Anda di halaman 1dari 19

PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT ANTIDIABETES

TERHADAP MENCIT (Mus musculus) DENGAN


PENGINDUKSI GLUKOSA

USULAN PENELITIAN

Ditujukan untuk memenuhi tugas Praktikum Farmakoterapi Gangguan Saluran


Cerna, Nutrisi, Endokrin dan Ginekologi pada Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran

Shift D 2017
Kelompok 4

Maryam Hasyima I 260110170127


Shofuro Sholihah 260110170133
Shidqi Fajri R 260110170135
Brigitta Tiara P 260110170151
Raisya Safitri R 260110170155
Mutiara Aini M 260110170160

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

bmbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen – dosen dan asisten laboratorium

yang telah membimbing penulis sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan

tepat pada waktunya.

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan usulan penelitian ini adalah untuk

memenuhi tugas praktikum di Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, yaitu mata

kuliah Farmakoterapi Gangguan Saluran Cerna, Nutrisi, Endokrin dan Ginekologi.

Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan maupun kata – kata

yang kurang berkenan dalam penulisan usulan penelitian ini. Maka dari itu, penulis

menerima kritik dan saran yang diberikan agar penulis dapat menjadi lebih baik

pada masa yang akan datang. Semoga usulan penelitian ini dapat diterima dan

memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Sekian dan terima kasih.

Jatinangor, September 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….2


BAB I PENDAHULUAN……………………………………..…………………. 3
1.1 Latar Belakang ………..…………………………………………………...3
1.2 Identifikasi Masalah………………..……………………………………... 4
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian……………………..……………………... 4
1.4 Kegunaan Penelitian……………………………..………………………... 4
1.5 Metode Penelitian ..………………………………………………………...4
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian..……………………………………………..5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……..…………………………………………..6
2.1 Glukosa Darah …..…………………………………………………………6
2.2 Hormon Regulasi Kadar Glukosa Darah ..…………………………………7
2.3 Diabetes Mellitus…………………………………..………………………7
2.4 Glibenklamid ……………………..………………………………………..8
2.5 Glimepiride…………………………..…………………………………….9
BAB III BAHAN DAN METODE …………..…………………………………..9
3.1 Alat ……..………………………………………………………………….9
3.2 Bahan ……………..………………………………………………………10
3.3 Metode …………………………..………………………………………..10
DAFTAR PUSTAKA ………………..………………………………………….13

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini, persentase manusia yang mengalami Diabetes di dunia terus

meningkat. Diabetes merupakan penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi

momok bagi kesehatan dunia. Diabetes bukanlah merupakan penyakit yang dapat

menyebabkan kematian secara langsung, akan tetapi apabila penanganannya

dilakukan dengan tidak tepat maka akan berakibat fatal juga. Di Indonesia sendiri,

jumlah penderita diabetes terus meningkat. Menurut Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas), terjadi peningkatan angka pravelensi diabetes yang cukup tinggi, yaitu

pada tahun 2013 jumlah persentase penderita Diabetes sebesar 6,9% lalu meningkat

di tahun 2018 menjadi 8,5%, data tersebut menunjukan bahwa sampai tahun 2018

ada lebih dari 16 juta jiwa di Indonesia yang menderita penyakit Diabetes (Depkes

RI, 2018).

Sekitar 90-95% dari kasus Diabetes merupakan Dibetes Mellitus tipe 2

(Kemenkes RI, 2018). Rata-rata penderita Diabetes Mellitus tipe 2 ini berusia 45

tahun keatas, akan tetapi pada usia remaja juga cukup banyak yang sudah menderita

penyakit Diabetes Mellitus tipe 2. Diabetes Tipe 2 ini diakibatkan dari gaya hidup

yang tidak sehat, oleh karena itu penyakit ini dapat dicegah. Berat badan berlebih

atau obesitas merupakan salah satu faktor utama yang dapat mengakibatkan

Diabetes Mellitus tipe 2 (Depkes RI, 2005).

3
Kasus Diabetes Mellitus ini butuh penanganan yang sangat serius, karena

apabila tidak ditangani dengan serius, akan menimbulkan kerugian yang cukup

besar di sektor perekonomian, terutama pada negara berkembang seperti di Asia

dan Afrika. Untuk itu, saat ini pemerintah sudah melakukan berbagai hal untuk

menekan jumlah kasus Diabetes di Indonesia, menurut Menteri Kesehatan RI cara

utama untuk mengurangi jumlah penderita diabetes adalah dengan memfokuskan

kepada faktor-faktor resikonya (Depkes RI, 2018).

Untuk obat diabetes sendiri, saat ini sudah banyak macamnya. Ada terapi

dengan insulin, ada juga terapi obat hipoglikemik oral. Obat hipoglikemik oral pun

memiliki beberapa golongan, diantaranya adalah sulfonilurea; meglitinida; turunan

fenilalanin; biguanida; tiazolinlindion dan inhibitor α-glukosidase. Pada setiap

golongan antidiabetes tersebut memiliki mekanisme yang berbeda-beda. Maksud

dan tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui efektifitas kerja obat-obat

antidiabetes yang ada di pasaran (Depkes RI, 2005).

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka identifikasi masalah adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan efektivitas obat antidiabetes berdasarkan jenisnya

walaupun terdapat dalam satu golongan yang sama?

2. Apakah terdapat perbedaan efektivitas obat antidiabetes berdasarkan dosis yang

digunakan?

4
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi perbedaan efektivitas obat antidiabetes berdasarkan jenisnya

pada satu golongan yang sama.

2. Mengidentifikasi perbedaan efektivitas obat antidiabetes berdasarkan dosis

yang digunakan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah dalam pemilihan

obat antidiabetes.

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk eksperimental yang

dilakukan dengan metode Uji Toleransi Glukosa, yang memiliki tahapan sebagai

berikut.

1. Penyiapan sediaan uji dan 25 ekor mencit putih jantan galur Swiss.

2. Pengujian efektivitas antidiabetik oral menggunakan penginduksi glukosa

terhadap 25 ekor mencit putih jantan galur Swiss.

3. Pengambilan data berdasarkan uji efektivitas antidiabetik oral menggunakan

penginduksi glukosa.

4. Pengolahan dan interpretasi data.

5
1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Klinik

Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran dan dilaksanakan pada hari Selasa pukul

10.00 - 13.00 di bulan September-Oktober 2019.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Glukosa Darah

Glukosa merupakan gula heksosa monosakarida yang penting keberadaannya

sebagai sumber utama energi bagi sel-sel tubuh manusia. Istilah glukosa darah

mengacu pada konsentrasi glukosa yang terdapat di dalam darah. Pendapatan

glukosa bagi tubuh berasal dari asupan makanan yang mengandung karbohidrat,

glukoneogenesis, dan glikogenolisis hati (Marshall, 2012). Untuk mempertahankan

kadar glukosa darah dalam keadaan normal, kisaran 4-6 mM, merupakan hasil kerja

dari berbagai hormon, yaitu insulin dan glukagon (Roder, et al, 2016).

2.2. Hormon Regulasi Kadar Glukosa Darah

Ketika tubuh mengalami hipoglikemia, yaitu kondisi kadar gula darah yang

rendah, maka hormon glukagon akan bekerja untuk meningkatkan kadar gula darah

hingga batas normal. Keadaan hipoglikemia terjadi pada saat tidur dan ketika waktu

makan. Glukagon dihasilkan dari sel alfa pankreas untuk mendorong terjadinya

glikogenolisis pada hati dan ginjal sehingga kadar glukosa endogen pun meningkat

(Roder, et al, 2016).

Sebaliknya, hormon insulin bekerja pada saat tubuh mengalami

hiperglikemia, yaitu kadar gula darah melebihi batas normal. Sel beta pankreas akan

mensekresikan insulin ketika terdapat stimulasi berupa meningkatkan kadar

glukosa eksogen. Insulin berikatan ke reseptornya yang berada pada otot dan

7
jaringan adiposa lalu mengambil insulin-dependent glucose ke dalam jaringan dan

mengeluarkannya dari aliran darah sehingga kadar glukosa darah pun menurun.

Selain itu, insulin juga meningkatkan terjadinya glikogenesis, lipogenesis, dan

penggabungan asam amino ke dalam protein (Roder, et al, 2016).

Kerja berlawanan dari kedua hormon ini merupakan cara tubuh manusia

dalam mengatur regulasi glukosa tetap dalam keadaan normal. Hormon glukagon

bersifat katabolik, sementara insulin merupakan hormon anabolik (Roder, et al,

2016).

2.3. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar

gula dalam darah yang diakibatkan dari adanya kerusakan pada sekresi insulin,

kurangnya respon tubuh terhadap insulin, dan bisa juga keduanya. Tingginya kadar

glukosa dalam darah dikaitkan dengan akan terjadinya kerusakan jangka panjang,

adanya kegagalan pada fungsi organ, terutama pada mata; jantung; saraf dan

pembuluh darah (Medscape, 2019). Diabetes Mellitus di klasifikasikan menjadi 2,

yaitu Diabetes Mellitus tipe 1 dan Diabetes Mellitus Tipe 2. Akan tetapi, selain dari

dua tipe Diabetes tersebut, ada Diabetes Mellitus tipe lain, yaitu Impaired Glucose

Tolerance (IGT) dan Gestational Diabetes Melitus (GDM) (Depkes RI, 2005).

Diabetes tipe 1 merupakan Diabetes yang paling jarang ditemui, hanya sekitar

5-10% orang yang menderita penyakit Diabetes Mellitus tipe 1. Pada umumnya,

Diabetes Mellitus tipe 1 diakibatkan dari adanya kerusakan pada sel-sel β pulau

Langerhans. Akan tetapi, ada juga yang diakibatkan dari virus. Macam-macam

8
virus yang menjadi penyebab adanya kerusakan pada sel-sel β pulau Langerhans di

Diabetes Mellitus tipe 1 diantaranya adalah virus Cocksakie, Rubella, CMVirus,

Herpes, dan lain-lain (Depkes RI, 2005).

Selain Diabetes Mellitus tipe 1, ada juga Diabetes Mellitus tipe 2. Diabetes

Mellitus tipe 2 ini diakbitkan dari resistennya insulin dan atau adanya peningkatan

disfungsi sel β pankreas. Hal yang mendasari terjadinya hiperglikemia pada

Diabetes Mellitus 2 adalah omnius octet. Omnius octet yaitu:

- Terjadi kerusakan dalam mensekresi insulin yang cukup

- Terjadinya peningkatan glukosa di hepar karena adanya resistensi insulin

- Terjadi kerusakan kinerja insulin di otot

- Terjadi peningkatan lipolisis pada sel lemak, yang mengakibatkan adanya

penurunan lipogenesis

- Terjadi defesiensi GLP-1 pada usus

- Terjadi peningkatan sintesis glukagon saat keadaan puasa pada sel alfa pankreas

- Reabsorpsi glukosa meningkat

- Terjadinya kenaikan nafsu makan

(Decroli, 2019).

2.4. Glibenklamid

Obat antidiabetes ini merupakan salah satu jenis yang termasuk dalam Obat

Hipoglikemik Oral (OHO). Glibenklamid adalah generasi kedua dari golongan

sulfonilurea, di mana golongan ini dijadikan sebagai terapi farmakologi pada tahap

awal pengobatan diabetes. Sebagai generasi II, glibenklamid memiliki waktu paruh

9
yang lebih pendek dan metabolisme yang lebih cepat dibandingkan dengan generasi

pendahulunya, yaitu 3-5 jam untuk waktu paruh dan 12-24 jam untuk durasi efek

hipoglikemiknya. Hal ini menyebabkan dalam pemberian glibenklamid cukup satu

kali sehari (Decroli, 2019).

Berdasarkan kelarutannya, glibenklamid praktis tidak larut dalam air, sukar

larut dalam etanol dan metanol, serta agak sukar larut dalam metilen klorida

(Depkes RI, 2014).

Dibandingkan dengan golongan sulfonilurea generasi III, yaitu glimepiride,

efek hipoglikemik dan ikatan dengan reseptor dari glibenklamid lebih kuat. Lain

halnya dengan glikuidon, sesama generasi II, yang memiliki efek hipoglikemik

sedang. Penyataan ini menunjukkan bahwa obat-obatan golongan sulfonilurea tidak

memiliki efek hipoglikemik yang sama, namun tergantung pada kekuatan ikatan

yang terjadi antara obat dengan reseptornya (Decroli, 2019).

Glibenklamid mengalami metabolisme di hati kemudian diekskresikan

melalui ginjal sehingga tidak dapat ditujukan sebagai terapi bagi pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan gangguan fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal yang berat

(Decroli, 2019).

2.5. Glimepiride

Obat antidiabetes glimepirid ini merupakan obat golongan sulfonilurea

generasi ketiga. Glimepirid memiliki waktu mula kerja yang cukup cepat, akan

tetapi waktu kerjanya panjang. Glimepirid lebih jarang memberi efek hipoglikemik

dibandingkan dengan glibenklamid (Depkes RI, 2005). Berdasarkan kelarutannya,

10
glimepiride praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam air, agak sukar larut

dalam metilen klorida, serta larut dalam dimetilformamida (Depkes RI, 2014).

Sebagai obat generasi ketiga dari golongan sulfonilurea, glimepiride memiliki

khasiat ganda, yaitu sebagai insulin sensitizer dan insulin secretagogue.

Glimepiride menstimulasi sel beta untuk sekresi insulin di pusat, juga dapat

meningkatkan GLUT 4 di perifer sehingga memperbaiki utilisasi glukosa dalam

darah. Khasiatnya sebagai insulin sensitizer berperan dalam meningkatkan kadar

adinopektin serum dan menurunkan TNF alfa. Selain itu, mekanisme

kardioprotektif yang bermanfaat dari ischemic preconditioning pun terbukti tidak

terhambat oleh glimepiride, tidak seperti pada glibenklamid (Manaf, 2010).

11
BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat

Digunakan alat berupa alat-alat gelas di Laboratorium Farmakologi dan

Farmasi Klinik, glukometer, mortir dan stamper, neraca tiga lengan, timbangan

analitik, silet, sonde oral, spatel, dan stopwatch.

3.2 Bahan

Aquadest, glibenklamid, glimepirid, glukosa, Na-CMC, mencit putih jantan

galur Swiss bobot 25 - 30 gram sebanyak 25 ekor.

3.3 Metode

Mencit jantan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yang masing - masing

terdiri dari 5 ekor. Seluruh mencit terlebih dahulu dipuasakan selama 10 jam

sebelum pengujian. Kemudian timbang setiap mencit dalam masing – masing

kelompok dan catat bobotnya. Lakukan pengecekan kadar glukosa darah awal pada

menit 0 menggunakan glukometer. Selanjutnya, beri perlakuan uji terhadap masing

- masing kelompok mencit. Untuk kelompok 1 adalah kelompok yang diberikan

aquadest (1 mL) sebagai kontrol negatif. Kelompok 2 diberikan suspensi

glibenklamid (0,0065 mg/20grBB) secara per oral (p.o). Kemudian kelompok 3

diberikan suspensi glibenklamid (0,026 mg/20grBB) secara per oral (p.o). Pada

kelompok 4 diberikan suspensi glimepiride (0,0052 mg/20grBB) secara per oral

12
(p.o). Serta kelompok 5 diberikan suspensi glimepiride (0,0208 mg/20grBB).

Tunggu selama 30 menit setelah pemberian sediaan uji, lalu mencit pada seluruh

kelompok dikondisikan mengalami diabetes mellitus dengan diberikan induksi

glukosa (0,195 mg/20grBB) secara per oral (p.o). Lakukan pengukuran kadar

glukosa darah menggunakan glukometer pada menit ke - 30, 60, 90, dan 120 setelah

pemberian sediaan. Sampel darah diambil dari vena tikus dengan cara disayat

menggunakan silet.

13
DAFTAR PUSTAKA

Decroli, E. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V Jilid 2. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. 2018. Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Tersedia secara online di

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/hari-

diabetes-sedunia-2018.pdf. [Diakses pada 5 September 2019].

Manaf, A. 2010. Comprehensive Treatment on Type 2 Diabetes Mellitus for

Delaying Cardiovascular Complication. Tersedia secara online di

http://repository.unand.ac.id/108/1/Comprehensive_treatm.pdf. [Diakses

pada 8 September 2019].

Marshall, W. 2012. Glucose (Blood, Serum, Plasma). Tersedia secara online di

http://www.acb.org.uk/Nat%20Lab%20Med%20Hbk/Glucose.pdf. [Diakses

pada 5 September 2019].

Roder, P.V., Wu, B., Liu, Y., dan Han, W. 2016 Pancreatic Regulation of Glucose

Homeostatis. Tersedia secara online di

ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4892884/. [Diakses pada 5 September

2019].

14
LAMPIRAN

I. Pembuatan Suspensi Glibenklamid Dosis Minimum

A. Konversi dosis manusia ke mencit

2,5 mg/70kgBB x 0,0026 = 0,0065 mg/20gBB

B. Perhitungan

Dosis minimum 0,0065 mg untuk 20 gram mencit dalam volume

pemberian 0,5 ml. Maka dibuat larutan stok 50 ml sebagai berikut.

Larutan dibuat dari hasil pengenceran 100x dari volume pemberian,

sehingga dalam 50 ml larutan stok terkandung 0,65 mg

glibenklamid.

0,65 𝑚𝑔 𝑥
=
5 𝑚𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

Misalkan berat tablet adalah 500 mg dan x adalah berat tablet yang

dibutuhkan untuk pembuatan larutan stok, maka

0,65 𝑚𝑔 𝑥
=
5 𝑚𝑔 500 𝑚𝑔

x = 65 mg

C. Prosedur

Siapkan 50 ml Na-CMC yang telah dikembangkan lalu campurkan

65 mg serbuk tablet glibenklamid hingga terbentuk suspensi.

II. Pembuatan Suspensi Glibenklamid Dosis Maksimum

A. Konversi dosis manusia ke mencit

10 mg/70kgBB x 0,0026 = 0,026 mg/20gBB

B. Perhitungan

15
Dosis maksimum 0,026 mg untuk 20 gram mencit dalam volume

pemberian 0,5 ml. Maka dibuat larutan stok 50 ml sebagai berikut.

Larutan dibuat dari hasil pengenceran 100x dari volume pemberian,

sehingga dalam 50 ml larutan stok terkandung 2,6 mg glibenklamid.


2,6 𝑚𝑔 𝑥
=
5 𝑚𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

Misalkan berat tablet adalah 500 mg dan x adalah berat tablet yang

dibutuhkan untuk pembuatan larutan stok, maka


2,6 𝑚𝑔 𝑥
=
5 𝑚𝑔 500 𝑚𝑔

x = 260 mg

C. Prosedur

Siapkan 50 ml Na-CMC yang telah dikembangkan lalu campurkan

260 mg serbuk tablet glibenklamid hingga terbentuk suspensi.

III. Pembuatan Suspensi Glimepiride Dosis Minimum

A. Konversi dosis manusia ke mencit

2 mg/70kgBB x 0,0026 = 0,0052 mg/20gBB

B. Perhitungan

Dosis minimum 0,0052 mg untuk 20 gram mencit dalam volume

pemberian 0,5 ml. Maka dibuat larutan stok 50 ml sebagai berikut.

Larutan dibuat dari hasil pengenceran 100x dari volume pemberian,

sehingga dalam 50 ml larutan stok terkandung 0,52 mg

glibenklamid.

0,52 𝑚𝑔 𝑥
=
5 𝑚𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

16
Misalkan berat tablet adalah 500 mg dan x adalah berat tablet yang

dibutuhkan untuk pembuatan larutan stok, maka

0,52 𝑚𝑔 𝑥
=
5 𝑚𝑔 500 𝑚𝑔

x = 52 mg

C. Prosedur

Siapkan 50 ml Na-CMC yang telah dikembangkan lalu campurkan

52 mg serbuk tablet glimepiride hingga terbentuk suspensi.

IV. Pembuatan Suspensi Glimepiride Dosis Maksimum

A. Konversi dosis manusia ke mencit

8 mg/70kgBB x 0,0026 = 0,0208 mg/20gBB

B. Perhitungan

Dosis maksimum 0,0208 mg untuk 20 gram mencit dalam volume

pemberian 0,5 ml. Maka dibuat larutan stok 50 ml sebagai berikut.

Larutan dibuat dari hasil pengenceran 100x dari volume pemberian,

sehingga dalam 50 ml larutan stok terkandung 2,08 mg

glibenklamid.
2,08 𝑚𝑔 𝑥
=
5 𝑚𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔

Misalkan berat tablet adalah 500 mg dan x adalah berat tablet yang

dibutuhkan untuk pembuatan larutan stok, maka


2,08 𝑚𝑔 𝑥
=
5 𝑚𝑔 500 𝑚𝑔

x = 208 mg

17
C. Prosedur

Siapkan 50 ml Na-CMC yang telah dikembangkan lalu campurkan

208 mg serbuk tablet glimepiride hingga terbentuk suspensi.

V. Pembuatan Suspensi Na-CMC 1%

A. Perhitungan
1
𝑥 200 𝑚𝑙 = 2 gram dikembangkan dalam 200 ml aquadest
100

B. Prosedur

Panaskan mortir dan isi dengan aquadest, taburkan serbuk Na-CMC

dan biarkan mengembang. Kemudian aduk hingga terbentuk massa

seperti gel.

VI. Pembuatan Larutan Induksi Sukrosa

A. Konversi dosis

Dosis yang digunakan untuk uji toleransi glukosa oral pada manusia

dewasa adalah 75 gram, maka 75 gram/70kgBB x 0,0026 = 0,195

gram/20gBB mencit

B. Perhitungan

Dosis 0,195 gram untuk 20 gram mencit dalam volume pemberian

0,5 ml. Larutan stok yang dibuat adalah 20 ml, maka

0,195 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥
=
0,5 𝑚𝑙 20 𝑚𝑙

x = 7,8 gram

C. Prosedur

Sebanyak 7,8 gram sukrosa dilarutkan dalam 20 ml aquadest dan

diaduk hingga rata.

18

Anda mungkin juga menyukai