Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN HOME CARE PADA PASIEN ASMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sistem pernafasan merupakan suatu sistem yang penting bagi kehidupan manusia, maka
sistem pernafasan harus di jaga dari patogen patogen yang dapat mempengaruhi pernafasan
manusia seperti penyakit asma bronkial. Asma merupakan penyakit radang kronis umum dari
saluran udara yang ditandai dengan gejala variabel dan berulang, obstruksi aliran udara
berlangsung secara reversibel, dan bronkospasme. Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma
semakin meningkat. Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan
menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun
1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali
lipat lebih yakni 5,2%.
Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Penderita asma perlu mendapatkan
perawatan dan pengobatan secara tepat, baik ketika di rumah sakit maupun di rumah. Home care
perlu dilakukan pada penderita asma guna menghindari faktor pencetus munculnya serangan
asma, memberikan terapi, dan edukasi pada penderita maupun keluarga tentang perawatan
penderita asma. Dengan memberikan home care pasien asma diharapkan dapat merasa lebih
nyaman karena perawatan dilakukan di rumah sehingga dapat membantu mempercepat proses
penyembuhan penyakitnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep dasar home care?
2. Bagaimana konsep dasar dari penyakit asma?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan kepada pasien dengan asma?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami secara umum konsep asuhan keperawatan home care pada pasien dengan
penyakit asma
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang homecare
2. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami mengenai penyakit asma
3. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami cara pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan asma

1.4 MANFAAT PENULISAN


1. Dapat menambah wawasan pembaca mengenai hal-hal apa saja yang perlu dipahami mengenai
penyakit asma
2. Bagi perawat atau tenaga kesehatan dapat membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan
home care pada pasien yang menderita penyakit asma
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR HOME CARE


2.1.1 DEFINISI HOME CARE
Home Care (HC) menurut Habbs dan Perrin, 1985 adalah merupakan layanan
kesehatan yang dilakukan di rumah pasien.
Menurut Depkes RI (2002) mendefinisikan bahwa home care adalah pelayanan
kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan kepada individu, keluarga,
ditempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan
kesehatan/memaksimalkan kemandirian dan meminimalkan kecacatan akibat dari penyakit.
Layanan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien/keluarga yang direncanakan, dikoordinir,oleh
pemberi layanan melalui staff yang diatur berdasarkan perjanjian bersama
Rice. R, (2006) mengidentifikasi jenis kasus yang dapat dilayani pada program home care
yang meliputi kasus-kasus yang umum pasca perawatan di rumah sakit dan kasus-kasuskhusus
klinik dan yang biasa dijumpai di komunitas. Kasus umum yang merupakan pascaperawatan di
RS adalah :
1. Klien dengan COPD
2. Klien dengan penyakit gagal jantung
3. Klien dengan gangguan oksigenasi
4. Klien dengan mengalami perlukaan kronis
5. Klien dengan diabetes
6. Klien dengan gangguan fungsi perkemihan
7. Klien dengan kondisi pemulihan kesehatan ( rehabilitasi )
8. Klien dengan terapi cairan infus di rumah
9. Klien dengan gangguan fungsi persyarafan
10. Klien dengan AIDS
Sedangkan kasus dengan kondisi khusus, meliputi :
1. Klien dengan post partum
2. Klien dengan gangguan kesehatan mental
3. Klien dengan kondisi Usia Lanjut
4. Klien dengan kondisi terminal ( Hospice and Palliative care)
(Rice R , 2006.,Allender &Spradley, 2001)
2.1.2 TUJUAN HOME CARE
Tujuan Diadakannya Home Care
1. Terpenuhi kebutuhan dasar ( bio-psiko- sosial- spiritual ) secara mandiri.
2. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam pemeliharaan kesehatan.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kesehatan di rumah.

2.1.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HOME CARE


1. Kesiapan tenaga dan partisipasi masyarakat
2. Upaya promotif atau preventif
3. SDM perawat
4. Kebutuhan pasien
5. Kependudukan
6. Dana

2.1.4 MANFAAT HOME CARE


1. Bagi Klien dan Keluarga :
a. Program Home Care (HC) dapat membantu meringankan biaya rawat inap yang makin
mahal,karena dapat mengurangi biaya akomodasi pasien, transportasi dan konsumsi keluarga
b. Mempererat ikatan keluarga, karena dapat selalu berdekatan pada saat anggoa keluarga ada
yangsakit
c. Merasa lebih nyaman karena berada dirumah sendiri
d. Makin banyaknya wanita yang bekerja diluar rumah, sehingga tugas merawat orang sakit
yangbiasanya dilakukan ibu terhambat oleh karena itu kehadiran perawat untuk
menggantikannya
2. Bagi Perawat :
a. Memberikan variasi lingkungan kerja, sehingga tidak jenuh dengan lingkungan yang tetap sama
b. Dapat mengenal klien dan lingkungannya dengan baik, sehingga pendidikan kesehatan
yangdiberikan sesuai dengan situasi dan kondisi rumah klien, dengan begitu kepuasan kerja
perawatakan meningkat.
3. Bagi Rumah Sakit :
a. Membuat rumah sakit tersebut menjadi lebih terkenal dengan adanya pelayanan home care yang
dilakukannya.
b. Untuk mengevaluasi dari segi pelayanan yang telah dilakukan
c. Untuk mempromosikan rumah sakit tersebut kepada masyarakat

2.1.5 PERAN DAN FUNGI PERAWAT HOME CARE


1. Manajer kasus : mengelola dan mengkolaborasikan pelayanan, dengan fungsi :
a. Mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga
b. Menyusun rencana pelayanan
c. Mengkoordinir akifitas tim
d. Memantau kualitas pelayanan
2. Pelaksana : memberi pelayanan langsung dan mengevaluasi pelayanan dengan fungsi:
a. Melakukan pengkajian komprehensif
b. Menyusun rencana keperawatan
c. Melakukan tindakan keperawatan
d. Melakukan observasi terhadap kondisi pasien
e. Membantu pasien dalam mengembangkan perilaku koping yang efektif
f. Melibatkan keluarga dalam pelayanan
g. Membimbing semua anggota keluarga dalam pemeliharaan kesehatan
h. Melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan
i. Mendikumentasikan asuhan keperawatan.

2.2 KONSEP DASAR PENYAKIT ASMA


2.2.1 DEFINISI ASMA
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial yang mempunyai ciri bronkospasme
periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan trakeobronkhial yang
dapat di akibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi,
otonomik, dan psikologi (Somantri, 2009).
Menurut Davey (2008), asma merupakan keadaan inflamasi kronis yang menyebabkan
obstruksi saluran pernapasan reversible dan gejala berupa batuk, mengi atau wheezing, dada
terasa terikat dan sesak napas.

2.2.2 ETIOLOGI ASMA


Menurut Muttaqin (2008), faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma
meliputi :genetik, allergen, infeksi saluran pernapasan, tekanan jiwa, olahraga atau kegiatan
berlebih, obat-obatan, iritan, lingkungan kerja.Ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasitimbulnya serangan asma bronchial, diantaranya:
1. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
o Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Ex: perhiasan, logam dan jam tangan
o Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
o Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati
penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya.Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
o Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
o Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

2.2.3 MANIFESTASI KLINIS ASMA


Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan
pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

2.2.4 PATOFISIOLOGIASMA
Menurut Firshein (2006), ketika proses bernapas mengalami gangguan selama asma
seringkali diawali dengan faktor pemicu, seperti allergen, ketika hal tersebut terjadi maka tubuh
akan merespon dengan suatu reaksi sel peradangan yang kuat untuk melawan. Sel-sel tersebut
seperti eosinofil, sel mast, getah bening, basofil, neutrofil, dan makrofag, sel-sel ini memberikan
respon dengan mengeluarkan sejumlah zat kimia seperti protein-protein dan peroksida beracun
yang dimaksudkan meyerang faktor pemicu, namun juga merusak beberapa jaringan
yangmelapisi paru. Lama kelamaan serangan asma seringan sekalipun terbukti mampu menjadi
penyebab atau menjadi rentan terhadap rangsangan. Sebagai respon kejadian tersebut, jaringan
yang melapisi jalan pernapasan menjadi bengkak dan udara tidak dapat lagi bergerak cepat,
produksi mukus meningkat untuk melindungi jaringan yang rusak, akan tetapi akan menutupu
jalan napas, dan mengurangi kemampuan paru menyerap oksigen. Saraf simpatis yang terdapat
di bronkus, ketika terganggu atau terangsang maka terjadi bronkokontriksi yang menyebabkan
sulit bernapas, hasilnya adalah gejala khas dari asma, yaitu mengi, napas yang pendek, batuk,
berdahak, dan dada terasa sesak.

2.2.5 STADIUM ASMA


a. Stadium I : Waktu terjadinya edema dinding bronchus, batuk paroksimal karena iritasi dan batuk
kering, sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk .
b. Stadium II :Sekresi bronchus bertambah batuk dengan dahak jernih dan berbusa pada stadium
ini. Mulai terasa sesak nafas berusaha bernafas lebih dalam, ekspirasi memanjang dan ada
whezing , otot nafas tambah turun bekerja terdapat retraksi supra sternal epigastrium.
c. Stadium III :Obstruksi / spasme bronchus lebih berat. Aliran darah sangat sedikit sehingga suara
nafas hampir tigdak terdengar, stadium ini sangat berbahaya karena : sering disangka ada
perbaikan pernafasan dangkal tidak teratur dan frekuensi nafas menjadi tinggi
2.2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM ASMA
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
o Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.\
o Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
o Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
o Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas
yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
o Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
atau asidosis.
o Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
o Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
o Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan
menurun pada waktu bebas dari serangan.

2.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA


a. Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan asma menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
o Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
o Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch
block).
o Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negative.
d. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan
asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

2.2.8 KOMPLIKASI ASMA


Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

o Status asmatikus
o Atelektasis
o Hipoksemia
o Pneumothoraks
o Emfisema
o Deformitas thoraks
o Gagal nafas
2.2.9 PENATALAKSANAAN ASMA
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penjelasan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik
pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
a. Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
b. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan.
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
2. Santin (teofilin)
Nama obat :
Aminofilin (Amicam supp)
Aminofilin (Euphilin Retard)
Teofilin (Amilex)
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya
adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis
dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
a. Nama
b. Umur
Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status
atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non-atopik.
c. Jenis kelamin
d. Tcmpat tinggal
Tcmpat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tcmpat klien bcrada. Bcrdasarkan alamat
tcrsebut, dapat diketahui pula faktor yang mcmungkinkan menjadi pencetus serangan asma.
e. Status perkawinan
Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan
merupakan faktor pencetus serangan asma.
f. Pekerjaan serta suku bangsa
Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan
alergen.
g. Tanggal masuk rumah sakit (MRS)
h. Nomor rekam medis, asuransi kesehatan
i. Diagnosis medis
2. Keluhan utama, meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya kcluhan sulit
untuk bernapas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan tcrutama dengan keluhan sesak napas
yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain scperti wheezing,
penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan
tekanan darah. Kaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis
obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernapasan
atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi,
waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan
yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya
karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan
lingkungan.
6. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif, Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan,
Gangguan emosional, sering didapatkan pada klien dengan asma bronkhial. sering dipandang
sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma.
7. Pola Resepsi dan Talalaksana Hidup Sehat
Klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan
serangan asma.
8. Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal, sehingga
klien perlu melakukan adaptasi.
9. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Cara memandang diri yang salah juga
akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan
klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
10. Pola Penanggulangan Stres
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma.Oleh
karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh stres terhadap
kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor
11. Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya
mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma
berulang pun akan semakin tinggi.
12. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan
jiwa klien.Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan
metode penanggulangan stres yang konstruktif.
13. Pemeriksaan Fisik, meliputi:
Keadaan umum
Kesadaran, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan
yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket,
dan posisi istirahat klien.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan
otot bantu pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan,
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama
pernafasan dan frekuensi pernafsan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar
dan rendah.
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkatkan disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau
lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
B2 (Blood)
Memonitor dampak asma pada status kardiovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti
nadi,tekanan darah, dan CRT.
B3(Brain)
Pada saat inspeksi,tingkat kesadarn perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan pemeriksaan GCS
untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis,somnolen, atau koma.
B4(Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonotor ada tidaknya oligouria, karena hal tersebut merupakan
tanda awal dari syok.
B5(Bowel)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat
merangsang serangan asma. Pengkaji tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas,sangat
potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi,hal ini karena terjadi dipnea saat
makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
B6(Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas,tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat
merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering,
kelainan pigmentasi, turgor kulit,kelembapan,mengelupas atau bersisik, pendarahan,
pruritus,eksim,dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna
rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien
yang meliputi berapa lama(Muttaqin,2008)

2.3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya Bronkhokonstriksi,
bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus, serta sekresi mukus yang kental.
2. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan,
hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelelahan otot respiratory ditandai dengan
dispnea, peningkatanPCO2, peningkatan penggunaan otot bantu napas
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen ditandai dengan kelelahan, dispnea, sianosis

2.3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Diagnosa Keperawatan :
Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya Bronkhokonstriksi,
bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus, serta sekresi mukus yang kental.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil:
Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif
Tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing
Pernapasan klien normal ( 16 -20 x /menit) tanpa adanya pengguanaan otot bantu napas.
Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
Intervensi dan rasional :
1. Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
Rasional : karekteristik sputum dapat menunjukkan barat ringannya obstruksi.
2. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi fowler)
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi paru.
3. Bantu dan ajarkan klien serta keluarga klien untuk melatih napas dalam dan batuk afektif da
terkontrol.
Rasional : ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan gerakan secret
kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. batuk yang terkontrol dan efektif dapat
memudahkan pengeluaran secret yang melekat dijalan napas
4. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan
Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan
pembersihan jalan nafas.
5. Lakukan dan ajarkan pada keluarga pasien fisioterapi dada dengan teknik postural dranase,
perkusi, fibrasi dada.
Rasional : fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.
6. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator, obat agen mukolitik dan ekspektoran, obat
kortikostiroid.
Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area broncus yang
mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan
secret lepas dari perlengketan jalan napas. Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan
hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkus.

2. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan,
hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif
Kriteri Hasil :
Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya penggunaan otot bantu napas.
Tidak terdapat suara nafas tambahan atau wheezing.
Status tanda vital dalam batas normal.
Nadi 60 - 100x /menit
Rr 16-20 x/mnt
Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi pernapasan.
Intervensi dan Rasional :
1. Pantau kecepatan, irama, kedalaman pernapasan dan usaha respirasi.
Rasional : Memantau pola pernafasan harus dilakukan terutama pada klien dengan gangguan
pernafasan .
2. Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas, serta retraksi
otot supraklavikular dan interkostal.
Rasional : melakukan pemeriksaan fisik pada paru dapat mengetahui kelainan yang terjadi pada
klien .
3. Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan / tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi
napas tambahan.
Rasional : Adanya bunyi napas tambahan mengidentifikasikan adanya gangguan pada
pernapasan.
4. Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal.
Rasional : Ansietas dapat memicu pola pernapasan seseorang.
5. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan (posisi semi fowler) dan ajarkan pada
keluarga pasien untuk mengatur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi paru.
6. Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distress pernapasan
Rasional : Teknik distraksi dapat merileksasikan otot otot pernapasan.
7. Kolaborasi dengan dokter pemberian bronkodilator.
Rasional : pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus yang
mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi

3. Diagnosa Keperawatan :
Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelelahan otot respiratory ditandai dengan
dispnea, peningkatanPCO2, peningkatan penggunaan otot bantu napas
Tujuan : Pertukaran gas kembali efektif
Kriteria Hasil :
Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi dalam pernapasan.
Frekuensi napas 16-20 x /menit dan tidak sesak napas
Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
Kulit tidak pucat ( PaO2 kurang dari 50 mm Hg.PaCO2 lebih dari 50 mm Hg dan PH 7,35-7,40 )
Saturasi oksigen dalam darah lebih dari 90%
Intervensi dan Rasional :
1. Pantau status pernapasan tiap 4 jam, intake dan output.
Rasional : untuk mengindenfikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien.
2. Tempatkan klien pada posisi semi fowler
Rasional: posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3. Tingkatkan aktifitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat dengan
aktivitas.
Rasional : Mengoptimalkan fungsi paru sesuai dengan kemampuan aktivitas individu.
4. Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2.
Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernafasan.
5. Berikan terapi intravena sesuai anjuran (kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Untuk memungkinkan dehidrasi yang cepat dan tepat mengikuti keadaan vaskuler
untuk pemberian obat-obat darurat.
4. Diagnosa Keperawatan :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen ditandai dengan kelelahan, dispnea, sianosis
Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sesuai kebutuhan .
Kriteria hasil :
Klien dapat beraktivitas sesuai kebutuhannya
Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) dan tidak sesak napas
Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi yang diajarkan
Intervensi dan Rasional :
1. Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
Rasional : merokok, suhu ekstrem dan stress menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan
meningkatkan beban jantung .
2. Ajarkan pasien dan keluarga melakukan progam relaksasi
Rasional : mempertahankan, memperbaiki pola nafas teratur .
3. Buat jadwal aktivitas harian, tingkatkan secara bertahap.
Rasional : mepertahankan pernapasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan fisik
memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan
4. Pertahankan terapi oksigen tambahan .
Rasional : mempertahankan, memperbaiki dan meningkatkan konsentrasi oksigen darah.
5. Kaji respon abnormal setelah aktivitas.
Rasional : respon abnormal meliputi nadi, tekanan darah, dan pernafasan yang meningkat .
6. Beri waktu istirahat yang cukup.
Rasional : meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan

Anda mungkin juga menyukai