Anda di halaman 1dari 82

SKENARIO 3

IKM 5
KEYWORD

• Penduduk 30000 orang

• Program pemberantasan penyakit TBC

• Evaluasi sesuai indicator keberhasilan

• Mengalami MDR

• petunjuk WHO

• Dokter dan staf puskesmas

• Penderita HIV semakin bertambah

• Rapat evaluasi pencegahan TBC

• OAT

• Pengobatan penyakit TBC

• Penderita TBC semakin bertambah

• Mereka yang pindah ketembpat lain dan terlambat satu bulan


KLARIFIKASI ISTILAH

• TBC
• MDR
• OAT
• HIV
• WHO
• TBC (tuberculosis) adalah penyakit infesius yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
yang menyerang parenkim paru (Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2014)
• MDR (multi drug resistant) adalah resisten terhadap isoniazid dan rifampisin secara bersamaan
(Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2014)
• HIV ( human immunodeficiency virus) adalah virus RNA yang termasuk family retroviridae dan
genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh penderita (petunjuk teknis
tatalaksana tekknis co-infeksi TB HIV, 2012)
• WHO adalah singkatan dari kepanjangan World Health Organization yang tugasnya melakukan
koordinasi kegiatan dalam hal peningkatan kesehatan masyarakat diberbagai belahan dunia (serba
tahu tentang dunia Suhardi, 2010)
• OAT adalah obat anti tuberculosis yang digunakan untuk mengendalikan penyakit TBC (pedoman
TB nasional, 2014)
RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana hubungan jumlah penduduk dengan penyakit TB ?


2. Bagaimana evaluasi yang sesuai dengan indicator keberhasilan ?
3. Bagaimana magagemen pengendalian MDR pada TB ?
4. Apa penyebab utama meningkatnya masalah TB dan apa kaitannya dengan HIV ?
5. Bagaimana program pengendalian TB di Indonesia ?
6. Bagaimana penanganan pasien TB dewasa dan anak menurut WHO ?
7. Bagaimana pencegahan TB dimasyarakat ?
8. Bagaimana peran masing-masing tenaga kesehatan di puskesmas dalam pengendalian TB ?
HIPOTESIS
1. BAGAIMANA HUBUNGAN JUMLAH PENDUDUK
DENGAN PENYAKIT TB ?

Jumlah penduduk dapat digunakan untuk menghitung rasio point prevalensi yang bermanfaat
untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan. bisa memperkirakan kebutuhan fasilitas
tenaga, pelayanan dan pemberantasan penyakit. Rumusnya jumlah penderita lama dan baru
suatu penyakit pada suatu saat dibagi dengan jumlah penduduk saat itu
2. BAGAIMANA EVALUASI YANG SESUAI DENGAN
INDICATOR KEBERHASILAN ?
Indikator
1. Input adalah tingkat pendidikan masa jabatan, tugas rangap dan pelatihan
2. Proses, penemuan kasus, pengobatan, PMO (pengawas minum obat) dan supervise terhadap
pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi
3. Output: outcome jangka pendek dan jangka panjang
(wiwit aditama, evaluasi program penanggulangan tuberculosis paru dikabupaten boyolali, jurnal kesehatan
masyarakat nasional volume 7 no 6, 2013)
Evaluasi juga dapat diperoleh dari penurunan jumlah temuan TB, rendahnya angka kekebalan obat,
berkurangnya jumlah pasien rawat inap TB di puskesmas (pedoman nasional pengendalian tuberculosis
kemenkes 2014)
3. BAGAIMANA MANAGEMEN PENGENDALIAN MDR
PADA TB ?

Secara terapi dapat diberikan secondline terapi


1. injectable (streptomisin, kanamisin, amikasin, capreomisin
2. quinolone (ovloxacin, siprofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin)
3. secondline (etionamid, siclocerin, pas)
(who treatment guildline for drug resistant tuberculosis, 2016)
4. APA PENYEBAB UTAMA MENINGKATNYA MASALAH TB
DAN APA KAITANNYA DENGAN HIV ?

• Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat


• Besarnya masalah kesehatan lain yang bisa mempengaruhi tingginya penyebab TB seperti
gizi buruk dan merokok
• Dampak pandemic HIV, HIV akan menambahkan permasalahan TB, infeksi dengan HIV
akan meningkatkan resiko TB secara signifikan
• Kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB MDR semakin menyebabkan masalah
dan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani
(pedoman TB nasional, kemenkes 2014)
5. BAGAIMANA PROGRAM PENGENDALIAN TB DI
INDONESIA ?

1. meningkatkan perluasan pelayanan DOTS yang bermutu


2. Menangani TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan masyarakat miskin serta rentan lainnya
3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan kesehatan milik pemerintah, masyarakat dan swasta mengikuti international standart for
TB care
4. Memberdayakan masyarakan dan pasien TB
5. Memperkuat system kesehatan dan management program pengendalian TB
6. Meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah
7. Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis meningkat
(strategi nasional pengendalian TB di Indonesia, kemenkes 2010-2014)
6. BAGAIMANA PENGOBATAN TB DENGAN HIV DI
PUSKESMAS ?

1. untuk pasien TB dan HIV yang dalam pengobatan HIV, tindakan yang pertama dirujuk ke
RS yang dapat memberikan pelayanan pengobatan ARV untuk mengobati infeksi dari TB dan
HIV
2. untuk pasien TB dengan HIV yang belum pernah mendapat pengobatan, tindakan yang
pertama diberikan pengobatan terapi untuk TB terlebih dahulu selanjutnya dirujuk ke RS
yang dapat memberikan layanan pengobatan ARV
(Petunjuk teknis tatalaksana klinis co-infeksi TB/HIV, 2012)
7. BAGAIMANA PENCEGAHAN TB DIMASYARAKAT ?

• Dilakukan penyuluhan (MMD)


(depkes, 2013)
8. BAGAIMANA PERAN MASING-MASING TENAGA
KESEHATAN DI PUSKESMAS DALAM PENGENDALIAN TB ?

• Dokter
Promotif, preventif, kuratif, rehabilitative
• Farmasi
Farmaseu trical care
Perawat

No Data Etiologi Diagnose keperawatan NOC NIC Evidence based

1. Ds : - Program Defiseiensi kesehatan komunitas kontrol resiko komunitas : penyakit menular Manajemen penyakit menular Treatment Outcome and Associated Factors among
mengatasi (00215) Tuberculosis Patients in Debre Tabor, Northwestern
Do: Bertambahnya masalah 1. Skrining dari semua kelompok yang target 1. Monitor populasi yang beresiko dalam rangka pemenuhan Ethiopia:
kesehatan beresiko tingKgi regimen prevensi dan perawatan.
penderita TBC A Retrospective Study (2016)
sebagian 2. surveilans untuk wabah penyakit infeksi 2. Sediakan vaksin bagi populasi target seperti yang disediakan
termasuk sistem pengumpulan data , pelaporan 3. Monitor insiden paparan penyakit menular selama wabah
dan tindak lanjut. berjangkit.
3. Investigasi dan pemberitahuan kontak mengenai 4. Monitor sanitasi
resiko penyakit menular. 5. Monitor factor factor lingkungan yang mempengaruhi
4. Kejadian penyakit dilaporkan sebagaimana penyebaran penyakit menular.
diamanatkan 6. Informasikan masyarakat mengenai penyakit dan aktifitas
5. Ketersediaan layanan pengobatan untuk orang aktifitas yang berhubungan dengan pengaturan (wabah)
yang terinfeksi seperti yang dibutuhkan.
6. Penyediaan produk untuk mengurangi 7. Tingkatkan akses pada pendidikan kesehatan yang memadai
penyebaran penyakit sehubungan dengan pencegahan dan pengobatan terhadap
7. Penegakan kebijakan pemantauan lingkungan penyakit menular dan pencegahan berulangnya kejadian
8. Ketersediaan layanan kesehatan untuk mengobati 8. Perbaiki sistem sistem surveilans untuk penyakit menular
penyakit menular seperti yang dibutuhkan.
9. Akses ke layanan kesehatan 9. Promosikan legislasi yang memastikan pemantauan dan
10. Pemntauan kematian akibat penyakit penular pengobatan yang tepat untuk penyakit menular.
11. Pemantauan komplikasi penyakit menular 10. Laporkan aktifitas pada lembaga yang tepat seperti yang
diminta.
LEARNING OBJECTIF
KEDOKTERAN
INDIKATOR, TARGET, SASARAN
PROGRAM TB DI PUSKESMAS
1. ANGKA PENJARINGAN SUSPEK

Jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000


penduduk dlm waktu 1 th

Jml suspect yg diperiksa x 100.000


Jumlah penduduk
2. PROPORSI PASIEN TB BTA POSITIF DIANTARA SUSPEK

Persentase penderita BTA (+) yg ditemukan diantara semua suspek yg


diperiksa dahaknya.

Jml pasien TB BTA (+) yg ditemukan x 100%


Jml seluruh suspek yg diperiksa

Angka ini sekitar 5-15%


3. CASE DETECTION RATE ( CDR )

Persentase Jumlah penderita baru BTA(+)yg ditemukan dibanding jumlah


penderita baru BTA (+) yg diperkirakan ada di wilayah tsb

Jml penderita baru BTA (+) x 100%


Perkiraan Jml penderita baru BTA (+)

Target CDR Penanggulangan TB Nasional : 70 %


4. ANGKA KONVERSI ( CONVERSION RATE )

Persentase penderita TBC Paru BTA (+) yg mengalami konversi


menjadi BTA (-) stlh pengobatan fase intensif 2 bln

Jml penderita BTA (+) yg konversi x 100%


Jml penderita BTA (+) yg diobati

Angka minimal yg hrs dicapai adalah 80 %


5. ANGKA KESEMBUHAN ( CURE RATE )

Persentase penderita BTA (+) yg sembuh stlh selesai masa pengobatan diantara
semua penderita BTA (+) yg tercatat

Jml penderita BTA (+) yg sembuh x 100%


Jml penderita BTA (+) yg diobati

Angka minimal yg harus dicapai adalah 85 %


Angka ini menunjukkan keberhasilan program
6. ERROR RATE
Angka kesalahan laboratorium yg menyatakan persentase kesalahan
pembacaan slide yg dilakukan oleh laboratorium pertama stlh di
cross check oleh BLK.
Jml sediaan (+) palsu + Jml sediaan (-) palsu x 100%
Jml seluruh sediaan yang diperiksa

Angka ini menunjukkan kualitas pembacaan slide


Error Rate hanya bisa ditoleransi maksimal 5 %
TARGET

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
SASARAN
1. Meningkatkan persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan
dari 73% menjadi 90%;
2. Meningkatkan persentase keberhasilan pengobatan kasus baru TB paru (BTA
positif) mencapai 88%;
3. Meningkatkan persentase provinsi dengan CDR di atas 70% mencapai 50%;
4. Meningkatkan persentase provinsi dengan keberhasilan pengobatan di atas 85%
dari 80% menjadi 88%.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
PENGERTIAN KOLABORASI
• Banyak definisi disampaikan para ahli.
• Sebagian besar menggunakan prinsip:
• Perencanaan
• Pengambilan keputusan bersama
• Berbagi saran
• Kebersamaan
• Tanggung gugat
• Keahlian
• Tujuan dan tanggung jawab bersama
• Tidak semua definisi tersebut cocok untuk diterapkan
dalam hal Kolaborasi Dokter-Perawat
MODEL KOLABORATIF TIPE I

DOKTE  Menekankan
R Komunikasi Dua
Arah
 Masih menempatkan
Registered Pemberi Dokter pada posisi
Nurse Pelayanan Lain
utama
 Masih membatasi
Hubungan Dokter
PASIEN dengan Pasien
MODEL KOLABORATIF TIPE II

 Lebih berpusat pada


Registered Pasien
DOKTER Nurse  Semua Pemberi
Pelayanan harus bekerja
sama
PASIEN  Ada kerja sama dengan
Pasien
 Tidak ada pemberi
pelayanan yang
mendominasi secara
Pemberi terus-menerus
Pelayanan Lain
PROSES DAN HASIL

Asertif

Bersaing Berkolaborasi
KEASERTIFAN

Menyetujui
Tidak Asertif

Menghindari Menunjang

Tidak Kooperatif
Kooperatif
KEKOOPERATIFAN
KOMUNIKASI INTERPROFESIONAL
• Petugas kesehatan telah berusaha sebaik-baiknya memberikan pelayanan kepada pasien,
tetapi masih sering terjadi ketidakpuasan pasien dan atau keluarganya.
• Kepuasan akhir merupakan resultan dari berbagai komponen layanan kedokteran. Di
rumah sakit kepuasan akhir pasien bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor masukan
misalnya keberadaan berbagai jenis petugas kesehatan, alat-alat diagnostik, terapi dan
obat-obatan. Selain itu kepuasan juga dipengaruhi oleh komponen proses, yakni bagaimana
layanan kesehatan diberikan.
• Salah satu masalah yang sering menimbulkan ketidakpuasan pasien adalah komunikasi
antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya, atau antar petugas kesehatan
sendiri.
• Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan
kedokteran yang diberikan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien
dan keluarganya.
JENIS KOMUNIKASI
1. Komunikasi antara manajer fasilitas kesehatan dengan petugas kesehatan,
2. Komunikasi antara dokter dengan perawat/bidan,
3. Komunikasi antara dokter dengan dokter, misalnya komunikasi antara dokter spesialis
dengan dokter ruangan atau antar dokter spesialis yang merawat pasien,
4. Komunikasi antara dokter/bidan/ perawat dengan petugas apotik,
5. Komunikasi antara dokter/ bidan/perawat dengan petugas administrasi/keuangan,
6. Komunikasi antara dokter/bidan/perawat dengan petugas pemeriksaan penunjang
(radiology, laboratorium, dsbnya).
• Komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan dapat berupa tulisan dan atau komunikasi
yang bersifat verbal serta non-verbal. Bentuk komunikasi tertulis antara lain rekam medik,
resep serta surat edaran
CARA KOMUNIKASI
• Komunikasi tulisan,verbal dan non verbal
• Tertulis : rekam medis,resep serta surat edaran
• Komunikasi verbal dan non verbal antar tugas kesehatan yang melibatkan dua orang saja
atau lebih
MASALAH KOMUNIKASI
1. Instruksi yang diberikan kurang jelas dan petugas yang diberikan instruksi tidak minta
klarifikasi,
2. Tidak terjadi interaksi verbal sama sekali, biasanya antardokter ahli kecuali bila ada
konferensi kasus,
3. Pemberi instruksi tidak meyakinkan bahwa instruksinya dimengerti oleh petugas,
4. Dokter ahli tidak menganggap dokter ruangan, perawat/ bidan sebagai mitra kerja,
5. Masih lemahnya aturan mengenai hak dan tanggungjawab masing-masing petugas
kesehatan.
PENYEBAB
Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar petugas kesehatan, yakni:
(1) role stress,
(2) lack of interprofessional understanding
(3) autonomy struggles.
PEMECAHAN MASALAH
Di dalam suatu institusi kesehatan, diperlukan beberapa hal yang bersifat pembenahan manajerial
yakni:
(1) memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masing petugas dalam suatu fasilitas
kesehatan. Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus diketahui oleh masing-masing
petugas,
(2) memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil keputusan sesuai dengan kewajiban
dan kemampuannya, dan
(3) mereposisi kembali hubungan antar petugas kesehatan sebagai hubungan yang saling
melengkapi
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Endang. 2008. Komunikasi Antarpetugas Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia,
Volume: 58, Nomor: 9.
KOLABORASI YANG TERJADI DI PUSKESMAS
KOLABORASI YANG TERJADI DI PUSKESMAS
• Di poli umum: terjadi komunikasi dokter dengan perawat melalui komunikasi lisan dan
tulisan
• Di laboratorium: terjadi komunikasi dokter dengan petugas lab melalui tulisan
• Di Apotek: terjadi komunikasi dokter dengan apoteker melalui komunikasi tulisan (resep)
• Di rumah sakit: terjadi komunikasi dokter dengan dokter melalui komunikasi tulisan
(surat rujukan)
STANDAR KOMPETENSI DOKTER
FARMASI
PERAN FARMASI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PEDOMAN NASIONAL NOMOR 30 TAHUN 2014
TENTANG
PENGENDALIAN TB, KEMENKES RI 2014 STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara
Rasional. 1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat
1) Mendukung dan memfasilitasi pelaksanaan kebijakan “One Gate 2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Policy”.
3. Konseling
2) Pelaksanaan post market surveillance untuk OAT lini-1.
4. Ronde/Visite Pasien
3) Penyusunan SOP pengelolaan logistik TB OAT dalamnya 5. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
termasuk SOP uji kualitas OAT.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
4) Memfaslitasi proses prakualifikasi WHO untuk OAT.
7. Evaluasi Penggunaan Obat
5) Mendorong regulasi penggunaan OAT secara rasional.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2014
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

Pasal 3 3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b, meliputi:
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar:

a. pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan


a. pengkajian resep, penyerahan Obat, dan
pemberian informasi Obat;
b. pelayanan farmasi klinik.
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
(2) Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. perencanaan kebutuhan; c. konseling;
b. permintaan; d. ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat
inap);
c. penerimaan;
e. pemantauan dan pelaporan efek samping Obat;
d. penyimpanan:
f. pemantauan terapi Obat; dan
e. Pendistribusian
g. evaluasi penggunaan Obat.
f. pengendalian;

g. pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan

h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan.

(
Pasal 5
(1) Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas,
harus dilakukan pengendalian mutu Pelayananan Kefarmasian meliputi:
a. monitoring; dan
b. evaluasi.
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang
farmasi.
(2) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab.
Pasal 9
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, bagi Puskesmas yang belum memiliki Apoteker sebagai
penanggung jawab, penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian atau tenaga kesehatan lain.
(2) Pelayanan Kefarmasian secara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengelolaan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan resep berupa peracikan Obat, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat.
Menurut PP Mentri Kesehatan No 30 tahun 2014 Tentang standart Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas tugas dan peran
apoteker adalah :

1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat


2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Ronde/Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
5. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Evaluasi Penggunaan Obat
KOMPETENSI APOTEKER

a. Sebagai Penanggung Jawab b. Sebagai Tenaga Fungsional

1) mempunyai kemampuan untuk memimpin; (1) mampu memberikan pelayanan kefarmasian;


2) mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola (2) mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian;
dan mengembangkan Pelayanan Kefarmasian;
(3) mampu mengelola manajemen praktis farmasi;
3) mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;
(4) mampu berkomunikasi tentang kefarmasian;
4) mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan
pihak lain; dan (5) mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan

5) mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, (6) mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan.
mencegah, menganalisis dan memecahkan masalah. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2014
TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
TERAPI
TERAPI FARMAKOLOGI

First-line:
OAT Combipax
OAT Fix Dose Combination (4FDC, 2FDC)

(Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RSUP Persahabatan Jakarta,


2006)
BAGAIMANA PENANGANAN PASIEN TB DEWASA
DAN ANAK MNURUT WHO?
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC). Panduan OAT yang digunakan oleh program Nasional
pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah :

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Kategori anak : 2(HRZ)/ 4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR

Obat yang digunakan dalam tatalaksana TB resisten obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksiklosaksin, dan PAS, serta lini 1 yaitu pirazinamide, dan etambutol.

(Panduan nasional penanggulangan TB,2014)


PADUAN OAT YANG DIGUNAKAN DI
INDONESIA
Kategori OAT
Kategori 1 2HRZE/4H3R3
• Penderita baru TB Paru BTA Positif. • Tahap intesif HRZE selama 2 bulan setiap hari
• Penderita baru TB Paru BTA negatif Rontgen • Tahap lanjutan HR selama 4 bulan 3xseminggu
Positif yang “sakit berat”
• Penderita TB Ekstra Paru berat
Kategori 2 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
• Penderita kambuh (relaps) • Intensif: HRZES selama 2 bulan setiap hari
• Penderita gagal (failure) • Sisipan: HRZE selama 1 bulan setiap hari
• Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after • Lanjutan: HRE selama 5 bulan 3xseminggu
default).
Kategori 3 2 HRZ/4H3R3
• Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif • Intensif: HRZ selama 2 bulan setiap hari
sakit ringan, • Lanjutan: HR selama 4 bulan 3xseminggu
• Penderita TB ekstra paru ringan.
OAT pada Anak 2HRZ/4HR
• Intensif: HRZ selama 2 bulan setiap hari
• Lanjutan: HR selama 4 bulan setiap hari
Isoniazid (H) Rifampisin (R) Pirazinamid (Z)
Mekanisme kerja Menghambat Menghambat
pembentukan produksi RNA
dinding sel
mikobakteri
Indikasi TB kombinasi TB kombinasi Pengobatan awal TB
dengan obat lainnya, dengan obat lainnya
profilaksis
Efek samping Iritasi GI, Gangguan GI dan jaundice
hepatotoksik fungsi hati,
mengantuk
perhatian Membuat warna
urin, feses, air mata,
ludah dan keringat
menjadi kemerahan
Etambutol (E) Streptomisin (S)
Mekanisme kerja Menghambat pembentukan Mencegah sintesis protein
dinding sel mikobakteri bakteri
indikasi Terapi awal Tb paru atau Terapi kombinasi TB sktif
terapi ulang
Efek samping Linglung, gangguan Kesemutan *)
penglihatan
perhatian Terdistribusi dalam ASI

*) dapat diberikan terapi tambahan Vit b6 untuk mencegah es (S)


MEDICINES RECOMMENDED FOR THE TREATMENT
OF RIFAMPICIN-RESISTANT AND MULTIDRUG-
RESISTANT TB
(WHO TREATMENT GUIDELINES FOR DRUG-RESISTANT TUBERCULOSIS, 2016)
DOSIS OAT MDR
TERAPI NON FARMAKOLOGI

Source : Dipiro, Pharmacotherapy Ed 7th 2008

1. Menggunakan alat perlindungan diri


2. Pasien di RS pada ruang isolasi dilengkapi sinar ultraviolet untuk sterilisasi
TERAPI NON FARMAKOLOGI

• Istirahat yang cukup


• Berjemur antara jam 6-8 pagi dibawah sinar matahari
• Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.
• Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru.
• Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk
jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.
PENCEGAHAN PENYEBARAN TB

• Vaksinasi BCG (daya proteksi 50%)


• Konsesnsus diagnosis (agar angka pasti prevalens dapat diketahui)
• Melaporkan setiap kasus ke dinas kesehatan setempat
• Periksa semua anggota keluarga serumah (untuk mendeteksi kemungkinan TB)

Sumber: Cissy B. Kartasasmita, Epidemiologi Tuberkulosis, 2009.


KEPERAWATAN
TANGGUNG JAWAB PERAWAT

Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya.
Sebutan ini menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati,
teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa perawat
bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang relevan dengan
disiplin ilmunya. Kepercayaan tumbuh dalam diri klien, karena kecemasan akan muncul bila
klien merasa tidak yakin bahwa perawat yang merawatnya kurang terampil, pendidikannya
tidak memadai dan kurang berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki
integritas dalam sikap, keterampilan, pengetahuan (integrity dan kompetensi).
PERAN PERAWAT

• Care giver (pemberi asuhan keperawatan)


• Client advocad (pembela untuk melindungi klien)
• Counsellor (pemberi bimbingan/ konseling klien)
• Educator (pendidik klien)
• Collaborator (anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan
lain)
• Coordinator (coordinator agar dapat memanfaatkan sumber-sumber dan potensi klien)
• Change agent (pembaru yang dituntut untuk mengadakan perunahan-perubahan)
• Consultant ( sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah klien)
KOLABORASI

Perawat memiliki 3 fungsi yaitu perawat independen, dependen dan interdependen,


dimana fungsi perawat dalam interdepanden ini bahwasanya tindakan perawat berdasar pada
kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lainnya. Fungsi ini tampak ketika perawat
bersama tenaga kesehatan lainnya melakukan kolaborasi dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang bertujuan mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim
yang dipimpin oleh seorang tanaga medis. Sebagai sesama tenaga kesehatan, masing-masing
tenaga kesehatan mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien
sesuai dengan bidang ilmunya. Dalam kolaborasi ini, pasien menjadi fokus upaya pelayanan
kesehatan.
KOMUNIKASI TERAPEUTIK - HUBUNGAN
INTERPERSONAL (ANTARA DOKTER DAN
PERAWAT)

• Mengkomunikasikan secara jelas, konsisten dan akurat informasi baik verbal, tertulis
maupun elektronik, sesuai tanggung jawab profesionalnya antara dokter dan perawat saling
berkomunikasi terkait penatalaksanaan pada pasien .
• mengkomunikasikan dan berbagi informasi yang relevan, mencakup pandangan klien,
keluarga dan/atau pemberi pelayanan dengan anggota tim kesehatan lain yang terlibat dalam
pemberian pelayanan kesehatan
• memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masing petugas dalam suatu fasilitas kesehatan.
Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus diketahui oleh masing-masing petugas,
• memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil keputusan sesuai dengan kewajiban dan
kemampuannya
• mereposisi kembali hubungan antar petugas kesehatan sebagai hubungan yang saling melengkapi Secara
umum setiap petugas kesehatan dituntut untuk mempraktikkan cara-cara komunikasi interpersonal yang
baik termasuk komunikasi verbal dan non-verbal. Tidak berbeda bila menghadapi pasien, setiap petugas
kesehatan selayaknya menerapkan keterampilan komunikasi interpersonalnya bila berhadapan dengan
sesama petugas kesehatan.
KOLABORASI DENGAN FARMASI

Dengan menggunakan 6 B
 Benar obat
 Benar doses
 Benar jalur
 Benar waktu pemberian
 Benar pasen
 Benar dokumentasi
KOMPETENSI KEPERAWATAN

Ranah Utama Kompetensi Perawat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) ranah utama


yaitu
Praktik Professional,etis, legal dan peka budaya
1.Bertanggung gugat terhadap praktik
profesional
2.Melaksanakan praktik keperawatan berdasarkan kode etik
3.Melaksanakan praktik secara legal
KOMPETENSI KEPERAWATAN

1. Perawat Vokasional
2. Perawat Professional
- Ners
- Ners Spesialis
PERAWAT VOKASIONAL

adalah seorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan


batasan tertentu dibawah superfisi langsung maupun tidak langsung oleh Perawat
Profesional. Untuk melakukan registrasi perawat vokasional memiliki ijzah
perawat Diploma.
• Ners adalah tenaga profesional yang mandiri, bekerja secara otonom dan
berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelsaikan program pendidikan
profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional.

• Ners Spesialis adalah seorang perawat yang disiapkan diatas level perawat
profesional dan mempunyai kewenangan spesialis atau kewenangan yang diperluas
LINGKUP STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN
INDONESIA MELIPUTI :
1. Standar Praktik Professional
a. Standar I Pengkajian
b. Standar II Diagnosa Keperawatan
c. Standar III Perencanaan
d. Standar IV Pelaksanaan Tindakan (Impelementasi)
e. Standar V Evaluasi
2. Standar Kinerja Professional
a. Standar I Jaminan Mutu
b. Standar II Pendidikan
c. Standar III Penilaian Kerja
d. Standar IV Kesejawatan (collegial)
e. Standar V Etik
f. Standar VI Kolaborasi
g. Standar VII Riset
h. standar VIII Pemanfaatan sumber-sumber
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Data Etiologi Diagnose keperawatan NOC NIC Evidence based

1. Ds : - Program Defiseiensi kesehatan kontrol resiko komunitas : penyakit Manajemen penyakit menular Treatment Outcome and Associated Factors among
mengatasi komunitas (00215) menular Tuberculosis Patients in Debre Tabor, Northwestern
Do: masalah 1. Monitor populasi yang beresiko dalam rangka Ethiopia:
Bertambahnya kesehatan 1. Skrining dari semua kelompok yang pemenuhan regimen prevensi dan perawatan. A Retrospective Study (2016)
penderita TBC sebagian target beresiko tingKgi 2. Sediakan vaksin bagi populasi target seperti
2. surveilans untuk wabah penyakit yang disediakan
infeksi termasuk sistem 3. Monitor insiden paparan penyakit menular
pengumpulan data , pelaporan dan selama wabah berjangkit.
tindak lanjut. 4. Monitor sanitasi
3. Investigasi dan pemberitahuan 5. Monitor factor factor lingkungan yang
kontak mengenai resiko penyakit mempengaruhi penyebaran penyakit menular.
menular. 6. Informasikan masyarakat mengenai penyakit
4. Kejadian penyakit dilaporkan dan aktifitas aktifitas yang berhubungan
sebagaimana diamanatkan dengan pengaturan (wabah) seperti yang
5. Ketersediaan layanan pengobatan dibutuhkan.
untuk orang yang terinfeksi 7. Tingkatkan akses pada pendidikan kesehatan
6. Penyediaan produk untuk yang memadai sehubungan dengan
mengurangi penyebaran penyakit pencegahan dan pengobatan terhadap
7. Penegakan kebijakan pemantauan penyakit menular dan pencegahan
lingkungan berulangnya kejadian
8. Ketersediaan layanan kesehatan 8. Perbaiki sistem sistem surveilans untuk
untuk mengobati penyakit menular penyakit menular seperti yang dibutuhkan.
9. Akses ke layanan kesehatan 9. Promosikan legislasi yang memastikan
10. Pemntauan kematian akibat penyakit pemantauan dan pengobatan yang tepat
penular untuk penyakit menular.
11. Pemantauan komplikasi penyakit 10. Laporkan aktifitas pada lembaga yang tepat
menular seperti yang diminta.
DAFTAR PUSTAKA

• Barbara kozier, 1983, Fundamental of nursing


• Bertens, 1993, Etika
• Canadian Health Services Research.(2006).Teamwork in healthcare: Promoting effective teamwork in
healthcare in Canada retrieved from (http://www.chsrf.ca/research_themes/pdf/teamwork-synthesis-
report_e.pdf
• University of Manitoba.(2011) Interprofessional Practice Education in Clinical Settings: Immersion
Learning Activities.Winnipeg:Canada
• Komunikasi dalam keperawatan teori dan aplikasi
• www.ppni.com
• UUD keperawatan

Anda mungkin juga menyukai