Anda di halaman 1dari 53

Copied for internal use.

After Webinar with LSC Kinabalu the


text should be deleted from participant’s file
(Bonar H Lumbantobing)

PENGANTAR

Pada tanggal 21 Januari 1530, Kaisar Karel V1 memanggil majelis


kekaisaran untuk bersidang pada bulan April berikutnya di Augsburg,
Jerman. Ia menghendaki daerah kekuasaannya bersatu dalam operasi-
operasi militernya melawan orang-orang Turki. Untuk itu, tampaknya
pertikaian agama yang timbul dalam negeri sebagai akibat dari
reformasi harus diselesaikan. Maka ia mengundang para pangeran dan
wakil kota-kota yang mandiri dalam kekaisaran itu untuk membicarakan
perbedaaan-perbedaan agama pada sidang yang akan datang dengan
harapan pertikaian-pertikaian itu dapat diatasi dan persatuan pulih
kembali. Sesuai dengan undangan ini, elektor2 Sakson meminta para
teolog di Wittenberg mempersiapkan penjelasan tentang kepercayaan
dan kebiasaan-kebiasaan gerejawi di wilayahnya. Sebelumnya, pada
musim panas 1529 telah dipersiapkan pernyataan tentang ajaran-ajaran,
yang disebut Pasal-pasal Schwabach, sehingga yang dibutuhkan
hanyalah pernyataan tambahan tentang perubahan-perubahan dalam
kebiasaan gerejawi yang berlaku di Sakson. Maka para teolog dari
Wittenberg mempersiapkan pernyataan tersebut, yang kemudian
disebut Pasal-pasal Torgau, karena pernyataan itu diterima dalam suatu
pertemuan yang diadakan di Torgau.
Pasal-pasal Schwabach dan Torgau, dengan naskah-naskah lainnya,
dibawa ke Augsburg. Lalu di sana kaum Lutheran memutuskan untuk
membuat pernyataan umum Lutheran, bukan hanya pernyataan Sakson
tentang hal-hal yang hendak disampaikan kepada kaisar. Situasi saat itu

1 Raja Karel V adalah raja Spanyol yang terpilih menjadi kaisar menggantikan Kaisar Maximilian
yang meninggal pada Januari 1519. Sidang pemilihan kaisar dilaksanakan di Augsburg, kota yang
di dalam sejarah reformasi mempunyai peranan yang amat penting (lih. W.J. Kooiman, Martin
Luther, hlm. 68, 77, 97).
2 Elektor (elector), yakni anggota kelompok bangsawan Jerman yang turut berhak memilih

kaisar.

31
32 Buku Konkord

juga mengharuskan agar dalam pernyataan tersebut menjadi jelas


bahwa kaum Lutheran tidak dapat disamakan begitu saja dengan semua
penentang Roma yang lain. Pertimbangan-pertimbangan lain juga
menghendaki agar persesuaian-persesuaian dengan Roma lebih
ditekankan daripada perbedaan-perbedaannya. Semua faktor ini
berperan dalam menentukan sifat naskah yang akan dipersiapkan oleh
Philip Melanchton. Pasal-pasal Schwabach menjadi dasar utama untuk
bagian pertama, dan Pasal-pasal Torgau menjadi dasar utama untuk
bagian kedua dari Konfesi Augsburg kelak. Luther, yang tidak hadir di
Augsburg, diminta nasihatnya melalui surat-surat, sedangkan
perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan terus diadakan hingga
hari menjelang penyampaiannya secara resmi kepada kaisar pada
tanggal 25 Juni 1530. Konfesi yang ditandatangani oleh tujuh orang
pangeran dan wakil dari dua kota yang mandiri itu, segera memperoleh
tempat yang penting sebagai pernyataan umum iman.
Sesuai dengan perintah kaisar, naskah-naskah konfesi itu
dipersiapkan dan disampaikan dalam bahasa Jerman dan Latin. Naskah
yang dibacakan dalam sidang itu ialah naskah berbahasa Jerman
sehingga naskah itu dianggap lebih resmi. Sayang sekali, naskah-naskah
yang disampaikan, baik dalam bahasa Jerman maupun dalam bahasa
Latin, tidak ada lagi dalam bentuk yang pasti. Namun, lebih dari lima
puluh salinan yang berasal dari tahun 1530 telah ditemukan, termasuk
rancangan naskah yang memperlihatkan pelbagai tahap dalam
persiapan sebelum tanggal 25 Juni serta salinan-salinan yang dibuat
setelah tanggal 25 Juni dengan berbagai perubahan dalam perumusan
kata-katanya. Naskah-naskah ini telah menjadi bahan penelitian kritis
para ahli. Naskah berbahasa Jerman dan Latin telah direkonstruksi dan
hasilnya sangat mirip, seandainya pun tidak sama, dengan naskah-
naskah yang disampaikan kepada kaisar.
{]v\z

PENDAHULUAN

[1] Yang Mulia, Baginda Kaisar, Maharaja yang pemurah,


Konfesi Augsburg 33

Belum lama ini Baginda berkenan memanggil majelis kekaisaran untuk


bersidang di Augsburg ini. Dalam panggilan tersebut Baginda menyatakan
keinginan yang sungguh-sungguh untuk memikirkan masalah-masalah yang
berkenaan dengan orang Turki, musuh bebuyutan kita dan orang Kristen,
dan bagaimana dengan bantuan yang terus-menerus kita dapat melawan
mereka secara efektif. [2] Baginda juga menyatakan keinginan untuk
memikirkan apa yang dapat dilakukan sehubungan dengan pertikaian
tentang iman kita yang kudus dan agama Kristen. Oleh karena itu, Baginda
meminta ketekunan dan keterbukaan untuk mendengar, mengerti dan
menimbang pandangan-pandangan, pendapat-pendapat dan kepercayaan-
kepercayaan beberapa pihak dari antara kita, untuk mempersatukannya
dalam kesepakatan tentang satu kebenaran Kristen, [3] untuk menyisihkan
apa-apa yang tidak ditafsirkan atau diulas dengan benar oleh masing-
masing pihak,3 [4] supaya kita semua memeluk dan menganut satu agama
yang benar serta hidup bersama-sama dalam kesatuan, dalam satu
persekutuan dan gereja, sebagaimana kita semua adalah satu di dalam
Kristus.4 [5] Karena kami para elektor dan para pangeran dan rekan-rekan
kami yang bertanda tangan di bawah ini, bersama para elektor, pangeran
dan penguasa lainnya,5 telah dipanggil untuk maksud tersebut, kami telah
memenuhi perintah itu dan tanpa membanggakan diri kami dapat
mengatakan bahwa kami termasuk orang-orang yang pertama tiba.6
[6] Sehubungan dengan masalah yang berkenaan dengan iman dan
sesuai dengan panggilan Kaisar, Baginda yang Mulia juga telah meminta7
dengan murah hati dan sungguh-sungguh agar masing-masing elektor,
pangeran dan penguasa menuliskan dan menyampaikan dalam bahasa
Jerman dan Latin, pandangan-pandangan, pendapat-pendapat dan keper-
cayaan-kepercayaan tentang kesalahan-kesalahan, pertikaian-pertikaian dan
penyalahgunaan-penyalahgunaan yang dimaksud. [7] Karena itu, setelah
memikirkan dan mempertimbangkannya benar-benar, maka pada hari Rabu

3 Dalam naskah Latin: dalam tulisan-tulisan masing-masing pihak.


4 Demikianlah yang dikatakan dalam undangan kaisar.
5 Majelis kekaisaran terdiri dari tujuh orang pengeran yang disebut ”elektor” (pemilih),

pangeran-pangeran yang lain dan wakil-wakil dari kota yang mandiri.


6 Elektor Yohanes dari Sakson dan Philip penguasa wilayah Hesse tiba pada bulan Agustus

mendahului kaisar.
7 Pada pembukaan sidang yang resmi, tanggal 20 Juni 1530.
34 Buku Konkord

yang lalu, sesuai dengan keinginan Baginda, telah diputuskan agar kami
mengajukan masalah kami dalam bahasa Jerman dan Latin pada hari ini
(Jumat).8 [8] Maka dengan penuh ketaatan dan kepatuhan kepada Baginda
yang Mulia, kami mempersembahkan dan menyampaikan pengakuan
mengenai ajaran para pendeta dan pengkhotbah kami dan iman kami
sendiri, yang menerangkan berdasarkan Kitab Suci, bagaimana dan dengan
cara apa hal-hal ini dikhotbahkan, diajarkan, disampaikan dan dianut di
negeri-negeri, daerah-daerah, wilayah-wilayah dan kota-kota kami.
[9] Jika para elektor, para pangeran dan para penguasa lainnya juga
menyerahkan pernyataan tertulis yang serupa tentang pandangan-pan-
dangan dan pendapat-pendapat mereka dalam bahasa Latin dan Jerman,
maka dengan ketaatan kepada Baginda Kaisar yang Mulia, junjungan kami
yang murah hati, [10] kami bersedia bertukar pikiran dengan mereka dan
rekan-rekan mereka, sepanjang hal ini dapat dilakukan dengan hormat,
dengan cara-cara yang praktis dan pantas sehingga persatuan dapat pulih
kembali. Dengan demikian, hal-hal yang menjadi pertikaian di antara kami
dapat disampaikan secara tertulis oleh kedua belah pihak, dan kami dapat
dipersatukan dalam satu agama yang benar, [11] sebagaimana kita semua
berada di bawah satu Kristus dan mesti mengakui serta berjuang untuk
Kristus. Semua ini sesuai dengan panggilan Baginda yang Mulia yang telah
disebut di atas. Agar hal ini dapat dilakukan sesuai dengan kebenaran Allah,
kami berseru kepada Allah yang Mahakuasa dengan segala kerendahan hati
dan memohon dengan sangat kepada-Nya untuk melimpahkan anugerah-
Nya demi tujuan ini. Amin.
[12] Namun, jika raja-raja, teman-teman dan rekan-rekan kami yang
mewakili para elektor, pangeran dan para penguasa dari pihak lain, tidak
mematuhi tata cara yang dimaksudkan panggilan Baginda yang Mulia, jika
tidak terjadi perundingan-perundingan dalam suasana bersahabat dan hati
yang lapang di antara kami, dan jika tidak ada hasil-hasil yang dicapai, [13]
bagaimanapun juga pihak kami tidak akan berpangku tangan, sejauh Allah
dan hati nurani mengizinkan, demi tercapainya kesatuan Kristen. [14]
Tentang hal ini, Baginda yang Mulia, teman-teman kami yang telah disebut
di atas (para elektor, pangeran dan penguasa) dan setiap pecinta agama

8 Pada akhirnya penyampaian itu ditunda dari hari Jumat ke Sabtu (25 Juni).
Konfesi Augsburg 35

Kristen yang prihatin atas persoalan-persoalan ini akan cukup diyakinkan


dengan sepantasnya oleh isi pengakuan yang kami serahkan bersama.
[15] Pada waktu yang lalu9 Baginda yang Mulia telah berkenan
memberi jaminan kepada para elektor, pangeran dan penguasa dari seluruh
kekaisaran, khususnya dalam pengarahan umum pada sidang di Spires
tahun 1526 bahwa demi alasan-alasan yang dikemukakan di atas, [16]
Baginda yang Mulia tidak bersedia memberi keputusan-keputusan atas hal-
hal yang berkenaan dengan iman kita yang kudus, namun akan terus
mendesak paus untuk mengadakan konsili. [17] Dan lagi, melalui
pengarahan tertulis pada sidang yang terakhir di Spires setahun lalu, [18]
para elektor, pangeran dan penguasa dari seluruh kekaisaran, antara lain,
diberitahu dan diingatkan wakil Baginda Kaisar (Baginda Raja Hungaria,
Bohemia dan lain-lain) dan juru bicara serta utusan-utusan yang diangkat
Baginda Kaisar bahwa wakil Baginda Kaisar, para pembesar dan para
penasihat kekaisaran (bersama para elektor, pangeran dan para wakil
penguasa yang tidak hadir) yang berkumpul pada sidang yang diadakan di
Ratisbon10 telah mempertimbangkan usul untuk mengadakan konsili am
dan [19] mereka mengakui bahwa konsili seperti itu akan bermanfaat.
Karena hubungan antara Baginda yang Mulia dengan paus semakin baik dan
berkembang menuju pengertian kristiani,11 bahwa paus tidak akan menolak
untuk mengadakan konsili am, [20] sehingga Baginda yang Mulia dengan
murah hati telah menyatakan kesediaan untuk mengajukan dan
mengusahakan penyelenggaraan konsili am seperti itu oleh paus bersama
dengan Baginda yang Mulia, sesegera mungkin, tanpa membiarkan aral
melintang.
[21] Jika hasilnya seperti yang kami sebutkan di atas,12 kami me-
nyatakan kesediaan dengan penuh ketaatan, bahkan lebih dari yang di-
mintakan, untuk berperan dalam konsili Kristen yang umum dan bebas
seperti itu, sebagaimana diminta oleh para elektor, para pangeran dan para

9 Dalam naskah Latin ditambahkan: tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali.


10 Hanya sedikit yang menghadiri sidang di Ratisbon pada tahun 1527. Sidang ini ditunda tanpa
banyak hasil.
11 Sesudah perdamaian di Barcelona (1529), diadakan kesepakatan pada tahun 1529, yang

disusul dengan pemahkotaan kaisar pada bulan Februari 1930.


12 Naskah Latin: Jika ternyata perbedaan-perbedaan antara kami dan pihak lainnya tidak dapat

diselesaikan dalam suasana bersahabat.


36 Buku Konkord

penguasa dengan niat baik dan luhur pada setiap sidang kekaisaran yang
telah diadakan selama pemerintahan Baginda yang Mulia. [22] Pada
berbagai kesempatan kami telah mengajukan sanggahan-sanggahan dan
permohonan-permohonan kami tentang hal-hal yang terpenting ini dan
kami telah melakukannya dalam bentuk dan tata cara yang sah. [23]
Tentang hal-hal ini kami menyatakan kesetiaan kami yang tetap, dan kami
tidak akan surut dari pendirian kami oleh perundingan-perundingan ini
ataupun yang lain (kecuali masalah-masalah yang dipertikaikan akhirnya
didengar, ditimbang dengan hati yang lapang, diselesaikan dengan penuh
kasih hingga tercapai kesepakatan Kristen sesuai dengan panggilan Baginda
yang Mulia), sebagaimana bersama ini kami saksikan dan tegaskan di
hadapan umum. [24] Inilah pengakuan kami dan para rekan kami, yang
dinyatakan dengan jelas, Pasal demi Pasal, sebagai berikut.
{]v\z

PASAL-PASAL TENTANG
IMAN DAN AJARAN

I [ALLAH]13
[1] Sesuai dengan keputusan Konsili Nicea14, kami dengan sehati
berpegang dan mengajarkan [2] bahwa ada satu hakikat ilahi, yang disebut
Allah dan sesungguhnya adalah Allah, dan ada tiga pribadi dalam satu
hakikat ilahi ini, setara dalam kuasa dan sama-sama kekal; Allah Bapa, Allah
Anak, Allah Roh Kudus. [3] Ketiganya adalah satu hakikat ilahi, kekal, tidak
terbagi-bagi, tidak berakhir, mahakuasa, mahaarif dan mahabaik, satu
Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak
kelihatan. [4] Istilah ”pribadi” haruslah dimengerti sebagaimana Bapa-bapa

13 Judul dari beberapa pasal, yang terdapat dalam tanda kurung di sini, dicantumkan kemudian
pada tahun 1533 dan sesudahnya.
14 Yang dimaksud adalah Pengakuan Iman Nicea.
Konfesi Augsburg 37

Gereja menggunakan dalam kaitan ini, bukan sebagai sutau bagian dari yang
lain, melainkan sebagai yang ada dari dirinya sendiri.15
[5] Karena itu kami menolak semua ajaran sesat yang bertentangan
dengan Pasal ini. Antara lain, ajaran sesat kaum Manikheis,16 yang me-
nyatakan bahwa ada dua allah, satu yang baik dan satu yang jahat; juga
ajaran sesat kaum Valentinian,17 kaum Arian,18 kaum Eunomian,19 kaum
Muslimin,20 dan ajaran-ajaran lain yang serupa; [6] juga ajaran sesat kaum
Samosatan,21 yang sama dan baru, yang meyakini bahwa ada satu pribadi
saja dan dengan licik menyatakan bahwa keduanya yang lain, Firman dan
Roh Kudus, bukanlah pribadi-pribadi yang berbeda; sebaliknya Firman itu
merupakan kata atau suara yang lahiriah dan Roh Kudus adalah suatu
gerakan yang ditimbulkan dalam makhluk ciptaan.

II [DOSA ASALI]
[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa sejak kejatuhan Adam
semua manusia yang dilahirkan secara kodrati, dikandung dan dilahirkan
dalam dosa. Yakni semua manusia penuh dengan nafsu dan kecenderungan
yang jahat sejak dalam kandungan ibunya dan pada hakikatnya tidak
mampu memiliki rasa takut dan iman yang sejati kepada Allah. [2] Lagi pula,
penyakit bawaan dan dosa turunan ini benar-benar adalah dosa, serta
menghukum semua orang yang tidak dilahirkan kembali melalui baptisan
dan Roh Kudus, ke dalam murka Allah yang kekal.

15 Dalam gereja lama, istilah hypostasis atau persona dalam bahasa Latin dipergunakan untuk
menentang Modalisme, yaitu paham yang memandang Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus sebagai
tiga modus (cara berada) atau manifestatio (penampakan) Allah yang esa.
16 Agama yang didasarkan pada dualisme Persia yang dipadukan dengan unsur-unsur

kepercayaan Kristen dan unsur-unsur lainnya. Agama ini didirikan oleh Mani pada abad ke-3
dan dinamai menurut nama pendirinya.
17 Kaum Gnostik dari abad ke-2 yang mengambil namanya dari Valentinus.

18 Para pengikut Arius yang dihukum pada Konsili Nicea tahun 325. Arius berpandangan bahwa

Anak itu diciptakan dan substantia atau ”hakikat”nya berbeda dengan Bapa.
19 Para pengikut Eunomius, seorang penganut Arianisme kiri pada akhir abad ke-4.

20 Para reformator sering menyebut ajaran Islam sebagai yang anti-Trinitas.

21 Para pengikut Paulus dari Samosata pada abad ke-3, yang mengajarkan bahwa Yesus adalah

seorang manusia yang dikarunia Roh secara khusus. Para pengikut ”Samosatan yang baru”
adalah kaum spiritualis yang anti-Trinitas dari abad ke-16, seperti Yohanes Campanus dan Hans
Denck.
38 Buku Konkord

[3] Dalam kaitan ini, kami menolak kaum Pelagian22 dan pihak lain
yang menyangkal dosa asali sebagai dosa sebab mereka berpendirian
bahwa manusia kodrati dibenarkan oleh usaha-usahanya sendiri, dan
dengan demikian mereka mengabaikan penderitaan dan jasa Kristus.

III [ANAK ALLAH]


[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa Allah Anak menjadi
manusia, dilahirkan dari anak dara Maria, [2] dan kedua tabiat-Nya, ilahi dan
insani, secara tak terpisahkan berpadu dalam satu pribadi, sehingga ada satu
Kristus saja, Allah sejati dan manusia sejati, yang benar-benar dilahirkan,
menderita, disalibkan, mati dan dikuburkan [3] untuk menjadi korban bagi
dosa asali maupun dosa-dosa lainnya, serta untuk mendamaikan murka
Allah. [4] Kristus yang sama juga turun ke alam maut, benar-benar bangkit
dari antara orang mati pada hari yang ketiga, naik ke sorga, dan duduk di
sebelah kanan Allah, supaya ia memerintah dan berkuasa secara kekal atas
seluruh makhluk ciptaan, supaya melalui Roh Kudus ia menguduskan,
memurnikan, meneguhkan dan menghibur semua orang yang percaya
kepada-Nya, [5] supaya Ia mengaruniakan kepada mereka kehidupan, setiap
anugerah dan berkat, dan supaya Ia melindungi serta menjaga mereka
terhadap iblis dan dosa. [6] Kristus Tuhan yang sama akan kembali secara
terang-terangan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati,
sebagaimana dinyatakan dalam Pengakuan Iman Rasuli.

IV [PEMBENARAN]
[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa kita tidak dapat mem-
peroleh pengampunan dosa dan kebenaran di hadapan Allah dengan jasa-
jasa, perbuatan-perbuatan, atau dengan menebus dosa-dosa kita sendiri;
sebaliknya kita menerima pengampunan dosa dan menjadi benar di hadapan
Allah oleh anugerah, demi Kristus, melalui iman, [2] apabila kita percaya
bahwa Kristus menderita bagi kita dan demi Dia dosa kita diampuni dan kita
diberi kebenaran serta hidup yang kekal. [3] Sebab Allah akan memandang

22 Para pengikut Pelagius pada awal abad ke-5 yang mengajarkan bahwa pada hakikatnya
manusia tidak berdosa dan dapat diselamatkan oleh perbuatannya sendiri dengan bantuan
anugerah Allah. Para reformator menuduh Ulrich Zwingli dan para teolog skolastik mengajarkan
Pelagianisme.
Konfesi Augsburg 39

dan memperhitungkan iman ini sebagai kebenaran, seperti yang dikatakan


Paulus dalam Roma 3:21-26 dan 4:5.

V [JABATAN PELAYANAN]23
[1] Untuk memperoleh iman yang demikian (dalam pasal IV), Allah
mengadakan jabatan pelayanan, yakni untuk melayankan Injil dan sakramen-
sakramen. [2] Melalui pelayanan Injil dan sakramen-sakramen ini,
sebagaimana halnya melalui sarana, Ia memberikan Roh Kudus yang
menimbulkan iman dalam diri orang-orang yang mendengar Injil itu,
bilamana dan di mana Ia kehendaki. [3] Dan Injil mengajarkan bahwa kita
mempunyai Allah yang rahmani, bukan oleh jasa-jasa kita sendiri, melainkan
oleh jasa Kristus, apabila kita percaya akan hal itu.
[4] Terkutuklah kaum Anabaptis dan lain-lain24 yang mengajarkan
bahwa Roh Kudus datang kepada kita melalui persiapan-persiapan, pe-
mikiran-pemikiran dan perbuatan-perbuatan kita sendiri tanpa firman Injil
yang nyata.

VI [KETAATAN BARU]
[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa iman yang demikian mesti
menghasilkan buah-buah dan perbuatan-perbuatan yang baik dan kita harus
melakukan semua perbuatan baik seperti itu, sebagaimana telah
diperintahkan Allah,25 tetapi kita melakukannya demi Allah dan tidak
menaruh kepercayaan kita pada hal-hal itu seolah-olah dengan begitu kita
dapat mengambil hati Allah. [2] Sebab kita menerima pengampunan dosa
dan pembenaran melalui iman dalam Kristus, sebagaimana Kristus berkata,
”Demikian jugalah kamu berkata: kami adalah hamba-hamba yang tidak
berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan” (Luk.
17:10). Bapa-bapa Gereja juga mengajarkan begitu, sebab Ambrosius

23 Judul ini menimbulkan salah pengertian. Perlu dicamkan bahwa para reformator mengerti
”jabatan pelayanan” bukan dalam arti jabatan gerejawi yang resmi, sebagaimana tampak jelas
dalam isi pasal ini.
24 Misalnya Sebastian Franck dan Caspar Schwenkdeld pada abad ke-16 mengajarkan bahwa

Roh Kudus datang kepada manusia tanpa sarana.


25 Bertentangan dengan perbuatan-perbuatan yang tidak diperintahkan Allah, lihat di bawah

pasal XX, 3 dan XXVI, 2.


40 Buku Konkord

berkata, ”Allah telah menetapkan bahwa barang siapa yang percaya kepada
Kristus akan diselamatkan, dan ia akan memperoleh pengampunan dosa,
bukan melalui perbuatan-perbuatan, melainkan melalui iman saja, tanpa
jasa.”26

VII [GEREJA]
[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa gereja Kristus yang esa
akan ada dan tetap selamanya. Inilah persekutuan semua orang percaya
yang memberitakan Injil diberitakan dengan murni dan melayankan sa-
kramen-sakramen kudus dilayankan sesuai dengan Injil. [2] Sebab untuk
keesaan gereja Kristen yang benar, cukuplan Injil diberitakan sesuai dengan
pengertian yang murni dan sakramen-sakramen dilayankan sesuai dengan
firman Allah. [3] Untuk keesaan gereja Kristen yang benar, upacara-upacara
yang ditetapkan manusia tidak perlu dilaksanakan seragam di segala
tempat. [4] Seperti Paulus katakan dalam Efesus 4:4-5, ”satu tubuh, dan satu
Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang
terkandung pada panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan.”

VIII [APAKAH GEREJA ITU]


[1] Walaupun gereja Kristen sebenarnya tidak lain daripada perse-
kutuan semua orang percaya dan orang kudus, dalam hidup ini masih
terdapat banyak orang Kristen palsu, orang-orang munafik, bahkan para
penjahat besar di antara orang-orang saleh. [2] Namun begitu, sakramen-
sakramen tetap berlaku, sekalipun para imam yang melayankannya adalah
orang-orang jahat, seperti yang dikatakan Kristus sendiri, ”Ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa” (Mat. 23:2). [3] Oleh
karena itu, terkutuklah kaum Donatis27 dan semua orang yang menganut
pandangan-pandangan yang bertentangan dengan itu.

26Ambrosius, The First Epistle to the Corinthians, 1:4.


27Kaum entusias pada abad ke-4, yang menyangkal keabsahan pelayanan yang dilakukan oleh
orang-orang yang murtad dalam penganiayaan.
Konfesi Augsburg 41

IX [BAPTISAN]
[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa Baptisan itu penting dan
anugerah diberikan melaluinya. [2] Anak-anak juga haruslah dibaptiskan,
sebab dalam baptisan mereka diserahkan kepada Allah dan menjadi
berkenan kepada-Nya.
[3] Dengan alasan ini, kami menolak kaum Anabaptis yang meng-
ajarkan bahwa baptisan anak-anak tidak benar.

X [PERJAMUAN KUDUS]
[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa tubuh dan darah Kristus
benar-benar hadir dalam pelayanan Perjamuan Kudus dalam bentuk roti
dan anggur yang dibagi-bagikan dan diterima. [2] Karena itu, kami menolak
ajaran yang bertentangan dengan ini.

XI [PENGAKUAN DOSA]
[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa pengampunan dosa secara
perorangan harus dipelihara dan jangan diabaikan. Tetapi dalam pengakuan
dosa tidak perlu menyebutkan semua kesalahan dan dosa,28 satu demi satu,
[2] sebab hal itu tidak mungkin. Mazmur 19:13, ”Siapakah yang dapat
mengetahui segala kesesatan?”

XII [PERTOBATAN]
[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa bila mereka yang berbuat
dosa setelah dibaptis, bertobat, [2] gereja tidak boleh menolak
pengampunan dosa baginya. [3] Sesungguhnya pertobatan sejati tidak lain
daripada penyesalan dan duka cita yang dalam, atau rasa ngeri oleh karena
dosa, [5] dan pada saat yang sama percaya akan Injil dan pengampunan
dosa (yakni, dosa itu telah diampuni dan anugerah diperoleh melalui
Kristus), maka iman ini akan menghibur serta mendamaikan hati.29 [6] Lalu
hidupun mesti diperbarui dan dosa ditinggalkan, sebab kedua hal inilah yang

28Demikianlah yang dituntut oleh Konsili Lateran Keempat (1215), Pasal 21.
29Naskah Latin mempertajam perbedaannya dari sakramen tobat menurut ajaran Katolik Roma
(contritio= penyesalan, confessio= pengakuan, absolutio= pengampunan dosa dan satisfactio=
pemuasan).
42 Buku Konkord

harus menjadi buah-buah pertobatan, seperti yang dikatakan Yohanes,


”Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.”
[7] Dalam hal ini, kami menolak mereka yang mengajarkan bahwa
mereka yang menjadi orang-orang saleh, tidak dapat jatuh lagi.30
[9] Di pihak ini, terkutuklah kaum Novatian31 yang menolak peng-
ampunan dosa bagi orang yang berbuat dosa setelah baptisan.
[10] Kami juga menolak mereka yang mengajarkan bahwa pengam-
punan dosa tidak diperoleh melalui iman, tetapi dengan menebus dosa-dosa
sendiri.

XIII [PENGGUNAAN SAKRAMEN-SAKRAMEN]


[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa sakramen-sakramen di-
adakan bukan hanya sebagai tanda-tanda yang dengannya orang dapat
dikenal secara lahiriah sebagai orang Kristen, melainkan agar sakramen-
sakramen menjadi tanda-tanda dan kesaksian-kesaksian akan kehendak
Allah atas kita untuk membangkitkan dan meneguhkan iman kita.
[2] Karena itu sakramen-sakramen itu harus disertai iman, dan sakramen-
sakramen itu dipergunakan dengan benar apabila diterima dalam iman dan
untuk meneguhkan iman.

XIV [TATA TERTIB GEREJA]


Di kalangan kami diajarkan bahwa tidak seorang pun boleh mengajar
atau berkhotbah atau melayankan sakramen-sakramen dalam gereja tanpa
panggilan resmi.

XV [PERAYAAN-PERAYAAN]
[1] Tentang perayaan-perayaan gereja yang ditetapkan manusia, di
kalangan kami diajarkan bahwa yang mesti dipelihara adalah perayaan-
perayaan yang dapat dilaksanakan tanpa berdosa serta yang menciptakan
damai dan ketertiban dalam gereja, misalnya hari-hari suci tertentu,

30Hans Deck, antara lain, mengajarkan demikian.


31 Kaum entusias di Roma pada abad ke-3, yang menolak pemulihan bagi mereka yang me-
lakukan dosa-dosa besar, sekalipun mereka telah bertobat.
Konfesi Augsburg 43

perayaan-perayaan tertentu32 dan sebagainya. [2] Namun pelaksanaan-


pelaksanaannya kami sertai dengan petunjuk agar hati nurani tidak
dibebani dengan pemikiran bahwa hal-hal tersebut perlu bagi keselamatan.
[3] Lagi pula, di kalangan kami diajarkan bahwa semua peraturan dan
tradisi yang diadakan manusia dengan maksud mengambil hati Allah dan
memperoleh anugerah adalah bertentangan dengan Injil dan ajaran iman
akan Kristus. [4] Oleh karena itu, kaum kebiaraan dan tradisi-tradisi lainnya
tentang pembedaan makanan, hari-hari tertentu dan sebagainya,33 yang
dimaksudkan untuk memperoleh anugerah Allah dan menebus dosa adalah
sia-sia dan bertentangan dengan Injil.

XVI [PEMERINTAH]34
[1] Di kalangan kami diajarkan bahwa pemerintah sipil (civil ordi-
nancies) di dunia ini dan semua peraturan serta undang-undang yang
berlaku, diadakan dan ditetapkan oleh Allah demi ketertiban, [2] dan orang
Kristen, tanpa berdosa, boleh menduduki jabatan di pemerintahan, atau
bertugas sebagai pangeran-pangeran dan hakim-hakim, membuat keputusan-
keputusan dan menjatuhkan hukuman sesuai dengan undang-undang
kekaisaran dan undang-undang lainnya yang berlaku, melaksanakan
hukuman mati atas para penjahat, ikut berperang untuk menegakkan
keadilan, menjadi serdadu, berniaga, mengangkat janji bila perlu, memiliki
harta, berkeluarga dan sebagainya.
[3] Dalam hal ini terkutuklah kaum Anabaptis yang mengajarkan
bahwa tidak satu pun dari hal-hal tersebut sesuai dengan kekristenan.35
[4] Terkutuklah juga mereka yang mengajarkan, bahwa demi ke-
sempurnaan Kristen, orang harus meninggalkan rumah dan keluarga, anak

32 Pada waktu itu kaum Lutheran menghapus banyak hari peringatan orang-orang suci dan
memindahkan sebagian besar hari peringatan para rasul ke hari-hari Minggu berikutnya, tetapi
tetap mempertahankan banyak perayaan menurut tahun gereja.
33 Hari-hari puasa dalam gereja Roma, misalnya hari Rabu, Jumat dan Sabtu setelah Minggu

pertama dalam Minggu-minggu Sengsara Kristus.


34 Inggris: civil government (pemerintahan sipil).

35 Sebenarnya kaum Anabaptis berbeda satu sama lain dalam sikap mereka terhadap negara,

perkawinan dan kehidupan ekonomi. Tetapi yang dimaksudkan di sini ialah golongan yang
menolak hal-hal tersebut.
44 Buku Konkord

istri, serta menolak kegiatan-kegiatan yang disebutkan di atas.36 Sebenarnya


kesempurnaan yang sejati hanyalah takut akan Allah dan benar-benar
beriman kepada Allah, sebab Injil tidak mengajarkan cara hidup yang
lahiriah dan fana, melainkan cara hidup yang rohani dan kekal serta
ketulusan hati. [5] Injil tidak menolak pemerintah, negara dan perkawinan,
melainkan menghendaki supaya semua hal itu dipelihara sebagai ketentuan-
ketentuan Allah yang benar dan setiap orang, sesuai dengan panggilannya
sendiri, mewujudkan kasih Kristen dan perbuatan baik dalam
kedudukannya sehari-hari. [6] Karena itu, orang Kristen wajib tunduk
kepada pemerintah dan memenuhi semua perintah dan undang-undangnya
yang dapat dilaksanakan tanpa berdosa.
[7] Namun apabila perintah-perintah dari pemerintah sipil tidak dapat
ditaati tanpa berdosa, kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada
manusia (Kis. 5:29).

XVII [KEDATANGAN KRISTUS UNTUK MENGHAKIMI]


[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa Yesus Kristus Tuhan kita
akan kembali pada akhir zaman untuk menghakimi dan membangkitkan
semua orang mati, [2] memberi hidup dan kesukaan kekal kepada orang-
orang yang percaya dan yang terpilih, [3] dan sebaliknya akan menghukum
orang-orang fasik bersama iblis ke neraka serta hukuman kekal.
[4] Karena itu, kami menolak kaum Anabaptis yang mengajarkan
bahwa iblis dan orang-orang terkutuk tidak akan menderita siksaan kekal.37
[5] Kami juga menolak pendapat-pendapat Yahudi tertentu yang mulai
muncul dan mengajarkan bahwa sebelum kebangkitan orang mati, orang-
orang kudus dan orang-orang saleh akan mempunyai suatu kerajaan
duniawi dan membinasakan semua orang fasik.38

36 Gagasan kesempurnaan Kristen yang disebutkan di sini terwujud dalam kehidupan membiara
(yang disebut ”hidup kesempurnaan”) dan dianut oleh sebagian kaum Anabaptis. Lihat juga di
bawah, pasal XXVII.
37 Antara lain, Hans Denck dan Melchior Rinck mengajarkan demikian.

38 Oleh pengaruh Hans Hut dan sebagian orang Yahudi di Worms, Melchior Rinck meramalkan

bahwa kerajaan seribu tahun akan mulai pada Paskah tahun 1530.
Konfesi Augsburg 45

XVIII [KEHENDAK BEBAS]


[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa manusia memiliki suatu
batas kehendak bebas yang memampukan dia untuk hidup terhormat
secara lahiriah serta memilih hal-hal yang dapat diterima akal budi.
[2] Tetapi tanpa anugerah, pertolongan dan karya Roh Kudus, manusia tidak
dapat membuat dirinya berkenan kepada Allah, takut akan Allah dan
percaya kepada Allah dengan segenap hatinya atau menyingkirkan nafsu-
nafsu jahat yang dibawa sejak lahir dari hatinya. [3] Hal ini dilakukan oleh
Roh Kudus yang dikaruniakan melalui firman Allah, sebab dalam 1 Korintus
2:14 Paulus berkata, ”Manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal
dari Roh Allah.”
[4] Agar jelas bahwa ajaran ini bukanlah hal baru, di sini kami me-
ngutip kata-kata Augustinus yang jelas tentang kehendak bebas dari bu-
kunya yang ketiga, Hyponesticon:39 ”Kami mengakui bahwa semua manusia
mempunyai kehendak bebas, sebab semua orang mempunyai pengertian
dan akal budi kodrati yang bersifat bawaan. Namun, ini memampukan
mereka melakukan hal-hal yang berhubungan dengan Allah (misalnya
mengasihi Allah dengan sepenuh hati atau takut akan Dia), sebab hanya
dalam perbuatan-perbuatan lahiriah mereka mempunyai kebebasan untuk
memilih yang baik atau yang jahat. [5] Yang saya maksudkan dengan yang
baik ialah apa yang dapat mereka lakukan secara kodrati, entah bekerja di
ladang atau tidak, makan dan minum atau tidak, mengunjungi teman atau
tidak, mengenakan atau menanggalkan pakaian, mendirikan rumah,
berkeluarga, berniaga, ataupun melakukan apa-apa yang baik dan
berfaedah. [6] Tidak satu pun dari hal-hal tersebut ada atau berada tanpa
Allah, melainkan segala sesuatu adalah dari Dia dan melalui Dia. [7] Akan
tetapi, manusia dapat pula berbuat jahat atas pilihannya sendiri, misalnya
apabila mereka mau bersujud di hadapan berhala, melakukan pembunuhan
dan sebagainya.40

39 Hyponesticon contra Pelagianos et Coelestinianos, III:4, 5 dianggap berasal dari kumpulan


karya Augustinus yang lebih tua.
40 Ragam bahasa yang lebih tua menambahkan di sini: Kami menolak mereka yang mengajarkan

bahwa kita dapat memelihara perintah-perintah Allah tanpa anugerah dan Roh Kudus. Sebab
meskipun pada hakikatnya kita mampu melakukan secara lahiriah apa yang ditentukan dalam
suatu perintah, kita tidak mampu melakukan dalam hati kita apa yang sesungguhnya dituntut
46 Buku Konkord

XIX [PENYEBAB DOSA]


Di kalangan kami juga diajarkan bahwa sekalipun Allah Yang Ma-
hakuasa telah menciptakan dan tetap memelihara alam ini, namun dosa
terjadi pada semua orang jahat dan pencemooh Allah oleh kehendak yang
menyeleweng. Inilah kehendak iblis dan semua orang fasik; segera setelah
Allah menarik sokongan-Nya, kehendak itu berpaling dari Allah kepada yang
jahat, seperti yang Kristus katakan dalam Yohanes 8:44: ”Apabila ia (iblis)
berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri.”

XX [IMAN DAN PERBUATAN BAIK]


[1] Para pengajar kami dituduh secara palsu bahwa mereka melarang
orang melakukan perbuatan baik.
[2] Tulisan-tulisan mereka tentang Dasatitah dan tulisan-tulisan la-
innya menunjukkan bahwa mereka justru memberikan uraian-uraian serta
ajaran-ajaran yang baik dan bermanfaat tentang cara-cara hidup dan
perbuatan-perbuatan Kristen yang sejati.
[3] Memang dahulu sedikit sekali diajarkan tentang hal-hal ini; se-
bagian besar khotbah pada waktu itu hanya berbicara tentang perbuatan-
perbuatan yang kekanak-kanakan dan sia-sia, [4] seperti doa-doa tasbih,
pemujaan orang-orang kudus, kebiaraan, ziarah-ziarah, puasa-puasa ter-
tentu, hari-hari suci, persaudaraan-persaudaraan (brotherhoods)41 dan
sebagainya.
[5] Para penentang kami tidak mengagung-agungkan lagi perbuatan-
perbuatan yang sia-sia ini, sebagaimana mereka lakukan dahulu, dan
sekarang mereka juga mulai berbicara tentang iman, yang dahulu tidak
mereka beritakan sama sekali.
[6] Mereka tidak mengajarkan lagi bahwa kita menjadi benar di ha-
dapan Allah oleh perbuatan-perbuatan kita saja, tetapi mereka menam-
bahkan pula perlunya iman kepada Kristus dan mengatakan bahwa iman
beserta perbuatan-perbuatan membuat kita benar di hadapan Allah. [7]

oleh perintah-perintah Allah, yakni sungguh-sungguh takut, mengasihi dan percaya akan Allah
dan sebagainya.
41 Perkumpulan-perkumpulan kaum awam untuk latihan ibadat dan perbuatan baik.
Konfesi Augsburg 47

Ajaran ini lebih memberi penghiburan daripada ajaran bahwa kita mesti
mengandalkan perbuatan-perbuatan kita saja.
[8] Oleh karena ajaran tentang iman, yang adalah pokok terpenting
dalam kehidupan Kristen, telah diabaikan begitu lama (sebagaimana semua
orang mengakuinya), padahal yang diberitakan di mana-mana hanyalah
perbuatan-perbuatan, maka warga kami telah diajar sebagai berikut:
[9] Kami mulai dengan mengajarkan bahwa perbuatan-perbuatan kita
tidak dapat memperdamaikan kita dengan Allah atau memperoleh anugerah
bagi kita, sebab hal ini terjadi hanya melalui iman, yakni apabila kita percaya
bahwa dosa kita telah diampuni melalui Kristus, yang adalah satu-satunya
Pengantara yang memperdamaikan kita dengan Bapa. [10] Barangsiapa
menganggap bahwa ia dapat mencapai hal ini dengan perbuatan-perbuatan,
atau ia layak menerima anugerah, ia menghina Kristus dan mencari jalannya
sendiri kepada Allah, yang bertentangan dengan Injil.
[11] Ajaran tentang iman ini dengan tandas dan jelas diuraikan Paulus
dalam banyak nas, terutama dalam Efesus 2:8-9: ”Sebab karena kasih
karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri”, dan seterusnya.
[12] Di sini kami tidak mengemukakan tafsiran baru, sebagaimana
dapat dibuktikan dari Augsburg, [13] yang membahas masalah ini dengan
teliti dan mengajarkan hal yang sama, yakni kita memperoleh anugerah dan
dibenarkan di hadapan Allah melalui iman kepada Kristus dan bukan
melalui perbuatan-perbuatan. Seluruh bukunya, De spiritu et litera42
membuktikan hal ini.
[15] Walaupun ajaran ni sangat diremehkan orang-orang yang tidak
berpengalaman, namun pengalaman menunjukkan bahwa ajaran ini sangat
menghibur dan menentramkan hati nurani yang lemah dan gentar. Hati
nurani tidak akan tentram dan damai melalui perbuatan-perbuatan,
melainkan hanya melalui iman, yakni apabila ia diyakinkan dan mengetahui
bahwa demi Kristus ia mempunyai Allah yang rahmani, [16] seperti yang
dikatakan Paulus dalam Roma 5:1, ”Sebab itu, kita yang dibenarkan karena
iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah”.

42 The Spirit and the Letter, XIX, 34.


48 Buku Konkord

[19] Dahulu penghiburan ini tidak pernah terdengar dalam khotbah;


sebaliknya hati nurani yang malang dipaksa untuk mengandalkan usaha-
usahanya sendiri, dan melakukan segala jenis perbuatan. [20] Beberapa
orang didorong oleh hati nuraninya untuk masuk biara dengan harapan
bahwa mereka akan mendapat anugerah dengan hidup membiara. [21]
Yang lain merancang perbuatan-perbuatan lain dengan maksud
memperoleh anugerah dan menebus dosa. [22] Banyak dari antara mereka
tidak menemukan damai dengan jalan demikian. Karena itu ajaran tentang
iman kepada Kristus ini perlu diberitakan dan dijalankan dengan tekun,
sehingga orang dapat mengetahui bahwa anugerah Allah diperoleh tanpa
jasa-jasa, melainkan hanya melalui iman.
[23] Di kalangan kami juga diberi pengajaran untuk menunjukkan
bahwa iman yang dimaksudkan di sini bukan seperti yang dimiliki iblis dan
orang-orang fasik,43 yang juga percaya akan sejarah penderitaan Kristus dan
kebangkitan-Nya dari antara orang mati; melainkan yang kami maksudkan
dengan iman sejati ialah percaya bahwa kita menerima anugerah dan
pengampunan dosa melalui Kristus.
[24] Barang siapa mengetahui bahwa dalam Kristus ia mempunyai
Allah yang rahmani, ia benar-benar mengenal Allah, berseru kepada-Nya,
dan bukan seperti orang-orang kafir, tanpa Allah. [25] Sebab iblis dan orang-
orang fasik tidak percaya akan pasal tentang pengampunan dosa ini, dan
dengan demikian mereka bermusuhan dengan Allah, tidak dapat berseru
kepada-Nya dan tidak mempunyai pengharapan akan menerima yang baik
daripada-Nya. Karena itu, seperti yang disebut lebih dahulu, kitab suci
berbicara tentang iman, tetapi bukan dalam arti pengetahuan seperti yang
dimiliki iblis dan orang-orang fasik. Tentang iman, Ibrani 11:1 dengan jelas
mengajarkan bahwa iman bukanlah pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa
sejarah semata, melainkan keyakinan akan Allah dan akan penggenapan
janji-janji-Nya. [26] Augustinus44 juga mengingatkan kita bahwa kita mesti
mengerti kata ”iman” dalam Kitab Suci sebagai keyakinan akan Allah,
kepastian bahwa Allah bersifat rahmani kepada kita, dan bukan hanya
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa sejarah semata-mata, seperti yang
dimiliki iblis juga.

43 Yakobus 2:19.
44 Homilies on the Epistle of John the Parthians X:2.
Konfesi Augsburg 49

[27] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa perbuatan baik mesti dan
harus dilakukan, bukan dengan maksud agar kita dapat mengandalkan
untuk memperoleh anugerah, melainkan agar kita melakukan kehendak
Allah dan memuliakan-Nya. [28] Hanya iman saja yang dapat memahami
anugerah dan pengampunan dosa. [29] Apabila Roh Kudus dikaruniakan
melalui iman, hati pun digerakkan untuk melakukan perbuatan baik. [31]
Sebelum itu, tanpa Roh Kudus hati itu terlalu lemah. [32] Lagi pula, hati itu
berada dalam kuasa iblis, yang mendorong manusia yang malang
melakukan banyak dosa. [33] Kita melihat hal ini dalam diri para filsuf yang
berusaha hidup terhormat dan tak bercela; mereka gagal mencapainya,
malah mereka jatuh ke dalam banyak dosa besar dan nyata. [34] Inilah yang
terjadi apabila orang hidup tanpa iman yang benar dan Roh Kudus, dan
hanya mengendalikan dirinya dengan kekuatan manusiawinya sendiri.
[35] Oleh karena itu, ajaran tentang iman ini tidak dapat dituduh
melarang perbuatan baik, malah harus dipuji karena ajaran ini mengajarkan
bahwa perbuatan baik mesti dilakukan, serta memberi pertolongan tentang
bagaimana melakukannya. [36] Sebab tanpa iman dan Kristus tabiat
manusia dan kekuatan manusia terlalu lemah, [37] untuk melakukan
perbuatan baik, berseru kepada Allah, bertekum dalam penderitaan,
mengasihi sesama, melakukan tugas panggilannya dengan rajin,
menunjukkan ketaatan, menghindari nafsu-nafsu jahat dan sebagainya. [38]
Perbuatan-perbuatan mulia dan benar seperti itu tidak dapat dilakukan
tanpa pertolongan Kristus, sebagaimana Ia sendiri berkata, ”di luar Aku
kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:5).

XXI [PEMUJAAN ORANG-ORANG KUDUS]


[1] Di kalangan kami juga diajarkan bahwa orang-orang kudus harus
diingat sehingga iman kita diteguhkan apabila kita melihat anugerah yang
telah mereka terima dan bagaimana mereka ditopang oleh iman. Lagi pula,
perbuatan-perbuatan mereka yang baik mesti menjadi teladan bagi kita
dalam panggilan kita masing-masing. Jadi Baginda yang Mulia dengan cara
yang baik dan saleh dapat meneladani Daud dalam peperangan melawan
orang Turki, karena keduanya adalah kewajiban-kewajiban jabatan raja
yang harus dipertahankan dan melindungi rakyat.
50 Buku Konkord

[2] Akan tetapi, tidak dapat dibuktikan dari Kitab Suci bahwa kita mesti
memohon kepada orang-orang kudus atau meminta pertolongan dari
mereka. ”Esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia,
yaitu manusia Yesus Kristus” (1 Tim. 2:5), yang adalah satu-satunya
Juruselamat, satu-satunya Imam Besar, Pembela dan Pengantara di hadapan
Allah (Rm 8:34). Hanya Dia saja yang telah berjanji untuk mendengar doa-
doa kita. [3] Lagi pula, menurut Kitab Suci, bentuk peribadatan yang paling
luhur ialah mencari dan berseru dengan hati yang tulus kepada Yesus
Kristus yang sama dalam segala kebutuhan. ”Jika seorang berbuat dosa, kita
mempunyai seorang pengantara pada bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil”
(1 Yoh. 2:1).
[1] Kira-kira demikianlah rangkuman ajaran-ajaran yang diberikan dan
diajarkan dalam gereja-gereja kami untuk mendidik orang Kristen dengan
sebenarnya, menghibur hati nurani dan memperbaiki hidup orang-orang
percaya. Tentu kita tidak ingin membiarkan jiwa dan hati nurani kita sendiri
dalam bahaya besar di hadapan Allah dengan menyalahgunakan nama atau
firman-Nya, dan kita juga tidak ingin mewariskan kepada anak-anak dan
keturunan kita ajaran yang tidak sesuai dengan firman Allah dan kebenaran
Kristen yang murni. Oleh karena ajaran ini jelas didasarkan pada Kitab Suci
dan tidak bertentangan atau berlawanan dengan ajaran gereja Kristen yang
am, atau bahkan dengan gereja Roma (sepanjang ajarannya tercermin
dalam tulisan-tulisan para Bapa Gereja),45 kami berpendapat bahwa para
penentang kami tidak dapat berselisih dengan kami dalam Pasal-pasal yang
dikemukakan di atas. Karena itu, mereka yang mencoba menolak,
menghindari dan memisahkan diri dari gereja-gereja kami seolah-olah
ajaran kami sesat, bertindak dengan cara yang tidak bersahabat dan tergesa-
gesa, serta bertentangan dengan kesatuan dan kasih Kristen; mereka
berbuat demikian tanpa dasar yang kokoh dan perintah Allah atau Kitab
Suci. [2] Perselisihan dan pertikaian itu terutama menyangkut pelbagai
tradisi dan penyalahgunaan. Karena tidak ada apa pun yang tidak beralasan
atau bercela dalam Pasal-pasal yang asasi itu, dan konfesi kami ini murni
serta bersifat Kristen, maka para uskup hendaknya bertindak lebih adil dan
murah hati, sekalipun ada kekurangan kami sehubungan dengan tradisi-
tradisi. Namun demikian, kami hendak mengemukakan dasar-dasar dan

45 Para Bapa Gereja purba di Barat.


Konfesi Augsburg 51

alasan-alasan yang kuat mengapa kami mengubah tradisi-tradisi dan


penyalahgunaan-penyalahgunaan tertentu.
{]v\z

PASAL-PASAL TENTANG HAL-HAL YANG


DIPERDEBATKAN YANG DI DALAMNYA DIBERI
PENJELASAN TENTANG PENYALAHGUNAAN
YANG SUDAH DIPERBAIKI

Dari keterangan di atas jelaslah, tidak ada apa pun yang diajarkan
gereja-gereja kami mengenai pokok-pokok iman, yang bertentangan dengan
Alkitab atau dengan apa yang lazim menurut gereja Kristen. Oleh karena
beberapa penyalahgunaan telah diperbaiki (yakni beberapa pe-
nyalahgunaan yang telah menyusup selama bertahun-tahun dan ada pula
yang dimasukkan dengan cara kekerasan), kami merasa wajib memberi
suatu penjelasan tentang hal itu dan memberi alasan-alasan mengapa kami
mengizinkan perubahan-perubahan dalam hal-hal tersebut supaya Baginda
yang Mulia dapat melihat bahwa kami tidak bertindak secara sembrono
ataupun tidak kristiani; sebaliknya kami telah didorong oleh perintah Allah
(yang sesungguhnya lebih tinggi dari semua adat-istiadat) untuk
mengizinkan perubahan-perubahan demikian.

XXII [KEDUA UNSUR DALAM SAKRAMEN]


[1] Di kalangan kami kedua jenis bahan sakramen diberikan kepada
anggota-anggota jemaat. Alasannya adalah adanya perintah dan pesan
Kristus yang jelas, ”minumlah, kamu semua dari cawan ini” (Mat. 26:27). [2]
Mengenai cawan itu Kristus memerintahkan di sini dengan kata-kata yang
jelas bahwa semuanya harus minum dari cawan tersebut.
[3] Agar jangan seorang pun mempersoalkan ucapan ini dan me-
nafsirkannya seakan-akan hanya berlaku untuk para imam saja, Paulus
dalam 1 Korintus 11:20, menunjukkan bahwa seluruh anggota jemaat Ko-
rintus menerima kedua jenis bahan sakramen itu. [4] Kebiasaan ini telah lama
berlangsung dalam gereja, seperti dapat dibuktikan dari sejarah dan tulisan
52 Buku Konkord

para Bapa Gereja.46 [5] Di beberapa tempat dalam tulisannya Cyprianus


menyebutkan bahwa pada zamannya cawan diberikan kepada anggota
jemaat juga.47 [6] Hieronimus juga menyatakan bahwa para imam yang
melayankan sakramen itu memberikan darah Kristus kepada anggota
jemaat.48 [7] Paus Gelasius sendiri memerintahkan agar sakramen itu jangan
dipisah-pisahkan.49 [8] Tidak terdapat satu pun hukum gerejawi yang
mengharuskan orang menerima satu jenis sakramen saja. Tidak seorang
pun mengetahui kapan dan oleh siapa kebiasaan menerima hanya satu jenis
bahan sakramen ini diberlakukan, walaupun Kardinal Cusanus
menyebutkan kapan cara ini disetujui.50 [10] Jelaslah kebiasaan seperti itu
tidak benar dan bertentangan dengan perintah Allah dan hukum-hukum
gerejawi yang lama. [11] Karena itu tidak selayaknya membebani hati
nurani orang-orang yang ingin melaksanakan sakramen itu sesuai dengan
penetapan Kristus atau memaksa mereka melakukan apa yang bertentangan
dengan penetapan Kristus Tuhan kita. [12] Karena pemisahan sakramen
bertentangan dengan penetapan Kristus, kebiasan mengarak-arak sakramen
itu juga kami tiadakan.51

XXIII [PERKAWINAN PARA IMAM]


[1] Di seluruh masyarakat, baik golongan tinggi maupun rendah,
terdengar keluhan di seluruh dunia mengenai percabulan dan hidup tak
senonoh yang mencolok dari para imam yang tidak dapat menahan
nafsunya, sehingga mereka melakukan perbuatan-perbuatan mesum yang
menjijikkan. [3] Untuk menghindarkan batu sandungan, perzinahan dan
perbuatan-perbuatan asusila lainnya, beberapa imam kami memberi alasan

46 Di Barat sampai abad ke-13 umumnya cawan itu diberikan kepada anggota-anggota jemaat.
47 Cyprianus, Epistle 57.
48 Jerome (Hieronimus), Commentary on Zephaniah, 3.

49 Gratia, Decretum, Bagian III, De consecratione, dist. 2, pasal 12.

50 Nicholas dari Cusa (1401-1464), Epistle III to the Bohemians, menyebutkan bahwa ketentuan

untuk tidak memberikan cawan itu kepada anggota-anggota jemaat disahkan dalam Konsili
Lateran Keempat tahun 1215.
51 Yang dimaksudkan di sini ialah pelaksanaan perayaan Corpus Christi pada hari Kamis sesudah

Minggu Trinitas. Para pangeran dari Gereja Lutheran menolak ikut dalam arak-arakan Corpus
Christi di Augsburg pada tanggal 16 Juni 1530. Di kemudian hari, ada larangan ”membawa
sakramen itu ke jalan.”
Konfesi Augsburg 53

bahwa mereka terpaksa dan terdorong melakukan hal ini oleh kesukaan
hati nurani, terutama karena Kitab Suci dengan jelas menyatakan bahwa
kehidupan perkawinan ditetapkan Allah untuk menghindarkan percabulan,
[4] sebab Paulus mengatakan, ”tetapi mengingat bahaya pencabulan, baiklah
setiap laki-laki mempunyai isteri sendiri” (1 Kor. 7:2) dan lagi, ”sebab lebih
baik kawin daripada hangus karena hawa nafsu” (1 Kor. 7:9). [5] Lagi pula,
ketika Kristus berkata, ”tidak semua orang dapat mengerti akan perkataan
itu.” Ia menunjukkan bahwa hanya sedikit orang yang menerima karunia
untuk hidup selibat, dan tentunya ia tahu sifat manusia. Menurut kejadian
1:27, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan. [6] Pengalaman
telah membuktikan dengan jelas apakah dengan kekuatan atau
kemampuannya sendiri manusia dapat memperbaiki atau mengubah
ciptaan Allah yang mahatinggi melalui keputusan-keputusan atau kaul-kaul
tanpa suatu karunia atau anugerah Allah yang khusus. Kebaikan apa yang
telah dihasilkan hidup selibat itu? Hidup yang murni dan jujurkah? Perilaku
yang tulus dan terhormatkah? Telah diketahui, betapa berat dan kuatnya
gangguan dan siksaan hati nurani yang dialami banyak orang menjelang
ajalnya oleh karena itu dan banyak dari antara mereka telah mengakuinya.
[8] Oleh karena firman dan perintah Allah tidak dapat diubah oleh kaul-kaul
dan hukum-hukum manusia, [9] para imam dan rohaniawan kami telah
beristeri dengan alasan-alasan dan sebab-sebab lainnya.
[10] Dari sejarah dan tulisan-tulisan para Bapa Gereja dapat dibuktikan
bahwa dalam gereja mula-mula telah menjadi kebiasaan bagi para imam
dan diaken untuk menikah. [11] Karena itu Paulus dalam Surat
1 Timotius 3:2 berkata, ”Penilik jemaat haruslah orang yang tidak bercacat,
suami dari satu isteri.” [12] Baru empat ratus tahun silam para imam di
Jerman dipaksa dengan keras berkaul selibat.52 Waktu itu timbul tantangan
yang sangat hebat dan kuat sehingga uskup agung dari Mayence,53 yang
mengumumkan keputusan paus yang baru itu, nyaris terbunuh dalam
pemberontakan yang dilancarkan seluruh kaum imam. Keputusan tentang
selibat itu segera dilaksanakan dengan tergesa-gesa dan tidak sepantasnya,

52 Walaupun tuntutan untuk hidup selibat sering ditegaskan dan dilaksanakan pada abad-abad
sebelumnya, namun tuntutan itu baru diharuskan secara umum pada akhir abad ke-11 oleh Paus
Gregorius VII. Pada waktu itu umumnya para pastor di Jerman masih berkeluarga.
53 Siegfried dari Mayence pada sinode-sonode di Erfurt dan Mayence tahun 1075.
54 Buku Konkord

sehingga paus pada saat itu tidak hanya melarang perkawinan para imam,
tetapi juga membatalkan perkawinan yang sudah lama terjalin. [13] Tentu
saja hal ini tidak hanya bertentangan dengan semua hukum ilahi, alami dan
perdata, tetapi juga berlawanan sama sekali dengan hukum-hukum gerejawi
ciptaan paus sendiri dan keputusan-keputusan konsili-konsili yang paling
terkemuka.54
Banyak orang saleh dan cendekiawan berkedudukan tinggi yang telah
mengemukakan pendapat-pendapat yang serupa dan menyatakan
kekhawatiran mereka bahwa hidup selibat yang dipaksakan dan larangan
perkawinan seperti itu tidak pernah menghasilkan kebaikan apa pun (Allah
sendiri menetapkan perkawinan dan memberi kebebasan kepada manusia),
malah mengakibatkan banyak perbuatan jahat yang keji dan memalukan.
Sebagaimana jelas dari riwayat hidup Paus Pius II, ia sering mengatakan dan
mengizinkan ucapannya dikutip bahwa dahulu mungkin ada beberapa
alasan untuk melarang perkawinan para rohaniwan, namun sekarang ada
alasan-alasan yang lebih penting, lebih baik dan lebih kuat untuk
mengizinkan mereka menikah.55 Tentu Paus Pius sebagai orang yang
bijaksana dan arif membuat pernyataan itu karena kekhawatiran yang
mendalam.
[14] Oleh sebab itu dengan kesetiaan kepada Baginda yang Mulia sebagai
seorang kaisar Kristen yang paling terkemuka, kami yakin Baginda akan
berkenan memperhatikan kenyataan bahwa pada akhir zaman, seperti yang
dinubuatkan dalam Kitab Suci, dunia akan semakin buruk keadaannya dan
manusia menjadi semakin lemah dan tidak berdaya.
Karena itu sangatlah penting dan berguna serta bersifat kristiani
mengakui kenyataan ini, agar larangan kawin jangan menimbulkan per-
cabulan dan perbuatan-perbuatan asusila yang lebih memalukan di negeri
Jerman. Tidak ada yang dapat mengubah dan mengatur hal-hal itu dengan
lebih baik dan bijaksana selain Allah sendiri, [15] yang menetapkan
perkawinan untuk menolong kelemahan insani dan mencegah
penyelewengan-penyelewengan.

54 Gratian, Decretum, I, dist. 82, pasal 2-5; juga dist. 84, pasal 4. Konsili menolak tuntutan hidup
selibat; lihat Evagrius, Ecclesiastical History, 1:11.
55 Bartolomeo Platina, seorang penganut humanisme dari Italia, dalam sejarahnya tentang para

paus (1479) melaporkan Paus Pius II (1458-64) memang berkata demikian.


Konfesi Augsburg 55

[16] Hukum-hukum gerejawi yang tua juga menyatakan bahwa


adakalanya perlu memberi kelonggaran dan keleluasaan demi kelemahan
insani dan untuk menghindarkan serta mencegah pelanggaran yang lebih
berat.56
Dalam hal ini tentu sangat perlu dan bersifat Kristen, memberi ke-
longgaran. Mungkinkah perkawinan para pastor dan pelayan gereja lainnya
dapat merugikan gereja Kristen secara keseluruhan? [17] Sekiranya
larangan perkawinan yang ketat ini terus berlangsung lebih lama, mungkin
para imam dan pastor akan kurang jumlahnya di masa mendatang.
[18] Seperti yang telah kita lihat, pernyataan bahwa para imam boleh
kawin adalah berdasarkan firman dan perintah Allah. Lagi pula sejarah
menunjukkan bahwa para imam dahulu menikah dan kaul selibat telah
menimbulkan banyak pelanggaran yang sangat tercela dan tidak Kristen,
banyak perzinahan, kemesuman yang begitu mengerikan dan kebejatan
yang menjijikkan sehingga beberapa orang jujur di antara para rohaniawan
keuskupan dan para pejabat tinggi di Roma sering mengakui hal ini dan
mengeluh bahwa kebejatan-kebejatan yang begitu menjijikkan dan
merajalela di kalangan rohaniawan akan menimbulkan murka Allah. Karena
itu patut disesalkan bahwa perkawinan Kristen tidak hanya dilarang, tetapi
juga segera dihukum seakan-akan hal itu adalah kejahatan besar, [19]
sekalipun dalam Kitab Suci Allah memerintahkan agar perkawinan
dihormati. [20] Perkawinan juga dijunjung tinggi dalam undang-undang
kekaisaran dan di seluruh negeri yang memiliki undang-undang dan
keadilan. [21] Hanya pada zaman kita ini ada orang yang menganiaya orang-
orang yang tidak bersalah semata-mata karena mereka menikah, khususnya
para imam yang seharusnya dilindungi lebih daripada orang-orang lain
sekalipun penganiayaan itu tidak hanya bertentangan dengan hukum Allah,
tetapi juga hukum-hukum gerejawi. [22] Dalam 1 Timotius 4:1,3 Rasul
Paulus menyebut ajaran yang melarang perkawinan sebagai ajaran iblis.
[23] Yesus Kristus sendiri menegaskan bahwa iblis adalah pembunuh
manusia sejak semula (Yoh. 8:44). Kedua pernyataan ini saling berkaitan,
sebab melarang perkawinan lalu mempertahankan ajaran seperti itu
sehingga menimbulkan pertumpahan darah, pastilah ajaran iblis.

56 Gratian, Decretum, Bagian I, dist. 34, pasal 7; Bagian II, pasal 1, q.7, c.5.
56 Buku Konkord

[24] Namun demikian, sebagaimana tidak ada hukum manusia yang


dapat mengubah atau membataskan perintah Allah, begitu pula kaul tidak
dapat mengubah perintah Allah. [25] Sebab itu Cyprianus memberi nasihat
agar wanita yang tidak sanggup memenuhi kaul kemurniannya, hendaknya
kawin. Dalam suratnya yang kesebelas ia menuliskan, ”Jika mereka tidak mau
atau tidak sanggup memelihara kemurniannya, lebih baik mereka kawin
daripada masuk ke neraka karena nafsu berahi. Tetapi mereka harus
menjaga agar tidak menjadi batu sandungan bagi saudara-saudaranya.”57
[26] Lagi pula, semua hukum gerejawi memperlihatkan kelonggaran
dan sikap yang cukup adil terhadap orang yang melakukann kaul pada masa
mudanya58 kebanyakan rahib dan imam memasuki hidup demikian tanpa
menyadarinya ketika mereka masih muda.

XXIV [MISA]
[1] Secara tidak adil, kami dituduh telah meniadakan Misa.59
[9] Tanpa membanggakan diri, jelaslah kami lebih tekun dan sungguh-
sungguh melaksanakan Misa daripada para penentang kami. [7] Lagi pula
warga jemaat sering dididik dengan rajin tentang sakramen kudus ini, apa
sebabnya Misa ditetapkan dan bagaimana sakramen itu seharusnya
dipergunakan (yakni untuk menghibur hati nurani yang gentar) agar
mereka mau mengikuti komuni dan Misa. Mereka juga diberi pengajaran
tentang ajaran-ajaran sesat mengenai sakramen ini.
[2] Sementara itu tidak ada perubahan yang mencolok dalam perayaan
Misa umum, terkecuali di beberapa tempat, kidung pujian berbahasa Jerman
dinyanyikan sebagai tambahan respons-respons di dalam bahasa Latin,
untuk mendidik dan melatih warga jemaat. [3] Yang terutama, tujuan pokok
semua upacara itu ialah untuk mengajar warga jemaat apa-apa yang perlu
mereka ketahui tentang Kristus.

57 Cyprianus, Epistle, 62.2. Teks di atas mengikuti penomoran surat-surat Cyprianus menurut
Erasmus.
58 Gratian, Decretum, Bagian II, pasal 20, q.1, c.5, 7, 9, 10, 14, 15.

59 Misalnya Yohanes Eck, dalam 404 These, Nos. 269-278. Pasal ini dengan jelas menunjukkan

bahwa mempertahankan Misa tidak berarti mempertahankan penyalahgunaan-


penyalahgunaan.
Konfesi Augsburg 57

[10] Tetapi, sebelum zaman kita Misa telah disalahgunakan dengan


pelbagai cara, sebagaimana telah diketahui secara umum, yakni dengan
mengubahnya menjadi suatu pasar derma, dengan memperjualbelikannya
dan melaksanakannya di hampir semua gereja demi alasan keuangan.
Penyalahgunaan-penyalahgunaan yang demikian sering dicela oleh para
cendekiawan dan orang-orang saleh sebelum zaman kita.60 [12] Maka ketika
para pengkhotbah kami memberikan hal-hal ini dan para imam diingatkan
akan tanggung jawab yang berat yang seharusnya menjadi keprihatinan
setiap orang Kristen (yakni barang siapa mempergunakan sakramen
dengan tidak selayaknya, ia bersalah terhadap tubuh dan darah Kristus),61
[13] Misa-misa dagangan dan Misa-misa pribadi62 seperti itu, yang telah
diadakan di bawah paksaan demi imbalan dan upah, telah dihentikan di
gereja-gereja kami.
[21] Pada saat yang sama kami mencela pandangan keliru dan keji,
yang mengajarkan bahwa Kristus Tuhan kita telah mengadakan penebusan
hanya untuk dosa asali oleh kematian-Nya dan telah menetapkan Misa
sebagai korban untuk dosa-dosa yang lain. [22] Ajaran ini mengubah Misa
menjadi suatu korban bagi orang-orang hidup dan orang-orang mati, suatu
korban, yang melaluinya dosa dihapuskan dan Allah diperdamaikan. [23]
Karena itu timbul perdebatan, apakah satu Misa yang diadakan untuk
banyak orang sama manfaatnya dengan Misa khusus yang diadakan untuk
perseorangan. Akibatnya muncul Misa-misa yang tidak terhitung jumlahnya,
yang dengan mengadakannya orang berharap memperoleh segala sesuatu
yang mereka butuhkan dari Allah. Padahal iman kepada Kristus dan ibadat
yang benar kepada Allah dilupakan.
[24] Oleh tuntutan keadaan yang demikian, kami memberi bimbingan
kepada warga jemaat kami, agar mereka dapat mengetahui bagaimana
sakramen itu dipergunakan dengan benar. [26] Pertama sekali mereka
diajarkan bahwa selain kematian Kristus, tidak ada korban untuk dosa asali
maupun dosa-dosa yang lain, sebagaimana tampak di berbagai tempat dalam
Kitab Suci. [27] Sebab dalam Surat Ibrani tertulis bahwa Kristus telah

60 Oleh orang-orang seperti Nicholas dari Cusa, Yohanes Tauler, Yohanes Gerson dan Gabriel Biel.
61 1 Korintus 11:27.
62 Misa yang disampaikan untuk maksud-maksud khusus dari orang-orang tertentu. Misa ini

sering disebut Misa-misa Votif (misa-misa yang dilakukan demi memenuhi sumpah atau kaul).
58 Buku Konkord

mempersembahkan diri-Nya hanya sekali saja untuk menebus segala dosa.63


[25] Ajaran yang mengatakan bahwa kematian Kristus menebus dosa asali
saja, tidak termasuk dosa-dosa lain, adalah suatu ajaran gereja yang baru,
yang tidak dikenal sebelumnya. Dengan demikian, diharapkan agar setiap
orang mengerti bahwa ajaran yang salah ini memang patut dicela.
[28] Kedua, Rasul Paulus mengajarkan bahwa kita memperoleh
anugerah Allah melalui iman dan bukan melalui perbuatan. [29] Penya-
lahgunaan Misa oleh orang-orang yang berpendapat bahwa anugerah dapat
diperoleh dengan mempergunakan Misa, jelas sekali bertentangan dengan
ajaran ini. Sebab umumnya orang mengetahui bahwa Misa dipergunakan
untuk menghapus dosa dan memperoleh anugerah serta segala kebaikan
dari Allah, bukan hanya untuk para imam saja tetapi juga untuk seluruh dunia
dan orang lain baik yang hidup maupun yang mati.
[30] Ketiga, sakramen kudus itu tidak ditetapkan menjadi korban
persediaan untuk dosa (sebab korban itu sudah dilaksanakan), melainkan
untuk membangkitkan iman kita dan menghibur hati nurani kita, apabila
kita mengingat bahwa melalui sakramen itu anugerah dan pengampunan
dosa dijanjikan Kristus kepada kita. Karena itu, sakramen membutuhkan
iman dan tanpa iman sakramen tidak berguna.
[34] Jadi, karena Misa bukanlah korban untuk menghapus dosa orang
lain, yang hidup ataupun yang mati, melainkan seharusnya merupakan
suatu persekutuan yang di dalamnya imam dan orang-orang lain
menerimanya untuk dirinya sendiri, maka sakramen dilaksanakan di
kalangan kami sebagai berikut: Pada hari-hari raya atau pada waktu lainnya,
Misa diadakan apabila pesertanya sudah hadir dan dilayankan kepada
mereka yang menginginkannya. [35] Demikianlah Misa dipelihara di antara
kami dengan pemakaiannya yang benar sebagaimana dulu dilakukan dalam
gereja dan dapat dibuktikan dengan pernyataan rasul Paulus dalam 1
Korintus 11:20 dst. dan dengan banyak pernyataan Bapa-bapa Gereja. [36]
Sebab Chrysostomus melaporkan bagaimana imam itu setiap hari berdiri,
mengundang beberapa orang ke perjamuan dan melarang yang lainnya
mengikutinya.64 Hukum-hukum gerejawi yang tua juga menunjukkan
bahwa satu orang menyelenggarakan dan menyampaikan sakramen itu

63 Ibrani 9:28; 10:10, 14.


64 Chrysostomus, Homily 3 dalam Epistle to the Ephisians, pasal 1.
Konfesi Augsburg 59

kepada imam-imam lainnya dan para diaken, [38] sebab hukum gereja
Nicea mengatakan, ”setelah para imam, para diaken menerima sakramen itu
dari uskup atau imam secara tertib.”65
[40] Jadi, karena tidak ada hal baru yang dimasukkan, yang tidak
terdapat dalam gereja purba dan tidak ada perubahan mencolok yang
diadakan dalam perayaan-perayaan Misa umum, kecuali kami telah
menghapus Misa yang diadakan sebagai tambahan Misa jemaat, yang
mungkin telah disalahgunakan, cara kami melaksanakan Misa tidak patut
dicela sebagai cara yang sesat atau tidak sesuai dengan kekristenan. [41]
Pada waktu yang lampau, bahkan di gereja-gereja besar yang banyak
warganya, Misa tidak diadakan setiap waktu mereka berkumpul, sebab
menurut Hystoria Tripartita, buku kesembilan, di Aleksandria pada hari
Rabu dan Jumat, Kitab Suci dibacakan dan diterangkan dan semua kebaktian
ini diadakan tanpa Misa.66

XXV [PENGAKUAN DOSA (CONFESSION)]


[1] Para pengkhotbah di kalangan kami tidak menghapus pengakuan
dosa. Kami masih terus mempertahankan kebiasaan untuk tidak me-
layankan sakramen kepada mereka yang belum diuji dan diberi peng-
ampunan. [2] Pada saat yang sama kami mengajar warga jemaat tentang
penghiburan Firman Allah akan pengampunan dosa, sehingga mereka dapat
menghargai pemberitaan pengampunan dosa sebagai hal yang mulia dan
berharga. [3] Bukan suara atau perkataan manusia yang mengucapkan
pengampunan itu, melainkan firman Allah yang mengampuni dosa, sebab
pengampunan tersebut diucapkan atas nama Allah dan oleh perintah Allah.
[4] Dengan tekun kami mengajarkan tentang perintah dan kuasa
pengampunan ini, betapa penting dan menghibur hati nurani yang gentar,
pemberitaan pengampunan dosa tersebut. Kami juga mengajarkan bahwa
Allah menghendaki kita percaya akan pemberitaan pengampunan dosa,
seakan-akan kita mendengar suara Allah dari sorga, sehingga kita dengan
penuh suka cita menghibur hati kita dengan pemberitaan itu, mengetahui

65Kanon (Hukum Gereja) 18 dari Konsili Nicea.


66 Kitab utama tentang sejarah gereja yang dipakai pada Abad Pertengahan ialah Tripartite
Ecclesiastical History yang ditulis oleh seorang rahib gereja Roma, Cassiodorus. Di sini kitab
tersebut mengutip Socrates; lihat Ecclesiatical History, V:22.
60 Buku Konkord

bahwa dengan melalui iman yang demikian, kita memperoleh pengampunan


dosa. [5] Pada masa lalu para pengkhotbah yang mengajar tentang
pengakuan dosa tidak pernah menyebutkan apa pun tentang hal-hal penting
ini, melainkan hanya menyiksa hati nurani dengan rincian dosa-dosa yang
panjang, dengan perbuatan-perbuatan yang menebus dosa-dosa, dengan
surat penghapusan siksa, ziarah-ziarah dan sebagainya. [6] Banyak dari
antara penentang kami sendiri mengakui bahwa kami telah menulis dan
menguraikan tentang pertobatan Kristen yang sejati dengan cara yang lebih
tepat daripada apa yang telah dilakukan sebelumnya.
[7] Dalam pengakuan dosa, kami mengajarkan bahwa orang tidak
dapat dipaksa untuk menyebutkan dosa-dosanya secara terinci, sebab hal
itu tidak mungkin dilakukan. [8] Sebagaimana pemazmur mengatakan,
”Siapa yang dapat mengetahui kesesatan?”67 Yeremia juga mengatakan,
”Betapa liciknya hati, siapakah yang dapat mengetahuinya?”68 Tabiat
manusiawi kita yang malang begitu dalam terbenam dalam dosa-dosa,
sehingga kita tidak dapat melihat atau mengenal semua dosa kita, [9] dan
seandainya kita diberi pengampunan dosa hanya dari apa-apa yang dapat
kita sebutkan satu demi satu, hal itu hanya sedikit saja menolong kita.
Karena itu tidak perlu memaksa orang untuk memberi rincian dosa-dosa
mereka. [10] Demikianlah pandangan Bapa-bapa Gereja, sebagaimana dapat
kita lihat dalam Dist. I, De poenitetia, yang mengutip kata-kata
Chrysostomus, ”Aku tidak berkata bahwa kamu mesti membeberkan
tentang dirimu di depan umum atau mendakwa dirimu di hadapan orang
lain, melainkan patuhilah nabi yang berkata, ’serahkanlah hidupmu kepada
Tuhan.’69 Karena itu, dalam doamu akuilah dosa-dosamu kepada Tuhan
Allah, Hakim yang benar; nyatakanlah dosa-dosamu kepada-Nya, bukan
dengan lidah tetapi dengan hati nuranimu.”70 Di sini tampak jelas bahwa
Chrysostomus tidak menghendaki rincian dosa yang teliti. [12] Catatan
pinggir dalam De poenitentia, dist. 5,71 juga mengajarkan bahwa Kitab Suci

67 Mazmur 19:13.
68 Yeremia 17:9.
69 Mazmur 37:5. Dalam terjemahan Latin (Vulgata) dikatakan, ”tunjukkanlah jalanmu kepada

Tuhan.”
70 Gratian, Decretum, Bagian II, pasal 33, q.3, De poenintentia, dist. I, c. 87:4. Kutipan dari

Chrysostomus, Homily 31, dalam Epistle to the Hebrews.


71 Catatan tambahan pada Gratian, Decretum, De poententia, 5:1.
Konfesi Augsburg 61

tidak mengharuskan pengakuan dosa seperti itu, melainkan gerejalah yang


menetapkannya. [13] Namun para pengkhotbah di kalangan kami dengan
giat mengajarkan bahwa pengakuan dosa mesti dipertahankan demi
pemberitaan pengampunan dosa (yang merupakan bagian pokok dan
terutama di dalamnya), untuk menghibur hati nurani yang gentar dan alasan-
alasan lainnya.

XXVI [PEMBEDAAN MAKANAN]


[1] Pada masa lalu orang mengajarkan, memberitakan dan menuliskan
bahwa pembedaan-pembedaan makanan dan tradisi-tradisi sejenis yang
diadakan manusia berguna untuk mendapatkan anugerah dan menebus
dosa.72 [2] Karena itu, setiap hari mereka menciptakan perayaan-perayaan
baru, upacara-upacara baru, aturan-aturan baru dan sebagainya, serta
dengan giat dan sungguh-sungguh menganjurkannya, seolah-olah hal-hal itu
adalah ibadat yang perlu kepada Allah, yang melaluinya orang dapat
memperoleh anugerah jika mereka memeliharanya; dan sebaliknya mereka
melakukan dosa besar jika mereka mengabaikannya. [3] Akibatnya, timbul
banyak pandangan sesat yang berbahaya dalam gereja.
[4] Pertama, anugerah Kristus dan ajaran tentang iman menjadi kabur
karenanya, padahal Injil dengan sungguh-sungguh menganjurkan dan
dengan tegas menekankan agar kita memandang jasa Kristus sebagai
sesuatu yang mulia dan berharga, serta mengetahui bahwa kita mesti
menjunjung iman kepada Kristus melebihi segala perbuatan.
[5] Itulah sebabnya Paulus dengan tegas menentang hukum Musa dan
tradisi manusia, supaya kita menyadari bahwa kita tidak menjadi baik dalam
pandangan Allah oleh perbuatan-perbuatan kita; melainkan hanya melalui
iman kepada Kristus, kita memperoleh anugerah demi Kristus. [6] Mereka
yang mengajarkan bahwa kita dapat memperoleh anugerah dengan puasa-
puasa tertentu, pembedaan makanan, jubah-jubah dan sebagainya hampir
meniadakan ajaran iman itu sama sekali.
[8] Kedua, tradisi-tradisi seperti itu telah mengaburkan pula perintah-
perintah Allah, sebab tradisi-tradisi ini lebih dimuliakan daripada perintah-
perintah Allah. [9] Hal ini juga dianggap sebagai hidup kristiani, yakni

72 Yakni Thomas Aquanas, Summa theologica, II,2. q.147, a , 1, c.


62 Buku Konkord

memelihara perayaan-perayaan, berdoa, berpuasa dan berpakaian dengan


cara tertentu; semua ini dianggap cara hidup rohani dan kristiani. [10]
Sebaliknya, perbuatan baik yang penting, misalnya seorang suami mesti
mencari nafkah bagi istri dan anak-anaknya serta mendidiknya agar takut
akan Allah; seorang istri mesti melahirkan anak-anak serta mengasuhnya;
seorang raja dan para pejabat mesti mengatur negeri dan rakyatnya dan
lain-lain; semua ini dianggap duniawi dan tidak rohani. [11] Pekerjaan-
pekerjaan demikian yang Allah perintahkan, dianggap duniawi dan tidak
sempurna, sedangkan tradisi-tradisi dimuliakan sebagai pekerjaan-
pekerjaan yang kudus dan sempurna. Maka tidak habis-habisnya orang
mengadakan tradisi-tradisi seperti itu.
[12] Ketiga, tradisi-tradisi tersebut telah berubah menjadi beban yang
berat bagi hati nurani, sebab tidak mungkin memelihara semua tradisi itu,
padahal orang menganggap tradisi-tradisi itu adalah ibadat yang perlu
kepada Allah. [13] Gerson menuliskan bahwa banyak orang terjerumus
dalam keputusasaan, bahkan sebagian telah bunuh diri, sebab mereka tidak
pernah mendengar apa pun tentang penghiburan anugerah Kristus. [14]
Dalam tulisan-tulisan para summis73 dan ahli hukum gerejawi (canonists),
kita bisa melihat betapa hati nurani orang-orang dibingungkan sebab
mereka berusaha membandingkan tradisi-tradisi itu dan mencari
keringanan-keringanan untuk melegakan hati nurani mereka, [15] tetapi
mereka begitu sibuk dengan usaha-usahanya sendiri, sehingga mereka
mengabaikan ajaran-ajaran Kristen yang bermanfaat tentang hal-hal yang
lebih penting, seperti iman, penghiburan dalam pencobaan berat. [16]
Banyak orang saleh dan para cendekiawan sebelum kita juga mengeluh
bahwa tradisi-tradisi demikian telah menyebabkan begitu banyak
pertikaian dalam gereja sehingga orang-orang saleh terhalang untuk sampai
pada pengenalan yang benar akan Kristus. Gerson dan orang-orang lain
sangat mengeluh tentang hal ini.74 [17] Ternyata, Augustinus juga merasa
tidak senang kalau hati nurani dibebani dengan begitu banyak tradisi, dan

73 Para pengarang kumpulan kasus tentang hati nurani pada Abad Pertengahan, seperti Sylvester
Prieria dengan karyanya, Summa summarum.
74 Yohanes Gerson, The Spiritual Life, lectio 2.
Konfesi Augsburg 63

sehubungan dengan ini ia mengajarkan bahwa tradisi-tradisi itu tidak perlu


dipandang sebagai praktik-praktik yang harus dilaksanakan.75
[18] Para pengajar kami mengajarkan ini, bukan karena mereka
merasa benci atau menganggap rendah para rohaniawan, [19] tetapi karena
keadaan mendesak telah memaksa mereka memberi pengajaran tentang
kekeliruan-kekeliruan yang muncul daripada penilaian yang salah tentang
tradisi. [20] Injil menghendaki bahwa ajaran tentang iman mesti dan harus
ditekankan dalam gereja, akan tetapi ajaran ini tidak dapat dimengerti
jikalau orang menganggap anugerah dapat diperoleh melalui perbuatan-
perbuatan yang dipilih sendiri.
[21] Oleh karena itu, kami mengajarkan bahwa kita tidak dapat
memperoleh anugerah Allah, berdamai dengan Allah dan menebus dosa
dengan memelihara tradisi-tradisi manusia tadi. Jadi kita tidak boleh
menganggap tradisi-tradisi itu ibadat yang perlu kepada Allah. [22] Alasan-
alasan untuk ini dapat kita kutip dari Kitab Suci. Dalam Matius 15:1-20
Kristus membela para rasul yang tidak memelihara adat istiadat dan Ia
menambahkan pula, ”Percuma mereka beribadat kepada-Ku, sedangkan
ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia” (Mat. 15:9).
[23] Karena Ia menyebut tradisi-tradisi ibadat yang sia-sia, tentu tradisi-
tradisi tersebut tidak perlu. Sebab itu Kristus mengatakan, ”bukan yang
masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari
mulut, itulah yang menajiskan.”76 [24] Dalam Roma 14:17 Paulus juga
mengatakan, ”kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman” [25]
dan dalam Kolose 2:16 ia mengatakan, ”Janganlah kamu biarkan orang
menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari
raya”, dan sebagainya. [27] Dalam Kisah Para Rasul 15:10-11, Rasul Petrus
mengatakan, ”kalau demikian, mengapa kamu mencobai Allah dengan
meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat
dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri? Sebaliknya,
kita percaya bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan
beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.” [28] Di sini Rasul Petrus
melarang agar jangan membebani hati nurani dengan upacara-upacara
lahiriah yang bersifat tambahan, apakah itu dari Musa atau yang lain. [29]

75 Augustinus, Epistle 54 to Januarius, 2:2.


76 Matius 15:11.
64 Buku Konkord

Dalam 1 Timotius 4:1, 3, larangan-larangan tentang makanan atau


perkawinan, misalnya, disebut ajaran iblis, sebab mengadakan atau
melaksanakannya bermaksud untuk memperoleh pengampunan dosa, atau
dengan anggapan bahwa jika orang tidak melaksanakan ibadat-ibadat
seperti itu, ia bukan orang Kristen, jelaslah bertentangan dengan Injil.
[30] Walaupun para pengajar kami, seperti Yovinian,77 dituduh
melarang praktik pengendalian nafsu dan disiplin diri, tulisan-tulisan
mereka justru menampakkan hal yang sangat berbeda. [31] Mereka selalu
mengajarkan tentang salib kudus, bahwa orang-orang Kristen harus
menderita, [32] dan tidak seperti pengendalian nafsu yang dibuat-buat,
ajaran ini benar dan nyata daripada penyiksaan yang dibuat-buat.
[33] Mereka juga mengajarkan bahwa setiap orang harus menguasai
diri dengan melakukan latihan lahiriah seperti puasa dan disiplin lainnya,
sehingga ia tidak memberi kesempatan kepada dosa, tetapi bukan seolah-
olah ia memperoleh anugerah dengan perbuatan-perbuatan demikian. [34]
Latihan-latihan lahiriah seperti itu hendaknya tidak dibatasi pada hari-hari
tertentu, tetapi dilakukan terus-menerus. [35] Kristus berbicara tentang hal
ini dalam Lukas 21:34, ”Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh
pesta pora,” dan ”jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa.”78 [37]
Paulus mengatakan bahwa ia melatih tubuhnya dan menguasainya,79 dengan
begitu ia menyatakan bahwa pengendalian nafsu bukan dimaksudkan untuk
memperoleh anugerah, melainkan memelihara tubuh itu sedemikian rupa,
sehingga orang dapat melakukan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan
tuntutan panggilannya. [39] Jadi puasa itu sendiri tidak ditolak; tetapi yang
ditolak adalah mengadakan ibadah puasa yang wajib pada hari-hari tertentu
dengan makanan tertentu pula, sebab hal ini mengacaukan hati nurani.
[40] Di kalangan kami, juga dipertahankan banyak upacara dan tradisi
(misalnya liturgi Misa dan pelbagai kidung pujian, perayaan-perayaan dan
sebagainya) yang berperan untuk memelihara ketertiban dalam gereja. [41]
Namun pada saat yang sama, kami mengajar para warga jemaat bahwa
bentuk-bentuk ibadat lahiriah seperti itu tidak membuat kita benar di

77 Di sini para reformator mengikuti penjelasan yang salah dari Hieronimus tentang Yovinian,
seorang petapa Roma dari abad ke-4 yang menentang ajaran kebiaraan tentang jasa-jasa dan
tahap-tahap kesempurnaan akhlak, tetapi tidak menentang ”pengendalian nafsu dan disiplin”.
78 Markus 9:29.

79 1 Korintus 9:27.
Konfesi Augsburg 65

hadapan Allah dan harus dilaksanakan tanpa membebani hati nurani;


artinya, kita tidak berbuat dosa jika kita menghapusnya, asal hal itu
dilakukan tanpa menimbulkan sandungan. [42] Bapa-bapa Gereja purba
mempertahankan kebebasan yang demikian sehubungan dengan upacara-
upacara lahiriah, [43] sebab di Timur mereka merayakan Paskah pada
waktu yang berbeda dengan di Roma.80 Apabila ada yang menganggap
perbedaan ini sebagai perpecahan gereja, maka mereka diperingatkan oleh
yang lain bahwa kita tidak perlu mempertahankan keseragaman dalam
kebiasaan-kebiasaan demikian. [44] Irenaeus berkata, ”perbedaan paham
mengenai puasa tidak merusak kesatuan dalam iman,”81 dan dalam Dist. 12
ada satu pernyataan bahwa perbedaan dalam peraturan-peraturan
manusiawi seperti itu tidak bertentangan dengan keesaan Kristen.82 [45]
Lagi pula, buku kesembilan Sejarah Gereja oleh Cassiodorus, mengumpulkan
banyak contoh tentang kebiasaan-kebiasaan gerejawi yang berbeda dan
menyebutkan lebih lanjut pandangan Kristen yang berfaedah, ”para rasul
tidak bermaksud menetapkan hari-hari kudus, melainkan mengajarkan
iman dan kasih.”83
XXVII [KAUL-KAUL KEBIARAAN]
[1] Berbicara tentang kaul-kaul kebiaraan, kita perlu mempertim-
bangkan lebih dahulu pendapat-pendapat yang masih dianut sampai saat ini
tentang kaul-kaul kebiaraan: bagaimana cara hidup yang terdapat di biara-
biara dan berapa banyak peraturan harian di dalamnya yang bertentangan
baik dengan firman Allah maupun hukum-hukum kepausan. [2] Pada masa
Augustinus, hidup membiara bersifat sukarela. Kemudian, setelah disiplin
dan ajaran yang benar diselewengkan, orang menciptakan kaul-kaul
kebiaraan dan berusaha memulihkan disiplin melalui kaul-kaul ini, seolah-
olah mereka hidup dalam penjara yang dirancang dengan baik.84

80 Di Asia Kecil Paskah dirayakan pada hari Paskah Yahudi; sedangkan di Barat, misalnya di
Palestina dan Mesir, Paskah dirayakan pada hari Minggu berikutnya.
81 Dalam Eusebius, Ecclesiastical Hystory, V, 24:13.

82 Gratia, Decretum, Bagian I, dist. 12, pasal 10.

83 Cassiodorus, Tripartite Ecclesiastical History, IX, 38, yang mengutip Socrates, Ecclesiastical

Hstory, V, 22.
84 Sebelum aturan Benedectin berpengaruh luas di Barat sekitar abad ke-8, ada berbagai aturan

kebiaraan. Pada mulanya, orang diizinkan mengundurkan diri dari hidup membiara.
66 Buku Konkord

[3] Selain kaul kebiaraan, masih banyak tuntutan lain yang diberla-
kukan, [4] dan belenggu-belenggu serta beban-beban seperti itu dikenakan
kepada banyak orang sebelum mereka mencapai umur yang wajar.85
[5] Banyak juga orang yang memasuki hidup membiara tanpa me-
nyadarinya, sebab sekalipun usia mereka tidak terlalu muda, mereka belum
menyadari atau mengerti sepenuhnya kemampuan mereka. [6] Semua
orang terjerat dan terikat dengan jalan demikian, ditekan dan dipaksa agar
tetap dalam biara, sekalipun ada hukum-hukum kepausan yang dapat
membebaskan banyak dari antara mereka.86 [7] Dalam biara wanita,
praktiknya malah lebih keras daripada biara pria, walaupun selayaknya
mereka mendapat lebih banyak keringanan sebagai jenis kelamin yang lebih
lemah. [8] Banyak orang saleh pada masa lalu merasa tidak senang dengan
kekerasan seperti itu, sebab mereka tentu sudah melihat bahwa baik anak
laki-laki maupun perempuan didorong masuk ke dalam biara demi
kelangsungan hidupnya. Mereka tentu sudah melihat pula kejahatan-
kejahatan apa yang timbul dari pengaturan ini, yang mengakibatkan batu
sandungan dan hati nurani yang terbeban.
[9] Banyak orang yang mengeluh bahwa dalam hal yang sangat penting
seperti ini, hukum-hukum gerejawi tidak dilaksanakan dengan tegas. [10] Di
samping itu, kaul kebiaraan telah jadi buah bibir, sehingga banyak biarawan
yang kurang pengertian sekalipun merasa tidak senang.
[11] Ada anggapan bahwa kaul kebiaraan setara dengan Baptisan dan
dengan hidup membiara orang dapat memperoleh pengampunan dosa dan
pembenaran di hadapan Allah.87 [12] Lebih dari itu, mereka menambahkan
pula bahwa dengan hidup membiara orang tidak hanya memperoleh
pembenaran dan kesalehan, tetapi juga memelihara petunjuk-petunjuk dan
nasihat-nasihat dalam Injil,88 [13] dengan begitu mereka lebih mengagung-

85 Pada Abad Pertengahan, ada kebiasaan bahwa orangtua mempersembahkan anak-anak


mereka untuk hidup membiara. Hukum gerejawi juga mengizinkan hal ini.
86 Lihat di atas, pasal XXIII, 26.

87 Pada Abad Pertengahan ada kebiasaan untuk membandingkan pengakuan (profession)

kebiaraan dengan baptisan. Misalnya, Thomas Aquinas, Summa Theologica, II, 2, q.189, a.3 ad 3.
88 Para teolog Abad Pertengahan mengikuti suatu perkembangan yang dapat dianggap berasal

dari Tertulianus. Mereka membedakan ”petunjuk-petunjuk Injil” yang harus dilaksanakan demi
keselamatan dengan ”nasihat-nasihat Injil” yang tidak bersifat wajib, tetapi memampukan orang
untuk mencapai keselamatan ”dengan lebih baik dan cepat.” Lihat, misalnya Bonaventura,
Breviloquium, V:9; Thomas Aquinas, Summa Theologica, II, 1: q.108, a.4.
Konfesi Augsburg 67

agungkan kaul kebiaraan daripada baptisan. Mereka menyatakan bahwa


dengan hidup membiara orang dapat memperoleh lebih banyak jasa
daripada cara hidup lainnya yang ditetapkan Allah entah itu pendeta dan
pengkhotbah, penguasa, raja, kepala daerah, yaitu semua orang yang
melayani menurut panggilan mereka sesuai dengan firman dan perintah
Allah tanpa kerohanian yang dibuat-buat. [14] Semuanya ini tidak dapat
dibantah sebab ada tertulis dalam buku-buku mereka.
[15] Lagi pula, mereka yang dijerat dan dibujuk memasuki biara hanya
belajar sedikit tentang Kristus. Dahulu biara-biara mengadakan sekolah-
sekolah Kitab Suci dan bidang-bidang pelajaran lain yang bermanfaat bagi
gereja Kristen, sehingga para pastor dan uskup diambil dari biara-biara.
Tetapi sekarang keadaan telah berubah. [16] Dahulu orang mengumpulkan
dan mengikuti kehidupan membiara dengan maksud mempelajari Kitab
Suci, tetapi sekarang ada anggapan bahwa dengan hidup membiara orang
dapat memperoleh anugerah Allah dan pembenaran di hadapan Allah.
Nyatanya, hidup membiara disebut sebagai cara hidup kesempurnaan89 dan
dianggap jauh lebih mulia daripada cara hidup lain yang ditetapkan Allah.
[17] Semua ini kami ungkapkan dengan sebenarnya, sehingga orang dapat
mengerti dan memahami apa yang diajarkan dan diberitakan oleh para
pengajar kami.
[18] Adapun mengenai orang-orang yang ingin menikah, di kalangan
kami diajarkan bahwa semua orang yang tidak cocok untuk hidup selibat
mempunyai kuasa, hak dan wewenang untuk menikah, sebab kaul-kaul
tidak dapat membatalkan aturan dan perintah Allah. [19] Ketetapan Allah
dalam 1 Korintus 7:2 berbunyi, ”Tetapi mengingat bahaya percabulan,
baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan
mempunyai suaminya sendiri.” [20] Bukan hanya perintah Allah yang
mendorong, menggerakkan dan memaksa kita melakukan ini, tetapi
penciptaan dan aturan Allah juga mengarahkan semua orang kepada
perkawinan, yakni mereka yang tidak dianugerahi dengan karunia
keperawanan oleh karya Allah yang khusus. Hal ini tampak dari firman Allah
sendiri dalam Kejadian 2:18, ”tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja.
Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”

89 Misalnya, Thomas Aquinas, Summa Theologica, 2, q. 186, a, 1, c.


68 Buku Konkord

[22] Keberatan apa yang bisa diajukan atas hal ini? Betapapun orang
meninggikan kaul dan kewajiban, betapapun orang mengagung-agungkan
hal-hal tersebut, namun perintah Allah tidak mungkin dibatalkan. [23]
Orang-orang yang arif mengatakan bahwa suatu kaul yang bertentangan
dengan hukum-hukum kepausan tidak bersifat mengikat.90 Kalau begitu,
bagaimana pula halnya dengan kewajiban, keberlakuan dan kuasa kaul yang
bertentangan dengan perintah Allah.
[24] Sekiranya tidak ada alasan-alasan yang mengizinkan pembatalan
kewajiban suatu kaul, para paus tentu bisa mengecualikan dan
membebaskan orang dari kewajiban seperti itu, sebab tidak seorang pun
berhak membatalkan suatu kewajiban yang berasal dari hukum ilahi. [25]
Akibatnya, para paus benar-benar menyadari bahwa harus diadakan
perbaikan sehubungan dengan kewajiban itu dan mereka sering memberi
pengecualian-pengecualian, [26] misalnya dalam kasus Raja Aragon.91 Jika
pengeculaian-pengecualian diberikan demi kepentingan-kepentingan yang
bersifat fana, bagaimana pula dengan keperluan-keperluan yang
menyangkut jiwa manusia.
[27] Lalu, mengapa para penentang kami begitu kuat mempertahankan
bahwa kaul harus dipelihara tanpa memastikan lebih dulu apakah kaul itu
memang tepat? Sebab kaul harus mencakup apa yang mungkin dan bersifat
sukarela dan tidak boleh dipaksakan.92 [28] Akan tetapi orang umumnya
mengetahui sampai sejauh mana kemurnian yang abadi terletak dalam
kuasa dan kemampuan manusia, [29] dan hanya sedikit orang, entah pria
ataupun wanita, yang telah menerima kaul kebiaraan dengan rela setelah
melalui pertimbangan yang matang. Sebelum mereka sampai pada
pemahaman yang benar, mereka dipengaruhi untuk menerima kaul
kebiaraan dan kadang-kadang didesak dan dipaksa untuk melakukannya.
[30] Karena itu, tidak sepantasnya kita tergesa-gesa dan terus-menerus
berbantah tentang kewajiban kaul kebiaraan itu, karena umumnya diakui
bahwa menurut hakikat dan sifatnya, kaul seharusnya bersifat sukarela dan
dilakukan setelah melalui bimbingan dan pertimbangan yang matang.

90 Gratian, Decretum, Bagian II, pasal 20:q. 4, c. 2, menyatakan bahwa kaul yang dilakukan
seorang rahib tanpa persetujuan pimpinannya dinilai tidak sah.
91 Ramiro II, seorang rahib, dibebaskan dari kaulnya setelah saudara laki-lakinya meninggal

tanpa anak, agar dia dapat menggantikan saudaranya sebagai raja.


92 Bnd. Thomas Aquinas, Summa Theologica, II, 2, q.88, a.1, 8.
Konfesi Augsburg 69

[31] Beberapa hukum gerejawi dan ketentuan paus membatalkan kaul-


kaul yang dilakukan di bawah usia lima belas tahun.93 Hukum dan ketentuan
itu mengamati bahwa sebelum mencapai batas usia itu, orang belum
memiliki pengertian yang memadai untuk menentukan atau merencanakan
jalan hidupnya di masa datang. [32] Hukum gerejawi yang lain memberi
tenggang waktu beberapa tahun lagi kepada kelemahan insani, sebab
hukum itu melarang orang melaksanakan kaul kebiaraan sebelum mencapai
usia delapan belas tahun.94 [33] Berdasarkan ketentuan ini, kebanyakan
biarawan mempunyai dalih dan alasan untuk meninggalkan biaranya, sebab
umumnya mereka memasuki biara pada masa kanak-kanak sebelum
mencapai usia tersebut.
[34] Akhirnya, sekalipun pelanggaran terhadap kaul kebiaraan bisa
dikecam, namun itu tidak berarti perkawinan orang-orang yang melanggar
kaul-kaul itu harus dibatalkan. [35] Sebab Augustinus dalam Nuptiarum,
Pertanyaan 27, Bab I, mengatakan bahwa perkawinan demikian tidak perlu
dibatalkan,95 dan Augustinus memiliki wewenang yang tidak dapat
diabaikan dalam gereja Kristen, meskipun di kemudian hari beberapa orang
berbeda pendapat dengan dia.
[36] Walaupun perintah Allah tentang perkawinan memerdekakan dan
membebaskan banyak orang dari kaul-kaul kebiaraan, namun para pengajar
kami masih mengemukakan alasan-alasan mengapa kaul kebiaraan kosong
dan hampa. Sebab semua ibadah kepada Allah, yang dipilih dan ditetapkan
manusia untuk memperoleh kebenaran dan anugerah Allah tanpa perintah
dan kuasa Allah, bertentangan dengan Allah dan Injil kudus serta
bertentangan dengan perintah Allah. Maka Kristus sendiri dalam Matius
15:9 berkata, ”percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran
yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” [37] Di mana-mana Paulus
juga mengajarkan agar orang tidak mencari kebenaran dengan ketentuan-
ketentuan dan ibadah-ibadah yang diciptakan manusia, melainkan dalam
pandangan Allah kebenaran dan kesalehan berasal dari iman dan keyakinan
apabila kita percaya bahwa Allah menerima kita dalam kemurahan-Nya demi
Kristus, anak-Nya yang tunggal.

93 Gratian, Decretum, Bagian II, pasal 20: q.1, c.10.


94 Ibis., pasal 5.
95 Augustinus, De bono viduitatis, pasal 9.
70 Buku Konkord

[38] Jelas sekali, para rahib telah mengajarkan dan memberitakan


bahwa hidup kerohanian ciptaan mereka menebus dosa dan meraih
anugerah dan kebenaran Allah.96 Bukankah hal ini mengurangi kemuliaan dan
keagungan anugerah Kristus serta menolak kebenaran iman? [39] Karena
itu, kaul-kaul yang telah menjadi kebiasaan itu adalah ibadat yang salah dan
palsu kepada Allah. Maka kaul kebiaraan itu tidak mengikat, [40] karena kaul
yang tidak menurut iman, yang bertentangan dengan perintah Allah, adalah
kosong dan hampa. Bahkan hukum-hukum gerejawi mengajarkan bahwa
sumpah janganlah membuat orang berdosa.97
[41] Dalam Galatia 5:4 Paulus berkata, ”Kamu lepas dari Kristus, jikalau
kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat, kamu hidup di luar
kasih karunia.” [42] Demikian pula mereka yang ingin dibenarkan oleh kaul-
kaul, lepas dari Kristus dan jatuh dari anugerah Allah, [43] sebab mereka
merampas kemuliaan Kristus, satu-satunya yang membenarkan, dan
memberikan kemuliaan ini kepada kaul-kaul dan hidup membiara mereka.
[44] Tidak dapat disangkal, para rahib telah mengajarkan dan mem-
beritakan bahwa mereka dibenarkan dan memperoleh pengampunan dosa
dengan kaul-kaulnya dan kehidupan membiara serta pelaksanaan aturan-
aturannya. Nyatanya mereka menciptakan tuntutan yang tidak pantas dan
bukan-bukan, yaitu mereka dapat memakai perbuatan baiknya untuk orang
lain. [45] Jika orang mau menghitung semua tuntutan ini dengan maksud
memperhadapkannya kepada mereka, alangkah banyaknya hal yang dapat
disebutkan, yang membuat para rahib itu malu karenanya serta
menginginkan hal-hal itu tidak pernah terjadi. [46] Selain itu, mereka
meyakinkan orang banyak bahwa aturan-aturan kerohanian buatan mereka
adalah kesempurnaan Kristen.98 [47] Tentu, hal ini merupakan
pengagungan atas perbuatan-perbuatan sebagai sarana untuk memperoleh
pembenaran. [48] Mereka menganjurkan orang banyak melakukan ibadat
yang demikian kepada Allah, yang diciptakan manusia tanpa perintah Allah,
serta mengajarkan bahwa ibadat seperti itu membuat orang baik dan benar
di hadapan Allah; hal ini bukanlah pelanggaran yang ringan dalam gereja
Kristen. Sebab kebenaran iman yang seharusnya ditekankan lebih daripada

96 Bnd. Thomas Aquinas, sebagaimana dikutip di atas dalam pasal XXVII, 11.
97 Gratian, Decretum, II, Pasal 22, q.4, c.22.
98 Lihat di atas, pasal XXVII, 16.
Konfesi Augsburg 71

yang lain dalam gereja Kristen menjadi kabur apabila mata manusia
disilaukan oleh kerohanian yang tampak seperti malaikat dan oleh hidup
kemiskinan, kerendahan dan kemurnian yang munafik.
[49] Lagi pula, perintah-perintah Allah dan ibadat yang benar dan
wajar dikabulkan, apabila orang mendengar bahwa hanya para rahib saja
yang hidup dalam kesempurnaan. Sebab kesempurnaan Kristen adalah
bahwa kita benar-benar takut akan Allah dengan segenap hati dan
mempunyai keyakinan, iman dan kepercayaan yang tulus bahwa demi
Kristus kita mempunyai Allah yang rahmani dan pengasih; kita dapat dan
mesti berdoa serta meminta kepada Allah apa saja yang kita butuhkan dan
dengan yakin mengharapkan pertolongan daripada-Nya dalam segala
kesukaran yang menyangkut tugas dan panggilan kita dalam hidup ini;
sementara itu kita berbuat baik kepada orang lain dan melaksanakan
panggilan kita dengan tekun. [50] Kesempurnaan yang sejati dan ibadat
yang benar kepada Allah menyangkut hal-hal tersebut dan bukan dengan
menjadi pengemis atau memakai jubah hitam atau pakaian rahib yang
berwarna coklat dan sebagainya. [51] Bagaimanapun, orang banyak yang
mendengar, bahwa hidup selibat disanjung melebihi yang lain, menarik
banyak kesimpulan berbahaya atas pengagungan akan kehidupan membiara
yang palsu itu, [52] sebab hati nurani mereka disusahkan oleh karena
mereka sudah kawin. [53] Ketika orang banyak mendengar bahwa hanya
hidup sebagai pengemislah yang sempurna, maka mereka menjadi bimbang
apabila mereka boleh menyimpan hartanya dan berniaga tanpa berdosa. [54]
Ketika orang banyak mendengar bahwa larangan membalas dendam
hanyalah nasihat99 saja, wajarlah kalau sebagian dari antara mereka
menyimpulkan bahwa membalas dendam di luar pelaksanaan tugas mereka
bukanlah dosa. [55] Sementara yang lain berpendapat bahwa dalam
pemerintahan pun, orang Kristen sama sekali tidak dibenarkan membalas
yang salah.
[56] Banyak contoh yang dicatat tentang orang-orang yang mening-
galkan istri dan anaknya, bahkan juga jabatan untuk mencari naungan
dalam biara. [57] Katanya, dengan demikian mereka melarikan diri dari
dunia dan mencari hidup yang lebih berkenan kepada Allah daripada yang
lain. Mereka tidak bisa memahami bahwa orang melayani Allah dengan

99 Yang disebut ”nasihat Injili”. Lihat di atas, pasal XXVII, 12 dan catatan kakinya.
72 Buku Konkord

mengindahkan perintah-perintah yang diberikan-Nya dan bukan dengan


memelihara perintah-perintah ciptaan manusia. [58] Hidup yang baik dan
sempurna ialah hidup yang didukung oleh perintah Allah; sebaliknya, hidup
tanpa dukungan perintah Allah adalah hidup yang berbahaya. [59] Tentang
hal-hal demikian, orang banyak perlu diberi petunjuk-petunjuk yang tepat.
[60] Pada masa yang lalu, Gerson pernah mengecam pandangan para
rahib yang salah tentang kesempurnaan dan ia menyatakan bahwa hidup
membiara sebagai kesempurnaan hidup merupakan gagasan baru dari
zamannya.100
[61] Jadi, banyak pendapat yang fasik dan kesalahan yang berkaitan
dengan kaul-kaul kebiaraan, yakni kaul-kaul itu membenarkan dan
menjadikan manusia benar di hadapan Allah, kaul-kaul itu merupakan
kesempurnaan Kristen; kaul-kaul itu adalah sarana untuk memenuhi
nasihat-nasihat dan petunjuk-petunjuk Injil serta melengkapi perbuatan-
perbuatan yang melebihi apa yang wajib101 dilakukan setiap orang Kristen
kepada Allah. Oleh karena semua ini salah, sia-sia, dan buatan manusia
belaka, maka kaul kebiaraan adalah kosong dan hampa.

XXVIII [KUASA PARA USKUP]102


[1] Pada masa yang lalu telah banyak dan beraneka ragam tulisan
mengenai kuasa para uskup, dan beberapa di antaranya dengan keliru
mencampurbaurkan kuasa para uskup dan kuasa duniawi. [2] Sebagai
akibat campur-baur yang sembrono ini, banyak terjadi keributan, pem-
berontakan dan peperangan dahsyat, sebab para uskup dengan alasan yang
dibuat-buat dari kuasa yang diberikan oleh Kristus tidak hanya
memperkenalkan bentuk-bentuk ibadat baru dan membebani hati nurani
dengan kasus-kasus yang dikhususkan bagi mereka103 serta melakukan
pengucilan sewenang-wenang, melainkan juga mengangkat dan menu-
runkan raja-raja dan kaisar-kaisar menurut kehendak mereka sendiri. [3]

100 Antara lain, lihat Yohanes Gerson, Evangelical Counsels, dalam Opera, II: 680.
101 Lihat di atas, pasal XXVII, 12.
102 Jerman: Die Gewalt (Vollmacht) der Bischoefe; Inggris: The Power of Bishops; Latin: De

postate ecclesiastica.
103 Kasus-kasus saat pengampunan dosa hanya dapat diberikan oleh para uskup dan paus

sendiri.
Konfesi Augsburg 73

Perbuatan yang sewenang-wenang ini telah lama dikutuk oleh para


cendekiawan dan orang-orang saleh dalam kekristenan. [4] Karena itu, demi
menghibur hati nurani, para pengajar kami terpaksa membedakan antara
kuasa pedang dan wewenang, yang rohani dengan duniawi; mereka
mengajarkan demikian karena perintah Allah yang menghendaki agar para
pemerintah dan penguasa dihormati dan dijunjung tinggi sebagai dua
pemberian Allah yang tertinggi di dunia ini.
[5] Para pengajar kami menegaskan bahwa menurut Injil, kuasa para
pemegang kunci atau para uskup adalah kuasa untuk memberitakan Injil,
mengampuni ataupun menyatakan dosa orang tetap ada, serta
melaksanakan dan melayankan sakramen-sakramen. [6] Sebab Kristus
mengutus para rasul-Nya dengan perintah ini, [7] ”sama seperti Bapa
mengutus Aku, demikian sekarang Aku mengutus kamu. Terimalah Roh
Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni dan jika
kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh. 20:21-
23).
[8] Kuasa kunci gereja104 atau kuasa para uskup ini digunakan dan
dijalankan hanya dengan mengajarkan dan memberitakan firman Allah
serta melayankan sakramen-sakramen (kepada orang banyak atau perse-
orangan, tergantung pada panggilan seseorang). Dengan jalan begitu, Allah
memberikan hal-hal dan karunia-karunia yang kekal, bukan yang lahiriah,
yakni kebenaran yang kekal, Roh Kudus dan hidup yang kekal. [9] Karunia-
karunia ini tidak dapat diperoleh selain melalui pemberitaan Injil dan
pelayanan sakramen-sakramen, sebab Rasul Paulus mengatakan, ”Injil
adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya.”105 [10]
Oleh karena kuasa gereja ataupun para uskup memberikan karunia-karunia
yang kekal dan dipergunakan dan dilaksanakan hanya melalui pemberitaan
Injil, maka kuasa itu sama sekali tidak mencampuri urusan pemerintah atau
kuasa duniawi. [11] Kuasa duniawi berurusan dengan hal-hal yang jauh
berbeda dengan Injil. Kuasa duniawi tidak melindungi jiwa, akan tetapi
dengan pedang dan hukuman lahiriah, melindungi tubuh dan harta milik
terhadap kuasa lain.

104 Diambil dari Matius 16:19, ”kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga.”
105 Roma 1:16.
74 Buku Konkord

[12] Karenanya, kedua kuasa itu, rohani dan duniawi, jangan dika-
caukan atau dicampurbaurkan, sebab kuasa rohani bertugas untuk mem-
beritakan Injil dan melayankan sakramen-sakramen. [13] Maka kuasa itu
hendaknya tidak mencampuri bidang-bidang lain, tidak mengangkat atau
menurunkan raja, tidak membatalkan undang-undang negara atau
melemahkan ketaatan pada pemerintah, tidak membuat atau menentukan
undang-undang tentang hal-hal duniawi bagi kuasa duniawi.
[14] Kristus sendiri mengatakan, ”Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini,”106 [15]
dan lagi, ”Siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau
pengantara atas kamu?”107 [16] Dalam Filipi 3:20 Paulus juga menuliskan,
”Kewargaan kita adalah di dalam sorga” [17] dan dalam 2 Korintus 10:4-5,
”Karena senjata kami di dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi,
melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah yang sanggup
untuk meruntuhkan bentang-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang
dan merubuhkan setiap kubu yang dibangunkan oleh keakuan manusia
untuk menentang pengenalan akan Allah.”
[18] Jadi, para pengajar kami membedakan dua wewenang dan tugas
kedua kuasa itu, dan mengajarkan agar keduanya dihormati sebagai
pemberian-pemberian Allah yang tertinggi di dunia ini.
[19] Apabila para uskup memiliki wewenang duniawi dan pedang,
maka mereka tidak memilikinya sebagai uskup-uskup berdasarkan hak
ilahi, melainkan karena hak manusiawi, hak kekaisaran yang dianugerahkan
oleh kaisar-kaisar dan raja-raja Roma untuk mengatur daerah mereka. [20]
Wewenang seperti itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan jabatan
pemberitaan Injil.
[21] Karena itu, menurut hak ilahi, jabatan uskup ialah untuk
memberitakan Injil, mengampuni dosa-dosa, menilai ajaran dan meng-
hukum ajaran yang bertentangan dengan Injil serta mengucilkan orang-
orang yang secara nyata telah berbuat jahat, dari persekutuan Kristen.
Semuanya ini hendaknya jangan dilakukan dengan kuasa manusiawi,
melainkan dengan firman Allah saja. [22] Berdasarkan ini, para pendeta
jemaat dan gereja-gereja wajib patuh kepada para uskup sesuai dengan
perkataan Kristus dalam Lukas 10:16, ”Barangsiapa mendengar kamu, ia

106 Yohanes 18:36.


107 Lukas 12:14.
Konfesi Augsburg 75

mendengar Aku.” [23] Namun apabila mereka mengajarkan, memper-


kenalkan atau menetapkan apa-apa yang bertentangan dengan Injil, Allah
memerintahkan kita supaya jangan patuh pada hal-hal yang demikian, sebab
dalam Matius 7:15 Kristus mengatakan, ”Waspadalah terhadap nabi-nabi
palsu.” [24] Dalam Galatia 1:8 Rasul Paulus juga menuliskan, ”Tetapi
sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga memberitakan kepada
kami suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan
kepadamu, terkutuklah dia” [25] dan dalam 2 Korintus 13:8, ”kami tidak
dapat berbuat apa-apa melawan kebenaran, yang dapat kami perbuat ialah
untuk kebenaran.” [26] Paulus menunjuk pula kepada ”kuasa yang
dianugerahkan Tuhan kepadaku untuk membangun dan bukan untuk
meruntuhkan.”108 [27] Hukum gerejawi menghendaki hal yang sama dalam
Bagian II, pernyataan 7, dalam pasal tentang ”Sacerdotes” (imam) dan
”Oves” (domba).109
[28] Augustinus, menjawab surat-surat Petilianus, juga menuliskan
bahwa orang tidak harus mematuhi para uskup yang terpilih secara resmi,
bila mereka berbuat salah atau mengajarkan atau memerintahkan sesuatu
yang berlawanan dengan Kitab Suci.110
[29] Kuasa dan hak apa pun yang mungkin dimiliki para uskup dalam
pelbagai hal (misalnya, dalam soal perkawinan dan persepuluhan),111
semuanya itu diperoleh berdasarkan hak manusiawi. Namun apabila para
uskup lalai melaksanakan tugas-tugas demikian, maka para pangeran, suka
atau tidak suka, wajib melaksanakan keadilan bagi rakyat mereka demi
ketentraman dan mencegah perselisihan dan kekacauan di wilayah mereka.
[30] Di samping itu, timbul perdebatan, apakah para uskup berkuasa
untuk memperkenalkan upacara-upacara dalam gereja atau menetapkan
peraturan-peraturan tentang makanan, hari-hari suci dan tingkatan-
tingkatan para pelayan gerejawi yang berbeda-beda. [31] Mereka, yang
mengaitkan kuasa seperti itu dengan para uskup, mengutip perkataan
Kristus dalam Yohanes 16:12-13, ”Masih banyak hal yang harus Kukatakan

108 2 Korintus 13:10.


109 Gratian, Decretum, Bagian II, q.7, c.8, 13.
110 Augustinus, The Unity of the Church, 11,28.

111 Sejak awal Abad Pertengahan, warga gereja diminta untuk mempersembahkan sepersepuluh

dari hasil pendapatan dari tanah dan kerajinan.


76 Buku Konkord

kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi


apabila Ia datang, yaitu Roh kebenaran Ia akan memimpin kamu ke dalam
seluruh kebenaran, sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri,
tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya
dan Ia akan memberitakan hal-hal yang akan datang.”112 [32] Mereka juga
mengutip contoh dalam Kisah Para Rasul 15:20, 29 yang melarang makan
darah dan daging binatang yang mati tercekik. [33] Mereka mengangkat
pula masalah hari Sabat yang diganti dengan hari Minggu, yang menurut
mereka, bertentangan dengan Dasatitah. Selain soal penggantian hari Sabat
ini, tidak ada soal lain yang mereka ambil sebagai dukungan dan begitu tegas
mereka tekankan, karena dengan menekankan hal ini, mereka ingin
mempertahankan bahwa kuasa gereja telah mengadakan pengecualian dan
mengubah bagian dari Dasatitah itu.113
[34] Tentang hal ini para pengajar kami menegaskan bahwa para
uskup tidak berkuasa untuk mengadakan atau menetapkan apa pun yang
bertentangan dengan Injil, sebagaimana telah dikemukakan di atas dan
diajarkan juga oleh hukum gerejawi melalui seluruh pembedaan yang
kesembilan itu.114 [35] Membuat hukum-hukum dari hasil pemikiran atau
mengharuskan agar hukum-hukum itu dilaksanakan untuk menebus dosa-
dosa dan memperoleh anugerah, jelaslah bertentangan dengan perintah dan
Firman Allah, [36] sebab kita telah menghujat keagungan jasa Kristus
apabila kita menyangka kita dapat memperoleh anugerah dengan
peraturan-peraturan seperti itu. [37] Sangat jelas juga, oleh karena
anggapan ini, peraturan-peraturan manusia terus bertambah jumlahnya,
tidak terhitung lagi banyaknya, sedangkan ajaran tentang iman dan
pembenaran oleh iman hampir lenyap. [38] Hampir setiap hari ditetapkan
peraturan-peraturan baru tentang hari-hari suci, puasa-puasa dan upacara-
upacara baru dan pemujaan-pemujaan baru terhadap orang-orang suci,
dengan maksud memperoleh anugerah dan segala yang baik dari Allah
melalui perbuatan-perbuatan seperti itu.

112 Yohanes Eck mengutip nas tersebut dalam karyanya, Handbook of Commonplaces against
Luther and Other Enemies of the Church (1525), No. 1, 15.
113 Band. Thomas Aquinas, Summa Theologica, II, q.122, q.4 ad 4.

114 Gratian, Decretum, I, dist. 9, c.8, dst.


Konfesi Augsburg 77

[39] Mereka yang menciptakan peraturan-peraturan manusia ber-


tentangan pula dengan perintah Allah, bila mereka mengaitkan dosa-dosa
dengan hari-hari dan hal-hal yang serupa serta membebani kekristenan
dengan perbudakan hukum, seolah-olah orang-orang Kristen harus
melaksanakan ibadat seperti ibadat kaum Lewi, untuk memperoleh
anugerah Allah115 dan seolah-olah Allah memerintahkan para rasul dan
uskup untuk mengadakannya, seperti yang dituliskan beberapa orang. [40]
Mungkin sekali, beberapa orang uskup telah disesatkan oleh contoh dari
hukum Musa. [41] Akibatnya, peraturan-peraturan yang tidak terhitung
banyaknya bermunculan, misalnya melakukan pekerjaan berat pada hari-hari
suci dianggap dosa yang mematikan (meskipun pekerjaan itu tidak
mengganggu orang lain); meniadakan ketujuh waktu doa116 setiap hari
dianggap dosa yang mematikan; beberapa jenis makanan menajiskan hati
nurani; puasa dapat mendamaikan Allah; dalam suatu kasus yang
dikecualikan,117 dosa tidak diampuni jika tidak diperoleh pengampunan dari
orang tertentu yang berhak memberikannya, sekalipun hukum gerejawi
tidak mengatakan apa-apa tentang pengecualian terhadap kesalahan,
melainkan hanya berbicara tentang pengecualian hukuman-hukuman
gerejawi.
[42] Dari mana para uskup mendapat hak dan kuasa untuk mem-
bebankan tuntutan-tuntutan seperti itu dalam kekristenan sehingga
menjerat hati nurani manusia? Petrus dalam Kisah Para Rasul 15:10 me-
larang supaya jangan meletakkan kuk pada tengkuk murid-murid itu. Dalam
2 Korintus 10:8 Paulus juga menyatakan bahwa kuasa diberikan untuk
membangun dan bukan untuk meruntuhkan. Lalu, mengapa mereka
melipatgandakan dosa dengan tuntutan-tuntutan demikian?
[43] Padahal banyak nas Kitab Suci yang jelas melarang penetapan
peraturan-peraturan seperti itu dengan maksud memperoleh anugerah
Allah atau seolah-olah peraturan-peraturan itu perlu untuk keselamatan.
[44] Demikianlah dalam Kolose 2:16 Paulus berkata, ”Karena itu janganlah
kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman

115 Misalnya, ibadat orang Yahudi.


116 Jam-jam kanonis, atau ketujuh jam doa harian, yang ditetapkan bagi para biarawan dan
orang-orang lain.
117 Lihat di atas, cacatan kaki pada pasal XXVIII, 2.
78 Buku Konkord

atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat.” [45] Juga dalam
Kolose 2:20-23, ”Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan
bebas dari pada roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu
pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia: jangan
jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini, semuanya itu hanya mengenai
barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah
dan ajaran-ajaran manusia. Peraturan-peraturan itu, walaupun tampaknya
penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri,
menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi.”
[46] Dalam Titus 1:14 Rasul Paulus juga melarang orang supaya jangan
mengindahkan dongeng-dongeng Yahudi dan hukum-hukum manusia yang
menolak kebenaran.
[47] Tentang mereka yang mendesak orang-orang untuk melaksa-
nakan hukum-hukum manusia, Kristus sendiri mengatakan, ”biarkanlah
mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta” (Mat. 15:14).
[48] Ia menolak ibadat yang demikian kepada Allah dan berkata, ”setiap
tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut
dengan akar-akarnya” (Mat. 15:13).
[49] Maka, jika para uskup berkuasa membebani gereja-gereja dengan
tuntutan-tuntutan yang tak terhitung banyaknya sehingga menjerat hati
nurani orang, mengapa Kitab Suci begitu sering melarang orang supaya
jangan mengadakan dan melaksanakan peraturan-peraturan manusia?
Mengapa Kitab Suci menyebut peraturan-peraturan itu ajaran-ajaran
iblis?118 Mungkinkah Roh Kudus memperingatkan tentang hal itu dengan
sia-sia belaka?
[50] Oleh karena peraturan-peraturan demikian, yang ditetapkan
sebagai sesuatu yang perlu untuk mendamaikan Allah dan memperoleh
anugerah, adalah bertentangan dengan Injil, maka para uskup sama sekali
tidak layak meneruskan ibadat-ibadat kepada Allah seperti itu. [51] Ajaran
tentang kemerdekaan orang Kristen perlu dipelihara, yakni bahwa
perhambaan kepada hukum tidak perlu untuk pembenaran, [52]
sebagaimana Rasul Paulus menuliskan dalam Galatia 5:1, ”Supaya kita
sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita, karena itu
berdirilah teguh dan jangan mau lagi kena kuk perhambaan.” Sebab pokok

118 1 Timotius 4:1.


Konfesi Augsburg 79

utama dari Injil harus dipertahankan, yaitu bahwa kita memperoleh


anugerah Allah melalui iman kepada Kristus tanpa jasa-jasa kita. Kita tidak
memperoleh anugerah itu dengan ibadat kepada Allah yang ditetapkan
manusia.
[53] Lalu, apa yang mesti kita katakan tentang hari Minggu, ketentuan-
ketentuan dan upacara-upacara gereja yang serupa? Tentang hal ini, para
pengajar kami menjawab119 bahwa para uskup atau pendeta boleh
membuat peraturan-peraturan agar segala sesuatu yang dilakukan dalam
gereja berjalan dengan tertib. Tetapi peraturan-peraturan itu tidak boleh
menjadi sarana untuk memperoleh anugerah Allah atau menebus dosa-
dosa, ataupun mengikat hati nurani orang dengan menganggap hal-hal
tersebut sebagai ibadat-ibadat yang perlu kepada Allah; apabila orang
mengabaikan pelaksanaannya, ia dianggap berdosa, meskipun tanpa
menimbulkan sandungan. [54] Maka Rasul Paulus dalam
1 Korintus 11:5 memberi petunjuk agar perempuan menutup kepalanya
dalam pertemuan jemaat. Ia juga memberi petunjuk agar dalam pertemuan
jemaat para pengkhotbah jangan semuanya berbicara dengan serentak
tetapi hendaknya bergiliran satu demi satu.120
[55] Pertemuan jemaat Kristen selayaknya memelihara peraturan-
peraturan seperti itu demi kasih dan damai. Orang Kristen selayaknya patuh
kepada para uskup dan pendeta dalam hal-hal demikian, sehingga tidak
seorang pun menjadi batu sandungan bagi orang lain dan supaya jangan
terjadi kekacauan dan kelakuan yang tidak pantas dalam gereja. [56] Akan
tetapi, hendaknya hati nurani tidak dibebani dengan pendapat bahwa hal-
hal tersebut perlu untuk keselamatan atau bahwa orang akan berdosa bila
meniadakannya, sekalipun tidak mengganggu orang lain, sebagaimana
orang tidak akan mengatakan bahwa seorang perempuan berdosa bila ia
pergi keluar tanpa tudung kepala, meskipun ia tidak menjadi batu
sandungan bagi orang lain.
[57] Demikian pula halnya mengenai pelaksanaan peribadatan hari
Minggu, hari Paskah, hari Pentakosta serta hari-hari suci dan kebiasaan-

119 Sejak Yohanes Eck menyerang kaum Injili (kaum Lutheran), telah diminta suatu jawaban
tentang pandangan-pandangan yang salah terhadap hari Tuhan. Lihat Eck, 404 Theses, No. 177-
179.
120 1 Korintus 14:30.
80 Buku Konkord

kebiasaan lain yang serupa. [58] Mereka yang menganggap penentuan hari
Minggu untuk mengganti hari Sabat merupakan ketetapan yang penting,
sangatlah keliru, [59] sebab Kitab Suci telah menghapuskan hari Sabat dan
mengajarkan bahwa setelah Injil dinyatakan, maka semua upacara menurut
hukum lama boleh ditiadakan. [60] Meskipun demikian, karena memang
perlu ditentukan satu hari tertentu supaya orang mengetahui kapan mereka
harus berhimpun, maka gereja Kristen menentukan hari Minggu. Gereja
lebih cenderung dan lebih suka melakukan ini supaya orang banyak
mempunyai satu contoh tentang kemerdekaan orang Kristen dan
mengetahui bahwa mereka tidak perlu memelihara hari Sabat atau hari
lainnya.
[61] Ada banyak perdebatan yang salah121 tentang perubahan hukum
upacara-upacara dalam Perjanjian Baru dan penggantian hari Sabat;
semuanya itu timbul dari pendapat yang keliru dan salah bahwa dalam
kekristenan orang harus melakukan ibadat-ibadat kepada Allah seperti
ibadat-ibadat kaum Lewi atau orang-orang Yahudi dan bahwa Kristus
memerintahkan para rasul dan uskup untuk mengadakan upacara-upacara
baru yang perlu bagi keselamatan. [62] Pandangan-pandangan yang salah
seperti itu dimasukkan dalam kekristenan ketika kebenaran iman tidak
diajarkan dan diberitakan lagi dengan jelas dan murni. [63] Sebagian orang
mempertahankan bahwa sekalipun hari Minggu tidak harus dipelihara
sebagai kewajiban kepada Allah, tetapi hari itu harus dipelihara hampir
seperti kewajiban kepada Allah, dan mereka menentukan jenis dan
banyaknya pekerjaan yang boleh dilakukan pada hari perhentian itu. [64]
Bukankah perdebatan-perdebatan seperti ini hanya untuk menjebak hati
nurani? Sebab meskipun mereka berusaha melunakkan dan meringankan
peraturan-peraturan manusia,122 namun tidak akan ada pengurangan atau
keringanan selama pandangan bahwa pelaksanaan peraturan-peraturan itu
penting, masih ada dan merajalela. Pandangan ini akan tetap bertahan
selama tidak ada pemahaman tentang kebenaran iman dan kemerdekaan
orang Kristen.
[65] Para rasul memberi petunjuk agar orang menjauhkan diri dari
darah dan binatang yang mati tercekik. Siapa yang masih memperhatikan

121 Misalnya, Thomas Aquinas, Summa Theologica, II,1, q.103.


122 Lihat di atas, pasal XXVI, 14.
Konfesi Augsburg 81

larangan ini sekarang? Mereka yang tidak memperhatikan ini tidak berbuat
dosa, sebab para rasul tidak ingin membebani hati nurani dengan
perhambaan seperti itu, melainkan melarang makan makanan demikian
untuk sementara waktu supaya jangan menjadi batu sandungan. [66] Orang
harus memberi perhatian pada pokok utama ajaran Kristen dan ini tidak
dihapuskan oleh ketetapan rasuli tersebut.123
[67] Jarang sekali hukum-hukum gerejawi (canons) lama dilaksanakan
secara harfiah dan peraturan-peraturan diremehkan dari hari ke hari, bahkan
juga di antara orang-orang yang paling sungguh-sungguh melaksanakannya.
[68] Tidak mungkin memberi nasihat atau pertolongan kepada hati nurani,
jikalau tidak diberi keringanan, sehingga orang menyadari bahwa aturan-
aturan seperti itu tidak perlu dan jika mereka mengabaikannya, hati nurani
mereka tidak dilukai.
[69] Para uskup dengan mudah dapat memelihara ketaatan orang,
seandainya mereka tidak menekankan pelaksanaan peraturan-peraturan,
yang tidak dapat dilakukan tanpa berdosa itu. [70] Tetapi sekarang mereka
melayankan satu jenis bahan sakramen saja dan melarang agar jangan
melayankan kedua jenis bahan tersebut. Mereka juga melarang para
rohaniawan kawin dan tidak menerima orang melayani gereja bila ia tidak
bersumpah lebih dahulu bahwa ia tidak akan memberitakan ajaran tertentu,
walaupun ajaran itu sungguh sesuai dengan Injil. [71] Gereja-gereja kami
tidak meminta agar para uskup memulihkan perdamaian dan kesatuan
dengan mengorbankan kehormatan dan martabat mereka (meskipun
mereka wajib berbuat demikian dalam keadaan yang mendesak), [72]
melainkan hanya meminta agar para uskup meringankan beban-beban
tertentu yang berlebihan, yang tidak terdapat dalam gereja-gereja dahulu
dan yang diberlakukan bertentangan dengan kebiasaan gereja Kristen yang
am. [73] Mungkin ada alasan-alasan untuk memberlakukan peraturan-
peraturan itu dahulu, tetapi sekarang peraturan-peraturan itu tidak sesuai
lagi dengan zaman kita. [74] Lagi pula, tidak dapat disangkal bahwa
beberapa peraturan telah disahkan karena kurangnya pemahaman. Maka,
para uskup hendaknya bermurah hati untuk meringankan peraturan-
peraturan itu, karena perubahan-perubahan demikian tidak akan
menghancurkan keesaan gereja-gereja Kristen. Sebab dalam perjalanan

123 Maksudnya, ketetapan rasuli dalam Kisah Para Rasul 15:23-29.


82 Buku Konkord

waktu banyak peraturan buatan manusia tidak terpakai lagi dan bersifat
wajib lagi, sebagaimana disaksikan oleh hukum-hukum kepausan sendiri.124
[75] Namun jika hal ini tidak mungkin dilakukan dan mereka tidak dapat
diyakinkan untuk meringankan atau menghapus peraturan-peraturan
manusia yang tidak dapat dilaksanakan tanpa berdosa, maka kita harus
mengikuti aturan rasuli yang memerintahkan agar kita lebih taat kepada
Allah daripada kepada manusia.125
[76] Rasul Petrus melarang para penatua mempergunakan kuasa
seolah-olah mereka berkuasa untuk memaksa gereja-gereja menurut ke-
hendak mereka.126 [77] Kami tidak bermaksud mencari jalan untuk me-
ngurangi kuasa para uskup, tetapi kami menginginkan dan memohon agar
mereka jangan memaksa hati nurani kita berdosa. [78] Jika mereka tidak
sudi berbuat demikian dan mengabaikan permohonan kami, biarlah mereka
memikirkan bagaimana mereka kelak mempertanggungjawabkan hal ini di
hadapan Allah, karena dengan kekerasan hati mereka ternyata mereka telah
memberi peluang bagi pertikaian dan perpecahan yang seharusnya mereka
cegah.

[KESIMPULAN]
[1] Inilah pokok-pokok utama yang menimbulkan pertentangan.
Meskipun sebenarnya kami dapat menyebutkan lebih banyak lagi
penyalahgunaan dan kesalahan, supaya jangan bertele-tele dan membo-
sankan, kami mengemukakan hal-hal pokok saja. Selebihnya dapat
dipertimbangkan berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas. [2] Pada
waktu lampau, banyak keluh kesah tentang penghapusan siksa, ziarah dan
penyalahgunaan tindakan pengucilan. Para pendeta jemaat juga tidak habis-
habisnya berselisih dengan para rahib tentang hal mendengar pengakuan
dosa, penguburan, khotbah pada saat tertentu dan masalah lain yang tidak
terhitung banyaknya. [3] Dengan bijaksana semuanya ini tidak kami
singgung demi kebaikan bersama supaya pokok-pokok utama yang
dipertikaikan dapat dimengerti lebih baik.

124 Yakni ketika sakramen tobat mulai berkembang pada awal Abad Pertengahan, maka hukum-
hukum gereja lama tentang tobat disisihkan.
125 Kisah Para Rasul 5:29.

126 1 Petrus 5:2.


Konfesi Augsburg 83

[4] Janganlah mengira bahwa semua yang dikatakan atau dikemu-


kakan di atas bertolak dari kebencian atau dengan maksud menyakiti siapa
pun. [5] Kami hanya menyampaikan masalah-masalah yang kami pandang
penting untuk dikemukakan dan disinggung, sehingga nyatalah bahwa kami
tidak mengemukakan apa pun, baik berupa ajaran maupun upacara-upacara
yang bertentangan dengan Kitab Suci ataupun gereja Kristen yang am. Sebab
adalah jelas dan nyata (tanpa membanggakan diri) bahwa kami dengan
tekun dan pertolongan Allah telah mencegah ajaran baru dan sesat menjalar
ke dalam gereja-gereja kami serta merajalela di dalamnya.
[6] Sejalan dengan panggilan Kaisar, kami ingin menyampaikan pasal-
pasal di atas sebagai pernyataan pengakuan iman dan ajaran para
pengkhotbah kami. Jika ada yang menganggap pernyataan itu masih kurang
dalam beberapa hal, kami bersedia memberi keterangan lebih lanjut
berdasarkan Kitab Suci.
Dari hamba-hamba yang setia kepada Baginda yang Mulia:
Yohanes, pangeran Sakson, elektor.
George, penguasa perbatasan Brandenburg.
Ernest, pangeran Luneburg.
Philip, penguasa wilayah Hesse.
Yohanes Frederik, pangeran Sakson.
Francis, pangeran Luneburg.
Wolfgang, pangeran Anhalt.
Walikota dan majelis kota Nuremberg.
Walikota dan majelis kota Reutlingen.

Anda mungkin juga menyukai