Buku Panduan Praktikum Petrologi 2021
Buku Panduan Praktikum Petrologi 2021
SIE. PETROLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2021
Disusun Oleh
Prof. Dr. Ir. Sutanto DEA
Dr. Agus Harjanto S.T., M.T.
Ir. Firdaus Maskuri M.T.
Dr. Ir. Joko Soesilo M. T.
i
LABORATORIUM BAHAN GALIAN
SIE. PETROLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
ridho-Nya, kami dapat menyelesaikan buku Panduan Praktikum Petrologi untuk
tahun 2021.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
III.5. Klasifikasi Batuan Sedimen.................................................................46
III.6. Diagram Alir Pendeskripsian Batuan Sedimen ...................................54
III.7. Contoh Deskripsi Batuan Sedimen ......................................................55
BAB IV BATUAN METAMORF .......................................................................56
IV.1. Tipe Metamorfisme .............................................................................56
IV.2. Struktur Batuan Metamorf ...................................................................57
IV.3. Tekstur Batuan Metamorf ....................................................................59
IV.4. Komposisi Batuan Metamorf...............................................................61
IV.5. Penamaan Batuan Metamorf................................................................61
IV.6. Alur Pemerian nama Batuan Metamorf ...............................................65
IV.7. Fasies Metamorfisme ...........................................................................66
IV.8. Contoh Deskripsi Batuan Metamorf ....................................................68
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................1
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 3. 11. Klasifikasi batuan karbonat menurut Folk (1959) .........................51
Gambar 3. 12. Klasifikasi batuan karbonat menurut Dunham (1962) ...................52
Gambar 3. 13. Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan Klovan (1971) ..53
Gambar 4.1. Fasies metamorfisme, Nelson (2011) ................................................66
vii
DAFTAR TABEL
viii
Laboratorium Bahan Galian Sie Petrologi
BAB I
BATUAN BEKU
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silikat
cair liat, pijar, bersifat mudah bergerak yang kita kenal dengan nama magma.
Penggolongan batuan beku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu 1.
Berdasarkan genetik batuan, 2. Berdasarkan senyawa kimia yang terkandung dan
3. Berdasarkan susunan mineraloginya.
Batuan Beku dapat dibagi menjadi:
A. Batuan Beku Ekstrusif
Batuan beku sebagai hasil pembekuan magma yang keluar di atas
permukaan bumi baik di darat maupun di bawah muka air laut. Pada saat
mengalir di permukaan massa tersebut membeku relatif cepat dengan
melepaskan kandungan gasnya. Oleh karena itu sering memperlihatkan
struktur aliran dan banyak lubang gasnya (vesikuler). Magma yang keluar di
permukaan atau lava setidaknya ada 2 jenis: Lava Aa dan Lava Pahoehoe.
Lava Aa terbentuk dari massa yang kental sedangkan lava Pahoehoe terbentuk
oleh massa yang encer.
B. Batuan Beku Intrusif
Batuan hasil pembekuan magma di bawah permukaan bumi. Ukuran
mineralnya kasar, > 1 mm atau 5 mm. Magma yang mengintrusi di kerak pada
kedalaman yang dangkal (<1 km) sering disebut sebagai intrusi hipabasal.
Sedangkan istilah pluton digunakan untuk tubuh intrusi yang lebih besar dan
lebih dalam.
1. Berbentuk tidak teratur dengan dinding yang curam dan tidak diketahui
batas bawahnya. Yang memiliki penyebaran > 100 km2 disebut batolith,
yang kurang dari 100 km2 dikenal dengan stock sedangkan yang lebih
kecil dan relatif membulat disebut boss. Ketiganya merupakan
peristilahan dalam batuan plutonik.
2. Intrusi berbentuk tabular yang memotong struktur setempat (diskordan)
disebut dyke/korok sedangkan yang konkordan mengikuti bidang
I.1. Magma
Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara
alamiah bersifat mobile, bersuhu antara 900 ° - 1200 °C atau lebih dan
berasal dai kerak bumi bagian bawah atau selubung bumi bagian atas (F.F.
Grouts, 1947; Tumer dan verhogen 1960, H. Williams, 1962). Dalam Dally
(1933), Winkler (1957), Vide W. T. Huang (1962), berpendapat bahwa
magma asli (primer) bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses
diferensiasi menjadi magma yang bersifat lain. Sedangkan Bunsen (1951),
dan W. T. Huang (1962) mempunyai pendapat bahwa ada dua jenis magma
primer, yaitu basaltis dan granitis dan batuan beku merupakan hasil
campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain.
Komposisi kimiawi magma dari contoh batuan-batuan beku terdiri dari:
a. Senyawa-senyawa yang bersifat non-volatil dan merupakan senyawa
oksida dalam magma. Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma ,
kandungan potassium (K2O) dan silika (SiO2) menjadi empat golongan seperti
Gambar 1. 3. Diagram Perbandingan K2O dan SiO2, Peccerilo dan Taylor (1976)
I.3. Evolusi Magma
Magma dapat berubah menjadi magma yang besifat lain oleh proses-
proses sebagai berikut:
• Hibridasi, merupakan pembentukan magma baru karena pencampuran
dua magma yang berlainan jenisnya.
• Sinteksis, merupakan pembentukan magma baru karena proses
asimilasi dengan batuan samping.
• Anateksis, merupakan proses pambentukan magma dari peleburan
batuan pada kedalaman yang sangat besar.
Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami
differensiasi magma. Differensiasi magma ini meliputi semua proses yang
mengubah magma dari keadaan awal yang homogen dalam skala besar
menjadi massa batuan beku dengan komposisi yang bervariasi.
Proses diferensisai magma meliputi:
• Fractional Crystallization, merupakan pemisahan kristal dari larutan
magma, karena proses kristalisasi berjalan tidak seimbang atau kristal-
kurang dari 45% SiO2. Contoh batuan tersebut adalah Peridotit dan
Dunit.
C. Klasifikasi berdasarkan kejenuhan silika
Gambar 1.6. Beberapa struktur yang dijumpai pada batuan beku (a) Columnar Joint, (b) Pillow
Lava, (c) Vesikular, (d) Masif
• Kuarsa (SiO2)
AlSi3O8].
Struktur
Tekstur
Derajat Kristalisasi
Granularitas
Bentuk Kristal
Keseragaman Kristal
Inequigranular Equigranular
Panidiomorfik Granular
Nama Batuan
Asam
KF >2/3 TF 1/3 TF < KF < 2/3 TF 1/8 TF< KF< 1/3 TF
Intermediet
KF >2/3 TF 1/3 TF < KF < 2/3 TF KF< 1/3 TF
Plutonik Gabro
Ultrabasa
Catatan:
KF: K-Feldspar
Total Feldspar (TF): K-Feldspar + Plagioklas
• Klasifikasi IUGS
Jika batuan plutonik dan total mineral mafik (M) > 90% maka
digunakan klasifikasi
Gambar 1. 9. Klasifikasi Batuan Gabbroid berdasarkan Plagioklas (Plg), Piroksen (Px), Olivin
(Ol), Orthopiroksen (Opx), Klinopiroksen (Cpx), dan Hornblende (Hbl)
Gambar 1. 10. Klasifikasi batuan ultramafik berdasarkan olivin (Ol), Orthpiroksen (Opx),
Klinopiroksen (Cpx), dan Hornblende (Hbl)
BAB II
BATUAN PIROKLASTIK
Nama Endapan
Ukuran
Bentuk Nama Piroklastik
Butir
Butir Klastika Belum
(mm) Terbatukan
Terbatukan
Membulat Bom Tepra Bom Agglomerat
Breksi
Meruncing Blok Tepra Blok
Piroklastik
64
Lapilus Tepra Lapili Batulapili
2
Kasar Debu Kasar Tuf Kasar
0.04 Debu
Halus Debu Halus Tuf Halus
2. Derajat Pembundaran
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya bagian tepi
butiran pada batuan klastika sedang sampai kasar. Derajat
Pembundaran dibagi menjadi:
• Membundar Sempurna (Well Rounded) Hampir semua
permukaan cembung ( Equidimensional)
• Membundar (Rounded), Pada umumnya memiliki permukaan
bundar, ujung-ujung dan tepi butiran cekung.
• Agak Membundar (Subrounded), Permukaan umumnya datar
dengan ujung-ujung yang membundar.
• Agak Menyudut (Sub Angular), Permukaan datar dengan ujung-
ujung yang tajam
• Menyudut (Angular), permukaan kasar dengan ujung-ujung butir
runcing dan tajam
3. Derajat Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun batuan
klastika. Dalam pemilahan dipergunakan pengelompokan sebagai
berikut:
• Terpilah baik (well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan oleh
ukuran besar butir yang seragam pada semua komponen batuan
klastika.
• Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada
batuan klastika yang memiliki besar butir yang beragam dimulai dari
debu hingga lapilus atau bahkan bomb/blok
4. Kemas (Fabric)
Cara tentang bagaimana partikel sedimen disusun disebut sebagai
kemas (fabric). Terdapat dua komponen penting dalam kemas yaitu
grain orientation dan grain packing. Grain orientation mengacu pada
sumbu transportasi sedimen (arah aliran) pada bidang horizontal.
Orientasi ini disebabkan oleh transportasi dan proses pengendapan.
Grain packing mengacu pada pola jarak atau kerapatan butir. Dikenal
istilah grain supported apabila butiran saling kontak, dan matrix
Gambar 2. 3. Hubungan genetik antara produk endapan vulkanik primer dan sekunder
Warna (representatif)
Struktur:
Masif, perlapisan, graded bedding, cross bedding, dll
Tekstur
Komposisi:
Mineral sialis, mineral ferrogmansian,
material tambahan, dkk
Nama Batuan
BAB III
BATUAN SEDIMEN
2. Pemilahan/Sortasi (Sorting)
Pemilahan adalah keseragaman ukuran besar butir penyusun
batuan endapan/sedimen. Dalam Pemilahan dipergunakan
pengelompokan sebagai berikut:
• Terpilah baik (well sorted). Kenampakan ini diperlihatkan
oleh ukuran besar butir yang seragam pada semua komponen
batuan sedimen.
• Terpilah buruk (poorly sorted) merupakan kenampakan pada
batuan klastika yang memiliki besar butir yang beragam
dimulai dari lempung hingga kerikil atau bahkan bongkah.
• Selain dua pengelompokan tersebut adakalanya seorang
peneliti menggunakan pemilahan sedang untuk mewakili
kenampakan yang agak seragam.
(a) (b)
(a) (b)
Tabel 3. 2. Pembagian lapisan berdasarkan ketebalannya (Mc. Kee & Weir, 1953)
b. Kristalin
Terdiri dari kristal-kristal yang interlocking. Untuk pemeriannya
menggunakan skala Wenthworth dengan modifikasi sebagai
berikut:
Tabel 3. 3. Pemerian ukuran kristal modifikasi Skala Wentworth
2. Struktur
Struktur batuan sedimen Non klastik terbentuk oleh reaksi kimia
maupun aktifitas organisme. Macam-macamnya:
a. Masif
b. Fossiliferous, struktur yang menunjukkan adanya fosil.
c. Oolitik, struktur dimana fragmen klastik diselubungi oleh mineral
non klastik, bersifat konsentris dengan diameter kurang dari 2 mm.
d. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih dari
2 mm.
e. Konkresi, sama dengan oolitik namun tidak konsentris.
f. Cone in cone, strutur pada batu gamping kristalin berupa
pertumbuhan kerucut per kerucut.
g. Bioherm, tersusun oleh organisme murni insitu.
h. Biostorm, seperti bioherm namun bersifat klastik.
i. Septaria, sejenis konkresi tapi memiliki komposisi lempungan. Ciri
khasnya adalah adanya rekahan-rekahan tak teratur akibat
penyusutan bahan lempungan tersebut karena proses dehidrasi yang
semua celah-celahnya terisi oleh mineral karbonat.
j. Geode, banyak dijumpai pada batugamping, berupa rongga-rongga
yang terisi oleh kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga
tersebut. Kristal dapat berupa kalsit maupun kuarsa
b. Detritus Halus
Pada umumnya diendapkan dilingkungan laut, dari laut dangkal
sampai laut dalam. Yang termasuk ke dalam golongan ini antara
lain batuserpih (shale), batulanau (siltstone), batulempung
(claystone) dan napal.
c. Karbonat
Pada umumnya terbentuk dari sekumpulan cangkang moluska,
algae, foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Jenis
batuan ini banyak sekali, tergantung material penyusunnya.
d. Silika
Batu jenis ini tersebar hanya dalam junlah sedikit dan terbatas.
Golongan batuan ini merupakan gabungan antara proses organik
dan kimiawi. Contoh batuan golongan ini adalah rijang (chert),
radiolaria dan diatom (diatomea)
e. Evaporit
Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau
laut yang tertutup dan syarat terjadinya batuan sedimen ini harus
berada pada air yang memiliki kandungan larutan kimia yang
cukup pekat. yang termasuk ke dalam golongan evaporit ini adalah
gipsum, batu garam, anhydrit dan lain-lain.
f. Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik, seperti
tumbuhan yang telah mati dan kemudian terkubur di dalam tanah
oleh suatu lapisan yang tebal diatasnya sehingga tidak terjadi
pelapukan. Lingkungan pengendapan batubara biasanya di
lingkungan rawa, delta dan danau.
Gambar 3. 9. Klasifikasi Folk (1974) untuk batuan sedimen silisiklastik gravel-bearing (kiri) dan
gravel-free sediments (kanan)
pada presentase pasir, antara lain: >90%, 50-90%, 10-50%, dan <10%
pasir.Selanjutnya menentukan rasio perbandingan antara lanau dengan
lempung. Tig akelas terbawah memiliki perbaningan lanau:lempung,
2:1 dan 1:2.
• Klasifikasi Batupasir Pettijhon (1987)
Klasifikasi dari Pettijohn mengklasifikan batuan sedimen khususnya
batupasir berdasar pada komponen material penyusun serta
mineraloginya. Fragmen penyusun utama pasir dalam klasifikasi ada
tiga komponen yaitu kuarsa (Q), feldspar (k-feldspar dan plagioklas
yaitu F) dan fragmen batuan (lithic fragment L).
Batuan Karbonat
Klastik Non Klastik
Dominasi
Dominasi Rombakan Pertumbuhan
Rombakan Kristalin
Karbonat Terumbu
Fosil
> 2 mm Kalsirudit
Batugamping Batugamping Batugamping
2-0.06 mm Kalkarenit
Bioklastik Terumbu Kristalin
< 0.06 mm Kalsilutit
jika sparitnya lebih besar daripada mikrit maka nama batuannya akan
berakhiran sparit, demikian pula jika mikrit yang lebih dominan maka
nama batuannya akan berakhiran mikrit. Awalan dalam penamaan
batuan karbonat menurut Folk tergantung pada komposisi intraklas, jika
intraklas di atas 25% maka nama batuannya menjadi intasparit atau
intramikrit. Namun jika butiran ini tidak mencapai 25% maka butiran
kedua menjadi pertimbangan yaitu ooid, sehingga batuan dapat berupa
oosparit atau oomikrit. Pertimbangan lainnya adalah jika kandungan
ooid kurang dari 25%, maka perbandingan pellet dan fosil menjadi
penentu nama batuan. Terdapat tiga model perbandingan (fosil : pellet)
yaitu 3:1, 1:3, dan antara 3:1 – 1:3. Jika fosil lebih besar atau 3 : 1 maka
nama batuannya biosparit atau biomikrit demikian pula sebaliknya akan
menjadi pelsparit atau pelmikrit. Jika perbandingan ini ada pada
komposisi 3:1 – 1:3 maka menjadi biopelsparit atau biopelmikrit.
Klasifikasi ini juga masih menganut paham Grabau dengan
menambahkan akhiran rudit jika allochemnya mempunyai ukuran yang
lebih besar dari 2 mm dengan prosentase lebih dari 10%. Dengan
demikian penamaan batuan karbonat menurut klasifikasi ini akan
menjadi rudit.
• Klasifikasi Batuan Karbonat Dunham (1962)
Gambar 3. 13. Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan Klovan (1971)
BAB IV
BATUAN METAMORF
B. Metamorfosa Regional
• Metamorfosa Regional Dinamothermal
Metamorfosa regional terjadi pada daerah luas akibat
orogenesis. Pada proses ini pengaruh suhu dan tekanan berjalan
bersama-sama.Tekanan yang terjadi di daerah tersebut berkisar
1. Struktur Foliasi
Dimana mineral baru menunjukkan penjajaran mineral yang planar.
Seringkali terjadi pada metamorfisme regional dan kataklastik.
Struktur foliasi yang menunjukkan urutan derajat metamorfosa dari
rendah ke tinggi:
a. Slatycleavage
Berasal dari batuan sedimen (lempung) yang berubah ke
metamorfik, sangat halus dan keras, belahannya rapat, mulai
terdapat daun-daun mika halus, memberikan warna kilap, klorit dan
kuarsa mulai hadir. Umumnya dijumpai pada batuan sabak/slate.
b. Phylitik/Filitik
Rekristalisasi lebih kasar daripada slatycleavage, lebih
mengkilap daripada batusabak, mineral mika lebih banyak
dibanding slatycleavage. Mulai terdapat mineral lain yaitu
turmalin. Contoh batuannya adalah filit.
c. Schistosa
Merupakan batuan yang sangat umum dihasilkan dari
metamorfosa regional, sangat jelas keping-kepingan mineral-
mineral plat seperti mika, talk, klorit, hematit dan mineral lain yang
berserabut. Terjadi perulangan antara mineral pipih dengan mineral
granular dimana mineral pipih lebih banya daripada mineral
granular. Orientasi penjajaran mineral pipih menerus.
d. Gneistosa
Jenis ini merupakan metamorfosa derajat paling tinggi, dimana
dimana terdapat mineral mika dan mineral granular, tetapi orientasi
mineral pipihnya tidak menerus/terputus.
2. Struktur Non Foliasi
Dimana mineral baru tidak menunjukkan penjajaran mineral yang
planar. Seringkali terjadi pada metamorfisme kontak/termal. Pada
struktur non foliasi ini hanya ada beberapa pembagian saja, yaitu:
a. Granulose/Hornfelsik
Merupakan mozaik yang terdiri dari mineral-mineral
equidimensional serta pada jenis ini tidak ditemukan tidak
menunjukkan cleavage (belahan). Contohnya antara lain adalah
marmer dan kuarsit.
b. Liniasi
Pada jenis ini, akan ditemukan keidentikan yaitu berupa
mineral-mineral menjarum dan berserabut, contohnya seperti
serpentin dan asbestos.
c. Kataklastik
Suatu struktur yang berkembang oleh penghancuran terhadap
batuan asal yang mengalami metamorfosa dinamo. Umumnya
memberi kenampakan breksiasi.
d. Milonitik
Hampir sama dengan struktur kataklastik, hanya butirannya
lebih halus dan dapat dibelah-belah seperti skistose. Struktur ini
sebagai salah satu ciri adanya sesar.
e. Filonitik
Hampir sama dengan struktur milonitik, hanya butirannya lebih
halus lagi.
f. Flaser
Seperti struktur kataklastik, dimana struktur batuan asal
berbentuk lensa tertanam pada massa dasar milonit.
g. Augen
Suatu struktur batuan metamorf juga seperti struktur flaser,
hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar, dalam massa
dasar yang lebih halus.
IV.3. Tekstur Batuan Metamorf
Mineral batuan metamorfosa disebut mineral metamorfosa yang terjadi
karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat dan bukan mengkristal
dalam suasana cair. Karena itu kristal yang terjadi disebut blastos. Tekstur
pada batuan metamorf dibagi menjadi 2, yaitu:
c. Blastopsepit
Tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran butir
lebih besar dari pasir (psepit).
d. Blastopsamit
Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran
butir pasir (psemit).
e. Blastopellit
Suatu tektur sisa dari batuan sedimen yang mempunyai ukuran
butir lempung (pelit).
IV.4. Komposisi Batuan Metamorf
Berdasarkan bentuk kristal / mineralnya, dibagi menjadi:
A. Mineral Stress
Merupakan mineral yang stabil dalam kondisi tertekan, dimana
mineral ini berbentuk pipihatau tabular, prismatik. Mineral ini tumbuh
memanjang dengan kristal tegak lurus gaya. Contohnya: Mika, Zeolit,
Tremolit, Aktinolit, Glaukofan, Horblende, Serpentin, Silimanit,
Kyanit, Antofilit.
B. Mineral Antistress
Merupakan mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi tekanan,
umumnya berbentuk equidimensional. Contohnya : Kuarsa, Garnet,
Kalsit, Staurolit, Feldpar, Kordierit, Epidot.
Berdasarkan jenis metamorfismenya mineral ini khas muncul pada
jenis metamorfisme tertentu seperti:
• Metamorfisme Regional, contohnya: Kyanit, Staurolit, Garnet,
Silimanit, Talk, Glaukofan.
• Metamorfisme Termal, contohnya: Garnet, Andalusit, Korondum.
IV.5. Penamaan Batuan Metamorf
Penamaan batuan metamorfik dimaksudkan untuk mengenali dan
memberikan informasi yang berarti pada batuan tersebut. Ada 5 kriteria
utama dalam penamaannya, yaitu:
1. Asal batuan semula
2. Mineralogi batuan metamorf
3. Struktur
4. Penamaan secara khusus
5. Struktur dan mineralogi
Istilah metabasit, metapelit adalah batuan metamorf yang berasal dari
batuan beku dan batuan sedimen, metasedimen, metabatupasir, metagranit,
semua mengisyaratkan batuan semula. Skis, Gneis, Hornfels, filit adalah
penamaan berdasarkan pada terktur batuan metamorf tersebut. Kuarsit,
Serpentinit, adalah penamaan berdasarkan mineralogi.
• Slate, adalah batuan metamorf derajad sangat rendah, disusun oleh
mineral pilosilikat sangat halus tersusun membentuk orientasi
kesejajaran yang memperlihatkan lembaran.
• Filit, adalah bertektur skistose tetapi disusun oleh mineral pilosilikat
yang halus (dalam ukuran 0,1-1 mm).
• Schist, ditandai dengan penjajaran mineral pipih berukuran >1 mm
sehingga mudah dikenali dengan mata telanjang. Pada sekis tampak
kehadiran mineral pipih lebih melimpah daripada mineral granular.
• Gneiss, berkristal sangat besar, dapat mencapai beberapa milimeter dan
mineral tabularnya memperlihatkan foliasi. Batuan ini didominasi oleh
mineral granular daripada mineral pipih (tabular/prismatik) yang
menjajar. Istilah ortogenes dipakai untuk genes yang berasal dari batuan
beku dan paragenes untuk genes yang berasal dari batuan sedimen.
• Milonit, merupakan batuan metemorf kataklastik yang disusun oleh
matrik antara 50 hingga 90 % dan sisanya berupa porfiroklas. Jika
hampir keseluruhan terdiri dari matriks dan porfirokals kurang dari 10
% maka disebut ultra milonit. Pilonit adalah batuan metamorf
kataklastik yang kaya akan mineral pilosilikat yang secara khas
memperlihatkan seperti slate. Sedangkan batuan metamorfik yang
bertekstur granoblastik di sekitar interusi dikenal dengan hornfels.
Berikut adalah nama-nama batuan metamorf berdasarkan penamaan
yang khas padanya:
• Schist Hijau, adalah batuan metamorf yang berasal dari batuan beku
basa, berwarna hijau, berfoliasi, berderajad rendah, umumnya disusun
oleh klorit, epidot, aktinolit.
• Schist Biru, adalah berasal dari batuan beku, berwarna gelap kebiruan,
pada derajad sangat rendah, tekstur berfoliasi, warnanya berasal dari
melimpahnya amfibol Na terutana glaukofan dan krosit.
• Amfibolit, utamanya disusun oleh mineral hijau gelap, horblende dan
plagioklas dengan ditambah berbagai mineral aksesori.
• Serpentinit, adalah batuan berwarna hijau, hitam atau kemerah-
merahan, disusun secara mencolok oleh serpentin. Batuan ini berasal
dari batuan beku ultrabasa.
• Granulit, adalah batuan metamorf dicirikan dengan tekstur
granobalstik, berukuran butir seragam bahkan membentuk kristal yang
sempurna (poligonal) dan mineral penyusunnya terbentuk pada
temperatur tinggi seperti feldpar, piroksen, amfibol.
• Migmatit, adalah pencampuran batuan metamorf, skis atau gneis pada
derajad tinggi berselang seling dengan urat-urat batuan beku
berkomposisi granitik hasil anateksis.
Tabel 4. 1. Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan tekstur menurut W.T. Huang (1962)
Medium Coarse
Mineral Fine grain grain 0.1- grain > 1
Batuan Asal Utama <0.1 mm 1.0 mm mm Banded
Shale Filosilikat, Slate Filit Schist Gneiss
‘Pelitic Rock’ kuarsa
Batupasir Kuarsa Kuarsit Kuarsit kuarsit Banded
‘psammitic rocks’ Kuarsit
Sandy shale Filosilikat, Sandy slate Semi-pelitic Semi-pelitic Gneiss
‘Semi-pellite’ kuarsa filit schist
Batugamping Kalsit, Marmer Marmer marmer Banded
Dolomit Marmer
Marl Filosilikat, Calc-slate Calc-filit Calc-schist Calcareous
kalsit Gneiss
Ryolite K-Feldspar, Halle-flinta Granitic Granitic Granitic
Granit filosilikat Gneiss Gneiss Gneiss
kuarsa
Basalt Plagioklas Greenschist Amphibolite Hornblende
Gabbro Feldspar Greenstone Gneiss
Amfibole Pyroxene
Gneiss
Pyroxenite Serpentine Serpentinite Ultrabasic
Peridotit talc Talc schist Gneiss
Dunite soapstone Foliated
u-basics
Anthony Hall, 1989, Igneous Petrology, New York, Longman Inc, h 573.
Blatt, H. Middleton, dan G. Murray. R., 1979. Origin of Sedimenary Rock,
Englewood, Prince-Hall, Dlifs,
Boggs, Sam, 2014, Principles of Sedimentology and stratigraphy, England:
Pearson Education,
Ehler,E.G., dan Blatt, H., 1982, Petrology Igneous, Sedimenary and
Metamorphic, United State of America, Freeman, Cooper & Company, h
732.
Fisher, R.V. dan Scmincke, H.U, 1984, Pyroklastic Rocks, Springer Verlag, h
472
Huang, W.T., 1962, Petrology, New York, San Fransisco, Toronto, London:
Mc.Graw Hill Book Company,
Jackson K.C., 1970, Text Book of Lithology, New York: Mc. Graw Hill
Book Company,
Koesoemadinata, R.P., 1981, Prinsip-prinsip Sedimenasi, Bandung:
Departemen Teknik Geologi, ITB.
McPhie, Jocelyn, M. Doyle, R. Allen, 1993, Volcanic Texture, Tasmania:
Centre for Ore Deposit and Exploration Studies, University of Tasmania, h
5.
Nichols, Gary. 2009. Sedimentary and Stratigraphy Second Edition. Oxford,
United Kingdoms. Willey-Blackwell
Pettijohn, F.J., 1975, Sedimenary Rock, Third Edition, Marker and Bow
Publisher.
Williams, H, Turner, F.J dan Gilbert C.M., 1954, Petrography ; An
Introduction to he study of rocks in thin section, 2st edition, New York:
W.H. Freeman and ompany, i. h 626