lainnya. Mereka belajar memahami bagaimana balok
yang besar menopang balok yang kecil. Mereka belajar konsep bagaimana hal-hal
yang lebih besar mampu menopang hal – hal yang lebih kecil.
Anak yang sakit dirumah sakit umumnya mengalami krisis dikarenakan
perubahan lingkungan yang terjadi pada dirinya. Krisis tersebut dapat dipengaruhi
beberapa faktor seperti usia perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang
penyakit, dan ancaman perawatan. Stress yang dialami seorang anak dirawat dirumah
sakit perlu mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat dirawat seorang anak
mengetahui dan kooperatif menghadapi permasalahan yang terjadi saat dirawat.
Salah satu cara untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah bermain dengan
tujuan mengurangi rasa sakit akibat tindakan invansif yang diterima.
Dari pernyataan diatas, telah mendasari kelompok kami untuk membuat
proposal tentang terapi bermain yang pada nantinya akan diberikan pada anak usia
sekolah yaitu usia 6 sampai dengan 12 tahun. Kelompok akan mencoba menguraikan
teori tentang konsep bermain, pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia
sekolah serta jenis permainan yang dapat diberikan pada anak sekolah.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum:
Mahasiswa dapat memahami tentang isi proposal ini yaitu terapi bermain pada
anak usia 6 tahun sampai 12 tahun.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat memahami tentang konsep pertumbuhan dan
perkembangan anak
b. Mahasiswa dapat memahami konsep bermain pada anak
c. Mahasiswa dapat menerapkan konsep permainan pada anak usia 6 tahun
sampai 12 tahun
1
1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penulisan pengamatan hasil penelitian ini adalah:
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : Konsep Tumbuh kembang yang terdiri dari Pengertian Tumbuh Kembang,
Ciri Proses Tumbuh Kembang, Prinsip Tumbuh Kembang, Tahap
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Faktor - Faktor yang
Mempengaruhi Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Teori
Tumbuh Kembang dan Konsep Bermain yang terdiri dari Pengertian
Bermain, Metode Bermain, Tahapan Perkembangan Bermain, Fungsi
Bermain terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pola Bermain pada Anak, Pedoman untuk Keamanan
Bermain, Terapi Bermain pada Anak yang Dihospitalisasi.
BAB III : Program Bermain Anak Usia Sekolah
BAB IV : Kesimpulan dan Saran

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Tumbuh Kembang

2.1.1 Pengertian Tumbuh Kembang

Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda


tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam
jumlah besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ, maupun
individu, yang bias diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur sebagai hasil dari proses kematangan (Soetjiningsih, 1995).

Whaley dan Wong dalam Supartini (2004), mengemukakan pertumbuhan


sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan
menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat
yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses
maturasi dan pembelajaran.

Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat memeberikan pelayanan


dari mulai manusia sebelum lahir sampai dengan meninggal, dalam merawat
kasus yang apapun tindakan yang diberikan akan sangat berbeda karena setiap
orang adalah unik, sehingga seorang perawat dituntut untuk mengerti proses
tumbuh kembang. Tumbuh kembang merupakan hasil dari 2 faktor yang
berinteraksi yaitu faktor herediter dan faktor lingkungan. Manusia dalam
tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh kondisi:
a. Fisik
b. Kognitif
c. Psikologis
d. Moral
e. Spiritual

2.1.2 Ciri Proses Tumbuh Kembang

Menurut Soetjiningsih, tumbuh kembang anak dimulai dari masa konsepsi sampai
dewasa memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu :

1. Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai maturitas
atau dewasa yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan

2. Dalam periode tertentu terdapat percepatan dan perlambatan dalam proses tumbuh
kembang pada setiap organ tubuh berbeda

3
3. Pola perkembangan anak adalah sama tapi kecepatannya berbeda antara anak satu
dengan lainnya

4. Aktivitas seluruh tubuh diganti dengan respon tubuh yang khas oleh setiap organ

2.1.3 Prinsip Tumbuh Kembang

Prinsip tumbuh kembang menurut Potter dan Perry (2005)

1. Perkembangan adalah hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu

2. Perkembangan adalah sesuatu yang terarah dan berlangsung terus menerus


dalam pola sebagai berikut :

- Cephalocaudal, pertumbuhan berlansung terus menerus dari kepala ke


arah bawah bagian tubuh

- Proximodistal., perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat


(proksimal) tubuh ke arah luar tubuh (distal)

- Differentiation, ketika perkembangan berlangsung terus yang mudah ke


arah yang lebih kompleks

3. Perkembangan adalah hal yang kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan


pola yang konsisten dan kronologis

2.1.4 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun)

1. Motorik

Lebih mampu menggunakan otot-otot kasar daripada otot –otot halus.


Misalnya loncat tali, badminton, bola volly, pada akhir masa sekolah
motorik halus lebih berkurang, anak laki-laki lebih aktif daripada anak
perempuan.

2. Sosial emosional

Mencari lingkungan yang lebih luassehingga cenderung sering pergi dari


rumah hanya untuk bermain dengan teman, saat ini sekolah sanggat
berperan untuk membentuk pribadi anak, disekolah anak harus
berinteraksi dengan orang lain selain keluarga sehingga peran guru
sangatlah besar.

3. Pertumbuhan fisik

BB meningkat 2-3 Kg/tahun dan TB meningkat 6-7 cm/tahun.

4
2.1.5 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak

1. Faktor herediter

Keturunan merupakan faktor yang tidak dapat untuk diubah ataupun dimodifikasi,
ini merupakan modal dasar untuk mendapatkan hasil akhir dari proses tumbang
anak. Melalui instruksi genetic yang terkandung didalam sel telur yang telah
dibuahi dapatlah ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Termasuk dalam
faktor genetic ini adalah jenis kelamin dan suku bangsa /ras. Misalnya, anak
keturunan bangsa eropa akan lebih tinggi dan lebih besar jika dibandingkan
dengan keturunan asia termasuk indonesia, pertumbuhan postur tubuh wanita
akan berbeda dengan laki-laki.

2. Faktor lingkungan

1) Lingkungan internal

Hal yang berpengaruh diantaranya adalah hormon dan emosi. Ada tiga hormon
yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon somatotropin merupakan
hormon yang mempengaruhi jumlah sel tulang, merangsang sel otak pada masa
pertumbuhan,berkurangnya hormon ini dapat menyebabkan gigantisme.
Hormon tiroid akan mempengaruhi pertumbuhan tulang, kekurangan hormon
ini akan menyebabkan kretinesme dan hor,on gonadotropin yang berfungsi
untuk merangsang perkembangan seks laki-laki dan memproduksi
spermatozoa, sedangkan esterogen merangsang perkembangan seks sekunder
wanita dan produksi sel telur. Jika kekurangan hormon gonadotropin ini akan
menyebakan terhambatnya perkembangan seks.

Terciptanya hubungan yang hangat dengan orang lain seperti ayah, ibu,
saudara, teman sebaya, guru dan sebagainya akan berpengaruh besar terhadap
perkembangan emosi, sosial, dan intelektual anak. Cara seseorang anak dalam
berinteraksi dengan orang tua akan mempengaruhi interaksi anak diluar rumah.
Pada umumnya anak yang perkembangannya baik dan mempunyai intelegensi
yang tinggi dibandingkan dengan anak yang tahap perkembangannya
terhambat.

2) Lingkungan eksternal

Dalam lingkungan eksternal ini banyak sekali yang mempengaruhi,


diantaranya adalah kebudayaan. Kebudayaan suatu daerah akan mempengaruhi
kepercayaan, adat kebiasaan dan tingkah laku dalam bagaimana oarang tua
mendidik anaknya.status sosial ekonomi keluarga juga berpengaruh, orang tua

5
yang ekonominya menengah ke atas dapat dengan mudah menyekolahkan
anaknya disekolah-sekolah berkualitas. Sehingga mereka dapat menerima dan
mengadopsi cara-cara baru bagimana cara merawat anak dengan baik. Status
nutrisi pengaruhnya juga sangat besar, orang tua dengan status ekonomi lemah
bahkan tidak mampu memberikan makanan tambahan buat bayinya, sehingga
bayi akan kekurangan asupan nutrisi yang akibat selanjutnya daya tahan tubuh
akan menurun dan akhirnya bayi/anak akan jatuh sakit.

Olahraga yang teratur dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh,


aktifitas fisiologis dan stimulasi terhadap perkembangan otot-otot, posisi anak
dalam keluarga juga berpengaruh, anak pertama akan menjadi pusat perhatian
orang tua, sehingga semua kebutuhan dipenuhi baik itu kebutuhan fisik, emosi,
maupun sosial.

3) Faktor pelayanan kesehatan

Adanya pelayanan kesehatan yang memadai yang ada disekitar lingkungan


dimana anak tumbuh dan berkembang. Diharapkan tumbang anak dapat
dipantau. Sehingga apabila terdapat sesuatu hal yang sekiranya meragukan atau
terdapat keterlambatan dalam perkembangannya. Anak dapat segera
mendapatkan pelayanan kesehatan dan diberikan solusi pencegahannya.

2.1.6 Teori Tumbuh Kembang

Tahapan perkembangan :

Industry Vs Inferiority (School age, 6 – 11 tahun)


1. Anak senang menyelesaikan ssesuatu dan menerima pujian
2. Anak tidak berhasil menyelesaikan tugasnya akan menjadi inferior
3. Perilaku positif: memiliki perasaan untuk bekerja atau melaksanakan tugas,
mengembangkan kompetisi sosial dan sekolah, melakukan tugas yang nyata

Teori perkembangan Piaget

Jean Piaget lebih menekankan kepada perkembangan kognitif atau


intelektual. Piaget menyatakan perkembangan kognitif berkembang dengan proses
yang teratur dengan 4 urutan/tahapan melalui proses ini:
1. Assimilasi, adalah proses pada saat manusia ketemu dan berekasi dengan
situasi baru dengan mengunakan mekanisme yang sudah ada. Pada tahap ini
manusia mendapatkan pengalaman dan keterampilan baru termasuk cara
pandang terhadap dirinya dan duania disekitarnya
2. Akomodasi, merupakan proses kematangan kognitive untuk memecahkan
masalah yang sebelumnya tidak dapat dipecahkan. Tahap ini dapat tercapai
karena ada pengetahuan baru yang menyatu.
3. Adaptasi, merupakan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan

6
2.2 Konsep Bermain

2.2.1 Pengertian Bermain

Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau


mempraktikan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,
menjadi kreatif, memersiapkan diri untuk berperan dan menjadi dewasa.
(Aziz Alimul Hidayat,2008).

Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan


konflik dalam dirinya yang tidak disadari ( Miller B.F dan Keane, 1983 ).

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri


untuk memperoleh kesenangan ( Foster, 1989 ). Bermain adalah cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan
media yang baik untuk belajar karena dengan bermain , anak akan berkata-
kata, belajar memnyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang
dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara .  (Wong, 2000).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah


aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena
bermain sama dengan kerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stres
anak, belajar berkomunikasi dengan lingkungan, menyesuaikan diri dengan
lingkungan, belajar mengenal dunia dan meningkatkan kesejahteraan mental
serta sosial anak.
Anak dalam keadaan sakit atau yang mendapat perawatan dirumah sakit
umumnya mengalami krisis dikarenakan perubahan lingkungan yang terjadi
pada dirinya. Krisis tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti usia
perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang penyakit, dan rasa
terancam karena perawatan. Stress yang dialami seorang anak dirawat
dirumah sakit perlu mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat
dirawat seorang anak mengetahui dan kooperatif menghadapi permasalahan
yang terjadi saat dirawat. Salah satu cara untuk menghadapi permasalahan
tersebut adalah bermain dengan tujuan mengurangi rasa sakit akibat tindakan
invansif yang diterima.
Gibon dan Boren mendeskripsikan 3 tipe permainan yang bermanfaat
untuk mengurangi rasa stress anak, yaitu:
1. Bermain rekreasi atau bermain dengan tujuan bersenang-senang yaitu
bermain bemain spontan yang tidak terstruktur.
2. Bermain terapetik yaitu bila orang dewasa menstruktur aktifitas untuk
tujuan tertentu, biasanya sebelum atau sesudah pengobatan
3. Bermain dengan tujuan Terapi yaitu, bermain yang bertujuan
meninterprestasiakan permainan anak dan merekomendasikan intervensi
yang sesuai. Tipe bermain ini bertujuan untuk untuk memberikan

7
pengalaman pada anak menyelesaiakan konflik internal, dan tipe ini
merupakan komponen penting pendekatan psikososial untuk merawat
anak.

Sasaran Usia Sekolah ( 6-12 tahun )


Dalam usia sekolah tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin banyak. Tekanan
sekolah, lingkungan sebaya (peer group), serta tuntutan belajar yang semakin tinggi
membuat anak harus lebih mampu menghadapi tuntutan sosial masyarakat. Bahkan tidak
jarang orang tua menuntut anak untuk berprestasi tinggi, dan adakalanya harapan orang
tua melebihi kapasitas anak untuk dapat mencapainya. Berbagai kondisi sosial yang
penuh tuntutan baik dari sekolah, teman sebaya maupun orang tua dapat menimbulkan
berbagai permasalahan bagi anak salah satunya dalam proses belajar anak sulit
berkonsentrasi, perstasi anak menurun bahkan motivasi anak untuk belajar menurun.
Berbagai keluhan tersebut merupakan sebagian kecil keluhan rutin yang kerap
disampaikan oleh para orang tua pada konselor. Tidak jarang bahakan orang tua justru
menekankan keluhan bahwa anak-anak mereka terlalu senang bermain, sehingga kurang
belajar. Padahal justru melalui bermain, mereka bisa belajar lebih banyak lagi. Usia
sekolah adalah usia 6 sampai 12 tahun.

2.2.2 Metode Bermain


Permainan untuk anak-anak tidak perlu memakai alat yang sulit dijangkau
tempatnya apalagi harganya. Cukup dengan barang-barang atau alat-alat di sekitar
kita bisa kita gunakan untuk memperkaya permainan anak. Misal ; bola, lompat
tali, kertas origami, dan lain-lain. Yang terpenting kita bisa meramu dan
menggunakan alat sesuai dengan keinginan anak.
Pelatihan anak dengan metode bermain, menoton film dan diskusi dapat
membuat anak lebih berani tampil di depan umum, percaya diri, dapat
menghargai orang lain, dan dapat melihat kekurangan diri.
Acara pementasan juga dapat menjadi salah satu pilihan yang sangat
efektif untuk membentuk kerja sama anak, mengekspresikan diri, dan anak dapat
memberikan apresiasi terhadap karya orang lain. Nilai-nilai yang diajarkan dalam
model pendidikan ini dapat diterapkan oleh anak dalam kegiatan sehari-hari.
2.2.3 Tahapan Perkembangan Bermain

a. Tahap eksplorasi

Hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, permaianan mereka terutama terdiri atas
melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda
yang diasungkan dihadapannya. Selanjutnya mereka akan mengendalikan
tangan sehingga cukup memungkinkan bagi mereka untuk mengambil,
memegang dan memperlajari benda kecil. Setelah mereka dapat merangkak

8
atau berjalan, mulai memperhatikan apa saja yang berada dalam jarak
jangkauannya

b. Tahap permainan

Bermain barang mainan dimuali pada tahun pertama dan mencapai puncaknya
pada usia antar 5 dan 6 tahun. Pada mulanya anak hanya mengeksplorasi
mainannya. Antara 2 dan 3 tahun mereka membayangkan bahwa mainannya
mempunyai sifat hidup, dapat bergerak, berbicara dan merasakan. Dengan
semakin berkembangnya kecerdasan anak, mereka tidak lagi mengangap
benda mati sebagai sesuatu yang hidup dan hal ini mengurangi minatnya pada
barang mainan. Faktor lain yang mendorong penyusutan minat dengan barang
mainan ini adalah bahwa permaianan itu sifatnya menyendiri sedangkan
mereka menginginkan teman. Setelah masuk sekolah, kebanyakan anak
mengangap bermaian barang sebagai “permaianan bayi”

c. Tahap bermain

Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam. Semula


mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian,
selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan, olahraga, hobi dan
bentuk permaianan matang lainnya.

d. Tahap melamun

Semakin mendekati masa puber, mereka mulai kehilangan minat pada


peramainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktu
dengan melamun. Melamun yang merupakan ciri khas anak remaja adalah
saat berkorban, saat mereka mengangap dirinya tidak diperlakukan dengan
baik dan tidak dimengerti oleh siapapun.

2.2.4 Fungsi Bermain terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak


akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama
bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan
sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan
moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).

2.2.5 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pola Bermain pada Anak

a. Status kesehatan, pada anak yang sedang sakit kemampuan psikomotorik/


kognitif terganggu. Sehingga ada saat-saat anak sangat ambisius pada
permainannya dan ada saat-saatanak sama sekali tidak punya keinginan untuk
bermaian.

9
b. Jenis kelamin, pada saat usia sekolah biasanya anka laki-laki engan bermain
dengan anak perempuan, mereka sudah bisa membentuk komunikasi sendiri,
dimana anak wanita bermain sesama wanita dan anak laki-laki bermain
sesama laki-laki. Tipe dan alat permainanpun akan berbeda, misalnya anak
laki-laki suka bermain bola, pada anak permpuan suka main boneka.

c. Lingkungan, lokasi dimana anak berada sangat mempengaruhi pola


permainan anak. Dikota-kota besar anak jarang sekali yang bermain layang-
layangan. Paling mereka bermain game karena memang tidak ada/jarang ada
tanah lapang/lapangan untuk bermain, berbeda dengan yang masih terdapat
tanah-tanah kosong.

d. Alat permainan yang cocok, disesuaikan dengan tahap perkembangan


sehingga anak menjadi senang untuk menggunakannya.

2.2.6 Karakteristik dan Klasifikasi dari Bermain

1. Menurut karakteristik sosial

a) Solitary play

Bermaian sendiri walaupun disekitarnya orang lain. Misalnya pada


bayi dan toddler, dia akan asyik dengan mainnya sendiri tanpa
menghiraukan orang-orang yang ada disekitarnya.

b) Pararel play

Bermain sejenis, anak bermain dengan kelompoknya, pada masing-


masing anak mempunyai mainan yang sama tetapi tidak ada interaksi
di antara mereka. Mereka tidak ketergantungan antara satu dengan
yang lainnya. Misalnya, masing-masing anak punya bola, maka dia
akan bermain dengan bolanya sendiri tanpa menghiraukan bola
temannya. Biasanya terjadi pada usia toddler dan pre school.

c) Associative play

Bermain dalam kelompok , dalam suatu aktivitas yang sama tetapi


masih belum terorganisir, tidak ada pembagian tugas, mereka bermain
sesuai keinginannya. Misalnya, anak bermain hujan-hujanan di teras
rumah, berlari-lari dan sebagainya. Hal ini banyak dialami pada anak
pre school.

d) Cooperative play

Anak bermain secara bersama-sama, permaianan sudah terorganisir


dan terencana, didalamnya sudah ada aturan main. Misalnya, anak
bermain kartu, petak umpet, terjadi pada usia sekolad dan adolescent.

10
2. Menurut isi

a) Sosial afektive play

Anak mulai belajar memberikan respon melalui orang dewasa dengan


cara merajuk/berbicara sehingga anak menjadi senang dan tertawa.

b) Sense of pleasure play

Anak mendapatkan kesenagan dari suatu objek disekelilingnya.


Misalnya, anak bermain pasir atau air sehingga anak tertawa bahagia.

c) Skill play

Memperoleh keterampilan sehingga anak akan melaksanakannya secara


berulang-ulang. Misalnya, anak bermain sepeda-sepedaan dan sedikit
mulai merasa bisa, maka dia akan berusaha untuk mencobanya lagi

d) Dramatic play

Melakukan peran sesuai keinginannya atau dengan apa yang dia lihat
dan dia dengar, sehingga anak akan membuat fantasi dari permaianan
itu. Misalnya, anak pernah berkunjung kerumah sakit waktu salah satu
tetangganya sakit, dia melihat perawat dan dokter . sesampainya
dirumah dia berusaha untuk memerankan dirinya sebagai seorang
perawat maupun dokter, sesuai dengan apa yang dia lihat dan diterima
tentang peran tersebut.

2.2.7 Pedoman untuk Keamanan Bermain

Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal,


maka diperlukan hal-hal seperti:
a.      Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil
kemungkinan untuk melakukan permainan.
b.      Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus
yang diberikan dapat optimal.
c.       Alat permainan
Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
d.      Ruang untuk bermain
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di
tempat tidur.
e.      Pengetahuan cara bermain

11
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan
pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat
permainan tersebut.
f.      Teman bermain
Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan
membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan
bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan anak menjadi lebih
akrab.

Ada juga yang disebut dengan Alat Permainan Edukatif (APE). APE
merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi permainan secara
optimal dan perkembangan anak,dimana melalui alat permainan ini anak akan
selalu dapat mengembangkan kemampuan fisiknya,bahasa,kemampuan
kognitifnya,dan adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fungsi perkembangan secara
optimal,maka alat permainan ini harus aman,ukurannya sesuai dengan usia
anak,modelnya jelas,menarik,sederhana,dan tidak mudah rusak.
Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada
masyarakat kurang memahami jenis permainan karena banyak orang tua membeli
permainan tanpa memperdulikan jenis kegunaan yang mampu mengembangkan
aspek tersebut,sehingga terkadang harganya mahal,tidak sesuai dengan umur anak
dan tipe permainannya sama.
Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh jenis
permainan yang dapat mengembangkan secara edukatif seperti : permainan
sepeda roda tiga atau dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong jenis ini
mempunyai pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau motorik kasar,kemudian
alat permainan gunting,pensil,bola,balok,lilin jenis alat ini dapat digunakan dalam
mengembangkan motorik halus, alat permainan buku bergambar, buku cerita,
puzzle, boneka , pensil warna, radio dan lain-lain, ini dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak, alat permainan
seperti buku gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televise tersebut dapat
digunakan dalam mengembangkan kemampuan bahasa, alat permainan seperti
gelas plastic, sendok, baju, sepatu, kaos kaki semuanya dapat digunakan dalam
mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri dan alat permainan seperti
kotak, bola dan tali, dapat digunakan secara bersama dapat dilakukan untuk
mengembangkan tingkah laku social.
Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada peran orang tua
atau pembimbing dalam bermain yang memiliki kemampuan tentang jenis alat
permainan dan kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan, mampu
mengkaji kebutuhan bermain seperti kapan harus berhenti dan kapan harus
dimulai, memberikan kesempatan untuk mandiri.
2.2.8 Terapi Bermain pada Anak yang Dihospitalisasi

12
Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan
aktivitas bermain. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk
menyelesaikan tugas perkembangan secara normal dan membangun koping
terhadap stres, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap penyakit dari
hospitalisasi (Mott, 1999).
Bermain juga menyediakan kebebasan untuk mengekspresikan emosi dan
memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu anak
menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan dan prosedur
invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap hospitalisasi berupa
perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak lebih kooperatif dalam
menjalani perawatan di rumah sakit.
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan
di suatu rumah sakit, antara lain:
1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan control
3. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
4. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh
5. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan
peralatan dan prosedur medis
6. Memberi peralihan dan relaksasi
7. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing
8. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan
perasaan
9. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang
positif terhadap orang lain
10. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
11. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong ,1996).

Prinsip Bermain di Rumah Sakit

1. Tidak banyak mengeluarkan energi, singkat dan sederhana.


2. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
3. Kelompok umur yang sama.
4. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan
5. Semua alat permainan dapat dicuci
6. Melibatkan orang tua.

Dukungan dari orang tuapun merupakan faktor penting yang harus diberikan
untuk memotivasi anak. Hal-hal yang perlu diberikan sebagai orang tua antara lain:

13
a. Memberikan dukungan
Dukungan positif dapat berupa menjaga anak saat dirawat di rumah sakit,
mendampingi anak saat diperiksa petugas medis, atau memberikan beberapa
treatment pengobatan. Yang tak kalah penting, memberi sentuhann lembut, seperti
pelukan atau mengelus saat anak mengalami kesakitan.
b. Bersikap optimis dan tidak menampakkan kecemasan didepan anak.
Orang tua yang menampakkan wajah ceria, meski beban yang ditanggungnya
cukup berat, akan membuat anak bersikap tabah dan ceria dalam menghadapi
kondisi sakitnya.
3. Menanamkan pengertian bahwa proses pengobatan dan perawatan dirumah
sakit adalah proses menuju kesembuhan.
Perlu diingat, beri pengertian kepada anak bahwa dokter atau petugas medis
lainnya adalah orang-orang yang menolongnya untuk sembuh

14
BAB III

STRATEGI PELAKSANAAN PROGRAM BERMAIN

 Leader : Winanda Sari


 Co-Leader : Lilis Kurniani
 Fasilitator :
a. Yunita
b. Cut Kemalahayati
c. Lysa Diawati
d. Yuniati
e. Afrida
f. Chairina
g. Miswardi

7. Observer : Dosen pembimbing dan Pembimbing ruangan

1. Jenis permainan : Mewarnai gambar


2. Jenis kelamin : Laki-laki & Perempuan
3. Usia : 6 – 12 tahun
4. Waktu permainan : ± 30 menit
5. Tempat permainan : Ruang Perawatan Anak RSUD Langsa
6. Alat yang digunakan : Kertas bergambar, pensil warna
7. Tujuan :
a. Meningkatkan hubungan perawat – klien.
b. Meningkatkan kreativitas pada anak.
c. Sosialisasi dengan teman sebaya / orang lain.
d. Melatih perkembangan motorik kasar pada anak.
7. Strategi permainan :

KEGIATAN BERMAIN

Kegiatan
No Tahapan Waktu
Perawat Klien
1. Fase Pra-Interaksi 5 menit a. Mempersiapkan diri
b. Mempersiapkan
media & alat yang akan
digunakan
c. Mempersiapkan
tempat untuk bermain
d. Mempersiapkan klien

15
2. Fase Orientasi 5 menit a. Mengucapkan salam a. Menjawab
b. Memperkenalkan diri salam
c. Kontrak waktu b. Menyimak
d. Menyampaikan tujuan c. Menyepakati
bermain d. Menyimak
e. Meyampaikan e. Menyimak
permainan yang akan
dilakukan f. Menjawab
pertanyaan
3. Fase Kerja 15 a. Menyampaikan cara a. Menyimak
me permainan yaitu
mewarnai gambar
b. Membimbing klien
dalam mewarnai gambar
4. Fase Terminasi 5 menit a. Menyimpulkan manfaat a. Menyimak
dari aktivitas bermain
anak
b. Memberi evaluasi b. Menjawab
secara lisan
c. Memberi rencana c. Menyimak
tindak lanjut
d. Memberi reward d. Klien merasa
kepeda klien jika dapat senang
membuat sebuah karya
dari kertas origami

a) Sebelum bermain berikan contoh dahulu kepada anak.


b) Buat anak duduk membentuk sebuah lingkaran.
c) Fasilitator memberikan kertas bergambar yang telah disediakan pada
masing-masing anak, kemudian leader membimbing anak untuk
mewarnainya.
d) Selama jalannya permainan semua fasilitator wajib membimbing masing-
masing anak untuk mewarnai gambar
e) Setelah leader selesai membimbing anak mewarnai gambar, semua
fasilitator mengecek semua kertas gambar yang telah diwarnai anak.
f) Berikan reward positif pada semua anak yang telah menyelesaikan tugas
untuk mewarnai gambarnya.

8. Evaluasi

16
1) Kaji respon anak secara verbal maupun non verbal dalam kemampuan anak
mengikuti permainan selama permainan berlangsung
2) Pantau keadaan anak selama bermain
3) Kaji tercapainya tujuan bermain

Denah Permainan

Keterangan:
Leader fasilitator

Co leader

Anak observer

Denah :

17
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perkembangan adalah hal yang teratur dan mengikuti rangkaian tertentu. Bermain
merupakan proses dinamis yang sesungguhnya tidak menghambat anak dalam
proses belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajar anak. Orang tua yang
keberatan terhadap aktivitas bermain anak justru menghambat kemampuan
kreativitas anak untuk mengenal dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya.
Dalam usia sekolah tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin banyak.

4.2 Saran

Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat memeberikan pelayanan dari


mulai manusia sebelum lahir sampai dengan meninggal, dalam merawat kasus
yang apapun tindakan yang diberikan akan sangat berbeda karena setiap orang
adalah unik, sehingga seorang perawat dituntut untuk mengerti proses tumbuh
kembang.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul Hidayat, A.Aziz. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta :


Salemba Medika

2. Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak Ed 6. Jakarta : Erlangga

3. Perry, A,G & Potter, P.A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta :
EGC.

4. Perry,A,G.& Potter,P.A. 1999. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

5. Riyadi, Sujono & Sukatmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak Ed Pertama.
Yogyakara : Graha Ilmu

6. Soetjiningsih 1998. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta.

7. Soetjiningsih. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta :
Idai

8. Wong,D.L. 1995. Nursing Care of Instants and Children,St. Louis Mosby

19

Anda mungkin juga menyukai