KONSELING 1

SEBAYA
Peer support (Dukungan teman
sebaya)
• Biasa digunakan untuk level yg lebih formal dan menyeluruh
utk mengambarkan program berbasis sekolah dimana siswa
senior dilatih sebagai pimpinan kelompok dalam program
pengembangan personal utk siswa yang lebih muda, misal
siswa baru.
• Dukungan sebaya memerlukan dukungan dari administrasi
senior dan berkaitan dengan dengan kurikulum sekolah yang
lebih luas seperti hal yang berkaitan dengan kesehatan,
kesejahteraan fisik, dan ilmu2 sosial.

2
• Program pelatihan dukungan sebaya terdiri atas dua sesi yg
berfokus pada komunikasi, pembentukan kepercayaan diri,
kepercayan, hubungan personal, menilai dan menetapkan
tujuan, dan kesadaran diri.
• Juga meliputi pelatihan kepemimpinan, fasilitasi dan teknik
khusus.
• Setelah mendapat pelatihan, pemimpin akan mendapat
supervisi dan dukungan selama beberapa tahun. Pemimpin ini
akan: menjadi teman penduung utk sekelompok atau keluarga
dari siswa baru
• Mereka tidak menyelesaikan masalah atau memberi konseling
namun dapat menyediakan lingkungan dimana mereka dapat
mendukung memilih ide dan nilai dan belajar menyuarakan
pendapat mereka tentang kehidupan mereka. 3
Peer tutoring
• Di level akademik, teman sebaya mungkin akan daat terlibat
sebagai tutor dalam beragam subjek, merupakan kepanjangan
tangan dari guru yang dikenal di beragam tradisi
pembelajaran.
• Dalam program tutoring, struktur sangat terbatas,
terorganisir, berhubungan erat dengan kurikulum kelas,
dilakukan disesi harian, dengan hasil yg spesifik.

• Contoh tutor berhubungan dengan area belajar membaca,

dimana tutor dilatih untuk memberi petunjuk yang jelas,
mengkonfirmasi jk respon tepat, mengkorreksi jika salah tanpa
sikap menghukum. 4
• Tutor dapat diambil dr kakak kelas atau teman sekelas.
Peer counselling
• Konseling sebaya atau fasilitasi sebaya berbeda dengan kedua istilah
diatas sebab melibatkan konseling yang nyata.
• Peer facilitation adalah sebuah proses dimana siswa yg terlatih dan
disupervisi melakukan tugas memberikan bantuan interpersonal;
mendengarkan, memberikan dukungan, menyarankan alternatif,
terlibat alam interaksi verbal dan non verbal, yang kualifikasinya
termasuk dalam fungsi konseling dengan klien sebaya yang baik
direferensikan oleh dirinya sendiri atau orang lain (McWhirter et al.,
1993).
• Peer counselling didesain untuk masalah pribadi dan interpersonal
pada remaja.
• Masalah yang dihadapi adalah krisi pribadi seperti kecelakaan,
depresi, usaha bunuh diri, kecacatan atau gangguan belajar atau
diorder dan disability lain yang ada pada siswa, ketegangan yg
muncul karena perbedaan budaya, diskriminasi, perundungan atau
pelecehan, penyalahgunaan napza, dan hubungan keluarga yang
bermasalah. 5
Peer advocacy
• Pada satu saat anggota rekan sebaya tertentu i sekolah,
biasanya kaum minoritas, akan mempunyai inisiatif ntuk
mengadvokasi hak dari kelompok tersebut’
• Perbedaannya dengan yang lain adalah hasil yang diapatkan
dari sisea, dengan atau tanpa bantuan dukungan sistem.
• Keputusan untuk mendukung berasal dariinisiatif dan
dilaksanakan dengan memtimbangkan haknya.
• Kadang kala dapat dilakukan hanya oleh satu orang namun
dapat berakibat pada selruh staf pembelajaran.
• Misal kasus siswa, a 16-year-old young man, Gary, yg didekati
oleh tutor sekolah yang gay. Dia berusaha agar sekolah
menerima gay sebagai bagian sekolah. 6
Peer empowerment and mediation
• Ada dalam kelompok budaya dan etnis yang berbeda-beda,
atau agama, atau kebangsaan, atau adat istiadat yang
berbbeda-beda.
• Beberapa kelompok biasanya baru datang, beberapa yang lain
sudah menetap dan nyaman, yang lain datang dr situasi
traumatik atau perang dkk. Kadang datang dengankeluarga,
komunitas, atau sendiri.

7
• These circumstances in the school as a community constitute
as much an opportunity for enrichment as one for separation,
stress, misunderstanding and conflict. The latter is increasingly
common and is a challenge for staff and students to work
together in fostering goodwill and collaboration between
diverse cultural groups. One approach to the resolution of
such inter-group tensions is through the development of a
collaborative network of students and staff based on the
principles of empowerment and mediation. Empowerment
through providing all groups with a sense of recognition and
identity. Mediation through helping them find mutually
acceptable solutions to the tensions of living together within
the same community. Once again, elements of this approach
are similar to what has been outlined above, but the overall 8
thrust of this kind of activity is unique in nature and intent.
• A three-phase development project to address inter-cultural
relationships (Frayling, 1998). The three phases are:
• first, the establishment of a group of cultural leaders, who develop
their own inter-cultural sensitivity and relationship skills through a
systematic training programme.
• Second, provision by them of positive support and empowerment
for the various cultural groups they identify with through, for
example, welcoming new entrants, providing information about
subject choices and non-academic activities, sharing the
frustrations of using a foreign language, and personally supporting
students in difficulty at school, especially when parental support is
lacking.
• Third, the development of skills to help them provide safety for 9
students being bullied or harassed, and to contribute to mediation
processes in handling inter-group tensions.
Components of successful peer
counselling and
peer support groups
• To highlight these elements or components is valuable for all
those involved in establishing
• a peer helping system, responsible for its effective running, or
contributing to its evaluation.
• The foregoing section indicates that an effective peer helping
system requires it to take in
• mature individuals, to run a group which is personally
satisfying, to train its members in
• essential skills and to be seen to be successful in its external
responsibilities. Put that way,
• the successful peer counselling and support network may be
described as resilient or hardy. 10
Kualifikasi fasilitator
• The information on basic qualifications emphasize on
commitment to helping others and the ability to interact with
a variety of people, willingness to accept standards of ethical
conduct such as confidentiality of information and willingness
and ability to work within the philosophy and goals of the
programme (Delworth & Brown, 1977). Besides these basic
qualifications, effective PEs have been found to posses the
facilitative skills of empathy, genuineness and respect for
others (MOE, 2009). The content of PC training usually covers
three areas: Firstly, information about the policies, procedures
and organization of the program; ethical and legal
considerations such as confidentiality; ways of establishing
support networks and sources of support and the limitations
of the PE, including signs which indicate when professional 11
help is needed and the procedures for referral.
Kualifikasi fasilitator
• Secondly, PC training consists of the content area, like job-
specific information, which relates to particular program
objectives, e.g. to provide academic advising, tutoring, career
guidance or group counselling. Thirdly, interpersonal skills
training, that is, effective management of relationships: key
life skills such as decision-making, problem-solving, social
conflict management and resolution, meditation, self-
management skills, cognitive structuring, relaxation,
assertiveness, self awareness, awareness of others, basic
counselling skills including the skills of attentiveness, listening,
responding, empathy, understanding one’s values, stereotypes
and prejudices, referral skills and sexuality education (MOE,
2009). PEs provide Peer Education which involves teaching
peers decision-making skills to help combat the impact of 12
negative peer pressure (Ministry of Youth and Sports, 2008).