Anda di halaman 1dari 2

IBRAHIM BIN ADHAM

Nama lengkapnya Ibrahim Adham bin Mansur bin Yazid al-Balakhi, biasa dipanggil
Abu Ishaq dilahirkan dikota Balakh. Bapaknya keturunan raja dan berasal dari keluarga kaya,
namun dia kesampingkan harta dan bergelut mencari ilmu. Pergi ke Baghdad, Irak, Syam dan
Hijaz untuk menimba ilmu dari para ulama, dan setiap kali berguru kepada Sufyan Tsauri dia
meminta ijazah agar tidak lupa.
Pencariannya ditopang dari hasil buruan dan memelihara kebun. Kemudian terpanggil
untuk jihad berperang melawan penjajah Romawi. Kata-katanya: “Zuhud yang wajib adalah
dari perkara haram dan subhat, sedang zuhud yang utama adalah dari perkara yang halal.
“Sufyan Tsauri berkata:”Ibrahim bin Adham bagaikan nabi Ibrahim khalilullah, kalau dia
hidup di masa sahabat niscaya menjadi sahabat utama. “Ketika ditanya seperti apa karomah
seseorang?, dia menjawab: “Ketika berkata kepada gunung: “Bergerak!” maka gunung itu
bergerak.”
Selain itu dalam buku lain diterangkan Ibrahim bin As-ham bin Mansur bin Yazid bin
al-‘Ijli, lahir di Khurasan 112H dan wafat di wilayah Romawi 165 H. Selama menjadi
penguasa di wilayah Balkhi yang menggantikan ayahnya sebagai Amir, tiba-tiba selalu
digoda oleh Malaikat, antara lain suatu ketika di atas atap istananya berkejar-kejaran dua
anak remaja yang mencari untanya yang hilang. Setelah kedua anak itu dipaksa turun dari
atap istana, lalu Ibrahim memarahinya dengan mengatakan, mana ada unta yang hilang di
atas atap istana ini, suatu hal yang tidak bisa diterima oleh akal sehat. Kedua anak tersebut,
membalas dengan mengatakan, mana ada penguasa yang dapat mendekatkan dirinya kepada
Allah, padahal dia diliputi oleh kemewahan dunia. Tiba-tiba kedua anak itu menghilang
seketika, kemudian Ibrahim berkeyakinan bahwa dia adalah dua malaikat yang berupaya
menegur kesalahan dirinya. Ibrahim menyadari hal tersebut, sebagai suatu pelajaran besar
baginya, sehingga ia memilih meletakkan jabatan sebagai penguasa di Propinsi Balkhi, lalu
mengembara mencari guru tasawuf yang ditempati belajar dan menuntunnya untuk menekuni
berbagai macam ibadah. Maka ia bertemu dan belajar di beberapa ulama besar; antara lain
Imam Abu Hanifah (hidup 80-150 H/699-767 M), Sofyan al-Thauri (hidup 94-161 H), dan
Fuadail bin ‘Iyad (hidup 105-187 H/723-803 M).
Ia sangat alim dalam ilmu tasawufnya, dan termasuk salah seorang guru Syaqiq al-
Balkhi, wafat (194 H/810 M). Sebagai seorang sufi, yang sebelumnya pernah menjadi
penguasa yang diliputi kemewahan dunia, ia sering menyampaikan nasehatnya kepada
beberapa putra raja dengan mengatakan : Jadikanlah Allah sebagai sahabatmu, lalu
tinggalkan manusia jauh (dibelakangmu). Selanjutnya ia mengatakan, tasawuf adalah
keindahan dan kebesaran hati menuju kepada kebebasan sejati, bukan kehidupan yang susah,
bukan pula meninggalkan fitrah, tetapi tasawuf adalah pilihan yang benar, hidup zuhud, adil
dan keutamaan yang dapat mengantarkan manusia kepada kesucian batin. Dan setelah
manusia dapat meninggalkan taqwa, hingga hamba dapat beribadah dengan ikhlas. Maka
memancarkanlah kesucian hati, untuk mendapatkan hikmah yang luar biasa dari Allah SWT.
Kisah ini selanjutnya memaparkan bagaimana ia mengembara dari suatu tempat
ketempat lain dalam upaya menemukan jalan hidup yang halal. Akhiranya ia hidup dari
bekerja sebagai tukang kebun di Syria. Namun akhirnya, orang tahu juga siapa dia
sebenarnya. Maka pergilah dan hiduplah ia digurun. Disana, kata Arberry, ia berkawan
dengan zahid-zahid Kristen. Dan secara eksplesit dia mengatakan bahwa tasawuf Islam itu
terpengaruh oleh ajaran Kristen. Memang perlu menyelidikikan yang mendalam tentang
kebenaran pendapat Arberry ini, juga pendapat orientalis-orientalis lainnya. Tapi serba sedikit
maslah ini telah dibahas diatas. Ibrahim bin Adham adalah salah seorang zahid di Khurasan
yang sangat menonjol di zamannya. Kendatipun dia putera seorang raja dan pangeran
kerajaan Balkh, menurut Nicholson, dia tidak terpesona oleh kekuasaan dan kerajaan yang
dibawahinya. Dia lebih suka memakai baju bulu domba yang kasar dan mengarahkan
pandangannya ke negri Syam (Syria), dimana ia hidup sebagai penjaga kebun dan kerja kasar
lainnya. Suatu ketika ia ditanya: “Mengapa anda menjauhi orang banyak?” Dia menjawab:
“Kupegang teguh agama didadaku. Dengannya aku lari dari satu negeri ke negeri yang lain,
dari bumi yang kutinggalkan menuju bumi yang akan kudatangi. Setiap orang yang melihatku
menyangka aku seorang pengembala atau orang gila. Hal ini kulakukan dengan harapan aku
bisa memelihara kehidupan beragamaku dari godaan setan dan menjaga keimananku,
sehingga selamat sampai ke pintu gerbang kematian

Marisma, El. 2016. Diakses melalui: http://maktabahkamila.blogspot.com/2016/12/ajaran-zuhud-


ibrahim-ibn-adham.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai