Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROPESI APOTEKER

ULKUS DIABETIK FOOT

Disusun Oleh:

Angelica Caroline Zebua


NIM:20.50.09

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI


INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
TAHUN 2021
DAFTARA ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak setiap manusia, termasuk hak untuk

mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan. Oleh karena itu, perlu

diselenggarakan pembangunan di bidang kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur

kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan perubahan dalam sistem

pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kefarmasian ( Depkes RI, 2009)

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi pada

pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Menkes

RI, 2016).

Kegiatan pelayanan kefarmasian terfokus pada pengelolaan obat sebagai

sarana dalam bentuk pelayanan yang komperhensif meliputi pelayanan obat dan

pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan

langsung oleh apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi

dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat untuk tujuan

keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)

terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan yaitu: pengkajian dan

pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat,


pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite, pemantauan terapi obat (PTO),

monitoring efek samping obat (MESO), evaluasi penggunaan obat (EPO),

dispensing sediaan steril dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD)

(Menkes RI, 2016).

Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut untuk dapat

merealisasikan pengembangan paradigma pelayanan kefarmasian dari orientasi

produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker perlu

ditingkatkan secara terus-menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat

diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar

dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian,

diharapkan seluruh apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan

rumah di negara sendiri (Menkes RI, 2016).

Tuntunan pasien dan masyarakat dan masyarakat pada mutu pelayanan

kefarmasian mengharuskan adanya perkembangan pelayan kefarmasian dari

paradigma lama (Drug Oriented) menjadi paradigma baru ( Patient Oriented)

dengan asuhan kefarmasian ( Pharmaceutical Care). Pelayanan kefarmasian di

Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan

kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan

terjangkau bagi semua lapisaan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinis

(Depkes RI, 2009)

Visite adallah kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter

dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan visite adalah menilai rasionalitas obat
dengan cara pemilihan obat, menerapkan secara langsung pengetahuan

farmakologi teraupetik, menilai kemajuan pasien dan bekerjasama dengan tenaga

kesehatan lainnya. Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi

penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat –

obat yang digunakan sesuai idikasi, efektif, aman, terjangkau oleh pasien ( Depkes

RI, 2009)

Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di rumah sakit, maka

mahasiswa calon apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk praktik kerja

profesi di rumah sakit. Praktik kerja profesi di rumah sakit menerapkan salah satu

praktik pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah

dan menyelesaikan masalah terkait obat dan masalah yang berhubungan dengan

kesehatan pasien seperti studi pengkajian penggunaan obat secara rasional

(PPOSR) yang dilaksanakan pada bagian penyakit dalam. Studi kasus dilakukan

pada pasien yaitu ULKUS DIABETIK FOOT

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah tentang

bagaimana pengkajian penggunaan obat secara rasional (PPOSR) pada ulkus

diabetic foot

1.3. Tujuan

a. Memantau penggunaan obat pada pasien dengan diagnosa Ulkus Diabetik

Foot

b. Memantau pemilihan obat pada pasien dengan diagnosa Ulkus Diabetik

Foot.
1.4 Manfaat

Adapun manfaat dilakukan studi kasus ini adalah :

1. Dapat memantau penggunaan obat pada pasien dengan diagnosa ulkus

diabetic foot

2. Dapat memantau pemilihan obat pada pasien dengan diagnosa ulkus

diabetic foot.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.2.1 Defenisi Diabetes Melitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh penurunan

kadar hormone insulin yang diproduksi oleh kalenjar pankreas sehingga

menimbulkan peningkatan kadar gula darah. Diabetes Melitus adalah suatu

penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin. Diabetes Melitus merupakan kelompok penyakit tidak

menular yang prevalensinya cukup tinggi di dunia (Batubara,dkk. 2010)

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai dengan

ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein sehingga meningkatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia).

Diabetes Melitus ini sangat mempengaruhi kehidupan penderita , dan mengancam

jiwa jika tidak ditangani secara baik. Diabetes Melitus merupakan suatu kumpulan

gejala yang timbul yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kadar gula darah

karena kekurangan insulin baik absolut maupun relative (Batubara, dkk. 2010)

2.1.2 Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada

metabolisme,karbohidrat, lemak, dan protein karena insulin tidak dapat bekerja

secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya.

Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena

kerusakan pada sel- sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia,
virus, dan bakteri. Penyebab yang kedua yaitu penurunan reseptor glukosa pada

kalenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin si jaringan

perifer (Fatimah, 2013)

Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur

kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan

menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresikan insulin. Sel beta pankreas

yang tidak berfungsi secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi

insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel

beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idipatik

(Niddk, 2014)

Gangguan respon metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan

resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre

reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari

biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah gar tetap normal.

Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi

pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa

oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi

insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi (Prabawati, 2012)

Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi

yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam

darah masuk ke urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotic yang ditandai

dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang

keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui
urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah

menjadi energy sehingga menimbulkan raa lapar yang meningkat (polifagia)

sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energy. Penderita akan merasa mudah

lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi

tersebut ( Hanum, 2011)

2.1.3 Manistestasi Klinis

a. Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang berlebih)

yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi akibat kadar glukosa

serum yang meningkat.

b.Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena

glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.

c.Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan penggunaan

glukosa oleh sel menurun.d.Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat

sembuhnya, dan rasa gatal pada kulit

2.1.4 Faktor – faktor Diabetes Melitus

Menurut (Hanum,2013), faktor – faktor yang dipengaruhi Diabetes

Melitus adalah :

1. Gaya

2. Umur

3. Jenis kelamin

4. Obesitas (kegemukan)

5. Ras Suku dan Bangsa


6. Riwayat Keluarga

2,1,5 Gejala Diabetes Melitus

Gejala akut DM pada permulaan perkembangan yang muncul adalah

banyak makan ( poliphagia), banyak minum (polidipsia) dan banyak kencing

(poliuria). Keadaan DM pada permulaan yang tidak segera diobati akan

menimbulkan gejala akut yaitu banyak minum, banyak kencing dan mudah lelah (

Fitriani, 2012)

Gejala kronik DM adalah kulit erasa panas, kebas, seperti tertusuk – tusuk

jarum, rasa tebal pada kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, penglihatan

memburuk (buram) yang ditandai dengan sering berganti lensa kcamata, gigi,

mudah goyah dan mudah lepas, keguguran pada ibu hamil dan ibu melahirkan

dengan berat bayi yang lebih dari 4 kilogram (Fitriyani,2015)

2.1.6 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan etiologic menurut Perkeni (2015) adalah

sebagai berikut :

1. Diabetes Melitus (DM) tipe 1

Diabetes Melitus yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas

kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara

absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun danidiopatik.

2. Diabetes Melitus (DM) tipe 2

Penyebab Diabetes Melitus tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi insulin.

Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal

sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi didalam tubuh. Defisiensi insulin
juga dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin

untuk menjadi defisiensi insulin absolut.

3. Diabetes Melitus (DM) tipe lain

Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat disebabkan oleh efek

genetic fungsi sel beta, efek genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi, dan sindrom

genetic lan yang berkaitan dengan DM.

4. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang muncul pada masa kehamilan, dan

hanya berlangsung hingga proses melahirkan. Kondisi ini dapat terjadi di usia

kehamilan berapa pun, namun lazimnya berlangsung di minggu ke-24 sampai ke-

28 kehamilan. Sama dengan diabetes yang biasa, diabetes gestasional terjadi

ketika tubuh tidak memproduksi cukup insulin untuk mengontrol kadar glukosa

(gula) dalam darah pada masa kehamilan. Kondisi tersebut dapat membahayakan

ibu dan anak, namun dapat ditekan bila ditangani dengan cepat dan tepat.

2.1.7. Kriteria Diabetes Melitus

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Sari (2012), adapun

patokan kadar gula darah dalam mendiagnosis Diabetes Melitus dengan cara

berikut ini :
Tabel 2.1 Kadar Glukosa darah dalam mendiagnosis DM

Kadar Glukosa Darah Bukan DM Belum pasti DM DM


Sewaktu
Plasma Vena < 100mg/dl 100 -200mg/dl ≥ 200mg/dl
Darah Kapiler < 80mg/dl 80 -200mg/dl >200mg/dl
Puasa
Plasma Vena < 110 mg/dl 110 – 120 mg/dl > 126 mg/dl
Darah Kapiler < 90 mg/dl 90 - 110 mg/ dl > 110 mg/dl

2.1.8 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan menurut Black & Hawks

(2005)meliputi 4 hal yaitu:

1. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas

130mg/dl mengindikasikan diabetes.

2. Hemoglobin glikosilat

Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama

140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.

3. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75grgula,

dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah.


2.2 Ulkus Diabetik

2.2.1 Defenisi Ulkus Diabetik

Ulkus adalah luka yang terletakpada permukaan kulit atau selaput lender

dimana terjadi kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit.

Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum

juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan

neuropati perifer (Andygreeni, 2010).

Ulkus diabetik dikenal dengan istilah gangren didefinisikkan sebagai jaringan

nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli paruh besar arteri

pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagain akibat

proses inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja

atau terbakar), proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik

diabetes melitus (Gitarja, 2011).

Ulkus kaki diabetik adalah kelainan tungkai kaki bawah atau bagian tubuh

selalu tertekan akibat diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan kaki DM

dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan

adanya infeksi (Tambunan, 2009)

2.2.2 Etiologi Ulkus Diabetik Foot

Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan

infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau

menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa.

Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah titik

tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu aliran darah
ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak

tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah

atau neuropati.Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik.5Penyebab

gangren pada penderita DM adalah bakteri anaerob, yang tersering Clostridium.

Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut gas gangrene ( Waspadji, 2011)

2.2.3 Patofisiologi Ulkus Diabetik Foot

Ulkus kaki diabetik terbentuk dari berbagai mekanisme patofisiologi dan

neuropati diabetika merupakan salah satu faktor yang paling berperan.

Menurunnya input sensorik pada ekstremitas bawah menyebabkan kaki mudah

mengalami perlukaan dan cenderung berulang. Selain neuropati, komplikasi

diabetes yang lain adalah vaskulopati baik pada mikrovasular maupun

makrovasular. Hal ini menyebabkan aliran darah ke ekstremitas bawah berkurang

dan terhambatnya tekanan oksigen gradien di jaringan. Keadaan hipoksia dan

trauma berulang ini menyebabkan ulkus berkembang menjadi luka kronis

(Heynemanet al., 2016).

Neuropati perifer merupakan faktor predisposisi yang paling awal muncul

meliputi disfungsi sensoris, autonom dan neuropati motorik. Gangguan serabut

sensoris menyebabkan menurunnya sensasi nyeri sehingga kaki penderita diabetik

dapat dengan mudah mengalami perlukaan tanpa disadari. Disfungsi autonom

menyebabkan perubahan aliran mikrovaskuler dan terjadi arteri-vena

shuntingsehingga mengganggu perfusi ke jaringan,meningkatkan temperatur

kulitdan terjadi edema. Selain itu, kaki penderita menjadi keringdanmudah timbul

fisura karena menurunnya fungsi kelenjar keringat sehingga cenderung menjadi


hiperkeratosis dan mudah timbul ulkus. Neuropati motorik menyebabkan

kelemahan otot sehingga terjadi biomekanik abnormal pada kaki dan

menimbulkan deformitas seperti Hammer toes, claw toes, dan Charcot. Bersama

dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus (Hobizal, K.B., 2012;

Clayton, 2009).

Di samping neuropati perifer, angiopati diabetika merupakan faktor yang

paling sering menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada penderita. Manifestasi

15makro angiopati tampak sebagai obstruksi pada pembeuluh darah besar yaitu

arteri infrapopliteal dan terganggunya sirkulasi darah kolateral. Hal ini

menimbulkan penyakit arteri perifer atau peripheral arterial disease(PAD) pada

ekstremitas bawah. PAD sendiri merupakan faktor resiko yang meningkatkan

kejadian ulkus diabetik terinfeksi (diabetik foot infection). Sedangkan akibat dari

mikroangiopati adalah penebalan membrane basal kapiler dan disfungsi endotel

yang mengganggu pertukaran nutrien dan oksigen sehingga terjadi iskemia di

jaringan (Ho, T.Ket al., 2012).

2.2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi ulkus diabetic foot

Healthy Enthusia (2014) menyatakan bahwa faktor- faktor resiko

yang menyebabkan ulkus kaki diabetik yang lebih lanjut disebabkan oleh

umur lebih dari 60 tahun, diabetes mellitus yang sudah lebih dari 10 tahun,

obesitas, hypertensi, neuropati, glikolisasi hemoglobin, kolesterol total,

kebiasaan merokok, ketidakpatuhan.


2.2.5 Tanda dan Gejala Ulkus Diabetik Foot

Ulkus kaki baru menampakkan gejala apabila sudah melebar dan semakin dalam.

Pada tahap ini, tendon dan tulang dapat terlihat. Selain itu, luka pasien juga dapat

mengeluarkan nanah. Sementara gejala lainnya adalah:

1. Kesulitan berjalan

2. Perubahan warna kaki

3. Kulit kemerahan

4. Pembengkakan

5. Demam

6. Keluarnya cairan berbau busuk

7. Nyeri

8. Bisul

2.2.6 Penyebab Ulkus Diabetik Foot

Diabetes dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang meningkatkan risiko

berkembangnya ulkus kaki. Komplikasi yang dimaksud seperti kerusakan saraf

(neuropati periferal) dan gangguan sirkulasi. Saat saraf pada anggota gerak bawah

rusak, maka bagian tersebut akan mati rasa. Pasien tidak merasakan nyeri atau

sensasi apapun bahkan saat menginjak benda tajam atau saat kakinya terluka.

Kecuali pasien memeriksa telapak dan kaki setiap hari, mereka tidak akan

mengetahui keberadaan ulkus hingga infeksi telah menyebar. Sementara, masalah

sirkulasi adalah keadaan di mana beberapa bagian tubuh tidak menerima pasokan

darah yang mencukup, sehingga sel kekurangan oksigen. Keadaan ini dapat

menyebabkan ulkus kaki diabetik karena sirkulasi yang buruk pada arteri kaki
membuatnya lebih rentan terhadap cedera. Selain kedua faktor yang telah

dijelaskan, ada juga faktor lain seperti:

1. Tekanan darah dan kadar kolesterol yang tinggi

2. Obesitas - Kelebihan berat badan meningkatkan tekanan pada kaki saat

seseorang berdiri atau berjalan

3. Gaya hidup sedentary

4. Merokok - Kegiatan ini mengganggu kemampuan tubuh untuk sembuh

karena memengaruhi sirkulasi darah

5. Sepatu yang tidak pas

6. Tidak menjaga kebersihan

7. Deformitas pada kaki

8. Tidak memakai sepatu

2.2.7 Penatalaksanaan Ulkus Diabetik Foot

Jaringan yang rusak akibat gangrene sudah tidak bisa lagi diperbaiki, namun ada

beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah gangrene berkembang.

Dokter akan memilih dari beberapa tindakan berikut ini, tergantung dari

keparahan gangrene yang dialami pasien.

1. Operasi. Langkah ini dilakukan untuk mengangkat jaringan mati, sehingga

penyebaran gangrene bisa dicegah, dan memungkinkan jaringan yang sehat

untuk pulih. Bila memungkinkan, operasi untuk memperbaiki pembuluh darah

akan dilakukan. Tindakan tersebut untuk memperlancar aliran darah ke area

yang terserang gangrene. Pencangkokan kulit bisa dilakukan untuk


memperbaiki kulit yang rusak akibat gangrene. Namun pada kasus gangrene

yang parah, pasien terpaksa harus menjalani amputasi.

2. Antibiotik. Dokter bisa memberikan antibiotik dalam bentuk obat minum

atau infus untuk menangani infeksi gangrene.

3. Terapi oksigen hiperbarik. Terapi ini menggunakan ruangan seperti tabung

dengan tekanan tinggi dan hanya terdapat gas oksigen. Tekanan oksigen yang

kuat akan membuat darah membawa lebih banyak oksigen, sehingga

memperlambat perkembangan bakteri dan membantu luka untuk cepat pulih.

4.

2.2.8 Diagnosis Ulkus Diabetik Foot

Pada tahap awal pemeriksaan, dokter akan mengecek kondisi fisik dan

luka pasien, serta menanyakan riwayat kesehatan pasien dan keluarganya. Untuk

memastikan diagnosis, dokter akan menyarankan pemeriksaan lebih lanjut,

seperti:

1. Tes darah. Jumlah sel darah putih yang tinggi bisa menjadi tanda adanya

infeksi. Tes darah juga dilakukan untuk mengecek apakah ada bakteri atau

kuman di dalam darah.

2. Tes pencitraan. Foto Rontgen, CT scan atau MRI dilakukan untuk melihat

kondisi organ dalam, dan untuk mengetahui sejauh mana gangrene menyebar.

Tes ini juga bisa membantu dokter mengetahui apakah ada gas di bawah kulit.

Selain 3 tes ini, ada juga tes angiografi, yaitu tes untuk melihat adanya arteri

yang tersumbat.
3. Bedah. Tindakan operasi bisa dilakukan untuk mengetahui luasnya

penyebaran gangrene pada tubuh. Prosedur ini didahului dengan pemberian

obat bius.

4. Kultur cairan dan jaringan. Dokter akan mengambil sampel cairan dan

jaringan kulit untuk diperiksa apakah mengandung bakteri Clostridium

perfringens atau tidak. Dokter juga bisa melihat sampel jaringan melalui

mikroskop untuk mencari tahu kemungkinan adanya sel yang mati.

2.2.9 Pengobatan Ulkus Diabetik Foot

1. Cairan Nacl

Cairan saline NaCL 0.9 % merupakan cairan kristaloid yang sering

ditemui. Cairan ini mengandung natrium dan clorida. Cairan infus ini digunakan

untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang, mengoreksi ketidakseimbangan

elektrolit, dan menjaga tubuh agar tetap terhidrasi dengan baik.

2.Ceftriaxon

Cefriaxone merupakan obat antibiotik golongan sefalosporin yang bekerja

dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri.

Indikasi :Infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitive terhadap

ceftriaxone dalam kondisi sepsis, meningitis, infeksi abdomen peritonitis, infeksi

kandung empedu dan saluran pencernaan, infeksi tulang, persediaan dan jaringan

lunak.

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin

Efek Samping : sakit kepala, pusing, demam, gangguan saluran cerna, reaksi kulit.
Dosis : Ringan hingga sedang 1-2 g/hari IV dalam dosis harian tunggal atau

dibagi 12 jam selama 4-7 hari (pionas, 2014)

3.Ketorolak

Ketorolak Adalah obat golongan OAINS yang mempunyai efek antiinflamasi dan

antipiretik. Ketorolac menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap

sebagai analgesic yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap

reseptor opiat.

Indikasi : penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat

setelah prosedur bedah.

Kontra Indikasi : riwayat alergi terhadap acetosal atau OAINS lain, ulkus

peptikum aktif, atau pendarahan gastroinstetinal, penyakit ginjalsedang sampai

berat, hamil, laktasi,gangguan koagulasi.

Efek Samping : sakit kepala, diare, mengantuk, berkeringat, perdarahan,reaksi

hipersensitivitas.

Dosis : 10 mg terapi IV atau IM selama 4-6 jam, Dosis maksimum : 40mg sehari

(Pionas, 2014)

5. Dexametason

Dexamethasone adalah salah satu obat generik yang di produksi banyak

perusahan farmasi. Dexamethasone di gunakan untuk mengobati peradangan, dan

menekan kerja sistem imun. Dexamethasone bekerja dengan cara mencegah

aktivasi pelepasan zat-zat tertentu di dalam tubuh yang dapat menyebabkan reaksi

peradangan.
Indikasi : sebagai antiinflamasi atau imunosupresan, misalnya pada penyakit sendi

inflamatori, meningitis bakterial, ataupun eksaserbasi akut multiple sklerosis.

Kontra indikasi : pada pasien yang dilaporkan hipersensitif terhadap obat ini atau

kortikosteroid lainnya.

Efek Samping : Berat badan bertambah, meningkat, sakit kepala dan pusing

Dosis : 0,5–9 mg per hari. Dosis maksimal 1,5 mg per hari.

6. Furosemid

Furosemid yaitu golongan loop diuretic . Furosemid adalah untuk

mengurangi cairan berlebih dalam tubuh (edema) yang disebabkan oleh kondisi

seperti gagal jantung, penyakit hati, dan ginjal. Obat ini juga digunakan untuk

mengobati tekanan darah tinggi. Furosemide adalah obat diuretik yang

menyebabkan Anda menjadi lebih sering buang air kecil untuk membantu

membuang air dan garam yang berlebihan dari tubuh.

Indikasi : Pasien dengan retensi cairan yang berat ,edema paru akut, edema pada

sindrom nefrotik.

Kontra Indikasi : hiponatremia, hipovolemia

Efek Samping : hipotensi, hiponatremia, hypokalemia, hipokalsemia,

hiperurisemia, ototoksisitas, hiperglisemia, meningkatkan LDL kolesterol dan

menurunkan HDL.

Dosis : Dewasa: 20–50 mg suntikan IM/IV atau tablet 40 mg per hari. Dosis

maksimal 1.500 mg suntikan IM/IV per hari atau tablet 80 mg per hari. Anak:

0,5–1,5 mg/kgBB suntikan IM/IV per hari.


7. Atorvastatin

Atorvastatin adalah obat yang digunakan sebagai terapi tambahan untuk

membantu menurunkan kadar kolesterol dan lemak jahat dalam tubuh.

Atorvastatin bekerja dengan menurunkan jumlah kolesterol yang dibuat oleh

organ hati. Dengan menurunkan kadar kolesterol dan lemak jahat dalam darah

dapat mencegah dan mengurangi kemungkinan untuk terserang penyakit jantung

dan stroke. Untuk lebih memaksimalkan kerja Atorvastatin, selain dengan diet

yang tepat, Anda juga dianjurkan untuk berhenti merokok bila Anda merokok,

teratur berolahraga, perubahan gaya hidup dan menurunkan berat badan bila over

weight (kelebihan berat badan). Atorvastatin merupakan obat generik yang

diproduksi oleh banyak perusahaan farmasi, tersedia dalam dosis 10 mg, 20 mg

dan 40 mg.

Dosis : awal: 10–20 mg 1 kali sehari. Dosis dapat disesuaikan dengan respons

tubuh pasien terhadap pengobatan dalam 2–4 minggu. Dosis lanjutan: dosis dapat

ditambah menjadi 40 mg 1 kali sehari. Dosis maksimal: 80 mg per hari.

8. Omeprazole

Omeprazole adalah obat untuk mengatasi masalah perut dan kerongkongan

yang diakibatkan oleh asam lambung. omeprazole adalah membantu

menyembuhkan kerusakan asam di perut dan kerongkongan, membantu mencegah

luka lambung, dan dapat juga mencegah kanker kerongkongan.Omeprazole adalah

obat yang tergolong dalam proton pump inhibitors (PPIs).

Indikasi : tukak lambung, tukak duodenum, gerd, hipersekresi patologs


Kontra Indikasi : penderita yang hipersensitivitas terhadap omeprazole

Efek Samping : mual, muntah, konstipasi, kembung, nyeri abdomen, lesu, nyeri

otot dan sendi, pandangan kabur.

Dosis : tukak lambung dan tukak duodenum (termasuk yang komplikasi terapi

AINS), .20 mg satu kali sehari selama 4 minggu pada tukak duodenum atau 8

minggu pada tukak lambung, pada kasus yang berat atau kambuh tingkatkan

menjadi 40 mg sehari, pemeliharaan untuk tukak duodenum yang kambuh, 20 mg

sehari, pencegahan kambuh tukak duodenum, 10 mg sehari dan tingkatkan sampai

20 mg seharri bila gejala muncul kembali. Anak – anak : injeksi intravena selama

5 menit atau dengan intravena. Usia 1 bulan 12 tahun dosis awal 500

mikrogram/kg bb ( maks. 20 mg) satu kali sehari, ditingkatkan menjadi 2

mg/kg/bb ( maks 40 mg) jika diperlukan, Usia 12-18 tahun, 40 mg satu kali sehari

(Pionas, 2014).

9. Natrium Diklofenak

Natrium Diklofenak adalah obat yang digunakan untuk meredakan nyeri,

seperti nyeri perut saat haid, nyeri yang berkaitan dengan operasi gigi, nyeri yang

berkaitan dengan operasi kecil, mengatasi pembengkakan (inflamasi), kekakuan

sendi yang disebabkan oleh peradangan sendi. Natrium Diklofenak juga dapat

digunakan untuk menurunkan demam yang berhubungan dengan infeksi telinga,

hidung atau tenggorokan (THT). Natrium Diklofenak bekerja dengan menurunkan

produksi prostaglandin yang menyebabkan peradangan, demam, dan nyeri.

Dosis : oral, 75-150 mg/hari dalam 2-3 dosis, sebaiknya setelah makan. Injeksi

intramuskular dalam ke dalam otot panggul, untuk nyeri pascabedah dan


kambuhan akutnya, 75 mg sekali sehari (pada kasus berat dua kali sehari) untuk

pemakaian maksimum 2 hari.

9. Spironoklaton

Spironolactone golongan obat diuretic hemat kalium. Spironolactone adalah

obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Spironolactone

bekerja dengan cara menghambat penyerapan garam (natrium) berlebih dalam

tubuh dan menjaga kadar kalium dalam darah agar tidak terlalu rendah, sehingga

tekanan darah dapat ditekan. Dengan menurunkan tekanan darah, spironolactone

bermanfaat untuk mencegah stroke, serangan jantung, dan gagal ginjal, yang

merupakan komplikasi dari hipertensi. Obat ini adalah obat keras yang

penggunaanya harus dengan resep Dokter dengan di konsultasikan dengan Dokter

terlebih dahulu.

Dosis : Dewasa: Dosis awal 25 mg, sekali sehari, dengan dosis maksimal 50 mg

per hari. Lansia: Diawali dengan dosis terendah, kemudian dosis dapat ditambah

jika diperlukan. Anak-anak: 3 mg/kgBB per hari, yang dapat dibagi ke dalam

beberapa jadwal konsumsi. Dosis akan disesuaikan dengan respons pasien.

10. Allopurinol

Allopurinol adalah obat yang digunakan untuk membantu mengobati asam

urat dan batu ginjal (gumpalan kecil dalam ginjal yang merupakan penumpukan

dari mineral dan asam urat). Allopurinol juga digunakan untuk mencegah

peningkatan kadar asam urat pada pasien yang menerima kemoterapi kanker.
Indikasi : hiperurisemia, seperti artritis gout, tofus, nefrolitiasis, kondisi maligna

yang menyebabkan asam urat akut,gangguan enzim yang menyebabkan produksi

asam urat berlebih.

Kontra Indikasi : Serangan gout akut, hipersensitivitas

Efek Samping : ruam, gangguan saluran cerna, neuropati, gangguan darah

Dosis: : Dosis konsumsi allopurinol disesuaikan berdasarkan tujuan

penggunaannya. Dosis allopurinol bisa berubah, sesuai dengan kondisi pasien, dan

respons tubuh terhadap obat. Untuk dewasa, dosis adalah 100-600 mg dikonsumsi

sebanyak 1-2 kali per hari. Dosis maksimal 900 mg per hari.

11. Candesartan

Candesartan adalah obat yang digunakan untuk mengobati tekanan

darah tinggi (hipertensi) pada orang dewasa maupun anak-anak. Obat

Candesartan adalah obat yang termasuk dalam kelas obat angiotensin

receptor blockers (ARBs). Obat tersebut bekerja dengan cara memblokir

reseptor angiotensin, yang melemaskan pembuluh darah sehingga darah

dapat mengalir lebih mudah. Selain itu, obat Candesartan adalah obat yang

juga biasa dipakai untuk melindungi ginjal dari kerusakan karena diabetes,

dan mengobati gagal jantung.

Indikasi : gagal jantung atau nefropati akibat diabetes, batuk yang persisten

Kontra Indikasi : menyusui, stenosis arteri renalis, bilateral batau stenosis pada

satu – satunya ginjal yang masih berfungsi.

Efek Samping : gagal jantung, sirosis hepatis, pusing, sakit kepala, diare,

penurunan hb, ruam


Dosis : Dosis : Dewasa: 4 mg per hari sebagai dosis awal. Dosis dapat

digandakan/ tiap 2 minggu. Dosis maksimal adalah 32 mg per hari.

12. Cilostazol

Cilostazol bermanfaat untuk mengobati klaudikasio intermiten, seperti

kelelahan otot, sakit atau kram pada saat aktivitas yang disebabkan karena adanya

penyumbatan aliran darah ke tungkai. Cilostazol bekerja dengan cara menghambat

fosfodiesterase-III (PDE-III), sehingga menekan degradasi siklik adenosin

monofosfat (cAMP). Peningkatan cAMP dalam trombosit dan pembuluh darah

menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi danpenghambatan

proliferasi sel otot polos pembuluh darah.

Indikasi : mengobati gejala – gejala iskemia pada ulkus, rasa sakit dan dingin pada

penyakit oklusi arteri kronik.

Kontra Indikasi : pendarahan, gagal jantung kongesif, kehamilan

Efek Samping : ruam, palpilasi, takikardi, muka merah dan panas, sakit kepala,

pusing, mual, muntah

Dosis : Dewasa: diminum 2 kali sehari 1 tablet. Kaji ulang terapi setelah 3 bulan.

13. Sulcrafat

Sucralfat merupakan obat generik bermerek dengan bentuk sediaan suspensi.

Sucralfat adalah obat yang digunakan untuk mengobati tukak lambung dan

menyembuhkan tukak atau luka pada lambung. Sucralfate bekerja dengan cara

melindungi lapisan saluran cerna terhadap asam peptik, pepsin, dan garam

empedu dengan mengikat protein bermuatan positif dalam eksudat membentuk zat

perekat seperti pasta kental, sehingga membentuk lapisan pelindung


Indikasi : Tukak Lambung, tukak duodenum

Efek Samping : konstipasi, diare, mual, gangguan pencernaan, gangguan

lambung, mulut kering, ruam, nyeri punggung, pusing, sakit kepala.

Dosis : 1 gram, 4 kali sehari, atau 2 gram, 2 kali sehari, selama 4–12minggu.

Dosis pemeliharaan untuk mencegah kekambuhan adalah 1 gram, 2 kali sehari.

Dosis maksimal adalah 8 gram per hari. 1 gram, 4 kali sehari, atau 2 gram, 2 kali

sehari, selama 4–12 minggu

14. Cefixime

Cefixime adalah obat untuk mengobati berbagai macam infeksi bakteri. Obat ini

termasuk obat antibiotik kelas cephalosporins.

Indikasi : infeksi saluran napas atas ( faringitis, tonsililitis), infeksi saluran napas

bawah ( bronkritis akut dan bawah)

Kontra Indikasi : Hipersensitivitas terhadap sefalosporin

Efek Samping : gangguan saluran cerna, kembung, dyspepsia, anoreksia, ruam

kulit

Dosis : Dosis cefixime yang biasanya direkomendasikan oleh dokter untuk pasien

dewasa adalah 200-400 mg per hari. Sedangkan untuk anak-anak usia di atas 6

bulan dengan dosis yang biasanya direkomendasikan adalah 9 mg/kgBB per hari.

15. Insulin Apidra

Apidra adalah obat yang diperuntukkan bagi pasien dengan

diabetes mellitus, baik tipe 1 maupun tipe 2. Pengobatan ini mengandung

insulin glulisine yang termasuk ke dalam golongan insulin long acting


atau rapid acting insulin. Injeksi insulin ini dilakukan pada 15 menit

sebelum makan atau 20 menit setelah makan

Dosis : Total kebutuhan setiap orang terhadap insulin ini dapat berbeda-

beda. Biasanya dosisnya berada pada kisaran 0,5 sampai 1 unit/mL per

kilogram berat badan per hari. Untuk penggunaan intravena biasanya

membutuhkan 0,05 unit hingga 1 unit/mL per kilogram berat badan per

hari.

16. Insulin Lantus

Lantus Solostar adalah preparat insulin yang diproduksi oleh Aventis

Indonesia Pharma. Lantus Solostar mengandung Insulin Glargine yang

digunakan untuk mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes

melitus. Lantus termasuk dalam Long-Acting Insulin (mencapai aliran

darah beberapa jam setelah injeksi dan cenderung menurunkan kadar

glukosa hingga 24 jam atau lebih). Selama penggunaan Lantus Solostar,

pasien dianjurkan untuk melakukan pola diet yang tepat dan latihan fisik

agar kadar gula darah dapat terkontrol dengan baik.

Dosis : Dosis awal: 0.2 – 0.4 unit/kg. Mulai dengan 1/3 total insulin harian,

sementara 2/3 dosis sisanya gabungkan dengan insulin short acting. Titrasi insulin

glargine sesuai dengan yang diinstruksikan oleh dokter.


BAB III

PENATALAKSANAAN UMUM

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Masdalena Purba

No. RM : 27. 84.30

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 51 tahun

BB : 50 kg

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun I Desa Silinda

Ruangan : Seroja 3.3

Masuk Rs : 24 Maret 2021

Keluar Rs : 29 Maret 2021

3.2 Ilustrasi Kasus

Seorang pasien perempuan (Ny. Masdalena Purba) berumur 51 tahun

dengan berat badan 50 kg masuk Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk

Pakam pada tanggal 24 Maret 2021 pukul 13.20 wib melalui Instalasi Gawat

Darurat dengan nyeri, tekanan darah tinggi, luka pada bagian kaki kiri , gula darah

tinggi. Pasien menerima penangan awal dari tenaga medis dan mendapat obat dari

IGD yaitu :

A. Nacl

B. Ceftriaxone 1 gr
C. Ketorolac

3.3. Riwayat Penyakit dan Pengobatan

3.3.1 Keluhan Utama :

 Adanya luka di telapak kaki kiri

3.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang

 Ulkus Diabetik Foot

3.3.3 Penyakit Dahulu

 Diabetes Mellitus

3.4 Hasil Pemeriksaan

Selama di rawat di Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam , pasien telah

menjalani pemeriksaan yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium

patologi klinik yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kimia

klinik.

3.4.1 Pemerikasan Fisik

Selama dirawat di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan, pasien telah menjalani

pemeriksaan fisik.

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik

Tanggal Sensorium TD HR RR T (°C)


Pemeriksaan (mmHg) (x/menit) (x/menit)

24/03/2021 Compos Mentis 120/80 80 20 36,7


25/03/2021 Compos Mentis 120/80 80 20 36,7

26/03/2021 Compos Mentis 160/90 96 20 36,5

27/03/2021 Compos Mentis 145/80 89 20 37

28/03/2021 Compos Mentis 145/84 103 20 37

29/03/2021 Compos Mentis 160/90 90 20 37

Keterangan: BP= blood preasure, HR= heart rate, RR= respiratory rate, T=
temperature.
Hasil Laboratorium
No Parameter Rentang Normal
24/03/2021 26/03/2021
1. Hematologi
Darah Rutin:
Hemoglobin 11.7-15.5 7.21g/dl 10.06 g/dl
Hematokrit 35-47 22.0% 30.2%
Eritrosit 3.8-5.2 2.28 10ˆ6/µL 3.18
10ˆ6/µL
Leukosit 3.6-11.0 7.63 10ᶟ/µL 8.06 10ᶟ/µL
Trombosit 150-440 356.9 10ᶟ/µL 363.9 10ᶟ/µL
Index Eritrosit
MCV 80-100 96.5 fL 95.1fL
MCH 26-34 31.6 pg 31.6 pg
MCHC 32-36 32.8 g/dl 33.3 g/dl
RDW 11.5- 14.5 14.8 % 14.4 %
MPV 7.0-11.0 8.2 fL 8.3 fL
H/itung Jenis (dff)
Basofil 0-1 0.6 % 0.2 %
Eosinofil 2-4 6.71% 0.41 %
Segmen/ Neu 50-70 60.77 % 88.78 %
Limfosit 25-40 24.75 % 9.25 %
Monosit 2-8 7.18 % 1.36 %

3.4.2 Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik

N Rentang Hasil Laboratorium


Parameter
o Normal 24/03/2021 26/03/2021
2. Kimia Klinik:
Glukosa Sewaktu 100 -40 140 mg/dl 140 mg/dl
Ureum 20 – 40 73 mg/dl
Creatinin 0.45 – 0.75 3.0 mg/dl
Asam Urat 2.5 – 6.0 5.2 mg/ dl
Imunologi
HBsAg Kualitatif Negatif Negatif
Anti HIV Negatif Negatif
Koagulasi
Waktu pendarahan 0 -6 6 menit
( BT)
Waktu Pembekuan 9 – 15 11 menit
(CT)
Elektrolit
Natrium 135 – 147 147 mEg/L
Kalium 3.5 – 5.0 5.8 mEg/L
Klorida 95 – 105 105 mEg/ L
3.4.3 Riwayat Pemakaian Obat

Umur : 50 Signa Rut Tanggal & Jam Waktu Pemberian


Tahun e ( WIB )
Berat Badan:50
Kg
N Nama Obat Mulai Stop Tanggal: Tanggal: Tanggal:
o 25/03/2021 26/03/2021 27/03/2021
1 Ins. Apidra 3x 14unit sc 25/03/20 06.3 17.3 06.30 11.3
21 0 0 0
2 Ins. Lantus 1x 20 unit sc 25/03/20 22.1 22.1
21 0 0
3 Furosemid 1 amp/ Iv 25/03/20 25/03/20 STOP
premed 21 21
4 Deksametas 1 Iv 25/03/20 25/03/20
on amp/prem 21 21
ed
5 ceftriaxon 1 gr/ 12 Iv 25/03/20 18. 06.
jam 21 00 30
6 Ketorolak 1 amp/ 8 iv 25/03/20 19. 03.
jam 21 00 00
7 Ringer 20x/i Iv 25/03/20
Laktat 21
8 Omeprazole 20mg Oral 25/03/20 19,0 07. 19.0 07.
Caps (2x1) 21 0 00 0 00
9 Atorvastatin 20mg Oral 25/03/20 19.0 19.0
(1x1) 21 0 0

10 Spironoklato 25mg Oral 25/03/20 19.0 07. 19.0


n (1x1) 21 0 00 0

11 Allopurinol 100 mg Oral 25/03/20 19.0 19.0


(1x 1) 21 0 0

12 Candesartan 8 mg (1x1) Oral 25/03/20 19.0 19.0


21 0 0
13 Natrium 50mg Oral 25/03/20 19.0 07. 19.0 07.
Diklofenak (2x1) 21 0 00 0 00

14 Sulcrafat 100ml Oral 25/03/20 19.0 07. 19.0 06. 12.


(3x1cth) 21 0 00 0 30 00
3.5. Pencatatan dan Pemantauan Perkembangan Pasien Terintegrasi

Pencatatan dan Pemantauan SOAP pada tanggal 24-29 maret 2021

SOAP FARMASI

HARI ke-1 tanggal 24 Maret 2021

Pasien mengatakan nyeri daerah kaki sebelah kiri, pasien tampak


Subjek
pucat
TD:120/80 mmhg, HR: 80x/I, RR: 20x/I, Temp : 36,7℃, K/U
Objek
lemah,
 Terapi yang diberikan :
 Inf. Nacl 0,9%
 Inj. Ketorolac 1 amp/8jam
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Inj. Furosemide/pre med
 Inj. Dexametason/ premed
 Spironoklaton tab 25mg
 Natrium Diklofenak tab 50mg
Assesment
 Interaksi :
spironolakton + furosemid
spironolakton meningkat dan furosemid menurunkan kalium
serum.
Deksametason + furosemid.
Mekanisme: sinergisme farmakodinamik. Kecil / Signifikansi
Tidak Diketahui. Risiko hipokalemia, terutama dengan aktivitas
glukokortikoid yang kuat.
1. Disarankan kepada perawat memberi jarak waktu pemberian
injeksi deksametason dan furosemide untuk menghindari
terjadinya interaksi obat sehingga tidak terjadinya hipokalemia
Plan 2. Disarankan kepada perawat memberikan jarak waktu pemberian
obat spironoklaton dan furosemid untuk menghindari terjadinya
kalium.
3. Pantau Tekana Darah Pasien
SOAP FARMASI

HARI ke-2 tanggal 25 Maret 2021

Subjek Pasien mengatakan nyeri borok di telapak kaki, pasien pucat


TD :117mmhg. HR : 76x/I, RR : 20 x/I, Temp: 36,8℃, K/u lemah,
skala nyeri 5, Hb : 7.21g/dL,Hematokrit : 22.0, Eritrosit : 2.28,
Objek
Leukosit : 7.63, kalium 5.8 mEg/L, Glukosa sewaktu : 140 mg/dL,
Glukosa sewaktu : 140
Assesment Terapi yang diberikan :
Inf Nacl 20 gtt/i
Atorvastatin 1x 20mg
Spironoklaton 1x 25mg
Allopurinol 1x100mg
Candesartan 1x 8mg
Cilostazol 1x 100mg
Natrium Diklofenak
Omeprazole Caps
Sulcrafat Sirup
Insulin Apidra
Insulin Lantus
Inj. Furosemid 1amp/premed
Inj. Dexametason 1 amp/ premed

Interaksi :
Sulcrafat + furosemid
sukralfat menurunkan efek furosemid dengan menghambat
absorpsi GI. Berlaku hanya untuk bentuk oral dari kedua agen.
Modifikasi Terapi / Pantau Secara Dekat. Pemberian sukralfat dan
injeksi furosemid secara bersamaan dapat mengurangi efek
natriuretik dan antihipertensi dari furosemid; pasien yang menerima
kedua obat harus diamati dengan cermat untuk menentukan apakah
efek diuretik dan / atau antihipertensi yang diinginkan dari
furosemid tercapai; asupan furosemid dan sukralfat harus
dipisahkan paling sedikit 2 jam.
candesartan + furosemide
candesartan meningkat dan furosemid menurunkan kalium
serum. Pengaruh interaksi tidak jelas, gunakan hati-hati. Gunakan
Caution / Monitor.
deksametason + furosemid
deksametason, furosemid. Mekanisme: sinergisme
farmakodinamik. Kecil / Signifikansi Tidak Diketahui. Risiko
hipokalemia, terutama dengan aktivitas glukokortikoid yang kuat.
deksametason + omeprazol
deksametason akan menurunkan kadar atau efek omeprazol
dengan mempengaruhi metabolisme enzim hati / usus CYP3A4.
Kecil / Signifikansi Tidak Diketahui
1. Disarankan kepada perawat memberi jarak waktu untuk
pemberian obat furosemide +candesartan untuk menghindari
terjadi nya kalium
2. Disarankan kepada perawat memberi jarak waktu untuk
Plan pemberian injeksi furosemide dan candesartan oral untuk
menghindari terjadi nya kalium.
3. Pantau vital sign
4. Disarankan pasien untuk pengecekkan kadar gula darah sebelum
operasi

SOAP FARMASI
HARI ke-3 tanggal 26 Maret 2021
Pasien mengatakan nyeri pada bagian kaki sebelah kiri, pasien
Subjek
mengatakan kedinginan
TD :130/80mmhg. HR : 80x/I, RR : 20 x/I, Temp: 36,8℃, K/u
Objek
lemah,pasien tampak mengigil, Glukosa sewaktu : 280
 Terapi yang diberikan :
Inf. NacL 20gtt/i
Inj. Ketorolak 300mg
Assesment Inj. Transamin 500mg
Inj. Ceftriaxon 1 gr
 Ulkus Diabetik,
 Post Debridement
1. Pantau keadaan umum pasien
2. Pantau vital sign pasien
Plan 3. Disarankan untuk pemeriksaan kadar gula darah
4. Pantau intake – output pasien, berikan pasien selimut yang tebal
matikan AC ruang pemulihan

SOAP FARMASI
HARI ke-4 tanggal 27 Maret 2021
Subjek Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka operasi
TD :130/80mmhg. HR : 80x/I, RR : 20 x/I, Temp: 36,8℃, K/u
Objek
lemah,
Assesment
 Terapi yang diberikan :
Inf. NacL 20gtt/i
Inj. Ketorolak 300mg
Inj. Ceftriaxon 1 gr
 Ulkus Diabetik,
 Post Debridement + skin graft
1. Pantau keadaan umum pasien
Plan 2. Pantau vital sign pasien

SOAP FARMASI
HARI ke-5 tanggal 28 Maret 2021

Pasien mengatakan nyeri pada bagian daerah operasi sering buang


Subjek
air kecil
TD :130/80mmhg. HR : 80x/I, RR : 20 x/I, Temp: 36,8℃, Ureum ;
Objek 73mg/dL, Creatinin 3.0 mg/dL, Kalium 5.8 mEg/L, as.urat 5.2
mg/dL
Terapi yang diberikan :
Spironolakton 25mg
Allopurinol 100mg
Furosemide

Interaksi

spironolakton + furosemid
Assesment
spironolakton meningkat dan furosemid menurunkan kalium serum.

Pengaruh interaksi tidak jelas, gunakan hati-hati. Modifikasi

Terapi / Pantau Secara Dekat

Plan 1.Disarankan
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien dengan insial M.P masuk RSUD Deli Serdang pada tanggal 24

Maret 2021 pukul 13.20 WIB dari Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pasien dating

dengan keluhan adanya di bagian sebelah kaki kiri dan nyeri di bagian kaki

tersebut, kepala pusing, pasien mempunyai riwayat penyakit gula,pasien

mempunyai riwayat penyakit asam urat dan kolesterol. Pasien memiliki riwayat

penyakit Diabetes. Pasien dipindahkan di ruang IGD keruangan Seroja 3.3 Kelas

I. Selama dib rawat diRSUD Deli Serdang Pasien telah menjalankan pemeriksaan

seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium .

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan Ulkus Diabetik dimana

berdasarkan data amnesis bahwa pasien mengeluhkan nyeri di bagian sebelah

kiri , tekanan darah tinggi, pasien lemas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

tekanan darah , denyut nadi, pernafasan,temperature dann dilakukan pemeriksaan

Laboratorium.

Pemantauan terapi obat dan konseling dengan pasien untuk meningkatkan

kepatuhanpasien terhadap penggunaan obat mulai dari 24 – 29 Maret 2021 .

Pemantauan terapi obat dilakukam untukmelihat apakah penggunaan obat untuk

terapi pasien diberikan secara rasional. Rasionalitas penggunaan obat meliputi :

tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, dan waspada efek samping obat.

Terapi obat yang diterima oleh pasien selama dirawat di RSUD Deli Serdang

yaitu : infus Nacl 0,9%, injeksi ketorolak30mg/ml, Inj. Furosemid 10mg/ml, inj.
Dexametason 5mg/ml, Inj. Ceftriaxon1 gr,atorvastatin 20mg, allopurinol 100 mg,

cilostazol 100 mg, Natrium diklofenak 50mg, omeprazole 20mg, candesartan

16mg, insulin apidra, insulin lantus, sulcrafat sirup.

4.1 Pengkajian Tepat Pasien

Berdasarkan pengamatan gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan

nama, tanggal lahir, serta nomor rekam medis (RM), pasien. Obat yang

diberikan kepadapasien juga sesuai dengan nama dan nomor rekam medis

yang tertera pada etiket serta pasie telah diidentifikasi dengan cara meminta

menyebutkan nama dan tangal lahirnya/.

4.2 Pengkajian Tepat Indikasidan Tepat Obat

Setiap obat memiliki spectrum terapi spesifik maka pemberian obat harus

sesuai dengan gejalanya. Pengkajian tepat indikasi disajika pada table 4.1

Kondisi Pemberian Indikasi Tepat Tepa


klinis terapi obat Indikas t
i Obat
Pasien Ceftriaxon mengatasi infeksi bakteri gram √ √
diberikan negatif maupun gram positif. 
antibiotic

Pasien Ketorolak obat untuk meredakan nyeri √ √


mengalam dan peradangan. Obat ini
i nyeri sering digunakan setelah
operasi atau prosedur medis
yang bisa menyebabkan nyeri.

Natrium  obat yang di gunakan sebagai √ √


Diklofenak pereda nyeri, mengurangi
gangguan inflamasi,
dismenore, nyeri ringan sampai
sedang pasca operasi
khususnya ketika pasien
mengalami peradangan.
Pasien Cilostazol Pengobatan gejala iskemia √ √
mengalam seperti ulkus, rasa sakit dan
i ulkus dingin yang disebabkan karena
adanya penyumbatan arteri
kronis, pencegahan kambuhan
infark otak

Pasien Candesartan  untuk menangani hipertensi √ √


memiliki pada orang dewasa dan anak
tekanan berusia ≥1 tahun, serta untuk
darah menangani gagal jantung pada
orang dewasa.
tinggi dan
Dosis candesartan yang
lemas digunakan akan bervariasi
tergantung indikasi pengobatan
, usia pasien, dan respons
tekanan darah terhadap terapi.

Furosemid Mengurangi cairan berlebih √ √


dalam tubuh

Spironoklato obat yang digunakan untuk √ √


n menurunkan tekanan darah
pada hipertensi. Obat ini juga
dapat digunakan dalam
pengobatan gagal jantung,
hipokalemia, sirosis, edema,
atau kondisi ketika tubuh terlalu
banyak memproduksi hormon
aldosterone
(hiperaldosteronisme).

Anda mungkin juga menyukai