Makalah Studi Kasus Farmasi Industri Kelompok 5 (Sudah Direvisi)
Makalah Studi Kasus Farmasi Industri Kelompok 5 (Sudah Direvisi)
Makalah Studi Kasus Farmasi Industri Kelompok 5 (Sudah Direvisi)
Dibimbing oleh :
Dr. apt. Iswandi, M.Farm.
Dr. apt. Ilham Kuncahyo, M.Sc.
Kelas A1 - Kelompok 5
Afifah Nur P.W (2120424691)
Almira Amadea E (2120424696)
Atika Cahya P (2120424705)
Cindy Cloudia (2120424707)
A. Latar Belakang
Penghantaran sediaan oral merupakan rute administrasi obat yang paling disukai dan
paling nyaman karena kepatuhan pasien yang tinggi, efektivitas biaya, kemudahan dalam
proses produksi, fleksibilitas dalam desain serta bentuk sediaan (Viswanathan et.al, 2017).
Tablet hisap merupakan sediaan padat yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat yang
terkandung dalam basis manis yang dimaksudkan untuk melarut atau terdisintegrasi secara
lambat di mulut dan mempunyai rasa yang enak. Tablet hisap memiliki kekurangan yaitu
bentuk tablet hisap yang menarik menyebabkan tablet hisap dapat salah dikenali sebagai
permen oleh anak – anak, bentuk tablet hisap yang keras dapat menjadi kasar, serta perlunya
suhu tinggi dalam pembuatan tablet hisap tipe hard candy (Renuka et al., 2014).Tablet hisap
telah banyak digunakanakan karena memiliki kelebihan, terutama rasanya yang enak
sehingga lebih diterima oleh pasien pediatri serta geriatri, meningkatkan waktu retensi obat
di dalam rongga mulut, menurunkan iritasi lambung, penyimpanan dan cara penggunaannya
yang mudah (Rathod et.al, 2014).
Tablet hisap telah digunakan sejak abad ke-20 hingga sekarang masih diproduksi
secara komersial. Zat aktif yang bersifat higroskopis juga telah dapat diformulasikan dan
sudah terdapat di pasaran diantaranya adalah Nicorette, Nicotinell, dr.Herbies, Xon-Ce,
Vitacimin, produk – produk ini tentunya memiliki daya tarik yang besar di pasaran.
Higroskopisitas dari suatu padatan farmasi sering dievaluasi karena kelembaban yang
meningkat dapat mempengaruhi stabilitas fisik dan kimia dari produk farmasi (Ravikiran
et.al., 2016). Sediaan padat yang mengalami peningkatan kelembapan sering menunjukkan
perubahan fisik seperti perubahan disolusi dan kekerasan (Tewari et al., 2011). Sebaliknya
pada kandungan lembab yang lebih rendah dalam granulasi, kekerasan tablet harus dibentuk
oleh tekanan kompresi yang lebih besar yang mana akan menurunkan kecepatan disolusi
obat (Chowhan, 1978). Dimana penurunan kecepatan disolusi ini diperlukan untuk sediaan
tablet hisap yang dibuat dengan tujuan untuk melarut dan terdisintegrasi secara lambat di
mulut (Renuka et al., 2014).
Seiring dengan perkembangan teknologi, terdapat banyak produk baru muncul dan
dikembangkan untuk memenuhi permintaan pasar yang kian meningkat. Pembaruan dan
persaingan yang semakin ketat mengharuskan munculnya inovasi baru untuk menyelaraskan
mutu kualitas dengan kuantitas suatu produk. Salah satunya didunia farmasi, obat menjadi
salah satu objek yang terus menerus mengalami tahap pengembangan. Sehingga
membutuhkan proses atau pengelolaan pada bidang industri yang dapat meningkatkan mutu
suatu obat menjadi lebih optimal
PPIC merupakan suatu proses perencanaan dan pengendalian produksi, merancang
aliran kerja organisasi dimulai bahan baku sampai menghasilkan barang jadi, menyusun
jadwal sumber daya dan mengeksekusinya, sehingga dapat memberikan pelayanan yang
terbaik bagi konsumen, serta meminimumkan biaya produksi keseluruhan. Dengan PPIC
diharapkan dapat menjelaskan mengenai perencanaan produksi dan pengendalian persediaan
dengan fungsi-fungsi manajemem lainnya dalam perusahaan, sehingga dapat melakukan
perencanaan produksi dan pengendalian persediaan dan mengaplikasikannya sesuai dengan
kondisi perusahaan. Oleh karena itu, disusun makalah studi kasus PPIC Tablet hisap vitamin
C, formulasi dan perbandingannya dengan kompetitor.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses perencanaan produksi dan pengendalian persediaan di industri
farmasi?
2. Bagaimana formulasi sediaan tablet hisap vitamin C 500mg dan perbandingannya
dengan produk kompetitor?
C. Tujuan
1. Mengetahui proses perencanaan produksi dan pengendalian persediaan di industri
farmasi
2. Mengetahui formulasi sediaan tablet hisap vitamin C 500mg dan perbandingannya
dengan produk competitor.
BAB II
ISI
2.1 Sifat Bahan Obat (Zat Aktif)
Bubuk kristal putih atau hampir putih, atau kristal tidak berwarna, berubah warna jika terkena
udara dan kelembaban. Larut dalam air, larut dalam alkohol. Larutan 5% dalam air memiliki pH 2,1
hingga 2,6 (Sweetman, 2009).
2.2 Farmakodinamik
Vitamin C berperan sebagai suatu kofaktor dalam sejumlah reaksi hidroksilasi dan amidasi
dengan memindahkan elektron ke enzim yang ion logamnya harus berada dalam keadaan tereduksi, dan
dalam kondisi tertentu bersifat sebagai antioksidan. Dengan demikian vitamin c dibutuhkan untuk
mempercepat perubahan residu prolin dan lisin pada prokolagen menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin
pada sintesis kolagen. Selain itu juga diperlukan untuk perubahan asam folat menjadi asam folinat,
metabolisme obat oleh misokrom dan hidroksilasi dopamin menjadi norepinefrin. Asam askorbat
meningkatkan aktivitas enzim amidase yang berperan dalam pembentukan hormon oksitosin dan hormon
antidiuretik. Dengan mereduksi ion feri menjadi fero dalam lambung, vitamin C meningkatkan absorpsi
besi. Selain itu, vitamin C juga berperan dalam pembentukan steroid adrenal.
Pada jaringan, fungsi utama vitamin C ialah dalam sintesis kolagen, proteoglikan zat organik
matriks antarsel lain misalnya pada tulang, gigi, endotel kapiler. Dalam sintesis kolagen selain berperan
dalam hidroksilasi prolin vitamin C juga nampaknya beperan untuk menstimulasi langsung sintesis
peptida kolagen. Pada pasien skorbut, gangguan sintesis kolagen terlihat sebagai kesulitan penyembuhan
luka, gangguan pembentukan gigi dan pecahnya kapiler yang yang menyebabkan pendarahan seperti
petekie dan ekimosis. Pendarahan tersebut disebabkan oleh kebocoran kapiler akibat adhesi sel-sel
endotel yang kurang baik dan mungkin juga karena gangguan pada jaringan ikat perikapiler sehingga
kapiler mudah pecah oleh penekanan. Pemberian vitamin C pada keadaan normal tidak menunjukkan efek
farmakodinamik yang jelas. Tetapi pada keadaan defisiensi, pemberian vitamin C akan menghilangkan
gejala penyakit dengan cepat.
Defisiensi vitamin C, gejala awal hipovitamin C adalah malaise, mudah tersinggung, gangguan
emosi, artralgia, hiperkeratosis folikel rambut, pendarahan hidung dan petekie. Skorbut terlihat bila kadar
vitamin C pada leukosit dan trombosit < 2mg/dL dan ini terjadi setelah mendapat diet yang tidak
mengandung vitamin C selama 3-5 bulan. Orang tua alkoholisme, pasien penyakit menahun sangat peka
terhadap timbulna skorbut. Gangguan terlihat pada sebagian besar jaringan terutama yang berasal dari
mesodermal seperti kolagen, tulang yang sedang tumbuh dan pembuluh darah. Pada tulang yang sedang
tumbuh dapat terjadi gangguan pertumbuhan, pembengkakan pada ujung tulang panjang akibat
pendarahan subperiosteum serta osteoporosis pada orang dewasa. Gigi geligi mengalami resorpsi dan
atrofi dentin serta terjadi gangguan pada alveoli gigi yang mengakibatkan gigi mudah lepas (Gunawan et
al, 2016).
2.3 Farmakokinetik
Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Pada keadaan normal tampak kenaikan kadar
vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi. Kadar dalam leukosit dan trombosit lebih besar daripada dalam
plasma dan eritrosit. Distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan
terendah dalam otot dan jaringan lemak. Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan bentuk garam
sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal 1,4 mg (Gunawan et al, 2016).
2.4 Indikasi
Vitamin C diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan skorbut atau defisiensi vitamin C.
Selain itu, vitamin C digunakan untuk berbagai penyakit yang tidak ada hubungannya dengan defisiensi
vitamin C dan seringkali digunakan dengan dosis besar. Akan tetapi efektivitasnya tidak jelas atau tidak
terbukti. Vitamin C tidak mengurangi insidens common colds meskipun dapat sedikit mengurangi
beratnya sakit dan lamanya masa sakit. Juga terbukti vitamin C tidak bermanfaat untuk kanker lanjut.
Vitamin C mega dosis tidak terbukti efektif utuk aterosklerosis, penyembuhan luka dan skizofernia.
Karena sifat reduktornya vitamin C digunakan untuk mengatasi methemoglobinemia idiopatik, meskipun
kurang efektif dibandingkan dengan biru metilen. Dosis yang dianjurkan minimal 150 mg (Gunawan et
al, 2016).
2.5 Kontraindikasi
2.6 Dosis
Dewasa 100-250 mg 1-2x/hr. Kasus berat 1000-2000 mg/hr. Anak 100-300 mg/hr dalam dosis terbagi
(Anonim, 2017).
Vitamin C dengan dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabkan diare. Hal ini terjadi karena efek
iritasi lambung pada mukosa usus yang mengakibatkan peningkatan peristaltik. Efek iritasi juga dapat
menyebabkan uretritis nonspesifik terutama pada uretra distal. Dosis besar tersebut juga meningkatkan
bahaya terbentuknya batu ginjal, karena sebagian vitamin C dimetabolisme dan diekskresi sebagai
oksalat. Penggunaan kronik vitamin C dosis sangat besar dapat menyebabkan ketergantungan, dimana
penurunan mendadak kadar vitamin C dapat menimbulkan rebound scurvy. Hal ini dapat dihindari
dengan mengurangi asupan vitamin C secara bertahap. Vitamin C mega dosis parenteral dapat
menyebabkan oksalosis yang meluas, aritmia jantung dan kerusakan ginjal berat (Gunawan et al, 2016).
Dosis vitamin C 1 g/hari dilaporkan meningkatkan kadar etinil estradiol plasma. Interaksi ini dapat
mengakibatkan break through bleeding dan kegagalan kontrasepsi, bila pemakaian kontrasepsi oral yang
mengandung etinil estradiol tersebut menghentikan penggunaan vitamin C secara tiba-tiba (Gunawan et
al, 2016).
Vitamin C meningkatkan absorpsi besi, sehingga dosis besar dapat berbahaya pada pasien
hemokromatosis, talasemia dan anemia sideroblastik. Hemolisis rigan dilaporkan terjadi pada pasien
dengan defisiensi G6PD. Hemolisis akut dapat mengakibatkan koagulasi intravaskular di seminata dan
gagal ginjal aku yang dapat menyebabkan kematian. Vitamin C mega dosis juga dapat menyebabkan
krisis Sickle cell (Gunawan et al, 2016).
2.8 Peringatan
2.9 Interaksi
Dengan antikoagulan oral akan mengurangi efek antikoagulan. Dengan asetosal/aspirin dapat
mengurangi efek dan meningkatkan kadar aspirin dalam darah (hingga kadar toksik). Memperpanjang
efek barbiturat. Dengan pil KB dapat meningkatkan resiko kehamilan. Dengan aspirin, nikotin, obat
penekan nafsu makan, Fe, fenitoin, antikonvulsan, esterogen, dan kontrasepsi oral serta tetrasiklin akan
menginduksi desaturasi jaringan dari asam askorbat (Anonim, 2017).
2.10 PPIC
PPIC atau Production Planning Inventory Control merupakan bagian yang bertugas
melakukan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan. PPIC merupakan bagian
organisasi perusahaan yang menjembatani antara divisi marketing dengan produksi. PPIC
menerjemahkan kebutuhan pengadaan obat jadi untuk marketing dalam bentuk rencana produksi
dan ketersediaan bahan baku serta bahan pengemas.
2. Magnesium Stearat
Pemerian : Serbuk halus, putih dan voluminous, bau lemah khas, mudah
melekat dikulit, bebas dari butiran.
Berat Molekul : 591,25
Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam etanol, dalam ethanol 95%, dan
dalam eter. Sangat larut dalam benzene panas dan ethanol
(95%) panas
Stabilitas : Bersifat stabil apabila disimpan ditempat yang kering dan
mengalami penguraian apabila disimpan ditempat yang
dingin.
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan senyawa bersifat asam kuat, alkali,
dan garam ion. Magnesium stearate tidak bisa digunakan
dengan produk aspirin dan beberapa vitamin
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup yang baik
3. Sorbitol
Bobot Molekul : 182,17
Pemerian : Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal
dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89°
sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol,
metanol, dan asam asetat
Bobot Jenis : 180,21 g/mol
Titik Lebur : 1740 – 1790
pH larutan : 4,5–7
Stabilitas : Dapat bercampur dengan kebanyakan bahan tambahan, stabil
di udara, keadaan dingin, asam basa encer
Inkompaktibilitas : Membentuk kelat yang larut air, larutan sorbitol akan
bereaksi dengan besi oksida sehingga menjadi tidak
berwarna
4. Dextrosa
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur, atau serbuk granul
putih; tidak berbau, rasa manis
Kelarutan : Tidak larut dalam klorofor, eter,, larut dalam 60 bagian
etanol 95% larut dalam gliserin dan larut dalam 1 bagian air
Stabilitas : Stabil pada kondisi penyimpanan yang sejuk dan kerinh
Inkompatibilitas : Inkombatibel dengan beberapa obat seperti cyanocobalamin,
kanamycin, sulfate,novobiocin sodium sodium, warfarin
sodium
pH : 3,5-5,5
5. Orange Flavour
Pemerian : Terbuat dari kulit jeruk yang masih segar diproses secara
mekanik
Kelarutan : Mudah larut dala alkohol 90% , asam asetat glasial
6. Avicel
Pemerian : Putih, tidak berbau, tidak berasa, digunakan dalam ukuran
partikel yang berbeda-beda, tingkat kelembaban berbeda
Kelarutan : Mudah larut 5% b/v larutan hidroksida ptaktis, tidak larut
dalam air, larutan asam, dan beberapa pelarut organik
Partikel : Tidak lebih dari 8,0 ≥ 250 nm
Titik Leleh : 260 – 270 C
Bobot Jenis : 1,512-1,668 g/cm3
pH larutan : 5,0 – 7,5
Stabilitas : Tidak bercampur dengan bahan oksidator kuat
Inkompatibilitas : Pengoksidasi kuat
7. Kolidon VA
Pemerian : Berbentuk amorf, berwarna putih hingga kekuningan,
sedikit berbau dan berasa
Kelarutan : Lebih dari 10% kelarutan dalam 1,4-butanediol, glyserol,
butanol, kloroform, diklorometana, etanol (95%), gliserol,
methanol, polietilenglikol 400, propan-2-ol, propanol,
propilenglikol, dan air. Kurang dari 1% dalam
sikloheksana, dietileter, paraffin cair, dan pentana
Kelembaban : Kelembaban relative 50%, copovidone memperoleh lebih
sedikit dari 10% berat.
Stabilitas : Stabil, disimpan dalam wadah tertutup baik, sejuk, dan
kering
Aliran : Relatif bebas mengalir
c. Perbandingan Vendor
Harga Harga
Bahan Vendor Keterangan Bahan Vendor Keterangan
($/kg) ($/kg)
Shaanxi
Hufai Minimal Minimal
Tianyi
(Shanghai) order 1 kg order 1kg
$2,5/ Hechuang $ 5,2/
Vitamin C Internation dan Vitamin C dan
kg Health kg
al Trading pengiriman pengiriman
Technology
Co,,Ltd 7 hari 7-10 hari
Co., Ltd
Minimal Minimal
Gansu
order 5 kg order 25 kg
Kinbo $4.00/ Duter Co., $4.00/
Dextrosa dan Dextrosa dan
Industry kg Ltd kg
pengiriman pengiriman
Co., Ltd
7 hari 10 hari
Wuhan
Jayusion Minimal Jiaxing Minimal
Pharmaceut order 25kg Renze order 25kg
$1.20/ $5.00/
Sorbitol ical dan Sorbitol Import & dan
kg kg
Technology pengiriman Export Co., pengiriman
Co., Ltd. 5 hari Ltd. 10 hari
2.11.1 Spektrofotometer UV
Dipipet larutan vitamin C 100 ppm kedalam labu ukur 100 ml yang telah dibungkus
alumunium foil masing-masing sebesar 3 ml, 5 ml, 7 ml, 9 ml, dan 11 ml. Lalu
ditambahkan akuades hingga tanda batas dan dihomogenkan. sehingga di dapatkan
konsentrasi 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, 9 ppm dan 11 ppm.
Asam askorbat ditimbang 0,05 gram dan diencerkan dalam labu takar 50 ml
(asam askorbat 0,1%). Kemudian dibuat larutan standar asam askorbat, di mana 0,5 ml;
1 ml; 2ml; dan 4 ml asam askorbat 0,1% diencerkan dalam labu takar 50 ml agar
diperoleh konsentrasi 0,001%; 0,002%; 0,004%; dan 0,008%. Tiap larutan standar
disaring dan dimasukkan dalam tabung ependorf. Larutan standar lalu dianalisis dengan
HPLC dan dicatat luas area puncak asam askorbat. Dibuat kurva hubungan konsentrasi
dengan luas area puncak asam askorbat. Konsentrasi sampel yang telah diinjeksikan
sebelumnya dapat dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi asam askorbat standar
Uji kesesuaian kesesuaian sistem dilakukan dengan cara membuat campuran fase
campuran fase gerak yaitu asetonitril: asam asetat 1% (80:20). Kemudian dilakukan
pengujian kesesuaian sistem yang bertujuan untuk memastikan keefektian sistem
operasional pengujian. Optimasi fase gerak meliputi penentuan faktor kapasitas (k’) dan
resolusi (R).
Keterangan :
a = senyawa senyawa A
b = senyawa B
Fase gerak dinilai optimal apabila kapasitas faktor (k’) bernilai 1-20 dan
resolusi bernilai bernilai lebih dari 2 (Ahuja & Dong, 2005). Uji Kesesuaian
sistem dilakukan terhadap bahan baku, tablet dengan cara disiapkan bahan baku
dan tablet dengan konsentrasi 100 μg/mL, kemudian disaring
dengan filter miliphore 0,45 µm. Disuntikkan ke dalam lubang penyuntik KCKT
dan dielusi dengan fase gerak yang telah disiapkan. Parameter yang diamati yaitu
waktu retensi, faktor kapasitas, selektivitas, dan resolusi.
Timbang saksama lebih kurang 400 mg zat, larutkan dalam campuran 100
ml air dan 25 ml asam sulfat 2 N, tambahkan 3 ml Indikator kanji LP. Titrasi
segera dengan iodium 0,1 N LV. Tiap ml iodum 0,1 N setara dengan 8.806 mg
CaHgO6
2.12 IPC
a. Definisi IPC
Pengawasan selama proses produksi (in process control) merupakan hal yang
yang penting dalam pemastian mutu produk. Untuk memastikan keseragaman bets dan
keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau
pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah
dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau
hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi
karakteristik produk selama proses berjalan. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah
cara pembuatan obat dan/ atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat
dan/ atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Pada
pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen
menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi
produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau memelihara kesehatan.
CPOB mencakup seluruh produksi dan pengendalian mutu (Badan POM, 2018).
Untuk memastikan mutu obat, tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus
dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke
dalam produk tersebut. Mutu obat tersebut tergantung pada bahan awal, bahan pengemas,
proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personal yang
terlibat. Oleh karena itu pengawasan selama proses (inprocess control) produksi sangat perlu
dilakukan untuk menjaga kualitas dari sediaan farmasi yang dibuat (Badan POM, 2018).
Pengawasan dilakukan dengan cara mengambil contoh, mengadakan pemeriksaan
dan pengujian terhadap produk yang dihasilkan pada langkah-langkah tertentu dari proses
pengolahan. Pengawasan oleh bagian produksi adalah untuk menjamin bahwa mesin dan
peralatan produksi serta proses yang digunakan akan menghasilkan produk yang memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan. Pengawasan oleh bagian QC adalah untuk menyakinkan bahwa
produk yang dihasilkan pada tahap tertentu telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan
sebelum dilanjutkan proses berikutnya. Bagian pemastian mutu menentukan apakah tahap
lanjutan dari proses pengolahan dapat dilaksanakan atau tidak berdasarkan hasil pengujian
yang dilakukan (Badan POM, 2018).
Di samping itu, pengawasan-selama proses hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada prosedur umum sebagai berikut:
Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada saat
awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan
Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu
yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua
komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.
Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil sampel pada
awal, tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk. Hasil pengujian/inspeksi selama
proses hendaklah dicatat, dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari catatan bets
(Badan POM, 2018). Spesifikasi pengawasan selama proses hendaklah konsisten dengan
spesifikasi produk. Spesifikasi tersebut hendaklah berasal dari hasil rata-rata proses
sebelumnya yang diterima dan bila mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan
dengan menggunakan metode statistis yang cocok bila ada (Badan POM, 2018).
b. Tujuan IPC
Tujuan IPC untuk memastikan hasil sesuai dengan yang diinginkan, mengetahui
sedini mungkin bila terjadi masalah sehingga lebih mudah diawasi dan lebih efisien dan
efektif, pengendalian mutu produk antara, ruahan dan produk jadi, pemeriksaan barang
kembalian dari distributor, pemeriksaan ulang pada retained sample,dan memonitor
stabilitas.
Parameter IPC
a. Penimbangan bahan
Penimbangan bahan, pada umumnya dilakukan oleh 2 orang dari produksi, dimana
satu orang menimbang bahan dan satu orang lainya mengawasi/ mengecek kebenaran
penimbangan.
IPC melakukan pemeriksaaan kebersihan ruang penimbangan (lantai, dinding, dan
langit-langit), peralatan penimbangan, wadah untuk menimbang, dan wadah bahan
baku yang akan ditimbang. Bagian IPC akan memastikan bahwa ruang penimbangan
bebas dari material pengotor, terutama debu dan material lain.
IPC melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa timbangan yang sudah
dipasang dengan benar dan sudah dikalibrasi.
IPC memberikan label penimbangan karena kebanyakan bahan-bahan aktif maupun
bahan tambahan dalam pembuatan obat mempunyai fisik yang mirip kebanyakan
berwarna putih. Kemiripan ini dapat beresiko kesalahan pelabelan dan pengambilan.
Oleh karena itu pelabelan yang benar.
Setelah penimbangan selesai, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kebersihan wadah
dan tutup bahan awal yang telah ditimbang dan pengecekan berat penimbangan
masing-masing bahan awal
b. Pencampuran bahan
Pencampuran bahan: dilakukan parameter kritis antara lain: waktu yang diperlukan
untuk pencampuran yaitu 5-10 menit & kecepatan pengadukan.
c. Pengemasan
1) Parameter pengemasan primer & labelling, parameter kritis dalam proses
pengemasan antara lain: kebocoran, ketepatan volume, penampilan & kelengkapan
label.
2) Parameter pengemasan sekunder:
a. Penampilan
Mengecek penampilannya ada yang cacat/tidak secara visual.
b. Kelengkapan
Pada penyelesaian proses pengemasan produk yang sudah dikemas hendaklah
diperiksa dengan teliti untuk memastikan bahwa produk obat tersebut sesuai
dengan persyaratan dalam prosedur pengemasan induk. Pada kemasan ini
dilakukan pengecekan jumlah ampul dan brosur obat.
c. Penandaan
Mengecek apakah informasi yang tertulis dalam kemasan sudah sesuai/belum.
Penandaan harus mencantumkan informasi sebagai berikut: logo produk, nama
produk, logo obat, berat netto, komposisi dan kadar zat aktif, penjelasan produk,
nomor batch, tanggal kedaluwarsa, nomor registrasi obat, nama dan alamat
produsen, kondisi penyimpanan, dan barcode.
3) Parameter tersier
a. Penampilan
Mengecek penampilannya ada yang cacat/tidak secara visual.
b. Kelengkapan
Pada penyelesaian proses pengemasan produk yang sudah dikemas hendaklah
diperiksa dengan teliti untuk memastikan bahwa produk obat tersebut sesuai
dengan persyaratan dalam prosedur pengemasan induk. Hanya obat jadi yang
berasal dari satu batch pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu plat.
Bila ada karton yang tidak penuh maka jumlah yang ada didalamnya hendaklah
dituliskan pada karton tersebut.
c. Penandaan
Mengecek apakah informasi yang tertulis dalam kemasan sudah sesuai/belum.
Penandaan harus mencantumkan informasi sebagai berikut: logo produk, nama
produk, komposisi & kadar bahan baku, nomor batch, tanggal kedaluwarsa,
nomor registrasi obat, nama dan alamat produsen, kondisi penyimpanan, dan
barcode.
Pencampuran 1
Vitamin C, Dextrosa, Sorbitol, Dekstrosa,
Sorbitol, Avicel pH 102, Orange flavour,
Kollidon VA dicampur selama 15 menit
IPC Homogenitas
IPC
Pencampuran 2 sifat alir
Menambahkan magnesium stearat (5 menit) kompresibilitas
IPC
Penampilan
Kelengkapan
Penandaan
Pengemasan Tersier
2.16.2 Pencampuran
Pencampuran bahan berdasarkan CPOB 2018 dimana titik kritis dalam pencampuran
adalah waktu kecepatan dan suhu. Karena dalam pembuatan tablet hisap vitamin Cmenggunakan
kempa langsung maka parameter kritis dari pencampuran adalah lamanya waktu pencampuran
dan kecepatan alat pencampuran yang harus dilakukan pemantauan dan dicatat dalam dokumen
(CPOB, 2018).
Pencampuran tahap 1
Dilakukan pencampuran homogen antara Vitamin C, Dextrosa, Sorbitol, Dekstrosa,
Sorbitol, Avicel pH 102, Orange flavour, Kollidon VA dicampur dimana IPC pada
proses pencampuran adalah :
- Waktu : dimana waktu yang dibutuhkan dalam pencampuran adalah 15 menit
- Suhu : suhu pada pencampuran dikontrol secara berkala agar tidak terjadi kerusakan,
suhu yang dikehendaki adalah suhu kamar (20-25 °C)
- Homogenitas : parameter homogenitas sangat penting dalam sebuah pencampuran atau
pengadukan. Hal ini dilakukan dengan cara sampling pada 9 titik yaitu 3 titik dibagian
atas, 3 titik dibagian tengah dan 3 titik dibagian paling bawah campuran. Dimana
masing-masing titik tersebut pada posisi (pojok kanan, pojok kiri, dan bagian tengah)
yang dilakukan 3 kali replikasi.
Pencampuran tahap 2 Dengan menambahkan Mg stearat
BAB III
VALIDASI METODE ANALISA DAN VALIDASI PROSES
3.1 VALIDASI
Validasi diartikan sebagai suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi dilatar
belakangi adanya berbagai masalah mutu yang timbul pada saat itu yang mana permasalahan
tersebut tidak terdeteksi dari pengujian rutin yang dilaksanakan oleh industri farmasi yang
bersangkutan. Selanjutnya, Validasi juga diadopsi oleh negara-negara yang tergabung dalam
Pharmaceutical Inspection Co-operation/Scheme (PIC/S), Uni Eropa (EU) dan World Health
Organization (WHO). Bahkan, Validasi merupakan aspek kritis (substantial aspect) dalam
penilaian kualitas industri farmasi yang bersangkutan. Istilah Validasi pertama kali dicetuskan
oleh Dr. Bernard T. Loftus, Direktur Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat
pada akhir tahun 1970-an. Tujuan utama dari pabrik farmasi manapun yaitu untuk membuat
produk yang bersangkutan dengan sediaan farmasi yang dibutuhkan dan kualitas yang stabil,
dengan biaya serendah mungkin. Meskipun studi validasi telah dilakukan dalam industri farmasi
dalam waktu yang cukup lama, bahkan ada yang pernah meningkatkan kepentingan validasi
karena industrinya menekankan lebih besar mengenai program penjaminan mutu dan dasar dan
operasi produksi yang efisien pada beberapa tahun terakhir
Mg.Stearat Lubrikan
Sorbitol Pemanis
Orange Flavour Perasa
Dextrose Pemanis
Kollidon VA Penghancur
3.3 Validasi (Kualifikasi) Mesin, Peralatan Produksi dan Sarana Penunjang
Validasi pada Mesin, Peralatan dan Sarana Penunjang disebut dengan Kualifikasi.
Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian (dokumentasi) bahwa perlengkapan, fasilitas atau
sistem yang digunakan dalam proses/sistem akan bekerja dengan kriteria yang diinginkan
secara konsisten. Kualifikasi merupakan first step (langkah awal) dari keseluruhan
pelaksanaan validasi. Terdiri dari 4 tingkatan:
Design Qualification (DQ). Tujuannya untuk menjamin & mendokumentasikan bahwa
sistem atau mesin/ peralatan atau bangunan yang akan diinstalasi atau dibangun (rancang
bangun) sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB yang
berlaku.
Installation Qualification (IQ). Tujuannya Untuk menjamin & mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada
dokumen pembelian, manual alat ybs dan pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan.
Operational Qualification (OQ). Tujuannya Untuk menjamin & mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan.
Performance Qualification (PQ). Tujuannya Untuk menjamin & mendokumentasikan
bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan
penggunaan.
3.4 Validasi Proses Pengemasan
Validasi proses pengemasan bertujuan untuk memberikan bukti tertulis dan
terdokumentasi bahwa:
a. Proses pengemasan yang dilakukan telah sesuai dengan Prosedur Tetap Proses
Pengemasan yang telah ditentukan serta memberikan hasil yang sesuai dengan
persyaratan (rekonsiliasi) yang telah ditentukan secara terus menerus (reliable and
reproducible).
b. Operator/pelaksana yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti
prosedur pengemasan dan peralatan pengemasan yang telah ditentukan.
c. Proses pengemasan yang dilakukan, tidak terjadi peristiwa mix – up (campur baur) antar
product maupun antar batch.
Dalam pengemasan ada beberapa yang harus divalidasi:
a. Kemasan tablet
b. Jumlah tablet yg dikemas vs jumlah tablet yang dihasilkan
c. Penandaan (No. Batch, Mfg. Date, Exp. Date) pada ampul, dus, karton
d. Jumlah strip tablet dalam dus
e. Jumlah dus dalam karton
f. Kelengkapan (etiket, brosur, penandaan)
g. Kerapian
h. Rekonsiliasi Bahan pengemas
3.4 Validasi Proses Pembersihan
Validasi Proses Pembersihan bertujuan untuk memberikan bukti tertulis dan
terdokumentasi bahwa:
Cara pembersihan yang digunakan tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang (reliable and
reproducible).
Peralatan/mesin yang dicuci tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek pencucian.
Operator/pelaksana yang melakukan pencucian kompeten, mengikuti prosedur
pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan
Cara pencucian menghasilkan tingkat kebersihan yang telah ditetapkan. Misal: sisa residu,
kadar kontaminan, dll
Penetapan Prosedur Pembersihan (bekas product/active substance) yang divalidasi:
Bahan-bahan yang sulit dibersihkan (dari pengalaman)
Product-product yang memiliki tingkat kelarutan yang jelek
Product-product yang mengandung bahan yang sangat toxic, carscinogenic, mutagenic,
teratogenic, etc.
Untuk bahan yang sama, dipilih yang memiliki dosis yang lebih tinggi
1. Ketepatan (akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur
dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau nilai rujukan. Ada dua
metode untuk mengukur akurasi yaitu metode simulasi dan penambahan baku. Metode
simulasi dilakukan dengan cara sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam
campuran bahan pembawa sediaan farmasi (placebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang sebenarnya. Sedangkan metode
penambahan baku dilakukan dengan cara sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang
diperiksa ditambahkan ke dalam sampel kemudian dicampur dan dianalisis kembali
(Harmita, 2004). Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan
data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 29 konsentrasi
dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan
sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara
statistik. Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu:
keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision) dan ketertiruan
(reproducibility). Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan
baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV) dan kisaran kepercayaan. Pengujian presisi
pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan 2 parameter yang pertama,
yaitu: keterulangan dan presisi antara. Ketertiruan biasanya dilakukan ketika akan
melakukan uji banding antar laboratorium. Presisi seringkali diekspresikan dengan standar
deviasi (SD) atau standar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data. Untuk menghitung SD
dengan rumus:
Sedangkan untuk rumus RSD dengan rumus: RSD = 100 𝑥 𝑆𝐷 𝑋 , yang mana X
merupakan rata-rata data dan SD adalah standar deviasi serangkaian data.
Data untuk menguji presisi biasanya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal
untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD anatara 1-2% biasanya
dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk
senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar dan
Rohman, 2007).
3. Batas Deteksi (Limit of Detection, LoD) dan Batas Kuantifikasi (Limit of Quantification,
LoQ)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LoD merupakan batas uji
yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu.
Sedangkan batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel
yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi
operasional metode yang digunakan. Penentuan batas deteksi dan kuantifikasi suatu metode
berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada
analisis yang tidak menggunakan instrument batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi
analit data, sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat
dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku
respon blangko dengan rumus:
Keterangan:
Q = batas deteksi (LoD) atau batas kuantifikasi (LoQ)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantifikasi
Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko
SI = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b
pada persamaan garis y = a + bx)
Batas deteksi dan kuantifikasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi
linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis
linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blangko sama dengan simpangan baku residual
(Sy/x) (Harmita, 2004).
Batas deteksi (Q) Karena k = 3 Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka
Batas kuantifikasi (Q) Karena k = 10 Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka
Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantifikasi adalah melalui penentuan
rasio S/N (signal to noise ratio). Nilai LoD untuk KCKT didasarkan pada S/N yaitu sebesar
3:1, sedangkan untuk LoQ yaitu sebesar 10:1.
4. Linieritas
Liniearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasilhasil uji
yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.
Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang
menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan
melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbedabeda.
Cara mengukur linieritas adalah pertama kali menentukan variasi konsentrasi lalu
diukur absorbansi kemudian diplot kedalam grafik, sehingga disebut persamaan garis regresi
linier dengan rumus: y = a + bx
Keterangan:
y = menyatakan absorbansi
x = konsentrasi
b = koefisien regresi (juga menyatakan slope = kemiringan)
a = tetepan regresi dan juga disebut dengan intersep Koefisien regresi (b) dapat dicari
dengan metode kuadrat terkecil yaitu dengan rumus:
Sebelum dilakukan perhitungan analisis lebih lanjut berdasarkan persamaan regresi linier
yang didapat, terlebih dulu harus ditentukan apakah ada korelasi yang bermakna antara kedua
besaran yang diukur. Untuk ini perlu dihitung besarnya koefisien korelasi (r) dan dibandingkan
dengan r-tabel (r-kritik). Apabila r-hitung lebih kecil daripada r-tabel maka dikatakan korelasi
tidak bermakna dan persamaan regresi tidak dapat digunakan untuk menghitung besaran yang
dicari. Sebaliknya kalau r-hitung lebih besar daripada r-tabel, berarti korelasi bermakna
(signifikan) dan besaran yang dicari dapat dihitung dengan persamaan regresi yang ada.
Besarnya koefisien korelasi (r) dapat dihitung berdasarkan rumus:
Kemasan Primer
DAFTAR PUSTAKA
Renuka P, Yamsani MR. Lozenges Formulation and Evaluation. Int J Adv Pharm
Res. 2014;5(5):290-298.
Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients,Sixth Edition, Rowe R. C., Sheskey,
P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Assosiation, 697-699
BPOM, 2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen KesehatanRI. Hal :
Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Ravikiran A, Maruthapillai A, P K, Chappa P. 2016. Hygroscopicity categorization of
pharmaceutical solids by gravimetric sorption analysis: A systematic approach. Asian
Journal Pharm 10(4):279-286.
Raymond C Rowe. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients edisi VI.
Washinton : Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association. Hal : 43-46,129-
132, 359-362, 404-406, 641, 663-666, 691-694, 663-666, 685-690.
Renuka P, Yamsani MR. Lozenges Formulation and Evaluation. 2014.International Journal Adv
Pharm Res 5(5):290-298.
Tewari D, Lewis R, Kinsey B, Dürig T. 2011. Evaluation of Moisture Sorption Methods for
Aqueous Moisture Barrier Coatings2:1-9.
Viswanathan P, Muralidaran Y, Ragavan G. 2017. Challenges In Oral Drug Delivery: A Nano-
Based Strategy To Overcome. In: Nanostructures for Oral Medicine. Elsevier Inc.173-201.
LAMPIRAN
1. COA Vitamin C
2. Dextrosa
3. Sorbitol