Makalah Studi Kasus Farmasi Industri Kelompok 5 (Sudah Direvisi)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN STUDI KASUS FARMASI INDUSTRI

TABLET HISAP VITAMIN C

Dibimbing oleh :
Dr. apt. Iswandi, M.Farm.
Dr. apt. Ilham Kuncahyo, M.Sc.

Kelas A1 - Kelompok 5
 Afifah Nur P.W (2120424691)
 Almira Amadea E (2120424696)
 Atika Cahya P (2120424705)
 Cindy Cloudia (2120424707)

PROGRAM PROFESI APOTEKER XLII


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penghantaran sediaan oral merupakan rute administrasi obat yang paling disukai dan
paling nyaman karena kepatuhan pasien yang tinggi, efektivitas biaya, kemudahan dalam
proses produksi, fleksibilitas dalam desain serta bentuk sediaan (Viswanathan et.al, 2017).
Tablet hisap merupakan sediaan padat yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat yang
terkandung dalam basis manis yang dimaksudkan untuk melarut atau terdisintegrasi secara
lambat di mulut dan mempunyai rasa yang enak. Tablet hisap memiliki kekurangan yaitu
bentuk tablet hisap yang menarik menyebabkan tablet hisap dapat salah dikenali sebagai
permen oleh anak – anak, bentuk tablet hisap yang keras dapat menjadi kasar, serta perlunya
suhu tinggi dalam pembuatan tablet hisap tipe hard candy (Renuka et al., 2014).Tablet hisap
telah banyak digunakanakan karena memiliki kelebihan, terutama rasanya yang enak
sehingga lebih diterima oleh pasien pediatri serta geriatri, meningkatkan waktu retensi obat
di dalam rongga mulut, menurunkan iritasi lambung, penyimpanan dan cara penggunaannya
yang mudah (Rathod et.al, 2014).
Tablet hisap telah digunakan sejak abad ke-20 hingga sekarang masih diproduksi
secara komersial. Zat aktif yang bersifat higroskopis juga telah dapat diformulasikan dan
sudah terdapat di pasaran diantaranya adalah Nicorette, Nicotinell, dr.Herbies, Xon-Ce,
Vitacimin, produk – produk ini tentunya memiliki daya tarik yang besar di pasaran.
Higroskopisitas dari suatu padatan farmasi sering dievaluasi karena kelembaban yang
meningkat dapat mempengaruhi stabilitas fisik dan kimia dari produk farmasi (Ravikiran
et.al., 2016). Sediaan padat yang mengalami peningkatan kelembapan sering menunjukkan
perubahan fisik seperti perubahan disolusi dan kekerasan (Tewari et al., 2011). Sebaliknya
pada kandungan lembab yang lebih rendah dalam granulasi, kekerasan tablet harus dibentuk
oleh tekanan kompresi yang lebih besar yang mana akan menurunkan kecepatan disolusi
obat (Chowhan, 1978). Dimana penurunan kecepatan disolusi ini diperlukan untuk sediaan
tablet hisap yang dibuat dengan tujuan untuk melarut dan terdisintegrasi secara lambat di
mulut (Renuka et al., 2014).
Seiring dengan perkembangan teknologi, terdapat banyak produk baru muncul dan
dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar yang kian meningkat. Pembaruan dan
persaingan yang semakin ketat mengharuskan munculnya inovasi baru untuk menyelaraskan
mutu kualitas dengan kuantitas suatu produk. Salah satunya didunia farmasi, obat menjadi
salah satu objek yang terus menerus mengalami tahap pengembangan. Sehingga
membutuhkan proses atau pengelolaan pada bidang industri yang dapat meningkatkan mutu
suatu obat menjadi lebih optimal
PPIC merupakan suatu proses perencanaan dan pengendalian produksi, merancang
aliran kerja organisasi dimulai bahan baku sampai menghasilkan barang jadi, menyusun
jadwal sumber daya dan mengeksekusinya, sehingga dapat memberikan pelayanan yang
terbaik bagi konsumen, serta meminimumkan biaya produksi keseluruhan. Dengan PPIC
diharapkan dapat menjelaskan mengenai perencanaan produksi dan pengendalian persediaan
dengan fungsi-fungsi manajemem lainnya dalam perusahaan, sehingga dapat melakukan
perencanaan produksi dan pengendalian persediaan dan mengaplikasikannya sesuai dengan
kondisi perusahaan. Oleh karena itu, disusun makalah studi kasus PPIC Tablet hisap vitamin
C, formulasi dan perbandingannya dengan kompetitor.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses perencanaan produksi dan pengendalian persediaan di industri
farmasi?
2. Bagaimana formulasi sediaan tablet hisap vitamin C 500mg dan perbandingannya
dengan produk kompetitor?
C. Tujuan
1. Mengetahui proses perencanaan produksi dan pengendalian persediaan di industri
farmasi
2. Mengetahui formulasi sediaan tablet hisap vitamin C 500mg dan perbandingannya
dengan produk competitor.
BAB II
ISI
2.1 Sifat Bahan Obat (Zat Aktif)

Bubuk kristal putih atau hampir putih, atau kristal tidak berwarna, berubah warna jika terkena
udara dan kelembaban. Larut dalam air, larut dalam alkohol. Larutan 5% dalam air memiliki pH 2,1
hingga 2,6 (Sweetman, 2009).

2.2 Farmakodinamik

Vitamin C berperan sebagai suatu kofaktor dalam sejumlah reaksi hidroksilasi dan amidasi
dengan memindahkan elektron ke enzim yang ion logamnya harus berada dalam keadaan tereduksi, dan
dalam kondisi tertentu bersifat sebagai antioksidan. Dengan demikian vitamin c dibutuhkan untuk
mempercepat perubahan residu prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin
pada sintesis kolagen. Selain itu juga diperlukan untuk perubahan asam folat menjadi asam folinat,
metabolisme obat oleh misokrom dan hidroksilasi dopamin menjadi norepinefrin. Asam askorbat
meningkatkan aktivitas enzim amidase yang berperan dalam pembentukan hormon oksitosin dan hormon
antidiuretik. Dengan mereduksi ion feri menjadi fero dalam lambung, vitamin C meningkatkan absorpsi
besi. Selain itu, vitamin C juga berperan dalam pembentukan steroid adrenal.

Pada jaringan, fungsi utama vitamin C ialah dalam sintesis kolagen, proteoglikan zat organik
matriks antarsel lain misalnya pada tulang, gigi, endotel kapiler. Dalam sintesis kolagen selain berperan
dalam hidroksilasi prolin vitamin C juga nampaknya beperan untuk menstimulasi langsung sintesis
peptida kolagen. Pada pasien skorbut, gangguan sintesis kolagen terlihat sebagai kesulitan penyembuhan
luka, gangguan pembentukan gigi dan pecahnya kapiler yang yang menyebabkan pendarahan seperti
petekie dan ekimosis. Pendarahan tersebut disebabkan oleh kebocoran kapiler akibat adhesi sel-sel
endotel yang kurang baik dan mungkin juga karena gangguan pada jaringan ikat perikapiler sehingga
kapiler mudah pecah oleh penekanan. Pemberian vitamin C pada keadaan normal tidak menunjukkan efek
farmakodinamik yang jelas. Tetapi pada keadaan defisiensi, pemberian vitamin C akan menghilangkan
gejala penyakit dengan cepat.

Defisiensi vitamin C, gejala awal hipovitamin C adalah malaise, mudah tersinggung, gangguan
emosi, artralgia, hiperkeratosis folikel rambut, pendarahan hidung dan petekie. Skorbut terlihat bila kadar
vitamin C pada leukosit dan trombosit < 2mg/dL dan ini terjadi setelah mendapat diet yang tidak
mengandung vitamin C selama 3-5 bulan. Orang tua alkoholisme, pasien penyakit menahun sangat peka
terhadap timbulna skorbut. Gangguan terlihat pada sebagian besar jaringan terutama yang berasal dari
mesodermal seperti kolagen, tulang yang sedang tumbuh dan pembuluh darah. Pada tulang yang sedang
tumbuh dapat terjadi gangguan pertumbuhan, pembengkakan pada ujung tulang panjang akibat
pendarahan subperiosteum serta osteoporosis pada orang dewasa. Gigi geligi mengalami resorpsi dan
atrofi dentin serta terjadi gangguan pada alveoli gigi yang mengakibatkan gigi mudah lepas (Gunawan et
al, 2016).

2.3 Farmakokinetik

Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Pada keadaan normal tampak kenaikan kadar
vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi. Kadar dalam leukosit dan trombosit lebih besar daripada dalam
plasma dan eritrosit. Distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan
terendah dalam otot dan jaringan lemak. Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan bentuk garam
sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal 1,4 mg (Gunawan et al, 2016).

2.4 Indikasi

Vitamin C diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan skorbut atau defisiensi vitamin C.
Selain itu, vitamin C digunakan untuk berbagai penyakit yang tidak ada hubungannya dengan defisiensi
vitamin C dan seringkali digunakan dengan dosis besar. Akan tetapi efektivitasnya tidak jelas atau tidak
terbukti. Vitamin C tidak mengurangi insidens common colds meskipun dapat sedikit mengurangi
beratnya sakit dan lamanya masa sakit. Juga terbukti vitamin C tidak bermanfaat untuk kanker lanjut.
Vitamin C mega dosis tidak terbukti efektif utuk aterosklerosis, penyembuhan luka dan skizofernia.
Karena sifat reduktornya vitamin C digunakan untuk mengatasi methemoglobinemia idiopatik, meskipun
kurang efektif dibandingkan dengan biru metilen. Dosis yang dianjurkan minimal 150 mg (Gunawan et
al, 2016).

2.5 Kontraindikasi

Hipersensitivitas (Anonim, 2017).

2.6 Dosis

Dewasa 100-250 mg 1-2x/hr. Kasus berat 1000-2000 mg/hr. Anak 100-300 mg/hr dalam dosis terbagi
(Anonim, 2017).

2.7 Efek Samping

Vitamin C dengan dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabkan diare. Hal ini terjadi karena efek
iritasi lambung pada mukosa usus yang mengakibatkan peningkatan peristaltik. Efek iritasi juga dapat
menyebabkan uretritis nonspesifik terutama pada uretra distal. Dosis besar tersebut juga meningkatkan
bahaya terbentuknya batu ginjal, karena sebagian vitamin C dimetabolisme dan diekskresi sebagai
oksalat. Penggunaan kronik vitamin C dosis sangat besar dapat menyebabkan ketergantungan, dimana
penurunan mendadak kadar vitamin C dapat menimbulkan rebound scurvy. Hal ini dapat dihindari
dengan mengurangi asupan vitamin C secara bertahap. Vitamin C mega dosis parenteral dapat
menyebabkan oksalosis yang meluas, aritmia jantung dan kerusakan ginjal berat (Gunawan et al, 2016).

Dosis vitamin C 1 g/hari dilaporkan meningkatkan kadar etinil estradiol plasma. Interaksi ini dapat
mengakibatkan break through bleeding dan kegagalan kontrasepsi, bila pemakaian kontrasepsi oral yang
mengandung etinil estradiol tersebut menghentikan penggunaan vitamin C secara tiba-tiba (Gunawan et
al, 2016).

Vitamin C meningkatkan absorpsi besi, sehingga dosis besar dapat berbahaya pada pasien
hemokromatosis, talasemia dan anemia sideroblastik. Hemolisis rigan dilaporkan terjadi pada pasien
dengan defisiensi G6PD. Hemolisis akut dapat mengakibatkan koagulasi intravaskular di seminata dan
gagal ginjal aku yang dapat menyebabkan kematian. Vitamin C mega dosis juga dapat menyebabkan
krisis Sickle cell (Gunawan et al, 2016).

2.8 Peringatan

Diabetes, hemakromatosis, talasemia, polieritema, leukemia, anemia sideroblstik, defisiensi G6PD,


pemberian injeksi IV secara cepat, penggunaan dalam waktu lama, gangguan fungsi ginjal, dan riwayat
batu ginjal, gangguan ginjal, hamil dan laktasi (Anonim, 2017).

2.9 Interaksi

Dengan antikoagulan oral akan mengurangi efek antikoagulan. Dengan asetosal/aspirin dapat
mengurangi efek dan meningkatkan kadar aspirin dalam darah (hingga kadar toksik). Memperpanjang
efek barbiturat. Dengan pil KB dapat meningkatkan resiko kehamilan. Dengan aspirin, nikotin, obat
penekan nafsu makan, Fe, fenitoin, antikonvulsan, esterogen, dan kontrasepsi oral serta tetrasiklin akan
menginduksi desaturasi jaringan dari asam askorbat (Anonim, 2017).

2.10 PPIC

PPIC atau Production Planning Inventory Control merupakan bagian yang bertugas
melakukan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan. PPIC merupakan bagian
organisasi perusahaan yang menjembatani antara divisi marketing dengan produksi. PPIC
menerjemahkan kebutuhan pengadaan obat jadi untuk marketing dalam bentuk rencana produksi
dan ketersediaan bahan baku serta bahan pengemas.

Konsep Dasar Pekerjaan PPIC meliputi :


 Kapasitas Produksi.
Kapasitas Produksi adalah seberapa banyak suatu mesin produksi dalam membuat
suatu produk selama satu hari kerja. Dengan kapasitas produksi ini maka departemen
PPIC dapat mengetahui berapa lama proses produksi untuk dapat menghasilkan barang
dengan kualitas yang baik dalam jumlah tertentu. Kapasitas produksi di dapatkan dari
departemen produksi.
 Forecast Penjualan.
Forecast Penjualan adalah perkiraan penjualan yang akan datang baik untuk satu
bulan atau tiga bulan kedepan. Dengan forecast ini maka departemen PPIC dapat
memenuhi permintaan customer dan membuat safety stock finish goods. Forecast
Penjualan ini didapatkan dari departemen marketing.
 Customer Order.
Customer Order adalah permintaan pelanggan terhadap produk finish goods yang
ditawarkan oleh marketing baik itu produk regular maupun produk pesanan khusus. Dari
customer, order yang masuk ini maka PPIC dapat menjadwalkan rencana produksi
sampai produk itu terkirim sesuai dengan leadtime yang sudah ditentukan.
 Formula Produk
Formula produk dikeluarkan berdasarkan hasil uji coba dari departemen R&D
terhadap suatu produk sampai produk itu dapat dijual ke customer. Dalam formula itu
terdapat rincian bahan baku yang akan digunakan untuk suatu produk dengan uraian
persentase. Berdasarkan formula itu maka PPIC dapat memperhitungkan berapa banyak
bahan yang dibutuhkan untuk permintaan customer.
 Proses Produksi
Proses produksi didalam produksi suatu produk berbeda-beda perlakuannya, oleh
karena itu maka PPIC harus dapat mengetahui setiap produk di dalam proses produksinya
sehingga bisa memperkirakan berapa lama suatu produk itu dapat dibuat sampai selesai
dan sesuai dengan kapasitasnya juga. Proses produksi ini dapat diketahui dengan
memahami produk tersebut pada saat produksi apa saja kendala yang dapat terjadi untuk
suatu produk tersebut.
 Kualitas Produk
Kualitas produk dapat dinyatakan bahwa produk itu berkualitas sesuai dengan
standar yang sudah ditentukan berdasarkan departemen QC. Kualitas ini menjadi penting
bagi PPIC karena didalam suatu produksi ada beberapa tahapan tes QC untuk
menyatakan produk tersebut lolos QC atau tidak lolos QC. Dengan mengetahui masalah
kualitas produk, maka PPIC dapat mengkomunikasikan dengan marketing mengenai
kualitas yang diinginkan karena tidak semua kustomer sesuai dengan standar yang kita
keluarkan dalam artian bahwa kualitas produk itu masih dapat dibicarakan dengan
kustomer dan yang dapat membicarakan masalah kualitas produk yang kita dapatkan
pada saat produksi adalah marketing sendiri yang memegang peranan penting ini.
 Kapasitas Gudang
Kapasitas Gudang ditentukan berdasakan dari departemen gudang yang mana data
ini dapat diukur sesuai dengan barang yang ingin kita buat stoknya. Dengan data ini
Gudang dapat memperkirakan berapa banyak barang tersebut dapat disimpan di gudang.
Maka PPIC harus dapat mengatur masuknya barang agar tidak ada penumpukan barang
di dalam gudang yang dapat menghabiskan kapasitas gudang. Sehingga dengan
memperhatikan hal seperti ini teciptalah efisiensi dan efektifitas gudang.
 Leadtime Pembelian
Leadtime pembelian didapat dari departemen purchasing yang mana departemen
purchasing mendapatkanya sesuai dengan negosiasi dengan para supplier dan
perhitungan dokumen yang harus diproses secara internal departemennya. Maka dengan
adanya Leadtime Pembelian ini PPIC dapat memperhitungan pembelian bahan baku agar
dapat lebih efektif dan efesien selain itu akan didapatkan saefty stock barang yang
diinginkan.
 Quantity Minimum Order
Quantity Minimum Order didapatkan dari departemen purchasing yang mana
departemen purchasing mendapatkannya sesuai dengan negosiasi dengan para suplier.
Departemen PPIC dapat mengorder sesuai dengan Quantity MinimumOrder yang sudah
ditentukan kecuali ada hal khusus yang mengharuskan memesan barang diluar Quantity
Minimum Order maka departemen PPIC meminta kepada departemen purchasing unuk
menegosiasikan dengan suplier.
 Bahan Baku Alternatif
Bahan Baku Alternatif berdasarkan informasi dari departemen R&D, yang mana
bahan ini bagi industri sangatlah dibutuhkan karena jika tidak ada bahan alternatif bagi
suatu produk dan pada saat produksi bahan baku utama tidak tersedia oleh suplier maka
produksi akan menggunkan bahan alternatif tersebut. Karena departemen PPIC yang
mengontrol inventory part dan planning production sehingga departemen PPIC dapat
memperhitungkan kapan harus menggunakan bahan alternatif tersebut, selain itu juga
dengan adanya bahan alternatif ini maka dapat menurunkan biaya pembelian bahan
karena departemen purchasing akan membeli barang yang harganya paling murah
diantara bahan baku alternatif yang ada.
 Kapasitas Ekspedisi
Kapasitas Ekspedisi ini didapatkan dari departemen ekspedisi yang mana
infomasi ini digunakan untuk memperhitungan pengirman barang yang harus dikirim
sesuai dengan customer order yang diterima dengan memperhitungkan leadtime
pengiriman dan permintaan pengiriman barang diluar leadtime yang sudah ditentukan
secara internal. Dengan adanya ini maka departemen PPIC dapat menentukan pengiriman
barang yang harus dikirim karena menyangkut dengan customer order yang sudah
diterima oleh departemen PPIC.
 Lead time Pengiriman
Lead time Pengiriman ini didapatkan dari keputusan yang telah digodok oleh Plan
Manager dengan departemen terkait yang berhubungan dengan customer order. Dengan
adanya leadtime pengiriman ini maka dapat memastikan kepada kustomer kapan barang
yang dipesan dapat sampai ditempat para kustomer, selain itu juga departemen PPIC
dapat memperhitungkan kapan seharusnya pesanan kustomer tersebut harus diproduksi.
 Safty Stock Raw Material dan Finish Goods
Sangatlah diperlukan karena dengan adanya ini maka kebutuhan akan raw
material untuk kebutuhan produksi akan selalu tejaga dan tidak akan mengalami
kekurangan disaat produksi akan berjalan dan kebutuhan kustomer akan hasil yang baik
pun akan terjaga dengan aman pada saat kustomer mengeluarkan permintaan akan hasil
yang baik maka akan selalu tersedia.

2.10.1 Bahan Baku


Pengadaan Bahan Dalam industri farmasi, komponen terbesar dalam struktur
biaya produk adalah biaya pengadaan barang, termasuk di dalamnya adalah pengadaan
bahan awal (starting material) yang terdiri dari bahan baku (baik bahan baku aktif
maupun bahan penolong) serta bahan pengemas. Bagian/departemen yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan pengadaan barang adalah Departemen/Bagian Pembelian
(purchasing/procurement department). Di banyak industri farmasi, departemen ini
berada langsung di bawah direksi perusahaan (Direktur Keuangan atau Direktur
Operasi/Pabrik). Beberapa industri farmasi lain, menempatkan Departemen Pembelian
di bawah Material (PPIC) Manager. Perbedaan ini antara lain dipengaruhi oleh
besar/kecilnya tanggung jawab di masing-masing perusahaan karena bidang pengadaan
terkait langsung dengan penggunaan keuangan perusahaan. Terdapat empat kegiatan
utama dalam Pembelian, yaitu (Priyambodo, 2007:280) : a. Pemilihan Supplier,
bernegosiasi mengenai harga, proses pembayaran dan jadwal pengiriman bahan,
termasuk di dalamnya menerbitkan surat pesanan (purchase order/PO). Hal-hal yang
perlu dipertimbangkan dalam memilih supplier :
 Kualitas dari bahan yang dipesan. Hal ini dapat diketahui dari Certificate of Analysis
(CoA).  Kontinuitas atau kesanggupan supplier dalam menyuplai barang yang
berkualitas secara terus-menerus.
 Delivery time atau ketepatan waktu pengiriman sesuai dengan waktu pengiriman yang
telah ditentukan.  Layanan purna jual dan kemudahan dalam pembayaran.
 Melakukan pemantauan pengiriman (expediting delivery) yang dilakukan oleh
supplier.
 Menjembatani antara supplier dengan bagian terkait dalam perusahaan, misalnya
bagian teknik, QC, Produksi, Keuangan dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah
pembelian bahan (complaint, dan lain-lain).
 Mencari produk, material atau supplier baru, yang dapat memberikan kontribusi dan
keuntungan pada perusahaan.

2.10.2 Monografi / Karakterisasi Bahan


1. Vitamin C
Bobot Molekul : 176.13
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa
asam. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap.
Dalam keadaan kering, mantap diudara, dalam larutan
cepat teroksidasi.
Kelarutan : Larut dalam air,agak sukar larut dalam etanol; tidak larut
dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzene
pKa : 4,17
Titik Leleh : ± 190° C
Bobot Jenis : 1,688 g/cm3
pH larutan : 2,1 – 2,6 (5% b/v larutan air)
Stabilitas : Mudah teroksidasi terutama dengan adanya katalis ion
logam seperti tembaga. Paling banyak terurai setelah
dibuka dengan wadah penyimpanan berbahan plastik
terutama lebih dari 48 jam. Paparan cahaya bisa
menyebabkan penurunan kadar vitamin C, namun sedikit
warna yang berubah selama penyimpanan tidak
mengganggu efektivitas dari vitamin C. Untuk penyimpan
nutrisi parental harus terlindungi dari cahaya.
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan alkali, ion, logam berat terutama
tembaga dan besi, oksidator, methenamin, fenilefrin
hidroklorida, pyrilamin maleat, salisilamid, Na-nitrit, Na-
salisilat, teobromin salisilat, dan picotamide.

2. Magnesium Stearat
Pemerian : Serbuk halus, putih dan voluminous, bau lemah khas, mudah
melekat dikulit, bebas dari butiran.
Berat Molekul : 591,25
Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam etanol, dalam ethanol 95%, dan
dalam eter. Sangat larut dalam benzene panas dan ethanol
(95%) panas
Stabilitas : Bersifat stabil apabila disimpan ditempat yang kering dan
mengalami penguraian apabila disimpan ditempat yang
dingin.
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan senyawa bersifat asam kuat, alkali,
dan garam ion. Magnesium stearate tidak bisa digunakan
dengan produk aspirin dan beberapa vitamin
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup yang baik

3. Sorbitol
Bobot Molekul : 182,17
Pemerian : Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal
dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89°
sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol,
metanol, dan asam asetat
Bobot Jenis : 180,21 g/mol
Titik Lebur : 1740 – 1790
pH larutan : 4,5–7
Stabilitas : Dapat bercampur dengan kebanyakan bahan tambahan, stabil
di udara, keadaan dingin, asam basa encer
Inkompaktibilitas : Membentuk kelat yang larut air, larutan sorbitol akan
bereaksi dengan besi oksida sehingga menjadi tidak
berwarna
4. Dextrosa
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur, atau serbuk granul
putih; tidak berbau, rasa manis
Kelarutan : Tidak larut dalam klorofor, eter,, larut dalam 60 bagian
etanol 95% larut dalam gliserin dan larut dalam 1 bagian air
Stabilitas : Stabil pada kondisi penyimpanan yang sejuk dan kerinh
Inkompatibilitas : Inkombatibel dengan beberapa obat seperti cyanocobalamin,
kanamycin, sulfate,novobiocin sodium sodium, warfarin
sodium
pH : 3,5-5,5

5. Orange Flavour
Pemerian : Terbuat dari kulit jeruk yang masih segar diproses secara
mekanik
Kelarutan : Mudah larut dala alkohol 90% , asam asetat glasial

Stabilitas : Dapat disimpan dalam wadah gelas dan plastic


Penyimpanan : Wadah tertutup dan tempat yang sejuk, kering, dan terhindar
cahaya matahari

6. Avicel
Pemerian : Putih, tidak berbau, tidak berasa, digunakan dalam ukuran
partikel yang berbeda-beda, tingkat kelembaban berbeda
Kelarutan : Mudah larut 5% b/v larutan hidroksida ptaktis, tidak larut
dalam air, larutan asam, dan beberapa pelarut organik
Partikel : Tidak lebih dari 8,0 ≥ 250 nm
Titik Leleh : 260 – 270  C
Bobot Jenis : 1,512-1,668 g/cm3
pH larutan : 5,0 – 7,5
Stabilitas : Tidak bercampur dengan bahan oksidator kuat
Inkompatibilitas : Pengoksidasi kuat

7. Kolidon VA
Pemerian : Berbentuk amorf, berwarna putih hingga kekuningan,
sedikit berbau dan berasa
Kelarutan : Lebih dari 10% kelarutan dalam 1,4-butanediol, glyserol,
butanol, kloroform, diklorometana, etanol (95%), gliserol,
methanol, polietilenglikol 400, propan-2-ol, propanol,
propilenglikol, dan air. Kurang dari 1% dalam
sikloheksana, dietileter, paraffin cair, dan pentana
Kelembaban : Kelembaban relative 50%, copovidone memperoleh lebih
sedikit dari 10% berat.
Stabilitas : Stabil, disimpan dalam wadah tertutup baik, sejuk, dan
kering
Aliran : Relatif bebas mengalir

Inkompatibilitas : Kompatibel dengan sebagian besar organic dan anorganik,


saat terkena level air yang tinggi copovidone dapat
membentuk molekul dengan beberapa bahan

2.10.3 Formula Tablet Hisap Vitamin C


a. Formula Tablet Hisap

No Nama Bahan Fungsi Rentang Jumlah (mg)


1 Vitamin C Suplemen 500
2 Dextrosa Pengisi & pemanis 10-90% 400
3 Sorbitol Pemanis 10-20% 200
4 Avicel pH 102 Pengikat 20-90% 1340
5 Mg. Stearat Lubrikan 0,25-0,5% 15
6 Orange Flavour Pewarna 0,5-2% 30
7 Kolidon VA Disintegran 0,5-1% 15
TOTAL 2500

b. Perhitungan Bahan Baku untuk 1 batch (10.000.000 tablet)


Jumlah Jumlah Jumlah untuk Jumlah untuk
Harga per Total harga
Bahan per tablet per tablet 10.000.000 10.000.000
($/kg) (Rp)
(mg) (g) tablet (g) tablet (kg)
Vitamin C 500 0,5 5000000 5000 2,5 175.000.000
Dextrosa 400 0,4 4000000 4000 4. 224.000.000
Sorbitol 200 0,2 2000000 2000 1.2 33.600.000
Avicel pH
1340 1,34 13400000 13400 2 375.200.000
102
Mg. 15 0,015 150000 150 1,5 3.150.000
Stearat
Orange
30 0,03 300000 300 5 21.000.000
Flavour
Kolidon
15 0,015 150000 150 10 21.000.000
VA
TOTAL 852.950.000

c. Perbandingan Vendor
Harga Harga
Bahan Vendor Keterangan Bahan Vendor Keterangan
($/kg) ($/kg)
Shaanxi
Hufai Minimal Minimal
Tianyi
(Shanghai) order 1 kg order 1kg
$2,5/ Hechuang $ 5,2/
Vitamin C Internation dan Vitamin C dan
kg Health kg
al Trading pengiriman pengiriman
Technology
Co,,Ltd 7 hari 7-10 hari
Co., Ltd
Minimal Minimal
Gansu
order 5 kg order 25 kg
Kinbo $4.00/ Duter Co., $4.00/
Dextrosa dan Dextrosa dan
Industry kg Ltd kg
pengiriman pengiriman
Co., Ltd
7 hari 10 hari
Wuhan
Jayusion Minimal Jiaxing Minimal
Pharmaceut order 25kg Renze order 25kg
$1.20/ $5.00/
Sorbitol ical dan Sorbitol Import & dan
kg kg
Technology pengiriman Export Co., pengiriman
Co., Ltd. 5 hari Ltd. 10 hari

Avicel pH Xi’an $2.00/ Minimal Avicel pH Xi’an Prius $6.00/ Minimal


102 Wanfun kg order 1kg 102 Biological kg order 1kg
Biotech dan Co.,Ltd dan
Co.,Ltd pengiriman pengiriman
3 hari 5 hari
Minimal Qingdao Minimal
Haihang order 1kg Ocean $6.00/ order 1kg
Mg. $1,5/
Industry dan Mg. Stearat Export and kg dan
Stearat kg
Co.,Ltd pengiriman Import pengiriman
3-7 hari Co.,Ltd 15 hari
Minimal Guangzhou Minimal
Shenzen
order 1kg Zhenxin order 5kg
Orange Tangzheng $5.00/ Orange $10.0/
dan Flavour & dan
Flavour Bio-Tech kg Flavour kg
pengiriman Fragrance pengiriman
Co., Ltd
3 hari Co., Ltd 5 hari
Minimal Minimal
Shangai order 1kg Ghuangzou order 10kg
Kolidon $10.00/ Kolidon $50.00/
D&D Trade dan Chemical dan
VA kg VA kg
Co., Ltd pengiriman Co., Ltd pengirimsn
5 hari 5 hari

2.10.4 Biaya Bahan Pengemas dan Biaya Lain-lain


a. Pengemasan dan bahan lain
- Tablet dibuat dalam kemasan striper isi 2 tablet  5.000.000 tablet
- Dalam 1 box karton berisi 25 strip  200.000 box
- Dalam 1 kardus berisi 100 box  2000 kardus
No Bahan Vendor Jumlah Satuan Harga Jumlah
Shenzen
Kemasan bestfoil
1. primer material 10 Roll Rp 12.719.400 Rp 127.194.000
(striper) technology
co., ltd
PT. Cahaya
2. Brosur 200.000 Lbr Rp 320 Rp 64.000.000
abadi
3. Kardur Dongguan 200.000 Pcs Rp 4.843 Rp 968.600.000
kecil Yuelin paper
( kemasa products. Co.,
n
sekunder ltd
)
Kardus Dongguan
besar Yuelin paper
4. 2.000 Pcs Rp 10.499 Rp 20.998.000
(kemasan products. Co.,
tersier) ltd
PT. Sanko
Lakban / Roll/80
5. material 76 Rp 5.500/ roll Rp 418.000
Perekat meter
Indonesia
Total Rp 1.181.210.000

Gambar 1. Kemasan Primer (Strip Vitamin C)


Keterangan Box Primer : Panjang 11 cm x Lebar 4cm
Gambar 2. Kemasan Sekunder (Dos Vitamin C) dan Brosur

Keterangan Box Sekunder : Panjang 22cm x Lebar 8cm

Gambar 3. Kemasan Tersier (Box)

Keterangan Box Tersier : Panjang 40cm x Lebar 20cm


b. Biaya Lain-Lain
 Manhour
= 3 x 8 jam = 24jam
 Labor cost (UMR : 21 hari) x manhour
= (Rp 2.013.810 : 21) = Rp 95. 895 x 24 jam = Rp 2. 301.480
Pegawai ada 50 orang= 50 x Rp 2.301.480 = Rp 115.074.000
 Machine hour
= 3 x 16 jam = 48 jam
 Machine cost Beban listrik x machine hour
= 34 kWh x 48 jam = 1.632.000 kWh/jam
= 34 kWh x 2000 x 48 = Rp 3.264.000
 Factory expenses
Beban listrik x machine hour
Factory expenses Keterangan Biaya

AHU 10 kWh x 2000 x 16 jam 320.000


Air 5 kWh x 2000 x 16 jam 160.000

Steam 2,5kWh x 2000 x 16 jam 80.000


Total 480.000
Biaya administrative 200.000

Rp 480.000 x 30 hari = Rp 14.400.000 + 200.000 = 14.600.000


 Production cost/batch
Total Harga Produk (Biaya Bahan baku + pengemas) + Gaji +Machine Cost + Biaya
lain-lain
= Rp 2.034.160.000 + Rp 115.074.000 + Rp 3.264.000 + Rp 14.600.000
= Rp 2.167.098.000
 Harga jual
= Rp 2.167.098.000 + margin 20% + ppn 10%
= Rp 2.860.569.360/batch
= Rp 286/tab
= Rp 286 x 1 strip (2 tablet) = Rp 600/strip
= Rp 600 x 1 box (25 strip) = Rp 15.000/box
2.11 Metode Analisis Kadar Asam Askorbat

2.11.1 Spektrofotometer UV

Penentuan panjang gelombang larutan baku standar vitamin C dilakukan dengan


menggunakan Spektrofotometer. Penentuan dilakukan dengan menggunakan baku standar
vitamin C yaitu asam askorbat. Cara penentuannya dimulai dengan membuat baku standar 20
ppm dan selanjutnya dianalisis pada Spektrofotometer UV dengan rentang panjang
gelombang 200-400 nm. Hasil scanning dapat dilihat pada Gambar1.

Gambar 1 Spectrum UV VIS Asam Askorbat (Vitamin C)

 Pembuatan Larutan Induk Vitamin C 100 ppm

Vitamin C ditimbang sebanyak 0,05 g kemudian dimasukkan kedalam labu ukur


500 ml yang telah dibungkus alumunium foil dan dilarutkan dengan akuades sampai
tanda batas dan dihomogenkan sehingga di dapatkan konsentrasi 100 ppm.

 Pembuatan Larutan Kurva Kalibrasi

Dipipet larutan vitamin C 100 ppm kedalam labu ukur 100 ml yang telah dibungkus
alumunium foil masing-masing sebesar 3 ml, 5 ml, 7 ml, 9 ml, dan 11 ml. Lalu
ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dihomogenkan. sehingga di dapatkan
konsentrasi 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, 9 ppm dan 11 ppm.

 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Larutan Vitamin C diambil larutan konsentrasi 7 ppm dari larutan kurva kalibrasi
lalu dimasukkan kedalam kuvet, selanjutnya di ukur pada panjang gelombang 200-400
nm dengan menggunakan blanko akuades.

 Pengukuran Larutan Kurva Kalibrasi


Diukur absorbansi masing-masing larutan kurva kalibrasi 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, 9
ppm, dan 11 ppm lalu dimasukkan kedalam kuvet, selanjutnya diukur absorbansi pada
panjang gelombang maksimum yang diperoleh. Setelah itu dibuat kurva kalibrasi dan
dihitung persamaan regresi linear dari data yang diperoleh

2.11.2 Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Asam askorbat ditimbang 0,05 gram dan diencerkan dalam labu takar 50 ml
(asam askorbat 0,1%). Kemudian dibuat larutan standar asam askorbat, di mana 0,5 ml;
1 ml; 2ml; dan 4 ml asam askorbat 0,1% diencerkan dalam labu takar 50 ml agar
diperoleh konsentrasi 0,001%; 0,002%; 0,004%; dan 0,008%. Tiap larutan standar
disaring dan dimasukkan dalam tabung ependorf. Larutan standar lalu dianalisis dengan
HPLC dan dicatat luas area puncak asam askorbat. Dibuat kurva hubungan konsentrasi
dengan luas area puncak asam askorbat. Konsentrasi sampel yang telah diinjeksikan
sebelumnya dapat dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi asam askorbat standar

2.11.3 Uji kesesuaian sistem

Uji kesesuaian kesesuaian sistem dilakukan dengan cara membuat campuran fase
campuran fase gerak yaitu asetonitril: asam asetat 1% (80:20). Kemudian dilakukan
pengujian kesesuaian sistem yang bertujuan untuk memastikan keefektian sistem
operasional pengujian. Optimasi fase gerak meliputi penentuan faktor kapasitas (k’) dan
resolusi (R).

t ' R t ' R−t 0


k= =
t0 t0

Keterangan :

tR = waktu retensi retensi analit

t0 = waktu retensi spesi yang tidak diretensi oleh kolom

w = lebar dasar puncak

a = senyawa senyawa A  
b = senyawa B

Fase gerak dinilai optimal apabila kapasitas faktor (k’) bernilai 1-20 dan
resolusi  bernilai  bernilai lebih dari 2 (Ahuja & Dong, 2005). Uji Kesesuaian
sistem dilakukan terhadap bahan baku, tablet dengan cara disiapkan bahan baku
dan tablet dengan konsentrasi 100 μg/mL, kemudian disaring
dengan filter miliphore 0,45 µm. Disuntikkan ke dalam lubang penyuntik KCKT
dan dielusi dengan fase gerak yang telah disiapkan. Parameter yang diamati yaitu
waktu retensi, faktor kapasitas, selektivitas, dan resolusi.

2.11.4 Penetapan Kadar Bahan Baku Vitamin C

Timbang 50 mg bahan baku Vitamin C, dimasukkan ke dalam labu


tentukur 100 ml. Ditambahkan HCl 0,1 N dikocok sampai larut, lalu dicukupkan
HCl 0,1 N sampai garis tanda, konsentrasi teoritis adalah 500 mcg/ ml (LIB I).
Selanjutnya dipipet sebanyak 10 ml dari LIB I lalu dimasukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml lalu dicukupkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda, kemudian
dikocok hingga homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi teoritis
50 mcg/ ml (LIB II).

2.11.5 Penetapan Kadar Tablet Hisap Vitamin C

Timbang saksama lebih kurang 400 mg zat, larutkan dalam campuran 100
ml air dan 25 ml asam sulfat 2 N, tambahkan 3 ml Indikator kanji LP. Titrasi
segera dengan iodium 0,1 N LV. Tiap ml iodum 0,1 N setara dengan 8.806 mg
CaHgO6

2.12 IPC
a. Definisi IPC
Pengawasan selama proses produksi (in process control) merupakan hal yang
yang penting dalam pemastian mutu produk. Untuk memastikan keseragaman bets dan
keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau
pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah
dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau
hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi
karakteristik produk selama proses berjalan. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah
cara pembuatan obat dan/ atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat
dan/ atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Pada
pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen
menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi
produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan.
CPOB mencakup seluruh produksi dan pengendalian mutu (Badan POM, 2018).
Untuk memastikan mutu obat, tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus
dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke
dalam produk tersebut. Mutu obat tersebut tergantung pada bahan awal, bahan pengemas,
proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personal yang
terlibat. Oleh karena itu pengawasan selama proses (inprocess control) produksi sangat perlu
dilakukan untuk menjaga kualitas dari sediaan farmasi yang dibuat (Badan POM, 2018).
Pengawasan dilakukan dengan cara mengambil contoh, mengadakan pemeriksaan
dan pengujian terhadap produk yang dihasilkan pada langkah-langkah tertentu dari proses
pengolahan. Pengawasan oleh bagian produksi adalah untuk menjamin bahwa mesin dan
peralatan produksi serta proses yang digunakan akan menghasilkan produk yang memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan. Pengawasan oleh bagian QC adalah untuk menyakinkan bahwa
produk yang dihasilkan pada tahap tertentu telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan
sebelum dilanjutkan proses berikutnya. Bagian pemastian mutu menentukan apakah tahap
lanjutan dari proses pengolahan dapat dilaksanakan atau tidak berdasarkan hasil pengujian
yang dilakukan (Badan POM, 2018).
Di samping itu, pengawasan-selama proses hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:
 Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada saat
awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan
 Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu
yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua
komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil sampel pada
awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk. Hasil pengujian/inspeksi selama
proses hendaklah dicatat, dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari catatan bets
(Badan POM, 2018). Spesifikasi pengawasan selama proses hendaklah konsisten dengan
spesifikasi produk. Spesifikasi tersebut hendaklah berasal dari hasil rata-rata proses
sebelumnya yang diterima dan bila mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan
dengan menggunakan metode statistis yang cocok bila ada (Badan POM, 2018).

b. Tujuan IPC
Tujuan IPC untuk memastikan hasil sesuai dengan yang diinginkan, mengetahui
sedini mungkin bila terjadi masalah sehingga lebih mudah diawasi dan lebih efisien dan
efektif, pengendalian mutu produk antara, ruahan dan produk jadi, pemeriksaan barang
kembalian dari distributor, pemeriksaan ulang pada retained sample,dan memonitor
stabilitas.

 Parameter IPC
a. Penimbangan bahan
 Penimbangan bahan, pada umumnya dilakukan oleh 2 orang dari produksi, dimana
satu orang menimbang bahan dan satu orang lainya mengawasi/ mengecek kebenaran
penimbangan.
 IPC melakukan pemeriksaaan kebersihan ruang penimbangan (lantai, dinding, dan
langit-langit), peralatan penimbangan, wadah untuk menimbang, dan wadah bahan
baku yang akan ditimbang. Bagian IPC akan memastikan bahwa ruang penimbangan
bebas dari material pengotor, terutama debu dan material lain.
 IPC melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa timbangan yang sudah
dipasang dengan benar dan sudah dikalibrasi.
 IPC memberikan label penimbangan karena kebanyakan bahan-bahan aktif maupun
bahan tambahan dalam pembuatan obat mempunyai fisik yang mirip kebanyakan
berwarna putih. Kemiripan ini dapat beresiko kesalahan pelabelan dan pengambilan.
Oleh karena itu pelabelan yang benar.
 Setelah penimbangan selesai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kebersihan wadah
dan tutup bahan awal yang telah ditimbang dan pengecekan berat penimbangan
masing-masing bahan awal
b. Pencampuran bahan
 Pencampuran bahan: dilakukan parameter kritis antara lain: waktu yang diperlukan
untuk pencampuran yaitu 5-10 menit & kecepatan pengadukan.
c. Pengemasan
1) Parameter pengemasan primer & labelling, parameter kritis dalam proses
pengemasan antara lain: kebocoran, ketepatan volume, penampilan & kelengkapan
label.
2) Parameter pengemasan sekunder:
a. Penampilan
Mengecek penampilannya ada yang cacat/tidak secara visual.
b. Kelengkapan
Pada penyelesaian proses pengemasan produk yang sudah dikemas hendaklah
diperiksa dengan teliti untuk memastikan bahwa produk obat tersebut sesuai
dengan persyaratan dalam prosedur pengemasan induk. Pada kemasan ini
dilakukan pengecekan jumlah ampul dan brosur obat.
c. Penandaan
Mengecek apakah informasi yang tertulis dalam kemasan sudah sesuai/belum.
Penandaan harus mencantumkan informasi sebagai berikut: logo produk, nama
produk, logo obat, berat netto, komposisi dan kadar zat aktif, penjelasan produk,
nomor batch, tanggal kedaluwarsa, nomor registrasi obat, nama dan alamat
produsen, kondisi penyimpanan, dan barcode.
3) Parameter tersier
a. Penampilan
Mengecek penampilannya ada yang cacat/tidak secara visual.
b. Kelengkapan
Pada penyelesaian proses pengemasan produk yang sudah dikemas hendaklah
diperiksa dengan teliti untuk memastikan bahwa produk obat tersebut sesuai
dengan persyaratan dalam prosedur pengemasan induk. Hanya obat jadi yang
berasal dari satu batch pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu plat.
Bila ada karton yang tidak penuh maka jumlah yang ada didalamnya hendaklah
dituliskan pada karton tersebut.
c. Penandaan
Mengecek apakah informasi yang tertulis dalam kemasan sudah sesuai/belum.
Penandaan harus mencantumkan informasi sebagai berikut: logo produk, nama
produk, komposisi & kadar bahan baku, nomor batch, tanggal kedaluwarsa,
nomor registrasi obat, nama dan alamat produsen, kondisi penyimpanan, dan
barcode.

2.13 Skema Pembuatan Tablet Hisap Vitamin C 500 mg

Menimbang bahan IPC


Vitamin C, Dextrosa, Sorbitol, Dekstrosa, Sorbitol, Avicel - alat timbang
pH 102, Mg.stearat, Orange flavour, Kollidon VA - personalia

Bahan disaring kecuali magnesium


stearat

Pencampuran 1
Vitamin C, Dextrosa, Sorbitol, Dekstrosa,
Sorbitol, Avicel pH 102, Orange flavour,
Kollidon VA dicampur selama 15 menit

IPC Homogenitas
IPC
Pencampuran 2 sifat alir
Menambahkan magnesium stearat (5 menit) kompresibilitas

Kempa Langsung IPC


Mesin Tablet Dengan Tekanan 60 KN keseragaman bobot
keseragaman ukuran
kerapuhan
kekerasan
Pengemasan Primer
Penampilan
Kebocoran
Penandaan
Pengemasan Sekunder

IPC
Penampilan
Kelengkapan
Penandaan
Pengemasan Tersier

2.14 Metode Pembuatan Tablet


Metode pembuatan tablet vitamin C menggunakan metode kempa langsung karena
vitamin Cmerupakan salah satu zat yang sifatnya higroskopis, kandungan lembab d an suhu
mempunyai efek yang signifikan pada stabilitas kimia dan warna dari asam efektif.
Metode Kempa Langsung yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran
zat aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Tablet kempa
langsung berisi partikel halus sehingga tidak melalui proses dari granul ke partikel halus
terlebih dahulu. Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul,
tetapi langsung menjadi partikel. Modifikasi zat aktif adalah penggunaan penggerusan
pencampuran zat aktif keras dengan satu atau lebihpengisi dan penambahan pengisi dan
pengikat lain sebelum campuran akhir dikempa langsung. (Siregar dan Wikarsa, 2010). Metode
kempa langsung memiliki keuntungan yaitu lebih ekonomis karena validasi proses lebih
sedikit, dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab, dan
lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang
diperlukan menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan juga
lebih sedikit.
Langkah-langkah dalam proses pembuatan tablet hisap vitamin C
 Pertama, menimbang semua bahan vitamin C sebesar 500 kg, Dextrose sebesar 4000kg ,
Sorbitol sebesar 2000kg, Avicel pH 102 sebesar 13400kg, Mg.Stearat sebesar 150kg, Orange
flavor sebesar 300, dan Kollidon VA sebesar 150kg.
 Kedua, melakukan pencampuran tahap pertama dengan mencampur bahan : Vitamin C,
dextrose, sorbitol, avicel pH 102 ad homogen selama 15 menit. Dengan memperhatikan IPC
homogenitas
 Ketiga, melakukan pencampuran tahap kedua dengan menambah Mg. stearat (5 menit).
Dengan memperhatikan IPC antara lain adalah sifat alir dan kompresibilitas.
 Keempat, melakukan pencetakan tablet menggunakan parameter IPC antara lain keseragaman
bobot, keseragaman ukuran, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur.
 Kelima, Melakukan pengemasan primer menggunakan kemasan strip dengan IPC adalah uji
kebocoran, panampilan, dan penandaan.
 Keenam, melakukan pengemasan sekunder menggunakan kemasan doos dengan IPC adalah
penandaan, panampilan, dan kelengkapan tablet.
 Ketujuh, melakukan pengemasan primer dilakukan dengan menggunakan kemasan strip
dengan IPC adalah penandaan, panampilan, dan kelengkapan tablet.

2.15 Alat atau Mesin Yang digunakan


Timbangan Bench Scale
- Ketelitian pembacaan: 5 g
analitical - Kapasitas 85 kg
- Fastweighingresponse
- Stailess steel platterof high
quality
- A/C power suppy 90 V AC
hingga 270 VAC
- Auto powe off set alarm
facility
- RS-232 serial interface
- Connectivity to PC
- Ukuran 400 x 400 mm Floor
Scales
- Temperature range
- 40℃ -80℃
- Kapasitas 1000 lbs, 454 kgs
Overall size feet 30” x 30”, CM
76 x 76
Mixing Model YDW2000I
- Konsumsi listrik 7,5 Kw
- Perkiraan 1 batch 30 kWh
- Kapasitas mesin: 800 kg
- Waktumixing:12-18 menit

Pengempa tablet - Model RZW-29


- Jumlah alat pers : 29 pasang
- Penekanan utama : 80KN
- Kecepatan rotor yang
dapatdisesuaikan 14-36 rpm
- Produktivitas : 125.000 tab/
jam
- Motorlistrik:4kw,1440putar
an/ mnt, 380 V
- Dimensi keseluruhan :
1230mm x950mm x
1700mm
- Berat : 1700 kg
Blister Machine - Konsumsi listrik 27 Kw
- Perkiraan 1 batch 162 kWh
- Kapasitas: 36.000 blister/jam

2.16IPC Dalam Proses Produksi Tablet


2.16.1 Penimbangan Bahan
 Penimbangan dilakukan oleh 2 orang dari personalia produksi, dimana satu orang
menimbang bahan dan satu orang lainnya mengawasi/ mengecek kebenaran
penimbangan
 IPC melakukan pemeriksaan kebersihan ruang penimbang (lantai, dinding, dan
langitlangit) timbangan, peralatan penimbangan, wadah untuk menimbang, dan wadah
bahan baku yang akan ditimbang. Bagian IPC akan memastikan bahwa ruang
penimbangan bebas dari material pengotor, terutama bedu dan material lain
 IPC melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa timbangan yang sudah dipasang
dengan benar dan sudah dikalibrasi juga
 IPC memeriksa kelengkapan pakaian operator penimbangan
 IPC melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik bahan yang akan di timbang
(kebersihan dan keutuhan) dan memastikan label pada bahan baku yang akan ditimbang
(nama bahan baku, nomor analisa, ED, status “diluluskan” dari bagian QC)
 IPC melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik raw material (kebersihan dan
keutuhan) dan memastikan label yang terpasang pada bahan baku yang akan ditimbang
yang memuat nama bahan baku, nomor analisa, ED, status “diluluskan” dari bagian QC,
dan jadwal re-test bahan awal yang bersangkutan
 Setelah ditimbang dilakukan IPC penempelan label pada produk yang telah ditimbang.
Label berisikan nama, tanggal, jumlah, tanggal ED dan paraf personalia yang
menimbang
 Setelah penimbangan selesai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kebersihan wadah dan
tutup bahan awal yang telah ditimbang dan pengecekan berat penimbangan masing-
masing bahan awal

2.16.2 Pencampuran
Pencampuran bahan berdasarkan CPOB 2018 dimana titik kritis dalam pencampuran
adalah waktu kecepatan dan suhu. Karena dalam pembuatan tablet hisap vitamin Cmenggunakan
kempa langsung maka parameter kritis dari pencampuran adalah lamanya waktu pencampuran
dan kecepatan alat pencampuran yang harus dilakukan pemantauan dan dicatat dalam dokumen
(CPOB, 2018).
 Pencampuran tahap 1
Dilakukan pencampuran homogen antara Vitamin C, Dextrosa, Sorbitol, Dekstrosa,
Sorbitol, Avicel pH 102, Orange flavour, Kollidon VA dicampur dimana IPC pada
proses pencampuran adalah :
- Waktu : dimana waktu yang dibutuhkan dalam pencampuran adalah 15 menit
- Suhu : suhu pada pencampuran dikontrol secara berkala agar tidak terjadi kerusakan,
suhu yang dikehendaki adalah suhu kamar (20-25 °C)
- Homogenitas : parameter homogenitas sangat penting dalam sebuah pencampuran atau
pengadukan. Hal ini dilakukan dengan cara sampling pada 9 titik yaitu 3 titik dibagian
atas, 3 titik dibagian tengah dan 3 titik dibagian paling bawah campuran. Dimana
masing-masing titik tersebut pada posisi (pojok kanan, pojok kiri, dan bagian tengah)
yang dilakukan 3 kali replikasi.
 Pencampuran tahap 2 Dengan menambahkan Mg stearat

2.17 IPC SETELAH PENCAMPURAN SEMUA BAHAN


1. Uji kecepatan alir
Sebanyak 25 gram serbuk ditimbang, kemudian serbuk tersebut dituang melalui
tepi corong secara perlahan-lahan kedalam corong yang bagian bawahnya tertutup. Tutup
corong bagian bawah dibuka secara perlahan-lahan dan serbuk dibiarkan mengalir keluar.
Dicatat waktu yang diperlukan sampai semua serbuk melewati corong dengan
menggunakan stopwatch.
2. Kompresibilitas
Perbandingan ini sering digunakan sebagai ndeks kemampuan serbuk mengalir,
misalnya Indeks Kompresibilitas atau Perbandingan Hausner. Pada serbuk yang mengalir
bebas, interaksi tersebut kurang berarti dan nilai kerapatan serbuk ruahan san serbuk
mampat lebih dekat. Untuk bahan yang lebih suka mengalir, interaksi antar partikel
sering lebih besar dan perbedaan antara kerapatan serbuk ruahan dan serbuk mampat juga
besar. Perbedaan ini tercermin dalam Indeks Kompresibilitas dan Perbandingan Hausner
(FI edisi V).
Indeks Kompresibilitas (%) Laju Alir
5 – 15 Baik sekali
12 – 16 Baik
18 – 21 Agak baik
25 – 32 Buruk
33 – 38 Sangat buruk
> 40 Sangat buruk sekali
2.18 IPC SETELAH PENCETAKAN TABLET
- Uji Keseragaman Ukuran Diambil 20 tablet secara acak, kemudian diameter dan
ketebalan tablet diukur menggunakan jangka sorong (mikrometer).
- Uji Keseragaman Bobot Diambil 20 tablet secara acak dan dihitung bobot rata-ratanya,
kemudian setiap tablet ditimbang satu per satu.
- Uji Kekerasan Tablet Pengujian dilakukan dengan cara mengukur kekerasan tablet
sebanyak 10 tablet. Tablet diletakan secara horizontal pada alat Hardness Tester,
kemudian dicatat pada tekanan berapa tablet tersebut pecah.
- Uji Kerapuhan Tablet Pengujian dilakukan dengan cara 20 tablet yang sudah dibebas
debukan ditimbang, setelah ditimbang dimasukan kedalam tabung pada mesin
friabiliator. Alat friabiliator diatur dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit. Setelah
perlakuan, tablet dibebas debukan kembali dan ditimbang kembali.

2.19 IPC PROSES PEGEMASAN


Menurut CPOB 2018 ada beberapa persayaratan yang harus dipenuhi, beberapa aturan
yang ada dalam CPOB 2018 terkait pengemasan adalah :
a. Setelah dilakukan pengemasan hendaklah disertai dengan penempelan label agar
menghindari dari ketercampuran, dan apabila tidak ditempel label sebaiknya dipastikan
dengan alur pengemasan yang baik.
b. Proses pengemasan dilakukan dengan pengendalian agar mutu dan kualitas produk tetap
terjaga
c. Sebelum kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan langkah untuk memastikan
bahwa area kerja, jalur pengemasan, mesin pencetakan dan peralatan lain telah bersih
serta bebas dari produk lain, bahan, atau dokumen yang digunakan sebelumnya, jika tidak
diperlukan untuk kegiatan pengemasan yang bersangkutan. Kesiapan jalur pengemasan
hendaklah dilaksanakan sesuai daftar periksa yang tepat.
d. Informasi tercetak dan dalam bentuk huruf timbul pada bahan pengemas hendaklah
terlihat jelas, tidak memudar dan tidak mudah terhapus.
e. Pengawasan pada jalur pengemasan selama proses pengemasan hendaklah meliputi
paling sedikit hal-hal sebagai berikut:
 tampilan kemasan secara umum
 apakah kemasan sudah lengkap
 apakah produk dan bahan pengemas yang dipakai sudah benar
 apakah prakodifikasi sudah benar
 apakah monitor pada jalur sudah berfungsi dengan benar
Pengemasan Primer
 Uji kebocoran Uji kebocoran blister dengan menggunakan sistem vakum. Uji
kemasan blister dilakukan dengan kemasan blister dimasukkan ke dalam desikator
yang telah diisi air dan metilen blue kemudian divakumkan. Mengamati apakah
terjadi kebocoran pada blister atau tidak. Jika terjadi kebocoran tablet berwarna
biru.
 Tes Penampilan Mengecek penampilannya ada yang cacat/tidak secara visual.
Pemeriksaan sifat fisik tablet dilakukan dengan mengamati penampilan fisik
tablet yang dihasilkan, dimana tidak terjadi capping, cracking, picking yang
menandakan adanya kerusakan tablet. Selain itu dilihat bentuk, warna, dan wadah
kemasan.
 Uji dorong blister Uji ini digunakan untuk menguji kekuatan dorong keluar dari
isi blister.
 Tes penandaan Semua wadah raw material harus diberikan penandaan yang jelas
seperti nama, kode material, nomor lot, kondisi suhu penyimpanan, berat material
dan status materia
Pengemasan Sekunder dan Tersier
Dengan memperhatikan beberapa IPC antara lain adalah :
 Penampilan : melihat penampilan secara fisik dari kemasan sekunder dan tersier
dari sediaan
 Kelengkapan : dilihat tentang pengemasan produk yang sudah dikemas
hendaklah diperiksa untuk memastikan bahwa obat tersebut sesuai dengan
persyaratan pada proses induk. Hanya produk dengan batch yang sama yang
dapat disusun dalam 1 plat. Apabila dalam 1 box masih terdapat sisa ( tidak
penuh maka dilakukan penandaan dan tidak boleh di capur dengan produk
dengan nomor batch lain)
 Penandaan : memeriksa dan mengechek kembali nomor batch, lot dan
kesesuaian barang dengan isi sesuai dengan yang tertera pada label kemasan, ED
dan nomornomor ijin lainnya.

BAB III
VALIDASI METODE ANALISA DAN VALIDASI PROSES

3.1 VALIDASI
Validasi diartikan sebagai suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi dilatar
belakangi adanya berbagai masalah mutu yang timbul pada saat itu yang mana permasalahan
tersebut tidak terdeteksi dari pengujian rutin yang dilaksanakan oleh industri farmasi yang
bersangkutan. Selanjutnya, Validasi juga diadopsi oleh negara-negara yang tergabung dalam
Pharmaceutical Inspection Co-operation/Scheme (PIC/S), Uni Eropa (EU) dan World Health
Organization (WHO). Bahkan, Validasi merupakan aspek kritis (substantial aspect) dalam
penilaian kualitas industri farmasi yang bersangkutan. Istilah Validasi pertama kali dicetuskan
oleh Dr. Bernard T. Loftus, Direktur Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat
pada akhir tahun 1970-an. Tujuan utama dari pabrik farmasi manapun yaitu untuk membuat
produk yang bersangkutan dengan sediaan farmasi yang dibutuhkan dan kualitas yang stabil,
dengan biaya serendah mungkin. Meskipun studi validasi telah dilakukan dalam industri farmasi
dalam waktu yang cukup lama, bahkan ada yang pernah meningkatkan kepentingan validasi
karena industrinya menekankan lebih besar mengenai program penjaminan mutu dan dasar dan
operasi produksi yang efisien pada beberapa tahun terakhir

3.2 Validasi Bahan Baku


Identifikasi bahan dan fungsi bahan

Nama Bahan Fungsi Bahan Spectra Identifikasi Bahan


Dalam Formulasi
Vitamin C Zat Aktif

Mg.Stearat Lubrikan

Sorbitol Pemanis
Orange Flavour Perasa

Avicel pH 102 Pengikat

Dextrose Pemanis

Kollidon VA Penghancur
3.3 Validasi (Kualifikasi) Mesin, Peralatan Produksi dan Sarana Penunjang
Validasi pada Mesin, Peralatan dan Sarana Penunjang disebut dengan Kualifikasi.
Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian (dokumentasi) bahwa perlengkapan, fasilitas atau
sistem yang digunakan dalam proses/sistem akan bekerja dengan kriteria yang diinginkan
secara konsisten. Kualifikasi merupakan first step (langkah awal) dari keseluruhan
pelaksanaan validasi. Terdiri dari 4 tingkatan:
 Design Qualification (DQ). Tujuannya untuk menjamin & mendokumentasikan bahwa
sistem atau mesin/ peralatan atau bangunan yang akan diinstalasi atau dibangun (rancang
bangun) sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB yang
berlaku.
 Installation Qualification (IQ). Tujuannya Untuk menjamin & mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada
dokumen pembelian, manual alat ybs dan pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan.
 Operational Qualification (OQ). Tujuannya Untuk menjamin & mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan.
 Performance Qualification (PQ). Tujuannya Untuk menjamin & mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan
penggunaan.
3.4 Validasi Proses Pengemasan
Validasi proses pengemasan bertujuan untuk memberikan bukti tertulis dan
terdokumentasi bahwa:
a. Proses pengemasan yang dilakukan telah sesuai dengan Prosedur Tetap Proses
Pengemasan yang telah ditentukan serta memberikan hasil yang sesuai dengan
persyaratan (rekonsiliasi) yang telah ditentukan secara terus menerus (reliable and
reproducible).
b. Operator/pelaksana yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti
prosedur pengemasan dan peralatan pengemasan yang telah ditentukan.
c. Proses pengemasan yang dilakukan, tidak terjadi peristiwa mix – up (campur baur) antar
product maupun antar batch.
Dalam pengemasan ada beberapa yang harus divalidasi:
a. Kemasan tablet
b. Jumlah tablet yg dikemas vs jumlah tablet yang dihasilkan
c. Penandaan (No. Batch, Mfg. Date, Exp. Date) pada ampul, dus, karton
d. Jumlah strip tablet dalam dus
e. Jumlah dus dalam karton
f. Kelengkapan (etiket, brosur, penandaan)
g. Kerapian
h. Rekonsiliasi Bahan pengemas
3.4 Validasi Proses Pembersihan
Validasi Proses Pembersihan bertujuan untuk memberikan bukti tertulis dan
terdokumentasi bahwa:
 Cara pembersihan yang digunakan tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang (reliable and
reproducible).
 Peralatan/mesin yang dicuci tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek pencucian.
 Operator/pelaksana yang melakukan pencucian kompeten, mengikuti prosedur
pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan
 Cara pencucian menghasilkan tingkat kebersihan yang telah ditetapkan. Misal: sisa residu,
kadar kontaminan, dll
Penetapan Prosedur Pembersihan (bekas product/active substance) yang divalidasi:
 Bahan-bahan yang sulit dibersihkan (dari pengalaman)
 Product-product yang memiliki tingkat kelarutan yang jelek
 Product-product yang mengandung bahan yang sangat toxic, carscinogenic, mutagenic,
teratogenic, etc.
 Untuk bahan yang sama, dipilih yang memiliki dosis yang lebih tinggi

Metode Apus (Swab Sampling Method)


Pengambilan contoh dengan cara apus, umumnya menggunakan bahan apus (swab
material) yang dibasahi dengan pelarut yg langsung dapat menyerap residu dari permukaan
alat.
 Bahan yang digunakan untuk sampling (swab material) harus :
- Compatible dengan solvent dan metode analisanya
- Tidak ada sisa – sisa serat yang mengganggu Analisa
- Ukuran harus disesuaikan dengan area samplingnya
 Solvent (pelarut) harus :
- Disesuaikan dengan spesifikasi bahan yang diperiksa
- Tidak mempengaruhi stabilitas bahan yang diuji
- Sebelum dilakukan validasi, harus dilakukan pemeriksaan/uji penemuan kembali
(recovery test) dengan larutan yang diketahui kadarnya.

Metode Pembilasan Akhir (Rinse Sampling Method)


 Umumnya dilakukan untuk alat mesin yang sulit dijangkau dengan cara apus
(banyak pipa-pipa, lekukan, dll)
 Pelarut (bilasan akhir) dapat digunakan pelarut organik (methanol, alkohol) atau
hanya aquademineralisata, pelarut kemudian ditampung dan dianalisa
 Kelebihan: jika dilakukan dengan benar, hasil pemeriksaan mencerminkan kondisi
seluruh permukaan alat
 Kekurangan: ada kemungkinan tidak seluruh sisa bahan (residu) larut dalam bahan
pelarut sehingga residu tidak bisa terdeteksi
Metode dengan Menggunakan Placebo
 Dilakukan dengan cara pengolahan produk yang bersangkutan tanpa bahan aktif
dengan peralatan yang sudah dibersihkan kemudian dianalisa
 Tidak disarankan karena tidak reproducible

3.3 VALIDASI METODE ANALIS


Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu,
berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Suatu metode analisis harus divalidasi untuk
melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi
problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika:
a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena munculnya
suatu problem yamg mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi.
c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan
jalannya waktu.
d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analisis yang berbeda,
atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.
e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara 2 metode, seperti anatara metode baru dan
metode baku (Gandjar dan Abdul Rohman, 2012).
Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi (kecermatan), presisis,
batas deteksi (limit of detection, LOD), batas kuantifikasi (limit of quantification, LOQ), dan
linieritas.

1. Ketepatan (akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur
dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau nilai rujukan. Ada dua
metode untuk mengukur akurasi yaitu metode simulasi dan penambahan baku. Metode
simulasi dilakukan dengan cara sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam
campuran bahan pembawa sediaan farmasi (placebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang sebenarnya. Sedangkan metode
penambahan baku dilakukan dengan cara sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang
diperiksa ditambahkan ke dalam sampel kemudian dicampur dan dianalisis kembali
(Harmita, 2004). Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan
data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 29 konsentrasi
dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali
(Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan
sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara
statistik. Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu:
keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision) dan ketertiruan
(reproducibility). Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan
baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) dan kisaran kepercayaan. Pengujian presisi
pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan 2 parameter yang pertama,
yaitu: keterulangan dan presisi antara. Ketertiruan biasanya dilakukan ketika akan
melakukan uji banding antar laboratorium. Presisi seringkali diekspresikan dengan standar
deviasi (SD) atau standar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data. Untuk menghitung SD
dengan rumus:

Sedangkan untuk rumus RSD dengan rumus: RSD = 100 𝑥 𝑆𝐷 𝑋 , yang mana X
merupakan rata-rata data dan SD adalah standar deviasi serangkaian data.
Data untuk menguji presisi biasanya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal
untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD anatara 1-2% biasanya
dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk
senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar dan
Rohman, 2007).
3. Batas Deteksi (Limit of Detection, LoD) dan Batas Kuantifikasi (Limit of Quantification,
LoQ)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LoD merupakan batas uji
yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu.
Sedangkan batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel
yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi
operasional metode yang digunakan. Penentuan batas deteksi dan kuantifikasi suatu metode
berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada
analisis yang tidak menggunakan instrument batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi
analit data, sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat
dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku
respon blangko dengan rumus:

Keterangan:
Q = batas deteksi (LoD) atau batas kuantifikasi (LoQ)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantifikasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
SI = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b
pada persamaan garis y = a + bx)
Batas deteksi dan kuantifikasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi
linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis
linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blangko sama dengan simpangan baku residual
(Sy/x) (Harmita, 2004).
 Batas deteksi (Q) Karena k = 3 Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka
 Batas kuantifikasi (Q) Karena k = 10 Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka

Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantifikasi adalah melalui penentuan
rasio S/N (signal to noise ratio). Nilai LoD untuk KCKT didasarkan pada S/N yaitu sebesar
3:1, sedangkan untuk LoQ yaitu sebesar 10:1.
4. Linieritas
Liniearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasilhasil uji
yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.
Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang
menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan
melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbedabeda.
Cara mengukur linieritas adalah pertama kali menentukan variasi konsentrasi lalu
diukur absorbansi kemudian diplot kedalam grafik, sehingga disebut persamaan garis regresi
linier dengan rumus: y = a + bx
Keterangan:
y = menyatakan absorbansi
x = konsentrasi
b = koefisien regresi (juga menyatakan slope = kemiringan)
a = tetepan regresi dan juga disebut dengan intersep Koefisien regresi (b) dapat dicari
dengan metode kuadrat terkecil yaitu dengan rumus:

Sebelum dilakukan perhitungan analisis lebih lanjut berdasarkan persamaan regresi linier
yang didapat, terlebih dulu harus ditentukan apakah ada korelasi yang bermakna antara kedua
besaran yang diukur. Untuk ini perlu dihitung besarnya koefisien korelasi (r) dan dibandingkan
dengan r-tabel (r-kritik). Apabila r-hitung lebih kecil daripada r-tabel maka dikatakan korelasi
tidak bermakna dan persamaan regresi tidak dapat digunakan untuk menghitung besaran yang
dicari. Sebaliknya kalau r-hitung lebih besar daripada r-tabel, berarti korelasi bermakna
(signifikan) dan besaran yang dicari dapat dihitung dengan persamaan regresi yang ada.
Besarnya koefisien korelasi (r) dapat dihitung berdasarkan rumus:

Harga r dapat mempunyai nilai antara -1 ≤ r ≤ 1, nilai r = -1 menggambarkan korelasi


negatif sempurna yakni semua titik percobaan terletak pada satu garis lurus yang kemiringannya
(slope-nya) negatif, demikian juga jika r = +1 menggambarkan korelasi positif sempurna yakni
semua titik percobaan terletak pada satu garis lurus yang kemiringannya positif. Sedangkan nilai
r = 0 menyatakan tidak ada korelasi sama sekali antara x dan y (Gandjar dan Rohman, 2007).

3.4 VALIDASI PROSES


Validasi Proses adalah cara pemastian dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa
proses (berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan) mampu dan dapat dipercaya
menghasilkan produk yang sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat
keberulangan yang tinggi. Validasi proses dilakukan jika terdapat adanya proses baru, perubahan
tahan/alat yang digunakan, perubahan besar batch, produk yang telah diproduksi tetapi belum
pernah divalidasi dan program revalidasi.
Validasi proses dibagi menjadi 3:
a. Validasi Prospektif : yaitu validasi yang dilakukan untuk produksi baru yang belum
dipasarkan atau produk lama yang mengalami perubahan besar, dan juga transfer produk yaitu
produk yang sudah pernah diproduksi di satu site dan di transfer ke site lain.
b. Validasi Konkruen: yaitu validasi untuk produk yang sudah berjalan dengan tingkat produksi
rendah dan proses yang rutin di produksi. Proses produksi yang telah mengalami perubahan
atau modifikasi (perubahan komposisi, perubahan mesin yang digunakan pada proses
produksi, perubahan ukuran bets,dsb). Jika data replikasi produksi yang sudah dibuat tidak
tersedia karena jumlah bets yang diproduksi terbatas (dalam 1 tahun hanya terdapat 1 bets
produksi).
c. Validasi Retrospektif : untuk produk-produk yang sudah lama dipasarkan, tetapi belum
divalidasi sehingga memerlukan data validasi untuk registrasi ulang.
3.4.1 Tahap Validasi Proses :
Tahap 1: Desain Proses
Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh melalui pengembangan produk dan aktivitas skala
lab / pilot, proses manufaktur komersial didefinisikan pada tahap ini.
Tahap 2: Kualifikasi Proses Evaluasi
Desain proses pada tahap ini untuk menentukan apakah proses tersebut mampu menghasilkan
produksi komersial yang dapat direproduksi. Tahapan Kualfikasi: - Kualifikasi Desain (DQ):
Kualifikasi yang dilakukan pertama kali dalam melakukan validasi fasilitas, peralatan atau
system yang baru. - Kualifikasi Instalasi (IQ): Kualifikasi dilakukan terhadap fasilitas ,
system dan peralatan baru atau yang dimodifikasi. - Kualifikasi Operasional: dilakukan
setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui, mencakup kalibrasi,
prosedur pengoperasian dan pembersihan, pelatihan operator dan ketentuan perawatan
preventif. - Kualifikasi Kinerja: menjamin dan mendokumentasikan bahwa system atau
peralatan yang telah diinstalasi beroperasi sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.
Tahap 3: Verifikasi Proses Berkelanjutan
Jaminan berkelanjutan diperoleh selama batch komersial rutin untuk distribusi yang
mengkonfirmasikan bahwa proses tetap dalam keadaan terkontrol.

Parameter utama harus dipertimbangkan dalam Validasi Proses:


 Kaitan Bio-batch
 Bahan Baku
 Prosedur dan Peralatan Pabrikan
 Analisis Campuran
 Kontrol Dalam Proses
 Hasil Pengujian dengan Metode yang Divalidasi
 Investigasi / Kegagalan Produk
 Review Tinjauan Situs

3.5 RUANG KELAS PRODUKSI SEDIAAN FARMASI


Ruang kelas produksi untuk vitamin C yaitu kelas E khusus karena vitamin C
memiliki sifat higrosksopis. Sistem tata udara untuk kelas E khusus yaitu pada suhu 20-27°C,
nilai kelembabannya maksimal 40&, efisiensi saringan udara udara akhir bisa menggunakan F8
atau H13, pertukaran udara per jamnya sekitar 5-20x. Bisa dilihat pada tabel di bawah ini
Produk Pembanding
PRODUK KOMPETITOR PRODUK JUAL
Kemasan Sekunder

Kemasan Primer
DAFTAR PUSTAKA
Renuka P, Yamsani MR. Lozenges Formulation and Evaluation. Int J Adv Pharm
Res. 2014;5(5):290-298.
Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients,Sixth Edition, Rowe R. C., Sheskey,
P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Assosiation, 697-699
BPOM, 2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen KesehatanRI. Hal :
Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Ravikiran A, Maruthapillai A, P K, Chappa P. 2016. Hygroscopicity categorization of
pharmaceutical solids by gravimetric sorption analysis: A systematic approach. Asian
Journal Pharm 10(4):279-286.
Raymond C Rowe. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients edisi VI.
Washinton : Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association. Hal : 43-46,129-
132, 359-362, 404-406, 641, 663-666, 691-694, 663-666, 685-690.
Renuka P, Yamsani MR. Lozenges Formulation and Evaluation. 2014.International Journal Adv
Pharm Res 5(5):290-298.
Tewari D, Lewis R, Kinsey B, Dürig T. 2011. Evaluation of Moisture Sorption Methods for
Aqueous Moisture Barrier Coatings2:1-9.
Viswanathan P, Muralidaran Y, Ragavan G. 2017. Challenges In Oral Drug Delivery: A Nano-
Based Strategy To Overcome. In: Nanostructures for Oral Medicine. Elsevier Inc.173-201.
LAMPIRAN

1. COA Vitamin C
2. Dextrosa

3. Sorbitol

Anda mungkin juga menyukai